• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan skor PUFA pufa dengan indeks massa tubuh pada anak usia 6-12 tahun di sd di Kecamatan Medan Kota dan Medan Perjuangan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan skor PUFA pufa dengan indeks massa tubuh pada anak usia 6-12 tahun di sd di Kecamatan Medan Kota dan Medan Perjuangan"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karies dan Etiologi

Karies adalah suatu penyakit jaringan keras gigi yang ditandai dengan

kerusakan jaringan, dimulai dari permukaan gigi (pit, fisur dan daerah interproksimal)

meluas ke arah pulpa. Karies merupakan penyakit infeksius multifaktorial yang

disebabkan oleh mikrobiota kariogenik; substrat (makanan-makanan kaya

karbohidrat), host (gigi dan saliva), dan waktu lamanya proses interaksi antar faktor

tersebut, interaksi ini dapat dilihat pada Gambar 1.21-24

Dua bakteri yang paling umum bertanggung jawab untuk gigi berlubang

adalah Streptococcus mutans dan Lactobacillus. Karies diawali dengan adanya

demineralisasi jaringan keras gigi (enamel, dentin dan sementum) yang kemudian

diikuti oleh kerusakan materi organik gigi dengan produksi asam oleh hidrolisis dari

akumulasi sisa-sisa makanan pada permukaan gigi.23 Proses demineralisasi dapat dikembalikan oleh kalsium dan phospat bersama dengan fluor, berdifusi ke dalam

gigi dan menghasilkan lapisan baru pada sisa- sisa kristal yang ada pada lesi awal

yang dikenal dengan remineralisasi. Proses demineralisasi dan remineralisasi pada

umumnya terjadi berulang-ulang setiap hari yang menyebabkan terjadinya kavitas

atau adanya proses perbaikan.24

(2)

2.2 Prevalensi dan Pengalaman Karies

Persentase karies gigi bertambah dengan meningkatnya peradaban manusia,

ada lebih dari 90% anggota populasi yang terinfeksi dan hanya kira-kira 5%

penduduk yang imun terhadap karies gigi sehingga menjadi masalah utama dalam

kesehatan gigi dan mulut.21 Pada tahun 2006 di Asia Tenggara prevalensi karies pada anak usia 6 tahun sebanyak 97%.25

Penelitian Benzian et al. di Filipina tingkat karies paling tinggi diantara

negara-negara di Asia Tenggara, dengan prevalensi sebesar 82% dan indeks DMFT

anak berusia 12 tahun sebesar 2,9.20 Penelitan Tiwari et al. menunjukkan dari 371 anak berusia 6-8 tahun di India, prevalensi karies sebesar 87% dan yang tidak

mendapatkan perawatan sebesar 84%.13

Penelitian Vargas et al. menunjukkan pada anak-anak usia sekolah berusia

6-12 tahun di Amerika Serikat terdapat 61% yang memiliki setidaknya satu gigi karies

atau tambalan pada gigi desidui mereka. Selain itu pada 4116 sampel anak berusia

6-14 tahun, terdapat 40% yang memiliki setidaknya satu gigi karies atau tambalan pada

gigi permanen mereka.26

Data dari pusat pencegahan dan kontrol gigi menunjukkan prevalensi karies

yang tidak dirawat pada anak-anak berusia 6-11 tahun di Amerika Serikat sebanyak

25%. Hasil penelitian di Iran menunjukkan hampir 60% dari anak-anak berusia 12

tahun setidaknya memiliki satu gigi karies atau gigi yang sudah direstorasi.9

Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007 menunjukkan bahwa

indeks DMFT pada kelompok usia 12 tahun adalah sebesar 0,9. Indeks DMFT

mengalami peningkatan sebanyak 0,5 setelah enam tahun kemudian yang terlihat

pada hasil RISKESDAS tahun 2013, anak dengan kelompok usia 12 tahun memiliki

indeks DMFT sebesar 1,4 dengan nilai masing-masing D-T=1,02; M-T=0,34;

(3)

2.3 Faktor Risiko Karies

Risiko karies seseorang dapat beragam seiring bergantinya faktor-faktor

risiko. Banyak sekali faktor yang memengaruhi terjadinya karies gigi, untuk dapat

terjadinya karies harus didapatkan berbagai macam faktor resiko. 21,28 Faktor risiko karies antara lain:

1. Keturunan

Penelitian terhadap 12 pasang orang tua dan anaknya dengan keadaan yang

baik, terlihat bahwa anak-anak dari 11 pasang orang tua memiliki keadaan gigi yang

cukup baik. Hal ini dikarenakan anak-anak tersebut mendapatkan kebiasaan pola

makan, kebiasaan oral hygiene dan mikroflora oral dari orang tua mereka.21,26 2. Usia

Pada studi epidemiologis terdapat suatu peningkatan prevalensi karies sejalan

dengan bertambahnya usia. Gigi yang paling akhir erupsi lebih rentan terhadap karies

karena sulitnya membersihkan gigi yang sedang erupsi sampai gigi tersebut mencapai

dataran oklusal dan beroklusi dengan gigi antagonisnya. Anak-anak mempunyai

risiko karies yang paling tinggi ketika gigi mereka baru erupsi karena kebersihan

mulut kurang terjaga.23 3. Jenis Kelamin

Persentase karies gigi pada wanita lebih tinggi dibandingkan pria. Pada

wanita, komponen gigi yang hilang (M, missing) lebih sedikit daripada pria umumnya

karena oral hygiene wanita lebih baik.21,23 4. Makanan

Penelitian menunjukkan bahwa makanan dan minuman yang bersifat

fermentasi karbohidrat lebih signifikan memproduksi asam diikuti demineralisasi

enamel. Konsistensi dari makanan juga memengaruhi kecepatan pembentukan plak.

Makanan lunak yang tidak memerlukan pengunyahan hanya memiliki sedikit efek

membersihkan gigi geligi atau bahkan tidak sama sekali. Jenis makanan yang mudah

melekat di gigi seperti coklat dan permen, memudahkan kemungkinan terjadinya

(4)

menjadi lebih lambat dibandingkan proses demineralisasi, serta adanya kehilangan

mineral.21,26,28

5. Oral Hygiene

Karies dapat dikurangi dengan melakukan penyingkiran plak secara mekanis

dari permukaan gigi. Pembersihan dengan menggunakan pasta gigi mengandung

fluoride secara rutin dapat mencegah karies. Pemeriksaan gigi yang teratur dapat

mendeteksi gigi yang berpotensi menjadi karies. Kontrol plak yang teratur dan

pembersihan gigi dapat membantu mengurangi insidens karies gigi; bila plaknya

sedikit, maka pembentukan asam akan berkurang dan karies tidak dapat terjadi.26,28 6. Sosial Ekonomi

Hubungan antara status sosial ekonomi berbanding terbalik dengan prevalensi

karies. Peningkatan status sosial ekonomi merupakan faktor resiko terjadinya karies

gigi dan secara umum diukur dari indikator seperti pendapatan, tingkat pendidikan,

pola hidup dan perilaku kesehatan gigi. Data yang didapat menurut segi pandang

demografi, karies lebih sering terjadi pada kelas sosial ekonomi rendah memiliki

resiko karies yang tinggi dari pada anak pada kelas sosial ekonomi tinggi. 26,28

2.4 Dampak Karies Tidak Terawat

Karies gigi bersifat terlokalisir, destruktif, dan progresif terhadap dentin, jika

tidak dirawat, infeksi bakteri dapat berkembang melalui dentin dan menimbulkan

peradangan pulpa dan proses radang berlanjut hingga ke jaringan di sekitarnya dan

tulang alveolar sehingga berpotensi terjadinya kehilangan gigi.29,30 Masalah-masalah yang dapat dilihat dari karies yang tidak dirawat adalah pulpitis, ulserasi, fistula dan

abses.

a. Pulpitis

Pulpitis adalah proses radang pada jaringan pulpa yang ditandai dengan rasa

sakit yang tajam dan pendek. Menurut Ingle, atap pulpa mempunyai persarafan

terbanyak dibanding bagian lain pada pulpa, bakteri akan menimbulkan peradangan

awal pulpitis pada saat melewati persarafan ini (Gambar 2). Pulpitis reversibel

(5)

tajam, respon yang cepat, hiperemi pulpa dan kepekaan gigi terhadap panas dan

dingin yang reda jika sumber panas dan dingin ini dihilangkan.29-31

Pulpitis irreversible merupakan peradangan pulpa yang persisten

menimbulkan perubahan yang ireversibel, sehingga pasien mengalami sakit spontan

dan persisten pada giginya setelah sumber panas atau dingin itu dihilangkan.

Kerusakan jaringan pulpa yang parah karena infeksi bakteri atau terputusnya pasokan

darah ke pulpa akan mengakibatkan terjadinya pulpa nonvital dan perubahan

periapeks (peradangan periapeks kronis).30

Gambar 2. Pulpitis1

b. Ulserasi

Ulser adalah luka pada jaringan lunak akibat trauma yang berasal dari

permukaan yang tajam dari gigi dislokasi dengan keterlibatan pulpa atau fragmen

akar yang menyebabkan ulser traumatikus pada jaringan lunak di sekitar lesi karies,

misalnya lidah atau mukosa bukal.18,31,32 Ulser biasanya terlihat sedikit landai dan oval. Zona eritema pada awalnya terlihat di bagian tepi; zona ini semakin muda

warnanya sejalan dengan penyembuhan ulser. Bagian tengah ulser biasanya berwarna

(6)

Gambar 3. Ulser1

c. Fistula

Fistula merupakan saluran pus yang berhubungan dengan keterlibatan pulpa

pada gigi yang mengalami karies. Fistula terjadi karena peradangan karies kronis

pada daerah sekitar akar gigi (periapical abcess). Peradangan ini akan menyebabkan

kerusakan tulang dan jaringan penyangga gigi, jika dibiarkan terlalu lama, pertahanan

tubuh akan berusaha melawan dan mengeluarkan jaringan yang telah rusak dengan

cara mengeluarkan pus/nanah ke luar tubuh melalui permukaan yang terdekat, hingga

menembus tulang tipis dan gingiva yang menghadap ke pipi, melalui saluran yang

disebut fistula, dan jika saluran ini tersumbat, maka akan terjadi pengumpulan pus

(Gambar 4).33

(7)

d. Abses

Abses merupakan pembengkakan yang mengandung pus pada gigi dengan

pulpa yang terbuka. Saluran pulpa yang sempit menyebabkan drainase yang tidak

sempurna pada pulpa yang terinfeksi, sehingga menjadi tempat berkumpulnya bakteri

dan menyebar ke arah jaringan periapikal secara progresif. Bakteri yang berperan

dalam proses pembentukan abses yaitu Staphylococcus aureus dan Streptococcus

mutans (Gambar 5).1

Gambar 5. Abses1

Terjadinya pulpitis, ulserasi, fistula dan abses yang ditimbulkan akibat karies

yang tidak dirawat, dapat menyebabkan kurangnya kemampuan anak untuk makan

sehingga jumlah asupan nutrisi terganggu yang menyebabkan rendahnya indeks

massa tubuh anak, anemia, kurang tidur dan berujung pada menurunnya kualitas

hidup anak tersebut yang dapat memengaruhi perkembangan kognitif anak

tersebut.1,16,17 Akibat langsung yang ditimbulkan dari karies yang tidak dirawat adalah rasa sakit dan inflamasi, sehingga mengganggu kemampuan anak saat makan

dan sulit tidur yang dapat menyebabkan terjadinya gangguan pertumbuhan karena

asupan nutrisi yang buruk.34,35

Akibat tidak langsung yang ditimbulkan karies yang tidak dirawat dan respon

tubuh yang berbeda terhadap infeksi gigi kronis adalah pulpa yang terinfeksi akan

memengaruhi imunitas dan eritropoiesis yang dapat mengakibatkan anemia dan

mengakibatkan remodeling tulang, pola tidur dan asupan makan yang buruk.

(8)

pertumbuhan. Infeksi dan inflamasi juga dapat mengakibatkan mikronutrien gizi yang

rendah yang selanjutnya meningkatkan pengeluaran energi dan kebutuhan metabolik

sehingga terjadi gangguan penyerapan nutrien. Hal inilah yang menyebabkan

rendahnya massa tubuh.34

2.4.1 Indeks Massa Tubuh (IMT)

Salah satu cara untuk menilai status gizi seseorang yang paling sering

digunakan adalah indeks massa tubuh (IMT) yang dikeluarkan oleh WHO. Indeks

massa tubuh didefinisikan sebagai berat badan dibagi tinggi badan kuadrat (dalam

kilogram per meter kuadrat).36 Penggunaan indeks massa tubuh pada dewasa berbeda dengan anak-anak dan remaja yang sedang berada pada proses pertumbuhan, kategori

IMT pada anak-anak dibagi atas dibawah normal, normal, diatas normal, dan

obesitas.37 Kemenkes RI 2010 membagi IMT pada anak-anak atas sangat kurus, kurus, normal, gemuk, dan sangat gemuk oleh (Tabel 1).38

Nilai IMT, dapat diperoleh dengan perhitungan rumus berikut ini:36

Tabel 1. Kategori Indeks Massa Tubuh Menurut Usia oleh Kemenkes RI 201038

Kategori Status Gizi Ambang Batas (Z-Score)

Sangat kurus <-3 SD

Kurus -3 SD sampai dengan <-2 SD

Normal -2 SD sampai dengan 1 SD

Gemuk >1 SD sampai dengan 2 SD

Sangat gemuk >2 SD

Hasil dari perhitungan indeks massa tubuh kemudian disesuaikan dengan usia

(9)

Penelitian Benzian et al. mengelompokkan anak-anak dalam tiga kategori IMT sesuai

dengan usia dan jenis kelamin. Pembagian IMT menjadi tiga dikarenakan sulitnya

mendapatkan sampel dengan kategori obesitas.20 Peneliti juga membagi kategori IMT menjadi tiga yaitu dibawah normal (sangat kurus dan kurus), normal, dan diatas

normal (sangat gemuk dan gemuk) menggunakan kriteria menurut Kemenkes RI

2010 karena dianggap lebih sesuai dengan keadaan IMT pada anak-anak di Indonesia.

2.5 Indeks Karies

Indeks adalah ukuran yang dinyatakan dengan angka dari keadaan suatu

golongan atau kelompok terhadap suatu penyakit. Status karies seseorang dapat

diperoleh dengan menggunakan indeks karies agar penilaian yang diberikan sama.

Ada beberapa indeks karies yang biasa digunakan seperti indeks Klein dan indeks

WHO, dan juga indeks PUFA/pufa yang digunakan untuk menilai tingkat keparahan

karies gigi yang tidak dirawat.14,39

2.5.1 Indeks DMFT

Selama 70 tahun terakhir, data tentang karies yang dikumpulkan

menggunakan indeks DMFT.9,10 Indeks DMFT merupakan indeks karies menurut Klein dan Palmer, untuk mengukur pengalaman seseorang terhadap karies gigi.40

Pemeriksaan meliputi pemeriksaan pada gigi Decayed Missing Filled Tooth

(DMFT) dan permukaan gigi Decayed Missing Filled Surface (DMFS). Semua gigi

diperiksa kecuali gigi molar tiga karena biasanya tidak tumbuh, sudah dicabut atau

tidak berfungsi. Pembagian gigi permanen dan gigi desidui hanya dibedakan dengan

pemberian kode Decayed Missing Filled Tooth (DMFT) atau Decayed Missing Filled

Surface (DMFS) sedangkan decayed extracted filled tooth (deft) dan decayed extracted filled surface (defs) digunakan untuk gigi desidui. Rerata DMFT adalah

jumlah seluruh nilai DMFT dibagi atas jumlah orang yang diperiksa.41

Indeks ini tidak menilai akibat klinis dari karies gigi yang tidak dirawat.

Karies dalam yang sudah mengenai pulpa tetap dimasukkan ke dalam kategori karies

dentin dan kelainan pulpanya tidak dinilai sama sekali yang mana penanganannya

(10)

menunjukkan rerata indeks DMFT pada anak sekolah dasar di Indonesia sebesar 3,5.7 Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013, indeks DMFT Indonesia

menunjukkan anak dengan kelompok usia 12 tahun memiliki indeks DMFT sebesar

1,4 dengan nilai masing-masing D-T=1,02; M-T=0,34; DF-T=0,02; dan F-T=0,04.6

2.5.2 Indeks PUFA

Monse et al. pada tahun 2010, memperkenalkan indeks PUFA/pufa untuk

menilai tingkat keparahan karies gigi yang tidak dirawat pada gigi permanen (PUFA)

dan gigi desidui (pufa). Indeks PUFA/pufa adalah singkatan dari empat kondisi akibat

karies yang tidak dirawat. Indeks ini dinilai berdasarkan keterlibatan pulpa (P/p),

ulserasi (U/u) disebabkan adanya sisa akar, fistula (F/f) dan adanya abses (A/a).

Indeks ini juga memudahkan dalam menentukan strategi perawatan darurat yang

dibutuhkan.12,13,18

Pemeriksaan PUFA dilakukan pada lesi di sekitar jaringan yang berada pada

gigi dengan keterlibatan pulpa akibat karies yang tidak dirawat, namun bila

ditemukan lesi jaringan lunak di sekitar gigi dengan tanpa keterlibatan pulpa maka

lesi tersebut tidak dinilai. Pemeriksaan dilakukan secara visual tanpa menggunakan

instrument. Hanya satu nilai yang diberikan per gigi. Kasus yang meragukan dari

infeksi ondontogenik, diberikan nilai dasar (P/p untuk keterlibatan pulpa). Pada

kondisi ditemukannya gigi persistensi, jika kedua gigi mengalami infeksi

odontogenik maka keduanya diberi penilaian/skor. Prevalensi PUFA/pufa dihitung

sebagai persentase dari populasi dengan skor PUFA/pufa satu atau lebih. Karies yang

tidak dirawat, rasio PUFA/pufa dihitung sebagai PUFA+ pufa/D+d ×100. 14,18,32 Berikut ini, kode dan kriteria untuk indeks PUFA/pufa:1,12

P/p: keterlibatan pulpa dicatat pada saat pembukaan ruang pulpa atau ketika

struktur mahkota gigi telah hancur oleh proses karies dan hanya akar atau fragmen

akar yang tersisa. Tidak ada probing dilakukan untuk mendiagnosis keterlibatan

(11)

U/u: terdapat tepi yang tajam yang dislokasi atau terdapat fragmen akar yang

telah menyebabkan ulser traumatis dari jaringan lunak di sekitarnya, contohnya di

lidah atau mukosa bukal.

F/f: terdapat fistula dicatat ketika pus keluar dari saluran sinus yang

berhubungan dengan keterlibatan pulpa gigi.

A/a: terdapat pembengkakan yang mengandung pus pada gigi dengan pulpa

terbuka.

Pada penelitian ini subjek akan dibagi berdasarkan kelompok tanpa

PUFA/pufa dengan skor DMFT/deft berkisar dari 1 hingga 4. Batas bawah

DMFT/deft = 1 dikarenakan apabila mengambil sampel bebas karies maka tidak

akan ada keterkaitan yang terlihat antara terjadinya karies terhadap IMT. Batas atas

DMFT/deft = 4 dikarenakan rerata DMFT/deft anak 6-12 tahun di Indonesia sebesar

3,5 dan adanya asumsi bahwa anak dengan karies yang banyak, meskipun tidak

memiliki PUFA/pufa kemungkinan akan terganggu pola makannya dan berimplikasi

terhadap IMT.7

2.6 Hubungan Skor PUFA, Pengalaman Karies dan IMT

Karies yang tidak dirawat dapat memengaruhi kemampuan anak untuk makan,

sehingga asupan gizi terganggu yang menyebabkan berat badan anak menurun.

Banyak penelitian yang membuktikan adanya hubungan karies yang tidak dirawat

dengan indeks massa tubuh anak.16 Karies yang tidak dirawat yang berkembang hingga ke pulpa akan menyebabkan beberapa kemungkinan sehingga berpengaruh

terhadap indeks massa tubuh yang rendah, adanya rasa sakit dan rasa tidak nyaman

dapat mengurangi asupan makanan. Kualitas hidup yang berkurang menyebabkan

tumbuh kembang anak dapat membatasi aktivitas, mengurangi kualitas tidur,

kekurangan konsentrasi, dan sebagainya. Infeksi odontogenik dapat melepas hormon

sitokin yang dapat memengaruhi pertumbuhan.20

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa karies gigi yang tidak dirawat akan

memengaruhi kualitas hidup dan pertumbuhan pada anak-anak. Penelitian Rohini et

(12)

PUFA/pufa ≥ 1 dan memiliki indeks massa tubuh yang berada dibawah normal.

Anak-anak yang lebih muda yang memiliki rerata skor PUFA+pufa dan indeks massa

tubuh yang rendah yang dibandingkan terhadap anak-anak lebih tua.19 Benzian et al. di Filipina yang menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara infeksi

odontogenik dan indeks massa tubuh dibawah normal.19 Mishu et al. di Bangladesh menunjukkan adanya hubungan antara karies gigi yang tidak dirawat dengan indeks

massa tubuh dibawah normal, dimana 26% anak memiliki berat dibawah nomal dan

55% anak mengalami karies yang tidak dirawat.16

Beberapa penelitian juga menunjukkan adanya hubungan antara karies gigi

dengan indeks massa tubuh. Kenan C et al. melakukan penelitian pada anak sekolah

di Turki mendapatkan bahwa anak-anak dengan indeks massa tubuh dibawah normal

memiliki risiko lebih tinggi terhadap karies daripada anak yang mengalami diatas

normal.9

Penelitian Heba A et al. terhadap anak sekolah usia 6-8 tahun di Arab Saudi

mendapatkan hasil yang sama, bahwa anak-anak yang memiliki tingkat karies yang

tinggi memiliki IMT yang rendah secara signifikan.34 Penelitian pada anak sekolah dasar di Jerman menemukan adanya korelasi positif antara berat badan dan

pengalaman karies pada gigi desidui dan gigi bercampur.3

Penelitian seperti yang dilakukan oleh Sharma A et al. pada anak berusia 8-12

tahun di Mangalore, mendapatkan adanya peningkatan pengalaman karies karena

peningkatan IMT dari dibawah normal hingga obesitas.42 Tingkat IMT tidak hanya berpengaruh terhadap kejadian karies, faktor lain juga dapat memengaruhinya, antara

lain yaitu berat badan lahir, usia, tingkat sosial ekonomi, kebiasaan makan dan

(13)
(14)

2.8 Kerangka Konsep

Kelompok II : PUFA + pufa = 0

dan DMFT + deft > 4

Kelompok III : PUFA + pufa >0

Usia

6-8 tahun 9-12 tahun

Jenis Kelamin

Perempuan Laki-laki

Kelompok I : PUFA + pufa = 0

dan

DMFT + deft = 1-4

Indeks Massa Tubuh Menurut

Usia (IMT/U)

Gambar

Gambar 2. Pulpitis1
Gambar 3. Ulser1
Gambar 5. Abses1

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Perusahaan yang tidak hadir pada acara Pembuktian Kualifikasi sebanyak 4 (empat) perusahaan,yaitu: 1.CV.Artha Asri Arsitek.. Peserta yang lulus kualifikasi pada

kami mengundang Bapak/Sdr untuk melakukan pembuktiaan kualifikasi dengan membawa seluruh dokumen kualifikasi yang asli atau yang dilegalisir oleh pihak yang berwenang dan salinannya

Disisi lain dengan contoh-contoh yang nyata dalam kehidupan, materi pembelajaran yang relative sulit seperti statistika dapat lebih mudah diingat dan dipahami

[r]

Visualisasi Profil klub Liverpool ini dibuat untuk dapat memberikan informasi lebih banyak lagi kepada penggemar klub ini, yang disajikan dalam bentuk menu â menu yang menarik

[r]

Home Page merupakan halaman pembuka atau halaman pertama dari suatu web site yang biasanya berisikan tentang apa dan siapa dari perusahaan atau organisasi pemilik web site