1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Pengembangan produk minyak kelapa untuk memenuhi kebutuhan pangan di Indonesia memiliki prospek yang baik untuk jangka panjang. Hal tersebut karena Indonesia memiliki potensi area perkebunan kelapa yang luas bila dibandingkan dengan negara-negara penghasil kelapa yang lainnya. Menurut data Coconut Statistical Yearbook pada tahun 2006, luas area perkebunan kelapa di Indonesia yaitu
3.701 Ha [1]. Minyak kelapa merupakan bagian yang paling berharga dari buah kelapa dan banyak digunakan sebagai bahan baku industri atau sebagai minyak goreng [2]. Minyak kelapa pada umumnya mengandung asam lemak jenuh yang tinggi yaitu kurang lebih 90% dan asam lemak tak jenuh sebesar 10% [3].
Kandungan asam lemak tak jenuh sangat mempengaruhi stabilitas minyak. Walaupun kandungan asam lemak tak jenuh pada minyak kelapa lebih rendah dibandingkan minyak kelapa sawit (±49%), namun minyak kelapa sawit mengandung senyawa karotenoida (antioksidan alami) yang mampu menghambat proses oksidasi, sedangkan kadar karotenoida yang terdapat pada minyak kelapa tergolong rendah sehingga lebih mudah teroksidasi. Oksidasi adalah faktor yang sangat penting sebab dapat menghasilkan senyawa-senyawa yang menyumbangkan terjadinya off flavour dan kondisi ini lazim disebut tengik (rancid). Hal ini menyebabkan produk olahan pangan akan menurun mutunya dan dapat membahayakan kesehatan manusia, sehingga perlu dilakukan upaya untuk mengatasinya. Salah satu cara mengatasinya adalah menambahkan senyawa antioksidan pada minyak kelapa agar tidak mudah teroksidasi [1].
2
Penggunaan antioksidan sintetik seperti BHA dan BHT sangat efektif untuk menghambat minyak atau lemak agar tidak terjadi oksidasi, namun penggunaan BHA dan BHT banyak menimbulkan kekhawatiran akan efek sampingnya. Berdasarkan penelitian diketahui bahwa penggunaan BHA pada level tinggi diketahui mempunyai sifat toksik dan efek penggunaan BHT dapat menyebabkan tumor paru-paru, tumor hati serta tumor kandung kemih pada mencit. Untuk menghindari efek antioksidan yang berbahaya maka cara yang paling aman adalah penggunaan antioksidan alami. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk menggali potensi senyawa bahan alam yang memiliki aktivitas antioksidan yang mudah diperoleh dalam jumlah besar dan tanpa efek samping [3].
Antioksidan alami yang saat ini banyak digunakan, bersumber dari bahan rempah - rempah. Rempah-rempah cukup berbau dan berasa, oleh sebab itu perlu dicari antioksidan alami yang aman tetapi tidak banyak berpengaruh terhadap aroma dan rasa makanan [4]. Salah satu bahan alami yang dapat digunakan sebagai antioksidan adalah daun katuk. Katuk merupakan jenis tanaman tahunan yang setiap saat dapat dipetik dan tidak tergantung pada musim. Tanaman ini mudah ditanam, tahan gulma dan menghasilkan daun yang banyak dalam waktu yang relatif singkat [5]. Tumbuhan ini dapat dijumpai hampir di semua tempat di Indonesia. Di dalam daun katuk banyak terdapat minyak atsiri, sterol, saponin, flavonoid, triterpin, asam-asam organik, asam-asam-asam-asam amino, alkaloid dan tanin [6].
3
Penelitian yang terkait dengan pemanfaatan bahan alam sebagai antioksidan pada minyak kelapa dapat dilihat pada tabel 1.1 berikut ini.
Tabel 1.1 Penelitian Pemanfaatan Bahan Alam sebagai Antioksidan Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian Anie Komayaharti,
dan Dwi Paryanti.
Ekstrak Daun Sirih sebagai Antioksidan
Pada Minyak Kelapa.
Memanfaatkan ekstrak daun sirih sebagai antioksidan pada minyak kelapa dengan variasi volume pelarut etanol 96% (50 – 150 ml), waktu ekstraksi (30 – 90 menit) dan kecepatan pengadukan (200 – 1200 rpm), hasil yang paling
berpengaruh adalah volume pelarut dimana pada volume pelarut 130 ml diperoleh bilangan peroksida terkecil yaitu 10,626 Meq/kg [7]. Hermiati, Rusli,
Naomi Yemima, dan Mersi Suriani.
Ekstrak Daun Sirih Hijau dan Merah sebagai Antioksidan
Pada Minyak Kelapa.
Melakukan penelitian lanjutan yang memanfaatkan ekstrak daun sirih sebagai antioksidan pada
minyak kelapa dengan
memvariasikan jenis dan bentuk sirih yaitu jenis daun sirih hijau dan merah dalam bentuk daun dicacah dan serbuk, hasil yang diperoleh adalah serbuk daun sirih merah dengan volume pelarut etanol 150 ml, waktu ekstraksi 75 menit dan kecepatan pengadukan 300 rpm memberikan keadaan optimum terbaik yang dapat menurunkan bilangan peroksidan sebesar 55,13% [4].
Nana Dyah Siswati, Juni SU, dan
Memanfaatkan antioksidan dari ekstraksi flavonol yang terkandung dalam kulit bawang merah menggunakan pelarut air dan hasil terbaik diperoleh pada konsentrasi ekstrak kulit bawang merah 11% yang diekstraksi pada waktu 1,5 jam untuk minyak kelapa yang disimpan selama 4 hari dengan angka peroksida 0,6144 mg O/100 g [8].
4 1.2 PERUMUSAN MASALAH
Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana keefektifan flavonoid ekstrak daun katuk sebagai antioksidan pada minyak kelapa berdasarkan pengaruh kadar flavonoid total dan waktu kontak flavonoid ekstrak daun katuk.
1.3 TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kadar flavonoid total dan waktu kontak flavonoid ekstrak daun katuk sebagai antioksidan pada minyak kelapa.
1.4 MANFAAT PENELITIAN
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Sebagai informasi tentang pemanfaatan daun katuk sebagai antioksidan pada minyak kelapa.
2. Pemanfaatan daun katuk sebagai antioksidan pada minyak kelapa dapat dikembangkan dalam skala besar sehingga dapat dimanfaatkan secara maksimal pada industri-industri yang bersangkutan.
1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Proses Industri Kimia, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Penelitian ini memiliki ruang lingkup dan batasan sebagai berikut :
1. Sampel yang digunakan adalah ekstrak daun katuk sebanyak 5% dari jumlah minyak kelapa.
2. Variabel penelitian adalah kadar flavonoid total dan waktu kontak flavonoid ekstrak daun katuk dengan perincian sebagai berikut:
− Kadar flavonoid total ekstrak yang digunakan yaitu 6,668%, 7,748% dan 27,909%.
− Waktu kontak flavonoid daun katuk pada minyak kelapa yaitu 2, 4 dan
6 hari.