27 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerangka Teori
Menurut Hoy dan Miskel teori adalah seperangkat konsep, asumsi dan
generalisasi yang dapat digunakan untuk mengungkapkan dan menjelaskan
prilaku dalam berbagai organisasi3
A. Kebijakan Publik
. Sebelum melakukan penelitian yang lebih
lanjut seorang peneliti perlu menyusun suatu kerangka teori sebagai landasan
berfikir untuk menggambarkan dari sudut mana peneliti menyoroti masalah yang
dipilihnya. Sugiyono lebih lanjut menambahkan bahwa teori bagi peneliti
kualitatif akan berfungsi sebagai bekal untuk bisa memahami konteks sosial
secara lebih luas dan mendalam .
Kerangka teori adalah bagian dari penelitian , tempat peneliti memberikan
penjelasan tentang hal-hal yang berhubungan dengan variabel pokok , sub variabel
, atau pokok masalah yang ada dalam penelitian . (Arikunto , 2002: 92 ).
Sebagai landasan berfikir dalam menyelesaikan atau memecahkan masalah
yang ada, perlu adanya pedoman teoritis yang membantu dan sebagai bahan
referensi dalam penelitian. Kerangka teori diharapkan memberikan pemahaman
yang jelas dan tepat bagi peneliti dalam memahami masalah yang diteliti.
Dalam sebuah Negara terdapat elemen yang disebut dengan masyarakat.
Dimana masyarakat itu sendiri terdiri dari berbagai golongan yang dibentuk oleh
individu. Individu dalam masyarakat itu mempunyai keadaan dan kondisi
tersendiri oleh karena itu memiliki kebutuhan yang berbeda antara satu dengan
3
Sugiyono. 2008. Metode penelitian kuantitatif, kualitatif R &D. (Bandung. Alfabeta) Hal 55
28
yang lain. Perbedaan kebutuhan itu sendiri tidak hanya sebatas perbedaan jenis
kebutuhaan saja termasuk ukuran dan waktu dari pemenuhan kebutuhan itu
sendiri. Oleh karena itu kebutuhan masyarakat secara keseluruhan bersifat sangat
kompleks. Sedangkan negara sebagai organisasi tempat berhimpunnya masyarakat
itu sendiri diharapakan atau dituntut untuk mampu memenuhi masyarakat itu.
Sementara itu negara sebagai milik dari semua masyarakat tentu juga
dituntut untuk memenuhi kebutuhan dari setiap masyarakat tanpa pilih-pilih.
Negara sebagai wadah organisasi masyarakat yang digerakkan oleh penguasa
yang sering disebut sebagai pemerintah tentu terlebih dahulu mengumpul semua
permasalahan yang dihadapi oleh setiap masyarakat untuk diambil suatu tindakan
dalam penyelesaiannya. Tentu dalam hal ini semua tuntutan yang diinginkan oleh
masyarakat tidak semua diambil oleh pemerintah untuk ditindak lanjuti. Dalam
hal ini pemerintah menyaring permasalahan yang ada untuk diambil suatu
tindakan. Terlepas apa dasar dari pemerintah dalam memilih dan menentukan
tindakan dalam penyelesaian permasalahan tersebut. Tindakan yang diambil oleh
pemerintah inilah disebut dengan kebijakan publik.
Dalam pengambilan tindakan ini tentu saja pemerintah sebagai bagian dari
masyarakat memiliki tuntutan dan permasalahn tersendiri. Sementara itu pejabat
atau yang sering disebut sebagai pemerintah ikut ambil bagian dalam menentukan
kebijakan disamping prosedur yang ada. Dalam hal lain pemerintah juga tentu
memilih masyarakat yang mana yang harus diutamakan untuk dipenuhi
kebutuhannya. Dalam pemilihan ini juga banyak hal yang mempengaruhi
pemerintah. Tergantung yang mana pilihan yang rasional bagi pengambilan
keputusan. Oleh karenanya sebuah keputusan yang dibuat oleh pejabat itu
29
terkadang dipandang tidak rasional oleh sebagian masyarakat yang tidak terpenuhi
kebutuhannya. Karena masalah kebijakan yang rasional itu adalah tergantung
menurut siapa yang mengambil keputusan bukan menurut pendapat orang berada
diluar pengambil keputusan itu sendiri.
Kebijakan publik pada dasarnya memenuhi kebutuhan dari masayarakat
secara umum dan jika seandainya bisa harus mampu memenuhi kebutuhan semua
masyarakat. Dalam artian bahwa kebijakan publik yang dibuat oleh pemerintah
sebenarnya untuk memenuhi kebutuhan negara itu sendiri. Sementara yang
menjadi penggerak dari suatu negara itu sendiri adalah pemerintah dengan
individu yang ada didalam pemerintah itu sendiri. Dimana individu itu sendiri
mempunyai tuntutan tersendiri termasuk tuntutan memiliki kekuasaan. Oleh
karena itu kebijakan yang diambil oleh pemerintah itu dituntut untuk mampu
mampertahankan kekuasaan yang dimiliki oleh pemerintah itu sendiri. Oleh
karena pengaruh akan kebutuhan kekuasan itu dalam kenyataannya kebijakan
publik yang dibuat oleh pemerintah sangat sarat dengan politik.
1. Pengertian Kebijakan Publik
Dimulai dari pengertian kata publik menurut Waine Parsons (Publik
Policy Pengantar Teori Praktis dan Kebijakan ) mengartikan bahwa publik itu
sendiri berisi aktivitas manusia yang dipandang pelu untuk diatur dan diintervensi
oleh pemerintah atau aturan social, atau setidaknya oleh tindakan bersama. Publik
itu dianggap suatu ruang dengan domain dalam kehidupan bukan privat atau
murni milik individu tetapi milik bersama atau milik umum. Dari pengertian yang
digagaskan oleh ahli tersebut dapat kita lihat bahwa publik itu adalah sesuatu yang
kompleks dan luas dan menyangkut kepentingan masyarakat yang tidak terbatas.
30
Tetapi dengan dengan adanya pengertian perlu ada intervensi terhadap aktivitas
manusia ini berarti bahwa publik memiliki cirri masyarakat yang mau
diintervensi dari orang yang punya wewenang terhadap masyarakat atau aturan
yang disepakati. Oleh karena itu dapat kita lihat bisa kita simpulkan bahwa publik
itu adalah sejumlah individu yang mempunyai kesepahaman untuk membentuk
kelompok dengan sistem tersendiri. Sistem dalam hal ini menyangkut apakah
masyarakat itu bergerak dengan diintervensi pemerintah, aturan social yang
berlaku atau hal lain. Dalam hal ini pemakalah menekankan bahwa publik itu
adalah daerah kekuasaan yang diintervensi dari pemerintah
Sedangkan kebijakan itu sendiri menurut pandangan Waine Parsons
(Publik Policy Pengantar Teori Praktis Dan Kebijakan ) adalah sesuatu yang
lebih besar dari keputusan tetapi lebih kecil dari gerakan social. Dari segi analisis
kebijakan kebijakan itu berada ditengah-tengah. Sedangkan pengertian dari
keputusan adalah adalah sesuatu yang disepakati secara rasional oleh setiap
anggota, terserah dengan cara apa untuk memperoleh kesepakatan. Sementara itu
gerakan social adalah suatu pola tertentu yang sudah tumbuh dibenak masyarakat
dalam suatu batasan wilayah tertentu yang menjadi dasar dalam melakukan segala
kegiatan. Melihat tadi bahwa kebijakan itu ada ditengah antara keputusan dan
gerkan social maka secara sederhana dapat kita defenisikan bahwa kebijakan itu
adalah sesuatu yang dapat mengikat masyarakat yang berada lebih dari satu
golongan tetapi tidak untuk semua masyarakat.
Jika kita melihat pengertian asal kata dari kebijakan publik diatas dapatlah
kita simpulkan bahwa kebijakan publik itu adalah apa yang dilakukan pemerintah
untuk mengikat daerah yang diintervensinya. Ini sama artinya dengan pendapat
31
Thomas Dye4
4
Tangkilisan, Hesel Nogi. 2003. Implementasi Kebijakan Publik. (Lukman Offset YPAPI: Yogyakarta) hal. 1
yang mengatakan bahwa kebijakan publik adalah segala sesuatu
yang dikerjakan atau tidak dikerjakan oleh pemerintah, mengapa suatu kebijakan
harus dilakukan dan apakah manfaat bagi kehidupan bersama harus menjadi
pertimbangan yang holistik agar kebijakan tersebut mengandung manfaat yang
besar bagi warganya dan berdampak kecil dan sebaiknya tidak menimbulkan
persoalan yang merugikan, walaupun demikian pasti ada yang diuntungkan dan
ada yang dirugikan, disinilah letaknya pemerintah harus bijaksana dalam
menetapkan suatu kebijakan.
Melihat kembali arti dari publik yang adalah milik dari kumpulan individu
terhadap refleksi zaman demokratis dimana kekuasaan tertinggi ada ditangan
masyarakat itu artinya kebijakan publik itu dibuat berdasakan interkasi antara
masyarakat dengan pemerintah yang punya kuasa hanya sebatas kordinasai saja
sedangkan keputusan tertinggi adalah atas kehendak rakyat. Hal ini sejalan dengan
pengertian Bill Jenkins (The Policy Proces) yang mengatakan Kebijakan publik
adalah suatu keputusan berdasarkan hubungan kegiatan yang dilakukan oleh aktor
politik guna menentukan tujuan dan mendapat hasil berdasarkan pertimbangan
situasi tertentu. Dimana masyarakat itu berperan lewat actor politik yang
dipercayainya. Itu artinya bahwa peran perwakilan rakyat sangat dibutuhkan
dalam menentukan kebijakan publik karena wakil rakyat terlibat sebagai actor
politik atas dasar memperjuangkan kepentingan dari rakyat yang
mempercayainya.
32
Dari penjelasan diatas bisa kita simpulkan bahwa pada dasarnya kebijakan
publik adalah segala sesuatau yang dilakukan pemerintah lewat keputusan
bersama actor-aktor politik untuk pencapaian tujuan negara secara utuh.
Disisi lain Pada dasarnya terdapat banyak batasan dan defenisi mengenai
apa yang dimaksud dengan kebijakan publik (publik policy). Masing- masing
defenisi tersebut memberi penekanan yang berbeda- beda. Perbedaan itu timbul
karena masing – masing ahli mempunyai latar belakang yang beragam.
Menurut Chandler dan Plano5
Menurut Heclo kebijakan adalah suatu tindakan yang bermaksud untuk
mencapai suatu tujuan- tujuan tertentu. Sedangkan Anderson mendefenisikan
kebijakan sebagai serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang
diikuti dan dilaksanakan oleh seorang pelaku atau sekelompok pelaku guna
memecahkan suatu masalah tertentu
berpendapat bahwa kebijakan publik adalah
pemanfaatan yang strategis terhadap sumber daya- sumber daya yang ada untuk
memecahkan masalah- masalah publik atau pemerintah. Dalam kenyataaannya
kebijakan tersebut telah banyak membantu para pelaksana pada tingkat birokrasi
pemerintah maupun para politisi untuk memecahkan masalah- masalah publik.
Selanjutnya dikatakan bahwa kebijakan publik merupakan suatu bentuk intervensi
yang dilakukan secara terus – menerus oleh pemerintah demi kepentingan
kelompok yang kurang beruntung dalam masyarakat agar mereka dapat hidup ,
dan ikut berpartisipasi dalam pembangunan yang luas.
6
5
Tangkilisan, Hesel Nogi. 2003. Implementasi Kebijakan Publik. (Lukman Offset YPAPI: Yogyakarta) Hal 30
6
Abidin, Said Zainal.2004. Kebijakan Publik. (Jakarta: Pancur Siwah) hal. 21
. Setara dengan pendapat diatas implikasi
dari pengertian kebijakan yang dibuat oleh ahli diatas menurut Solichin Abdul
33
Wahab dalam bukunya yang berjudul Analisis Kebijaksanaan dari Formulasi ke
Implementasi Kebijaksanaan Negara adalah pertama kebijaksanaan Negara lebih
merupakan tindakan yang mengarah pada tujuan daripada sebuah perilaku atau
tindakan yang serba acak. Kedua kebijaksananaan pada hakekatnya terdiri atas
tindakan-tindakan yang saling berkait dan berpola yang mengarah pada tujuan
tertentu yang dilakukan oleh pejabat pemerintah dan bukan merupakan
keputusan-keputusan yang berdiri sendiri. Ketiga kebijakan bersangkut paut dengan apa yang
senyatanya dialakukan oleh pemerintah dalam bidang-bidang tertentu dengan
bidang-bidang yang lainnya. Keempat kebijakan Negara kemungkinan berbentuk
positif maupun negatif. Dalam bentuk posistif kebijakan Negara mungkina akan
mencakup beberapatindakan pemerintah untuk mempengaruhi masalah tertentu.
Sedangkan dalam bentuk negative berupa keputusan pemerintah untuk tidak
bertindak, atau tidak melakukan apapun dalam masalah-masalah dimana campur
tangan pemerintah justru diperlukan.
Kebijakan Negara sebagai mana dijelasakan diatas memiliki daya ikat
yang kuat terhadap masyarakat secara keseluruhan dan memiliki daya paksa
tertentu yang idak dimiliki oleh kebijakan yang dibuat oleh organisasi swasta.
Hakekat kebijakan Negara sebagai tindakan yang mengarah pada tujuan dapat kita
pahami dengan rincian dalam beberapa kategori yaitu : tuntutan kebijakan (policy
demands), keputusan kebijakan (policy decision), pernyataan kebijakan (policy
statement), keluaran kebijakan (policy output), hasil akhir kebijakan (policy
outcomes). Masing-masing kategori ini dapat diringkas sebagai berikut.
Tuntutan kebijakan yaitu tunutan atau desakan yang diajukan kepada
pejabat-pejabat pemerintah yang dilakukan oleh actor-aktor lain baik swasta atau
34
kalangan pemerintah sendiri, dalam sistem politik untuk melakukan tindakan atau
sebaliknya untu tidak berbuat sesuatu terhadap masalah tertentu. Tuntutn ini dapat
bervariasi mulai dari desakan umum agar pemerintah sesuatu hingga ususlan
untuk mengmbil tindakan konkrit tertentu terhadap sesuatu masalah yang terjadi
dimasyarakat.
Keputusan kebijakan yaitu keputusan yang dibuat para pejabat pemerintah
yang dimaksudkan untuk memberikan keabsahan, kewenangan atau memberikan
arah terhadap pelaksanaan kebijakan. Dalam hubungan ini termasuk didalam
keputusan-keputusan menciptakan statua (ketentuan dasar), mengeluarkan
perintah-perintah eksekutif, mencanangan peraturan-peratuuran administratif dan
membuat penafsiran terhadap undang-undang.
Pernyataan kebijakan adalah pernyataan resmi atau artikulasi mengenai
kebijakan Negara tertentu termasuk dalam hal ini adalah ketetapan MPR,
keputusan presiden dan dekrit presiden, peraturan-peraturan administrative dan
keputusan peradilan maupun pernyataan dan pidato para pejabat pemerintah yang
menunjukkan hasrat dan tujuan pemerintah serta apa yang akan dilaksananakan
untuk mewujudkan tujuan tersebut.
Keluaran kebijakan merupakan wujud kebijakan Negara yang dapat dilihat
dan dirasakan karena menyangkut hal-hal yang senyatanya dilakukan guna
merealisasikan apa yang telah digariskan dalam keputusan-keptusan dan
pernyataan kebijakan. Secara singkat dapat dikatakn bahwa keluaran kebijakan
ialah menyangkut apa yang dikerjakan oleh pemerintah, yang dapat kita bedakan
dari apa yang ingin dikerjakan pemerintah.
35
Hasil akhir kebijakan adalah akibat atau dampak yang benar-benar
dirasakan oleh masyarakat sebagai konsekuensi dari adanya tindakan atau tidak
adanya tindakan pemerintah dalam bidang-bidang masalah tertentu yang ada
dalam masyarakat.
Hal ini senada dengan pandangan ahli Woll dalam Tangkilisan ( 2003 :2 )
kebijakan publik adalah sejumlah aktivitas pemerintah untuk memecahkan masalh
di masyarakat, baik secara langsung maupun melalui lembaga yang
mempengaruhi kehidupan masyarakat. Dalam pelaksanaan kebijakan publik
terdapat tiga tingkat pengaruh sebagai implikasi dari tindakan pemerintah yaitu:
a. Adanya pilihan kebijakan atau keputusan yang dibuat oleh politisi , pegawai
pemerintah atau yang lainnya yang bertujuan menggunakan kekuatan publik
untuk mempengaruhi kehidupan masyarakat.
b. Adanya output kebijakan , dimana kebijakan yang diterapkan pada level ini
menuntut pemerintah untuk melakukan pengaturan , penganggarn ,
pembentukan personil dan membuat regulasi dalam bentuk program yang akan
mempengaruhi kehidupan masyarakat.
c. Adanya dampak kebijakan yang merupakan efek pilihan kebijakan yang
mempengaruhi kehidupan masyarakat.
Pada dasarnya studi kebijakan publik berorientasi pada masalah riil yang
terjadi ditengah masayarakat. Dengan demikian analisis kebijakan secara umum
merupakan ilmu trepan dan berperan sebagai alat atau ilmu yang berusaha
memecahkan masalah. Pada konteks ini kebijakan publik memiliki beragam
perspektif, pendekatan maupun paradigm sesuai dengan focus dan lokus dari
objek penelitian atau objek kajian.
36
Menurut Charles O Jones kebijakan terdiri dari komponen-komponen
sebagai berikut7
a. Goal atau tujuan yang diinginkan
b. Plans atau proposal yaitu pengertian yang spesifik untuk mencapai tujuan
c. Program yaitu upaya yang berwenang untuk mencapai tujuan
d. Decision atau keputusan yaitu tundakan untuk menentukan tujuan, membuat
rencana, melaksanakan dan mengvaluasi program
e. Efek yaitu akibat-akibat dari program baik disengaja atau tidak, primer atau
sekunder
2. Proses Kebijakan
Dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh kebijakan publik Dunn
(tangkilisan 2003 : 7) mengemukanan bahwa ada beberapa tahap analisis yang
harus dilakukan yaitu
1. Agenda setting adalah tahap kebijakan yang harus pertama kali dilakukan
yaitu untuk menentukan masalah publik yang akan dipecahkan . Dimana pada
hakekatnya masalah ini ditemukan melalui proses problem structuring . Woll
(tangkilisan 2003 : 8) mengemukakan bahwa suatu isu kebijakan dapat
berkembang menjadi agenda kebijakan apabila memenuhi syarat sebagai
berikut
a. Memiliki efek yang besar terhadap kepentingan masyarakat
7
Tangkilisan, Hesel Nogi. 2003. Implementasi Kebijakan Publik. (Lukman Offset YPAPI: Yogyakarta) Hal. 3
37
b. Membuat analog dengan cara memancing dengan kebijakan publik yang
pernah dilakukan
c. Isu tersebut mampu dikaitkan dengan symbol-simbol nasional atau politik
yang ada
d. Terjadinya kegagalan pasar
e. Tersedianya teknologi atau dana untuk menyelesaikan masalah publik
Menurut Wilian Dunn sendiri problem structuring memiliki empat fase yaitu
pencarian masalah (problem search), pendefensian masalah (problem
defenisian), spesifikasi masalah (problem specification), dan pengenalan
masalah (problem setting). Sedangkan teknik ang dilakukan untuk
merumusakan masalah adalah analisis batasan masalah, analisis klarifikasai,
analisis hirarki dan brainstorming, analisis multiperspektif, analisis asusional
serta pemetaan argumentasi.
2. Policy formulation dimana menurut pendapat woll pengembangan sebuah
mekanisme untuk menyelesaikan masalah publik, dimana pada tahap ini para
analisis mulai menerapkan beberapa teknik untuk menjustifikasikan bahwa
sebuah pilihan kebijakan merupakan pilihan yang terbaik dari kebijakan yang
lain. Dalam menentukan kebijakan pada tahap ini dapat menggunakan analisis
biaya manfaat dan analisis keputusan, dimana keputusan yang harus diambil
pada posisi ini tidak menentukan dengan informasi yang serba terbatas. Pada
tahap formulasi kebijakan ini menurut Tangkilisan para analisis harus
mengidentifikasi kemungkinan kebijakan yang dapat digunakan melalui
38
prosedur forecasting untuk memcahkan masalah yang didalamnya terkandung
konsekuensi dari setiap pilihan kebijakan yang akan dipilih8
3. Policy adoption menurut tangkilisan adalah tahap untuk menentukan pilihan
kebijakan melalui dukungan para stakeholder atau pelaku yang terlibat. Pada
tahap ini dilakukan setelah melalui rekomendasi dengan langkah-langkah
seperti yang diungkapkan oleh William Dunn yaitu sebagai berikut .
9
a. Mengidentifikasi alternative kebijakan yang dilakukan pemerintah untuk
merealisasikan masa depan yang diinginkan dan merupakan langkah
terbaik dalam mencapai tujuan tertentu bagi kemajuan masyarakat luas.
b. Pengidentifikasian kriteria-kriteria tertentu dn terpilih untuk menilai
alternatif yan akan direkmendasi
c. Mengvaluasi alternatif-alternatif tersebut dengan menggunakan
kriteri-kriteria yang relevanagar efek positif alternatif tersebut lebih besar
daripada efek yang terjadi.
4. Policy implementation adalah tahap dimana kebijakan telah dilakasanakan
oleh unit-unit eksekutor tertentu dengan memobilisasikan sumber dana dan
sumber daya lainnya dan pada tahap ini monitoring sudah dapat dilakukan.
Menurut Patton dan Sawicki10
mengatakan bahwa implementasi berkaitan
dengan berbagai kegiatan yang diarahkan untuk merealisasikan program
dimana pada posisi ini eksekutif mengatur cara untk mengorganisir,
menginterpretasikan dan menerapkan kebijakan yang telah diseleksi. sehingga
39
dengan mengorganisir seorang eksekutif mampu mengatur secara efektif dan
efisien sumber daya, unit-unit dan teknik yang dapat mendukung pelaksanaan
programserta malakukan interpretasi terhadap perencanaan yang telah dibuat,
dan petunjuka yang diikuti dengan mudah bagi realisai program yang
dilaksanakan. Jadi tahapan implementasi merupakan peristiwa yang
berhubungan dengan apa yang terjadi setelah suatu perundang-undangan
ditetapkan dengan memberikan suatu otoritas pada kebijakan dengan
membebtuk utput yang jelas dan dapat diukur. Dengan demikian tugas
implementasi kebijakan sebagai sesuatu penghubung yang memungkinkan
tujuan-tujuan kebijakan mencapai hasil melaluiaktivitas atau kegiatan dari
program kegiatan pemerintah.
5. Evaluasi atau penilaian kebijakan. Dalam penilaian ini semua proses
implementasi diniliai apakah sesuai denga yang telah direncanakan dalam
program kebijakan dengan ukuran-ukuran criteria yang ttelah ditentukan.
Menurut dunn sendiri evaluasi kebijakan arti yang berhubngan dengan skala
penilian terhadap hasil kebijakan dan program yang dilakukan. Jadi
terminology evaluasi dapat disamaka dengan penasiran (appraisal), pemberian
angka (rating) dan penilaian (assessment). Dalam arti yang lebih spesifik lagi
evaluasi kebijaan berhubungan dengan produk informasi mengenai nilai atau
manfaat hasil kebijakan.
B. Implementasi Kebijakan
1. Urgensi Implementasi Kebijakan
Menggunakan perspektif proses, implementasi kebijakan merupakan salah
satu tahapan dalam siklus besar suatu kebijakan publik. Setelah melalui tahapan
40
politis dan teknokratis yang rumit dalam agenda setting dan formulasi, suatu
kebijakan akan melalui tahapan implementasi untuk dapat merealisasikan tujuan
yang diimplikan sebagaimana digariskan dalam dokumen kebijakan.
Para pakar politik dan administrasi publik selama ini berasumsi bahwa
tahapan tersulit dari seluruh siklus kebijakan publik adalah agenda setting dan
formulasi kebijakan. Sebab dua tahapan tersebut lebih banyak diwarnai dinamika
politik dan konflik kepentingan antar stakeholder. Oleh karena itu, ketika proses
itu terlewati maka tahap implementasi boleh dikatakan akan berjalan dengan
sendirinya.
Fakta yang ada menunjukan bahwa tahap implementasi ternyata tidak
semudah yang dibayangkan. Dalam banyak kasus, implementasi yang gagal
ternyata lebih banyak dibanding implementasi yang berhasil. Kenyataan yang
demikian membuka mata para ahli politik dan administrasi publik untuk
mendalami berbagai macam persoalan implementasi kebijakan, bagaimana
mengembangkan metodologi untuk memahami fenomena implementasi, dan
memberikan penjelasan faktor-faktor apa yang menjadi penyebab kegagalan dan
keberhasilan implementasi suatu kebijakan. Karena masyarakat yang mulanya
menentukan kebijakan publik ini bukan orang yang sama dalam melakukan proses
implementasi ada banyak ruang bagi kesaah pahaman dan distorsi berbagai
maksud para pembuat kebijakan. Kebanyakan kebijakan bagaimanpun juga
mensyaratkan bentuk kompleks dari berbagai tindakan positif pada pihak
masyarakat agar diimplementasikan.
Pengkajian implementasi kebijakan adalah krusial bagi pengkajian
administrasi publik dan kebijakan publik. Hal ini dasarkan pada fakta jika sebuah
41
kebijakan diambil secara tepat, maka kemungkinan kegagalan pun masih bisa
terjadi, jika proses implementasi tidak tepat. Bahkan sebuah kebijakan brilian
sekalipun jika dimplemetasikan buruk bisa gagal untuk mencapai tujuan para
perancangnya. Dengan mengimplementasikan kebijakan publik mungkin meliputi
berbagai tindakan: dengan mengeluarkan dan menggunakan berbagai indicator,
membelanjakan dana, memakai pinjaman, menghargai hibah, menadatangani
kontrak, mengumpulkan data, mendidtribusakan informasi, menganisis berbagai
masalah, mengalokasikan dan merekrut personalia, menciptakan unit-unit
organisasi, mengusulkan berbagai alternaif, merencanakan atas msa depan, dan
bernegoisasi dengan warga secara pribadi, bisnis, kelompokk kepentingan, koite
legislative, unit-unit birokrasi bahkan negra lainnya.
Disisi lain TB Smith11
11
Jurnal Administrasi Publik. Volume I No. I Thn. 2010, hal 3
mengakui bahwa ketika kebijakan telah dibuat,
kebijakan tersebut harus diimplernentasikan dan hasilnya sedapat mungkin sesuai
dengan apa yang diharapkan oleh pembuat kebijakan. Jika divisualisasikan akan
terlihat bahwa suatu kebijakan memiliki tujuan yang jelas sebagai wujud orientasi
nilai kebijakan. Tujuan implementasi kebijakan difornulasi ke dalam program aksi
dan proyek tertentu yang dirancang dan dibiayai. Program dilaksanakan sesuai
dengan rencana. Implernentasi kebijakan atau program secara garis besar
dipengaruhi oleh isi kebijakan dan konteks implementasi. Keseluruhan
implementasi kebijakan dievaluasi dengan cara mengukur keluaran program
berdasarkan tujuan kebijakan. Keluaran program dilihat melalui dampaknya
terhadap sasaran yang dituju baik individu dan kelompok maupun masyarakat.
42
Keluaran implementasi kebijakan adalah perubahan dan diterimanya perubahan
oleh kelompok sasaran.
Alasan lain yang mendasari perlunya implementasi kebijakan dapat
dipahami dari pernyataan Grindle dan Quade12
Implementasi kebijakan yang menentukan efeknya terhadap masyarakat.
lmplementasi kebijakan diperlukan untuk melihat kepatuhan kelompok sasaran yang mengharapkan agar dapat
ditunjukkan konfigurasi dan sinergi dari tiga variabel yang menentukan
keberhasilan implementasi kebijakan. yakni hubungan segi tiga variabel
kebijakan, organisasi, dan lingkungan kebijakan. Harapan itu perlu diwujudkan
agar melalui pemilihan kebijakan yang tepat masyarakat dapat berpartisipasi
dalam memberikan kontribusi yang optimal untuk mencapai tujuan yang
ditetapkan. Selanjutnya, ketika sudah ditemukan kebijakan yang terpilih perlu
diwadahi oleh organisasi pelaksana, karena di dalam organisasi terdapat
kewenangan dan berbagai jenis sumber daya yang mendukung pelaksanaatr
kebijakan atau program. Sedangkan penciptaan situasi dan kondisi lingkungan
kebijakan diperlukan agar dapat memberikan pengaruh, meskipun pengaruhnya
seringkali bersifat positif atau negatif. Oleh karena itu, diasumsikan bahwa jika
lingkungan berpandangan positif terhadap suatu kebijakan maka akan
menghasilkan dukungan positif sehingga lingkungan berpengaruh terhadap
kesuksesan implementasi kebijakan. Sebaliknya, jika lingkungan berpandangan
negatif maka akan terjadi benturan sikap sehingga proses implementasi terancam
akan gagal. Lebih daripada ketiga aspek tersebut perlu pula dipertahankan
kepatuhan kelompok sasaran kebijakan sebagai hasil langsung.
12
Ib.id hal 3
43
kebijakan. Oleh karena itu, dilihat dari perspektif perilaku, kepatuhan kelompok
sasaran merupakan faktor penting yang menentukan keberhasilan implernentasi
kebijakan. Pemahaman ini sejalan dengan pandangan Ripley dan Franklin13
2. Pengertian Implementasi Kebijakan
bahwa untuk mendukung keberhasilan implementasi kebijakan perlu didasarkan
pada tiga aspek, yaitu: 1) tingkat kepatuhan birokrasi terhadap birokrasi di atasnya
atau tingkatan birokrasi, sebagaimana diatur dalam undang-undang, 2) adanya
kelancaran rutinitas dan tidak adanya masalah; serta 3) pelaksanaan dan dampak
(manfaat) yang dikehendaki dari semua program terarah.
Para pakar dan pemerhati kebijakan yang lain juga mengemukakan urgensi
implementasi kebijakan, sesuai dengan sudut pandang dan latar belakang
pemikirannya. Namun, apapun perspektif dan latar belakang pernikirannya
disepakati bahwa implementasi kebijakan merupakan sesuatu hal yang perlu untuk
diteliti.
Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa timbulnya kebijakan publik
disebabkan karena adanya gejala yang muncul atau dirasakan didalam
masyarakat. Jadi kebijakan menurut tangkilisan tidak hanya bertumpu pada
keadaan-keadaan dalam organisasai saja yang bersifat enthrophi akan tetapi lebih
dinamis karena bersumber dari kehidupan masyarakat.berkenan dengan itu di satu
pihak kebijakan publik menekannkan pada keinginana rakyat banyak yang hidup
dalam masyarakat banyak yang hidup dalam masyarakat luas publik, dan tidak
hanya berdasarkan kemauan elit yang berkuasa14
13
Ib.id hal 3
14
Op. cit. Hal 19
. Sedangkan dipihak menurut
pendapat yang sama lain bentuk organisasi tidak menekankan pada sistem
44
enthrophi dan memerlukan proses pengembangan dan pembinaan organisasi yang
terus menerus
Sistem birokrasi yang menekankan pada formalitas saja, tanpa
mengindahkan dan menghargai unsure manusia secara utuh akan mengakibatkan
kebijakan publik relatif tidak tepat sasaran. Oleh karena itu para ahli berpendapat
hal yang paling esensial dalam kebijakan publik adalah usaha melaksanakan
kebijakan publik. Jika suatu kebijakan telah diputuskan kebijakan tersebut tidk
berhasil dan terwujud bilamana tidak dilaksanakan
Pejabat politik harus memikirkan bagaiman memilih dan membuat
kebijakan publik. Sekarang timbul pertanyaan bagaiman kebijakan itu
dilakasanakan. Usaha untuk melaksanakan kebijakan tentunya membutuhkan
suatu keahlian dan ketrampilan, menguasai persolan yang hendak dikerjakan,
didalam hal ini kedudukan birokrasi menempati kedudukan yang strategis karena
birokrasilah yang berkewajiban melaksanakan kebijakan tersebut, sehingga
birokrasi senantias dituntut untuk mempunyai keahlian dan ketrampilan yang
tinggi.
Implementasi kebijakan merupakan rangkaian kegiatan setelah suatu
kegiatan dirumuskan. Menururt Robert Nakamura dan Frank Smallwood hal-hal
yang berhubungan dengan implementasii adalah keberhasilan dalam mengevaluasi
masalah dan kemudian menerjemahkan kedalam keputusan-keputusan yang
bersifat khusus. Sedangkan menurut Pressman implementasi diartikan sebagai
interaksi antara penyusunan tujuan dengan sarana-sarana tindakan dalam
45
mencapai tujuan tersebut, atau kemampuan untuk menghubungkan dalam
menghubungkan kausal antara yang diinginkan dengan cara mencapainya15
Menurut Patton dan Sawicki implementasi kebijakan adalah berbagai
kegiatan yang dilakukan untuk merealisasikan program, dimana eksekutif
berperan mengatur cara dalam mengorganisir, menginterpretasikan dan
menerapkan kebijakan yang telah diseleksi
.
16
Menurut jones tiga kegiatan utama yang paling penting dalam
implementasi keputusan adalah
. Hal ini didasarkan pada pendapat
Jones yang menganalisis masalah pelaksanaan kebijakan dengan mendasarkan
pada konsepsi kegiatan-kegiatan fungsional. Beliau mengemukakan beberapa
dimensi dari implementasi pemerintahan mengenai program-program yang sudah
disahkan, kemudian menetukan implementasi, juga membahas actor-akto yang
terlibat, dengan memfokuskan pada birokrasi yang merupakan lembaga eksekutor.
Jadi implementasi merupakan suatu proses dinamis yang melibatkan secara
terus-menerus usaha-usaha untuk mencari apa yang akan dan dapat dilakukan. Dengan
demikian implementasi mengatur kegiatan-kegiatan yang mengarah pada
penempatan suatu program pada tujuan kebijakan yang diinginkan.
17
1. penafsiran yaitu merupakan kegiatan yang menterjemahakan makna program
kedalam pengaturan yang dapat diteriman da dapat dijalankan
2. organisasi merupak unit atau wadah untuk menempatkan program kedalam
46
3. penerapan yang berhubungan denga perlengkapan rutin bagi pelayanan, upah
dan lain-lainnya
Dengan penjelasan tersebut implementasi kebijakan dapat dipandang sebagi suatu
proses melaksankan keputusan kebijaksanaan, biasanya dalam bentuk
Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Peradilan, Pemerintah Eksekutif,atau
Instruksi Presiden
Menurut wibawa (1994), implementasi kebijakan merupakan
pengejawantahan keputusan mengenai kebijakan yang mendasar, biasanya
tertuang dalam suatu Undang-Undang namun juga dapat berbentuk
instruksi-instruksi eksekutif yang penting atau keputusan perundang- undangan. Idealnya
keputusan-keputusan tersebut menjelaskan masalah-masalah yang hendak
ditangani, menetukan tujuan yang hendak dicapai dan dalam berbagai cara
menggambarkan struktur proses implementasi tersebut. Tujuan implementasi
kebijakan adalah untuk menetapkan arah agar kebijakan publik dapat
direalisasikan sebagai hasil dari kegiatan pemerintah.
Dari uraian daiatas dapat disimpulkan bahwa implementasi kebijakan
adalah serangkaian usaha dalam bentuk pertimbangan untuk menghasilkan
keputusan-keputusan yang berhubungan dengan kebijakan yang telah ditetapkan
dengan mempertimbangkan hubungan kebijakan tersebut secara vertical maupun
secara horizontal dalam rangka mencapai mencapai sasaran yang telah ditentukan
baik dalam jangka panjang maupun pada saat ini. Untuk dapat memahami secara
secara jelas dapat dilihat pada pada gambar berikut.
47
Gambar 1: Gambaran implementasi kebijakan
Dari pengertian tersebut bisa dilihat bahwa pada dasarnya terdapat dua
pilihan langkah dalam implementasi kebijakan publik yakni langsung
mengimplementasikannya dalam bentuk program atau terlebih dahulu melakukan
formulasi kebijakan devirat atau turunan dari kebijakan publik tersebut lalu
mengimplementasikannya.
Dan langkah implementasi yang diteliti dalam penelitian ini adalah
langkah kedua, yakni terlebih dahulu melakukan formulasi kebijakan devirat atau
turunan dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan jalan. Karena pada dasarnya kebijakan publik yang masih berbentuk
Undang-Undang atau Perda tergolong pada jenis kebijakan yang memerlukan
kebijakan publik yang dapat menjelaskan dengan detail bagaimana
pelaksanaannya atau sering disebut sebagai peraturan pelaksanaan.
48 2. Model-model Implementasi Kebijakan
Dari uraian daiatas dapat disimpulkan bahwa implementasi kebijakan
adalah serangkaian usaha dalam bentuk analisis untuk menghasilkan
keputusan-keputusan yang berhubungan dengan kebijakan yang telah ditetapkan dengan
mempertimbangkan hubungan kebijakan tersebat secara vertical maupun secara
horizontal dalam rangka mencapai mencapai sasaran yang telah ditentukan baik
dalam jangka panjang maupun pada saat ini. Penggunaan model analisis kebijakan
untuk kepentingan analisis maupun penelitian sedikit banyak akan tergantung
pada kompleksitas permaslahan kebijakan yang dikaji serta tujuan analisis itu
sendiri. pedoman awal yang dikemukakan oleh Solichin (2004: 70) adalah
semakin kompleks permasalahan kebijakan dan semakin mendalam analisis yang
dilakukan semakin model yang relatif operasional, model yang mampu
menghubungkan kausalitas antar variable yang menjadi focus masalah. Untuk
melihat bagaimana proses implemntasi kebijakan itu berlangsung secara efektif,
maka dapat dilihat dari berbagai model implementasi kebijakan.
A.Model Van Meter dan Van Horn (1975), yang disebut sebagai A model Of The Policy Implementation Process18
Teori ini beranjak dari suatu argument bahwa perbedaan-perbedaan dalam
proses implementasi akan dipengaruhi sifat kebijaksanaan yang akan
dilaksanakan. Ahli tersebut menawarkan suatu pendekatan yang mencoba untuk
menghubungkan antara isu kebijaksanaan dengan implementasi dan suatu model
keonseptual yang mempertalikan kebijaksanaan dengan prestasi kerja. Karena
Model ini mengandaikan bahwa implementasi kebijakan berjalan secara liniear
18
Solichin Abdul Wahab. Analisis kebijaksanaan dari formulasi ke implementasi kebijaksanaan
negar (Bumi Aksara : Jakarta 2004) hal. 78
49
dari kebijakan publik, implementor, dan kinerja kebijakan publik. Kedua ahli ini
menegaskan bahwa perubahan, control dan kepatuhan bertindak merupakan
konsep-konsep penting dalam prosedur-prosedur implementasi. Atas dasar
pandangan ini kedua ahli ini berusaha membuat tipologi kebijakan menurut
1. Jumlah masing-masing yang akan dihasilkan
2. Jangkauan atau lingkup kesepaktan taerhadap tujuan diatara pihak-pihak yang
terlibat dalam proses implemetasi
Alasan dikemukakannya hal ini adalah bahwa proses implemetasi akan
dipengaruhi dimensi-dimensi kebijaksanaan semacam itu, dalam artian bahwa
implemetasi kebanyakan berhasil apabila perubahan yang dikehendaki relative
sedikit, sementara kesepakatan terhadap tujuan terutama dari mereka yang
mengoperasikan program dilapangan relative tinggi.
Model implementasi kebijakan oleh Van Meter dan Van Horn ini
dipengaruhi oleh enam faktor yaitu :
1. Standar dan Sasaran Kebijakan
Standar dan Sasaran Kebijakan Standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan
terukur sehingga dapat direalisasikan. Apabila standar dan sasaran kebijakan
kabur, maka akan terjadi multi interpretasi dan mudah menimbulkan konflik
diantara para agen implementasi.
1. Sumber Daya
Implementasi kebijakan perlu dukungan sumber daya, baik sumber daya
manusia maupun sumber daya non manusia misalnya dana yang dingunakan
untuk mendukung implementasi kebijakan.
2. Komunikasi dan Penguatan Aktivitas
50
Dalam implementasi program perlu dukungan dan koordinasi dengan instansi
lain. Untuk itu diperlukan koordinasi dan kerja sama antar instansi bagi
keberhasilan suatu program.
3. Karakteristik agen pelaksana
Karakteristik Agen pelaksana mencakup struktur birokrasi, norma-norma, dan
pola-pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi, yang semua hal tersebut
akan mempengaruhi implementasi suatu program.
4. Kondisi sosial, ekonomi dan politik
Variabel ini mencakup sumber daya ekonomi, lingkungan yang dapat
mendukung keberhasilan implementasi kebijakan, sejauh mana
kelompok-kelompok kepentingan dapat memberikan dukungan bagi implementasi
kebijakan, karakteristik para partisipan yakni mendukung atau menolak,
bagaimana sifat opini publik yang ada di lingkungan dan apakah elit politik
mendukung implementasi kebijakan.
5. Disposisi implementor
Ini mencakup tiga hal, yakni: (a) respon implementor terhadap kebijakan yang
akan dipengaruhi kemauannya untuk melaksanakan kebijakan, (b) kognisi,
pemahaman para agen pelaksana terhadap kebijakan, dan (c) intensitas
disposisi implementor, yakni preferensi nilai yang dimiliki oleh implementor.
Untuk lebih jelasnya dapat kita lihat pada gambar berikut
51
Gambar 2. Model Van meter Horn
Dari gambar tersebut dapat kita lihat bahwa varibel-variabel
kebijaksanaan bersangkutpaut dengan tujuan-tujuan yang telah digariskan dan
sumber-sumber yang tersedia. Pusat pehatian pada badan-badan pelaksana
maliputi baik organisai formal maupun informal ; sedangkan komunikasi antar
organisasi terkait beserta kegiatan-kegiatan pelaksanaannya mencakup antar
hubungan didalam lingkungan sistem politik dengan kelompok-kelompok sasaran.
B.Model Briant W. Hogwood dan Gunn (1978) The Top down Aproach19
Hogwood dan Gunn menyatakan bahwa studi implementasi kebijakan
terletak di kuadran “puncak ke bawah” dan berada di mekanisme paksa dan
mekanisme pasar. Menurut Hogwood dan Gunn terdapat beberapa syarat yang
diperlukan dalam melakukan implementasi kebijakan, yakni:
19
Ib.id hal. 71
52
1. Kondisi eksternal yang dihadapi oleh Badan atau instansi pelaksana tidak akan
menimbulkan gangguan atau kendala serius. Beberapa kendala pada saat
implementasi kebijakan seringkali berada di luar kendali para administrator,
sebab hambatan-hambatan itu memang berada di luar jangkauan wewenang
kebijakan dan badan pelaksana
2. Untuk pelaksanaan program tersedia waktu dan sumber-sumber yang cukup
memadai. Syarat kedua ini kerap kali ia muncul diantara kendala-kendala yang
bersifat eksternal. Artinya, kebijakan yang memilki tingkat kelayakan fisik
dan politis tertentu bisa saja tidak berhasil mencapai tujuan yang diinginkan
karena alasan terlalu banyak berharap dalam waktu yang terlalu pendek,
khususnya persoalannya menyangkut sikap dan perilaku. Alasan lainnya
adalah bahwa para politisi kadangkala hanya peduli dengan pencapaian tujuan,
namun kurang peduli dengan penyediaan sarana yang digunakan untuk
mencapainya, sehingga tindakan-tindakan pembatasan/pemotongan terhadap
pembiayaan program mungkin akan membahayakan upaya pencapaian tujuan
program karena sumber-sumber yang tidak memadai. Masalah lain yang biasa
terjadi ialah apabila dana khusus untuk membiayai pelaksanaan program
sudah tersedia harus dapat dihabiskan dalam tempo yang sangat singkat,
kadang lebih cepat dari kemampuan program/proyek untuk secara efektif
menyerapnya. Salah satu hal yang perlu pula ditegaskan disini, bahwa
dana/uang itu pada dasarnya bukanlah resources/sumber itu sendiri, sebab ia
tidak lebih sekedar penghubung untuk memperoleh sumber-sumber yang
sebenarnya. Oleh karena itu, kemungkinan masih timbul beberapa persoalan
berupa kelambanan atau hambatan-hambatan dalam proses konversinya, yaitu
53
proses mengubah uang itu menjadi sumber-sumber yang dapat dimanfaatkan
untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan program atau proyek. Kekhawatiran
mengenai keharusan untuk mengembalikan dana proyek yang tidak terpakai
habis pada setiap akhir tahun anggaran seringkali menjadi penyebab kenapa
instansi-instansi pemerintah (baik pusat maupun daerah) selalu berada pada
situasi kebingungan, sehingga karena takut dana itu menjadi hangus, tidak
jarang pula terbeli atau dilakukan hal-hal yang seharusnya tidak perlu.
3. Perpaduan sumber-sumber yang diperlukan benar -benar tersedia. Persyaratan
ketiga ini lazimnya mengikuti persyaratan kedua, artinya disatu pihak harus
dijamin tidak terdapat kendala-kendala pada semua sumber-sumber yang
diperlukan, dan dilain pihak, pada setiap tahapan proses impelementasinya
perpaduan diantara sumber-sumber tersebut benar-benar dapat disediakan.
4. Kebijakan yang akan diimplementasikan didasari oleh suatu hubungan
kausalitas yang handal. Kebijakan kadangkala tidak dapat diimplementasikan
secara efektif bukan lantaran karena kebijakan tersebut telah
diimplementasikan secara sembrono/asal-asalan, melainkan karena kebijakan
itu sendiri memang buruk. Penyebab dari kemauan ini, kalau mau dicari, tidak
lain karena kebijakannya itu telah disadari oleh tingkat pemahaman yang tidak
memadai mengenai persoalan yang akan ditanggulangi. Sebabsebab timbulnya
masalah dan cara pemecahannya, atau peluang-peluang yang tersedia untuk
mengatasi masalahnya, sifat permasalahannya dan apa yang diperlukan untuk
memanfaatkan peluang-peluang itu. Dalam kaitan ini Pressman dan Wildalsky
(1973), menyatakan secara tegas bahwa setiap kebijakan pemerintah pada
hakikatnya memuat hipotesis (sekalipun tidak secara eksplisit) mengenai
54
kondisi-kondisi awal dan akibat-akibat yang diramalkan bakal terjadi
sesudahnya. Oleh karena itu, apabila ternyata kelak kebijakan itu gagal, maka
kemungkinan penyebabnya bersumber pada ketidaktepatan teori yang menjadi
landasan kebijakan tadi dan bukan karena implementasinya yang keliru.
5. Hubungan kausalitas bersifat langsung dan hanya sedikit mata rantai
penghubungnya. Dalam hubungan ini Pressman dan Wildavsky (1973) juga
memperingatkan bahwa kebijakan-kebiajakan yang hubungan sebab akibatnya
tergantung pada mata rantai yang amat panjang maka ia akan mudah sekali
mengalami keretakan, sebab semakin panjang mata rantai kausalitas, semakin
besar hubungan timbal balik diantara mata rantai penghubungnya dan semakin
menjadi kompleks implementasinya. Semakin banyak hubungan dalam mata
rantai, semakin besar pula resiko bahwa beberapa diantaranya kelak terbukti
amat lemah atau tidak dapat dilaksanakan dengan baik.
6. Hubungan ketergantungan harus kecil. Implementasi yang sempurna menuntut
adanya persyaratan bahwa hanya terdapat badan pelaksana tunggal, yang
untuk keberhasilan misi yang diembannya, tidak perlu tergantung pada
badan-badan lain, atau kalaupun dalam pelaksanaannya harus melibatkan
badanbadan/ instansi-instansi lainnya, maka hubungan ketergantungan dengan
organisasi-organisasi ini haruslah pada tingkat yang minimal, baik artian
jumlah maupun kadar kepentingannya. Jika implementasi suatu program
ternyata tidak hanya membutuhkan serangkaian tahapan dan jalinan hubungan
tertentu, melainkan juga kesepakatan/komitmen terhadap setiap tahapan
diantara sejumlah besar aktor/ pelaku yang terlibat, maka peluang bagi
55
keberhasilan implementasi program, bahkan hasil akhir yang dihar apkan
kemungkinan akan semakin berkurang.
7. Pemahaman yang mendalam dan kesepakatan terhadap tujuan Persyaratan ini
mengharuskan adanya pemahaman yang menyeluruh mengenai, dan
kesepakatan terhadap, tujuann atau sasaran yang akan dicapai, dan yang
penting, keadaan ini harus dapat dipertahankan selama proses
implementasi.Tujuan tesebut haruslah dirumuskan dengan jelas, spesifik, dan
lebih baik lagi apabila dapat dikualifikasikan, dipahami, serta disepakati oleh
seluruh pihak yang terlibat dalam organisasi, bersifat saling melengkapi dan
mendukung, serta mampu berperan selaku pedoman dengan mana pelaksana
program dapat dimonitor.
8. Tugas-tugas diperinci dan ditempatkan dalam urutan yang tepat Persyaratan
ini mengandung makna bahwa dalam mengayun langkah menuju tercapainnya
tujuan-tujuan yang telah disepakati, masih dimungkinkan untuk merinci dan
menyusun dalam urutan-urutan yang tepat seluruh tugas yang harus
dilaksanakan oleh setiap pihak yang terlibat.
9. Komunikasi dan koordinasi yang sempurna Persyaratan ini menggariskan
bahwa harus ada komunikasi dan koordinasi yang sempurna diantara berbagai
unsur atau badan yang terlibat dalam program. Hood (1976) dalam hubungan
ini menyatakan bahwa guna mencapai implementasi yang sempurna
barangkali diperlukan suatu sistem satuan administrasi tunggal (unitary
administrative sistem) seperti halnya satuan tentara yang besar yang hanya
memiliki satuan komando, tanpa kompartementalisasi atau konflik di
dalamnya. Koordinasi bukanlah sekedar menyangkut persoalan
56
mengkomunikasikan informasi maupun membentuk struktur-struktur
administrasi yang cocok, melainkan menyangkut persoalan yang lebih
mendasar, yakni praktik pelaksanaan kekuasaan. Pihak-pihak yang memiliki
wewenang kekuasaan dapat menuntut dan mendapatkan kepatuhan yang
sempurna. Pernyataan yang terakhir ini menjelaskan bahwa harus terdapat
kondisi ketundukan penuh dan tidak ada penolakan sama sekali terhadap
perintah/komando dari siapapun dalam sistem administrasi itu. Apabila
terdapat potensi penolakan terhadap perintah itu maka ia harus dapat
didefinisikan oleh kecanggihan sistem informasinya dan dicegah sedini
mungkin oleh sistem pengendalian yang handal. Dengan kata lain, persyaratan
ini menandaskan bahwa mereka yang memiliki wewenang seharusnya juga
mereka yang memilki kekuasaan dan mampu menjamin tumbuh kembangnya
sikap patuh yang menyeluruh dan serentak dari pihak-pihak lain (baik yang
berasal dari kalangan dalam badan atau organisasi sendiri maupun yang
berasal dari luar) yang kesepakatan dan kerjasamanya amat diperlukan demi
berhasilnya misi program.
C. Model Merilee S. Grindle (1980)
Merilee20
20
memberi pemahaman bahwa studi implementasi kebijakan
ditentukan oleh isi kebijakan dan konteks implementasinya. Merilee juga
menyatakan bahwa keberhasilan implementasi kebijakan ditentukan oleh derajat
implementability dari kebijakan tersebut. keunikan model Grindle terletak pada
57
pemahaman yang komprehensif akan konteks kebijakan, khususnya yang
menyangkut dengan implementor, penerima implementasi, dan arena konflik yang
mungkin akan terjadi serta sumber daya yang akan diperlukan selama proses
implementasi. Secara konsep dijelaskan bahwa Model Implementasi Kebijakan
Publik yang dikemukakan Grindle menuturkan bahwa Keberhasilan proses
implementasi kebijakan sampai kepada tercapainya hasil tergantung kepada
kegiatan program yang telah dirancang dan pembiayaan cukup, selain dipengaruhi
oleh Content of Policy (isi kebijakan) dan Contex of Implementation (konteks
implementasinya).
Isi kebijakan yang dimaksud meliputi:
1. Kepentingan yang terpenuhi oleh kebijakan (interest affected).
2. Jenis manfaat yang dihasilkan (tipe of benefit).
3. Derajat perubahan yang diinginkan (extent of change envisioned).
4. Kedudukan pembuat kebijakan (site of decision making).
5. Para pelaksana program (program implementators).
6. Sumber daya yang dikerahkan (Resources commited).
Sedangkan konteks implementasi yang dimaksud:
1. Kekuasaan (power).
2. Kepentingan strategi aktor yang terlibat (interest strategies of actors
involved).
3. Karakteristik lembaga dan penguasa (institution and regime characteristics).
4. Kepatuhan dan daya tanggap pelaksana (compliance and responsiveness)
58 D.Model Mazmanian dan Sabatier (1983) frame work for implementation
analisis (kerangka analisis implementasi)21
Menyatakan bahwa studi implementasi kebijakan publik adalah upaya
melaksanakan keputusan kebijakan. Model ini disebut sebagai model Kerangka
Analisis Impementasi. Mazmanian dan Sabatier mengklasifikasikan proses
implementasi kebijakan ke dalam 3 variabel, yakni:
1. Karateristik dari masalah (tractability of the problems) sering disebut dengan
Variabel independen, indikatornya :
a. Tingkat kesulitan teknis dari masalah yang bersangkutan
b. Tingkat kemajemukan dari kelompok sasaran
c. Proporsi kelompok sasaran terhadap total populasi
d. Cakupan perubahan perilaku yang diharapkan.
2. Karateristik kebijakan / undang-undang (ability of statute to structure
implementation) sering disebut dengan istilah Variabel intervening,
indikatornya :
a. Kejelasan isi kebijakan;
b. Seberapa jauh kebijakan tersebut memiliki dukungan teoritis
c. Besarnya alokasi sumberdaya financial terhadap kebijakan tersebut
d. Seberapa besar adanya keterpautan dan dukungan antar berbagai institusi
pelaksana
e. Kejelasan dan konsistensi aturan yang ada pada badan pelaksana
f. Tingkat komitmen aparat terhadap tujuan kebijakan
21Op.cit hal. 71
59
g. Seberapa luas akses kelompok-kelompok luar untuk berpartisipasi dalam
implementasi kebijakan.
3. Variabel lingkungan (nonstatutory variables affecting implementation) sering
disebut dengan dependen, indikatornya :
a. Kondisi sosial ekonomi masyarakat dan tingkat kemajuan teknologi
b. Dukungan publik terhadap sebuah kebijakan
c. Sikap dari kelompok pemilih (constituency groups).
d. Tingkat komitmen dan keterampilan dari aparat dan implementor
Untuk lebih jelasnya dapat kita lihat pada gambar dibawah ini
Gambar 3. Model Mazmanian dan Sabatier
E.Model George C. Edward III (1980)22
Menurut Edward III , salah satu pendekatan studi implementasi adalah
harus dimulai dengan pernyataan abstrak, seperti yang dikemukakan sebagai
berikut, yaitu :
22
Tangkilisan. Implementasi kebijakan publik (transformasi pemikiran George Edwards). (Lukman Offset : Jakarta) hal 11
60
1. Apakah yang menjadi prasyarat bagi implementasi kebijakan ?
2. Apakah yang menjadi faktor penghambat utama bagi keberhasilan
implementasi kebijakan?
Implementasi kebijakan model Edward dipengaruhi oleh empat variabel, yakni:
1. Komunikasi
Apa yang menjadi tujuan dan sasaran kebijakan harus ditransmisikan
kepada kelompok sasaran (target group) sehingga akan mengurangi dirtorsi
implementasi. komunikasi merupakan sarana untuk menyebarluaskan informasi,
baik dari atas ke bawah maupun dari bawah ke atas. Untuk menghindari terjadinya
distorsi informasi yang disampaikan atasan ke bawahan, perlu adanya ketetapan
waktu dalam penyampaian informasi, harus jelas informasi yang disampaikan,
serta memerlukan ketelitian dan konsistensi dalam menyampaikan informasi
2. Sumber Daya
Bukan hanya isi sebuah kebijakan dikomunikasikan secara jelas, sumber
daya juga harus tetap dipersiapkan karena mempengaruhi pelaksanaan kebijakan
itu sendiri. sumber-sumber dalam implementasi kebijakan memegang peranan
penting, karena implementasi kebijakan tidak akan efektif bilamana
sumber-sumber pendukungnya tidak tersedia. Yang termasuk sumber-sumber-sumber-sumber dimaksud
adalah :
a. staf yang relatif cukup jumlahnya dan mempunyai keahlian dan
keterampilan untuk melaksanakan kebijakan
b. informasi yang memadai atau relevan untuk keperluan implementasi
c. dukungan dari lingkungan untuk mensukseskan implementasi kebijakan
d. wewenang yang dimiliki implementor untuk melaksanakan kebijakan.
61
3. Disposisi
Disposisi adalah berkaitan dengan bagaimana sikap implementor dalam
mendukung suatu implementasi kebijakan. Seringkali para implementor bersedia
untuk mengambil insiatif dalam rangka mencapai kebijakan, tergantung dengan
sejauh mana wewenang yang dimilikinya. Disposisi merupakan watak dan
karakter para implementor seperti komitmen, kejujuran dan sifat demokratis.
Apabila disposisi para agen pelaksana baik maka kebijakanpun akan dilaksanakan
dengan baik.
4. Struktur Birokrasi
Pedoman para implementor dalam melaksanakan kebijakan merupakan
salah satu contoh aspek struktur birokrasi. Pedoman ini sangat mempengaruhi
keberhasilan implementasi kebijakan.
Untuk lebih jelasnya dapat kita lihat pada gambar berikut.
Gambar 4. Model George Edward
62 4. Variabel Yang Relevan Dengan Implementasi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 32 Tahun 2011 Tentang Manajemen Dan Rekayasa, Analisis Dampak, Serta Manajemen Kebutuhan Lalu Lintas.
Untuk dapat mengkaji dengan baik suatu implementasi kebijakan publik
perlu diketahui variabel atau faktor-faktor penentunya. Kembali kepada pendapat
yang dikemukakan oleh Solichin (2004: 70) adalah semakin kompleks
permasalahan kebijakan dan semakin mendalam analisis yang dilakukan semakin
diperlukan teori atau model yang relatif operasional, model yang mampu
menghubungkan kausalitas antar variable yang menjadi focus masalah. Oleh
karenanya model yang dipakai dalam penelitian implemantasi PP Nomor 32 tahun
2011 Tentang Manajemen Dan Rekayasa, Analisis Dampak, Serta Manajemen
Kebutuhan Lalu Lintas adalah dengan melihat variable
4. Kejelasan isi kebijakan / undang-undang
Pada dasarnya suatu kebijakan atau program diformulasikan dengan misi
untuk mencapai tujuan dan sasaran tertentu. Tujuan-tujuan resmi yang
dirumuskan secara rinci dan disusun secara jelas sesuai dengan urutan
kepentingannya memainkan peranan yang amat penting sebagai alat bantu dalam
mengevaluasi program, sebagai pedoman bagi pejabat-pejabat pelaksana dan
sumber dukungan bagi tujuan itu sendiri (Wahab, 2004:87). Salah satu karakter
dari kebijakan menyangkut Kejelasan isi atau tujuan-tujuan kebijakan ini juga
berarti bahwa isi kebijakan akan semakin mudah diimplementasikan karena
implementor mudah memahami dan menterjemahkan dalam tindakan nyata.
Sebaliknya, ketidakjelasan isi kebijakan merupakan potensi lahirnya distorsi atau
63
penolakan dalam implementasi kebijakan. Adapun isi kebijakan yang dimaksud
adalah antara lain sebagai berikut.
a. Kepentingan yang terpenuhi oleh kebijakan (interest affected).
b. Jenis manfaat yang dihasilkan (tipe of benefit).
c. Derajat perubahan yang diinginkan (extent of change envisioned).
d. Kedudukan pembuat kebijakan (site of decision making).
e. Para pelaksana program (program implementators).
2. Disposisi implementor/ kecenderungan pelaksana
Para pelaksana mempunyai kekuasaan yang besar dalam melaksanakan
kebijakan-kebijakan komunikasi dari pejabat tingkat atas seringkali tidak jelas
atau tidak konsisten dan sebagian tersbesar dari pelaksana menyukai kebebasan
yang besar dari pejabat diatasnya. Berdasarkan fakta ini lahir berbagai macam
kecenderungan dari para implementor tersebut. Adapun kecenderungan itu
lahirdalam bentuk :
a. Tingkat komitmen aparat terhadap tujuan kebijakan
b. Kemapuan dari aparat dan implementor
c. Respon implementor terhadap kebijakan yang akan dipengaruhi
kemauannya untuk melaksanakan kebijakan
d. Kognisi, pemahaman para agen pelaksana terhadap kebijakan, dan
e. Seberapa besar adanya keterpautan dan dukungan antar berbagai institusi
pelaksana
3. Komunikasi dan koordinasi yang sempurna
Apa yang menjadi tujuan dan sasaran kebijakan harus ditransmisikan
kepada kelompok sasaran (target group) sehingga akan mengurangi dirtorsi
64
implementasi. komunikasi merupakan sarana untuk menyebarluaskan informasi,
baik dari atas ke bawah maupun dari bawah ke atas. Untuk menghindari terjadinya
distorsi informasi yang disampaikan atasan ke bawahan, perlu adanya ketetapan
waktu dalam penyampaian informasi, harus jelas informasi yang disampaikan,
serta memerlukan ketelitian dan konsistensi dalam menyampaikan informasi.
Sementara itu Koordinasi bukanlah sekedar menyangkut persoalan
mengkomunikasikan informasi maupun membentuk struktur-struktur administrasi
yang cocok, melainkan menyangkut persoalan yang lebih mendasar, yakni praktik
pelaksanaan kekuasaan. Pihak-pihak yang memiliki wewenang kekuasaan dapat
menuntut dan mendapatkan kepatuhan yang sempurna. Pernyataan yang terakhir
ini menjelaskan bahwa harus terdapat kondisi ketundukan penuh dan tidak ada
penolakan sama sekali terhadap perintah/komando dari siapapun dalam sistem
administrasi itu.
4. Struktur Birokrasi
Struktur organisasi yang bertugas mengimplementasikan kebijakan
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Salah satu
dari aspek struktur yang penting dari organisasi adalah adanya prosedur operasi
yang standar (standard operating procedures atau SOP). SOP menjadi pedoman
bagi setiap implementor untuk bertindak. Struktur organisasi yang terlalu panjang
akan cenderung melemahkan pengawasan dan menimbulkan red-tape, yakni
prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks. Ini pada gilirannya menyebabkan
aktivitas organisasi tidak fleksibel (Subarsono, 2009: 92)
5. Sumber daya
65
Sumber-sumber merupakan faktor yang penting dalam implementasi
kebijakan. Tanpa sumber daya cukup implementasi tidak akan bisa tercapai.
Perhitungan sumber daya menjadi bagian yang penting dalam
implemetasi.Sumber daya itu sendiri bisa berupa sumber daya materil dan non
materil. Sumber daya materil berupa dana dan peralatan yang akan dipakai.
Sementara sumber daya non materil meliputi: staf atau personil yang memadai
serta keahlian-keahlian yang baik untuk melaksanakan tugas-tugasmmereka,
wewenang dan fasilitas-fasilitas yang diperlukan untuk menterjemahkan usul-usul
di atas kertas guna melaksanakan pelayanan-pelayanan publik, serta informasi
mengenai program atau kebijakan yang akan diimplementasikan.
C. Gambaran Umum Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Tentang Lalu Lintas
Indonesia adalah Negara adalah Negara hukum, oleh karenanya segala hal
menyangkut kehidupan bernegara diatur berdasarkan hukum termasuk dalam
melaksanakan kebijakan harus ada hukum yang jelas. Berkenaan dengan karakter
tersebut dalam hal kebijakan terdapat hierarki setiap peraturan pemerintah.
Adapun hierarki tersebut sesuai dengan yang ditetapakan dalam Undang-Undang
Republik Indonesia Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan antara lain sebagai berikut :
a. Undang- Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945
b. Ketetapan MPR
c. Undang-Undang/ Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
d. Peraturan Pemerintah
e. Peraturan Presiden
66
f. Peraturan Daerah
Sebagaimana digambarkan sebagai berikut
Gambar 5. Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan
Adapun undang-undang itu sendiri dibagi menjadi dua bagian menurut subsatansi
yaitu dikaitkan dengan Undang-Undang organik dan Undang-Undang non
organik. Undang-Undang organik adalah Undang-Undang yang substansinya
merupakan penjabaran langsung dari delegasi pengaturan yang disebut secara
eksplisit dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945. Undang-Undang
non organik adalah Undang-Undang yang melaksanakan hal-hal yang sepatutnya
diatur dalam Undang-Undang atau Undang-Undang yang melaksanakan delegasi
pengaturan dari UU lainnya. Dalam penelitian ini sendiri yang sendiri yang akan
dibahas adalah jenis peraturan perundang-undangan yakni Peraturan Pemerintah
Nomor 32 Tahun 2011 tentang Manajemen Dan Rekayasa, Analisis Dampak,
Serta Manajemen Kebutuhan Lalu Lintas yang mana merupakan penjelasan dari
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan. Secara Substansi UU Ini merupakan salah satu
Undang-Undang Non Organik
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan
67
Pada alinea ke empat pembukaan UUD 1945 disebutkan bahwa
pemerintahan negara Republik indonesia memiliki tujuan salah satu tujuannya
adalah untuk memajukan kesejahteraan umum. Sebagai usaha untuk mewujudkan
tujuan ini sendiri negara indonesia melakukan yang namanya pembangunan
nasional. Salah satu aspek yang menjadi fokus dalam pembangunan itu sendiri
adalah pada aspek lalulintas dan angkutan jalan.
Oleh karenanya lalu lintas dan angkutan jalan menjadi salah satu aspek
strategis dalam pembangunan nasional. Bidang lalu lintas sendiri masuk menjadi
bagian strategi yaitu sistem Transportasi nasional. Sebagai bagian dari sistem
transportasi nasional, Lalu Lintas dan Angkutan Jalan harus dikembangkan
potensi dan perannya untuk mewujudkan keamanan, kesejahteraan, ketertiban
berlalu lintas dan Angkutan Jalan dalam rangka mendukung pembangunan
ekonomi dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, otonomi daerah,
serta akuntabilitas penyelenggaraan negara.
Penajaman formulasi mengenai asas dan tujuan dalam Undang-Undang
ini, selain untuk menciptakan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang aman,
selamat, tertib, lancar, dan terpadu dengan moda angkutan lain, juga mempunyai
tujuan untuk mendorong perekonomian nasional, mewujudkan kesejahteraan
rakyat, persatuan dan kesatuan bangsa, serta mampu menjunjung tinggi martabat
bangsa. Aspek keamanan juga mendapatkan perhatian yang ditekankan dalam
pengaturan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Selain itu, di dalam Undang-Undang
ini juga ditekankan terwujudnya etika berlalu lintas dan budaya bangsa (just
culture) melalui upaya pembinaan, pemberian bimbingan, dan pendidikan berlalu
lintas sejak usia dini serta dilaksanakan melalui program yang berkesinambungan.
68
Hal ini didasarkan pada penalaran dari penulis sendiri didalam UUD 1945 pasal
27 ayat 2 ” tiap warga berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiann” hal ini berarti bahwa hidup yang layak itu adalah mendapatkan
kenyamanan dalam menjalani kehidupan tanpa ada rasa takut akan gangguan.
Dalam Undang-Undang ini juga disempurnakan terminologi mengenai
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menjadi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah
satu kesatuan sistem yang terdiri atas lalu lintas, angkutan jalan, Jaringan Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan, Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan,
Kendaraan, Pengemudi, Pengguna Jalan, serta pengelolaannya.
Disisi lain dalam rangka mengantisipasi perkembangan lingkungan
strategis global yang membutuhkan ketangguhan bangsa untuk berkompetisi
dalam persaingan global serta untuk memenuhi tuntutan paradigma baru yang
mendambakan pelayanan Pemerintah yang lebih baik, transparan, dan akuntabel,
sehingga Undang-Undang ini dirumuskan berbagai terobosan yang visioner dan
perubahan yang cukup signifikan
Dengan adanya kebijakan tentang pengaturan mengenai lalu lintas dan
angkutan jalan setiap pihak yang berkepentingan dapat mewujudkan tujuan dari
undang-undang ini yaitu dengan melaksanakan tugas dan tanggungjawab
masing-masing stakeholder untuk menciptakan kesejahteraan umum berupa kenyamanan
dalam berlalu lintas dan melakukan kegiatan angkutan oleh masyarakat secara
umum baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Dalam
Undang-undang tentang lalu lintas dan angkutan jalan ini masih diperlukan peraturan
penjelas dalam membantu proses implementasi yakni dibuatlah peraturan
pemerintah setahun setelah disahkannya Undang-Undang tersebut.
69 2. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 32 Tahun 2011 Tentang Manajemen Dan Rekayasa, Analisis Dampak, Serta Manajemen Kebutuhan Lalu Lintas.
Adapun keberadaan dari peraturan pemerintah ini adalah sebagai bagian
dari petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis dari Undang-Undang Nomor 22
tahun 2009 terkhusus pada Bab IX dari yaitu tentang lalu lintas. Hal perlu
dilakukan mengingat bahwa UU tersebut dirasa perlu penjelasan secara spesifik
guna menghindari terjadi kesalahan dalam penerapan dari undang-undang ini
sendiri. Pembahasan yang terdapat didalam Peraturan Pemerintah ini sendiri
didasarkan pada pandangan bahwa lalu lintas dan angkutan jalan mempunyai
peranan yang strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional.
Untuk mengoptimalkan penggunaan jaringan jalan dan gerakan lalu lintas dalam
rangka menjamin keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas
dan angkutan jalan perlu diatur mengenai manajemen dan rekayasa, analisis
dampak, serta manajemen kebutuhan lalu lintas.
Manajemen dan rekayasa lalu lintas dilakukan melalui penetapan
kebijakan penggunaan jaringan jalan, penetapan kebijakan gerakan lalu lintas
pada jaringan jalan tertentu, serta optimalisasi operasional rekayasa lalu lintas.
Strategi pelaksanaan manajemen dan rekayasa lalu lintas pada ruas jalan,
persimpangan dan jaringan jalan dilakukan dengan penetapan prioritas angkutan
massal melalui penyediaan lajur atau jalur atau jalan khusus, pemberian prioritas
keselamatan dan kenyamanan pejalan kaki, pemisahan atau pemilihan pergerakan
arus lalu lintas berdasarkan peruntukan lahan, mobilitas, dan aksesibilitas,
pemaduan berbagai moda angkutan, pengendalian lalu lintas pada persimpangan
70
dan ruas jalan serta perlindungan terhadap lingkungan. Dimana kesemuanya
tujuan yang dicantumkan diatas sebagai usaha untuk meningkatkan kesejahteraan
umum yang menjadi tujuan dari Negara Indonesia yang tertuang didalam UUD
1945 pada alinea yang keempat.
Didalam peraturan pemerintah ini sendiri dijelaskan bahwa ruang lingkup
kegiatan manajemen dan rekayasa lalu lintas meliputi kegiatan perencanaan,
pengaturan, perekayasaan, pemberdayaan, dan pengawasan. Kegiatan
perencanaan, pengaturan, perekayasaan, pemberdayaan, dan pengawasan
dilakukan oleh menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan prasarana
lalu lintas dan angkutan jalan untuk jalan nasional, menteri yang bertanggung
jawab di bidang jalan untuk jalan nasional, Kepala Kepolisian Negara Republik
Indonesia untuk jalan nasional, provinsi, kabupaten/kota dan desa, gubernur untuk
jalan provinsi, bupati untuk jalan kabupaten dan jalan desa, dan walikota untuk
jalan kota.
Analisis dampak lalu lintas wajib dilakukan dalam setiap rencana
pembangunan pusat kegiatan, permukiman, dan infrastruktur yang akan
menimbulkan gangguan keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran lalu
lintas dan angkutan jalan. Analisis dampak lalu lintas paling sedikit memuat:
a. analisis bangkitan dan tarikan lalu lintas dan angkutan jalan;
b. simulasi kinerja lalu lintas tanpa dan dengan adanya pengembangan;
c. rekomendasi dan rencana implementasi penanganan dampak;
d. tanggung jawab pemerintah dan pengembang atau pembangun dalam
1. penanganan dampak; dan
e. rencana pemantauan dan evaluasi.