• Tidak ada hasil yang ditemukan

STABILITAS KEBIJAKAN IMPOR BERAS DAN KES

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "STABILITAS KEBIJAKAN IMPOR BERAS DAN KES"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

STABILITAS KEBIJAKAN IMPOR BERAS DAN KESEJAHTERAAN

PETANI

Desi Annisa Putri

Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Komputer Indonesia, Jalan Dipatiukur No. 112-114, Bandung, 40132, Indonesia

Desi.kyu@gmail.com Abstract

This study aimed to analyze the balance between rice import policy and the welfare of farmers in Indonesia. Rice is the staple food, to spearhead the regional and national food security. There is an expression in Indonesian society that says, "if you do not eat rice, it has not been said to eat". From these expressions, we can see how our people behave towards food. Rice is the staple food which is indispensable in our society. In fact, if traced to the affected areas, the staple food of Indonesian people actually many kinds, such as sago, cassava, maize, cassava, breadfruit, and much

more.

Keywords: Import, Rice, & Farmers

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keseimbangan antara kebijakan impor beras dan kesejateraan petani di Indonesia. Beras merupakan makanan pokok, menjadi ujung tombak ketahanan pangan wilayah dan nasional. Ada sebuah ungkapan di masyarakat Indonesia yang mengatakan, “jika tidak makan nasi, maka belum dikatakan makan”. Dari ungkapan tersebut, kita bisa melihat bagaimana cara masyarakat kita bersikap terhadap pangan. Beras merupakan

makanan pokok yang tergantikan dalam masyarakat kita. Padahal jika ditelusuri ke daerah-daerah, makanan pokok orang-orang Indonesia sebenarnya banyak macamnya, seperti sagu, singkong, jagung, ketela, sukun, dan masih banyak

lagi yang lainnya.

(2)

1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

Mengingat pentingnya peran pangan sehingga membutuhkan basis produksi lokal yang tangguh. Perubahan penawaran pangan dengan nilai elastisitas penawaran dan permintaan yang inelastis akan menyebabkan besarnya fluktuasi harga.1 Impor pangan tanpa

penuh kehati-hatian dapat mengganggu kesinambungan produsen pangan lokal. Apalagi harga produk pangan impor pada umumnya cenderung lebih murah akibat distorsi dengan berbagai bantuan pemerintah negara eksportir pangan.2

Fenomena produksi, perdagangan dan konsumsi pangan di atas menuntut peran pemerintah agar produsen dan konsumen domestik dapat dilindungi. Peran tersebut diharapkan mampu menstabilkan harga pangan yang dapat dilakukan melalui kebijakan harga pangan agar mengurangi ketidak-pastian petani dan menjamin harga pangan menjadi lebih stabil bagi konsumen.3

Namun dalam pelaksanaan kebijakan harga pangan menghadapi dua masalah utama. Masalah eksternal adalah lingkungan strategis perdagangan internasional cenderung semakin meningkatnya derajat liberalisasi. Masalah internal adalah semakin terbatasnya anggaran pemerintah mendukung pembangunan. Dua masalah itu menyebabkan masih adanya inkonsistensi kebijakan. Ada kelompok yang ingin pemerintah tetap mendukung produksi pangan domestik, tetapi ada juga yang ingin menyerahkan masalah pangan pada mekanisme pasar.

Produksi bahan pangan dinegara yang sedang berkembang mulai meningkat meskipun demikian tiap tahun diiringi dengan meningkatnya jumlah penduduk yang menimbulkan kekurangan jumlah pangan bagi masyarakat. Dinegara berkembang kondisi ini

1 Nicholson (2000) 2 Sawit (2003) 3 Eliis (1992)

terjadi pada daerah-daerah rawan miskin dan biasanya didaerah-daerah terpencil.

Indonesia sebagai salah satu negara tropis terbesar dan terluas di dunia yang memiliki cakupan wilayah daratan yang memiliki luas hingga 1,9 juta kilometer persegi, sampai hari ini belum bisa memenuhi kebutuhan pangan masyarakatnya secara mandiri. Indonesia masih harus mengimpor bahan pangan dari negara lain. Salah satu bahan pangan yang harus diimpor Indonesia untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakatnya adalah beras.

Ada sebuah ungkapan di masyarakat Indonesia yang mengatakan, “jika tidak makan nasi, maka belum dikatakan makan”. Dari ungkapan tersebut, kita bisa melihat bagaimana cara masyarakat kita bersikap terhadap pangan. Beras merupakan makanan pokok yang tergantikan dalam masyarakat kita. Padahal jika ditelusuri ke daerah-daerah, makanan pokok orang-orang Indonesia sebenarnya banyak macamnya, seperti sagu, singkong, jagung, ketela, sukun, dan masih banyak lagi yang lainnya.

Beras bagi banyak penduduk Indonesia merupakan salah satu makanan pokok yang tidak tergantikan. Hal tersebut tercermin dari konsumsi beras masyarakat Indonesia yang mencapai tingkat tertinggi di Asia dengan capaian konsumsi yang menembus angka 135-140 kilogram beras per orang per tahun.4

Stok bahan pangan untuk kebutuhan nasional selama jangka satu tahun yang merupakan kebutuhan dari daerah termasuk juga provinsi Nusa Tenggara Barat selalu tidak mencukupi hal menyebabkan pemerintah mengambil kebijakan mengimpor bahan pangan sebagai salah satu solusi untuk menutupi dan mengurangi kekurangan bahan pangan bagi provinsi Nusa Tenggara Barat.

Hal dilematis dan senantiasa terjadi dari tahun ketahun adalah ketika masa panen terjadi harga bahan pangan cenderung menurun dan dibawah standar harga pasar

(3)

yang ditetapkan oleh pemerintah melalui instrument Badan urusan Logistik (BULOG) dan kadang tak terjual sehingga kerugian menjadi derita dari sebagian besar masyarakat tani.

Budaya impor barang terutama bahan pangan mulai lebih gencar ketika tren pasar global dan AFTA mulai digulirkan sehingga impor dapat dilakukan dengan mendapatkan beberapa kemudahan sehingga kecenderungan harga bahan pangan impor terhadap bahan pangan dalam negeri termasuk produk local cenderung lebih murah.

Impor beras yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia, membuat petani tak bisa menikmati harga dasar yang telah ditetapkan pemerintah. Bulog (Badan Urusan Logistik) juga belum terlalu berperan sebagaimana yang diharapkan sebagai penyangga harga gabah dan mengamankan harga beras. Selain itu nasib petani semakin tidak menentu karena bencana alam seperti banjir atau kekeringan yang menyebabkan hancurnya persawahan. Tampaknya nasib petani Indonesia belum secerah yang diharapkan, hal ini tentunya bertentangan dengan sila ke-5 Pancasila yaitu “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.

Impor beras secara tidak langsung menyudutkan posisi petani di tengah gencarnya program pemerintah untuk meraih kembali swasembada pangan yang pernah disandang Indonesia pada 1984. Impor beras membawa konsekuensi terhadap turunnya harga gabah di tingkat petani, disinsentif bagi petani untuk meningkatkan produktivitas padi, mengurangi cadangan devisa dan ketergantungan terhadap pangan luar negeri.5

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari jurnal penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana sejarah adanya kebijakan impor beras?

5 Gede Sedana (2015)

2. Bagaimana keadaan petani dengan adanya kebijakan impor pangan?

1.3 Maksud dan Tujuan

Penelitian ini dimaksudkan sebagai konsep keadilan sosial yang dilaksanakan dengan tujuan untuk :

1. Membahas kebijakan pemerintah yaitu impor pangan.

2. Membahas keseimbangan impor beras dan keadaan petani.

1.4 Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini adalah untuk menganalisis bagaimana keseimbangan antara kebijakan impor beras dan keadaan petani.

2. Kajian Pustaka 2.1 Teori Kebijakan

Kebijakan adalah sebuah ketetapan yang berlaku,dicirikan oleh perilaku yang konsisten dan berulang baik dari yang membuat atau yang melaksanakan kebijakan tersebut.6

Sedangkan menurut Edi Suharto kebijakan adalah suatu ketetapan yang memuat prinsip-prinsip untuk mengarahkan cara bertindak yang dibuat secara terencana dan konsisten dalam mencapai tujuan tertentu.7

2.2 Teori Kesejahteraan

Kesejahteraan sosial merupakan suatu keadaan terpenuhinya kebutuhan hidup yang layak bagi masyarakat, sehingga mampu mengembangkan diri dan dapat melaksanakan fungsi sosialnya yang dapat dilakukan pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat dalam bentuk pelayanan sosial yang meliputi rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan perlindungan sosial (UU No 11 Tahun 2009 pasal 1 dan 2).

(4)

Kesejahteraan merupakan suatu hal yang bersifat subjektif, sehingga setiap keluarga atau individu di dalamnya yang memiliki pedoman, tujuan, dan cara hidup yang berbeda akan memberikan nilai yang berbeda tentang faktor-faktor yang menentukan tingkat kesejahteraan (BKKBN 1992, diacu oleh Nuryani 2007).

Kesejahteraan menurut Badan Pusat Statistik (2007) adalah suatu kondisi dimana seluruh kebutuhan jasmani dan rohani dari rumah tangga tersebut dapat dipenuhi sesuai dengan tingkat hidup.

3. Pembahasan

3.1 Kebijakan Impor Beras 3.1.1 Sejarah Impor Beras

Campur tangan pemerintah dalam komoditas beras diawali sejak Maret 1933 yaitu di zaman pemerintahan Belanda. Saat itu, untuk pertama kalinya pemerintah belanda mengatur kebijakan perberasan, yaitu dengan cara menghapus impor beras secara bebas serta membatasi imopr secara lisensi.beras mempunyai sejarah yang sangat panjang dalam percaturan ekonomi politik Indonesia. Hal ini disebabkan keberadaanya sebagai makanan pokok bagi hampir seluruh masyarakat Indonesia. Untuk hal itu lah campur tangan dari pemerintah untuk menjamin keberadaan beras dengan harga yang terjangkau selalu dilakukan, termasuk oleh pemerintahan kolonial Belanda saat itu.8

Pemerintah kolonial Belanda

mengintervensi kecukupan pasokan beras dengan harga terjangkau terhadap komoditi ini melalui berbagai cara, termasuk dengan pembangunan infrastruktur dan investasi teknologi pertanian dalam hal ini produksi. Sementara dalam sisi stabilitas harga,

8 “Sejarah Bulog, Sebelum Menjadi Perum”, dalam

http://bulog.co.id/old_website/sejarah.php. , diakses 31 Januari 2017

pemerintah kolonial juga dari waktu ke waktu membuka keran impor bila dibutuhkan dan mentransportasinya dari pulau ke pulau atau daerah yang membutuhkan, serta mendirikan suatu lembaga pangan.9 Tanggal 25 April

1939, lahirlah suatu lembaga pangan yang disebut Voeding Middelen Fonds (VMF). Lembaga ini berperan dalam menstabilkan harga beras, yang merupakan cikal bakal dari Bulog.

Setelah kemerdekaan, beras terus menjadi komoditas sosial politik strategis bangsa Indonesia. Namun pada masa era demokrasi terpimpin, dengan dijadikamya poltik sebagai panglima, terdapat semacam pengabaian keberadaan keterjangkauan komoditi beras. Akibatnya, ketiadaan komoditi ini pada daerah beberapa perkotaan Indonesia menjadi salah satu alasan jatuhnya rejim Soekarno pada tahun 1965.

Untuk mebangkitkan kepercayaan masyarakat, pada awal pemerintahan rezim Orde Baru, membuka keran impor dan bantuan luar negri untuk impor beras. Setelah kepercayaan ini diraih, dan stabilitas teraih, Orde Baru merevitalisasi peran Bulog untuk menopang harga beras agar terjangkau, dengan tugas dan struktur organisasi yang diperluas. Intervensi pemerintah dibidang pertanian termasuk perberasan diperluas cakupanya ke sisi produksi dan kesejahteraan petani. Sepanjang tahun 1970 sampai dengan 1980-an, investasi besar-besaran pada infrastruktur pertanian, pengembangan benih unggul, pestisida dan subsidi pada pupuk petani.

Pembangunan infrastruktur pertanian dan pengembangan teknik-teknik pertanian, serta subsidi pada petani ini kemudian dikenal sebagai the green revolution, revolusi hijau dibidang pertanian.dari revolusi hijau ini dihasilkan peningkatan produksi beras secara besar-besaran, diamana produksi dalam negri praktis berhasil memenuhi permintaan.

(5)

Pada puncaknya pada tahun 1984 Indonesia berhasil surplus dari produksi beras, atau yang dikenal dengan swasembada pangan. Disaat yang sama revolusi hijau pun menghasilkan peningkatan pendapatan masyarakat di pedesaan dan memperkecil ketimpangan antara masyarakat desa dengan masyarakat kota, walaupun pada saat itu ada penurunan tingkat produksi pertanian.

Impor yang dilakukan oleh Indonesia itu dilakukan oleh pemerintah untuk menjamin ketersedian stok pangan nasional, agar tidak terjadi krisis pangan di Indonesia yang bisa mengakibatkan mengganggu kesetabilan nasional.

3.1.2 Faktor Pendorong Impor Beras

Dari data yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik menyebutkan bahwa, jumlah beras impor yang masuk ke Indonesia mencapai 1,4 juta ton. Kalangan eksportir beras diluar negeri tidak menginginkan pertumbuhan industri pertanian tanaman pangan berkembang pesat di Indonesia. Karena jika pertanian tanaman pangan Indonesia berkembang pesat karena didukung oleh kebijakan yang tepat, jelas peluang masuknya beras impor akan semakin sulit untuk melarang masuknya beras impor kedalam negeri masih sulit, mengingat produksi beras yang dihasilkan petani masih belum mampu memenuhi total kebutuhan konsumen didalam negeri yang diperkirakan mencapai sekitar empat juta ton pertahun.

Pada tahun 2005, pemerintah Indonesia mengeluarkan Kebijakan mengimpor beras sebanyak 69.900 ton, sementara pada tahun 2006 dengan alasan untuk memenuhi stok beras di perum bulog, pemerintah kembali mengeluarkan izin mengimpor beras sebanyak 110 ribu ton dan hingga batas waktu pengiriman beras realisasi hanya 83.100 ton. Sekitar akhir tahun 2005 data perum bulog menunjukkan stok beras yang dikuasai perum bulog diperhitungkan tidak akan mencukupi untuk keperluan penyaluran sampai awal tahun 2006. Untuk mengantisipasi menyusutnya stok beras di gudang bulog, pemerintah perlu segera mengimpor bahan pangan pokok

tersebut agar Indonesia terhindar dari krisis beras awal tahun depan.

Table 1.3 Impor Beras Tahun 2007-2010 Sumber : Badan Pusat Statistik

Tahun Jumlah Cif value ($US)

2007 1.406.847.570 467.719.374

2008 289.689.411 124.142.806

2009 250.473.149 108.153.251

2010 687.581.501 360.784.998

Impor beras dilakukan untuk memperkuat cadangan beras nasional, cadangan beras yang cukup diperlukan untuk meujudkan ketahanan pangan dalam rangka memenuhi hak masyarakat atas pangan. Memperkuat cadangan beras nasional melalui impor dilaksanakan secara rutin setiap tahunya mengindikasikan bahwa Indonesia sudah tidak lagi berswasembada beras. Ketahanan pangan di wujudkan melalui impor beras menghasilkan suatu kebijakan yang rentan, yang selalu mengakibatkan pro dan kontra. Disatu sisi apabila pemerintah tidak mengimpor beras, Indonesia akan kekurangan cadangan beras nasioinal yang mengakibatkan dapat memicu timbulnya krisis pangan yang dampaknya dapat mengguncang satbilitas poltik atau ekonomi Indonesia. Tetapi disisi

Indonesia merupakan negara agraris, di mana sektor pertanian memegang peranan penting dalam tata pembangunan nasional. Peran yang dilakukan oleh sektor pertanian antara lain: memberikan pangan untuk seluruh penduduk, menyumbang devisa negara dari sektor non migas, dan membuka kesempatan kerja.

(6)

Hal tersebut tercermin dari konsumsi beras masyarakat Indonesia yang mencapai tingkat tertinggi di Asia dengan capaian konsumsi yang menembus angka 135-140 kilogram beras per orang per tahun (dalam Cahyanto, 2012).

Ungkapan “jika tidak makan nasi, maka belum di katakan makan”, ditengarai menyebabkan konsumsi beras nasional menjadi tidak terkendali. Akibatnya, Indonesia harus mangimpor beras dari negara lain. Hal ini bisa dikatakan ironis melihat luas lahan pertanian Indonesia yang begitu luas dan mengingat sejarah saat zaman Orde Baru Indonesia pernah melakukan swasembada beras.

Impor beras memiliki dampak jangka panjang yang buruk. Sedikit saja terjadi fluktuasi harga di pasar beras internasional bisa memukul ketahanan pangan kita dan memunculkan masalah serius bagi sebagian besar penduduk Indonesia.

Beras mempunyai peranan yang strategis dalam pemantapan ketahanan pangan, ketahanan ekonomi dan ketahanan stabilitas politik nasional. Seperti yang terjadi pada tahun 1998 menunjukkan bahwa guncangan politik dapat berubah menjadi krisis politik yang dahsyat karena harga pangan melonjak tinggi dalam waktu singkat (Suryana dan Mardianto dalam Hutagalung, 2007).

Beras juga merupakan makanan pokok, menjadi ujung tombak ketahanan pangan wilayah dan nasional. Harga beras mengalami peningkatan setiap tahun. Peningkatan harga beras ini diakibatkan oleh adanya kebijakan impor beras yang dilakukan oleh pemerintah.

Pada dasarnya impor beras akan mencederai nasib petani. Namun bila pemerintah tidak mengimpor beras, mungkin akan lebih banyak rakyat Indonesia dicederai dengan mahalnya harga beras. Rakyat ingin harga beras terjangkau, namun hal ini tak sejalan dengan nasib petani yang terus terpuruk.

Menurut bank dunia tingginya harga beras menjadi salah satu penyebab kenaikan jumlah penduduk miskin. Hal ini menjadi salah satu alasan pemerintah untuk mengimpor beras. Jumlah angka kemiskinan menurut bank dunia sekitar 109 juta jiwa. Hal ini terjadi bersamaan dengan kenaikan harga beras yang signifikan. Kondisi ini menempatkan pemerintah pada dua pilihan, mengorbankan petani atau konsumen beras. Pemerintah selalu mengorbankan petani dengan membuka keran impor.

Jalan pintas impor beras tanpa mengatasi akar masalah yakni peningkatan produksi beras akan merusak kedaulatan pangan. Ketergantungan pangan pada pihak luar di tengah kesuburan alam Indonesia memperjelas kegagalan negara mengelola sumber daya manusia Indonesia untuk meningkatkan produktivitas hasil pertanian. Indonesia yang kaya sumber daya pertanian harus menjadi pengimpor pangan terbesar di dunia (Sibuea dalam Hutagalung, 2007).

Kebijakan mengimpor beras dari luar negeri tersebut tentunya berdampak pada kesejahteraan petani. Petani adalah pihak yang paling dirugikan dengan adanya kebijakan impor beras. Dengan adanya para petani yang dirugikan, hal ini tentunya bertentangan dengan sila ke-5 dalam Pancasila, yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Nilai keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia yang bermakna sebagai dasar sekaligus tujuan yaitu tercapainya masyarakat indonesia yang adil dan makmur secara lahiriah dan batiniah. Keadilan adalah nilai yang amat mendasar yang diharapkan oleh seluruh rakyat indonesia. Tapi sayangnya nilai keadilan dalam kehidupan pertanian belum terlihat secara jelas.

(7)

seperti beras. Beras produksi petani lebih murah harganya di bandingkan beras impor. Padahal indonesia adalah negara agraris yang memiliki potensi sumber daya alam yang besar. Ini menunjukkan bahwa nilai keadilan pada petani tidak ada (Sunarti, 2008).

Ketergantungan Indonesia pada pangan impor tentunya akan menciptakan kerentanan ketahanan pangan nasional berkaitan dengan resiko dan ketidakpastian penyediaan pangan dunia dan situasi pasar pangan internasional. Meningkatnya impor beras antara lain disebabkan oleh lebih murahnya harga beras di pasar internasional di banding harga domestik. Peranan pemerintah dengan lembaga Bulog (Badan Urusan Logistik) sangat diharapkan untuk bisa memantau, manjaga, dan menstabilkan harga dan pasokan beras di pasar agar kebijakan impor beras tidak terlalu merugikan petani lokal.

4. Kesimpulan

a. Impor beras yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia menyebabkan kesejahteraan petani berkurang. Beras lokal petani yang lebih mahal kalah bersaing, dengan beras impor yang lebih murah, sehingga membuat para petani lokal merugi.

b. Divertivikasi pangan perlu diterapkan pada masyarakat Indonesia agar pemerintah bisa mengendalikan harga pangan di pasar dan menekan pengeluaran dan kegiatan impor beras dari negara lain.

c. Mengembangkan pola pertanian sesuai kearifan lokal daerah masing-masing dapat membantu kesejahteraan petani dan dapat mengurangi konsumsi beras masyarakat Indonesia. Kesejahteraan petani bisa terangkat karena para petani mampu memenuhi permintaan pasar di

daerahnya tanpa perlu

mengkhawatirkan dampak dari kebijakan impor beras.

DAFTAR PUSTAKA

G, Yoga. 2016. KEBIJAKAN IMPOR BERAS VIETNAM KE INDONESIA (Tesis). Bandung: Universitas Pasundan

Ilham, Nyak, Hermanto Siregar dan D.S. Priyarsono. 2006. EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HARGA PANGAN TERHADAP KETAHANAN PANGAN (Tesis). Bogor: Institut Pertanian Bogor

K.S, Annisa. 2013.Pengaruh Kebijakan Impor Beras pada Kesejahteraan Petani: Perspektif Keadilan Pancasila (Tesis). Malang: Universitas Brawijaya

Nuryanti, Sri dan Reni Kustiari. 2011. Meningkatkan Kesejahteraan Petani Kedelai dengan Kebijakan Tarif Optimal (Tesis). Bogor: Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian.

Rifa’I, Akhmad. 2012. Efektivitas Kebijakan Impor Beras di Indonesia (Tesis). Yogyakarta: Sekolah Tinggi Ekonomi Islam Hamfara

Sunarti, Euis dan Ali Khomsan. 2008. Kesejahteraan Keluarga Petani Mengapa Sulit Diwujudkan? (Tesis). Bogor: Institut Pertanian Bogor

Referensi

Dokumen terkait

Dalam bagian 5.2 akan menampilkan contoh hasil pemodelan elemen hingga model A berupa distribusi tegangan (stress) yang terjadi pada tubular joint (tanpa grout

Untuk pita cukai Minuman Mengandung Etil Alkohol Tahun Anggaran 2010 P3C Pengajuan Tambahan untuk pita cukai kebutuhan bulan Desember 2010 harus sudah diterima di

(3) Berdasarkan harga referensi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) maka tarif Bea Keluar untuk Kelapa Sawit dan turunannya adalah sebagaimana tercantum dalam kolom 7

[r]

adalah mahasiswa Fakultas Teknik dari 6 jurusan yang masing-masing diambil 15 orang. sehingga total sampel berjumlah 90

Pada Proses ini dilakukan bebarapa tahapan penelitian antara lain, tahap pemilihan cover parent, tahap pemilihan data child (child image dan teks), tahap enkripsi child teks,

kepada pekerja yang bersifat normatif. Sehingga, pengusaha diperbolehkan memberikan upah lebih besar daripada ketentuan UMR, bahkan pengusaha yang telah memberikan upah

Mengingat bagi perusahaan multinasional, isu transfer pricing dan manajemen laba adalah merupakan isu penting, terkait perencanaan pajak agresif, terlebih dengan