BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Motor Induksi
Motor induksi merupakan motor arus bolak-balik (AC) yang paling luas
digunakan dan dapat dijumpai dalam setiap aplikasi industri maupun rumah
tangga. Penamaannya berasal dari kenyataan bahwa arus rotor motor ini bukan
diperoleh dari sumber tertentu, tetapi merupakan arus yang terinduksi sebagai
akibat adanya perbedaan relatif antara putaran rotor dengan medan putar (rotating
magnetic field) yang dihasilkan arus stator [1].
Motor induksi sangat banyak digunakan di dalam kehidupan sehari-hari
baik di industri maupun di rumah tangga. Motor induksi yang umum dipakai
adalah motor induksi 3-fase dan motor induksi 1-fase. Motor induksi 3-fase
dioperasikan pada sistem tenaga 3-fase dan banyak digunakan di dalam berbagai
bidang industri dengan kapasitas yang besar. Motor induksi 1-fase dioperasikan
pada sistem tenaga 1-fase dan banyak digunakan terutama untuk peralatan rumah
tangga seperti kipas angin, lemari es, pompa air, mesin cuci dan sebagainya
karena motor induksi 1-fase mempunyai daya keluaran yang rendah. Bentuk
gambaran motor induksi 3-fasa diperlihatkan padagambar 3.1.
a) Bentuk fisik b) Motor induksi dilihat ke dalam
2.2. Konstruksi Motor Induksi
Motor induksi pada dasarnya mempunyai 3 bagian penting seperti yang di
perlihatkan pada gambar 3.3 sebagai berikut.
1. Stator: Merupakan bagian yang diam dan mempunyai kumparan yang
dapatmenginduksikan medan elektromagnetik kepada kumparan rotornya.
2. Celah: Merupakan celah udara: Tempat berpindahnya energi dari startor
ke rotor.
3. Rotor: Merupakan bagian yang bergerak akibat adanya induksi magnet
dari kumparan stator yang diinduksikan kepada kumparan rotor.
a) Stator dan rotor sangkar b) Rotor belitan
Gambar 2.2 Bentuk konstruksi dari motor induksi
Diantara stator dan rotor terdapat celah udara yang merupakan ruangan
antara stator dan rotor. Pada celah udara ini lewat fluks induksi stator yang
memotong kumparan rotor sehingga meyebabkan rotor berputar. Celah udara
yang terdapat antara stator dan rotor diatur sedemikian rupa sehingga didapatkan
hasil kerja motor yang optimum. Bila celah udara antara stator dan rotor terlalu
antara celah terlalu kecil/sempit akan menimbulkan kesukaran mekanis pada
mesin. Bentuk gambaran sederhana bentuk alur / slot pada motor induksi
diperlihatkan pada gambar 2.3 dan gambaran sederhana penempatan stator dan
rotor pada motor induksi diperlihatkan pada gambar 2.4.
Gambar 2.3Gambaran sederhana bentuk alur / slot pada motor induksi
2.3. Medan Putar
Perputaran motor pada arus bolak-balik ditimbulkan oleh adanya medan
putar (fluks yang berputar) yang dihasilkan dalam kumparan statornya. Medan
putar ini terjadi apabila kumparan stator dihubungkan dalam fasa banyak,
umumnya phasa tiga [1].
Misalkan kumparan a – a; b – b; c – c dihubungkan 3 fasa, dengan beda
fasa masing-masing 1200 (Gambar 2.5a) dan dialiri arus bolak-balik. Distribusi
arus ia, ib, ic sebagai fungsi waktu adalah seperti gambar 2.5b. Pada keadaan t1, t2,
t3, dan t4 fluks resultan yang ditimbulkan oleh kumparan tersebut masing-masing
adalah seperti Gambar 2.5.
Pada t1 fluks resultan mempunyai arah sama dengan arah fluks
yangdihasilkan oleh kumparan a – a; sedangkan pada t2, fluks resultannya
mempunyai arah sama dengan arah fluks yang dihasilakan oleh kumparan c – c;
dan untuk t3 fluks resultan mempunyai arah sama dengan fluks yang dihasilkan
oleh kumparan b – b. Untuk t4, fluks resultannya berlawanan arah dengan fluks
resultan yang dihasilkan pada saat t1 keterangan ini akan lebih jelas pada analisa
Gambar 2.5(a) Kumparan a-a; b-b; c-c dihubungkan 3 fasa
(b) Arus tiga phasa setimbang
(c) Medan putar pada motor induksi tiga phasa
Dari gambar diatas terlihat fluks resultan ini akan berputar satu kali. Oleh
karena itu untuk mesin dengan jumlah kutub lebih dari dua, kecepatan sinkron
dapat diturunkan sebagai berikut:
= 120 (2.1)
Dimana:
ns = Kecepatan sinkron (Rpm)
f = frekuensi ( Hz )
p = jumlah kutub
2.4. Slip
Motor induksi tidak dapat berputar pada kecepatan sinkron. Seandainya
hal ini terjadi, maka rotor akan tetap diam relatif terhadap fluksi yang berputar.
Maka tidak akan ada ggl yang diinduksikan dalam rotor, tidak ada arus yang
mengalir pada rotor, dan karenanya tidak akan menghasilkan kopel. Kecepatan
adanya tegangan induksi pada rotor, dan akan menghasilkan arus di rotor, arus
induksi ini akan berinteraksi dengan fluks listrik sehingga menghasilkan kopel.
Selisih antara kecepatan rotor dengan kecepatan sinkron disebut slip (s). Slip
dapat dinyatakan dalam putaran setiap menit, tetapi lebih umum dinyatakan
sebagai persen dari kecepatan sinkron.
Slip s = − × 100% (2.2)
Dimana: n r = n kecepatan rotor (RPM)
Persamaan (2.2) di atas memberikan imformasi yaitu:
1. Saat s = 1 dimana nr = 0, ini berati rotor masih dalam keadaan diam atau
akanberputar.
2. s = 0 menyatakan bahwa ns = nr, ini berarti rotor berputar sampai kecepatan
sinkron. Hal ini dapat terjadi jika ada arus dc yang diinjeksikan ke belitan
rotor, atau rotor digerakkan secara mekanik.
3. 0 < s < 1, ini berarti kecepatan rotor diantara keadaan diam dengan
kecepatan sinkron. Kecepatan rotor dalam keadaan inilah dikatakan
kecepatan tidak sinkron.
2.5. Prinsip Kerja Motor Induksi Tiga Phasa
Ketika medan magnetik memotong konduktor rotor, di dalam konduktor
tersebut akan diinduksikan ggl yang sama seperti ggl yang diinduksikan dalam
lilitan sekunder transformator oleh fluksi primer. Rangkaian rotor merupakan
rangkaian tertutup, baik melalui cincin ujung maupun tahanan luar. Ggl induksi
aliran arus pada konduktor rotor di dalam medan magnet yang dihasilkan stator,
maka akan dibangkitkan gaya (F) yang bekerja pada motor.
Untuk memperjelas prinsip kerja motor induksi tiga phasa, maka dapat
dijabarkan dalam beberapa langkah berikut:
1. Pada keadaan beban nol ketiga phasa stator yang terhubung dengansumber
tegangan tiga phasa yang setimbang akan menghasilkan arus pada
tiapbelitanphasa arus pada tiap phasa menghasilkan fluksi bolak – balik
yang berubah -ubah.
2. amplitudo fluksi yang dihasilkan berubah secara sinusoidal dan
arahnyategak lurus terhadap belitanphasa
3. akibat fluksi yang berputar timbul ggl pada stator motor yang besarnya :
�1 =− � (2.3)
�1 = 4.44 1� (2.4)
4. Resultan dari ketiga fluksi bolak – balik tersebut menghasilkan medanputar
yang bergerak dengan kecepatan sinkron ns yang besarnya ditentukanoleh
jumlah kutub p dan frekuensi stator f yang dirumuskan:
=120 (2.5)
5. Fluksi yang berputar tersebut akan memotong batang konduktor padarotor.
Akibatnya pada kumparan rotor timbul tegangan induksi sebesar
E2yangbesarnya
�2 = 4.44 2� (2.6)
Dimana:
N2 = jumlahlilitanrotor
Φm = fluksi maksimum(Wb)
6. karena kumparan rotor merupakan rangkaian tertutup, maka ggl
tersebutakan menghasilkan arusI2
7. adanya arus I2 di dalam medan magnet akan menimbulkan gaya F
padarotor
8. Bila kopel mula yang dihasilkan oleh gaya F cukup besar untukmemikul
kopel beban, rotor akan berputar searah dengan medan putarstator.
9. Perputaran rotor akan semakin meningkat hingga mendekatikecepatan
sinkron. Perbedaan kecepatan medan putar stator (ns) dengan
kecepatanrotor (nr) disebut slip (s) dan dinyatakan dengan:
= − � 100% (2.7)
10.Pada saat rotor dalam keadaan berputar, besarnya tegangan yang terinduksi
pada kumparan rotor akan bervariasi tergantung besarnya slip.Tegangan
induksi ini dinyatakan dengan E2s yang besarnya:
�2 = 4.44 2� (2.8)
Dimana:
E2s = tegangan induksi rotor dalam keadaan berputar (volt)
f2 = sf = frekuensi rotor (frekuensi tegangan induksi pada rotor dalam
keadaan berputar)
11.Bila ns = nr, tegangan tidak akan terinduksi dan arus tidak akan
akandihasilkan jika nr<ns.
2.6. Rangkaian Ekivalen Motor Induksi
Untuk mempermudah analisis motor induksi, digunakan metoda rangkaian
ekivalen per-fasa. Motor induksi dapat dianggap sebagai transformator dengan
rangkaian sekunder berputar. Rangkaian ekivalen statornya dapat digambarkan
sebagai berikut:
Gambar 2.6 Rangkaian ekivalen stator motor induksi
Dimana:
I0= arus eksitasi (Amper)
V1 = tegangan terminal stator (Volt)
E1= ggl lawan yang dihasilkan oleh fluks celah udara resultan (Volt)
I1 = arus stator (Ampere)
R1= tahanan efektif stator (Ohm)
X1= reaktansi bocor stator (Ohm)
Arus stator terbagi atas 2 komponen, yaitu komponen arus beban dan
tambahan yang diperlukan untuk menghasilkan fluksi celah udara resultan, dan
merupakan fungsi ggm E1.
Komponen arus penguat I0 terbagi atas komponen rugi – rugi inti IC yang
sefasa dengan E1 dan komponen magnetisasi IM yang tertinggal 900 dari E1.
Hubungan antara tegangan yang diinduksikan pada rotor sebenarnya
(Erotor) dan tegangan yang diinduksikan pada rotor ekivalen (E2S) adalah:
�2
Dimana a adalah jumlah lilitan efektif tiap fasa pada lilitan stator yang banyaknya
a kali jumlah lilitan rotor.
Bila rotor – rotor diganti secara magnetik, lilitan – ampere masing – masing harus
sama, dan hubungan antara arus rotor sebenarnya Irotor dan arus I2S pada rotor
ekivalen adalah:
�2 = � (2.11)
Sehingga hubungan antara impedansi bocor frekuensi slip Z2S dari rotor ekivalen
dan impedansi bocor frekuensi slip Zrotor dari rotor sebenarnya adalah:
2 = ��2
2 = 2�
� = 2 (2.12)
Nilai tegangan, arus dan impedansi tersebut diatas didefinisikan sebagai nilai yang
Z2s=impedansi bocor rotor frekuensi slip tiap fasa dengan referensi ke stator
(Ohm).
R2 = tahanan efektif referensi (Ohm)
sX2 = reaktansi bocor referensi pada frekuensi slip X2 didefinisikan
sebagai harga reaktansi bocor rotor dengan referensi frekuensi stator (Ohm).
Reaktansi yang didapat pada Persamaan (2.9) dinyatakan dalam cara yang
demikian karena sebanding dengan frekuensi rotor dan slip. X2 Jadi didefinisikan
sebagai harga yang akan dimiliki oleh reaktansi bocor pada rotor dengan patokan
pada frekuensi stator.
Pada stator ada gelombang fluks yang berputar pada kecepatan sinkron.
Gelombang fluks ini akan mengimbaskan tegangan pada rotor dengan frekuensi
slip sebesar E2s dan ggl lawan stator E1. Bila bukan karena efek kecepatan,
tegangan rotor akan sama dengan tegangan stator, karena lilitan rotor identik
dengan lilitan stator. Karena kecepatan relatif gelombang fluks terhadap rotor
adalah s kali kecepatan terhadap stator, hubungan antara ggl efektif pada stator
dan rotor adalah:
�2 = �1 (2.14)
Gelombang fluks magnetik pada rotor dilawan oleh fluks magnetik yang
dihasilkan komponen beban I2dari arus stator, dan karenanya, untuk harga efektif
�2 = �2 (2.15)
Dengan membagi Persamaan (2.14) dengan Persamaan (2.15) didapatkan:
�2
�2 =
�1
�2 (2.16)
Didapat hubungan antara Persamaan (2.15) dengan Persamaan (2.16), yaitu
�2
�2 =
�1
�2 = 2+ �2
Dengan membagi Persamaan (2.17) dengan s, maka didapat
�1
�2 =
2+ �
2 (2.18)
Dari Persamaan (2.14) maka dapat digambarkan rangkaian ekivalen pada rotor
Gambar 2.7Rangkaian ekivalen pada rotor motor induksi.
2
= 2+ 2− 2
2
= 2 − 2 1
− 1 (2.19)
Dari penjelasan mengenai rangkaian ekivalen pada stator dan rotor di atas,
maka dapat dibuat rangkaian ekivalen motor induksi tiga fasa pada masing –
masing fasanya. Perhatikan Gambar 2.8 di bawah ini.
Gambar 2.8Rangkaian ekivalen motor induksi tiga fasa
Untuk mempermudah perhitungan maka rangkaian ekivalen pada Gambar 2.8
diatas dapat dilihat dari sisi stator, rangkaian ekivalen motor induksi tiga fasa akan
Gambar 2.9Rangkaian ekivalen dilihat dari sisi stator motor induksi Atau seperti Gambar 2.10 berikut:
Gambar 2.10 Rangkaian ekivalen dilihat dari sisi stator motor induksi Dimana:
�`2 = 2�2
`2 = 2 2
Dalam teori transformator-statika, analisis rangkaian ekivalen sering
disederhanakan dengan mengabaikan seluruh cabang penalaran atau melakukan
pendekatan dengan memindahkan langsung ke terminal primer. Pendekatan
demikian tidak dibenarkan dalam motor induksi yang bekerja dalam keadaan
normal, karena adanya celah udara yang menjadikan perlunya suatu arus
peneralan yang sangat besar (30% sampai 40% dari arus beban penuh) dan karena
reaktansi bocor juga perlu lebih tinggi. Untuk itu dalam rangkaian ekivalen Rc
Gambar 2.11Rangkaian ekivalen dari motor induksi
2.7. Aliran Daya Motor Induksi
Pada motor induksi, tidak ada sumber listrik yang langsung terhubung ke
rotor, sehingga daya yang melewati celah udara sama dengan daya yang
diinputkan ke rotor. Daya total yang dimasukkan pada kumparan stator (Pin)
dirumuskan dengan
= 3�1�1cos (Watt) (2.20)
Dimana:
V1 = tegangan sumber (Volt)
I1 = arus masukan(Ampere)
θ = perbedaan sudut fasa antara arus masukan dengan tegangan sumber
Daya listrik disuplai ke stator motor induksi diubah menjadi daya mekanik
pada poros motor. Berbagai rugi – rugi yang timbul selama proses konversi energi
listrik antara lain:
1. Rugi – rugi tetap (fixed losses), terdiri dari:
rugi – rugi inti stator (Pi)
= 3.�12(Watt) (2.21)
2. Rugi – rugi variabel, terdiri dari:
rugi – rugi tembaga stator (Pts)
= 3 .�12 . 1(Watt) (2.22)
rugi – rugi tembaga rotor (Ptr)
= 3 .�12 . 2 (Watt) (2.23)
Daya pada celah udara (Pcu) dapat dirumuskan dengan:
= + − (Watt) (2.24)
Gambar 2.15 menunjukkan aliran daya pada motor induksi tiga fasa:
Gambar 2.12Diagram aliran daya motor induksi
2.8. Effisiensi Motor Induksi Tiga Phasa
Effisiensi dari suatu motor induksi didefiniikan sebagai ukuran
keeffektifan motor induksi untuk mengubah energy listrik menjadi energy
mekanik yang dinyatakan sebagai perbandingan/rasio daya output (keluaran)
dengan daya input (masukan), atau dapat juga dirumuskan dengan:
ƞ= =
+ + × 100 % (2.25)
Dari persamaan di atas dapat dilihat bahwa effisiensi motor tergantung
menentukan effisiensi motor induksi bergantung pada dua hal apakah motor itu
dapat dibebani secara penuh atau pembebanan simulasi yang harus digunakan.
Effisiensi dari motor induksi dapat diperoleh dengan melakukan pengujian
beban nol dan pengujian hubung singkat. Dari pengujian beban nol akan diperoleh
rugi-rugi rotasi yang terdiri dari rugi-rugi mekanik dan rugi-rugi inti. Rugi-rugi
tembaga stator tidak dapat diabaikan sekalipun motor berbeban ringan ataupun
tanpa beban. Persamaan yang dapat digunakan untuk motor tiga phasa ini adalah:
= 3�1�1cos − 3�12 1 (2.26)
Dari kedua rumus diatas dapat dinyatakan bahwa rugi-rugi daya sama
dengan totaql daya input rugi tembaga stator. Situasi ini tepat karena rotor tidak
dibebani sewaktu sedang beroperasi sehingga slipnya sangat kecil oleh karena itu
harus, dan rugi-rugi tembaga rotor diabaikan.
Dari pengujian hubung singkat akan dihasilkan parameter rotor. Daya total
yang dialirkan ke motor sewaktu tegangan dikurangi selama pengujian ini,
didissipasikan dalam rugi-rugi tembaga stator dan rugi-rugi tembaga rotor.
2.9. Penentuan Parameter Motor Induksi
Data yang diperlukan untuk menghitung performansi dari suatu motor
induksi dapat diperoleh dari hasil pengujian tanpa beban, dan penentuan efisiensi
kerja motor tersebut.
2.9.1. Pengujian Tanpa Beban (No Load Test)
Pengujian tanpa beban pada motor induksi akan memberikan keterangan
berupa besarnya arus magnetisasi dan rugi – rugi tanpa beban. Biasanya pengujian
tersebut dilakukan pada frekuensi yang diizinkan dan dengan tegangan tiga phasa
diambil pada tegangan yang diizinkan setelah motor bekerja cukup lama, agar
bagian – bagian yang bergerak mengalami pelumasan sebagaimanamestinya. Rugi
– rugi rotasional keseluruhan pada frekuensi dan tegangan yang diizinkan pada
waktu dibebani biasanya dianggap konstan dan sama dengan rugi – rugi tanpa
beban.
Pada keadaan tanpa beban, besarnya arus rotor sangat kecil dan hanya
diperlukan untuk menghasilkan torsi yang cukup untuk mengatasi gesekan.
Karenanya rugi – rugi I2R tanpa beban cukup kecil dan dapat diabaikan.
Padatransformator rugi – rugi I2R primernya tanpa beban dapat diabaikan, akan
tetapi rugi – rugi stator tanpa beban motor induksi besarnya cukup berarti karena
arus magnetisasinya lebih besar. Besarnya rugi – rugi rotasional PR pada keadaan
kerja normal adalah:
R1 = tahanan stator tiap phasa (ohm)
Karena slip pada keadaaan tanpa beban sangat kecil, maka akan
mengakibatkan tahanan rotor R2/s sangat besar. Sehingga cabang paralel rotor dan
cabang magnetisasi menjadi jXM di shunt dengan suatu tahanan yang sangat
besar,dan besarnya reaktansi cabang paralel karenanya sangat mendekati XM.
Sehingga besar reaktansi yang tampak Xnl yang diukur pada terminal stator pada
keadaantanpa beban sangat mendekati X1 + XM, yang merupakan reaktansi sendiri
Xnl = X1+ XM (2.28)
Maka besarnya reaktansi diri stator, dapat ditentukan dari pambacaan alat
ukur pada keadaan tanpa beban. Untuk mesin tiga phasa yang terhubung Y
besarnya impedansi tanpa beban Znl/ phasa:
Znl = Vnl
3Inl
(2.29)
Di mana Vnl merupakan tegangan line, pada pengujian tanpa beban.
Besarnya tahanan pada pengujian tanpa beban Rnl adalah:
Rnl =
Sewaktupengujian beban nol, maka rangkaian ekivalen motor induksi
seperti gambar 2.6.1 berikut:
Gambar 2.13 Rangkaian ekivalen motor induksi pada percobaan beban nol
2.9.2 Pengujian Rotor Tertahan ( Block Rotor Test)
Pengujian ini bertujuan untuk menentukan parameter – parameter motor
induksi, dan biasa juga disebut dengan locked rotor test. Pada pengujian ini rotor
dikunci/ditahan sehingga tidak berputar.
yang mengalir diatur mendekati beban penuh. Ketika arus telah menunjukkan nilai
beban penuhnya, maka tegangan, arus, dan daya yang mengalir ke motor diukur.
Rangkaian ekivalen untuk pengujian ini ada pada gambar 2.14
Gambar 2.14 Rangkaian ekivalen motor induksi pada percobaan block rotor test Saat pengujian ini berlangsung s = 1 dan tahanan rotor R2/s = R2. Karena
nilai R2 dan X2 begitu kecil, maka arus input akan seluruhnya mengalir melalui
tahanan dan reaktansi tersebut. Oleh karena itu, kondisi sirkit pada saat ini terlihat
seperti kombinasi seri X1, R1, X2, dan R2. Sesudah tegangan dan frekuensi diatur,
arus yang mengalir pada motor diatur dengan cepat, sehingga tidak timbul
kenaikan temperatur pada rotor dengan cepat. Daya input yang diberikan kepada
motor adalah:
= 3� �� (2.32)
Dimana:
VT = tegangan line pada saat pengujian berlansung
IL= arus line pada saat pengujian berlangsung
= �
3�� (2.33)
Dimana ZBR = impedansi hubung singkat
= + �
Tahanan block rotor:
= 1+ 2 (2.35)
Sedangkan reaktansi block rotor X’BR = X1’ + X2’
X1’ + X2’ adalah reaktansi stator dan rotor pada frekuensi pengujian
2 = − 1 (2.36)
Nilai dari R1 ditentukan dari test DC. Karena reaktansi berbanding
langsung dengan frekuensi, maka reaktansi ekivalen total (XBR) pada saat
frekuensi operasi normal
� = ��′ =�1+�2 (2.37)
Untuk memisahkan harga X1 dan X2, maka dapat digunakan tabel 2.1
Tabel 2.1 Distribusi reaktansi X1dan X2 pada berbagai desain motor induksi
Desain Kelas X1 X2
A 0.5 XBR 0.5 XBR
B 0.4 XBR 0.6 XBR
C 0.3 XBR 0.7 XBR
D 0.5 XBR 0.5 XBR
Rotor Belitan 0.5XBR 0.5XBR
2.10. Tegangan Tidak Seimbang
Dalam sistem tiga phasa yang seimbang,tegangan line to netral memiliki
magnitude yang sama dan tiap – tiap sudut phasanya berbeda 120 derajat satu
sama lain. Apabila terdapat tegangan tiga phasa yang magnitudnya tidak sama dan
sudut fasanya mengalami pergeseran sehingga tidak berbeda 120 derajat satu
Penyebab tegangan tidak seimbang termasuk impedansi saluran transmisi
dan saluran distribusi yang tidak sama, distribusi beban – beban satu phasa yang
tidak merata dalam jumlah besar, dan lain – lain. Ketika beban tiga phasa
seimbang dihubungkan dengan sistem suplai yang tidak seimbang, maka arus
yang dialirkan ke beban juga tidak seimbang. Oleh karena itu sangat sulit / tidak
mungkin untuk menyediakan suatu sistem suplai seimbang yang sempurna kepada
konsumen, sehingga perlu dilakukan berbagai upaya untuk meminimalisasi
ketidakseimbangan tegangan untuk mereduksi pengaruhnya pada beban – beban
konsumen.
i ii
Gambar 2.15 (i) diagram vector tegangan seimbang; (ii) diagram vector tegangan tidak seimbang
Metode yang biasa digunakan dalam menganalisa baik arus ataupun
tegangan dalam keadaaan tidak seimbang adalah dengan menggunakan
komponen-komponen simetris yaitu suatu metode yang secara matematis
memecahkan suatu sistem yang tidak seimbang menjadi tiga buah sistem yang
seimbang. Sistem tersebut adalah urutan positif, urutan negatif dan urutan nol.
Untuk sistem yang seimbang sempurna, maka sistem urutan negatife dan urutan
i ii iii
Gambar 2.16 Diagram vector urutan positif (i); diagram vector urutan negatif (ii);diagram vector urutan nol (iii)
Sistem urutan ini dapat dilukiskan secara fisika. Arah perputaran dari
motor induksi tiga phasa ketika diaplikasikan dengan tegangan urutan negatif
akan berlawanan arah dengan arah perputaran motor induksi sewaktu
diaplikasikan dengan tegangan urutan positif. Sementara itu sistem urutan nol
tidak akan menimbulkan perputaran pada motor induksi, karena tidak ada
pebedaan phasa pada ketiga tegangannnya, sehinggan tidak akan dibangkitkan
medan putar.
Oleh karena itu, ada dua defenisi ketidakseimbangan pada komponen –
komponen simetris, yaitu:Faktor ketidakseimbangan urutan negatif = �2 �1 dan
Faktor ketidakseimbangan urutan nol = �0
�1 dimana (V1, V2, V0 adalah sistem
urutan positif, urutan negative, dan urutan nol). Sistem arus urutan nol tidak dapat
mengalir pada sistem tiga phasa, misalnya motor induksi. Oleh karena itu factor
ketidakseimbangan urutan nol itu sering diabaikan. Adapun ketidakseimbangan
tegangan urutan negatif menunjuk pada besarnya tegangan yang mencoba untuk
memutar arah motor induksi tiga phasa pada arah yang berlawanan terhadap yang
Adapun faktor ketidakseimbangan urutan negatif menurut IEC 60034 – 26 [2]
VLL = tegangan line-line yang tertinggi
Vll = tegangan rata-rata dari tegangan line
Sesuai dengan rumusan yang telah diberikan, dapat dilihat bahwa definisi
tegangan tidak seimbang yang diberikan NEMA menghindari penakaian aljabar
kompleks, sehingga kedua rumusan tersebut akan memberikan hasil yang berbeda.
Contoh jika tegangan tidak seimbang
Maka menurut persamaan 2.42 dan 2.43, maka besarnya Vab1 dan Vab2
adalah:
� 1 = 404.625∠2.89 � 2 = 50.217∠−23.98 (2.43)
Maka besarnya ketidakseimbangan menurut IEC adalah
% = 50.217
404.625� 100 = 12.41 % (2.44)
Sedangkan menurut NEMA adalah:
% voltage unbalance = 43.8
406.2x 100 = 10.78 % (2.45)
Tegangan tidak setimbang dalam persentase yang kecil akan menghasilkan
arus tidak seimbang dalam jumlah besar, yang mana hal ini akan menimbulkan
kenaikan temperatur pada motor. Jika tegangan yang tidak setimbang menyuplai
motor induksi, maka daya kuda nominal dari motor harus dikalikan dengan suatu
faktor seperti yang ditunjukkan gambar 2.17
Gambar 2.17 Kurva penurunan rating motor induksi (NEMA)
mampu menangani ketidaksetimbangan tegangan 1%, dan selanjutnya akan
menurun terganntung pada tingkat ketidaksetimbangan. Operasi pada motor pada
harga ketidaksetimbangan tegangan di atas 5% tidak diizinkan.
2.11. Metode Pengukuran Temperatur Motor Induksi
National Electrical Manufacturing Association (NEMA) mendefinisikan
temperature rise adalah kenaikan temperatur diatas temperature ambient.
Temperature ambient yaitu temperatur udara disekeliling motor atau dapat
dikatakan sebagai suhu ruangan. Penjumlahan dari temperature rise dan
temperature ambient adalah panas keseluruhan panas pada motor. Kelas isolasi
temperature pada motor induksi dijelaskan oleh tabel berikut (temperature
ambient tidak lebih dari 400C):
Tabel 2.2 Temperature rise for large motors with 1.0 sevice factor
No Motor Rating
Faktor penyebab rusaknya isolasi winding adalah panas yang berlebih
pada motor, panas berlebih yang berlangsung lama pada lilitan akan menyebabkan
stress pada lilitan dan isolasi kawat menjadi rapuh. Jika dibiarkan terlalu lama
munculnya partial discharge maka proses penuaan isolasi akan semakin cepat.
Berdasarkan penelitian NEMA usia dari isolasi winding akan berkurang
setengahnya setiap kenaikan 100C dari kondisi normal kerja motor. Akan tetapi
jika motor harus beroperasi 400C di atas temperature normal maka umur
isolasinya menjadi 1/16 dari umur normal yang diperkirakan. Oleh sebab itu
motor- motor listrik yang digunakan pada dunia industri menggunakan alat
proteksi untuk mengatasi panas lebih pada motor seperti thermal overload relay.
Sehingga apabila terjadi overheating pada motor relai akan segera bekerja
sehinngga dapat meminimalkan kerusakan pada isolasi motor.
Berikut ini adalah metode dalam menentukan temperatur motor induksi [4] yaitu:
a. Menggunakan thermometer infrared
Metode ini adalah penentuan suhu dengan sensor suhu, atau dengan
thermometer infrared, dengan metode ini instrumen diterapkan pada bagian
terpanas dari mesin yang dapat diakses.
b. Mengunakan Embedded Detector
Motor yang menggunakan embedded detector pada lilitannya dapat
dimonitor langsung output yang dideteksi pada peralatan,output temperature yang
ditunjukkan adalah temperature terpanas dimana lokasi sensor diletakkan.
Perbedaan antara embedded detector dengan thermometer infrared yaitu
embedded detector tertanam di lilitan stator motor sedangkan thermometer
infrared dapat diletakkan dimana saja bagian motor yang paling panas yang
mudah diakses.
Metode digunakan untuk motor yang tidak memiliki embedded detector
seperti thermocouple atau resistance temperature detectors (RTDs). Kelebihan
metode ini yaitu dapat dilakukan tanpa harus membongkar kerangka motor
Penentuan temperature dengan metode ini yaitu dengan membandingkan
tahanan lilitan motor pada temperature yang ingin ditentukan (pada saat motor
panas) dengan tahanan yang sudah diketahui temperaturnya (temperature
ambient). Temperature tahanan yang ingin ditentukan dapat dihitung dengan
persamaaan:
= + − + (2.46)
Dimana: Tt : Temperatur total lilitan (oC)
Tb : Temperatur pada saat motor dingin (oC)
Rt : Tahanan pada saat motor panas (ohm)
Rb : Tahanan pada saat motor dingin (ohm)
K : 234.5 (konstanta untuk bahan tembaga) (oC)