• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perjanjian Pemasangan Instalasi Pipa Air Minum Antara Pdam Tirtanadi Dengan Pihak Kontraktor (CV. Indra Utama)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perjanjian Pemasangan Instalasi Pipa Air Minum Antara Pdam Tirtanadi Dengan Pihak Kontraktor (CV. Indra Utama)"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PEMASANGAN INSTALASI PIPA AIR MINUM SEBAGAI SUATU PERJANJIAN MENURUT KUH PERDATA

A. Pengertian Perjanjian Atau Perikatan

Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst,

Pasal 1313 KUHPerdata menyatakan suatu persetujuan adalah suatu perbuatan

dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain

atau lebih. Perjanjian atau persetujuan (overeenkomst) yang dimaksud dalam Pasal

1313 KUHPerdata hanya terjadi atas izin atau kehendak (toestemming) dari semua

mereka yang terkait dengan persetujuan itu, yaitu mereka yang mengadakan

persetujuan atau perjanjian yang bersangkutan.9

Menurut Setiawan perjanjian adalah suatu perbuatan hukum dimana satu

orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap

satu orang atau lebih.

Dalam membuat sebuah

pengertian tentang perjanjian, setiap sarjana mempunyai pendapat yang

berbeda-beda mengenai definisi perjanjian.

10

Menurut Subekti perjanjian adalah suatu peristiwa dimana

seseorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji

untuk melaksanakan suatu hal itu.11

Menurut Wirjono Prodjodikoro perjanjian adalah suatu perbuatan hukum

mengenai harta benda kekayaan antara dua pihak, dalam mana satu pihak berjanji

9

Komar Andasasmita, Notaris II Contoh Akta Otentik Dan Penjelasannya, Cetakan 2, (Bandung: Ikatan Notaris Indonesia Daerah Jawa Barat, 1990), hlm. 430

10

Apit Nurwidijanto, Pelaksanaan Perjanjian Pemborongan Bangunan Pada Puri

Kencana Mulya Persada di Semarang, Tesis Ilmu Hukum, Universitas Diponogoro, 2007, hlm. 41

11

(2)

atau dianggap tidak berjanji untuk melakukan sesuatu, atau tidak melakukan suatu

hal, sedangkan pihak lain menurut pelaksanaan sesuatu hal itu.12

Menurut Mariam Darus Badrulzaman perjanjian adalah suatu perhubungan

yang terjadi antara dua orang atau lebih, yang terletak dalam bidang harta

kekayaan, dengan mana pihak satu berhak atas prestasi dan pihak lain wajib

memenuhi kewajiban itu.13

1. Perjanjian dalam arti luas, adalah setiap perjanjian yang menimbulkan akibat

hukum sebagaimana yang telah dikehendaki oleh para pihak, misalnya

perjanjian tidak bernama atau perjanjian jenis baru.

Handri Rahardjo mengatakan secara garis besar perjanjian dapat

dibedakan menjadi 2, yaitu :

2. Perjanjian dalam arti sempit, adalah hubungan-hubungan hukum dalam

lapangan harta kekayaan seperti yang dimaksud dalam Buku III KUHPerdata.

Misalnya, perjanjian bernama.14

Handri Raharjo mengatakan perikatan adalah hubungan hukum antara dua

pihak dalam lapangan harta kekayaan dengan pihak yang satu berhak atas prestasi

dan pihak yang lain berkewajiban berprestasi. Yang dimaksud dengan lapangan

harta kekayaan adalah hubungan antara subjek hukum dengan objek hukum (harta

kekayaan) dan dapat dinilai dengan uang.15

12

Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perdata Tentang Persetujuan-Persetujuan Tertentu, (Bandung: Sumur, 1992), hlm. 12

13

Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, (Bandung: Alumni, 1994), hlm. 3

14

Handri Raharjo, Hukum Perjanjian di Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2009), hlm. 42

15

Ibid, hlm. 75

Dengan demikian, perjanjian

(3)

melaksanakan sesuatu hal tertentu. Perjanjian itu merupakan suatu ketentuan

antara mereka untuk melaksanakan prestasi.

Dari beberapa pengertian tentang perjanjian yang telah diurikan diatas,

terlihat bahwa dalam suatu perjanjian itu akan menimbulkan suatu hubungan

hukum dari para pihak yang membuat perjanjian. Masing-masing pihak terikat

satu sama lain dan menimbulkan hak dan kewajiban diantara para pihak yang

membuat perjanjian. Namun, dalam prakteknya bukan hanya orang perorangan

yang membuat perjanjian, namun termasuk juga badan hukum yang juga

merupakan subjek hukum. Selain itu dalam merumuskan suatu perjanjian terdapat

beberapa unsur yang harus dipenuhi agar dapat dikatakan sebagai sebuah

perjanjian antara lain sebagai berikut:

a. Ada pihak-pihak (subjek), sedikitnya dua pihak dimana subjek dalam

perjanjian adalah para pihak yang terikat dengan diadakannya suatu

perjanjian. Subjek perjanjian dapat berupa orang atau badan hukum dengan

syarat subjek adalah orang mampu atau berwenang melakukan perbuatan

hukum.

b. Ada persetujuan antara pihak-pihak yang bersifat tetap dimana unsur yang

penting dalam perjanjian adalah adanya persetujuan (kesepakatan) antara

pihak. Sifat persetujuan dalam suatu persetujuan disini haruslah tetap, bukan

sekedar berunding. Persetujuan itu ditunjukan dengan penerimaan tanpa

syarat atas suatu tawaran.

c. Ada tujuan yang akan dicapai dalam perjanjian terutama untuk memenuhi

(4)

mengadakan perjanjian dengan pihak lain. Tujuan itu sifatnya tidak boleh

bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan dan tidak dilarang oleh

Undang-Undang.

d. Ada prestasi yang akan dilaksanakan dimana prestasi merupakan kewajiban

yang harus dipenuhi oleh para pihak sesuai dengan syarat-syarat perjanjian.

e. Ada bentuk tertentu, lisan atau tulisan. Bentuk perjanjian perlu ditentukan,

karena ada ketentuan Undang-Undang bahwa hanya dengan bentuk tertentu

suatu perjanjian mempunyai kekuatan mengikat dan kekuatan terbukti.

Bentuk tertentu biasanya berupa akta.

f. Ada syarat-syarat tertentu sebagai isi perjanjian. Syarat-syarat tersebut

biasanya terdiri dari syarat pokok yang akan menimbulkan hak dan kewajiban

pokok

Menurut M. Yahya Harahap perjanjian atau verbintennis mengandung

pengertian suatu hubungan hukum kekayaan/harta benda antara dua orang atau

lebih, yang memberi kekuatan hak pada satu pihak untuk memperoleh prestasi

dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk menunaikan prestasinya.16 Dari

pengertian singkat di atas dijumpai di dalamnya beberapa unsur yang memberi

wujud pengertian perjanjian, antara lain hubungan hukum (rechtbetrekking) yang

menyangkut hukum kekayaan antara dua orang (persoon) atau lebih, yang

memberi hak pada satu pihak dan kewajiban pada pihak lain tentang suatu

prestasi.17

16

M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, (Bandung: Alumni, 1986), hlm. 6

17

Ibid., hlm. 7

Kalau demikian, perjanjian (verbintennis) adalah hubungan hukum

(5)

perhubungannya. Oleh karena itu perjanjian yang mengandung hubungan hukum

antara perseorangan/person adalah hal-hal yang terletak dan berada dalam

lingkungan hukum. Itulah sebabnya hubungan hukum dalam perjanjian, bukan

suatu hubungan yang bisa timbul dengan sendirinya seperti yang dijumpai dalam

harta benda kekeluargaan.

Dalam hubungan hukum kekayaan keluarga, dengan sendirinya timbul

hubungan hukum antara anak dengan kekayaan orang tuanya seperti yang diatur

dalam hukum waris. Lain halnya dalam perjanjian, hubungan hukum antara pihak

yang satu dengan yang lain tidak bisa timbul dengan sendirinya. Hubungan itu

tercipta oleh karena adanya tindakan hukum/rechtshandeling. Tindakan/perbuatan

hukum yang dilakukan oleh pihak-pihaklah yang menimbulkan hubungan hukum

perjanjian, sehingga terhadap satu pihak diberi hak oleh pihak yang lain untuk

memperoleh prestasi. Sedangkan pihak yang lain itupun menyediakan diri

dibebani dengan kewajiban untuk menunaikan prestasi. Jadi satu pihak

memperoleh hak/recht dan pihak sebelah lagi memikul kewajiban/plicht

menyerahkan/menunaikan prestasi. Prestasi ini adalah objek atau voorwerp dari

verbintenis. Tanpa prestasi, hubungan hukum yang dilakukan berdasar tindakan

hukum, sama sekali tidak mempunyai arti apa-apa bagi hukum perjanjian. Pihak

yang berhak atas prestasi mempunyai kedudukan sebagai schuldeiser atau

kreditur. Pihak yang wajib menunaikan prestasi berkedudukan sebagai

schuldenaar atau debitur.18

18

(6)

Para sarjana menyatakan bahwa rumusan Pasal 1313 KUH Perdata diatas

memiliki banyak kelemahan, salah satunya adalah Abdul Kadir Muhammad yang

menyatakan bahwa kelemahan-kelemahan dari Pasal 1313 KUH Perdata adalah

sebagai berikut :19

a. Hanya menyangkut sepihak saja. Hal tersebut dapat diketahui dari

perumusan satu orang saja atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu

orang atau lebih. Kata mengikatkan sifatnya hanya datang dari satu pihak

saja tidak dari dua pihak. Seharusnya dirumuskan saling mengikatkan diri

jadi ada consensus antara para pihak.

b. Kata perbuatan mencakup juga tanpa Consensus. Pengertian perbuatan

termasuk juga tindakan melaksanakan tugas tanpa kuasa, tindakan

melawan hukum yang tidak mengandung consensus seharusnya dipakai

kata persetujuan.

c. Pengertian perjanjian terlalu luas. Pengertian perjanjian dalam Pasal 1313

KUH Perdata terlalu luas karena mencakup juga pelangsungan perkawinan

dan janji perkawinan yang diatur dalam lapangan hukum keluarga.

d. Tanpa menyebut tujuan. Dalam Pasal 1313 KUH Perdata tersebut tidak

disbutkan tujuan mengadakan perjanjian, sehingga para pihak yang

mengikatkan diri tidak memiliki tujuan yang jelas untuk apa perjanjian

tersebut dibuat.

Kemudian Setiawan yang berpendapat bahwa definisi perjanjian dalam

Pasal 1313 KUH Perdata selain belum lengkap juga terlalu luas. Belum

19

(7)

lengkapnya definisi tersebut karena hanya menyebutkan perjanjian sepihak saja,

terlalu luas karena dipergunakan kata perbuatan yang juga mencakup perwakilan

sukarela dan perbuatan melawan hukum. Sehubungan dengan hal tersebut, maka

definisi perjanjian perlu diperbaiki menjadi :

a. Perbuatan tersebut harus diartikan sebagai perbuatan hukum, yaitu

perbuatan yang bertujuan untuk menimbulkan perbuatan hukum.

b. Menambahkan perkataan atau saling mengikatkan dirinya dalam Pasal

1313 KUH Perdata.

Para sarjana hukum perdata pada umumnya berpendapat bahwa definisi

perjanjian yang terdapat di dalam ketentuan di atas adalah tidak lengkap dan pula

terlalu luas.20

Salah satu sumber perikatan adalah perjanjian. Perjanjian melahirkan

perikatan yang menimbulkan hak dan kewajiban bagi para pihak dalam perjanjian

tersebut. Adapun pengertian perjanjian menurut ketentuan Pasal 1313

KUHPerdata adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih

mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Rumusan dalam Pasal

1313 KUHPerdata menegaskan bahwa perjanjian mengakibatkan seseorang Tidak lengkap karena yang dirumuskan itu hanya mengenai

perjanjian sepihak saja.Definisi itu dikatakan terlalu luas karena dapat mencakup

perbuatan di lapangan hukum keluarga, seperti janji kawin, yang merupakan

perjanjian juga, tetapi sifatnya berbeda dengan perjanjian yang diatur di dalam

KUH Perdata Buku III. Perjanjian yang diatur dalam KUH Perdata Buku III

kriterianya dapat dinilai secara materil, dengan kata lain dinilai dengan uang.

20

Mariam Darus Badrulzaman, KUH Perdata Buku III Hukum Perikatan Dengan

(8)

mengikatkan dirinya terhadap orang lain.21 Ini berarti suatu perjanjian

menimbulkan kewajiban atau prestasi dari satu orang kepada orang lainnya yang

berhak atas pemenuhan prestasi tersebut. Dengan kata lain, bahwa dalam suatu

perjanjian akan selalu ada dua pihak, dimana pihak yang satu wajib untuk

memenuhi suatu prestasi dan pihak lain berhak atas prestasi tersebut.

Sebagaimana telah dinyatakan di atas bahwa perjanjian menimbulkan prestasi

terhadap para pihak dalam perjanjian tersebut. Prestasi merupakan kewajiban

yang harus dipenuhi dan dilaksanakan oleh salah satu pihak (debitur)kepada pihak

lain (kreditur) yang ada dalam perjanjian. Prestasi terdapat baik dalam perjanjian

yang bersifat sepihak atau unilateral agreement, artinya prestasi atau kewajiban

tersebut hanya ada pada satu pihak tanpa adanya suatu kontra prestasi atau

kewajiban yang diharuskan dari pihak lainnya.22

Prestasi juga terdapat dalam perjanjian yang bersifat timbal balik atau

bilateral (or reciprocal agreement), dimana dalam bentuk perjanjian ini

masing-masing pihak yang berjanji mempunyai prestasi atau kewajiban yang harus

dipenuhi terhadap pihak yang lainnya.

23

a. Membuat atau tidak membuat perjanjian.

Pengaturan hukum perikatan menganut

sistem terbuka.Artinya setiap orang bebas melakukan perjanjian, baik yang sudah

diatur maupun belum diatur.Pasal 1338 KUHPerdata menyebutkn bahwa semua

perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagaiundang-undang bagi mereka

yang membuatnya. Ketentuan tersebut memberikan kebebasan para pihak untuk:

21

Karitini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan Yang Lahir dari Perjanjian, (Jakarta: RajaGrafindo Perkasa), hlm. 92

22

Sri Soesilowati Mahdi, Surini Ahlan Sjarif, dan Akhmad Budi Cahyono, Hukum

Perdata (Suatu Pengantar), (Jakarta: Gitama Jaya, 2005), hlm. 150

23

(9)

b. Mengadakan perjanjian dengan siapapun.

c. Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya.

d. Menentukan bentuk perjanjian, yaitu tertulis atau lisan.24

Sedangkan unsur-unsur perjanjian adalah sebagai berikut:

1. Ada beberapa para pihak.

2. Ada persetujuan antara para pihak.

3. Adanya tujuan yang hendak dicapai.

4. Adanya prestasi yang akan dilaksanakan.

5. Adanya bentuk tertentu lisan atau tulisan.

6. Adanya syarat-syarat tertentu sebagai isi perjanjian.25

Perjanjian diatur dalam Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Dalam perjanjian dikenal adanya 3 unsur yang merupakan perwujudan dari asas

kebebasan berkontrak yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata dan Pasal 1339

KUHPerdata, yaitu :

a. Unsur esensialia dalam perjanjian mewakili ketentuan-ketentuan berupa

prestasi-prestasi yang wajib dilakukan oleh salah satu pihak, yang

mencerminkan sifat dari perjanjian tersebut, yang membedakannya secara

prinsip dari jenis perjanjian lainnya.

b. Unsur naturalia adalah unsur yang pasti ada dalam suatu perjanjian

tertentu, setelah unsur esensialianya diketahui secara pasti. Misalnya

dalam perjanjian yang mengandung unsur esensialia jual-beli, pasti akan

24

Martin Roestamy & Aal Lukmanul Hakim, Bahan Kuliah Hukum Perikatan, (Fakultas Hukum Universitas Djuanda Bogor), hlm. 5

25

(10)

terdapat unsur naturalia berupa kewajiban penjual untuk menanggung

kebendaan yang dijual dari cacat-cacat tersembunyi.

c. Unsur aksidentalia adalah unsur pelengkap dalam suatu perjanjian, yang

merupakan ketentuan-ketentuan yang dapat diatur secara menyimpang

oleh para pihak, sesuai dengan kehendak para pihak, yang merupakan

persyaratan khusus yang ditentukan secara bersama-sama oleh para

pihak.26

Hukum perjanjian itu adalah merupakan peristiwa hukum yang selalu

terjadi dalam kehidupan bermasyarakat, sehingga apabila ditinjau dari segi

yuridisnya, hukum perjanjian itu tentunya mempunyai perbedaan satu sama

lain dalam arti kata bahwa perjanjian yang berlaku dalam masyarakat itu

mempunyai coraknya yang tersendiri pula.

Corak yang berbeda dalam bentuk perjanjian itu, merupakan bentuk atau

jenis dari perjanjian. Bentuk atau jenis perjanjian tersebut, tidak ada diatur secara

terperinci dalam undang-undang, akan tetapi dalam pemakaian hukum perjanjian

oleh masyarakat dengan penafsiran Pasal dari KUHPerdata terdapat bentuk atau

jenis yang berbeda tentunya. Perbedaan tersebut dapat dikelompokkan sebagai

berikut:27

1. Perjanjian timbal balik. Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang

memberikan hak dan kewajiban kepada kedua belah pihak. Misalnya jual

beli, sewa-menyewa. Dari contoh ini, diuraikan tentang apa itu jual beli.

Jual-beli itu adalah suatu perjanjian bertimbal-balik dimana pihak yang satu (si

26

Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2003), hlm. 84

27

(11)

penjual) berjanji untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang, sedang

pihak lainnya (pembeli) berjanji untuk membayar harga, yang terdiri atas

sejumlah uang sebagai imbalan dari perolehan hak milik tersebut. Dari

sebutan jual-beli ini tercermin kepada kita memperlihatkan dari satu pihak

perbuatan dinamakan menjual, sedangkan di pihak lain dinamakan pembeli.

Dua perkataan bertimbal balik itu, adalah sesuai dengan istilah belanda koop

en verkoop yang mengandung pengertian bahwa, pihak yang satu verkoop

(menjual), sedangkan koop adalah membeli.28

2. Perjanjian sepihak. Perjanjian sepihak merupakan kebalikan dari pada

perjanjian timbal balik. Perjanjian sepihak adalah perjanjian yang

memberikan kewajiban kepada satu pihak dan hak kepada pihak lainnya.

Contohnya perjanjian hibah. Pasal 1666 KUH Perdata memberikan suatu

pengertian bahwa penghibahan adalah suatu perjanjian dengan mana si

penghibah, di waktu hidupnya dengan cuma-cuma, dan dengan tidak dapat

ditarik kembali menyerahkan suatu barang, guna keperluan si penerima

hibah yang menerima penyerahan itu. Perjanjian ini juga selalu disebut

dengan perjanjian cuma-cuma. Yang menjadi kriteria perjanjian ini adalah

kewajiban berprestasi kedua belah pihak atau salah satu pihak. Prestasi

biasanya berupa benda berwujud berupa hak, misalnya hak untuk menghuni

rumah.

3. Perjanjian cuma-cuma dan perjanjian dengan alasan hak yang membebani.

Perjanjian cuma-cuma atau percuma adalah perjanjian yang hanya memberi

28

(12)

keuntungan pada satu pihak, misalnya perjanjian pinjam pakai. Pasal 1740

KUH Perdata menyebutkan bahwa pinjam pakai adalah suatu perjanjian

dengan mana pihak yang satu memberikan suatu barang kepada pihak yang

lainnya, untuk dipakai dengan cuma-cuma dengan syarat bahwa yang

menerima barang ini setelah memakainya atau setelah lewatnya waktu

tertentu, akan mengembalikannya kembali.29

4. Perjanjian bernama dan perjanjian tidak bernama. Perjanjian bernama adalah

perjanjian yang mempunyai nama sendiri, maksudnya bahwa perjanjian itu

memang ada diatur dan diberi nama oleh undang-undang. Misalnya jual beli,

sewa-menyewa, perjanjian pertanggungan, pinjam pakai dan lain-lain.

Sedangkan perjanjian tidak bernama adalah merupakan suatu perjanjian yang

munculnya berdasarkan praktek sehari-hari. Contohnya perjanjian sewa-beli.

Jumlah dari perjanjian ini tidak terbatas banyaknya. Lahirnya perjanjian ini

dalam praktek adalah berdasarkan adanya suatu asas kebebasan berkontrak,

untuk mengadakan suatu perjanjian atau yang lebih dikenal party otonomie, Sedangkan perjanjian atas beban

atau alas hak yang membebani, adalah suatu perjanjian dalam mana terhadap

prestasi ini dari pihak yang satu selalu terdapat kontra prestasi dari pihak

lainnya, dan antara kedua prestasi ini ada hubungannya menurut hukum.

Kontra prestasinya dapat berupa kewajiban pihak lain, tetapi juga pemenuhan

suatu syarat potestatif (imbalan). Misalnya A menyanggupi memberikan

kepada B sejumlah uang, jika B menyerah lepaskan suatu barang tertentu

kepada A.

29

(13)

yang berlaku di dalam hukum perikatan.30

5. Perjanjian kebendaan dan perjanjian obligatoir. Perjanjian kebendaan adalah

perjanjian untuk memindahkan hak milik dalam perjanjian jual beli.

Perjanjian kebendaan ini sebagai pelaksanaan perjanjian obligatoir. Contohnya A ingin membeli

barang B, tetapi A tidak mempunyai uang sekaligus, dalam hal ini B si

empunya barang mengizinkan A untuk mempergunakan barang tersebut

sebagai penyewa, dan apabila dikemudian hari A mempunyai uang, A diberi

kesempatan oleh B (si empunya barang) untuk membeli lebih dahulu barang

tersebut. Perjanjian sewa beli itu adalah merupakan ciptaan yang terjadi

dalam praktek. Hal di atas tersebut, memang diizinkan oleh undang-undang

sesuai dengan asas kebebasan berkontrak yang tercantum di dalam Pasal 1338

ayat (1) KUH Perdata. Bentuk perjanjian sewa beli ini adalah suatu bentuk

perjanjian jual-beli akan tetapi di lain pihak ia juga hampir berbentuk suatu

perjanjian sewa-menyewa. Meskipun ia merupakan campuran atau gabungan

daripada perjanjian jual beli dengan suatu perjanjian sewa menyewa, tetapi ia

lebih condong dikemukakan semacam sewa menyewa.

31

30

Mariam Darus Badrulzaman, Op.Cit.,hlm. 32

31

Ibid., hlm. 35

Perjanjian obligator adalah perjanjian yang menimbulkan perikatan, artinya

sejak terjadinya perjanjian timbullah hak dan kewajiban pihak-pihak. Untuk

berpindahnya hak milik atas sesuatu yang diperjual belikan masih dibutuhkan

suatu perbuatan yaitu perbuatan penyerahan. Pentingnya perbedaan antara

perjanjian kebendaan dengan perjanjian obligatoir adalah untuk mengetahui

(14)

sebagai realisasi perjanjian, dan apakah perjanjian itu sah menurut hukum

atau tidak. Objek dari perjanjian obligatoir adalah dapat benda bergerak dan

dapat pula benda tidak bergerak, karena perjanjian obligatoir merupakan

perjanjian yang akan menimbulkan hak dan kewajiban antara pihak-pihak

yang membuat perjanjian tersebut. Yaitu bahwa sejak adanya perjanjian,

timbullah hak dan kewajiban mengadakan sesuatu.

6. Perjanjian konsensual dan perjanjian riil. Perjanjian konsensual adalah

perjanjian yang timbul karena adanya perjanjian kehendak antara

pihak-pihak. Perjanjian riil adalah perjanjian di samping adanya perjanjian

kehendak juga sekaligus harus ada penyerahan nyata atas barangnya,

misalnya jual beli barang bergerak perjanjian penitipan, pinjam pakai. Salah

satu contoh uraian di atas yaitu perjanjian penitipan barang, yang tercantum

dalam Pasal 1694 KUH Perdata, yang memberikan seseorang menerima suatu

barang dari orang lain, dengan syarat bahwa ia akan menyimpannya dan

mengembalikannya dalam wujud asalnya.32

Mariam Darus Badrulzaman, dalam bukunya Pendalaman Materi Hukum

Perikatan mengungkapkan perlu dibicarakan adanya suatu perjanjian yaitu

perjanjian campuran. Perjanjian campuran ini menurut beliau ialah perjanjian

yang mengandung berbagai unsur perjanjian, misalnya pemilik hotel yang Dari uraian di atas tergambar

bahwa perjanjian penitipan merupakan sauatu perjanjian riil, jadi bukan suatu

perjanjian yang baru tercipta dengan adanya suatu penyerahan yang nyata

yaitu memberikan barang yang dititipkan.

32

(15)

menyewakan kamar, disini terlihat ada suatu perjanjian sewa-menyewa di

samping itu pula menyediakan makanan yang dengan sendirinya terbentuk pula

perjanjian jual-beli. Dalam hal perjanjian campuran ini ada beberapa paham,

yakni:

1. Paham I mengatakan bahwa ketentuan-ketentuan yang bersangkutan

mengenai perjanjian khusus hanya dapat diterapkan secara analogis tidak

dapat dibenarkan oleh undang-undang. Karena untuk terciptanya suatu

perjanjian itu harus jelas maksudnya, sehingga apabila tidak jelas maksudnya

atau isi dari perjanjian itu, akan menyebabkan perjanjian itu menjadi tidak

sah.

2. Paham II menyebutkan, ketentuan yang dipakai adalah ketentuan dari

perjanjian yang paling menentukan.

3. Paham III menyatakan, ketentuan undang-undang yang diterapkan terhadap

perjanjian campuran itu adalah ketentuan undang-undang yang berlaku untuk

itu.33

Setelah di kemukakan tentang keanekaan dari perjanjian, maka dapat di

kelompokkan bentuk atau jenis-jenis dari perjanjian yang terdapat dalam

undang-undang maupun di luar undang-undang-undang-undang. Perjanjian yang telah di kemukakan di

atas, terdapat juga bentuk-bentuk perjanjian khusus yang berbeda dalam

penfasirannya.

33

(16)

B. Pengertian Pemasangan Instalasi Pipa Air Minum

Pemasangan pipa distribusi air minum adalah unit pekerjaan yang

ditawarkan oleh PDAM Tintanadi kepada CV. Indra Utama selaku pelaksana

pekerjaan. Uraian pekerjaan tersebut merupakan hal-hal yang harus dilaksanakan

atau dikerjakan oleh CV. Indra Utama. Dalam uraian pekerjaan tersebut tercantum

secara detail mengenai nama pekerjaan, lokasi pekerjaan, panjang pipa yang akan

dipasang, kedalaman peletakan pipa yang akan dipasang, material yang digunakan

dalam satuan meter ataupun satuan kubik, yang kesemuanya adalah kewajiban

CV. Indra Utama selaku pelaksana pemasangan pipa distribusi air minum yang

ditunjuk langsung oleh PDAM Tirtanadi. Adapun uraian pekerjaan yang yarus

dikerjakan oleh CV. Indra Utama adalah sebagai berikut:

1. Nama Pekerjaan : Pemasangan Pipa Distribusi Ø 110 MM &

90 MM

2. Lokasi Pekerjaan : Jalan. Pasar III Tapian Nauli Perumahan

Permata Setiabudi Residence II

3. Panjang Pipa : 249 Meter & 591 Meter

4. Kedalaman : 120 Centimeter & 107 Centimeter

c. Penampang Atas : 45 Centimeter & 40 Centimeter

d. Penampang Bawah : 40 Centimeter & 35 Centimeter

(17)

Tabel 1. Rencana Anggaran Biaya Pekerjaan

No .

Uraian Pekerjaan Diameter

(Ø)

Pasang F. Gate Valve Pasang F. Gate Valve Bak Meter Air U/Meter Ø4”

Sumber: Lampiran Undangan Penawaran Nomor 07/UP/CSG/I/2014 Antara

PDAM Tirtanadi Dengan CV. Indra Utama

C. PDAM Tirtanadi Sebagai Subjek Perjanjian

PDAM Tirtanadi selaku subjek perjanjian tentunya harus memenuhi

ketentuan dalam melaksanakan perjanjian agar nantinya perjanjian tersebut

menjadi sah. Menurut Mariam Darus Badrulzaman, syarat sahnya perjanjian

sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata dapat dibedakan syarat

subjektif, dan syarat objektif. Dalam hal ini kita harus dapat membedakan antara

(18)

pertama, sedangkan syarat objektif kedua syarat yang terakhir.34

1. Syarat subjektif dimana syarat ini apabila dilanggar maka kontrak dapat

dibatalkan, meliput i:

Sedangkan

Saliman menjelaskan tafsiran atas Pasal 1320 KUHPerdata yaitu:

a. Kecakapan untuk membuat kontrak dimana para pihak diharuskan dewasa

dan tidak sakit ingatan.

b. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya.

2. Syarat objektif dimana syarat ini apabila dilanggar maka kontraknya batal

demi hukum meliputi:

a. Suatu hal (objek) tertentu.

b. Sesuatu sebab yang halal (kausa).35

Untuk syarat sah yang khusus yang dikemukakan oleh Munir Fuady terdiri

dari :36

a. Syarat tertulis untuk kontrak-kontrak tertentu.

b. Syarat akta notaris untuk kontrak-kontrak tertentu.

c. Syarat akta pejabat tertentu (yang bukan notaris) untuk kontrak-kontrak

tertentu

d. Syarat izin dari yang berwenang.

Menurut ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata bahwa untuk sahnya

perjanjian diperlukan empat syarat, yaitu:

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;

34

Mariam Darus Badrulzaman, Op.Cit., hlm. 98

35

Abdul R. Saliman, et. al. Esensi Hukum Bisnis Indonesia, Teori dan Contoh Kasus, (Jakarta: Prenada, 2004), hlm. 12-13

36

(19)

2. Cakap untuk membuat suatu perikatan;

3. Suatu hal tertentu;

4. Suatu sebab yang halal.

Dua syarat yang pertama dinamakan syarat subyektif karena syarat

tersebut mengenai subyek perjanjian sedangkan dua syarat terakhir disebut syarat

obyektif, karena mengenai obyek dari perjanjian.Perjanjian yang sah diakui dan

diberi akibat hukum sedangkan perjanjian yang tidak memenuhi syarat-syarat

tersebut tidak diakui oleh hukum. Tetapi bila pihak-pihak mengakui dan

mematuhi perjanjian yang mereka buat, tidak memenuhi syarat-syarat yang telah

ditetapkan oleh undang-undang tetapi perjanjian itu tetap berlaku diantara mereka,

namun bila sampai suatu ketika ada pihak yang tidak mengakui sehingga timbul

sengketa maka hakim akan membatalkan atau menyatakan perjanjian itu batal.

Keempat syarat di atas merupakan syarat yang esensial dari suatu perjanjian,

artinya syarat-syarat tersebut harus ada dalam suatu perjanjian, tanpa suatu syarat

ini, perjanjian dianggap tidak pernah ada atau perjanjian itu tidak sah.Namun

dengan diberlakukannya kata sepakat mengadakan perjanjian, maka berarti bahwa

kedua pihak haruslah mempunyai kebebasan kehendak.Dengan kata sepakat suatu

perjanjian sudah lahir. Sehubungan dengan syarat kesepakatan mereka yang

mengikatkan diri, dalam KUH Perdata dicantumkan beberapa hal yang merupakan

faktor, yang dapat menimbulkan cacat pada kesepakatan tersebut, yaitu:

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

Adanya kata sepakat berarti terdapat suatu persesuaian kehendak diantara

(20)

tercapainya kata sepakat diantara para pihak, dikenal dengan asas konsensualisme

yang merupakan asas pokok dalam hukum perjanjian.Menurut Abdul Kadir

Muhammad persetujuan kehendak adalah kesepakatan seia-sekata. Pihak-pihak

mengenai pokok perjanjian, apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu juga

dikehendaki oleh pihak yang lainnya. Persetujuan itu sifatnya sudah mantap, tidak

lagi dalam perundingan.37

Pernyataan kehendak atau persetujuan kehendak harus merupakan

perwujudan kehendak yang bebas, artinya tidak ada paksaan dan tekanan (dwang)

dari pihak manapun juga, harus betul-betul atas kemauan sukarela para pihak.

Dalam pengertian kehendak atau sepakat itu termasuk juga tidak ada kekhilafan

(dwaling) dan tidak ada penipuan (bedrog). Apabila ada kesepakatan terjadi

karena kekhilafan, paksaan atau penipuan maka perjanjian tersebut dapat

dibatalkan atau dapat dimintakan pembatalan kepada hakim (vernietigbaar). Hal

ini sesuai dengan Pasal 1321 KUHPerdata yang bunyinya tidak ada sepakat yang

sah apabila sepakat itu diberikan karena kekhilafan, atau diperolehnya dengan

paksaan atau penipuan. Dikatakan tidak ada paksaan apabila orang yang

melakukan kegiatan itu tidak berada di bawah ancaman, baik dengan kekerasan

jasmani maupun dengan upaya menakut-takuti, sehingga dengan demikian orang

itu tidak terpaksa menyetujui perjanjian (Pasal 1324 KUHPerdata). Dan dikatakan

tidak ada kekhilafan atau kekeliruan mengenai pokok perjanjian atau sifat-sifat

penting obyek perjanjian atau mengenai orang dengan siapa diadakan perjanjian

itu. Dikatakan tidak ada penipuan apabila tidak ada tindakan penipuan menurut

37

(21)

arti undang (Pasal 1328 KUHPerdata). Penipuan menurut arti

Undang-undang ialah dengan sengaja melakukan tipu muslihat dengan memberikan

keterangan palsu dan tidak benar untuk membujuk pihak lawannya supaya

menyetujui.38

2. Cakap untuk membuat suatu perikatan

Kata sepakat ini harus diberikan secara bebas, artinya tidak ada pengaruh

dari pihak ketiga dan tidak ada gangguan berupa paksaan, yaitu paksaan rohani

atau paksaan jiwa, bukan paksaan fisik, misalnya salah satu pihak karena diancam

atau ditakuti terpaksa menyetujui suatu perjanjian. Kekhilafan, yang terjadi

apabila salah satu pihak khilaf tentang hal-hal pokok dari apa yang diperjanjikan

atau tentang barang yang menjadi obyek perjanjian. Penipuan, yang dapat terjadi

apabila salah satu pihak dengan sengaja memberikan keterangan palsu disertai

dengan tipu muslihat untuk membujuk pihak lainnya agar menyetujui suatu

perjanjian, misalnya menjual mobil bekas yang telah dipoles sedemikian rupa

sehingga menimbulkan kesan seolah-olah mobil tersebut baru dengan mengatakan

kepada pembeli bahwa mobil itu baru.

Pada dasarnya semua orang cakap membuat perjanjian, sesuai dengan

ketentuan dalam Undang-undang Pasal 1329 KUHPerdata kecuali yang diatur

dalam Pasal 1330 KUHPerdata. Pada umumnya orang dikatakan cakap melakukan

perbuatan hukum termasuk pula membuat perjanjian ialah bila ia sudah dewasa

yaitu berumur 21 tahun dan telah kawin. Ukuran orang dewasa 21 tahun atau

sudah kawin, disimpulkan secara a contrario redaksi Pasal 330 KUHPerdata.

38

(22)

Sedangkan mereka yang tidak cakap melakukan perbuatan hukum, sebagaimana

diatur Pasal 1330 KUHPerdata ialah:

a. Orang-orang yang belum dewasa

b. Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan

c. Orang-orang perempuan dalam hal-hal yang telah ditetapkan oleh

undang dan pada umumnya semua orang kepada siapa

undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu.

3. Adanya suatu hal tertentu

Yang dimaksud dengan suatu hal tertentu dalam suatu perjanjian ialah

objek perjanjian. Objek perjanjian adalah prestasi yang menjadi pokok perjanjian

yang bersangkutan. Prestasi itu sendiri bisa berupa perbuatan untuk memberikan

suatu, melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu. Di dalam KUH Perdata

Pasal 1333 angka 1 menyatakan bahwa suatu perjanjian harus mempunyai suatu

hal tertentu sebagai pokok perjanjian yaitu barang yang paling sedikit ditentukan

jenisnya. Mengenai jumlahnya tidak masalah asalkan dikemudian hari di tentukan

4. Adanya suatu sebab/kausa yang halal

Yang dimaksud dengan sebab/kausa di sini bukanlah sebab yang

mendorong orang tersebut melakukan perjanjian. Sebab atau kausa suatu

perjanjian adalah tujuan bersama yang hendak dicapai oleh para pihak, sedangkan

adanya suatu sebab yang dimaksud tidak lain daripada isi perjanjian. Pada pasal

1337 KUH Perdata menentukan bahwa suatu sebab atau kausa yang halal adalah

apabila tidak dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan ketertiban

(23)

akan berakibat perjanjian itu batal demi hukum.39 Kedua syarat pertama tersebut,

dinamakan dengan syarat-syarat subyektif, karena mengenai orang-orangnya atau

subyek yang mengadakan perjanjian. Sedangkan dua syarat yang terakhir

dinamakan syarat-syarat obyektif karena mengenai perjanjiannya sendiri atau

obyek dari perjanjian tersebut. Apabila syarat subyektif dilanggar baik salah satu

atau keduanya mengakibatkan perjanjian dapat dibatalkan (voidable). Adanya

kekurangan terhadap syarat subyektif tersebut tidak begitu saja diketahui oleh

hakim, jadi harus diajukan oleh pihak yang berkepentingan, dan apabila diajukan

kepada hakim, mungkin sekali disangkal oleh pihak lawan, sehingga memerlukan

pembuktian. Oleh karena itu, undang-undang menyerahkan kepada para pihak,

apakah mereka menghendaki pembatalan terhadap perjanjian tersebut atau tidak.40

Apabila syarat obyektif dilanggar maka perjanjian tersebut tidak memiliki

kekuatan hukum sejak semula dan tidak mengikat para pihak yang membuat

perjanjian atau disebut dengan batal demi hukum (null and void). Secara yuridis,

dianggap dari semula tidak ada suatu perjanjian dan tidak ada pula suatu perikatan

antara orang-orang yang bermaksud membuat perjanjian itu. Akibat dari batal

demi hukum, maka para pihak tidak dapat mengajukan tuntutan melalui

pengadilan untuk melaksanakan perjanjian atau meminta ganti rugi, karena dasar

hukumnya tidak ada.

Akan tetapi selama para pihak tidak keberatan atas pelanggaran kedua syarat

subyektif tersebut, maka perjanjian itu tetap sah.

41

39

Sri Soedewi Masjachan, Hukum Jaminan di Indonesia Pokok-Pokok Hukum Jaminan

dan Jaminan Perorangan, (Yogyakarta: Liberty, 1980), hlm. 319

40

R. Subekti, Hukum Perjanjian, cet. 19, (Jakarta: Intermasa, 2002), hlm. 22

41

Ibid.

(24)

D. Hak Dan Kewajiban Para Pihak Dalam Perjanjian Pemasangan Instalasi Pipa Air Minum PDAM Tirtanadi

Sesuai dengan persetujuan harga pekerjaan pemasangan pipa distribusi

antara PDAM Tirtanadi dan CV. Indra Utama, maka Arus Tarigan selaku Pejabat

Pembuat Komitmen (PPK) untuk dan atas nama PDAM Tirtanadi Cabang

Sunggal Medan menerima dan menyetujui CV. Indra Utama melakukan

pemasangan pipa distribusi dengan mengeluarkan Surat Perintah Kerja (SPK)

Nomor 08/SPK/II/CSG/2014 dan Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK) Nomor

08/SPMK/CSG/2014 memerintahkan kepada CV. Indra Utama untuk memulai

pelaksanaan pekerjaan dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan sebagai

berikut:

1. Macam pekerjaan adalah pemasangan pipa distribusi Ø 110 MM & Ø 90 MM

di lokasi Jalan. Pasar III Tapian Nauli Perumahan Permata Setiabudi

Residence II di kawasan PDAM TIRTANADI Cabang Sunggal Medan

2. Tanggal mulai kerja 5 Februari 2014 s/d 14 Februari 2014

3. Syarat-Syarat pekerjaan sesuai dengan persyaratan dan ketentuan kontrak

4. Waktu penyelesaian selama 7 (tujuh) hari kerja dan pekerjaan sudah harus

selesai tanggal 14 Februari 2014

5. Masa pemeliharaan 7 (tujuh) hari kerja dan penagihan dilakukan setelah lewat

masa pemeliharaan

6. Denda dimana terhadap setiap hari keterlambatan pelaksanaan/ penyelesaian

(25)

a. Keterlambatan 1 s/d 7 hari dikenakan denda 1%0 (satu permil) dari nilai

SPK

b. Keterlambatan 8 s/d 14 hari dikenakan denda 1% (satu persen) dari nilai

SPK

c. Keterlambatan 15 s/d 21 hari dikenakan denda 2.5% (dua setengah persen)

dari nilai SPK

d. Keterlambatan 22 s/d 30 hari dikenakan denda 5% (lima persen) dari nilai

SPK

e. Apabila setelah 30 hari kerja keterlambatan pekerjaan belum selesai

dilaksanakan, maka surat perintah kerja dianggap batal dan dalam hal ini

pihak rekanan tidak dapat menuntut ganti rugi dalam bentuk apapun.

7. Penagihan hanya dapat dilakukan setelah penyelesaian pekerjaan yang

diperintahkan dalam SPK dan dibuktikan dengan berita acara serah terima.

Jika pekerjaan ini tidak dapat diselesaikan dalam jangka waktu pelaksanaan

pekerjaan karena kesalahan atau kelalaian, penyedia jasa berkewajiban untuk

membayar denda kepada Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).

Dari persetujuan pekerjaan tersebut maka timbul hubungan hukum antara

PDAM Tirtanadi dan CV. Indra Utama yang mana terdapat hak dan kewajiban

para pihak yang harus dilaksanakan dan dipenuhi oleh masing-masing pihak yang

melakukan perjanjian. Adapun hak dan kewajiban dari masing-masing pihak

tersebut yakni sebagai berikut:

(26)

a) PDAM Tirtanadi berhak meminta laporan hasil pekerjaan CV. Indra

Utama atas pelaksanan pemasangan pipa distribusi

b) PDAM Tirtanadi berhak melakukan pemeriksaan atas kinerja dan hasil

kerja pemasangan pipa distribusi yang dilaksanakan oleh CV. Indra Utama

c) PDAM Tirtanadi berhak mendapatkan jaminan setelah pelaksanaan

pemasangan pipa distribusi selesai dilaksanakan

d) PDAM Tirtanadi berhak meminta denda atas keterlambatan pengerjaan

pemasangan pipa yang dilaksanakan oleh CV. Indra Utama

e) PDAM Tirtanadi berhak meminta ganti kerugian jika dalam masa jaminan

setelah pengerjaan pemasangan pipa distribusi tersebut terdapat kerusakan.

f) PDAM Tirtanadi berkewajiban untuk melakukan pembayaran bertahap

atas pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan nilai kontrak yang disepakati.

g) PDAM Tirtanadi berkewajiban memberikan saran dan mengenai tata letak

yang baik untuk pemasangan pipa distribusi sesuai standart yang

ditetapkan oleh pemerintah.

2) Hak Dan Kewajiban CV. Indra Utama

a) CV. Indra Utama berhak menerima informasi dan spesifikasi tentang

pelaksanaan pekerjaan yang akan dilaksanakan.

b) CV. Indra Utama berhak menerima pembayaran berkala dari PDAM

Tirtanadi atas persentase pelaksanaan kerja sesuai dengan nilai kontrak

yang disepakati.

c) CV. Indra Utama berkewajiban untuk melaksanakan pekerjaan dengan

(27)

d) CV. Indra Utama berkewajiban untuk membayar denda keterlambatan atas

pekerjaan yang terlambat dilaksanakan.

e) CV. Indra Utama berkewajiban untuk memberikan jaminan setelah

pekerjaan selesai dilaksanakan.

f) CV. Indra Utama berkewajiban memberikan ganti rugi atas kerusakan

yang terjadi dalam jangka waktu jaminan pekerjaan.

Kewajiban dari seseorang untuk melaksanakan sesuai dengan yang

diperjanjikan dalam suatu perjanjian dalam bahasa hukumnya lazim disebut

dengan istilah prestasi, sehingga dapat disimpulkan bahwa prestasi dalam hukum

khususnya dalam hukum perjanjian terdapat tiga jenis yakni memberikan sesuatu,

berbuat sesuatu, dan tidak berbuat sesuatu. Perjanjian yang dibuat secara sah

berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya, akan tetapi dalam

pelaksanaannya sering terjadi salah satu pihak yang membuat perjanjian itu tidak

melaksanakannya sesuai dengan yang telah disepakatinya semula, sehingga orang

yang bersangkutan dikatakan ingkar janji. Hal yang demikian dalam ilmu hukum

disebut dengan istilah wanprestasi.42

Wanprestasi atau tidak dipenuhinya janji dapat terjadi baik karena

disengaja maupun tidak disengaja. Pihak yang tidak sengaja wanprestasi ini dapat

terjadi karena memang tidak mampu untuk memenuhi prestasi tersebut atau juga

karena terpaksa untuk tidak melakukan prestasi tersebut. Wanprestasi adalah suatu

istilah yang menunjuk pada ketiadalaksanaan prestasi oleh debitur. Bentuk

ketiadalaksanaan ini dapat terwujud dalam beberapa bentuk, yaitu:

42

(28)

a. debitur sama sekali tidak melaksanakan kewajibannya

b. debitur tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana mestinya/

melaksanakan kewajibannya tetapi tidak sebagaimana mestinya

c. debitur tidak melaksanakan kewajibannya pada waktunya

d. debitur melaksanakan sesuatu yang tidak diperbolehkan.

Wanprestasi tersebut dapat terjadi karena kesengajaan debitur untuk tidak

mau melaksanakannya, maupun karena kelalaian debitur untuk tidak

melaksanakannya.43

Subekti mengatakan bahwa yang dimaksud dengan surat perintah itu ialah

suatu peringatan resmi oleh seorang jitu sita pengadilan. Perkataan akta sejenis itu

sebenarnya oleh undang-undang dimaksudkan suatu peringatan tertulis. Sekarang

sudah lazim ditafsirkan suatu peringatan atau teguran yang juga boleh dilakukan

secara lisan, asal cukup tegas mengatakan desakan si berpiutang supaya prestasi

dilakukan dengan seketika atau dalam waktu yang singkat. Hanyalah tentu saja Pertanyaannya adalah sejak kapankah debitur itu telah

wanprestasi, sebab di dalam prakteknya bahwa wanprestasi itu tidak secara

otomatis, kecuali kalau memang sudah disepakati oleh para pihak bahwa

wanprestasi itu ada sejak tanggal yang disebutkan dalam perjanjian dilewatkan.

Dalam ketentuan Pasal 1238 KUHPerdata telah ditentukan cara untuk menetapkan

adanya wanprestasi dari seorang debitur yang berbunyi si berutang adalah lalai,

bila ia dengan surat perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan

lalai atau demi perikatannya sendiri menetapkan bahwa si berutang akan harus

dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan.

43

(29)

sebaiknya dilakukan secara tertulis dan seyogyanya dengan surat tercatat agar

nanti di muka hakim tidak mudah dipungkiri oleh si berutang.44

Tidak dipenuhinya kewajiban dalam perjanjian karena 2 hal:45

1. Kesalahan debitur karena disengaja dan/atau lalai

2. Keadaan memaksa

Seorang debitur dikatakan wanprestasi apabila ia tidak melakukan apa

yang diperjanjikan atau melakukan apa yang tidak boleh dilakukan. Wanprestasi

yang disebabkan oleh adanya kesalahan debitur. Luasnya kesalahan meliputi:46

a. Kesengajaan, maksudnya adalah perbuatan yang menyebabkan terjadinya

wanprestasi tersebut memang diketahui dan dikehendaki oleh debitur.

b. Kelalaian, maksudnya adalah debitur melakukan suatu kesalahan, akan

tetapi perbuatannya itu tidak dimaksudkan untuk terjadinya wanprestasi

yang kemudian ternyata menyebabkan terjadinya wanprestasi.

Menurut Subekti, wanprestasi (kelalaian atau kealpaan) seseorang debitur

dapat berupa empat macam, yaitu: 47

a. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya.

b. Melaksanakan apa yang dijanjikan tetapi tidak sebagaimana dijanjikan.

c. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat.

d. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh melakukannya.

44

R. Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta: Intermasa, 2005), hlm. 46

45

Handri Raharjo, Hukum Perjanjian di Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2009), hlm. 80-81

46

J. Satrio, Hukum Perikatan (Perikatan Pada Umumnya), (Bandung: Alumni, 1993), hlm. 50

47

(30)

Mengenai akibat hukum yang timbul, bilamana si debitur wanprestasi,

dalam Pasal 1267 KUHPerdata disebutkan bahwa pihak terhadap siapa perikatan

tidak dipenuhi dapat memilih apakah ia, jika hal itu masih dapat dilakukan, akan

memaksa pihak yang lain untuk memenuhi persetujuan ataukah ia akan menuntut

pembatalan persetujuan disertai penggantian biaya, kerugian, dan bunga.

Perjanjian yang bersifat timbal balik, dalam ketentuan Pasal 1266

KUHPerdata disebutkan bahwa yarat batal dianggap selalu dicantumkan dalam

persetujuan-persetujuan yang bertimbal balik manakala salah satu pihak tidak

memenuhi kewajibannya. Akan tetapi dalam hal yang demikian persetujuan tidak

batal demi hukum, tetapi pembatalan harus dimintakan kepada hakim, meskipun

syarat batal mengenai tidak dipenuhi kewajiban dinyatakan di dalam

persetujuan.48

1. membayar kerugian yang diderita oleh kreditur atau biasa dinamakan ganti

rugi

Akibat hukum bagi debitur yang telah melakukan wanprestasi

adalah sebagai berikut:

2. pembatalan perjanjian atau dinamakan pemecahan perjanjian

3. peralihan risiko, membayar biaya perkara, kalau sampai diperkarakan

didepan hakim

Subekti mengatakan hukum atau akibat-akibat yang tidak enak bagi

debitur yang lalai ada empat macam yaitu pertama membayar kerugian yang

diderita oleh kreditur atau dengan singkat yang dinamakan ganti rugi. Kedua

pembatalan perjanjian atau juga dinamakan pemecahan perjanjian. Ketiga

48

(31)

peralihan resiko. Keempat membayar biaya perkara, kalau sampai diperkarakan di

depan hakim.49

a. biaya, yaitu segala pengeluaran atau ongkos yang nyata-nyata telah

dikeluarkan kreditur.

Menurut Handri Raharjo, ada beberapa akibat yang dapat ditimbulkan dari

suatu keadaan wanprestasi, yaitu bagi debitur mengganti kerugian dan objek

perjanjian menjadi tanggung jawab debitur. Sedangkan bagi kreditur harus

memenuhi atau pemenuhan perikatan. Ganti kerugian yang dimaksud dalam Pasal

1243-1252 KUHPerdata adalah akibat hukum yang ditanggung debitur yang tidak

memenuhi kewajibannya (wanprestasi) yang berupa memberikan atau mengganti:

b. rugi, yaitu segala akibat negatif yang menimpa kreditur akibat kelalaian

debitur/ kerugian nyata yang didapat atau diperoleh pada saat perikatan itu

diadakan, yang timbul sebagai akibat ingkar janji.

c. bunga, yaitu keuntungan yang diharapkan namun tidak diperoleh kreditur,

macam-macamnya:

1. bunga convensional adalah bunga uang yang dijanjikan pihak-pihak

dalam perjanjian (pasal 1249 kuhperdata).

2. bunga moratoire adalah bunga pada perikatan yang prestasinya berupa

membayar sejumlah uang, penggantian biaya rugi, dan bunga yang

disebabkan karena terlambatnya pelaksanaan perikatan.

3. bunga kompensatoir adalah bunga uang yang harus dibayar debitur

untuk mengganti bunga yang dibayar kreditur pada pihak lain karena

49

(32)

debitur tidak memenuhi perikatan atau kurang baik melaksanakan

perikatan.

4. bunga berganda adalah bunga yang diperhitungkan dari bunga utang

pokok yang tidak dilunasi oleh debitur (pasal 1251 kuhperdata).50

Pembelaan untuk debitur wanprestasi ada 3 macam, yaitu:51

1. Memajukan tuntutan adanya keadaan memaksa (overmacht atau force

majeur)

2. Memajukan bahwa si berpiutang (kreditur) sendiri juga telah lalai

(exception non adimpleti contractus)

3. Memajukan bahwa kreditur telah melepaskan haknya untuk menuntut

ganti rugi (rechtsverwerking)

Perbuatan melawan hukum memiliki ruang lingkup yang lebih luas

dibandingkan dengan perbuatan pidana. Perbuatan melawan hukum tidak hanya

mencakup perbuatan yang bertentangan dengan undang-undang pidana saja tetapi

juga jika perbuatan tersebut bertentangan dengan undang-undang lainnya dan

bahkan dengan ketentuan-ketentuan hukum yang tidak tertulis. Setiap perbuatan

pidana selalu dirumuskan secara seksama dalam undang-undang, sehingga

sifatnya terbatas. Sebaliknya pada perbuatan melawan hukum adalah tidak

demikian dimana undang-undang hanya menetukan satu pasal umum, yang

memberikan akibat-akibat hukum terhadap perbuatan melawan hukum.52

50

Handri Raharjo, Loc. Cit., hlm. 81

51

R.Subekti, Hukum Perjanjian, Op. Cit., hlm. 61

52

(33)

Perbuatan melawan hukum dalam bahasa Belanda disebut dengan

onrechmatigedaad dan dalam bahasa Inggris disebut tort. Kata tort itu sendiri

sebenarnya hanya berarti salah (wrong). Akan tetapi, khususnya dalam bidang

hukum, kata tort itu sendiri berkembang sedemikian rupa sehingga berarti

kesalahan perdata yang bukan berasal dari wanprestasi dalam suatu perjanjian

kontrak. Jadi serupa dengan pengertian perbuatan melawan hukum

disebut onrechmatigedaad dalam sistem hukum Belanda atau di negara-negara

Eropa Kontinental lainnya. Kata ”tort” berasal dari kata latin ”torquere” atau

”tortus” dalam bahasa Perancis, seperti kata ”wrong ” berasal dari kata Perancis

”wrung” yang berarti kesalahan atau kerugian (injury). Sehingga pada prinsipnya,

tujuan dibentuknya suatu sistem hukum yang kemudian dikenal dengan perbuatan

melawan hukum ini adalah untuk dapat mencapai seperti apa yang dikatakan

dalam pribahasa bahasa Latin, yaitu juris praecepta sunt luxec, honestevivere,

alterum non laedere, suum cuique tribuere (semboyan hukum adalah hidup secara

jujur, tidak merugikan orang lain, dan memberikan orang lain haknya).

Onrechmatigedaad (perbuatan melawan hukum), pada Pasal 1365

KUHPerdata dinyatakan bahwa tiap perbuatan melawan hukum yang membawa

kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya

menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut. Para pihak yang

melakukan perbuatan hukum itu disebut sebagai subjek hukum yaitu biar manusia

sebagai subjek hukum dan juga badan hukum sebagai subjek hukum. Dalam ilmu

hukum terdapat 3 katagori perbuatan melawan hukum yaitu:

(34)

2. perbuatan melawan hukum tanpa kesalahan/tanpa unsur kesengajaan

maupun kelalaian.

3. perbuatan melawan hukum karena kelalaian.

Sesuai dengan ketentuan Pasal 1365 KUHPerdata, suatu perbuatan

melawan hukum harus mengandung unsur-unsur sebagai berikut:

1. adanya suatu perbuatan.

2. perbuatan tersebut melawan hukum.

3. adanya kesalahan dari pihak pelaku.

4. adanya kerugian bagi korban.

5. adanya hubungan kausul antara perbuatan dengan kerugian.

Perbuatan melawan hukum menurut perspektif hukum pidana berarti

apabila perbuatan telah mencocoki larangan undang-undang maka disitu ada

kekeliruan. Letak perbuatan melawan hukumnya sudah ternyata dari sifat

melanggarnya ketentuan undang-undang kecuali jika termasuk perkecualian yang

telah ditentukan oleh undang, melawan hukum berarti melawan

undang-undang, sebab hukum adalah undang-undang yang disebut sebagai pendirian

formal, dan belum tentu kalau semua perbuatan yang mencocoki larangan

undang-undang yang bersifat melawan hukum, karena hukum bukanlah undang-undang-undang-undang

saja disamping undang-undang ada pula hukum yang tidak tertulis yaitu

norma-norma atau kenyataan-kenyataan yang berlaku dalam masyarakat yang disebut

Gambar

Tabel 1. Rencana Anggaran Biaya Pekerjaan

Referensi

Dokumen terkait

Data primer diperoleh dari pengamatan dan wawancara langsung dengan responden berdasarkan daftar pertanyaan (kuisioner) dengan data yang diperlukan adalah data sebelum

Berdasarkan tabel 4 dapat diketahui bahwa sebagian besar (66,7%) dari seluruh ruangan rawat inap dengan tingkat pengetahuan perawat yang baik, merupakan ruangan yang

Namun peristiwa yang terjadi dalam Kisah Para Rasul 2:4 harus dipahami sebagai sebuah penggenapan atas janji Bapa yang disebutkan dalam Kisah Para Rasul 1:5,

Sewaktu terjadinya Agresi Militer Belanda II di Selatpanjang Letda Abdul Murad Saidun mengambil alih komando menjadi seorang pimpinan Kompi setelah Kapten Simon Delima

Prinsip kerja dari arus searah adalah membalik phasa tegangan dari gelombang yang mempunyai nilai pos itif dengan menggunakan komutator, dengan demikian arus yang

Dalam kegiatan pengadaan tanah tersangkut kepentingan dua pihak, yaitu instansi pemerintah yang memerlukan tanah dan masyarakat yang tanahnya diperlukan untuk

Segenap anggota jemaat Klasis Pulau Jawa menyatakan turut berdukacita dan berdoa kiranya Tuhan Yang Maha Pengasih memberikan penghiburan sejati dan kekuatan

Pada saat semua sel konduksi pada jantung (nodus SA, nodus AV, serat Purkinje) menghasil- kan impuls, nodus SA menghasilkan impuls lebih cepat, sehingga dapat mem- batalkan