BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari bermacam-macam kebutuhan
dan salah satunya adalah transportasi. Transportasi merupakan kebutuhan yang
pokok bagi masyarakat modern dewasa ini, mengingat keberadaannya dapat
menunjang perkembangan perekonomian masyarakat baik di pedesaan maupun
masyarakat perkotaan, baik negara maju maupun negara berkembang. Di
Indonesia keberadaan sarana transportasi ini berkembang pesat, baik transportasi
darat, laut, maupun transportasi udara, baik transportasi umum maupun
transportasi perorangan. Pesatnya perkembangan sarana transportasi ini
disebabkan oleh semakin tingginya tingkat mobilitas masyarakat untuk melakukan
aktivitas-aktivitas guna memenuhi kebutuhannya.
Pada masa silam ketika kebutuhan hidup masyarakat masih sederhana,
mobilitas masyarakat untuk melakukan aktivitas-aktivitas pun juga rendah, dan
pada masa itu sarana mobilitas pun cukup dilakukan dengan sarana transportasi
tradisional, seperti delman, kuda, becak, gerobak dan bahkan tidak jarang
dilakukan dengan berjalan kaki dari suatu tempat ke tempat tujuantertentu.
Namun, sarana transportasi tradisional tersebut sudah tidak lagi memadai untuk
menunjang kebutuhan masyarakat, terutama untuk memindahkan orang maupun
tertentu memerlukan waktu yang sangat cepat, misalnya ke tempat kerja dan lain
sebagainya.
Untuk memenuhi sarana transportasi yang serba cepat tersebut, maka
berkembanglah sarana transportasi modern yang digerakkan dengan mesin, yang
kemudian disebut dengan kendaraan bermotor. Kehadiran kendaraan bermotor ini
selain dapat mempercepat perpindahan orang dan barang, juga lebih efektif dan
efisien , karena dapat membawa orang dan barang lebih banyak.
Kendaraan bermotor adalah kendaraan yang digerakkan oleh peralatan teknik
untuk pergerakannya, dan digunakan untuk transportasi darat. Umumnya
kendaraan bermotor menggunakan mesin pembakaran dalam, namun motor listrik
dan mesin jenis lain juga dapat digunakan. Kendaraan bermotor memiliki roda,
dan biasanya berjalan di atas jalanan. Jenis-jenis kendaraan bermotor dapat
bermacam-macam, mulai dari mobil, bus, sepeda motor, kendaraan off road, truk
ringan, sampai truk berat. Klasifikasi kendaraan bermotor ini bervariasi
tergantung masing-masing negara. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 14
Tahun 1992 yang dimaksud dengan peralatan teknik dapat berupa
peralatan lainnya yang berfungsi untuk mengubah suatu sumber
daya
Pengertian kata dalam ketentuan ini adalah terpasang pada tempat sesuai dengan
gandengan atau
sebagai penariknya.1
Hadirnya lembaga ini kemudian juga melahirkan lembaga jual beli baru di
bidang jual beli kendaraan bermotor, misalnya jual beli dengan angsuran dan
lembaga sewa beli kendaraan bermotor, yang dari waktu ke waktu terus
berkembang pesat. Lembaga jual beli kendaraan bermotor dengan sewa beli ini
oleh sementara masyarakat dianggap sangat membantu, mengingat lembaga ini
dapat meringankan beban ekonomi, sebab dengan membeli yang pembayarannya
dapat diangsur ini, keinginan untuk memperoleh kendaraan bermotor tercapai, Hanya saja kehadiran kendaraan bermotor ini tidak dapat dimiliki oleh setiap
anggota masyarakat yang membutuhkan, mengingat harga jualnya relatif tinggi,
terutama jika dibandingkan dengan kemampuan daya beli masyarakat yang
membutuhkan relatif rendah, terutama sejak adanya krisis ekonomi. Kesenjangan
antara kebutuhan akan kendaraan bermotor dengan kemampuan daya beli ini,
kemudian membuka peluang bisnis di bidang jual beli ini, khususnya bagi
pemodal besar baik pemodal domestik maupun dengan cara patungan dengan
pihak asing. Peluang bisnis tersebut akhir-akhir ini tumbuh dan berkembang
dengan pesat seiring semakin meningkatnya kebutuhan akan sarana transportasi
bagi masyarakat yang menunjang mobilitas yang semakin tinggi. Peluang bisnis
kemudian dimanfaatkan oleh para pemodal tersebut untuk mendirikan lembaga
pembiayaan, yang lazim disebut dengan finance.Lembaga ini berdiri di kota-kota
besar, dan telah berkembang sampai ke pelosok tanah airguna menjangkau
konsumen.
tetapi dana dapat diatur sesuai dengan kemampuan masing-masing orang yang
akan membeli kendaraan bermotor tersebut. Pada sisi lain lahirlah praktek jual
beli dengan sistem sewa beli ini dapat memberikan manfaat yang besar bagi
lembaga pembiayaan maupun sebagian anggota masyarakat yang membutuhkan
pekerjaan. Di samping itu juga memberi manfaat pada lembaga asuransi, sebab
pada umumnya jual beli dengan sistem sewa beli selalu melibatkan pihak asuransi
sebagai lembaga penjamin terhadap kemungkinan terjadinya risiko yang tidak
pasti terhadap barang yang menjadi objek jual beli, yang dalam hal ini kendaraan
bermotor. Tidak kalah pentingnya juga dalam perjanjian dengan sistem sewa beli
ini juga memberikan keuntungan bagi lembaga perbankan atau lessor sebagai
pemilik modal, yang dalam hal ini harus membayar terlebih dahulu sejumlah uang
sesuai dengan harga kendaraan bermotor pada dealer.
Mengenai sewa beli ini di Indonesia diatur dalam Surat Keputusan Menteri
Perdagangan dan Koperasi Nomor 34/KP/II/1980, pasal 1 sub a menyebutkan
bahwa :
“Sewa beli (Hire Purchase) adalah jual beli barang dimana penjual
melaksanakan penjualan barang dengan cara memperhitungkan setiap
pembayaran yang dilakukan oleh pembeli dengan pelunasan atas harga
barang yang telah disepakati bersama yang diikat dalam suatu perjanjian,
pembeli setelah jumlah harganya dibayar lunas oleh pembeli kepada
penjual”.2
“Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.
Perjanjian sewa beli mempunyai manfaat ganda, yaitu memberi keuntungan
kedua belah pihak, baik bagi penjual maupun pembeli. Bagi penjual untung
karena barangnya akan lebih banyak terjual. Sedangkan keuntungan bagi pembeli
adalah bahwa pembeli akan segera dapat memperoleh barang walaupun mereka
belum mempunyai uang yang cukup secara kontan.
Perikatan adalah hubungan hukum antara dua orang atau lebih di dalam
hubungan harta kekayaan dimana satu pihak mempunyai hak dan pihak yang
lainnya mempunyai kewajiban atas suatu prestasi. Perikatan dapat lahir dari suatu
perjanjian dan undang-undang. Sedangkan perjanjian adalah perbuatan hukum.
Perjanjian menurut pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,
menyatakan bahwa :
3
Hukum perikatan diatur dalam Buku III Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata, tetapi definisi mengenai perikatan tidak diatur didalamnya. Hukum
perikatan merupakan bagian dari hukum Harta Kekayaan (Vermogensrecht) dan
bagian lain dari hukum harta kekayaan adalah hukum benda.Sistem terbuka
memiliki pengertian bahwa setiap orang dapat mengadakan perikatan yang
bersumber dari perjanjian, perjanjian apapun dan bagaimanapun isinya yang
mereka kehendaki, baik yang diatur di dalam undang-undang maupun yang tidak
2
Keputusan Menteri Perdagangan dan Koperasi Nomor: 34/KP/II/80 tentang Perizinan Kegiatan Usaha Sewa Beli (Hire Purchase) Jual Beli dengan Angsuran dan Sewa (Renting).
3
diatur di dalam undang-undang. Inilah yang disebut dengan kebebasan berkontrak,
dengan syarat bahwa kebebasan berkontrak ini dibatasi dengan pembatasan
umum, yaitu yang diatur di dalam ketentuan Pasal 1337 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata yang menyatakan bahwa :
“Suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan atau ketertiban umum”.
Dan juga dibatasi oleh ketentuan Pasal1254 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata yang menyatakan bahwa :
“Semua syarat yang bertujuan melakukan sesuatu yang tak mungkin terlaksana, sesuatu yang bertentangan dengan kesusilaanbaik, atau sesuatu yang dilarang oleh undang-undang, adalah batal, dan berakibat bahwa perjanjian yang digantungkan padanya,tak berdaya”.
Pembuatan suatu perjanjian, para pihak didalamnya harus memenuhi syarat
sah perjanjian sebagaimana diatur dalam pasal 1320 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata, yaitu sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, kecakapan
untuk membuat suatu perjanjian, suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal.
Perjanjian utang-piutang dalam perjanjian tertulis ada yang dibuat dengan akta di
bawah tangan, ada pula yang dibuat dengan akta notaris. Berdasarkan perjanjian
pinjam-meminjam tersebut muncul hubungan hukum yaitu hubungan perutangan
dimana ada kewajiban berprestasi dari debitur dan ada hak mendapatkan prestasi
dari kreditur. 4
Hubungan hukum akan berjalan lancar jika masing-masing pihak memenuhi
kewajibannya sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Namun tidak menutup
kemungkinan di dalam perjanjian pinjam-meminjam tersebut, salah satu pihak
tidak memenuhi perjanjian sesuai dengan yang telah disepakati bersama. Guna
4
membuktikan hak dan kewajiban para pihak baik kreditur maupun debitur, apabila
salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya sesuai apa yang diperjanjikan,
maka perjanjian tersebut perlu dituangkan ke dalam suatu perjanjian tertulis.5
Klausula yang pada umumnya diatur dalam perjanjian sewa beli adalah
mengenai tata cara angsuran, hak dan kewajiban para pihak, antara lain larangan Perjanjian sewa beli merupakan perjanjian yang tidak diatur dalam Kitab
Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)atau disebut juga sebagai perjanjian tidak
bernama (innominaat), namun demikian syarat sahnya perjanjian serta asas-asas
hukum perjanjian dalam KUHPerdatatetap harus digunakan dalam perjanjian ini
sehingga kedua belah pihak harus tunduk pada perjanjian yang disepakati sebagai
undang-undang bagi mereka. Perjanjian sewa beli pada umumnya menggunakan
bentuk perjanjian baku (standard form contract) yang mengikat penjual dan
pembeli. Klausula-klausula dalam perjanjian tersebut telah dibuat sebelumnya
oleh pihak penjual tanpa melibatkan pihak pembeli dan pembeli hanya tinggal
menandatanganinya. Pembeli yang membutuhkan kendaraan bermotor harus
menerima klausula-klausula yang telah disiapkan oleh penjual.
Perjanjian baku yang ditetapkan sepihak tersebut, menunjukkan bahwa
lembaga sewa beli dalam praktek memiliki ciri tersendiri, yaitu upaya
memperkuat hak penjual dari berbagai kemungkinan yang terburuk selama masa
kontrak atau sebelum waktu pelunasan angsuran untuk menjamin kepentingan
penjual. Hal ini yang membuat perjanjian baku yang dipergunakan dalam pranata
sewa beli sering menjadi penyebab utama bagi timbulnya masalah di pihak
pembeli dari pada penjual.
5
mengalihkan selama dalam masa sewa, dilarang melakukan perubahan terhadap
kendaraan, dan hak dari pihak perusahaan pembiayaan untuk menarik kendaraan
apabila pihak pembeli sewa tidak melaksanakan kewajibannya selama dua bulan
berturut-turut.
Hukum perjanjian menganut pemahaman bahwa tidak dilaksanakannya
perjanjian yang telah disepakati atau ketidaksesuaian antara pelaksanaan
perjanjian dengan yang telah dijanjikan baik dalam waktu pelaksanaan maupun
jumlah yang telah ditentukan merupakan perbuatan wanprestasi. Perjanjian
dilaksanakan dengan mengacu pada KUHPerdata serta Peraturan
Perundang-Undangan yang berkaitan antara lain Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen. Perjanjian selayaknya memberi dampak pada
perlindungan hak dan kerugian yang harus dipikul oleh para pihak dalam
perjanjian.
Ketidakseimbangan dalam perjanjian tidak dikehendaki dan tidak dibenarkan
oleh hukum karena hukum bertujuan untuk memberikan keadilan dan mengayomi
semua pihak. Penentuan isi atau klausula-klausula yang layak, termasuk yang
diakui dan diwajibkan perlu dituangkan dalam suatu perundang-undangan atau
peraturan bagi pranata perjanjian sewa beli.
Salah satu klausula dalam perjanjian sewa beli kendaraan bermotor yang
sering menimbulkan masalah adalah klausula yang memberikan hak dan
kewenangan kepada perusahaan pembiayaan untuk melakukan penarikan
kendaraan secara sepihak sebagai bentuk penyelesaian terhadap wanprestasi oleh
pihak pembeli sewa. Penarikan kendaraan secara sepihak oleh perusahaan
karena dengan adanya penarikan kendaraan tersebut maka tidak jelas nasib
sejumlah besar uang muka dan semua angsurannya yang telah dibayarkan karena
dalam perjanjian yang disepakati, konsumendianggap telah melepaskan haknya
untuk mengajukan keberatan atas penarikan kendaraan.6
6
Yusuf Shofie, Perlindungan Konsumen dan Instrumen–Instrumen Hukumnya, Bandung, Citra Aditya Bhakti,2000, hlm. 212.
Perjanjian sewa beli kendaraan bermotor merupakan bentuk perjanjian yang
berbeda dengan perjanjian fidusia kendaraan bermotor. Undang-Undang Jaminan
Fidusia telah menegaskan bahwa parate eksekusi (eksekusi tanpa melalui putusan
pengadilan) dapat dilaksanakan oleh pihak pemberi fidusia karena sertifikat
fidusia memiliki irah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan yang Maha
Esa” yang memberikan kekuatan eksekutorial. Berbeda dengan perjanjian sewa
beli yang merupakan perjanjian yang tidak diberikan kewenangan untuk
melakukan parate eksekusi.
Perbedaan selanjutnya antara perjanjian fidusia dengan perjanjian sewa beli
adalah keharusan melakukan pendaftaran fidusia ke Kementerian Hukum dan
HAM sebagaimana diatur dalam Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Nomor 42
Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia sehingga memperoleh sertifikat fidusia
sedangkan perjanjian sewa beli merupakan perjanjian yang tidak memerlukan
pendaftaran. Perbedaan tersebut menunjukkan bahwa penyelesaian wanprestasi
untuk perjanjian sewa beli tidak dapat dilakukan serupa dengan perjanjian fidusia
sebagaimana selama ini terjadi dalam perjanjian sewa beli yaitu penyelesaian
wanprestasi dengan melakukan penarikan kendaraan oleh perusahaan pembiayaan
Ketegasan mengenai perbedaan penyelesaian wanprestasi dalam perjanjian
fidusia dengan perjanjian sewa beli kendaraan bermotor dapat pula dilihat dalam
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 130/PMK.010/2012
tentang Pendaftaran Jaminan Fidusia Bagi Perusahaan Pembiayaan yang
Melakukan Pembiayaan Konsumen Untuk Kendaraan Bermotor dengan
Pembebanan Jaminan Fidusia. Pasal 1 ketentuan ini menegaskan bahwa
perusahaan pembiayaan yang melakukan pembiayaan konsumen untuk kendaraan
bermotor dengan pembebanan jaminan fidusia wajib mendaftarkan jaminan
fidusia dimaksud pada Kantor Pendaftaran Fidusia, sesuai undang-undang yang
mengatur mengenai jaminan fidusia.
Selanjutnya dalam Pasal 3 Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia
Nomor 130/PMK.010/2012 tentang Pendaftaran Jaminan Fidusia Bagi Perusahaan
Pembiayaan yang Melakukan Pembiayaan Konsumen Untuk Kendaraan Bermotor
dengan Pembebanan Jaminan Fidusia ditegaskan bahwa perusahaan pembiayaan
dilarang melakukan penarikan benda jaminan fidusia berupa kendaraan bermotor
apabila Kantor Pendaftaran Fidusia belum menerbitkan sertifikat jaminan fidusia
dan menyerahkannya kepada Perusahaan Pembiayaan.
Ketentuan di atas menunjukkan bahwa penarikan kendaaraan bermotor pada
saat terjadinya wanprestasi hanya dapat dilakukan jika perjanjian pembelian
kendaraan bermotor tersebut dilakukan dengan perjanjian fidusia yang ditandai
dengan ciri pendaftaran fidusia pada Kanwil Hukum dan HakAsasi Manusia,
sedangkan untuk perjanjian pembelian kendaraan bermotor yang dilakukan
melalui perjanjian sewa beli, tidak boleh dilakukan penarikan kendaraan
Salah satu perusahaan penjualan kendaraan bermotor adalah PT. Jasa Motor
Jaya Belawan, dalam memberikan pelayanan terhadap konsumen, PT. Jasa Motor
Jaya Belawan (produsen) mempergunakan perjanjian baku (standard contract),
khususnya untuk melayani konsumendalam jumlah yang banyak mengenai barang
dan/atau jasa sejenis. Sebagaimana diketahui bahwa munculnya hukum perjanjian
dalam lalu lintas hukum, dilandasi oleh kebutuhan akan pelayanan yang efektif
dan efisien terhadap kegiatan yang bersifat transaksional. Dikarenakan PT. Jasa
Motor Jaya Belawan menyadari keterbatasan ekonomi masyarakat, maka PT. Jasa
Motor Jaya Belawan memberikan kemudahan dalam mendapatkan kendaraan
bermotor dengan cara angsuran dan menggunakan perjanjian sewa beli dimana
perjanjian tersebut memuat tentang hak dan kewajiban dari pihak penjual dan
pembeli.
PT. Jasa Motor Jaya Belawan, dalam melakukan jual beli menggunakan
bentuk perjanjian baku yang mengikat para pihak. Klausula-klausula dalam
perjanjian tersebut telah dibuat sebelumnya oleh salah satu pihak tanpa
melibatkan pihak yang lain, dan pihak yang lain tersebut tinggal menandatangani
saja perjanjian yang sudah disediakan. Pembeli atau konsumen menerima dan
memenuhi klausula-klausula yang telah dipersiapkan dengan risiko tidak akan
memperoleh barang yang menjadi obyek perjanjian, apabila ia tidak
menandatangani perjanjian. Perjanjian jual beli kendaraan bermotor yang ternyata
paling banyak dipakai dalam praktek dan sesuai dengan kemampuan keuangan
untuk dapat memiliki barang yang diinginkan tersebut. Dalam praktek perjanjian
jual beli , bukan merupakan perjanjian konsensual yang sekaligus diikuti dengan
muka belum ada dan barang belum diserahkan, maka pembeli belum merasa
dirinya terikat oleh perjanjian itu.
Akan tetapi tidak jarang konsumenmelakukan wanprestasi terhadap perjanjian
tersebut, yaitu dengan adanya penunggakan pembayaran, atau melakukan
pembayaran ganda selain itu adanya penarikan barang (obyek) menurut perjanjian
yang dilakukannya. Jika terjadi persoalan, umumnya yang ditarik adalah obyek
(kendaraan bermotor) dari perjanjian. Penarikan menurut undang-undang akan
memerlukan waktu yang relatif lama, karena harus melalui perintah hakim. Untuk
menghindari risiko tersebut, sering pihak penjual menempuh jalan pintas dengan
penarikan barang obyek jual beli (kendaraan bermotor) secara langsung melalui
debtcollector, sehingga lebih banyak risiko atau kerugian yang harus dipikul oleh
pembeli. Tentu hal ini tidak dikehendaki dan tidak dibenarkan oleh hukum, karena
hukum bertujuan untuk memberi keadilan dan mengayomi semua pihak.
Seiring dengan beragam dan banyaknya kendaraan bermotor yang beredar
telah menimbulkan padatnya kondisi lalu lintas dan risiko yang harus dihadapi
manusia juga semakin kompleks. Risiko yang mungkin terjadi pada kendaraan
bermotor seperti kecelakaan dan kehilangan kendaraan bermotor akibat berbagai
sebab. Satu hal yang harus disadari adalah bahwa dibalik risiko-risiko tersebut
terdapat mekanisme yang canggih, yang jika digunakan sebagaimana mestinya
dapat sangat meringankan kesulitan keuangan yang ditimbulkan. Mekanisme yang
dimaksud tersebut adalah Asuransi. Jadi asuransi adalah salah satu upaya untuk
menanggulangi berbagai risiko yang mungkin timbul dalam perjanjian sewa beli
Asuransi atau pertanggungan itu merupakan suatu perjanjian maka di
dalamnya paling sedikit tersangkut dua pihak. Pihak yang satu adalah pihak yang
seharusnya menanggung risikonya sendiri tetapi kemudian mengalihkannya
kepada pihak lain pihak pertama ini disebut sebagai tertanggung atau dengan kata
lain ialah pihak yang potensial mempunyai risiko. Sedangkan pihak yang lain
ialah pihak yang bersedia menerima risiko dari pihak pertama dengan menerima
suatu pembayaran yang disebut premi. Pihak yang menerima risiko pihak yang
satu tersebut disebut sebagai penanggung(biasanya perusahaan pertanggungan
atau asuransi).
Asuransi kendaraan bermotor adalah produk asuransi kerugian yang
melindungi tertanggung dari risiko kerugian yang mungkin timbul sehubungan
dengan kepemilikan dan pemakaian kendaraan bermotor. Sesuai dengan ketentuan
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian,
masing-masing bidang asuransi dikelola oleh perusahaan yang berbeda untuk beberapa
produk, seperti asuransi kesehatan dan asuransi kecelakaan diri dapat dikelola
baik oleh perusahaan asuransi kerugian maupun jiwa.
Disamping perlindungan dan jaminan, asuransi juga menawarkan berbagai
manfaat antara lain mendapatkan masukan-masukan yang berguna untuk
meminimalisasi terjadinya risiko. Umumnya, perusahaan asuransi memiliki tim
survei yang sudah berpengalaman untuk itu dapat memberikan rekomendasi
dalam memperkecil terjadinya risiko terhadap kepentingan yang diasuransikan.
Dalam hal sewa beli kendaraan PT. Jasa Motor Jaya Belawan hanya sebagai
Finance dan Asuransi yang dikeluarkan sebagai klaim asuransi adalah melalui
Asuransi Sinarmas.
Berdasarkan uraian di atas penulis merasa tertarik untuk menulis dan
melakukan pembahasan dalam skripsi dengan judul ”Tinjaun Hukum
Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor dengan Asuransi (Studi Pada PT.
Jasa Motor Jaya Belawan)”.
B. Permasalahan
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan yang
menjadi permasalahan dalam skripsi ini:
1. Bagaimana bentuk wanprestasi yang terdapat dalam perjanjian sewa beli
kendaraanbermotor?
2. Sejauh mana risiko-risiko yang terjadi dalam perjanjian sewa beli
kendaraanbermotor?
3. Bagaimanakah bentukpenyelesaian sengketa antara Kreditur dan Debitur
dengan Pihak Asuransi dalam Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor?
C. Tujuan Penulisan
Di dalam suatu penulisan pada umumnya mempunyai tujuan tertentu. Begitu
juga penulis disini sudahtentu tidak terlepas dari adanya tujuan tersebut. Adapun
tujuan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui bentuk wanprestasi dalam perjanjian sewa beli
2. Untuk mengetahui sejauh mana risiko yang terjadi dalam perjanjian sewa
beli kendaraan bermotor.
3. Untuk mengetahui bentuk penyelesaian sengketa antara kreditur dan
debitur dengan pihak asuransi dalam perjanjian sewa beli kendaraan
bermotor.
D. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Manfaat secara teoritis
Secara teoritis, skripsi ini dapat bermanfaat memberikan masukan
sekaligus menambah ilmu pengetahuan dan wawasan dalam dunia
akademis, khususnya tentang hal yang berhubungan dengan sewa beli
kendaraan bermotor.
2. Manfaat secara praktis
Secara praktis, penulisan skrispi ini dapat memperjelas tentang sewa beli
kendaraan bermotor yang menggunakan model perjanjian sewa beli
sehingga masyarakat dapat memperoleh secara kredit.
E. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penyusunan dan penulisan skripsi yang berjudul
Tinjauan Hukum Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor dengan Asuransi
(Studi pada PT Jasa Motor Jaya Belawan) adalah metode yuridis normatif dengan
Metode pendekatan secara kualitatif bermanfaat untuk melakukan analisis
data secara menyeluruh sehingga mendapatkan hasil yang lebih mendalam
mengenai penelitian yang dilakukan.
Pada penelitian dengan menggunakan metode normatif, pengumpulan
data-data dilakukan dengan cara mengambil sumber-sumber yang mendukung
penyusunan dan penulisan skripsi ini dengan bahan hukum primer yaitu sumber
hukum positif mengenai perjanjian sewa beli. Selanjutnya didukung oleh bahan
hukum sekunder yang berupa keterangan yang diperoleh dari skripsi, kamus
hukum, berbagai literatur di perpustakaan dan sebagainya, serta bahan hukum
tersier yang berupa data-data yang diambil melalui internet.
Selanjutnya untuk memperoleh data yang lain dalam penyusunan dan
penulisan skripsi ini dilakukan dengan cara observasi ke lapangan (studi riset).
F. Keaslian Penulisan
Penulisan skripsi yang berjudul ”Tinjaun Hukum Perjanjian Sewa Beli
Kendaraan Bermotor dengan Asuransi (Studi Pada PT Jasa Motor Jaya
Belawan)” adalah hasil karya penulis sendiri dan sehubungan dengan keaslian
judul skripsi ini telah dilakukan pemeriksaan yang dilakukan pada Perpustakaan
Fakultas Hukum USU.
G. Sistematika Penulisan
Penulisan ini dibuat secara terperinci dan sistematis agar memberikan
kemudahan bagi pembacanya dalam memahami maknanya dan memperoleh
dengan cara menguraikan sistematika penulisannya yang terdiri atas 5 (lima) bab
yaitu :
Bab I : PENDAHULUAN
Pada bab ini diuraikan mengenai pendahuluan sebagai pengantar
yang mengantarkan kita menuju uraian-uraian selanjutnya.
Pendahuluan ini berisikan tentang latar belakang penulisan,
rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metodologi
penelitian, keaslian penulisan dan sistematika penulisan.
Bab II : TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN
Pada bab ini membahas tentang tinjauan umum tentang perjanjian
terdiri dari pengertian perjanjian pada umumnya, syarat-syarat
sahnya perjanjian, asas-asas perjanjian, akibat-akibat perjanjian,
dan bentuk-bentuk perjanjian.
Bab III : TINJAUAN UMUM PERJANJIAN SEWA BELI DENGAN
ASURANSI KENDARAAN BERMOTOR
Pada bab ini diuraikan tentang tinjauan umum perjanjian sewa beli
dan asuransi kendaraan bermotor yang didalamnya mengenai dua
hal yakni perjanjian sewa beli pada umumnya yang membahas
tentang pengertian perjanjian sewa beli, hak dan kewajiban para
pihak dalam perjanjian sewa beli, bentuk dan isi perjanjian sewa
beli serta berakhirnya perjanjian sewa beli dan hal yang kedua
yakni mengenai asuransi kendaraan bermotor yang menerangkan
bermotor, berakhirnya asuransi kendaraan bermotor serta manfaat
asuransi kendaraan bermotor.
Bab IV : TINJAUAN HUKUM PERJANJIAN SEWA BELI
KENDARAAN BERMOTOR DENGAN ASURANSI
Pada bab ini menguraikan tentang bentuk wanprestasi dalam
perjanjian sewa beli kendaraan bermotor, sejauh mana risiko yang
terjadi dalam perjanjian sewa beli kendaraan bermotor, danbentuk
penyelesaian sengketa antara kreditur dandebitur dengan pihak
asuransi dalam perjanjian sewa beli kendaraan bermotor.
Bab V : KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini merupakan bagian penutup dalam skripsi yang
berisikan mengenai kesimpulan dari hasil penelitian dan