BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah
Istilah “disabilitas” tidak dipahami disebagian masyarakat Indonesia,
berbeda dengan istilah “Penyandang Cacat” yang banyak diketahui dan sering
digunakan ditengah masyarakat. Disabilitas adalah istilah baru pengganti
penyandang cacat. Penyandang disabilitas diartikan sebagai individu yang
mempunyai keterbatasan fisik atau mental dan intelektual. Jadi, penyandang
disabilitas tubuh adalah individu yang mempunyai keterbatasan atau kekurangan
fisik, seperti cacat tubuh bawaan lahir, mengidap penyakit polio dan amputasi.
Penyandang cacat tubuh atau disabilitas tubuh merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari masyarakat Indonesia.
Bagi kaum disabilitas, masih sulit untuk memperoleh pekerjaan di instansi
pemerintah maupun pada perusahaan-perusahaan BUMN dan swasta. Meskipun,
pemerintah Indonesia dan pemerintah daerah Sumatera Utara telah mengeluarkan
berbagai bentuk kebijakan mengenai kesempatan kerja bagi penyandang
disabilitas, namun hal tersebut tidak mampu menjamin bahwa penyandang
disabilitas akan diberikan kesempatan yang sama untuk bekerja pada instansi
pemerintah, BUMN ataupun perusahaan swasta. Salah satu hambatan masalah
kesempatan atas pekerjaan bagi kaum disabilitas adalah ketidaksesuaian
keterampilan tenaga kerja penyandang cacat dengan persyaratan jabatan dan
kondisi kerja yang ada. Kurangnya tingkat pendidikan dan pelatihan keterampilan
persyaratan dari instansi negara maupun perusahaan swasta. Sehingga, lebih
banyak kaum disabilitas memilih bekerja sebagai wiraswasta dan bekerja pada
sektor jasa, seperti menjadi tukang pijit bagi tunanetra. Angka pengangguran juga
cukup tinggi untuk kaum disabilitas. Hal ini menunjukan bahwa masalah kaum
disabilitas untuk memperoleh pekerjaan juga menambah hambatan-hambatan
yang dialami kaum disabilitas dalam kehidupannya sehari-hari, selain hambatan
budaya dan stigma masyarakat kepada mereka. Terlebih lagi mereka juga harus
menghadapi masalah aksesibilitas fisik pada fasilitas umum yang belum juga
memadai.
Menurut data PUSDATIN dari Kementerian Sosial, pada 2010 jumlah
penyandang disabilitas di Indonesia adalah 11.580.117 orang dengan di antaranya
3.474.035 (penyandang disabilitas penglihatan), 3.010.830 (penyandang
disabilitas fisik/tubuh), 2.547.626 (penyandang disabilitas pendengaran),
1.389.614 (penyandang disabiltas mental) dan 1.158.012 (penyandang disabilitas
kronis). Sementara menurut data Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi,
pada 2010 jumlah penyandang disabilitas adalah 7.126.409 orang. Kurang
akuratnya data mengenai jumlah penyandang disabilitas telah menghambat
serangkaian aksi dan tindakan yang seharusnya dapat dilakukan. Bahkan tidak
terdapat data yang akurat dan mendalam mengenai penyandang disabilitas di
Indonesia. Menurut Badan Pusat Statistik, SAKERNAS 2011 jumlah keseluruhan
penduduk Indonesia adalah 237.641.326 orang dengan jumlah penduduk usia
diperkirakan 10 persen dari penduduk Indonesia 24 juta adalah penyandang
disabilitas.
(http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---asia/---ro-bangkok/---ilo-jakarta/documents/publication/wcms_233426.pdf diakses pada tanggal 19
November 2015 pukul 22.00 WIB )
Untuk menangani penyandang disabilitas, dibutuhkan
pendekatan-pendekatan yang manusiawi agar mereka dapat lebih mudah mengadakan
penyesuaian diri dalam kehidupan mereka, karena penyandang disabilitas pada
umumnya sangat perasa, seperti rendah diri dan kemudian menjadi terisolasi dari
kehidupan masyarakat. Keadaan disabilitas yang dimiliki oleh seseorang hanyalah
sekedar kelainan belaka. Sebenarnya mereka juga mempunyai kemampuan untuk
mencari nafkah sebagai sumber penghidupan bagi dirinya pribadi maupun
keluarga. Namun, mereka memerlukan adanya suatu pembinaan dan pelayanan
yang intensif, dalam arti lebih tinggi intesitasnya dari orang yang normal,
sehingga mereka punya bekal untuk dapat hidup secara mandiri tanpa perlu
bergantung pada orang lain. Disamping itu juga dapat berinteraksi dengan sesama
anggota masyarakat disekelilingnya. Mereka juga sangat membutuhkan santunan
sosial dan bimbingan keterampilan, serta pertolongan medis. Dengan adanya
latihan-latihan bimbingan sosial dan bimbingan keterampilan tersebut diharapkan
para penyandang disabilitas dapat memiliki kepribadian sebagai manusia yang
utuh, produktif serta mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan masyarakat.
Menurut Maslow, pada dasarnya manusia mempunyai 5 kebutuhan dasar
kebutuhan yang paling penting hingga yang tidak penting dan dari yang mudah
hingga yang sulit untuk dicapai atau didapat. Kebutuhan tersebut adalah: a)
kebutuhan fisiologis yaitu sandang, pangan dan kebutuhan biologis; b) kebutuhan
keamanan dan keselamatan yaitu bebas dari penjajahan, bebas dari ancaman,
bebas dari rasa sakit, dan bebas dari teror; c) kebutuhan sosial yaitu memiliki
teman, keluarga, dan kebutuhan cinta akan lawan jenis; d) kebutuhan penghargaan
berupa pujian, piagam, tanda jasa, dan hadiah; e) kebutuhan aktualisasi diri yaitu
keutuhan dan keinginan untuk bertindak sesuka hati sesuai dengan bakat dan
minatnya (Maslow 1988:39).
Penyandang disabilitas sebagai individu pada hakekatnya masih
mempunyai potensi yang dapat dikembangkan. Untuk mengembangkan potensi
tersebut diperlukan adanya program khusus, yaitu program usaha kesejahteraan
sosial bagi penyandang cacat. Oleh karena itu, penanganan terhadap penyandang
disabilitas tubuh perlu ditingkatkan dan dikembangkan serta disempurnakan, baik
kuantitas maupun kualitasnya menuju kearah tercapainya tujuan rehabilitasi
secara tuntas yang tercermin pada terwujudnya peningkatan kesejahteraan sosial
dan keberfungsian sosial penyandang disabilitas tubuh. Penyandang disabilitas
tubuh diusahakan agar dapat berusaha secara aktif dan positif mengembangkan
kemampuan atau potensi dirinya dalam kehidupan bermasyarakat.
Salah satu lembaga yang menangani peyandang disabilitas tubuh adalah
lembaga Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” Sumatera Utara yang dimaksudkan
untuk membantu para orang tua dan masyarakat dalam membina dan melayani
bakat dengan pengetahuan dan keahlian yang dimilikinya. Panti Sosial Bina
Daksa “Bahagia” Sumatera Utara didirikan pada tahun 1984 melalui bantuan
anggaran LOAN/OECF 1994/1995 yang secara bertahap pembangunannya
dilakssankan sampai dengan tahun 1998 yang bersumber dari dana APBN
Departemen Sosial RI. Sesuai dengan Keputusan Menteri Sosial RI Nomor
25/HUK/1998 tanggal 15 April 1998 secara resmi dikukuhkan menjadi salah satu
Unit Pelaksana Teknis di lingkungan kantor wilayah Departemen Sosial Sumatera
Utara dengan program rujukan regional pelayanan dan rehabilitasi sosial khusus
bagi penyandang cacat tubuh dari daerah Provinsi Daerah Istimewa Aceh,
Sumatera Utara dan Riau.
Panti Sosial Bina Daksa Bahagia “BAHAGIA” mempunyai tugas
melaksanakan perlindungan, advokasi, pelayanan dan rehabilitasi sosial,
pemberian informasi, rujukan, koordinasi dan kerjasama dengan instansi bagi
penyandang cacat agar mampu berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat.
Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” menerima penyandang disabilitas tubuh
berusia 15-35 tahun yang belum direhabilitasi dan penyandang disabilitas tubuh
berusai 15-35 tahun rujukan dari lembaga lain (LBK dan atau lembaga rehabilitasi
berbasis masyarakat lainnya).
(Pedoman rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan tubuh dalam panti,
kementerian sosial Republik Indonesia, direktorat jenderal rehabilitasi sosial
orang dengan kecacatan 2013).
Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” memiliki beberapa program yaitu;
keterampilan menjahit, service telepon seluler, service elektronik dan otomotif
sepeda motor. Usaha mewujudkan kesejahteran penyandang disabilitas tubuh
merupakan bagian integral dari pembangunan manusia Indonesia seutuhnya. Para
penyandang disbilitas tubuh merupakan bagian dari tunas bangsa yang
memerlukan perhatian khusus dalam pembinaan tingkah lakunya dan pemikiran
intelektualnya.
Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” adalah panti penyandang disabilitas
tubuh sebagai unit pelaksana teknis, yang mempunyai kedudukan sebagai
lembaga yang melaksanakan kegiatan operasional dibidang rehabilitasi sosial
penyandang disabilitas tubuh, untuk mempersiapkan mereka agar memiliki
berbagai keterampilan dan kesiapan mental, fisik, sosial yang dibutuhkan bagi
kepentingan hidupnya secara wajar sebagai warga negara dan anggota masyarakat
umumnya. Dalam melaksanakan tugas-tugasnya Panti Sosial Bina Daksa
“Bahagia” adalah panti penyandang disabilitas tubuh yang perlu dilengkapi
dengan berbagai perangkat, baik yang berupa sarana dan prasarana fisik, alat-alat
keterampilan kerja, tenaga pelaksanaan agar panti sosial penyandang disabilitas
tubuh dapat mempersiapkan para klien secara optimal. Hal ini sangat penting
artinya, mengingat program rehabilitasi sosial merupakan proses dari suatu sistem
yang melibatkan berbagai disiplin ilmu dari tahap pendekatan awal sampai tahap
akhir yaitu terminasi. Tahap terminasi dilakukan oleh lembaga terhadap klien
(penyandang disabilitas tubuh) guna untuk pemutusan hubungan pembinaan
tubuh akan menjadi pedoman untuk melakukan keberfungsian sosial di dalam
kehidupan mereka.
Pelayanan yang diterima oleh penyandang disbilitas tubuh di Panti Sosial
Bina Daksa “Bahagia” Sumatera Utara, dimana bimbingan keterampilan adalah
kegiatan utama ditambah bimbingan sosial sebagai kegiatan penunjang, bertujuan
untuk membentuk klien yang mandiri, memiliki fungsi sosial, dan bertanggung
jawab dalam menghadapi kehidupan di masyarakat. Setelah klien terminasi dari
Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” Sumatera Utara, maka pelayanan panti
berakhir dan bersamaan dengan itu klien harus keluar dari panti dan kembali ke
keluarga. Keberhasilan pelayanan dalam panti diketahui dari kondisi penyandang
disabilitas tubuh saat hidup bermasyarakat, yang dilakukan dari kegiatan evaluasi.
Setelah 17 tahun pelayanan rehabilitasi sosial oleh Panti Sosial Bina Daksa
“Bahagia” Sumatera Utara berdiri dan melayani peyandang disabilitas tubuh,
penulis tertarik untuk mengetahui dampak pelayanan rehabilitasi sosial tersebut
terhadap penyandang disabilitas tubuh yang telah terminasi pada tahun 2014 saja.
Maka dari itu berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, penulis
tertarik untuk meneliti dan mengetahui dampak dari pembinaan yang telah
dilakukan Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” Sumatera Utara terhadap
penyandang disabilitas tubuh pasca terminasi tahun 2014. Penulis membatasi
penelitian ini, hanya pada ruang lingkup setelah selesainya penyandang disabilitas
tubuh melakukan pembinaan atau pasca terminasi pada tahun 2014 dan jenis cacat
yang diteliti adalah cacat tuna daksa (cacat tubuh). Penulis mengangkat
skripsi dengan judul “Dampak Pelayanan Rehabilitasi Sosial terhadap Kemandirian Penyandang Disabilitas Tubuh Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” Sumatera Utara Pasca Terminasi pada tahun 2014”.
1.2Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya,
maka masalah penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut: “Apa Dampak dari Pelayanan Rehabilitasi Sosial terhadap Kemandirian Penyandang Disabilitas Tubuh Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” Sumatera Utara Pasca Terminasi pada tahun 2014?”
1.3Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya dampak dari
pelayanan rehabilitasi sosial Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” Sumatera Utara
pasca terminasi terhadap kemandirian penyandang disabilitas tubuh tahun 2014.
1.3.2 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diperoleh dalam penelitian ini adalah:
1. Bagi penulis sendiri untuk menambahkan wawasan dan
pengetahuan tentang penyandang disabilitas pasca terminasi oleh
2. Bagi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, penelitian ini
diharapkan dapat menambah referensi karya ilmiah dan sebagai
bahan kajian yang menyangkut evaluasi lembaga dalam menangani
penyandang disabilitas tubuh.
3. Memberikan kontribusi pemikiran dan masukan kepada
pemerintah, lembaga-lembaga masyarakat maupun instansi terkait
dalam upaya meningkatkan kualitas penanganan penyandang
disabilitas tubuh.
1.4 Sistematika Penulisan
Penulisan penelitian ini disajikan dalam enam bab dengan sistematika
sebagai berikut ini:
BAB I : PENDAHULUAN
Berisi latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penelitian.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisikan uraian dan konsep yang berkaitan dengan
masalah dan objek yang diteliti, kerangka pemikiran,
defenisi konsep dan defenisi operasional.
BAB III : METODE PENELITIAN
Bab ini berisikan tipe penelitian, lokasi penelitian, populasi
dan sampel, teknik pengumpulan data serta teknis analisis
BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Bab ini berisikan tentang sejarah PSBD “Bahagia”
Sumatera Utara dan gambaran umum lokasi penelitian serta
data-data lain yang turut memperkaya karya ilmiah ini.
BAB V : ANALISIS DATA
Bab ini berisikan tentang uraian data yang diperoleh dari
hasil penelitian dan analisisnya.
BAB VI : PENUTUP
Berisikan kesimpulan dan saran-saran penulis dari hasil