• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN SITUASIONAL K

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN SITUASIONAL K"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN SITUASIONAL KEPALA

SEKOLAH TERHADAP KOMITMEN ORGANISASI GURU DI SMK

PASUNDAN 1 KOTA BANDUNG

PROPOSAL USULAN PENELITIAN

Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) pada Program Studi Pendidikan Manajemen Perkantoran, Fakultas Pendidikan Ekonomi dan Bisnis,

Universitas Pendidikan Indonesia

Oleh:

SYARIF MUHAMMAD 1100790

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MANAJEMEN PERKANTORAN

FAKULTAS PENDIDIKAN EKONOMI DAN BISNIS

(2)

SYARIF MUHAMMAD

PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN SITUASIONAL KEPALA SEKOLAH TERHADAP KOMITMEN ORGANISASI GURU DI SMK

PASUNDAN 1 KOTA BANDUNG

Disetujui dan disahkan oleh pembimbing : Pembimbing,

Drs. Uep Tatang Sontani, M.Si. NIP. 19570415 198503 1 005

Mengetahui,

Ketua program Studi

Pendidikan Manajemen Perkantoran

Dr. Budi Santoso, M.Si. NIP.196008261987031001

KATA PENGANTAR

(3)

menyelesaikan skripsi penelitian yang berjudul:”PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN SITUASIONAL KEPALA SEKOLAH TERHADAP KOMITMEN ORGANISASI guru”.

Penyusunan skripsi penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk menempuh ujian sidang sarjana pendidikan Program Studi Manajemen Perkantoran, Fakultas Pendidikan Ekonomi dan Bisnis, Universitas Pendidikan Indonesia.

Akhir kata dengan segala kerendahan hati penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat diharapkan dari semua pihak yang turut peduli terhadap skripsi ini. Semoga apa yang telah disusun ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pada para pembaca umumnya.

Bandung,Juli2015

Syarif Muhammd Nim. 1100790

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...ii

(4)

DAFTAR TABEL...v

DAFTAR GAMBAR...vi

A. Latar Belakang Masalah...1

B. Identifikasi dan rumusan masalah...4

C. Tujuan Penelitian...6

D. Kegunaan Penelitian...6

E. Landasan Teori...7

1. Konsep Kepemimpinan...7

a. Pengertian Kepemimpinan...7

b. Sifat-sifat Kepemimpinan...8

c. Syarat-Syarat Kepemimpinan...9

d. Teori Kepemimpinan...9

e. Gaya Kepemimpinan Situasional...11

f. Indikator Gaya Kepemimpinan Situasional...14

2. Konsep Komitmen Organisasi...14

a. Pengertian Komitmen Organisasi...14

b. Bentuk Komitmen Organisasi...17

c. Faktor-faktor Komitmen Organisasi...19

d. Proses terjadinya Komitmen Organisasi...19

e. Indikator Komitmen Organisasi...20

F. Kajian Penelitian Terdahulu...22

G. Kerangka Pemikiran...24

H. Hipotesis Penelitian...31

I. Variabel dan Operasionalisasi Variabel Penelitian...31

J. Jenis Penelitian...34

K. Populasi dan Sampel Penelitian...35

1. Populasi...35

L. Teknik dan Alat Pengumpulan Data...36

M. Pengujian Instrumen Penelitian...39

1. Uji Validitas...39

2. Uji Reliabilitas...40

N. Uji Persyaratan Analisis Data...42

1. Uji Normalitas...42

(5)

3. Uji Linieritas...45

O. Teknik Analisis Data...47

1. Teknik Analisis Data Deskriptif...48

2. Teknik Analisis Data Inferensial...49

F. Pengujian Hipotesis...50

DAFTAR PUSTAKA...53

(6)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Operasionalisasi Variabel Gaya Kepemimpinan Situasional Kepala Sekolah...31

Tabel 2 Operasionalisasi Variabel Komitmen Organisai Guru...33

Tabel 3 Indikator Kuesioner Variabel X...37

Tabel 4 Indikator Kuesioner Variabel Y...37

Tabel 5 Distribusi Pembantu untuk Pengujian Normalitas...43

(7)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Data Kehadiran Guru SMK Pasundan 1 Kota Bandung...2

Gambar 2 Model Kepemimpinan Hersey Blanchard...12

Gambar 4 Faktor-Faktor Pembentuk Komitmen Organisasional...18

Gambar 5 Kerangka Konseptual Model Analisis Perilaku S-O-B-C...25

Gambar 6 Perilaku Individu dalam Konteks Perilaku Organisasi...26

Gambar 7 Kerangka Pemikiran Teori Perilaku Organisasi...30

A. Latar Belakang Masalah

Pada zaman globalisasi seperti sekarang ini pengelolaan sumber daya manusia sangat diperlukan dalam suatu organisasi, perusahaan, instansi pemerintahan terutama pada lembaga pendidikan. Oleh karenanya setiap organisasi harus dapat memanfaatkan sumber daya manusia yang tersedia agar organisasi yang dijalankan dapat lebih berkembang dari sebelumnya dan dapat mencapai tujuan yang diinginkan.

Permasalahan yang menarik untuk dikaji berkaitan dengan pencapaian tujuan lembaga pendidikan/sekolah adalah mengenai komitmen organisasi guru. Komitmen organisasi dapat dikatakan sebuah sikap dan perasaan yakin dan patuh terhadap organisasi dan pekerjaan yang dinaungi oleh seseorang untuk mencapai nilai dan tujuan organisasi. Salah satu sekolah yang diduga komitmen organisasi gurunya belum mencapai titik maksimal adalah SMK Pasundan 1 Kota Bandung.

SMK Pasundan 1 Kota Bandung adalah sekolah swasta kejuruan yang dibina oleh Yayasan Pendidikan Dasar dan Menengah Pasundan. SMK Pasundan 1 Kota Bandung merupakan sekolah kejuruan dengan bidang keahlian bisnis dan manajemen teknologi informasi dan komunikasi, yang mempunyai 4 program keahlian yaitu: 1) Program Keahlian Administrasi Perkantoran, 2) Program Keahlian Pemasaran, 3) Program Keahlian Akuntansi, 4) Program Keahlian Teknik Komunikasi dan Jaringan. SMK Pasundan 1 Kota Bandung mempunyai akreditasi A (amat baik). Hal ini menjadikan SMK Pasundan 1 Kota Bandung menjadi pilihan utama sekolah menengah kejuruan yang banyak diminati oleh para calon peserta didik.

Pada kenyataannya komitmen organisasi yang dimiliki oleh guru terhadap tanggungjawabnya masih kurang dari yang diharapkan dan dapat mengakibatkan kurangnya antusias dan keratifitas guru dalam memberikan pelajaran pada peserta

(8)

didik. Hal tersebut mengakibatkan kualitas dari peserta didik menjadi kurang optimal seperti pada gambar berikut :

2010/20112011/20122012/20132013/2014 93%

93% 94% 94% 95% 95% 96% 96%

Sumber: Tata Usaha SMK Pasundan 1 Kota Bandung

Gambar 1

Data Kehadiran Guru SMK Pasundan 1 Kota Bandung Tahun Ajaran 2010/2011-2013/2014

Berdasarkan data tersebut, dapat dilihat tingkat kehadiran guru pada tahun ajaran 2010/2011 persentase kehadiran guru sebesar 94.2%. Pada tahun ajaran 2011/2012 jumlah kehadiran mengalami penurunan dari tahun sebelumnya yaitu sebesar 0,6% sehingga persentase kehadiran guru pada tahun ajaran 2011/2012 ini sebesar 93,6%. Tahun 2012/2013 jumlah kehadiran mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya yaitu sebesar 1,2% sehingga persentase kehadiran menjadi 94.8%. Serta pada tahun ajaran 2013/2014 jumlah kehadiran guru meningkat sebesar 0.8% dari tahun sebelumnya menjadi 95.6%.

Data kehadiran di atas terkadang tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan sehingga data di atas dapat dikatakan tidaklah mutlak. Hal ini dikarenakan terkadang beberapa guru yang sudah melakukan absen tetapi pada saat guru yang bersangkutan tersebut seharusnya sudah mengajar, namun pada kenyataannya tidak berada di kelas. Kurangnya rasa tanggung jawab guru tersebut terhadap pekerjaannya menunjukkan bahwa komitmen organisasi di SMK Pasundan 1 Kota Bandung belum optimal.

(9)

kepadanya. Selain itu, suatu hasil penelitian yang menunjukkan komitmen organisasi rendah yaitu dengan hasil penilaian kinerja sebagai berikut:

Table 1

Rekapitulasi Penilaian Kinerja Guru di SMK Pasundan 1 Kota Bandung

No Uraian PerencanaanTarget Realisasi

1. PERENCANAAN TUGAS

 Pembuatan RPP

 Penyelesaian RPP

 Evaluasi RPP

100% 100% 100%

100% 90% 65%

2. DISIPLIN KERJA

 Kehadiran

 Presensi Piket  Keikutsertaan Rapat

100% 100% 100%

90% 80% 70%

3. TANGGUNG JAWAB 100% 85%

4. PRAKARSA 100% 80%

5. KEPEMIMPINAN 100% 85%

Sumber: Tata Usaha SMK Pasundan 1 Kota Bandung

Dari data di atas dapat dikatakan bahwa komitmen organisasi guru SMK Pasundan 1 Kota Bandung terhadap organisasi masih belum optimal. Realisasinya belum dapat mencapai target yang telah di tetapkan, Hal ini dibuktikan dengan hasil dari perencanaan tugas dimana dalam perencanaan tugas terdapat tiga penilaian yaitu pembuatan RPP, penyelesaian RPP dan evaluasi RPP. Untuk pembuatan RPP dapat dilihat realisasinya sudah mencapai target yang direncanakan yaitu 100%. Selanjutnya penyelesaian RPP dapat dilihat dari target yang diharapkan adalah 100%, akan tetapi realisasinya hanya 90%. Selanjutnya evaluasi RPP target yang di harapkan adalah 100%, namun realisasinya 65%. Unsur penilaian kinerja yang kedua adalah disiplin kerja yang memilki tiga penilaian yaitu kehadiran, presensi piket dan keikutsertaan rapat. Untuk kehadiran target yang diharapkan 100% namuan realisasinya hanya 90%. Selanjutnya untuk presensi piket target yang diharapkan 100% akan tetapi realisasinya hanya 70%. Selanjutnya untuk keikutsertaan rapat target yang diharapkan 100% namun realisasinya hanya 90%. Penilaian kinerja yang ketiga yaitu tanggung jawab, target yang diharapkan 100%, realisasinya 85%.Penilaian kinerja yang keempat yaitu prakarsa, target yang diharapkan 100%, realisasinya 80%.Dan terakhir unsur penilaian kinerja yaitu kepemimpinan, target yang diharapkan 100%, realisasinya hanya 85%.

(10)

Dari data yang telah dijelaskan di atas dapat disimpulkan bahwa komitmen organisasi guru masih belum optimal dikarenakan realisasi yang dicapai tidak sesuai dengan target yang diharapkan organisasi.

Salah satu strategi yang digunakan untuk meningkatkan komitmen organisasi di sekolah yaitu seperti yang dikemukakan oleh Luthans (2006,hlm.248), bahwa komitmen organisasi merupakan perilaku karyawan atas kesetiaan atau loyalitas terhadap organisasi, maka untuk membina komitmen organisasi dapat dilakukan dengan pembinaan loyalitas kerja yang diharapkan mampu meningkatkan komitmen organisasi guru di SMK Pasundan 1 Kota Bandung.

Ketidakhadiran atau kemangkiran dapat dijadikan sebagai alat untuk mengukur komitmen kerja pegawai terhadap organisasi. Seperti yang dikemukakan Malthis dan Jackson (dalam Hasibuan, 2005,hlm.207), bahwa :

Komitmen organisasi memiliki makna tingkat kepercayaan dan penerimaan tenaga kerja terhadap tujuan organisasi dan mempunyai keinginan untuk tetap ada didalam organisasi tersebut yang pada akhirnya tergambar dalam statistik ketidakhadiran dan masuk keluar tenaga kerja.

Permasalahan komitmen guru yang rendah di SMK Pasundan 1 Kota Bandung dapat terlihat dari fenomena yang penulis temukan dilapangan yaitu masih adanya guru yang mangkir dari tugasnya, kurang menunjukkan semangat kerja serta kurangnya motivasi dalam bekerja. Apabila kondisi tersebut dibiarkan terus-menerus terjadi, maka akan menimbulkan dampak yang sangat kompleks, diantaranya akan mempengaruhi kinerja dan produktivitas secara keseluruhan.

Untuk itu, diperlukan pendekatan yang tepat untuk memecahkan masalah tersebut, diantaranya dengan pendekatan psikologi tentang perilaku, khususnya dalam perilaku organisasi.

B. Identifikasi dan rumusan masalah

(11)

terhadap komitmen organisasi, yaitu: “(1) Kepuasan terhadap promosi, (2) Karakteristik pekerjaan, (3) Komunikasi, (4) Kepuasan terhadap kepemimpinan, (5) Pertukaran ekstrinsik, (6) Pertukaran intrinsic, (7) Imbalan instrinsik, (8) Imbalan ekstrinsik”.

Berdasarkan hasil kajian secara empirik terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen organisasi guru di SMK Pasundan 1 Kota Bandung, diduga faktor determinan yang berhubungan dengan komitmen organisasi adalah faktor kepuasan terhadap kepemimpinan, yang mana kepuasan terhadap kepemimpinan dapat ditunjukan oleh gaya kepemimpinan kepala sekolah di SMK Pasundan 1 Kota Bandung. Diantara gaya kepemimpinan yang ada, peneliti menganggap gaya kepemimpinan situasional menjadi gaya kepemimpinan yang paling berpengaruh terhadap komitmen organisasi.

Teori yang mendukung hubungan antara variabel yang akan dikaji dalam penelitian ini di antaranya pendapat Owens (1995,hlm.145):

(1) Motivate them to unite with others in sharing a vision of where the organization should be going and how to get it there; (2) Arouse their personal commitment to the effort to bring the vision of a better future into being; (3) Organize the working environment so that the envisioned goals become central values in the organizations; (4) Facilities the work that followers need to do to achieve the vision.

Owens mengemukakan hubungan antara pemimpin dengan bawahan menjadi 4 macam, yaitu: (1) hubungan ini dapat berfungsi sebagai alat untuk memotivasi pemimpin dan bawahan dalam berbagai hal tentang visi, (2) arah organisasi dan cara pencapaiannya, (3) membangunkan komitmen pribadi dalam usaha membawa visi kearah masa depan yang lebih baik, (4) mengorganisasikan lingkungan kerja sehingga tujuan dapat dijadikan sebagai nilai inti dalam organisasi, dan memfasilitasi bawahan/karyawan tentang yang dibutuhkan untuk mencapai visi organisasi.

Dari pendapat owens tersebut pemimpin dibebani tanggung jawab untuk mengarahkan, memotivasi serta mengorganisasikan setiap tindakan individu untuk mampu dan mau memberikan kontribusinya sebaik mungkin demi tercapainya tujuan organisasi atau lembaga secara maksimal. Agar semua bawahan mau memberikan ide-idenya demi kemajuan organisasi atau lembaga, maka pemimpin harus mampu melaksanakan fungsi dari kepemimpinannya tersebut dengan baik sehingga akan timbul komitmen organisasi yang tinggi dari para pegawainya.

(12)

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul: “Pengaruh Gaya Kepemimpinan Situasional Kepala Sekolah terhadap Komitmen Organisasi Guru di SMK Pasundan 1 Kota Bandung ”

Berdasarkan pernyataan masalah di atas, permasalahan dalam penelitian ini secara spesifik dirumuskan dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana gambaran efektivitas gaya kepemimpinan situasional Kepala Sekolah di SMK Pasundan 1 Bandung?

2. Bagaimana gambaran tingkat komitmen organisasi guru di SMK Pasundan 1 Kota Bandung?

3. Adakah pengaruh efektivitas gaya kepemimpinan situasional Kepala Sekolah terhadap komitmen organisasi guru di SMK Pasundan 1 Kota Bandung?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui secara empirik tentang PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN SITUASIONAL KEPALA SEKOLAH TERHADAP KOMITMEN ORGANISASI guru. Sacara khusus tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran dan menganalisis mengenai:

1. Mengetahui gambaran Apakah kepala sekolah sudah menetapkan gaya kepemiminan situasional di SMK Pasundan 1 Kota Bandung

2. Mengetahui gambaran tingkat komitmen organisasi guru di SMK Pasundan 1 Kota Bandung

3. Mengetahui ada tidaknya pengaruh efektivitas gaya kepemimpinan situasional Kepala Sekolah terhadap komitmen organisasi gurudi SMK Pasundan 1 Kota Bandung

D. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi yang membutuhkannya maupun pembaca kegunaan penelitian ini berupa :

1. Secara teoristis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi sebagai bahan kajian lebih lanjut mengenai hal yang sama secara lebih dalam dimasa yang akan mendatang.

(13)

Dapat memperluas pengetahuan tentang pengaruh gaya kepemimpinan situasional Kepala Sekolah terhadap komitmen organisasi guru.

b. Bagi sekolah

Hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan terhadap peningkatan komitmen organisasi guru melalui variabel-variabel yang mempengaruhi terutama pengaruh gaya kepemimpinan Kepala Sekolah.

E. Landasan Teori

1. Konsep Kepemimpinan

a. Pengertian Kepemimpinan

Kepemimpinan merupakan aspek terpenting dari keberhasilan suatu organisasi. Dalam buku The Art of Leadership, Ordway Tead dalam Kartini Kartono (2011,hlm.57) menyatakan bahwa “Kepemimpinan adalah kegiatan mempengaruhi orang agar mereka mau bekerja sama untuk mencapai tujuan yang diinginkan”.

Stephen P. Robbins dan Mary Coulter (2012,hlm.488) menyampaikan bahwa, “Leadership is what leaders do. It’s process of leading a group and influencing that group to achieve it’s goals”. “Kepemimpinan adalah apa yang pemimpin lakukan. Itu adalah proses memimpin kelompok dan mempengaruhinya untuk mencapai tujuan.”

Menurut Soetopo & Soemanto (1984,hlm.1) “Kepemimpinan adalah suatu kegiatan dalam membimbing suatu kelompok sedemikian rupa sehingga tercapai tujuan dari kelompok itu yaitu tujuan bersama”.

T. Hani Handoko (1995,hlm.294) Mendefiniskan “Kepemimpinan merupakan kemampuan yang dipunyai seseorang untuk mempengaruhi orang lain agar bekerja mencapai sasaran”.

Mitfah Thoha(2004,hlm. 264) “Kepemimpinan adalah kegiatan utnuk mempengaruhi orang lain, atau seni mempengaruhi perilaku orang lain, atau seni mempengaruhi manusia baik perorangan maupun kelompok”.

Sehingga jika disimpulkan dari beberapa pendapat di atas, bahwa kepemimpinan merupakan seseorang yang menjadi panutan dan

(14)

pendorong agar orang-orang yang diarahkan dapat termotivasi untuk melaksanakan pekerjaan untuk mencapai tujuan.

b. Sifat-sifat Kepemimpinan

Menurut Ordway Tead yang dikutip oleh Buchari Alma (2003,hlm.132) mengemukakan sepuluh sifat kepemimpinan adalah sebagai berikut:

1. Energi Jasmaniah dan Mental

Yaitu seorang pemimpin memiliki daya tahan keuletan, kekuatan yang luar biasa seperti tidak akan habis

2. Kesadaran akan tujuan dan arah

Ia memiliki keyakinan teguh akan kebenaran dan kegunaan dalam mencapai tujuan yang terarah

3. Antuisme

Dia yakin bahwa yang hendak dicapai akan memberikan harapan sukses dan membangkitkan semangat optimism dalam bekerja 4. Keramahan dan Kecintaan

Sifat ramah mempunyai kebaikan mempengaruhi orang lain sehingga menimbulkan kasih sayang, simpati yang tulus, diikuti dengan kesediaan berkorban untuk mencapai kesuksesan perusahaan 5. Integritas

Seorang pemimpin mempunyai perasaan terhadap bawahan maka ia harus menguasai sesuatu pengetahuan atau keterampilan

6. Penguasaan Teknis

Agar pemimpin mempunyai wibawa terhadap bawahan maka ia harus menguasai suatu pengetahuan atau keterampilan teknis

7. Ketegasan Dalam Mengambil Keputusan

Dia harus memiliki kecerdasan dalam mengambil keputusan sehingga dia dapat meyakinkan bawahan, dan mendukung kebijakan yang telah diambil dalam pelaksanaan kedepannya.

- Kecerdasan

Seorang pemimpin harus mampu melihat dan memahami sebab dan akibat dari suatu gejala, cepat menemukan solusi dan mengatasi kesulitan dengan cara yang efektif

- Keterampilan Mengajar

Seorang pemimpin adalah guru yang mampu mendidik, mengarahkan, memotivasi karyawannya untuk berbuat sesuatu yang menguntungkan perusahaan

- Kepercayaan

(15)

c. Syarat-Syarat Kepemimpinan

Syarat-syarat kepemimpinan menurut Arep dan Tanjung (2003,hlm.99) secara garis bear idealnya memiliki tiga kategori umum, sebagai berikut:

1. Kemampuan menganalisa dan menarik kesimpulan yang tepat, ia harus mampu menganalisa suatu masalah, ssituasi atau serangkaian keadaan tertentu dan menarik kesimpulan-kesimpulan yang tepat. 2. Kemampuan untuk menyusun organisasi, dapat menyeleksi dan

menempatkan orang0orang yang tepat untuk mengisi jabatan dalam organisasi yang bersangkutan.

3. Kemampuan untuk membuat sedemikian rupa, agar organisasi berjalan lancer menuju untuk tujuan, cita-cita, dan keputusan dari tingkat yang lebih tinggi kepada bawahan-bawahannya, agar tujuan dan keputusan-keputusan itu dapat diterima dengan baik

d. Teori Kepemimpinan

Berdasarkan Thoha dalam buku “Perilaku Organisasi, Konsep Dasar dan Aplikasinya” (2004,hlm.285-297) ada beberapa teori tentang kepemimpinan:

1. Teori Sifat (Trait Theory)

Teori awal tentang sifat ini dapat ditelusuri kembali pada zaman yunani kuno dan zaman roma. Pada waktu itu orang percaya bahwa pemimpin dilahirkan, bukannya dibuat. Menurut Keith Davis ada 4 sifat umum yang mempunyai pengaruh terhadap keberhasilan organisasi:

a. Kecerdasan

Seseorang pemimpin mempunyai tingkat kecerdasan yang lebih tinggi. Namun yang lebih menarik, pemimpin tidak bisa terlalu banyak dari kecerdasan pengikutnya

b. Keluwesan dan keluasan hubungan social

Pemimpin cenderung menjadi matang dan mempunyai emosi yang stabil, serta mempunyai perhatian yang luas terhadap aktivitas-aktivitas social.

c. Motivasi diri dan dorongan berprestasi d. Sikap-sikap hubungan kemanusiaan

Mau mengakui harga diri dan kehormatan para pengikutnya dan mampu berpihak kepadanya

2. Teori Kelompok

Teori dalam kepemimpinan berakar pada psikologis social. Teori ini beranggapan agar kelompok dapat mencapai tujuan-tujuannya, maka harus terdapat suatu pertukaran yang positif diantara pemimpin dan

(16)

pengikutnya. Hal ini juga melibatkan konsep sosiologi tentang keinginan mengembangkan peranan.

3. Teori Situasional dan Model Kontijensi

Dimulai sekitar 1940-an para ahli psikologi social mulai meneliti variable situasional yang mempunyai pengaruh terhadap kepemimpinan, kecakapan, dan perilakunya, berikut pelaksanaan kerja dan kepuasan para pengikutnya. Kemudian sekitar tahun 1967, Fred Fiedler mengusulkan suatu model berdasarkan situasi untuk efektivitas kepemimpinan. Dua pengukuran yang digunakan saling bergantian dan ada hubungannya dengan gaya kepemimpinan tersebut menggunakan hubungan kemanusiaan atau gaya yang lunak (lenient) dan gaya yang berorientasi tugas atau “hard nosed”. Model kepemimpinan kontijensi dari Fiedler ini berisi tentang hubungan antara gaya kepemimpinan dengan situasi yang menyenangkan. Adapun situasi yang menyenangkan itu diterangkan dalam hubungannya dengan dimensi-dimensi empiris berikut: Hubungan pemimpin-anggota; Derajat dan Struktur tugas; Posisi kekuasaan pemimpin yang dicapai lewat otoritas formal.

4. Teori Jalan Kecil-Tujuan (Path Goal Theory)

Teori ini menggunakan kerangka teori motivasi. Hal ini merupakan pengembangan yang sehat karena kepemimpinan disatu pihak sangat dekat hubungan dengan motivasi kerja, dan pihak lain berhubungan dengan kekuasaan. Adapun teori path-goal versi House memasukan 4 tipe atau gaya utama kepemimpinan sebagai berikut: kepemimpinan direktif; kepemimpinan yang mendukung (Supportive leadership); kepemimpinan partisipatif; kepemimpinan yang berorientasi pada prestasi.

Berdasarkan teori kepemimpinan tersebut dapat disimpulkan bahwa teori situasional dan model kontijensi adalah teori yang sangat efektif untuk digunakan oleh seorang pemimpin dimana teori tersebut menggunakan gaya kepemimpinan situasional.

e. Gaya Kepemimpinan Situasional

Gaya kepemimpinan merupakan suatu seni atau perilaku untuk mempengaruhi seseorang sesuai dengan pekerjaannya agar mencapai tujuan yang diinginkan. Di bawah ini terdapat beberapa definisi kepemimpinan yang diambil dari berbagai buku sumber.

(17)

Kepemimpinan situasional telah berkembang menjadi sebuah pendekatan efektif untuk mengendalikan dan memotivasi orang menjadi berhasil, karena pendekatan ini membuka jalur komunikasi dan mendukung terjadinya kerjasama antara pemimpin dan orang-orang yang didukung oleh dan bergantung kepada pemimpin.

Selain itu para ahli lainnya berpendapat mengenai kepemimpinan. Sondang P. Siagian (1994,hlm.128) menyatakan bahwa:

Berbagai peneliti yang dilakukan oleh para ilmuan dan pengalaman banyak orang yang dipandang sukses dalam menjalankan tugas-tugas kepemimpinan memberikan keyakinan yang semakin mendalam bahwa peramalan tentang kemungkinan keberhasilan seseorang sebagai pimpinan ternyata jauh lebih rumit dari sekedar mengidentifikasikan ciri-ciri kepemimpinan tertentu.

Adapula pendapat lainnya mengenai kepemimpinan. Hersery dan Blanchard (Wahjosumidjo,1994,hlm.296) menyatakan bahwa:

Gaya kepemimpinan situasional adalah gaya kepemimpinan yang berfokus pada kesesuaian atau efektivitas gaya kepemimpinan sesuai dengan kematangan pengikut dalam kaitannya dengan tugas tertentu. Hersey dan Blanchard, gaya kepemimpinan terdiri dari empat gaya yaitu, telling, selling, participating, dan delegating.

Kepemimpinan situasional didasarkan pada keyakinan bahwa setiap individu dapat berkembang dan ingin berkembang, sedangkan tidak ada gaya kepemimpinan terbaik yang bias mendukung perkembangan yang diinginkan. Pemimpin yang baik juga harus menyesuaikan gaya kepemimpinan dengan situasi yang terjadi.

Sedarmayanti, (2011,hlm.13), menjelaskan model kepemimpinan situasional menurut Hersey dan Blanchard, yaitu seperti berikut ini:

17

S2 S3 Tinggi

S4 S1

(18)

Gambar 2

Model Kepemimpinan Hersey Blanchard (Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi)

Mencocokan gaya kepemimpinan dengan tingkat perkembangan. Gaya kepemimpinan dasar dalam model kepemimpinan situasional (Sedarmayanti, 2011,hlm.14):

1) Mengarahkan (S1) 2) Melatih (S2) 3) Mendukung (S3) 4) Menugaskan (S4)

Menurut Sedarmayanti, (2011,hlm.13-14), empat gaya kepemimpinan ini berhubungan dengan empat tingkat dasar perkembangan, yaitu:

1) Pemula antusias (D1-kemampuan rendah, komitmen tinggi). Pemula antusias membutuhkan gaya kepemimpinan mengarahkan.

2) Pembelajaran yang kecewa (D2-kemampuan rendah-sedang, komitmen rendah). Pembelajaran yang kecewa membutuhkan gaya kepemimpinan melatih.

3) Pelaksanaan yang mampu tapi ragu (D3-kemampuan seang-tinggi, komitmen tidak menentu). Pelaksana yang mampu tapi ragu-ragu membuthkan gaya kepemimpinan yang mendukung.

4) Pencapaian mandiri (D4-kemampuan tiggi, komitmen tinggi). Pencapaian mandiri membutuhkan gaya kepemimpinan menugaskan.

M1 M2

M4 M3

Rendah

Orientasi Tugas

Tinggi Moderate Rendah

(19)

Kepemimpinan situasional menurut Hersey dan Blanchard dalam Miftah Toha (2012,hlm.317) adalah didasarkan pada saling berhubungannya di antara hal-hal berikut,hlm.

1) Jumlah petunjuk dan pengarahan yang diberikan oleh pimpinan 2) Jumlah dukungan sosioemosional yang diberikan oleh pimpinan 3) Tingkat kesiapan atau kematangan para pengikut yang ditunjukkan

dalam melaksanakan tugas khusus, fungsi atau tujuan tertentu. Miftah Toha (2012,hlm.317), juga mengungkapkan bahwa:”Konsep ini telah dikembangkan untuk membantu orang menjalankan kepemimpinan tanpa memperhatikan perannya, yang lebih efektif di dalam interaksinya dengan orang lain setiap harinya”. Konsep ini menjelaskan bahwa pemimpin dengan pemahaman dari hubungan dengan gaya kepemimpinan yang paling efektif dan tingkat kematangan para pengikutnya.

Gaya kepemimpinan situasional menurut Hersey dan Blanchard merupakan hasil pengembangan dari teori kepemimpinan kontijensi Fiedler. Dalam gaya kepemimpinan situasional, yang terpenting bagi setiap pemimpin adalah mengadakan analisa yang baik terhadap situasi yang terjadi. Pemimpin yang efektif dalam gaya kepemimpinan situasional adalah pemimpin yang mampu mengubah-ubah perilakunya sesuai dengan situasi yang terjadi dan memperlakukan pengikut sesuai dengan tingkat kematangannya yang berbeda-beda.

f. Indikator Gaya Kepemimpinan Situasional

Kepemimpinan situasional menggambarkan gaya kepemimpinan dari seorang pemimpin yang akan berbeda-beda tergantung dari kesiapan para pengikutnya. Kepemimpinan Situasional adalah teori yang memfokuskan pada pengikut.

Ada 4 dimensi teori gaya kepemimpinan situasional Hersey dan Blanchard (Sedarmayanti, 2011,hlm.14) yaitu :

a) Telling/memberitahukan: Kemampuan pemimpin untuk mendefinisikan peranan-peranan yang dibutuhkan untuk melakukan tugas dan mengatakan pada pengikutnya apa, di mana, bagaimana, dan kapan melakukan tugas-tugasnya.

(20)

b) Selling/menjajakan: Kemampuan pemimpin untuk menyediakan instruksi-instruksi terstruktur bagi bawahannya disamping juga harus supportif.

c) Participating/mengikutsertakan: Interaksi antara pemimpin dan bawahan dimana pimpinan dan bawahan saling berbagi dalam keputusan mengenai bagaimana yang paling baik untuk menyelesaikan tugas dengan baik.

d) Delegating/mendelegasikan: Kemampuan pimpinan dalam menyerahkan tanggung jawab atas pelaksanaan pekerjaanpada bawahan agar dapat melakukan efektifitas pekerjaan

.

2. Konsep Komitmen Organisasi a. Pengertian Komitmen Organisasi

Komitmen organisasi merupakan sikap yang dimiliki oleh setiap pegawai. Komitmen merupakan pengikat yang memberikan dorongan untuk memberikan apa yang terbaik terhadap apa yang menjadi tanggung jawabnya. Di dalam suatu organisasi, karyawan merupakan kekayaan utama yang dimiliki suatu organisasi yang keberadaannya sangat menentukan tercapai atau tidaknya tujuan organisasi.Oleh karena itu perlu adanya penanaman sikap kerja karyawan, karena di dalam suatu organisasi sikap itu penting sebab mempengaruhi perilaku kerja (job behavior).

Sikap merupakan komponen dari variabel psikologikal yang mempengaruhi perilaku pegawai. Menurut Mutiara S. Panggabean (2004,hlm.127), “Sikap dapat didefinisikan sebagai hasil penilaian atau evaluasi terhadap ornag-orang atau kejadian-kejadian apakah memuaskan, baik, menyenangkan, menguntungkan, atau sebaliknya.” Sedangkan menurut Robbins (1996) dalam Mutiara S. Panggabean (2004,hlm. 127), “Penilaian itu mencerminkan tanggapan seseorang tentang sesuatu”.

(21)

syarat untuk memegang suatu jabatan atau posisi yang ditawarkan dalam suatu pekerjaan.

Selanjutnya, Martin dan Bannet, 1996 dalam Mutiara S. Panggabean (2004,hlm.128), berpendapat bahwa: “yang paling sering diteliti dalam sikap kerja adalah kepuasan kerja dan komitmen organisasi”.

Peranan perilaku karyawan dalam efektifitas organisasi jika diteliti lebih lanjut, tampak bahwa organisasi harus memenuhi tiga persyaratan perilaku penting agar mampu memastikan keberhasilan organisasi. Menurut Katz dan Kahn dalam Mutiara S. Panggabean (2004,hlm.129), menyatakan bahwa:

Organisasi harus memenuhi tiga persyaratan perilaku penting agar mampu memastikan keberhasilan akhir organisasi. Pertama, setiap organisasi harus mampu membina dan mempertahankan suatu armada kerja yang mantap, yang terdiri dari pekerja pria dan wanita yang terampil. Kedua, organisasi harus dapat menikmati prestasi peranan yang dapat diandalkan dari para pekerjanya. Dan yang terakhir, organisasi harus dapat menuntut para pekerja mengusahakan bentuk tingkah laku yang spontan dan inovatif.

Dari pernyataan tersebut, nyata bahwa syarat yang pertama yaitu membina dan mempertahankan anggota yang menunjuk pada masalah komitmen organisasi. Artinya organisasi harus mampu mengetahui apa yang menjadi motivasi utama yang mendorong seorang invidu untuk tetap mempertahankan keanggotaannya dalam organisasi tersebut.

Adapun pengertian komitmen organisasi, diungkapkan oleh Allen & Meyer dalam Luthans (2006,hlm.249) sebagai berikut :

Komitmen organisasi merupakan keyakinan yang menjadi pengikat seseorang dengan organisasi tempatnya bekerja, yang ditunjukkan dengan adanya loyalitas, keterlibatan dalam pekerjaan dan identifikasi terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi.

Stephen P. Robbins & Timothy A.Judge (2009,hlm.100-101), bahwa,“Komitmen organisasional (organizational commitment) adalah suatu keadaan dimana seorang karyawan memihak organisasi tertentu

(22)

serta tujuan-tujuan dan keinginannya untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi tersebut”.

Menurut Staw (dalam Pramesti, 1999,hlm.14) memberikan pendapat bahwa komitmen organisasi merupakan suatu pemahaman khusus dari individu sebagai ikatan psikologis pada organisasi termasuk rasa terlibat dengan pekerjaan, komitmen dan percaya akan nilai-nilai organisasi. Dalam hal ini komitmen yang dimaksudkan bukan sekedar setia semata akan tetapi lebih dari itu. Hal ini diperkuat oleh pendapat Reichers (dalam Robbins, 2003,hlm.87) yang menyatakan bahwa komitmen organisasi adalah suatu bentuk keterdekatan yang bersifat psikologis antara anggota dengan organisasinya.

Porter, dkk (dalam Sopiah, 2008,hlm.203), mengatakan bahwa “Komitmen adalah kuatnya pengenalan dan keterlibatan seseorang dalam suatu organisasi tertentu”.

Menurut Richard M. Steers,1985 (dalam Mutiara S. Panggabean, 2004,hlm.134), Komitmen organisasi adalah:

1. Rasa identifikasi, yaitu kepercayaan terhadap nilai-nilai organisasi 2. Keterlibatan, Kesediaan untuk berusaha sebaik mungkin demi

kepentingan organisasi yang bersangkutan

3. Loyalitas, yaitu keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi Ciri-ciri komitmen yang tinggi menurut Hellriegel dan Slocum (dalam Sopiah, 2004,hlm.54), dapat ditinjau dari beberapa hal diantaranya:

1. Support of and acceptance of the organizations goals and values. 2. Willingness to exert considerable effort on behalf of the

organization.

3. A desire to remain with the organization.

(23)

perasaan, dan perilaku individu sebagai sumber daya manusia yang berperan penting dalam mendukung tercapainya tujuan suatu organisasi. Komitmen organisasi juga merupakan suatu keadaan dimana seseorang karyawan memihak organisasi tertentu serta tujuan dan keinginannya untuk mempertahankan keanggotaannya dalam organisasi tersebut. b. Bentuk Komitmen Organisasi

Meyer, Allen dan Smith dalam Sopiah (2008,hlm.157) mengemukakan bahwa ada tiga komponen organisasi, yaitu:

1. Affective Commitment, terjadi apabila karyawan ingin menjadi bagian dari organisasi karena adanya ikatan emosional, identifikasi dan keterliatan pegawai dalam suatu organisasi

2. Continuance Commitment, Komponen berdasarkan persepsi pegawai tentang kerugian yang akan dihadapinya jika ia meninggalkan organisasi. Muncul apabila karyawan tetap bertahan pada suatu organisasi karena membutuhkan gaji dan keuntunga-keuntungan lain, atau karena karyawan tersebut tidak menemukan pekerjaan lain.

3. Normative commitmen, timbul dari nilai-nilai dalam diri karyawan, yaitu perasaan pegawai tentang kewajiban yang harus ia berikan kepada organisasi. Karyawan bertahan menjadi anggota organisasi karena adanya kesadaran bahwa komitmen terhadap organisasi merupakan hal yang seharusnya dilakukan.

Untuk lebih memperjelas, Spector dalam sopiah (2008,hlm.158) menggambarkan bentuk-bentuk komitmen organisasi serta faktor-faktor yang membentuknya sebagai berikut:

23

Affective commitment Benefits accord

Job Conditions

Met Expectations

Continuance commitment Job available

Personal Values

Normative commitment

(24)

Gambar 3

Faktor-Faktor Pembentuk Komitmen Organisasional

Berdasarkan bagan tersebut, “affective commitment” dibentuk oleh kondisi kerja dan pengharapan yang diperoleh. Tingkat keterikatan secara psikolgis dengan organisasi berdasarkan seberapa baik perasaan mengenai organisasi tersebut. “Cotinuance commitment” dibentuk oleh kesesuaian gaji dan ketersediaan pekerjaan. Anggota organisasi tetap bertahan pada organisasi karena membutuhkan gaji dan keuntungan-keuntungan lain, atau karena anggota tersebut tidak menemukan pekerjaan lain, “Normative commitment” dibentuk oleh nilai nilai pribadi dan perasaan wajib. Keterikatan anggota secara psikologis dengan organisasi karena adanya kesadaran bahwa komitmen terhadap organisasi merupakan hal yang seharusnya dilakukan, atau merupakan kewajiban moral untuk memelihara hubungan dengan organisasi.

c. Faktor-faktor Komitmen Organisasi

Proses terjadinya komitmen karyawan pada organisasi terjadi melalui tahapan-tahapan yang cukup panjang. Komitmen karyawan pada organisasi dipengaruhi oleh sejumlah faktor. David dalam Sopiah (2008,hlm.163) mengemukakan empat faktor yang mempengaruhi komitmen karyawan pada organisasi, yaitu:

1. Faktor personal, misalnya usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pengalaman kerja, kepribadian, dll.

2. Karakteristik pekerjaan, misalnya lingkup jabatan, tantangan dalam pekerjaan, konflik peran dalam pekerjaan, tingkat kesulitan dalam pekerjaan, dll.

3. Karakteristik struktural, misalnya besar kecilnya organisasi, bentuk organisasi seperti sentralisasi atau desentralisasi, kehadiran serikat pekerja, dan tingkat pengendalian yang dilakukan organisasi terhadap karyawan.

4. Pengalaman kerja, pengalaman kerja karyawan sangat berpengaruh terhadap tingkat komitmen karyawan pada organisasi. Karyawan yang baru beberapa tahun bekerja dalam organiasai tentu memiliki tingkat komitmen berlainan.

(25)

kepemimpinan, (5) Pertukaran ekstrinsik, (6) Pertukaran intrinsic, (7) Imbalan instrinsik, (8) Imbalan ekstrinsik”.

d. Proses terjadinya Komitmen Organisasi

Komitmen organisasi timbul secara bertahap dalam diri pribadi karyawan. Berawal dari kebutuhan pribadi terhadap organisasi, kemudian beranjak menjadi kebutuhan bersama dan rasa memiliki dari para anggota (karyawan) terhadap organisasi. Miner dalam Sopiah (2008,hlm.161) menjelaskan bahwa ada tiga tahap proses pembentukan komitmen organisasi. Tahapan-tahapan tersebut merupakan serangkaian waktu yang digunakan oleh individu untuk mencapai puncak karir. Tahapan-tahapan ini adalah:

1. Komitmen awal, ini terjadi karena adanya interaksi antara karakteristik personal dengan karakteristik pekerjaan. Interaksi tersebut akan membentuk harapan karyawan tentang pekerjaannya. Harapan tentang pekerjaan inilah yang akan mempengaruhi sikap karyawan terhadap tingkat komitmen dalam organisasi.

2. Komitmen selama bekerja. Proses ini dimulai setelah individu bekerja. Selama bekerja karyawan mempertimbangkan mengenai pekerjaan, pengawasan, gaji, kekompakan kerja, serta keadaan organisasi dan ini akan menimbulkan perasaan tanggung jawab pada diri karyawan tersebut.

3. Komitmen selama perjalanan karier, proses terbentuknya komitmen pada tahap masa pengabdian terjadi selama karyawan meniti karir dalam organisasi. Dalam kurun waktu yang lama tersebut, karyawan telah banyak melakukan berbagai tindakan, seperti investasi, keterlibatan social, mobilitas pekerjaan dan pengorbanan-pengorbanan lainnya

e. Indikator Komitmen Organisasi

Organisasi harus selalu memperhatikan faktor-faktor pendukung lain yang dapat mempertahankan motivasi para anggota organisasinya, seperti misalnya dengan selalu memperhatikan kultur lingkungan organisasi dan memperhatikan kebutuhan-kebutuhan para pekerjanya. Memberikan kesempatan untuk dilibatkan dalam pengambilan keputusan, memberikan peluang untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan, melakukan promosi jabatan juga dapat membangun dan memelihara komitmen organisasi.Senada dengan yang diungkapkan oleh

(26)

Allen dan Meyer dalam Luthans (2006,hlm.189), indikator dari komitmen adalah sebagai berikut:

1. Indikator Komitmen Afektif (Affective commitment).

Individu dengan komitmen afektif (affective commitment) yang tinggi memiliki kedekatan emosional yang erat terhadap organisasi, hal ini berarti bahwa individu tersebut akan memiliki motivasi dan keinginan untuk berkontribusi secara berarti terhadap organisasi dibandingkan individu dengan affective commitment yang lebih rendah. Berdasarkan beberapa penelitian, affective commitment memiliki hubungan yang sangat erat dengan seberapa sering seorang anggota tidak hadir atau absen dalam organisasi.

Berdasarkan hasil penelitian dalam hal role-job performance, atau hasil pekerjaan yang dilakukan, individu dengan affective commitment akan bekerja lebih keras dan menunjukkan hasil pekerjaan yang lebih baik dibandingkan yang komitmennya lebih rendah.

2. Indikator Komitmen Normatif (Normative Commitment).

Individu dengan komitmen normatif (normative commitment) yang tinggi, pegawai akan tetap bertahan dalam organisasi karena merasa adanya suatu kewajiban atau tugas. Meyer & Allen (1991) menyatakan bahwa perasaan semacam itu akan memotivasi individu untuk bertingkahlaku secara baik dan melakukan tindakan yang tepat bagi organisasi. Namun adanya normative commitment diharapkan memiliki hubungan yang positif dengan tingkah laku dalam pekerjaan, seperti job performance, work attendance, dan organizational citizenship. Komitmen normatif (Normative commitment) akan berdampak kuat pada suasana pekerjaan .Hubungan antara normative commitment dengan ketidakhadiran seseorang jarang sekali mendapat perhatian.

Sedikit sekali penelitian yang mengukur normative commitment dan role-job performance. Berdasarkan hasil penelitian normative commitment berhubungan positif dengan pengukuran hasil kerja dan pengukuran laporan kerja dari keseluruhan pekerjaan. Sebagian besar organisasi menginginkan anggota yang berkomitmen, dan tidak hanya bertahan dalam organisasi saja.

(27)

atau memiliki hubungan yang negatif pada kehadiran anggota organisasi atau indikator hasil pekerjaan selanjutnya, kecuali dalam kasus-kasus di mana job retention jelas sekali mempengaruhi hasil pekerjaan. Individu dengan continuance commitment yang tinggi akan lebih bertahan dalam organisasi dibandingkan yang rendah.

(Allen & Meyer, 1997), mengungkapkan bahwa:

Continuance commitment tidak berhubungan dengan kecenderungan seorang anggota organisasi untuk mengembangkan suatu situasi yang tidak berhasil ataupun menerima suatu situasi apa adanya. Hal menarik lainnya, semakin besar continuance commitment seseorang, maka ia akan semakin bersikap pasif atau membiarkan saja keadaan yang tidak berjalan dengan baik.

Dalam upaya membentuk rasa percaya dan agar pegawai dapat menjadi partner yang baik, organisasi harus memperhatikan dimensi komitmen sebagai berikut:

1. Integritas (kejujuran dan bersikap sebenarnya)

2. Kemampuan (pengetahuan dan keterampilan serta antar pribadi), konsisten (handal serta dapat diramalkan dan pertimbagnann yang baik dalam menangani situasi)

3. Kesetiaan (setia dalam melindungi dan menyelamatkan)

4. Keterbukaan (kesediaan berbagi gagasan dan informasi dengan bebas).

Komitmen juga dapat digunakan sebagai instrumen yang dapat diukur. Indikator untuk mengukur komitmen organisasional menurut Porter dan Smith (dalam Sopiah, 2004,hlm.142-143) adalah:

1. kepercayaan yang kuat dan penerimaan terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi.

2. kesiapan dan kesediaan untuk berusaha dengan sungguh-sungguh atas nama organisasi.

3. keinginan untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi.

F. Kajian Penelitian Terdahulu

No Peneliti Judul Penelitian Teknik Analisis

Data

Hasil Penelitian

1. Regina Aditiya

Reza

Pengaruh gaya kepemimpinan,

motivasi dan

disiplin kerja

Alat analisis yang digunakan adalah Analisis Jalur (Path analysis)

Hasil analisis menunjukan bahwa gaya kepemimpinan berpengaruh positif terhadap kinerja karyaawan dan

(28)

terhadap Kinerja karyawan PT Sinar Santosa Perkasa Banjarnegara (Universitas Diponegoro Semarang)

disiplin kerja berpengaruh terhadap kinerja karyawan

2. Khusnul

Khotimah Nim. 0512010174 (Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional

“Veteran” Jawa Timur)

Pengaruh Gaya Kepemimpinan Situasional dan Motivasi

terhadap

Kinerjakaryawan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Kebayoran Baru Tiga

Analisis SEMS (Structural Equator Modelling)

Hasil Penelitian diperoleh kesimpulan bahwa hipotesis menyatakan faktor gaya kepemimpinan situasionalberpengaruh positif terhadap faktor kinerja karyawan, faktor motivasi tidak berpengaruh positif terhadap faktor kinerja karyawan

3. Sholeh indra pranata

Pengaruh gaya kepemimpinan transformasional dan budaya organisasi

terhadap disiplin kerja pegawai di studi pada kantor kecamatan kunjang dan kecamatan plemahan kabupaten Kediri Explanatory research

(29)

4. Dwimartina Noer Hidayah

(Fakultas Pendidikan Ekonomi dan Bisnis,Universita s Pendidikan Indonesia)

Pengaruh Komunikasi Organisasi Terhadap

Kepuasan Kerja Pegawai dan Implikasinya Terhadap Komitmen

Organisasi Pada Direktorat

Sumber Daya Manusia PT.Pos Indonesia (Persero) Bandung. Menggunakan metode explanatory survey dan Analisis jalur (Path Analysis).

1. Komunikasi

Organisasi memiliki Pengaruh positif dan signifikan terhadap Kepuasan Kerja Pegawai.

2. Kepuasan Kerja Pegawai memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap Komitmen Organisasi. 3. Komunikasi

Organisasi memiliki pengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap komitmen organisasi.

4. Pengaruh Komunikasi Organisasi terhadap kepuasan kerja pegawai berimplikasi terhadap komitmen organisasi

G. Kerangka Pemikiran

Sebagaimana dijelaskan dalam latar belakang masalah, bahwa persoalan yang dikaji dalam penelitian ini adalah rendahnya komitmen organisasi guru. Pendekatan yang digunakan untuk memecahkan masalah penelitian ini menggunakan pendekatan psikologi tentang perilaku, khususnya dalam perilaku organisasi.

Teori yang digunakan sebagai dasar dalam penelitian ini adalah teori perilaku organisasi dalam perspektif psikologis menurut Fred Luthans.Teori ini merupakan pandangan ilmiah yang berkaitan dengan psikologi tingkah laku dan psikologi kognitif. Fred Luthans (dalam Vivin Andhika, 2006,hlm.22), mengemukakan bahwa:

“Akar teori ini dapat ditelusuri pada karya Ivan Pavlov dan John B. Watson yang mengungkapkan bahwa teori behavioristic dalam psikologi

(30)

menekankan pentingnya memahami perilaku yang dapat diamati daripada pemikiran yang sukar dipahami. Mereka menggunakan eksperimen classical conditioning untuk merumuskan penjelasan stimulus-respon (S-R) perilaku manusia

Kerangka konseptual psikologi tentang perilaku individu dapat digambarkan sebagai berikut:

STIMULUS/STIMULASI ORANG

Lingkungan Eksternal Stimulus Sensual

Lingkungan Fisik

Kantor

Area Pabrik

Laboratorium

Penelitian Toko

Cuaca

Dll

Lingkungan Sosial/Budaya

Gaya Manajemen

Nilai

Diskriminasi

Sumber: Fred Luthans (2006,hlm.198)

Gambar 4

Kerangka Konseptual Model Analisis Perilaku S-O-B-C

Umpan Balik Untukklasifikasi(mi

salnya kinestik/ psikologis)

Interpretasi Stimulus (misalnya motivasi,pembelajar an dan kepribadian)

Registrasi Stimulus(misalnya,

mekanisme sensor dan saraf)

Konfrontasi Stimulus khusus(misalnya,

penyelia atau prosedur baru)

Perilaku (misalnya, terburu-buru atau menyembunyikan sesuatu perbuatan sebagai suatu sikap)

Perilaku (B)

Konsekuensi(misalnya , penguatan respon stimulus/hukuman atau

beberapa hasil organisasi

(31)

Dalam kajian mengenai perilaku manusia dalam organisasi, Luthans menjelaskan panduan untuk mempelajari perilaku organisasi adalah dengan menggunakan pendekatan stimulus-respon. Model ini dikembangkan menjadi Stimulus-Organism- Behavior- Consequence (S-O-B-C).

Dalam konteks penelitian ini gaya kepemimpinan situasional mewakili situasi yang menyediakan stimulus (S) yang dapat diamati, dihayati, dan dialami oleh organisme (O) atau individu, kemudian mengarah pada persepsi terhadap stimulus yang pada akhirnya melakukan perilaku (B) tentu selanjutnya akan menimbulkan komitmen organisasi, kemudian perilaku akan mengarah pada hasil dari perilaku tersebut yang menimbulkan suatu perilaku karyawan (guru) dalam bekerja (C). Berdasarkan uraian tersebut maka dapat digambarkan seperti berikut:

Sumber: diadaptasi dari Fred Luthans (2006)

Gambar 5

Perilaku Individu dalam Konteks Perilaku Organisasi

Berdasarkan konsep tersebut, dasar pemikiran yang melandasi pada penelitian ini yaitu untuk mengkaji masalah komitmen organisasi. Komitmen organisasi merupakan serangkaian sikap dan nilai-nilai yang dapat mempengaruhi individu atau kelompok untuk mencapai hal yang spesifik sesuai dengan tujuan individu atau kelompok tersebut.

Suatu organisasi harus memperhatikan komitmen organisasi pegawainya karena komitmen organisasi berkaitan dengan adanya akibat yang ditimbulkan dari perilaku seorang pemimpin, hal ini mengandung maksud bahwa pekerjaan

31

PERILAKU (B)

HASIL PERILAKU

(C) STIMULUS

(S)

INDIVIDU (O)

Produktivitas, efektivitas, dll. Perilaku Individu

(Komitmen Organisasi) Anggota organisasi

dan karakteristiknyaa Gaya

(32)

yang dilakukan harus dapat menghasilkan sesuatu sesuai dengan yang diharapkan, yaitu hasil maksimal yang dapat dicapai.

Young et. al. dalam Sopiah (2008,hlm.164) mengemukakan ada delapan factor yang secara positif berpengaruh terhadap komitmen organisasi, yaitu: “(1) Kepuasan terhadap promosi, (2) Karakteristik pekerjaan, (3) Komunikasi, (4) Kepuasan terhadap kepemimpinan, (5) Pertukaran ekstrinsik, (6) Pertukaran intrinsic, (7) Imbalan instrinsik, (8) Imbalan ekstrinsik”. Dari pendapat di atas, mengandung arti bahwa komitmen organisasi muncul mana kala individu atau kelompok memiliki kepuasan terhadap pemimpinnya sehingga pegawai akan mematuhi segala peraturan yang berlaku.

Dalam suatu organisasi atau lembaga, komitmen organisasi sangatlah penting dan diperlukan serta harus dimiliki oleh setiap karyawan dan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi komitmen karyawan, terdapat faktor yang mempunyai pengaruh besar terhadap komitmen karyawan dalam suatu organisasi atau lembaga. Faktor yang dimaksud tersebut adalah gaya kepemimpinan. Diantara gaya kepemimpinan yang ada, peneliti menganggap gaya kepemimpinan situasional menjadi gaya kepemimpinan yang paling berpengaruh terhadap komitmen organisasi karyawan.

Teori- teori yang mendukung hubungan antara variabel yang akan dikaji dalam penelitian ini di antaranya pendapat Owens (1995,hlm.145):

(1) Motivate them to unite with others in sharing a vision of where the organization should be going and how to get it there; (2) Arouse their personal commitment to the effort to bring the vision of a better future into being; (3) Organize the working environment so that the envisioned goals become central values in the organizations; (4) Facilities the work that followers need to do to achieve the vision.

(33)

Dari pendapat owens tersebut pemimpin dibebani tanggung jawab untuk mengarahkan, memotivasi serta mengorganisasikan setiap tindakan individu untuk mampu dan mau memberikan kontribusinya sebaik mungkin demi tercapainya tujuan organisasi atau lembaga secara maksimal. Agar semua bawahan mau memberikan ide-idenya demi kemajuan organisasi atau lembaga, maka pemimpin harus mampu melaksanakan fungsi dari kepemimpinannya tersebut dengan baik sehingga akan timbul komitmen organisasi dari para pegawainya.

Gaya kepemimpinan menurut Musanef adalah “Kecenderungan performa kepemimpinan dalam menjalankan tugas kepemimpinannya” (1996,hlm.81)

Sedangkan menurut Miftah Thoha dalam bukunya Kepemimpinan dalam Manajemenadalah norma perilaku yang digunakan seseorang pada saat seseorang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah “Teori Kepemimpinan Situasional” dari Hersey dan Blachard yang dikutip oleh Miftah Thoha (1996,hlm.77) mengemukakan bahwa Gaya Kepemimpinan Situasional didasarkan atas hubungan antara lain :

1) Kadar bimbingan yang diberikan oleh pemimpin

2) Kadar dukungan emosional yang disediakan oleh pemimpin

3) Tingkat kesiapan yang diperlihatkan para bawahannya dalam melaksanakan tugas khusus untuk tujuan tertentu

Selain itu juga, terdapat empat gaya kepemimpinan yang dikemukakan oleh Hersey and Blanchard (Stephen Robbins and Timothy A. Judge dalam Diana Angelica, 2008,hlm.64) diantaranya sebagai berikut:

1) Mengarahkan (Directing), bila seorang pengikut/bawahan tidak mampu dan tidak bersedia dalam mengerjakan tugas, maka pemimpin harus memberikan pengarahan secara jelas dan spesifik.

2) Melatih (Coaching). Bila seorang pengikut/bawahan tidak mampu namun bersedia mengerjalan tugas, maka pemimpin harus menampilkan orientasi tugas yang tinggi untuk mengimbangi kurangnya kemampuan para pengikut/bawahan secara orientasi hubungan yang juga tinggi untuk membuat para pengikut/bawahan “menuruti” keinginan pemimpin.

3) Mendukung (Suporting). Bila seorang pengikut/bawahan mampu namun tidak bersedia mengerjakan tugas, maka pemimpin harus menggunakan gaya yang suportif dan partisipatif.

(34)

4) Mendelegasikan (Delegating). Bila seorang pengikut/bawahan mampu dan bersedia mengerjakan tugas, maka pemimpin tidak harus berbuat banyak.

Hersey dan Blachard mengemukakan bahwa Gaya Kepemimpinan Situasional merupakan pola perilaku yang diperlihatkan seorang pemimpin pada saat mempengaruhi aktivitas orang lain yang mana penggunaanya merupakan gabungan dari berbagai macam gaya kepemimpinan dan digunakan menurut situasi yang sedang terjadi.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan Situasional adalah terbagi dalam dua dimensi yaitu Perilaku Tugas yang meliputi menetapkan tujuan, mengorganisasikan situasi kerja, dan menetapkan batas waktu. Sedangkan Perilaku Hubungan adalah memberi dukungan, melibatkan bawahan dalam berdiskusi, memudahkan interaksi, dan menyimak pendapat bawahan.

(35)

Keseluruhan alur pemikiran peneliti terhadap variabel X dan variabel Y

tergambar dalam gambar kerangka berfikir berikut ini,hlm.

Gambar 6

Kerangka Pemikiran Teori Perilaku Organisasi

35

HASIL (C) PERILAKU (B)

Teori Perilaku Organisasi Fred Luthans (2006)

STIMULUS (S) ORGANISME (O)

Komitmen Organisasi

Lingkungan

Sosial/Budaya Lingkungan Fisik

Produktivitas, Efektivitas, dll Guru PNS, GTY dan

GTT

Gaya Kepemimpinan:

1. Gaya Kepemimpinan Otoriter 2. Gaya Kepemimpinan Partisipatif

3. Gaya Kepemimpinan Delegatif 4. Gaya Kepemimpinan Situasinal

Malayu S.P Hasibuan (2012,hlm.170-173)

Gaya Kepemimpinan Situasional

(Variabel X) Komitmen Organisasi(Variabel Y)

1.Mengarahkan (Telling) 2. Menjajakan (Selling)

3. Mengikutsertakan (Participating) 4. Mendelegasikan (Delegating)

Hersey dan Blanchard (Sedarmayanti, 2011,hlm.14)

1. Kepercayaan yang kuat dan penerimaan terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi, 2. Kesiapan dan kesediaan untuk berusaha

dengan sungguh-sungguh atas nama organisasi

3. Keinginan untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi

(36)

Kerangka pemikiran yang digambarkan di atas dapat dibuat model kausalitas antar variable penelitian sebagaimana diilustrasikan pada gambar berikut

Y = f(X)

Motivasi

Gambar 7 Hubungan Kausalitas Keterangan

X = Gaya Kepemimpinan Y = Komitmen Organisasi

ℇ = Faktor yang mempengaruhi Komitmen Organisasi (Y)

H. Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah dugaan atau kesimpulan sementara yang kebenarannya masih perlu dibuktikan melalui penelitian, sebagaimana yang diungkapkan oleh Sugiyono (2010,hlm.96) berpendapat bahwa “hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap perumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan.”

Berdasarkan kutipan di atas, penulis mengajukan hipotesis sementara dalam penelitian ini sebagai berikut:

“Terdapat pengaruh Gaya Kepemimpinan Situasional Kepala Sekolah terhadap Komitmen Organisasi Guru di SMK Pasundan 1 Kota Bandung”

(37)

I. Variabel dan Operasionalisasi Variabel Penelitian

Pada penelitian ini terdapat dua variabel yaitu variabel (X) yaitu gaya kepemimpinan situasional kepala sekolah dan variabel (Y) yaitu komitmen organisasi guru. Variabel (X) bertindak sebagai variabel bebas atau independen sedangkan variabel (Y) sebagai variabel terikat atau dependen.

Tabel 1

Operasionalisasi Variabel Gaya Kepemimpinan Situasional Kepala Sekolah

Variabel Indikator Ukuran Skala

Pengukuran Nomor Item Gaya kepemimpinan situasional adalah gaya kepemimpinan yang berfokus pada kesesuaian atau efektivitas gaya kepemimpinan sesuai dengan kematangan pengikut dalam kaitannya dengan tugas tertentu. Hersey dan Blanchard, gaya kepemimpinan 1. Mengarahkan (Telling)

a. Ketepatan Kepala Sekolah dalam memberi arahan kepada guru b. Intensitas Kepala

Sekolah dalam melakukan pengawasan terhadap pekerjaan guru Ordinal 1,2 2. Menjajakan (Selling)

a.Kejelasan Kepala Sekolah dalam menerangkan perintah kepada guru

b. Kesempatan yang diberikan Kepala Sekolah untuk mengundang pendapat guru c. Ketepatan Kepala

Sekolah dalam memberikan bimbingan kepada

Ordinal 3,4,5,6

(38)

terdiri dari empat gaya yaitu, telling, selling, participating, dan

delegating. (Wahjosumidj o,1994,hlm.29 6)

guru

d. Perhatian Kepala Sekolah dalam mendengar keluhan guru 3. Mengikutsertak

an

(Participating)

a. Keterlibatan Kepala sekolah dan guru dalam memecahkan masalah b. Keterlibatan

Kepala Sekolah dalam membantu pekerjaan guru

Ordinal 7,8

4. Mendelegasikan (Delegating)

a. Ketepatan Kepala Sekolah dalam memberikan tugas pada guru

b. Kepercayaan Kepala Sekolah yang penuh terhadap guru c. Intensitas diskusi

masalah

pekerjaan yang sedang dihadapi guru

d. Efektivitas komunikasi Kepala Sekolah dengan guru.

Ordinal 9,10,11 ,12

Tabel 2

(39)

Variabel Indikator Ukuran Skala Pengukuran Nomo r Item Komitmen organisasi merupakan keyakinan yang menjadi pengikat seseorang dengan organisasi tempatnya bekerja, yang ditunjukkan dengan adanya loyalitas, keterlibatan dalam pekerjaan dan identifikasi terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi.

Allen & Meyer dalam Luthans (2006,hlm.249 )

1. Kepercayaan yang kuat dan penerimaan nilai-nilai dan tujuan organisasi a. Kesesuaian keinginan guru dalam organisasi b. Tingkat Kesenangan guru berkarir dalam organisasi c. Pengembangan

karir guru dalam organisasi

Ordinal

Ordinal

Ordinal

1,2,3

2. Kesiapan dan kesediaan untuk berusaha dengan sungguh-sungguh atas nama organisasi. a. Tingkat kepedulian guru terhadap masalah yang dihadapi organisaasi b. Tingkat tanggung

jawab guru

terhadap pekerjaan c. Tingkat kepatuhan

(40)

keinginan guru untuk

mempertahankan keanggotaannya dalam organisasi J. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan Metode Survey Eksplanasi (Explanatory Survey Method). Metode Survey Eksplanasi merupakan metode penelitian yang dilakukan pada populasi besar maupun kecil, tetapi data yang dipelajari adalah data yang diambil dari sampel dan populasi tersebut, sehingga ditemukan deskripsi dan hubungan-hubungan antar variabel. Metode ini dibatasi pada pengertian survey sampel yang bertujuan menguji hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya (testing research). Walaupun uraiannya juga mengandung deskripsi, tetapi sebagaimana rational fokusnya terletak pada penjelasan hubungan-hubungan antar variabel. Menurut Sanapiah Faisal (2007,hlm.18) menjelaskan:

Penelitian eksplanasi yaitu suatu penelitian yang dimaksudkan untuk menentukan dan mengembangkan teori, sehingga hasil atau produk penelitiannya dapat menjelaskan kepada atau mengapa (variabel apa saja yang mempengaruhi) terjadinya suatu gejala atau kenyataan sosial tertentu.

Konsekuensi metode survey eksplanasi ini adalah diperlukannya operasional variabel-variabel yang lebih mendasar kepada indikator-indikatornya (ciri-cirinya). Sesuai dengan hipotesis yang diajukan, dalam penelitian ini akan digunakan statistika yang tepat untuk tujuan hubungan sebab akibat, yaitu dengan menggunakan Model Struktural. Menurut Harun Al Rasyid dalam Ating dan Sambas (2006,hlm.161) model ini akan mengungkap besarnya pengaruh variabel-variabel penyebab terhadap variabel akibat.

(41)

gaya kepemimpinan situasional kepala sekolah terhadap komitmen organisasi guru di SMK.

K. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karkteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2010,hlm.115).

Menurut Sugiyono (2013,hlm.117) menjelaskan bahwa :

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas:obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya. Jadi populasi bukan hanya orang, tetapi juga obyek dan benda-benda alam yang lain. Populasi juga bukan sekedar jumlah yang ada pada obyek/subyek yang dipelajari, tetapi meliputi seluruh karakteristik/ sifat yang dimiliki oleh subyek atau obyek itu.

Menurut Sambas Ali Muhidin (2010,hlm.1) menyebutkan bahwa: Populasi adalah keseluruhan elemen, atau unit penelitian, atau unit analisis yang memiliki ciri atau karakteristik tertentu yang dijadikan sebagai objek penelitian atau menjadi perhatian dalam suatu penelitian (pengamatan). Populasi tidak terbatas pada sekelompok orang, tetapi apa saja yang akan menjadi perhatian kita.

Berdasarkan penelitian di atas yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah Guru SMK Pasundan 1 Kota Bandung yang berjumlah 64 orang.

L. Teknik dan Alat Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah cara yang dapat digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data (Sambas Ali Muhidin, 2010,hlm.14). Instrumen pengumpulan data adalah adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh peneliti dalam kegiatannya mengumpulkan data agar penelitian tersebut menjadi sistematis dan dipermudah.

1. Jenis Pengumpulan Data

(42)

Pengumpulan data merupakan kegiatan yang sangat penting dalam sebuah penelitian. Pengumpulan data dilakukan untuk mendapatkan data yang relevan dengan permasalahan yang sedang diteliti oleh penulis sehingga masalah yang timbul dapat dipecahkan. Adapun teknik pengumpulan data yang dimaksud adalah cara-cara yang ditempuh dan alat yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah sebagai berikut :

a. Wawancara (interview)

Wawancara (interview) yaitu teknik pengumpulan data secara lisan dengan mengadakan tanya jawab dengan pihak instansi untuk memperoleh data mengenai profil instansi, gambaran gaya kepemimpinan situasional kepala sekolah dan gambaran komitmen organisasi guru di SMK Pasundan 1 Kota Bandung.

b. Angket atau kuesioner

Angket atau Kuesioner adalah cara pengumpulan data berbentuk pengajuan pertanyaan tertulis melalui sebuah daftar pertanyaan yang sudah dipersiapkan sebelumnya. Alat pengumpulan datanya yaitu dengan kuesioner, yaitu alat pengumpulan data berupa daftar pertanyaan yang dipersiapkan oleh peneliti untuk disampaikan kepada responden.

Peneliti menggunakan teknik pengumpulan data melalui angket yaitu berupa kuesioner. Langkah-langkah yang ditempuh penulis dalam penulisan angket adalah sebagai berikut:

a. Menyusun indikator-indikator dari setiap variabel penelitian yang akan ditanyakan pada responden berdasarkan pada teori.

Tabel 3

Indikator Kuesioner Variabel X

No. Variabel Indikator No. Item

1. Gaya Kepemimpinan Situasional Kepala Sekolah

1. Mengarahkan (Directing)

1,2

2. Melatih (Coaching)

3,4,5,6

3. Mendukung (Suporting)

(43)

4. Mendelegasi (Delegating)

9,10,11,12

Tabel 4

Indikator Kuesioner Variabel Y

No. Variabel Indikator No. Item

1. Komitmen Organisasi Guru

1. Kepercayaan yang kuat dan penerimaan nilai-nilai dan tujuan

organisasi

1,2,3,

2. Kesiapan dan kesediaan untuk berusaha

dengan

sungguh-sungguh atas nama

organisasi.

4,5,6,

3. Keinginan untuk

mempertahanka n keanggotaan dalam

organisasi.

7,8,9

b. Membuat kisi-kisi butir angket dalam bentuk matriks yang sesuai dengan indikator setiap variabel.

c. Menyusun pertanyaan-pertanyaan dengan disertai alternatif jawaban yang akan dipilih oleh responden dengan berpedoman pada kisi-kisi butir angket yang telah dibuat.

d. Menetapkan kriteria penilaian untuk setiap alternatif jawaban serta bobot penilaiannya. Menetapkan cara penilaian, kedua instrumen yang dipergunakan dalam penelitian dengan memakai likert yang nilainya berkisar dari 1 sampai dengan 5. Sugiyono (2005,hlm.109) mengemukakan bahwa “Likerttidak terbatas untuk pengukuran sikap saja tetapi dapat

(44)

digunakan untuk mengukur persepsi responden terhadap fenomena lainnya seperti status sosial, kelembagaan, pengetahuan dan kemampuan”.

2. Prosedur Pengujian Instrumen Penelitian

Sebelum dilakukannya pengumpulan data, angket terlebih dahulu diuji kelayakannya sebagai alat pengumpulan data yang sah. Kelayakan instrumen tersebut akan menjamin bahwa data yang dikumpulkan bisa. Pengujian kelayakan instrumen ini dilakukan melalui analisisvaliditas dan reliabilitas. Instrumen pengumpulan data dikatakan layak jika telah memenuhi syarat valid dan reliabel.

M. Pengujian Instrumen Penelitian

1. Uji Validitas

Pengujian yang pertama yaitu pengujian validitas. Menurut Suharsimi Arikunto, (1992,hlm. 136) Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat kevalidan dan kesahihan suatu instrumen. Suatu instrumen valid dan sahih memiliki validitas yang tinggi. Sebaliknya instrumen yang kurang berarti memiliki validitas yang rendah. Uji validitas dilakukan untuk mengetahui valid atau tidaknya angket yang disebar.

Alat ukur (instrumen) yang digunakan dalam penelitian harus tepat (valid). Pengujian validitas instrumen digunakan untuk mengetahui seberapa besar ketepatan dan ketelitian suatu alat ukur di dalam mengukur gejalanya.

Pengujian validitas instrumen menggunakan formula koefisien korelasi Product Moment dari Karl Pearson dalam Sambas Ali M (2010,hlm.26), yaitu :

N ∑Y2−(∑Y)2

¿

[N ∑ X2

−(∑ X)2]¿

√¿

rXY=N ∑ XY∑ X ∑Y

¿

Keterangan:

rxy =koefisien korelasi antaravariabel X dan Y

(45)

Y =Skor kedua, dala hal ini Y merupakan jumlah skor yang diperolehtiap responden.

∑X =Jumlah skor dalam distribusi X ∑Y =Jumlah skor dalam distribusi Y

∑X2 =Jumlah jumlah kuadrat dalam skor distribusi X

∑Y2 =Jumlah jumlah kuadrat dalam skor distribusi Y

N =Banyaknya responden

Langkah keja yang dapat dilakukan dalam rangka mengukur validitas instrumen penelitian adalah sebagai berikut:

1. Menyebarkan instrumen yang akan diuji validitasnya, kepada responden yang bukan responden sesungguhnya.

2. Mengumpulkan data hasil uji coba instrumen.

3. Memeriksa kelengkapan data, untuk memastikan lengkap tidaknya lembaran data yang terkumpul. Termasuk di dalamnya memeriksa kelengkapan pengisian item angket.

4. Membuat tabel pembantu untuk menempatkan skor-skor pada item yang diperoleh.

5. Memberikan/menempatkan skor (scoring) terhadap item-item yang sudah diisi pada tabel pembantu.

6. Menghitung nilai koefisien korelasi product moment untuk setiap bulir/item angket dari skor-skor yang diperoleh.

7. Menentukan nilai tabel koefisien korelasi pada derajat bebas (db) = n – 2. 8. Membuat kesimpulan, dengan cara membandingkan nilai hitung r dan

nilai tabel r. Kriterianya jika nilai hitung r lebih besar (>) dari nilai tabel r, maka item instrumen dinyatakan valid. Sebaliknya jika nilai hitung r lebih kecil (<) dari nilai tabel r, maka item instrumen dinyatakan tidak valid.

2. Uji Reliabilitas

Dengan uji reabilitas instrumen, dapat ditetapkan apakah instrumen dapat digunakan lebih dari satu kali paling tidak oleh responden yang sama (Husein, 2008,hlm.57).

(46)

Di dalam penelitian suatu alat pengukur (instrumen) harus bersifat reliabel. Suatu instrumen pengukuran dikatakan reliabel jika pengukurannya konsisten, cermat serta akurat. Suatu instrumen yang reliabel akan memberikan hasil yang sama ketika dilakukan beberapa kali pengujian dengan melibatkan kelompok subjek yang sama. Uji reabilitas untuk mengkaji konsistensi angket atau kuesioner dalam mengukur stabilitas kuesioner jika digunakan dari waktu kewaktu.

Suharsimi Arikunto dalam Sambas Ali M (2010,hlm.31) formula yang digunakan untuk menguji reliabilitas instrumen dalam penelitian ini adalah Koefisien Alfa (α) dari Cronbach (1951), yaitu :

Gambar

Gambar 1Data Kehadiran Guru SMK Pasundan 1 Kota Bandung
Table 1Rekapitulasi Penilaian Kinerja Guru di SMK Pasundan 1 Kota Bandung
Gambar 4Kerangka Konseptual Model Analisis Perilaku S-O-B-C
Gambar 5Perilaku Individu dalam Konteks Perilaku Organisasi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah “bagaimana sebenarnya struktur pasar jasa penyelenggaraan akses internet di Indonesia dan

- Bahwa setelah melakukan penangkapan terhadap saksi Bulman Aritonang kemudian saksi Sabam Aruan kembali menemui saksi Beni Alexander Zulkarnain dan saksi Puji Satria

Pertanyaan tingkat pengetahuan untuk tenaga kefarmasian berdasarkan pada standar pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014)

Purwiyatno Hariyadi - phariyadi.staff.ipb.ac.id FOOD VALUE = x ETC Flavor Functionality Ethic Texture Taste Performance QTY/Calorie Nutrition Appearance Eco-Friendliness Q

The fact that this industry represents our best protection when we are entering in this new hyperdigital world with all its cybersecurity perils should instill a sense

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan positif antara hormon testosteron darah dengan kadar kalsium ranggah muda rusa Timor sebesar 0,825 dan hubungan negatif

yang terdapat dikawasan tersebut cukup rendah (asam) yaitu sekitar 4,8 sehingga berdampak pada jumlah jenis tumbuhan disana yang paling sedikit dibandingkan ke empat

tetapi terjadi pemantulan gelombang (wave reflection ). Pengecualian dapat pula terjadi pada pereairan dala, yaitu tinggi gelombang H melebihi sepertujuh bagian