BAB IV
HASIL DAN BAHASAN
4.1 DESKRIPSI RESPONDEN
4.1.1 Profil Responden
Responden dalam penelitian ini adalah siswa-siswi SMU
di Salatiga dan sekitarnya, yang duduk di kelas XII. Pemilihan
lokasi Salatiga dan sekitarnya berdasarkan kemudahan akses
peneliti serta dengan asumsi bahwa mereka adalah calon
konsumen/pengguna jasa yang potensial bagi perguruan
tinggi swasta. Pemilihan responden siswa kelas XII
berdasarkan pertimbangan bahwa mereka hampir lulus SMU
dan pasti mulai memikirkan dengan lebih serius mengenai
jenjang pendidikan selanjutnya. Responden berasal dari SMU
Negeri maupun Swasta di Salatiga dan sekitarnya, dengan
latar belakang ekonomi yang beragam.
Jumlah responden total adalah 150 siswa dengan
Tabel IV.1 Jumlah Responden dan Asal Sekolah
Asal Sekolah Negeri/Swasta Nama SMU Jumlah Responden Salatiga Swasta Kristen 1 25 siswa
Negeri Negeri 2 Salatiga 25 siswa
Seputar Salatiga Swasta Virgo Fidelis 25 siswa
Negeri Negeri 1 Tengaran 25 siswa
Negeri 1 Ungaran 25 siswa
Negeri 1 Ambarawa 25 siswa
TOTAL 150 siswa
Sumber : Data Primer
Jumlah awal sebanyak 150 kuesioner tersebut diseleksi
melalui lembar pertanyaan yang menguji awareness
responden terhadap UKSW. Kuesioner yang menunjukkan
tidak adanya brand awareness tidak disertakan dalam proses
selanjutnya. Setelah melalui proses ini, kuesioner yang dapat
diproses lebih lanjut berjumlah 116.
Selanjutnya adalah gambaran mengenai besarnya
penghasilan orangtua siswa per bulan. Untuk butir
pertanyaan ini diberikan opsi jawaban sebagai berikut :
Tabel IV.2 Kode Opsi Jawaban Penghasilan Orangtua Siswa
Besarnya penghasilan orangtua siswa per bulan
Kode
Di bawah 1,5 juta 1
1,5 – 2,5 juta 2
2,5 – 3,5 juta 3
Dari olahdata kuesioner, diperoleh hasil sebagai berikut :
Tabel IV.3 Penghasilan Orangtua Siswa
PENGHASILAN_ORTU
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid 1 28 24.1 24.1 24.1
2 43 37.1 37.1 61.2
3 34 29.3 29.3 90.5
4 11 9.5 9.5 100.0
Total 116 100.0 100.0
Sumber : Olah Data Primer
Sebanyak 37,1% siswa menyatakan bahwa penghasilan
orangtua mereka per bulan berkisar antara 1,5 – 2,5 juta.
Disusul dengan 29,3% berpenghasilan antara 2,5 – 3,5 juta
dan 24,1% berpenghasilan di bawah 1,5 juta. Orangtua siswa
yang berpenghasilan diatas 3,5 juta hanya sejumlah 9,5%.
Secara bagan, prosentase masing-masing bagian dapat
disajikan sebagai berikut :
Bagan IV.1 Penghasilan Orangtua Siswa
PENGHASILAN ORANGTUA
1
2
3
Menurut Badan Pusat Statistik, tingkat pendapatan dapat
dikelompokkan sebagai berikut :
Golongan rendah : kurang dari Rp 1.500.000 per bulan
Golongan sedang : Rp 1.500.000 hingga Rp 2.500.000 per bulan Golongan tinggi : Rp 2.500.000 hingga Rp 3.500.000 per bulan Golongan sangat tinggi: diatas Rp 3.500.000 per bulan
Pendapatan atau penghasilan itu sendiri didefinisikan
sebagai seluruh penerimaan yang berasal dari sektor formal
(melalui pekerjaan pokok dan bersifat reguler) maupun
informal (diterima sebagai balas jasa dari sektor informal
maupun keuntungan lain-lain).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa 37,1%
siswa berasal dari keluarga golongan sedang, 29,3% berasal
dari golongan tinggi, 24,1% dari golongan rendah, dan hanya
9,5% berasal dari golongan sangat tinggi.
4.2 UJI KUALITAS DATA
Uji kualitas data dilaksanakan dengan melakukan uji
validitas dan reliabilitas data penelitian khususnya data yang
tergolong ordinal. Secara umum uji kualitas data tersebut
dimaksudkan untuk memastikan akurasi dan konsistensi
data penelitian. Hal ini dilakukan dengan bantuan program
SPSS versi 15.0
4.2.1 Uji Validitas Data
Uji validitas atau uji kesahihan digunakan untuk
melakukan fungsinya (Santoso, 2010 & Wijaya, 2009). Jenis
korelasi yang digunakan adalah korelasi Pearson (Pearson
Product Moment). Dari uji validitas untuk variabel brand
association peroleh hasil sebagai berikut:
Tabel IV.4 Hasil Uji Validitas Brand Association
Correlations
Correlation 1 .565
**
Correlation .161 .252
**
Correlation .147 .333
**
Correlations
Correlation 1 .565
**
Correlation .161 .252
**
Correlation .147 .333
**
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Hasil uji validitas untuk variabel brand association
menunjukkan bahwa masing-masing item di dalam brand
association (mahal, bermutu, bergengsi, banyak fakultas,
megah serta fasilitas lengkap) valid dan berkorelasi positif,
Uji validitas untuk variabel perceived quality
menunjukkan hasil sebagai berikut :
Tabel IV.5 Hasil Uji Validitas Perceived Quality
Correlations
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Hasil uji validitas untuk variabel perceived quality
menunjukkan bahwa masing-masing item di dalam brand
association (lebih mahal, lebih bermutu, lebih bergengsi, lebih
banyak fakultas,lebih megah dan fasilitas lebih lengkap) valid
dan berkorelasi positif, dengan nilai r berkisar antara 0.008
hingga 0.365
4.2.2 Uji Reliabilitas Data
Tahap selanjutnya, dilakukan uji reliabilitas pada data
penelitian yang bersifat ordinal. Uji reliabilitas bertujuan
untuk mengetahui konsistensi/keteraturan hasil pengukuran
suatu instrumen apabila dipergunakan lagi sebagai alat ukur
suatu obyek/responden (Santoso, 2010 & Wijaya, 2009). Uji
reliabilitas dilakukan dengan melihat nilai Cronbach’s Alpha
dengan bantuan software SPSS versi 15.0 Dari uji reliabilitas
data untuk variabel brand association dan variabel perceived
quality masing-masing diperoleh hasil sebagai berikut :
Tabel IV.6 Hasil Uji Reliabilitas Brand Association
BR_AS_MHL 20.2672 4.198 .460 .359 .730
Tabel IV.7 Hasil Uji Reliabilitas Perceived Quality
Reliability Statistics
Nilai alpha yang dapat diterima pada umumnya berkisar
antara 0.70 hingga 0.95 (Nunnally & Bernstein, 1994), namun
untuk penelitian di bidang ilmu sosial nilai alpha sebesar 0.60
sudah dapat diterima. Dengan demikian, variabel brand
association dan perceived quality dengan nilai alpha
4.3 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.3.1 Hasil
Gambaran mengenai ekuitas merek UKSW diperoleh
melalui Brand Awareness (kesadaran merek), Brand
Association (asosiasi merek), Perceived Quality (persepsi
kualitas), Perceived Price (persepsi harga) dan Brand Loyalty
(loyalitas merek). Berikut ini adalah penjabaran hasil
kuesioner dari masing-masing aspek ekuitas merek tersebut:
4.3.1.1 Aspek Awareness Universitas Kristen Satya
Wacana
Lembar kuesioner bagian pertama berisi instruksi agar
responden menyebutkan 5 universitas swasta di Jawa Tengah,
berurutan mulai dari yang pertama kali muncul dalam
pemikiran responden. Diperoleh hasil sebagai berikut :
Tabel IV.8 Aspek Brand Awareness/Kesadaran Merek BR_AWARE
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid 1 98 84.5 84.5 84.5
2 11 9.5 9.5 94.0
3 4 3.4 3.4 97.4
4 3 2.6 2.6 100.0
Total 116 100.0 100.0 Sumber: Olah Data Primer
Dari total 116 responden yang memiliki awareness terhadap
responden (84,5%) menempatkan UKSW pada urutan
pertama. Selanjutnya, 9,5% menempatkan UKSW pada urutan
kedua, 3,4% pada urutan ketiga dan 2,6% pada urutan yang
terendah yaitu urutan ke 4.
Bagan IV.2 Brand Awareness/Kesadaran Merek
Sumber: Olah Data Primer
Brand awareness terdiri dari brand recognition dan
brand recall (Keller, 1993). Brand recognition terjadi apabila
konsumen mampu menggali kembali ingatan konsumen
sesuai pengetahuan atau pengalaman yang telah dialami
berkaitan dengan brand tersebut serta membedakannya
dengan brand lain yang sejenis. Sedangkan brand recall
menggambarkan kemampuan calon konsumen untuk
mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu brand
merupakan bagian dari suatu kategori produk tertentu.
Dalam penelitian ini penulis mencoba menggali aspek brand
recall. UKSW merupakan brand sedangkan universitas swasta BRAND AWARENESS
1
2
3
di Jawa Tengah adalah kategori produk yang sengaja
disebutkan sebagai petunjuk/clue.
Dari penelitian ini diketahui bahwa 84,5% calon
konsumen mengenali UKSW sebagai salah satu dari sekian
banyak universitas swasta di Jawa Tengah pada urutan yang
pertama.
4.3.1.2 Aspek Asosiasi Merek/Band Association
Universitas Kristen Satya Wacana
Brand association menggambarkan segala sesuatu yang
mungkin terkait dengan suatu brand tertentu di dalam benak
konsumen. Brand association sangat penting dipahami oleh
pemilik brand karena dapat menstimulasi sikap positif
konsumen terhadap brand serta menjadi menyediakan
landasan yang penting bagi pemilik brand untuk menyusun
hal-hal stratejik seperti pengembangan brand.
Untuk brand UKSW dalam penelitian ini, brand
association dilihat dari aspek asosiasi mahal, bermutu,
bergengsi, banyak fakultas, megah dan fasilitas lengkap. Hasil
yang diperoleh adalah sebagai berikut :
Tabel IV.9 Aspek Brand Association/Asosiasi Merek
BR_AS_MHL
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid 3 21 18.1 18.1 18.1
4 64 55.2 55.2 73.3
5 31 26.7 26.7 100.0
Total 116 100.0 100.0
Frequency Percent Valid Percent
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Valid 3 18 15.5 15.5 15.5
4 81 69.8 69.8 85.3
5 17 14.7 14.7 100.0
Total 116 100.0 100.0
Sumber: Olah Data Primer
Keenam aspek asosiasi merek tersebut dirangkum ke dalam
satu tabel sebagai berikut :
Tabel IV.10 Rangkuman: Brand Association/Asosiasi Merek
MAHAL
BER-Sumber: Olah Data Primer
Dari rangkuman mengenai asosiasi merek tersebut
terlihat gambaran bahwa mayoritas calon konsumen/calon
mahasiswa UKSW setuju mengasosiasikan UKSW sebagai
universitas yang mahal namun bermutu, serta bergengsi,
gedung yang megah disertai dengan banyaknya pilihan
fakultas serta kelengkapan fasilitas belajar-mengajar.
4.3.1.3 Aspek Persepsi Kualitas/Perceived Quality
Perceived quality atau persepsi kualitas merupakan
persepsi konsumen terhadap keseluruhan kualitas ataupun
superioritas suatu brand, jika dibandingkan dengan alternatif
lain yang sejenis/dalam kategori produk yang sama (Zeithaml,
1988). Persepsi kualitas ini dapat meliputi keseluruhan
komponen dari produk tersebut, baik karakter yang
tangibel/berwujud maupun intangible/tak berwujud. Persepsi
kualitas tersebut dapat juga meliputi kinerja atau fitur
tertentu seperti keandalan, kesesuaian, dan sebagainya.
Hal yang perlu diingat adalah bahwa persepsi kualitas
tidak sama dengan pemahaman yang obyektif mengenai
kualitas tersebut.
Dalam penelitian ini persepsi kualitas calon konsumen
terhadap UKSW diwakili dengan persepsi: lebih mahal, lebih
bermutu, lebih bergengsi, lebih banyak fakultas, lebih megah,
dan fasilitas lebih lengkap. Diperoleh hasil sebagai berikut :
Tabel IV.11 Aspek Perceived Quality/Persepsi Kualitas
PQUAL_L_MHL
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid 3 23 19.8 19.8 19.8
4 52 44.8 44.8 64.7
5 41 35.3 35.3 100.0
Total 116 100.0 100.0
PQUAL_L_MUTU
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid 3 18 15.5 15.5 15.5
5 33 28.4 28.4 100.0
Total 116 100.0 100.0
PQUAL_L_GSG
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid 3 19 16.4 16.4 16.4
4 76 65.5 65.5 81.9
5 21 18.1 18.1 100.0
Total 116 100.0 100.0
PQUAL_L_BFAK
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid 3 19 16.4 16.4 16.4
4 73 62.9 62.9 79.3
5 24 20.7 20.7 100.0
Total 116 100.0 100.0
PQUAL_L_MGH
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid 3 18 15.5 15.5 15.5
4 59 50.9 50.9 66.4
5 39 33.6 33.6 100.0
Total 116 100.0 100.0
PQUAL-FAS
Frequency Percent Valid Percent
Valid 3 18 15.5 15.5 15.5
4 71 61.2 61.2 76.7
5 27 23.3 23.3 100.0
Total 116 100.0 100.0
Sumber: Olah Data Primer
Keenam aspek persepsi kualitas tersebut dirangkum ke dalam
satu tabel sebagai berikut :
Tabel IV.12 Rangkuman: Perceived Quality/Persepsi Kualitas
LEBIH
Pembahasan persepsi kualitas ini dalam konteks jika
UKSW dibandingkan dengan universitas lain yang sejenis.
Dari tabel rangkuman persepsi kualitas tersebut diketahui
bahwa mayoritas responden setuju bahwa UKSW memang
lebih mahal, namun lebih bermutu, lebih bergengsi, lebih
megah, jumlah fakultas lebih banyak, serta fasilitas
pendukung lebih lengkap. Dengan kata lain, diperoleh hasil
yang sangat positif untuk aspek persepsi kualitas.
4.3.1.4 Aspek Persepsi Harga/Perceived Price Universitas
Kristen Satya Wacana
Harga atau price dalam konteks ini menunjukkan biaya,
yang menarik, yaitu bahwa konsumen belum tentu
benar-benar mengerti mengenai besarnya biaya yang harus
dikeluarkan dalam mencapai atau memperoleh sesuatu dan
cenderung memperkirakan saja (Zeithaml 1988; Dickson dan
Sawyer, 1985). Dari kuesioner mengenai persepsi harga
diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel IV.13 Aspek Perceived Price/Persepsi Harga
PPRICE_TAU
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid 1 67 57.8 57.8 57.8
2 49 42.2 42.2 100.0
Total 116 100.0 100.0
Sumber: Olah Data Primer
Lebih dari separuh (57,8%) responden merasa mampu
memperkirakan besarnya biaya jika mereka kuliah di UKSW.
PPRICE_INFO
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid 1 6 5.2 5.2 5.2
2 110 94.8 94.8 100.0
Total 116 100.0 100.0
Sumber: Olah Data Primer
Selanjutnya, diperoleh fakta menarik yaitu hanya 5,2%
yang menyatakan pernah mencari informasi yang
Dengan kata lain, meskipun lebih dari separuh
responden merasa mampu memperhitungkan besarnya dana
yang harus dialokasikan jika mereka kuliah di UKSW, namun
ternyata masih dalam batas persepsi saja. Fakta ini sejalan
dengan penelitian-penelitian mengenai persepsi harga
(Zeithaml 1988; Dickson dan Sawyer, 1985). Dalam hal ini,
calon mahasiswa membangun persepsi tertentu mengenai
biaya kuliah namun belum pernah mencari info yang
sebenarnya. Hal ini berpotensi menimbulkan kesenjangan
antara persepsi dengan kenyataan.
4.3.1.5 Aspek Loyalitas Merek/Brand Loyalty Universitas
Kristen Satya Wacana
Dari kuesioner mengenai loyalitas merek berupa
keinginan kuliah dan keinginan merekomendasikan, diperoleh
hasil sebagai berikut:
Tabel IV.14 Aspek Brand Loyalty/Loyalitas Merek
BR_LOYL_KUL
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid 1 102 87.9 87.9 87.9
2 14 12.1 12.1 100.0
Total 116 100.0 100.0
Sumber: Olah Data Primer
Loyalitas merek dalam hal keinginan kuliah
menunjukkan hasil yang sangat positif. 87,9% responden
menyatakan loyalitasnya dalam wujud keinginan untuk kuliah
LOYALITAS MEREK: INGIN MEREKOMENDASIKAN
BR_LOYL_REK
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid 1 105 90.5 90.5 90.5
2 10 8.6 8.6 99.1
4 1 .9 .9 100.0
Total 116 100.0 100.0
Sejalan dengan keinginan kuliah, loyalitas merek dalam
hal keinginan merekomendasikan juga menunjukkan hasil
sangat positif. 90,5% menyatakan keinginannya untuk
merekomendasikan UKSW kepada pihak lain.
Loyalitas merek dapat bersifat fungsional, yaitu calon
konsumen memiliki alasan rasional tertentu yang membawa
kepada loyalitas merek. Loyalitas juga dapat bersifat
emosional, yaitu ikatan loyalitas yang tidak mudah dijelaskan
alasannya namun konsumen senantiasa merasa yakin akan
pilihannya sehingga tidak hanya memilih untuk dirinya
namun dengan sukarela akan merekomendasikan kepada
pihak lain (Kuusik, 2007). Disini terdapat hasil yang relatif
seiring antara keinginan kuliah dengan keinginan
merekomendasikan dan keduanya sama pentingnya untuk
ditingkatkan dan dikuatkan dengan cara mempertegas
aspek-aspek yang merupakan alasan calon konsumen untuk
bersikap loyal.
4.3.2 PEMBAHASAN
Equity/Ekuitas Merek
Brand awareness atau kesadaran merek merupakan
fondasi bagi brand loyalty. Kesadaran merek tidak berhenti
pada sekedar menyadari keberadaan suatu merek. Kesadaran
akan suatu merek akan menimbulkan perasaan familiar
terhadap suatu merek dan kecenderungan manusia adalah
lebih memilih sesuatu yang familiar dibandingkan dengan
yang samasekali tidak dikenal. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa brand awareness dalam jangka panjang
mampu membawa kepada brand loyalty/loyalitas merek yang
mencakup kecenderungan pengkonsumsian ulang ataupun
bertahan pada brand yang sama, serta kesediaan
merekomendasikan kepada pihak lain.
Brand association/asosiasi merek, yaitu kesan
emosional tentang suatu brand yang tertanam dalam
pemikiran konsumen; maupun perceived quality/persepsi
kualitas yang merupakan perpaduan antara aspek stimuli
yang diterima konsumen maupun aspek sikap konsumen
dalam menanggapi stimuli tersebut, keduanya juga dapat
mengarah kepada brand loyalty, jika asosiasi merek maupun
persepsi kualitas tersebut bersifat positif.
Konsumen tidak selalu memahami harga/price yang
sesungguhnya, namun perceived price yang bersifat subyektif
inipun dapat mengarah kepada purchase intention/niat atau
keinginan untuk melakukan pembelian/ pengkonsumsian,
dipersepsikan sebagai harga yang sesuai dengan value/nilai
yang akan diperoleh.
4.3.2.2 Upaya-Upaya yang Telah Dilakukan Universitas
Kristen Satya Wacana
Pihak UKSW selaku pemilik brand sejauh ini telah
secara rutin melaksanakan hal-hal berikut, untuk menjaga
serta meningkatkan ekuitas merek UKSW di mata para
stakeholders:
Tabel IV.15 Kegiatan UKSW Menjaga & Meningkatkan Ekuitas Merek No NAMA KEGIATAN KETERANGAN
1 Mengikuti Expo
Pendidikan
Mengikuti Expo Pendidikan yang diadakan
oleh sekolah/SMU di seluruh Indonesia.
2 Kunjungan ke SMU Kunjungan ke berbagai SMU dan SMK untuk mempresentasikan UKSW, terutama
jika sekolah tersebut tidak mengadakan Expo Pendidikan.
3 Pemasangan Baliho Pemasangan Baliho di berbagai titik yang
dinilai strategis di berbagai kota.
4 Beriklan di radio
Beriklan di berbagai koran daerah.
6 Membagikan Satyalink Sejenis buletin komunikasi yang memuat prestasi mahasiswa & dosen UKSW serta
informasi pendaftaran camaru, dibagikan ke SMU/SMK sewaktu kegiatan presentasi
ke sekolah-sekolah tersebut.
7 Program fasilitator Guru BK di SMU/SMK dan para alumni yang menjadi ‘fasilitator’ dapat menerima
kolektif dengan insentif potongan biaya pendaftaran sebesar 50%.
8 Seminar untuk para guru BK
Seminar/workshop gratis untuk para guru BK seputar Salatiga, maupun daerah lain
di Jawa & luar Jawa, dengan beragam topik yang sesuai dengan lingkup kerja guru BK, disertai bazzar fakultas serta
campus tour.
Sumber: Biro Promosi danHubungan Luar (BPHL) - UKSW
Secara rutin UKSW mengikuti kegiatan Expo Pendidikan
yang diadakan oleh berbagai SMU baik di pulau Jawa maupun
di luar Jawa (terutama Manado, Papua). Di dalam expo yang
diikuti oleh berbagai perguruan tinggi tersebut, UKSW
bermaksud menunjukkan eksistensinya serta terus
menguatkan awareness calon konsumen. Apabila SMU yang
dituju tidak mengadakan/tidak memiliki kegiatan Expo
Pendidikan, maka UKSW menempuh jalan berupa kunjungan
ke SMU dan menyampaikan presentasi mengenai UKSW.
Presentasi mengenai UKSW meliputi aspek-aspek
berikut ini :
• Fakultas dan Program Studi yang ada di UKSW.
• Fasilitas pendukung proses belajar-mengajar di
tiap fakultas maupun pada aras universitas.
• Penjelasan tentang lingkungan kota Salatiga dan
perkiraan biaya hidup di Salatiga.
• Penjelasan lisan dan simulasi perhitungan biaya
kuliah di UKSW.
program-program lain di UKSW yang dapat
membantu meringankan biaya kuliah.
• Kerjasama UKSW dengan universitas/lembaga
yang ada di Indonesia maupun di luar negeri.
Pemasangan baliho serta beriklan di radio dan koran
daerah juga dilakukan dengan tujuan yang sama yaitu
memanfaatkan berbagai cara mengkomunikasikan brand
untuk membangun awareness calon konsumen.
Pada saat kunjungan ke sekolah ataupun mengikuti
Expo Pendidikan, dibagikan Satya link yaitu buletin
komunikasi yang berisi prestasi mahasiswa maupun dosen
UKSW dalam satu tahun terakhir. Tampilan/layout buletin
maupun bahasa yang dipergunakan disesuaikan dengan gaya
yang disukai target pembaca yaitu siswa SMU. Buletin ini
dimaksudkan sebagai media komunikasi antara UKSW dengan
para stakeholders, dalam hal ini siswa SMU/SMK. Buletin
Satyalink menyampaikan informasi tentang prestasi-prestasi
yang dicapai oleh mahasiswa maupun dosen UKSW serta
informasi tentang fasilitator-fasilitator dan pendaftaran
mahasiswa baru untuk tahun akademik yang akan datang.
Program fasilitator serta seminar untuk guru BK
merupakan upaya membangun dan meningkatkan loyalitas,
khususnya dari pihak alumni dan guru BK.
Dalam program fasilitator, alumni maupun guru BK
berperan menjelaskan, merekomendasikan maupun menerima
pendaftaran camaru UKSW. Insentif yang akan diberikan
untuk uang pendaftaran camaru.
Seminar/workshop untuk guru BK dari berbagai kota
dan daerah diadakan secara berkala dengan topik yang
beragam dan berkaitan erat dengan seluk-beluk pendidikan
dan pembinaan siswa SMU. Seminar ini tidak dipungut biaya,
bahkan untuk guru-guru dari luar kota/luar daerah
disediakan akomodasi yang memadai. Seusai seminar,
dilanjutkan dengan kunjungan ke stand- stand dari berbagai
fakultas yang ada di UKSW untuk mendapatkan informasi
fakultas maupun fasilitas yang dimiliki masing masing
fakultas. Selain itu diadakan pula campus tour, dimana para
guru BK tersebut diajak menyaksikan secara langsung
fasilitas-fasilitas yang ada, baik pada aras fakultas maupun
universitas.
4.3.2.3 Pembahasan Upaya-Upaya yang Telah Dilakukan
Universitas Kristen Satya Wacana
Secara keseluruhan, upaya-upaya yang dilakukan
UKSW melalui Biro Promosi dan Hubungan Luar (BPHL) telah
meliputi aspek-aspek ekuitas merek yaitu :
Tabel IV. 16 Kegiatan & Aspek Ekuitas Merek
No Nama Kegiatan Aspek Ekuitas Merek yang Terwakili
1 Expo Pendidikan Brand awareness & Perceived Price
2 Kunjungan ke SMU Brand awareness & Perceived Price
3 Pemasangan Baliho Brand awareness
4 Beriklan di radio daerah Brand awareness
5 Beriklan di koran daerah Brand awareness
7 Program fasilitator Brand Loyalty
8 Seminar/workshop untuk para guru BK
Brand Loyalty, Perceived Quality & Brand
Association
4.3.2.3.1 Aspek Brand Awareness
Aspek brand awareness menempati porsi yang besar
dari keseluruhan program yang dilaksanakan oleh UKSW.
Sebagaimana dinyatakan oleh Keller (1993) dan Heding, et al
(2009), brand awareness merupakan proses awal yang paling
esensial. Kesadaran konsumen akan adanya suatu brand
tertentu akan mengawali serangkaian attitude/sikap
konsumen terhadap brand tersebut. Tanpa adanya brand
awareness, pembahasan lebih mendalam mengenai brand
equity menjadi tidak berarti dan tidak dapat dilanjutkan ke
tahap selanjutnya. Brand awareness, dalam hal ini berwujud
brand recall, memiliki arti penting untuk memperbesar
kemungkinan masuknya brand tersebut dalam pertimbangan
konsumen sewaktu akan memutuskan/memilih suatu brand
tertentu. Apabila suatu brand tidak disadari kehadiran
ataupun keberadaannya, maka sangat kecil kemungkinan
brand tersebut dipilih oleh calon konsumen. Selanjutnya,
apabila suatu brand yang telah dikenal tersebut dianggap
memenuhi kriteria tertentu yang dikehendaki, maka calon
konsumen tersebut cenderung untuk mengikutkan brand
tersebut dalam pertinbangan.
Dalam pendekatan yang bersifat consumer-based yang
dilakukan oleh Keller (1998), brand digolongkan sebagai
konsumen (Keller dalam Heding, at al 2009). Dalam psikologi
kognitif, hal-hal yang disimpan dalam memori atau ingatan
diasumsikan bertahan relatif lama apabila terdapat
pengulangan (repetition) atau penguatan (enhancement).
Dengan demikian pemilik brand atau pemasar sudah
semestinya memberikan paparan/exposure pesan yang
berulang agar dapat mengendap lebih kuat dan lebih
permanen dalam ingatan konsumen.
Dengan demikian sudah tepat apabila UKSW secara
rutin dan terus-menerus mengupayakan beragam cara (Expo
Pendidikan, kunjungan ke SMU/SMK, pemasangan baliho,
iklan di koran & radio daerah) untuk mengkomunikasikan
serta menguatkan keberadaan brand UKSW kepada calon
konsumen.
Selain aspek repetisi yang kontinyu, upaya
pengkomunikasian yang dilakukan UKSW juga telah
mencakup skopa umum maupun spesifik. Skopa umum disini
berupa komunikasi kepada masyarakat luas (lewat radio,
koran dan baliho) dan skopa spesifik yaitu calon konsumen
/siswa SMU (lewat Expo Pendidikan dan kunjungan ke SMU).
4.3.2.3.2 Aspek Brand Association & Perceived Quality
Brand association adalah semua aspek yang terkait
dengan suatu brand dan segala kesan emosional yang
tertanam dalam benak konsumen (Miller & Muir, 2004; Fiske
mengupayakan timbulnya asosiasi yang kuat, unik, serta
memiliki makna positif bagi (calon) konsumen (Keller, 2003).
Perceived quality merupakan dugaan atau perkiraan
konsumen atas kehebatan suatu brand secara keseluruhan,
jika dibandingkan dengan brand alternatif (Zeithaml,
Parasuraman dan Berry, 1988; Keller, 1993; Aaker 1996).
Asosiasi yang positif maupun dugaan calon konsumen
atas superioritas brand UKSW dibandingkan pesaingnya telah
diupayakan melalui buletin komunikasi Satyalink serta
seminar/workshop bagi para guru BK yang disertai kunjungan
langsung ke fakultas-fakultas. Buletin Satyalink menyajikan
informasi nyata mengenai prestasi mahasiswa maupun dosen.
Kunjungan para guru BK ke fakultas memungkinkan untuk
menyaksikan maupun memperoleh informasi secara langsung
dari sumbernya. Kedua hal tersebut akan mempersempit
kesenjangan/gap antara persepsi dan asosiasi dengan fakta.
Asosiasi dan persepsi seringkali bersifat subyektif dan UKSW
selaku pemilik brand telah berupaya memberikan fakta agar
timbul sikap/attitude positif dari para stakeholders. Hal ini
sejalan dengan pernyataan Keller (1993) bahwa
pemasar/pemilik brand mampu ‘memprogram’ atau
menentukan sikap dan perilaku calon konsumen melalui
penanaman persepsi yang kuat, unik dan bersifat
disukai/favorable. Aaker (1991) menekankan bahwa persepsi
dan asosiasi positif konsumen terhadap suatu produk tidak
hanya mendorong kepada keputusan beli/purchase decision
proaktif UKSW selaku pemilik brand merupakan tindakan
yang tepat karena calon konsumen belum tentu memiliki
motivasi untuk memperoleh informasi yang sebenarnya atau
kurang memiliki akses untuk pencarian informasi tersebut.
4.3.2.3.3 Aspek Perceived Price
Harga atau biaya merupakan ‘pengorbanan’ konsumen
untuk memperoleh suatu produk, baik barang maupun jasa
(Chapman 1986; Mazumdar 1986; Monroe and Krishnan
1985). Namun sayangnya konsumen maupun calon konsumen
belum tentu memiliki pengetahuan atau informasi harga yang
sesungguhnya melainkan hanya sebatas persepsi saja (Jacoby
& Olson 1977 dalam Zeithaml 1988). Pada umumnya,
meskipun konsumen atau calon konsumen tidak dapat
menyebutkan dengan pasti berapa nominal yang diperlukan
untuk memperoleh suatu produk, namun mudah menyatakan
secara verbal ‘mahal’, ‘murah’ dan sebagainya sesuai dengan
kesan yang tertangkap oleh masing-masing individu.
Nampaknya hal inilah yang terjadi pada mayoritas calon
konsumen UKSW yang diwakili oleh para responden dalam
penelitian ini. Lebih dari separuh (57,8%) responden merasa
mampu memperkirakan besarnya biaya jika mereka kuliah di
UKSW namun hanya 5,2% yang memiliki informasi yang
sesungguhnya mengenai besarnya biaya kuliah di UKSW.
Disini terdapat gap/kesenjangan yang besar antara harga
Pemahaman mengenai harga/biaya yang hanya sebatas
persepsi tersebut memiliki dua kemungkinan penyebab.
Pertama, calon konsumen lebih mempertimbangkan
indikator-indikator lain dari suatu brand dan aspek harga/biaya
menjadi prioritas terbawah. Dengan kata lain,
indikator-indikator lain tersebut sedemikian penting sehingga aspek
biaya relatif tidak menjadi masalah. Namun kondisi ini hanya
dapat terjadi apabila calon konsumen memiliki pengetahuan
produk/product knowledge yang sangat baik & menyeluruh,
serta berasal dari golongan sosial ekonomi yang
memungkinkan untuk menempatkan aspek biaya pada urutan
terbawah.
Kedua, calon konsumen masih memiliki keterbatasan
mengakses informasi harga/biaya yang sesungguhnya.
Kemungkinan ini berpotensi menimbulkan keengganan
ataupun penolakan. Dalam kunjungan ke SMU maupun Expo
Pendidikan, pihak UKSW menjelaskan beragam aspek
mengenai UKSW, termasuk didalamnya informasi serta
simulasi besarnya biaya pendidikan. Hal ini sudah merupakan
upaya yang positif, namun sayangnya informasi dan simulasi
tersebut hanya disampaikan secara lisan dan tidak tercantum
sebagai bagian dari brosur yang mereka terima dan bawa
pulang. Metode ini memiliki kelemahan. Pertama, adanya
keterbatasan daya pemahaman serta perekaman suatu
informasi lisan, terutama jika tidak terdapat acuan tertulis.
Selanjutnya, orangtua siswa ataupun pihak-pihak pemberi
dijadikan sumber atau bahan pertimbangan dalam memilih
universitas. Perlu diingat bahwa siswa SMU pada umumnya
masih digolongkan anak di bawah umur dan masih
sepenuhnya dibiayai orangtua atau wali. Pengambilan
keputusan yang berkaitan dengan pembiayaan pada
umumnya masih sangat dipengaruhi atau bahkan ditentukan
oleh pihak orangtua atau wali. Apabila orangtua atau wali
merasa tidak memperoleh informasi tertulis yang jelas dan
memadai terkait dengan biaya kuliah, maka hal ini akan
mempersulit/menghambat proses pengambilan keputusan.
Dengan kata lain, purchase intention/niatan untuk membeli
atau mengkonsumsi dapat terhambat atau bahkan tidak
terjadi.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa upaya UKSW
(dalam hal ini diwakili oleh BPHL) dalam membangun
perceived price yang efektif dan kuat masih belum sepenuhnya
tercapai.
4.3.2.3.4 Aspek Brand Loyalty
Pada awalnya, loyalitas konsumen hanya dinilai dengan
pendekatan perilaku/behavioral, yaitu hanya ditinjau dari
total pembelian dan pembelian berulang. Hingga awal tahun
70an mulai diaplikasikan dua macam pendekatan, tidak
hanya pendekatan perilaku/behavioral namun juga
sikap/attitudinal (Jacoby et al, 1973). Dalam pendekatan
attitudinal, faktor sikap dan keterikatan emosi calon
dapat menimbulkan komitment. Loyalitas yang bermuatan
keterikatan emosional tersebut dipandang lebih kuat dan lebih
bertahan lama, tidak hanya sekedar membawa kepada
keputusan beli namun juga minat merekomendasikan kepada
pihak lain, serta meyakini bahwa pilihan mereka paling baik
dan paling benar (Hofmeyr & Rice, 2000).
Hal ini sejalan dengan pendapat para peneliti lain
bahwa brand loyalty erat kaitannya dengan ikatan emosional
antara konsumen atau calon konsumen dengan suatu brand
tertentu (Atilgan, 2005; Miller & Muir, 2004; Pappu, et al,
2005) Ikatan tersebut sedemikian kuat sehingga konsumen
atau calon konsumen bersikap menolak brand lain serta
memiliki kerelaan untuk berbagi word of mouth yang positif.
Konsumen yang loyal sangatlah berharga karena merekrut
konsumen baru lebih sulit daripada merawat dan menjaga
konsumen lama yang telah memiliki sikap loyal.
Selain membangun loyalitas calon konsumen langsung
yaitu siswa SMU/SMK, UKSW menilai bahwa guru BK serta
para alumni perlu terus dibangun dan dijaga loyalitasnya.
Guru BK dan alumni dinilai sangat berpengaruh sebagai
referensi bagi para siswa maupun orangtua siswa dalam
menentukan pilihan universitas. Guru BK pada umumnya
dianggap sebagai pihak yang memiliki pengetahuan &
pemahaman tentang UKSW. Demikian pula halnya dengan
para alumni yang telah memiliki pengalaman kuliah di UKSW,
cenderung dipandang sebagai sumber informasi dan referensi
UKSW membangun sikap positif serta keterikatan
emosional para guru BK SMU/SMK melalui program seminar
& workshop. Program ini bukan hanya sekedar bebas biaya,
namun pada saat yang sama dibangun relasi yang positif
dengan memperhatikan ketersediaan transportasi dan
akomodasi para guru tersebut. Demikian pula halnya dengan
program fasilitator yang melibatkan guru BK dan para alumni