BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Prinsip Fluoresensi 2.1.1 Pengertian Flouresensi
Fluoresensi adalah proses pemancaran radiasi cahaya oleh suatu materi setelah tereksitasi oleh berkas cahaya berenergi tinggi. Emisi cahaya terjadi karena proses absorbsi cahaya oleh atom yang mengakibatkan keadaan atom tereksitasi (Retno, 2013).
Keadaan atom yang tereksitasi akan kembali keadaan semula dengan melepaskan energi yang berupa cahaya (de-eksitasi). Fluoresensi merupakan proses perpindahan tingkat energi dari keadaan atom tereksitasi (S1 atau S2) menuju ke keadaan stabil (ground states). Proses fluoresensi berlangsung kurang lebih 1 nano detik sedangkan proses fosforesensi berlangung lebih lama, sekitar 1 sampai dengan 1000 mili detik (Rhys-Williams, 2011).
Gambar 2.1. Diagram Jablonski
Gambar 2.1 adalah gambar diagram Jablonski yang menunjukan terjadinya proses fluoresensi dan fosforesensi. Ketika suatu atom atau molekul mengabsorbsi
Atom akan mengalami konversi internal atau relaksasi pada kondisi S1 dalam waktu yang sangat singkat sekitar 10-1 ns, kemudian atom tersebut akan
melepaskan sejumlah energi sebesar hνf yang berupa cahaya karenanya energi atom semakin lama semakin berkurang dan akan kembali menuju ke tingkat energi dasar S0 untuk mencapai keadaan suhu yang setimbang (thermally equilibrium).
Emisi fluoresensi dalam bentuk spektrum yang lebar terjadi akibat perpindahan tingkat energi S1 menuju ke sub-tingkat energi S0 yang berbeda-beda yang menunjukan tingkat keadaan energi dasar vibrasi atom 0, 1, dan 2 berdasarkan prinsip Frank-Condon (Hankiewiez, 2012).
Apabila intersystem crossing terjadi sebelum transisi dari S1 ke S0 yaitu saat di S1 terjadi konversi spin ke triplet state yang pertama (T1), maka transisi dari T1 ke S0 akan mengakibatkan fosforesensi dengan energi emisi cahaya
sebesar hνP dalam selang waktu kurang lebih 1μs sampai dengan 1s.
Proses ini menghasilkan energi emisi cahaya yang relatif lebih rendah dengan panjang gelombangyang lebih panjang dibandingkan dengan fluoresensi (Skoog, Holler, Crouch, 2012).
Beberapa kondisi fisis yang mempengaruhi fluoresensi pada molekul antara lain polaritas, ion-ion, potensial listrik, suhu, tekanan, derajat keasaman (pH), jenis ikatan hidrogen, viskositas dan quencher (penghambat de-eksitasi). Kondisi-kondisi fisis tersebut mempengaruhi proses absorbsi energi cahaya eksitasi.
Hal ini berpengaruh pada proses de-eksitasi molekul sehingga menghasilkan karakteristik intensitas dan spektrum emisi fluoresensi yang berbeda-beda . flouresensi lazim seribu kali lebih peka daripada spektrofotometri, meskipun nilai-nilai yang sebenarnya bergantungpada senyawa-senyawa yang dilibatkan dan instrumen mana yang tersedia.
Prinsip dasar setup peralatan untuk pengamatan sinyal fluoresensi diperlihatkan pada Gambar 2.2. berikut ini
Gambar 2.2. Prinsip Dasar Pengamatan Fluoresensi
Pada gambar 2.2, sumber dalam daerah uv/vis menyinari sampel sehingga sampel berfluoresensi. Adapun bagian-bagian prinsip dasar pengamatan fluoresensi adalah:
Source merupakan sumber spectrum yang kontinyu misalnya dari jenis lampu merkuri atau xenon. Monokromator (M1) untuk menyinari sampel dengan panjang gelombang tertentu. Monokromator kedua (M2) yang pada iradiasi konstan dapat dipakai menentukan panjang gelombang spectrum fluoresensi sampel.
menentukan kualitas spektrofotometer. Fungsi detector didalam spektrofotometer adalah menangkap cahaya yang diteruskan dari sampel dan mengubah signal radiasi menjadi signal elektronik.
Pada detector diinginkan kepekaan radiasi yang tinggi terhadap radiasi yang diterima, dengan tingkat kebisingan yang rendah, kemampuan respon kuantitatif dan signal elektronik yang ditansfer oleh detector dapat diaplikasikan oleh penguat (amplifier) ke recorder (rekaman / pembacaan )
Amplifier atau penguat dan Visual display untuk menggandakan radiasi dan meneruskan ke pembacaan. Amplifier dibutuhkan saat signal elektronik yang dialirkan setelah melewati detector untuk menguatkan karena penguat dengan resistensi masukan yang tinggi sehingga rangkaian detector tidak tersadap habis yang menyebabkan keluaran yang cukup besar untuk dapat dideteksi oleh suatu alat pengukur (meter).
Metode yang dirancang adalah sebuah sistem untuk dapat menangkap sinyal fluoresensi dari bahan yang akan diidentifikasikasi. Sinyal fluoresensi terjadi akibat transisi molekul energi level S1 dasar ke energi level S0 dengan
berbagai alternatif seperti energi vibrasi 3,2,1 dan 0. Dengan menggunakan persamaan Plank maka panjang gelombang maksimum ( m) adalah transisi dari
energy level S1 tingkat dasar ke energi level S0 tingkat dasar. Sinyal fluoresensi
Gambar 2.3. Spectrum fluoresensi
Pada Gambar 2.3. ditunjukkan spectrum sinyal pengeksitasi dan spectrum sinyal fluoresensi secara simultan menunjukkan spektrum fluoresensi yaitu eksitasi filter, dikromtik mirror dan emisi.
1. Eksitasi filter
Foton dengan energi hƲEX ditembakkan dari sumber energi eksternal seperti lampu pijar atau laser yang kemudian diserap oleh fluorophore sehingga elektronnya tereksitasi ke tingkat energi eksitasi (S1
2. Dikromatik mirror
’).
Molekul yang telah tereksitasi secara cepat rileks ke level energi vibrasi yang paling rendah dari S1’ yaitu S1 akibat disisipasi energi. Proses ini disebut
konversi internal, secara umum terjadi selama kurang dari 10-12
Untuk elektron yang tereksitasi ke S2’ dan seterusnya, elektron juga akan segera dengan cepat rileks ke keadaan S1’, dan emisi tetap terjadi pada keadaan energi vibrasi terendah S1.
3. Emisi
Ketika fluorophore kembali ke groundstate (S0), ia akan memancarkan
foton berenergi hƲEM yaitu sesuai dengan berbedaan energi antara S1 dan S0.
Karena adanya pengurangan energi pada tahap 2 maka foton yang diemisikan hƲEM memiliki energi yang lebih kecil dan panjang gelombang yang lebih besar daripada foton yang diserap hƲEX , sehingga spektrum emisi fluoresensi tidak tergantung panjang gelombang eksitasi. Perbedaan energi eksitasi dan emisi (hƲEX - hƲEM
Intensitas emisi fluoresensi sebanding dengan amplitudo spektrum eksitasi, tetapi panjang gelombang emisi tidak bergantung pada panjang gelombang eksitasi
) disebut pergeseran stoke.
2.1.2. Parameter Fluoresensi 2.1.4. Parameter Fluoresensi
Intensitas fluoresensi adalah jumlah foton yang diemisikan per unit waktu (s) per unit volume larutan (l) dalam mol atau ekivalensinya dalam Einstein, dimana 1 Einstein = 1 foton mol. Intensitas fluoresensi dalam unit volume larutan (medium) yang tereksitasi terjadi dalam selang waktu transisi (lifetime). Intensitas fluoresensi tersebut merupakan hasil emisi de-eksitasi sehingga lifetime pada S1 akan berpengaruh terhadap besarnya intensitas fluoresensi.
Pada gambar 2.3, Krs adalah konstanta kecepatan radiasi S1 → S0 (transisi dari S1 ke S0 ) , knrs adalah konstanta kecepatan non radiasi T1 → S0 (transisi dari T1 ke S0) yang terjadi setelah proses internal crossing system S1 → T1, kics adalah konstanta kecepatan proses internal conversion (bersifat non radiatif) dari T1 → S0
yang terjadi setelah transisi S2 → S1, dan krT adalah konstanta kecepatan radiatif transisi T1 → S0 yang terjadi setelah proses internal crossing system T1 → S0.
Eksitasi hingga ke tingkat energi S1 terjadi apabila sejumlah molekul A menyerap energi cahaya, dan ketika kembali ke tingkat energi S0 molekul tersebut akan mengemisikan radisi atau melepaskan energi non radiasi (fonon atau energi panas) dengan laju eksitasi sebagai berikut:
−�[1 ∗�]
�� = (���+���� )[1�
Dengan �∗adalah molekul A yang tereksitasi. Jumlah konsentrasi molekul yang tereksitasi dalam waktu t detik diperoleh dengan mengintegrasikan persamaan 2.1 terhadap waktu t sebagai berikut:
[1A ∗] = [1 A
]exp�− t
τs�………...(2.2)
τsadalah lifetime pada A∗ di S1, yang didefinisikan sebagai:
τs = 1
krs+knrs ………..………….. ….(2.3) Molekul A∗ mengemisikan foton akibat laju konstanta radiasi kr, yaitu:
A∗ kr s
→A + foton………..………(2.4)
Respon intensitas fluoresensi iF(t) merupakan intensitas yang mengalami penurunan secara eksponensial saat molekul A dieksitasi oleh pulsa cahaya δ(t):
if(t) = krs[1A ∗] = k
Laju konstanta radiasi dan non-radiasi berpengaruh terhadap intensitas fluoresensi sehingga hubungan antara kedua konstanta tersebut dapat dinyatakan sebagai efisiensi kuantum fluoresensi ΦF (lihat persamaan 2.3 dan 2.4). Dengan kata lain, rasio antara jumlah foton yang diemisikan dan jumlah foton yang diserap dapat dituliskan sebagai berikut:
Dalam kondisi tunak perubahan laju molekul yang tereksitasi bernilai konstan sehingga persamaan 2.1 menjadi:
−d[1 ∗A]
dt = 0 = kaαN0−(krs+ krs)[1A
∗]………(2.8)
Dimana kaαN0 adalah jumlah foton yang diserap per unit volume (L) per satuan detik (s). Karena jumlah molekul adalah konstan, sehingga intensitas fluoresensi dalam kondisi tunak adalah:
iF= krs[1A ∗] =αI0 k krs r s+k
nr
s =αI0ΦF………..………….………(2.9) Intensitas fluoresensi dalam kondisi tunak per jumlah foton yang diserap sebagai fungsi panjang gelombang foton yang diemisikan dinyatakan dalam persamaan berikut:
Atau
��(��,��) =���(��)��(��)………(2.11)
Dengan mensubtitusikan persamaan 2.10 ke persamaan 2.11 diperoleh:
��(��,��) =�Φ���(��)………...…………(2.12)
Dimana
��(��) =�0(��)− ��(��)………(2.13)
Dengan
��(��) =intensitas fluoresensi yang diukur pada rentang spektrum panjang
gelombang fluoresensi ��
��(��) = selisih intensitas cahaya yang datang dengan intensitas yang
ditransmisikan pada gelombang ��.
��(��) = intensitas eksitasi ditransmisikan.
�0(��) = intensitas cahaya yang datang.
� = konstanta fluoresensi, yang besarnya tergantung pada set up optis antara detektor dengan berkas fluoresensi
Proses fluoresensi dapat terjadi pada partikel dalam suatu medium. Hal tersebut terjadi akibat respon terhadap cahaya eksitasi dari elemen-elemen penyusunnya (kumpulan-kumpulan molekul atau atom yang relatif homogen) dengan mengasumsikan bahwa dimensi partikel sangat tipis sehingga proses absorbsi terhadap cahaya eksitasi tidak mengalami hambatan atau gangguan.
Pada saat cahaya eksitasi I0 datang menuju medium (dimensi lxl) yang berisi partikel-partikel, cahaya tersebut akan diabsorbsi oleh partikel-partikel sebesar IA dan sebagian diteruskan (tanpa absorbsi) sebesar IT (persamaan 2.13). Cahaya yang diabsorbsi selanjutnya dikonversi menjadi emisi cahaya fluoresensi (IF) oleh faktor efisiensi kuantum ΦF (persamaan 2.12).
Hubungan antara intensitas fluoresensi dan absorbansi suatu partikel akibat eksitasi dari suatu sumber cahaya dinyatakan dengan menggunakan hukum Beer-Lambert. Intensitas cahaya eksitasi yang ditransmisikan oleh sejumlah konsentrasi partikel N sebesar IT(λE) pada luasan medium a dan sepanjang arah rambat cahaya eksitasi l dituliskan sebagai berikut
Dimana
ε(λE) = koefesien absorbsi pada panjang gelombang eksitasi (L/[partikel.m]) l = panjang lintasan optik yang dilewati oleh sumber cahaya (m)
N = konsentrasi partikel (partikel/L)
a = luasan berkas cahaya eksitasi yang melewati partikel-partikel dalam medium (m2)
Tanda minus dalam exponensial pada persamaan 2.1. menunjukkan bahwa intensitas cahaya eksitasi yang ditransmisikan oleh konsentrasi partikel menurun secara eksponensial akibat luasan berkas sinar eksitasi a dan absorbsi sepanjang lintasan l. Dengan mensubstitusikan persamaan 2.14 ke 2.13 didapatkan persamaan intensitas absorbsi cahaya eksitasi pada konsentrasi partikel, sebesar:
�� = �0(��)(1−exp[−���(��)�] )...(2.15)
Intensitas cahaya fluoresensi yang diemisikan oleh suatu konsentrasi partikel pada suatu volume, adalah sebanding dengan jumlah intensitas cahaya absorbsi yang terkonversi menjadi cahaya fluoresensi (persamaan2. 12). Selanjutnya dengan mensubtitusikan persamaan 2.15 ke 2.12 diperoleh intensitas cahaya fluoresensi sebagai fungsi ΦF yaitu:
�� = �Φ��0(��)(1−exp[−���(��)�] )...(2.16)
Persamaan 2.16 merupakan fungsi IF yang membentuk hubungan eksponensial sebagai fungsi dari IA dan IT. ΦF merupakan faktor konversi intensitas cahaya yang diabsorbsi oleh konsentrasi partikel menjadi energi cahaya fluoresensi dan diperoleh melalui pendekatan empirik (eksperimen) dan analitik mengacu pada persamaan 2.7 dan 2.10. Faktor ΦF tergantung dari karakteristik absorbsi dan fluoresensi partikel dalam medium. Persamaan 2.16 dapat disederhanakan dengan menggunakan deret Mc Laurin menjadi sebagai berikut: exp[−���(��)�] = [1− ���(��)�]...(2.17) Persamaan 2.17 kemudian disubtitusikan ke persamaan 2.16 diperoleh bentuk persamaan yang lebih sederhana, yaitu :
�� =�Φ��0(��)[���(��)�])………...…(2.18)
Perbandingan antara IF dan Io pada persamaan 2.18 dinyatakan dalam persamaan 2.19 dan disebut sebagai intensitas fluoresensi yang ternormalisasi.
��
Perbandingan jumlah foton yang diserap dengan emisi fluoresensi didefenisikan
VR = konstanta vibrasi relaksasi energi state T
K
= waktu hidup masing – masing ‘presence’ dan ‘absence’ = formasi efisiensi pada triplet state
Peluruhan Intensitas sinyal fluoresensi adalah :
I = I0e adalah intensitas awal pada t = 0
� adalah lifetime (waktu hidup) Persamaan B eer-Lambert pada proses absorbsi
Log ( I0 / I� ) = ��� ……….…………...………(
Dimana I0
I� = Intensitas cahaya yang ditransmisikan = Intensitas cahaya pengeksitasi
Hukum lambert-beer atau Hukum Beer, berbunyi: “jumlah radiasi cahaya tampak (ultraviolet, inframerah dan sebagainya) yang diserap atau ditransmisikan oleh suatu larutan merupakan suatu fungsi eksponen dari konsentrasi zat dan tebal larutan”.
Hukum Lambert-Beer menyatakan hubungan linieritas antara absorban dengan konsentrasi larutan analit dan berbanding terbalik dengan transmitan.
Dalam hukum Lambert-Beer tersebut ada beberapa pembatasan, yaitu : a) Sinar yang digunakan dianggap monokromatis
b) Penyerapan terjadi dalam suatu volume yang mempunyai penampang yang sama
c) Senyawa yang menyerap dalam larutan tersebut tidak tergantung terhadap yang lain dalam larutan tersebut
d) Tidak terjadi fluorensensi atau fosforisensi
e) Indeks bias tidak tergantung pada konsentrasi larutan Hukum Lambert-Beer dinyatakan dalam rumus sbb :
A = e.b.c ………..……… (2.30) dimana A = absorban
e = absorptivitas molar b = tebal kuvet (cm) c = konsentrasi
Berdasarkan hukum Lambert-Beer, rumus yang digunakan untuk menghitung banyaknya cahaya yang di hamburkan:
�= It
�� ……….……..……(2.31)
dan absorbansi dinyatakan dengan rumus:
A =-Log T= Log It
�� ………..………...….(2.32)
dimana I0 merupakan intensitas cahaya datang dan It atau I1 adalah intensitas
2.2. Spektroskopi
2.2.1 Pengertian Spektroskopi
Spektroskopi adalah ilmu yang mempelajari tentang metode-metode untuk menghasilkan dan menganalisis spektrum. Interpretasi spektrum yang dihasilkan dapat digunakan untuk analisis unsur kimia, meneliti arus energi atom dan molekul, meneliti struktur molekul, dan untuk menentukan komposisi dan gerak benda-benda langit (Danusantoso,2012: 409).
Berdasarkan sinyal radiasi elektromagnetik, spektroskopi dibagi menjadi empat golongan yaitu spektroskopi absorpsi, spektroskopi emisi, spektroskopi scattering,dan spektroskopi fluoresensi. Spektroskopi pada umumnya digunakan dalam kimia fisik dan kimia analisis untuk mengidentifikasi suatu subtansi melalui spectrum yang dipancarkan atau diserap.alat untuk merekam spectrum disebut spectrometer.
Spektroskopi merupakan studi antaraksi radiasi elektromagnetik dengan materi (Rhys-williams, 2011)
Tabel 2.1. Radiasi Elektromagnetik
Gambar 2.4. Gelombang Elektromagnetik
Panjang gelombang (dengan simbol ) adalah jarak antara dua puncak atau dua lembah dari suatu gelombang seperti terlihat pada Gambar 2.4.
Biasanya satuan panjang gelombang dinyatakan dalam nm atau Angstrom
(l nm = 10 Angstrom), kecuali radiasi infra merah dalam μm, gelombang mikro
dalam cm dan gelombang radio dalam m (meter). Panjang gelombang radiasi sinar tampak berkisardari 390 sampai 780 nm dan radiasi infra merah berkisar dari 780 sampai 1000 um. Frekuensi dengan simbol menunjukkan jumlah gelombang yang terjadi per-detik. Frekuensi sering dinyatakan dengan satuan detik-1 atau putaran per detik (Hz, Hertz). Perkalian antara frekuensi dalam detik-1 dan panjang gelombang dalam cm menipakan suatu konstanta yang disebut kecepatan radiasi (Gunandjar,2013).
υλ =c ...(2.33)
Kecepatan radiasi diberi simbol c dan satuannya adalah cm per detik. Besarnya kecepatan radiasi telah ditentukan secara tepat dalam vakum vaitu 2,99792 x 1010 cm/detik. Jadi, dalam vakum : c = 3 x 1010 cm/detik, Bilangan
gelombang dengan symbol δ menunjukkan jumlah gelombang per cm. Bila
panjang gelombang dinyatakan dalam cm, bilangan gelombang sama dengan 1/λ. Bilangan gelombang sering dipakai untuk menyatakan spektrum pada daerah infra merah yang berkisar dari 12800 sampai 10 cm-1. Radiasi electromagnetik dipancarkan dan diserap sebagai paket energi yang disebut foton (Maridi,2013). Energi foton tergantung pada frekuensi radiasi dengan persamaan:
E = hυ...(2.34)
dengan h menyatakan tetapan Planck yang besarnya 6,63 x 10-27 erg detik atau 6,63 x 10-34J detik. Besaran energi foton sinar X (λ 108 cm) adalah sekitar 1000
kali energi foton yang dipancarkan kawat Wolfram (Tungsten) pijar (λ 10-4
Dikenal dua kelompok utama spektroskopi yaitu spektroskopi atom dan spektroskopi molekul.Dasar dari spektroskopi atom adalah tingkat energi elektron terluar suatu atom atau unsur sedangkan dasar dari spektroskopi molekul adalah tingkat energi molekul yang melibatkan energi elektronik, energi vibrasi, dan energi rotasi.
cm).
Berdasarkan signal radiasi elektromagnetik penggolongan spektroskopi dibagi menjadi empat golongan yaitu (a) spektroskopi absorpsi, (b) spektroskopi emisi, (c) spektroskopi scattering, dan (d) spektroskopi fluoresensi. Spektroskopi absorpsi meliputi spektroskopi absorpsi sinar X, spektroskopi absorpsi UV-Vakum, spektroskopi absorpsi UV-VIS, spektroskopi absorpsi infra merah (IR), spektroskopi absorpsi gelombang mikro, spektroskopi resonansi magnet inti (NMR), spektroskopi resonansi spin elektron (ESR), dan spektroskopi photoacoustic.
Spektroskopi emisi terdiri atas emisi sinar gamma, spektroskopi emisi sinarX, dan spektroskopi emisi UV-Vis. Spektroskopi scattering adalah spektroskopi Raman, sedangkan Spektroskopi fluoresensi terdiri dari spektroskopi fluoresensi sinar X dan spektroskopi fluoresensi UV-VIS (Soedyartomo,2013).
Berbagai teknik spektroskopi banyak digunakan dalam analisis senyawa anorganik (senyawa kompleks koordinasi), antara lain: spektroskopi UV-VIS, spektroskopi absorpsi atom, spektroskopi infra merah, spektroskopi fluorensi, spektroskopi NMR, dan spektroskopi masses.
Daerah sinar tampak mulai dari warna merah pada panjang gelombang 780 nm sampai warna ungu pada panjang gelombang 380 nm (kisaran frekuensi 12800-26300 cm-l), sedangkan daerah ultra violet dan panjang gelombang 380 nm sampai 180 nm (kisaran frekuensi 26300-55500 cm- l). Energi pada daerah ultra violet dan sinar tampak berkisar dari 140 sampai 660 kJ/mol (Abdul,Nursiah,2014).
(2) wadah sampel, (3) monokhromator, (4) detektor, dan (5) rekorder(Abdul, Nursiah, 2014). Sumber radiasi untuk spektroskopi UV-Vis adalah lampu wolfram (tungsten).
Umumnya wadah sampel disebut sel atau kuvet. Kuvet yang terbuat dari kuarsa baik untuk spektroskopi ultra violet dan juga untuk spektroskopi sinar tampak. Kuvet plastik dapat digunakan untuk spektroskopi sinar tampak. Panjang sel untuk spektroskopi UV-Vis biasanya 1 cm, ada juga sel dengan panjang 0,1 cm. Monokhromator adalah alat yang paling umum dipakai untuk menghasilkan berkas radiasi dengan satu panjang gelombang. Monokhromator untuk radiasi ultra violet, sinar tampak dan infra merah adalah serupa yaitu mempunyai celah (slit), lensa, cermin, dan prisma atau grating (Susila,2013).
Terdapat dua macam monokhromator yaitu monokhromator prisma Bunsen dan monokhromator grating Czerney-Turner. Dikenal dua macam detektor yaitu detektor foton dan detektor panas. Detektor foton termasuk (1) sel photovoltaic, (2) phototube, (3) photomultiplier tube, (4) detektor semi konduktor, dan (5) detektor diode silikon. Detektor panas biasa dipakai untuk mengukur radiasi infra merah, termasuk thermocouple dan bolometer. Signal listrik dari detektor biasanya diperkuat lalu direkam sebagai spekt.rum yang berbentuk puncak-puncak. Plot antara panjang gelombang dan absorbans akan dihasilkan spectrum (Fatma,2013).
Gambar 2.1 adalah gambar diagram Jablonski yang menunjukan terjadinya proses fluoresensi dan fosforesensi. Ketika suatu atom atau molekul mengabsorbsi
energi cahaya sebesar hνA maka elektron-elektron pada kondisi dasar (ground sate) S0 akan berpindah ke tingkat energi yang lebih tinggi ke tinggat S1 atau S2.
2.2.2 Pembagian Spektroskopi
Ada berbagai macam spektroskopyi diantaranya : 1. Spektroskopi Emisi
Spektroskopi Emisi Atom. Pada metode ini atom-atom unsur dalam nyala api akan tereksitasi.
Pada waktu atom-atom kembali ke tingkat dasar akan memancarkan radiasi elektromagnetik yang disebut radiasi emisi dimana energi radiasi emisi ini sama dengan energi radiasi eksitasi. Jadi sumber radiasi disini berasal dari sampel. Intensitas radiasi emisi ini kemudian dideteksi oleh detektor setelah melalui monokromator. Dalam hal ini konsentrasi unsur sebanding dengan intensitas radiasi, artinya terdapat hubungan linear antara intensitas radiasi dengan konsentrasi unsur.
2. Spectroskopi Absorbsi
Spektroskopi absorpsi yaitu transmitansi, absorbansi dan absorptivitas. Spektroskopi absorbsi adalah teknik dimana kekuatan seberkas cahaya diukur sebelum dan sesudah melewati suatu materi yang pada teknik ini ada fenomena penyerapan cahaya.
Istilah tersebut digunakan dalam spektroskopi UV-Vis, spektroskopi absorpsi atom dan spektroskopi IR. Transmitansi Apabila suatu berkas sinar radiasi dengan intensitas Io dilewatkan melalui suatu larutan dalam wadah transparan maka sebagian radiasi akan diserap sehingga intensitas radiasi yang diteruskan It menjadi lebih kecil dari Io.
Transmitansi dengan simbol T dari larutan merupakan fraksi dari radiasi yang diteruskan atau ditansmisikan oleh larutan, yaitu :
T = It/Io………...(2.36) Transmitansi biasanya dinyatakan dalam persen (%). Absorbansi dengan simbol A dari suatu larutan merupakan logaritma dari 1/T atau logaritma Io/It.
A = log (1/T) ………...(2.37) log (Io/It) = - log (T) ………...(2.38)
larutan, Jika konsentrasi c dinyatakan dalam mol/liter (Molar) dan tebal larutan dalam cm maka absortivitas , sehingga A (absortivitas molar).
Hukum Beer menyatakan bahwa absorbansi berbanding langsung dengan tebal larutan dan konsentrasi seperti telah dikemukakan sebelumnya. Rumus ini dapat dijelaskan sebagai berikut : Radiasi dengan intensitas Io yang dilewatkan bahan setebal b berisi sejumlah n partikel (atom, ion atau molekul) akan mengakibatkan intensitas berkurang menjadi It Io > It. Berkurangnya intensitas radiasi tergantung dari luas penampang (S) yang menyerap partikel, dimana luas penampang ini sebanding dengan jumlah partikel (n).
3. NMR Spektroskopi
Spektroskopi resonansi magnetik nuklir, yang paling umum dikenal sebagai spektroskopi NMR, adalah nama yang diberikan kepada teknik yang mengeksploitasi sifat magnetik inti tertentu. Ketika ditempatkan dalam medan magnet, NMR inti aktif (seperti 1 H atau 13 C) menyerap frekuensi karakteristik dari isotop.
Frekuensi resonansi, penyerapan energi dan intensitas sinyal sebanding dengan kekuatan medan magnet. Sebagai contoh, dalam 21 tesla medan magnet, proton beresonansi pada frekuensi 900 MHz. Hal ini umum untuk mengacu ke 21 T magnet sebagai 900 MHz magnet, meskipun inti berbeda beresonansi pada frekuensi yang berbeda di bidang ini kekuatan. Dalam medan magnet bumi inti yang sama beresonansi pada frekuensi audio.
Efek ini digunakan di lapangan Bumi NMR spektrometer dan instrumen lainnya. Karena instrumen ini portabel dan murah, mereka sering digunakan untuk mengajar dan studi lapangan.
4. Spektroskopi Infra Merah
Spektroskopi inframerah merupakan salah satu alat yang banyak dipakai untuk mengidentifikasi senyawa, baik alami maupun buatan.
Dalam bidang fisika bahan, seperti bahan-bahan polimer, inframerah juga dipakai untuk mengkarakterisasi sampel.
spektrum. Karena kompleksnya interaksi dalam vibrasi molekul dalam suatu senyawa dan efek-efek eksternal yang sulit dikontrol seringkali prediksi teoretik tidak lagi sesuai. Pengetahuan dalam hal ini sebagian besar diperoleh secara empiris dan pengalaman.
5. Spektroskopi Inframerah Dekat (IMD)
Didasarkan pada efek overtone molekul dan getaran kombinasi. Transisi dua efek ini “terlarang” dala m aturan larangan pada mekanika kuantum. Sebagai hasilnya, absorptivitas molar pada wilayah inframerah dekat cukup kecil.
Teknik ini memiliki keuntungan karena IMD secara umum dapat jauh menembus sampel daripada radiasi “inframerah sedang”. Teknik ini dikenal kurang sensitif, tetapi sangat berguna dalam pengujian material “mentah” (belum diolah), tanpa atau hanya sedikit persiapan sebelumnya.
Dalam praktek, NIRS seringkali dikalibrasi dengan teknik lain yang lebih sensitif untuk mendapatkan hubungan antara hasil kedua teknik itu. Spektrum yang dihasilkan overtone molekul dan getaran kombinasi di bagian IMD umumnya sangat lebar, sehingga terbentuk spektrum-spekrum yang rumit. Ini menyulitkan penentuan komponen kimiawi yang spesifik.
Teknik-teknik kalibrasi statistika multivariat (seperti analisis komponen utama atau kuadrat terkecil parsial) sering dipakai untuk memberikan informasi tentang kandungan kimiawi yang diinginkan.
6. Spektroskopi (Gelombang) Inframerah-Dekat (Near-infrared
Spectroscopy)
Biasa dikenal dengan singkatannya: NIRS merupakan satu teknik spektroskopi yang menggunakan wilayah panjang gelombang inframerah pada spektrum elektromagnetik (sekitar 800 sampai 2500 nm). wilayah gelombang merah yang tampak.
kualitas), riset mesin bakar, serta spektroskopi dalam astronomi.NIRS umum dipakai dalam Dikatakan “inframerah dekat” (IMD) karena wilayah ini berada di dekat diagnostik medis, terutama dalam pengukuran kadar oksigen darah, atau juga kadar gula darah.
Meskipun bukan teknik yang sangat sensitif, NIRS “tidak menakutkan” pasien/subjek karena tidak memerlukan pengambilan sampel (non-invasif) dan dilakukan langsung dengan menempelkan sensor di permukaan kulit.
7. Spektroskopi Serapan
Spektroskopi Serapan adalah teknik di mana kekuatan sinar cahaya diukur sebelum dan sesudah interaksi dengan sampel dibandingkan. Teknik penyerapan spesifik cenderung disebut oleh panjang gelombang radiasi diukur seperti ultraviolet, inframerah atau spektroskopi penyerapan microwave.
Penyerapan terjadi ketika energi dari foton sesuai dengan perbedaan energi antara dua negara material.
8. Spektroskopi Fluoresensi
Fluoresensi Spektroskopi menggunakan foton energi yang lebih tinggi untuk merangsang sampel, yang kemudian akan memancarkan foton energi yang lebih rendah. Teknik ini telah menjadi populer untuk aplikasi biokimia dan medis, dan dapat digunakan untuk mikroskopi confocal, transfer energi resonansi fluoresensi, dan pencitraan fluoresensi seumur hidup.
Spektroskopi Fluoresensi Atom. Pada metode ini seperti pada spektroskopi absorpsi atom untuk membentuk partikel-partikel atom diperlukan nyala api.
Energi radiasi yang diserap oleh partikel atom akan dipancarkan kembali ke segala arah sebagai radiasi fluoresensi dengan panjang gelombang yang karakteristik. Sumber radiasi ditempatkan tegak lurus terhadap nyala api sehingga hanya radiasi fluoresensi yang dideteksi oleh detektor setelah melalui monokromator.
Intensitas radiasi fluoresensi ini berbanding lurus dengan konsentrasi unsur.
Ketika X-ray dari frekuensi yang cukup (energi) berinteraksi dengan zat, elektron shell batin dalam atom sangat antusias untuk orbital kosong luar, atau mereka mungkin dihapus sepenuhnya, ionisasi atom. Shell "lubang" dalam kemudian akan diisi oleh elektron dari orbital terluar. Energi yang tersedia dalam proses de-eksitasi dipancarkan sebagai radiasi (fluoresensi) atau akan menghapus lain yang kurang-terikat elektron dari atom (Auger effect).
Frekuensi absorpsi atau emisi (energi) merupakan karakteristik dari atom tertentu. Selain itu, untuk suatu atom tertentu, kecil frekuensi (energi) variasi yang merupakan ciri khas dari ikatan kimia terjadi. Dengan alat yang cocok, ini karakteristik sinar-X atau elektron Auger frekuensi energi dapat diukur. X-ray spektroskopi penyerapan dan emisi yang digunakan dalam ilmu kimia dan material untuk menentukan komposisi unsur dan ikatan kimia.
X-ray Kristalografi adalah proses hamburan; kristal bahan pencar sinar-X pada sudut didefinisikan dengan baik. Jika panjang gelombang insiden sinar-X yang diketahui, ini memungkinkan perhitungan jarak antara pesawat dari atom-atom dalam kristal.
Intensitas dari sinar-X yang tersebar memberikan informasi tentang posisi atom dan memungkinkan susunan atom-atom dalam struktur kristal harus dihitung. Namun, cahaya sinar-X kemudian tidak tersebar sesuai dengan panjang gelombang, yang ditetapkan pada nilai yang diberikan, dan difraksi sinar-X demikian bukanlah sebuah spektroskopi.
10.Spektroskopi Raman
Merupakan teknik spektroskopi yang berdasarkan pada hamburan inelastik dari cahaya monokromatik yang biasanya berasal dari sinar laser sehingga mengakibatkan deformasi molekular oleh medan listrik E yang ditentukan dengan
kemampuan polarisasi molekular α.
11.Spektroskopi Ultraviolet-Visible
Penyerapan cahaya ini relatif tinggi-energi menyebabkan eksitasi elektronik. Bagian mudah diakses dari daerah ini (panjang gelombang 200 sampai 800 nm) menunjukkan serapan hanya jika terkonjugasi pi-elektron sistem yang hadir.
12.Spektoskopimassa
Spektometer massa adalah suatu instrumen yang dapat menyeleksi molekul-molekul gas bermuatan berdasarkan massa atau beratnya. Teknik ini tidak dapat dilakukan dengan spektroskopi, akan tetapi nama spektroskopi dipilih disebabkan persamaannya dengan pencatat fotografi dan spektrum garis optik. Umumnya spektrum massa diperoleh dengan mengubah senyawa suatu sampel menjadi ion-ion yang bergerak cepat yang dipisahkan berdasarkan perbandingan massa terhadapmuatan.
Proses ionisasi menghasilkan partikel-partikel bermuatan positif, dimana massa terdistribusi adalah spesifik terhadap senyawa induk. Selain untuk penentuan stuktur molekul, spektum massa dipakai untuk penentuan analisis kuantitatif.
Prinsip Spektroskopi Massa merupakan suatu instrumen yang menghasilkan berkas ion dari suatu zat uji, memilah ion tersebut menjadi spektum yang sesuai dengan perbandingan massa terhadap muatan dan merekam kelimpahan relatif tiap jenis ion yang ada.
Umumnya hanya ion positif yang dipelajari karena ion negatif yang dihasilkan dari sumber tumbukan umumnya sedikit.
13. Spektroskopiatomik
Spektroskopi atom adalah penentuan komposisi unsur dengan spektrum elektromagnetik atau massa.Studi tentang spektrum elektromagnetik disebut Spektroskopi Atom optik.
Ilmu spektroskopi atom telah menghasilkan tiga teknik untuk menggunakan analisis:
• AtomicAbsorption.
• AtomicEmission.
• AtomicFluorescence
14.Spektroskopi Serapan Atom
Adalah teknik untuk menentukan konsentrasi logam tertentu elemen dalam sampel. Teknik ini dapat digunakan untuk menganalisis konsentrasi lebih dari 70 jenis logam yang berbeda dalam suatu larutan. Teknik ini memanfaatkan spektrometri penyerapan untuk menilai konsentrasi dari analit dalam sampel karena itu sangat bergantung pada hukum Beer-Lambert .
Singkatnya, elektron dari atom dalam pengabut dapat dipromosikan ke orbital yang lebih tinggi untuk waktu singkat dengan menyerap jumlah set energi (cahaya yaitu panjang gelombang yang diberikan).
Jumlah energi ini (atau panjang gelombang) adalah tertentu untuk transisi elektron dalam elemen tertentu, dan secara umum, sesuai dengan panjang gelombang masing-masing hanya satu elemen. Teknik ini memberikan selektivitas unsurnya.
15.Spektroskopi Emisi Atom (AES)
Adalah metode analisis kimia yang menggunakan intensitas cahaya yang dipancarkan dari api, plasma ,busur, atau percikan pada panjang gelombang tertentu untuk menentukan jumlah suatu unsur dalam sampel. Panjang gelombang dari garis spektral atom memberikan identitas elemen sedangkan intensitas cahaya yang dipancarkan sebanding dengan jumlah atom unsur.
16. Fluoresensi Spektroskopi Atau Metode Spektrofluorometri
menyebabkan mereka memancarkan cahaya dari energi yang lebih rendah, biasanya, tetapi tidak harus, cahaya tampak.
17.Spektroskopy Sinar Gamma
Metode spektroskopi sinar gamma sama dengan spektroskopi inframerah , merupakan suatu metode yang meliputi teknik serapan (absorption), teknik emisi (emission), teknik fluoresensi (fluorescence).
Komponen umumnya hanya komponen medan listrik seperti dalam fenomena transmisi, pemantulan, pembiasan, dan penyerapan. Penemuan infra merah ditemukan pertama kali
Penelitian selanjutnya diteruskan ole melakukan berbagai penelitian dengan menggunakan spektroskopi inframerah. Pada ta struktur molekul dengan inframerah dengan ditemukannya gugus metil dalam suatu molekul akan memberikan serapan karakteristik yang tidak dipengaruhi oleh susunan molekulnya.
Penyerapan
Metode Spektroskopi Gamma ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi suatu senyawa yang belum diketahui,karena untuk senyawa tersebut. Metode ini banyak digunakan karena:
a. Cepat dan relatif murah
b. Dapat digunakan untuk mengidentifikasi
c. Spektrum inframerah yang dihasilkan oleh suatu senyawa adalah khas dan oleh karena itu dapat menyajikan sebuah fingerprint (sidik jari) untuk senyawa tersebut
2.2.3. Spektrofotometri
dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang diarbsorbsi.
Jadi spektrofotometer digunakan untuk mengukur energi secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan atau diemisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang.
Pada spektrofotometer, panjang gelombang yang benar-benar terseleksi dapat diperoleh dengan bantuan alat pengurai cahaya seperti prisma ataupun celah optis.
Cara kerja spektrofotometer secara singkat adalah sebagai berikut. Tempatkan larutan pembanding, misalnya blangko dalam sel pertama sedangkan larutan yang akan dianalisis pada sel kedua.
Kemudian pilih foto sel yang cocok 200nm-650nm (650nm-1100nm) agar
daerah λ yang diperlukan dapat terliputi. Dengan ruang foto sel dalam keadaan
tertutup “nol” galvanometer didapat dengan menggunakan tombol dark-current. Pilih h yang diinginkan, buka fotosel dan lewatkan berkas cahaya pada blangko dan “nol” galvanometer didapat dengan memutar tombol sensitivitas. Dengan menggunakan tombol transmitansi, kemudian atur besarnya pada 100%. Lewatkan berkas cahaya pada larutan sampel yang akan dianalisis (Rhys-Williams, 2011). 2.3 Tingkat Energi Molekular
Secara keseluruhan susunan tingkatan energi molekular terdiri dari bagian yang berasal dari rotasi molekul, vibrasi atom seta keadaan elektroniknya. Oleh karena itu energi total molekul adalah jumlah dari kontribusi energi elektronik, energi vibrasi dan energi rotasi (Bisman,2008). Secara matematik energi total dari molekul adalah seperti persamaan dibawah.
Etotal = Eel + Evib +
= energi eletronik dari molekul
vib
E
= energi vibrasi antara atom dari molekul
Secara hirarki hubungan antara energi level diatas ditunjukkan pada Gambar (2.5) dibawah
Gambar 2.5 Tingkat Energi Molekular
Jika molekul dalam suatu pelarut disinari dengan cahaya dalam daerah cahay tampak atau uv maka absorbsi cahaya akan menyebabkan transisi molekul terjadi antara energi elektronik yang berbeda., frekuensi dari rumus Plank adalah, h v = ∆ E = E’ – E”...(2.40) = ( E’el – E”el ) + (E’vib – E”vib ) + (E’rot – E”rot )...(2.41)
Tabel 2.2. Taksiran Energi dan Panjang Gelombang Untuk Berbagai Transisi
TRANSISI
TAKSIRAN Energi (kJ/ mole)
Taksiran Panjang Gelombang (nm)
Electronic (Ec) 400 3 x 102
Vibrational (Ev) 20 6 x 103
Rotational (Er) 0,4 3 x 108
2.4 Eksitasi dan Emisi
Jika molekul menyerap energi gelombang elektromagnetik dalam daerah ultraviolet atau visible maka molekul tersebut akan tereksitasi kepada tingkat elektronik yang lebih tinggi. Multiplicity M didefinisikan sebagai berikut ;
M = 2S + 1...(2.42) Dimana S = bilangan spin quantum dari molekul
Kebanyakan molekul organic S = 0, karena molekul mempunyai jumlah electron genap, jadi pada energi paling bawah semua electron mempunyai pasangan spin, sehingga multiplicity menjadi :
M = 1...(2.43) Hal ini disebut single state. Pada ground state singlet didefinisikan sebagai So, dan level pertama dan kedua eksitasi singlet state disebut masing – masing S1
dan S2
Dalam fase padatan (condensed-phase) molekul yang tereksitasi dengan cepat akan melepaskan kelebihan energi vibrasinya berupa panas. Hal ini terjadi akibat tumbukan antara molekul organic dengan molekul pelarut dalam proses relaksasi vibrasional (vibrational relaxation-VR) pada tingkat tereksitasi S2. Kemudian akan terjadi proses konversi internal (internal convertion – IC), yaitu perpindahan molekul dari tingkat eksitasi S2 dasar menuju tingkat eksitasi S1 yang setara.
. Secara kualitatif proses absorpsi dan emisi untuk molekul organic dapat dilukiskan dengan menggunakan diagram tingkat energi Jablonski seperti diperlihatkan pada Gambar 2.4.a dibawah.
Pada tingkat eksitasi S1 akan terjadi pula proses relaksasi vibrasi hingga mencapai tingkat dasar S1. Seluruh proses relaksasi vibrasi dan konversi internal ini terjadi dalam waktu sangat singkat, berkisar sekitar 10-12
Pada umumnya emisi fluoresensi mempunyai usia dalam orde nano detik (10
detik, dari tingkat terkesitasi S1 dasar, molekul akan meluruh kembali menuju tingkat dasar S0 dengan memcancarkan photon. Proses emisi radiasi ini disebut fluoresensi (Eko,Endang,Indi,2012).
-9
Gambar 2.6. Proses Absorbs dan Emisi Fluoresensi Pada Energi Level Jablonski
Spektrum eksitasi dan fluoresensi diperlihatkan pada gambar 3 berikut ini
2.4.2 Ringkasan Proses Eksitasi dan Deeksitasi
Peluruhan Intensitas sinyal fluoresensi adalah : sec)
I = I0e-t/ ...(2.44) Dengan : I0
I adalah intensitas setelah waktu adalah intensitas awal pada t = 0,
,
adalah lifetime (waktu hidup)
Persamaan Beer-Lambert pada proses absorbs
Log ( I0 / I ) = ...(2.45) Dimana I0
I
= Intensitas cahaya pengeksitasi
= Intensitas cahaya yang ditransmisikan
, b dan c adalah masing – masing parameter molar
2.5 Prinsip Dasar Pengamatan Fluoresensi
Prinsip dasar setup peralatan untuk pengamatan sinyal fluoresensi diperlihatkan pada Gambar 2.9 berikut ini.
Gambar 2.9. Spektrum eksitasi dan fluoresensi
2.6. Luminesensi
Luminesensi adalah fenomena fisika berupa pancaran cahaya dari suatu bahan yang tidak panas. Luminesensi adalah emisi cahaya oleh suatu zat yang bukan berasal dari panas, sehingga ia adalah sebuah bentuk radiasi benda dingin. Luminesensi dapat disebabkan oleh reaksi kimia, energi listrik, gerakan subatomik, atau tekanan pada Kristal
Ini membedakan luminesensi dari pijaran (inkandesens), yang cahayanya dipancarkan oleh suatu zat sebagai akibat dari pemanasan.
Secara historis, radioaktivitas dianggap sebagai bentuk radioluminesensi, meskipun sekarang ini dianggap terpisah karena melibatkan lebih dari radiasi elektromagnetik. Istilah luminesensi diperkenalkan pada tahun 1888 oleh Eilhard Wiedemann.
Peralatan panggilan, tangan, sisik, dan tanda-tanda penerbangan dan instrumen navigasi dan tanda-tanda lainnya sering dilapisi dengan bahan luminesensi dalam proses yang dikenal sebagai proses luminesensi (Harun,Lim,Jaslin, 2012).
2.6.1. Jenis-Jenis Luminesensi
1.
a)
b)
2.
3.
a)
4.
a)
dihancurkan, atau digosok
b)
karena patah
c)
d)
yang terpengaruh oleh suara
5.
elektromagnetik)
a)
elektronik (panjang hidup tipikal : nanodetik
b)
elektronik (panjang hidup tipikal : milidetik sampai jam)
6.
7.
2.6.2. Penerapan Luminesensi
1.
2.
3. Termometer fosfor
2.7. Minyak Zaitun
Pohon Zaitun memiliki keistimewaan yaitu mempunyai umur yang panjang, umurnya dapat mencapai 600 tahun. Satu pohon zaitun bisa membuahkan 15-20 kg zaitun per tahun. Spanyol, Italia, Yunani, Turki, Tunisia, Portugis, Maroko, Suriah, Aljazair, Argentina, dan Prancis adalah negara-negara penghasil minyak zaitun.
2.7.1. Jenis-jenis Pohon Zaitun
Ada beberapa jenis pohon zaitun, diantaranya :
1. Pohon zaitun darat, biasanya tumbuh di daerah laut Mediterania dan memberikan minyak yang melimpah.
2. Pohon zaitun Eropa. Ini mencakup 3 zaitun yang terkenal, yaitu : a. Olea Eoupe Ewawediteuarea.
b. Lape vini. c. Vari
Tinggi pohon zaitun bisa mencapai 15 meter. Tetapi, kebanyakan para petani zaitun memotong dahan-dahannya hingga tingginya tidak mencapai 1 meter. Ini dilakukan agar mudah dipetik dan dipanen. Pohon zaitun tahan panas dan mudah dalam perawatannya.
Minyak zaitun terdiri dari zat-zat minyak yang dinamakan glesiredat (ester) dengan persentase 97% dan zat-zat minyak lainnya. Minyak zaitun juga mengandung berbagai vitamin (seperti vitamin A, B, C, D, dan vitamin E), zat-zat pewarna (seperti klorofil, xanthophyll), serta berbagai zat aromatik yang menimulkan aroma dan rasa yang khas. Terakhir minyak zaitun mengandung sejumlah kecil mineral (besi, magnesium, dan kalsium), koloid, resin, dan air. Secara umum, asam-asam lemak dalam minyak zaitun dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
a. Asam lemak tak jenuh dengan kadar 70-80%. Asam jenis ini memiliki keistimewaan yakni menjadi cair pada suhu normal. Asam lemak ini dibagi menjadi asam oleat dan asam linoleat.
b. Asam lemak jenuh dengan kadar 8-10%. Asam jenis ini memiliki kelebihan memadat pada suhu normal. Asam lemak ini dibagi menjadi asam palmitat dan asam stearat. Setiap 100 gram zaitun mengandung zat-zat sebagai berikut : 90 gram protein, 61 mg kalsium, 22 mg magnesium, 17 mg fosfor, 1 mg besi, 0,22 mg tembaga, 36 mg klorin, 4,4 gram serat,
penuaan dini. Minyak zaitun juga bermanfaat untuk menghaluskan dan melembabkan permukaan kulit tanpa menyumbat pori. Minyak zaitun merupakan pelembab yang baik untuk melembabkan kulit wajah dan tubuh. Selain itu, minyak zaitun bermanfaat untuk melepaskan lapisan sel-sel kulit mati.
2.7.2. Macam Minyak Zaitun
Minyak zaitun adalah minyak yang dihasilkan dari perasan buah zaitun yang masih segar (baru). Minyak jenis ini dibagi menjadi :
a. Minyak zaitun virgin (virgin Olive oil)
Diolah dengan metoda mekanika-fisika sederhana tanpa transaksi termal atau kimia. Minyak ini langsung dikonsumsi apa adanya.
1) Extra olive oil : minyak zaitun virgin yang memiliki aroma dan rasa yang enak, keasamannya tidak lebih dari 1%.
2) Fine virgin olive oil : karakteristiknya sama dengan minyak sebelumnya, tetapi keasamannya 1,5%.
3) Semi-fine virgin olive oil : karakteristiknya sama dengan sebelumnya, tetapi keasamannya mencapai 3%.
4) Virgin olive oil lampante : untuk jenis ini tidak baik dikonsumsi langsung karena rasa dan aromanya kurang enak, tingkat keasamannya juga lebih dari 3,3%. Minyak jenis ini disebut juga dengan lampante (minyak lampu) dan harus melalui proses penjernihan.
b. Minyak zaitun sulingan (refined olive oil)
Minyak jenis ini dihasilkan dari penjernihan virgin olive oil secara berulang yang tidak mempengaruhi struktur kimianya.
c. Minyak zaitun extra virgin (extra virgin olive oil) d. Minyak zaitun murni (pure olive oil)
Minyak ini dihasilkan dari campuran refined olive oil dan virgin olive oil.
2.8. Kerosin
car sampai
Pada suatu waktu dia banyak digunakan dalam ).
sekarang utamanya digunakan sebagai Avtur, Jet-A, Jet-B, JP-4 atau JP-8).
Sebuah bentuk dari minyak tanah dikenal sebagai kerosene diturunkan dari
keros (κερω
Biasanya, minyak tanah didistilasi langsung dari minyak mentah
membutuhkan perawatan khusus, dalam sebuah unit
untuk mengurangi kadar
Minyak tanah dapat juga diproduksi ole untuk memperbaiki kualitas bagian dari minyak mentah yang akan bagus untuk
Penggunaannya sebagai bahan bakar untuk memasak terbat murni dan bahkan memilki pengotor (debris).
yang diperketat, terutama mengenai titik uap dan titik beku.
2.8.1. Kegunaan kerosin
Di serangga bermerek juga menggunakan minyak tanah sebagai komponennya.
2.8.2. Nama umum kerosin
• coal oil
• kerosene