BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Permasalahan
Penulis memahami di satu sisi kemanusiaan adalah dilema dan urgen. Multi doktrin
kemanusiaan perspektif agama-agama di Indonesia adalah realitas. Ajaran setiap agama di
Indonesia cenderung memprioritaskan kemanusiaan dalam dimensi keagamaan. Konsekuensi
logis ajaran agama melahirkan ide “manusia agama”. Mengamalkan Pancasila bukan berarti
hanya manusia beragama tetapi manusia berpancasila. Dilema kemanusiaan adalah ketika
manusia sebagai pelaku Pancasila hanya menekankan sisi kemanusiaan agama dan
mengesampingkan sisi kemanusiaan berpancasila. Doktrin agama perihal kemanusiaan
mempengaruhi setiap pemeluk agama dalam tindakan kemanusiaan. Penulis mengikuti
asumsi Titaley: “bahwa di satu sisi agama mengandung sikap-sikap yang ekslusif atau
diperalat oleh pengikutnya untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu, agama dapat
mengakibatkan kehancuran bagi kemanusiaan itu sendiri”.1
Asumsi penulis dua tipe kemanusiaan adalah sistem formal dan operatif. Formal
kemanusiaan sebagai sistem tertulis dalam wadah konstitusi seperti sila kemanusiaan
Pancasila, dan operatif kemanusiaan sebagai sistem aksi sosial kemanusiaan yaitu manifestasi
organisasi-organisasi kemanusiaan. Tulisan ini fokus pada kemanusiaan dalam bentuk formal
melalui analisis konsep kemanusiaan Pancasila perspektif Sukarno. Penulis memahami peran
1
generasi penerus bangsa Indonesia adalah meneladani semangat juang kemerdekaan para
pendahulu, bersama-sama bersatu berjuang demi kemanusiaan merdeka. Generasi muda
Indonesia perlu menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan memperjuangkan
kemanusiaan di NKRI dari segala pihak pemerintahan, masyarakat, dan keluarga. Persoalan
kemanusiaan di Indonesia adalah persoalan bersama dan tidak persoalan satu golongan,
persoalan individu.
Ide kemanusiaan signifikan bagi pedoman hidup bangsa Indonesia terkandung dalam
butir-butir Pancasila, dan para pendiri Negara (founding fathers) sebagai perumus.
Kemanusiaan adalah urgen, dan urgensi kemanusiaan terus berlangsung dari masa ke masa.
Tujuan belajar dari founding fathers sebagai upaya mengingat kembali cita-cita para pendiri
republik ini. Visi founding fathers adalah bahan perenungan untuk menatap masa depan adil,
damai, dan sejahtera sebagai dasar harapan para bapak bangsa Indonesia. Belajar dari
founding fathers mengarahkan masyarakat Indonesia memiliki kesadaran historis jernih,
berpotensi menelusuri dinamika sejarah bangsa dan menemukan mutiara pemikiran. Belajar
dari founding fathers, berupaya menemukan beberapa komitmen sebagai landasan untuk
membangun komitmen membela rakyat, bukan menjadikan rakyat tumbal kekuasaan dan
kekerasan. Para pendiri republik Indonesia telah membangun Indonesia dengan bela rasa dan
kesetiakawanan sosial kepada rakyat kecil, lemah, miskin, dan tertindas akibat belenggu
penjajah.
Kuliah umum civitas academica Universitas Indonesia tahun 1953, Ir. Soekarno
menegaskan, “Saudara-saudara, dari dulu tatkala kita belum bernegara, aku telah lekas-lekas
memformulasikan: „Awas nasionalisme kita bukan nasionalisme biasa, tetapi
sosionasionalisme‟.” Kemudian, ia menjelaskan, “Di dalam zaman republik dengan tegas
mengatakan, dasar negara kita ialah Pancasila dan Pancasila itu bulat perikemanusiaan.
dengan seluruh perikemanusiaan dan kemanusiaan!” Berdasar sepenggal pidato itu, kita
menangkap betapa penting aspek kemanusiaan dalam menegakkan nasionalisme. Secara
sederhana, konsep sosionalisme pada prinsip kemanusiaan dan perikemanusiaan adil dan
beradab. Menjunjung tinggi perikemanusiaan dan kemanusiaan menjadi tolak ukur hakikat
sosionalisme!.2
Visi kemanusiaan Pancasila, bahwa kehidupan berbangsa berpusat pada Pancasila.
Implementasi Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara mempertanyakan realita
kekerasan dan pelanggaran HAM. Pidato Bung Karno 1 Juni 1945 di depan sidang BPUPKI,
sila kemanusiaan tidak eksplisit. Tekanan pidato bentuk dan dasar Negara bangsa (nationale
staat). Lima prinsip sebagai dasar Negara yakni, kebangsaan Indonesia, internasionalisme
atau perikemanusiaan, mufakat atau demokrasi, kesejahteraan sosial, dan ketuhanan. Prinsip
kemanusiaan dalam kerangka internasionalisme dan nasionalisme. Internasionalisme dan
perikemanusiaan adalah dua hal (entitas) berbeda, konteks pidato bertalian dengan prinsip
kebangsaan. Bung Karno tidak menghendaki nasionalisme di Indonesia berkembang menjadi
chauvinisme, yaitu memilah kemanusiaan berdasarkan ras seperti slogan diktator Jerman,
Hitler: Deutschland uber alles. Visi proklamator, nasionalisme Indonesia “bukan kebangsaan
menyendiri.” meninggikan diri di atas bangsa lain.3
Pemahaman kemanusiaan adil dan beradab adalah setiap warga negara mempunyai
kedudukan sederajat terhadap undang-undang negara, mempunyai kewajiban dan kesamaan
hak; setiap warga negara terjamin hak serta kebebasan hubungan dengan Tuhan; orang per
orang, negara, masyarakat, menyatakan pendapat dan kehidupan layak sesuai dengan hak
2
Aloys Budi Purnomo, Rakyat Bukan Tumbal Kekuasaan & Kekerasan, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2007), 117.
3
asasi manusia.4
Perjuangan kemanusiaan dari kemiskinan akibat anggapan kapitalisme
sebagai ancaman bagi bangsa Indonesia masa itu. Presiden Soekarno tetap aktif berkampanye
tentang Nasakom (Nasionalis-Agama-Komunis). Bahkan ia menyatakan dalam pidato pada
tanggal 17Agustus 1961, bahwa Nasakom merupakan perwujudan Pancasila dan UUD 1945
dalam politik. Lebih lengkap ia berkata: Siapa setuju kepada Pancasila, harus setuju kepada
Nasakom; siapa tidak setuju kepada Nasakom, sebenarnya tidak setuju kepada Pancasila!
sekarang saya tambah: Siapa setuju kepada Undang-Undang Dasar 1945 harus setuju kepada
Nasakom; siapa tidak setuju kepada Nasakom, sebenarnya tidak setuju kepada
Undang-Undang Dasar 1945!.5
Manusia Pancasila dalam sisi kemanusiaan sebagai pelaku individu atau masyarakat
adalah harapan para pemikir pancasila. Harapan adalah bagaimana segenap warga negara
Indonesia mempunyai sisi kemanusiaan berpancasila. Penulis memahami sejarah perjuangan
kemerdekaan bangsa Indonesia merupakan sebuah fakta historis perjuangan kemanusiaan.
Sejarah perjuangan kemerdekaan adalah titik-berangkat ide kemanusiaan dalam Pancasila.
Perjuangan kemerdekaan bertujuan melepaskan ikatan dan memutuskan rantai penjajahan
kemanusiaan bangsa Indonesia. Kemanusiaan Indonesia sesuai Pancasila adalah kemanusiaan
berketuhanan Maha Esa, berpersatuan Indonesia, berkerakyatan hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan serta berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Cita-cita
perjuangan demi kemanusiaan adalah manusia terjajah keluar menjadi manusia merdeka
akibat tindakan asing melanggar nilai-nilai kemanusiaan, seperti perampasan hak,
penindasan, dan penurunan harkat-martabat bangsa Indonesia. Ide kemanusiaan sebagai
koreksi dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajah.
4
Darji Darmodiharjo, “Orientasi Singkat Pancasila” dalam Santiaji Pancasila, (Surabaya: Usaha Nasional, 1991), 40.
5
Manusia berperan sebagai aktor melaksanakan berbagai perintah tertulis dan lisan.
Butir-butir Pancasila sebagai perintah tertulis adalah kewajiban logis bagi masyarakat
Indonesia. Manusia menjadi unsur signifikan sebagai pelaku. Sila ke dua Pancasila:
“kemanusiaan…”, pertanyaan adalah manusia bagaimana harapan Pancasila ?. Multi teori
kemanusiaan lahir pada setiap masa, dan Para pemikir Pancasila tidak terlepas dari pemikiran
atau pemahaman kemanusiaan pada multi-konteks. Paham kemanusiaan dalam sila ke dua
Pancasila mengandung makna “sakral”. Pengertian “sakral” bahwa segenap warga
masyarakat Indonesia adalah “manusia Pancasila”. Mengamalkan Pancasila membutuhkan
“manusia pancasila” dalam segala sisi kemanusiaan. Paradigma berpikir manusia berada
dalam pengaruh berbagai dimensi keilmuan. Pancasila menuntut “manusia pancasila” tidak
terpenjara dari berbagai pemahaman di luar Pancasila. Agama salah satu faktor
mempengaruhi manusia dalam sisi kemanusiaan. Segenap warga Indonesia memiliki berbagai
macam agama, dan pemahaman tentang manusia mengikuti perspektif agama. Solusi
melepaskan “penjara” doktrin agama, penulis mengikuti asumsi Thobias A. Messakh, bahwa
“umat dari masing-masing agama dalam NKRI harus mengadakan dialog antara nilai-nilai
moral sosial menurut agamanya masing-masing dengan nilai-nilai moral sosial berdasarkan
Pancasila”.6
Kajian teori kemanusiaan terurai melalui pendekatan sosiologi agama. Teori
kemanusiaan didukung oleh dua tokoh sosiologi, yaitu Auguste Comte (1798-1857) dan Max
Weber (1864-1920). Pertama, Auguste Comte adalah penemu sosiologi dan positivisme.
Usaha Comte menciptakan keharmonisan masyarakat melalui kesatuan kepercayaan dan
emosi rakyat. Karya positive philosophy positivism sebagai konsensus intelektual penolakan
esensi metafisika. Positivisme sebagai pengetahuan sains melalui observasi fenomena
konkret. Garis besar dalam tulisan Cours de philosophie positive positivisme terdiri dari:
6
Matematika, Astronomi, Fisika, Kimia, Biologi, dan sains masyarakat (pada tahun 1839,
Comte memberi nama “sociology”). Sosiologi sebagai kata kunci dalam positivisme Comte.
Fisika sosial dibagi dua bentuk yaitu sosial statis sebagai keteraturan dan sosial dinamis
sebagai progres.7 Kedua, Max Weber adalah sosiolog Jerman, dan arah penelitian sosiologi
histori dan ekonomi seperti dalam karya The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism
(1904). Weber memahami relasi sosial sebagai tipe ideal, dan konsep tipologi terdiri dari
agresi dan komunal. Agresi sebagai orientasi nilai dalam tingkah laku sosial , dan komunal
sebagai orientasi solidaritas dalam keluarga.8
Melalui pemikiran Sukarno tentang kemanusiaan semoga dapat menembus
batas-batas suku, golongan, agama, dan ideologi. Masyarakat Indonesia menanamkan jiwa
kemanusiaan dan menyadari bahwa sesama manusia dan bangsa Indonesia menjadi
paradigma utama, melainkan bukan membatasi diri dengan pagar-pagar, tembok-tembok, dan
dinding-dinding. Atas dasar latar-belakang permasalahan di atas maka penulis membuat judul
tesis ini:
Kemanusiaan Pancasila Perspektif Sukarno.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan di atas, maka perumusan masalah
adalah bagaimana pemikiran Sukarno tentang kemanusiaan?
7
Mary Pickering, “Comte, Auguste (1798-1857): French Theorist” dalam Austin Harrington (ed.)
Encyclopedia of Social Theory (New York: Routledge, 2006), 90. 8
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini, pertama-tama bertujuan untuk menggali konsep
kemanusiaan Pancasila perspektif Sukarno; Kedua, Menggali gagasan-gagasan dari para
ilmuwan tentang teori kemanusiaan dan berkaitan dengan kondisi kemanusiaan di Indonesia
masa kini.
D. Signifikansi Penelitian
Signifikansi Penelitian ini, pertama signifikansi akademis, menanamkan,
menumbuhkan, dan memelihara pengetahuan sejarah Pancasila perpektif Sukarno; kedua,
signifikansi praktis, memperjuangkan dan melaksanakan perikemanusiaan di tengah-tengah,
keluarga, masyarakat, bangsa, negara, dan internasional.
E. Hipotesa
Konsep kemanusiaan Soekarno merupakan sebuah rantai dan jembatan untuk
memperjuangkan kemanusiaan di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
F. Model Analisis
Model analisis menggunakan analisis data kualitatif dengan interpretasi dan analisis
G. Metode Penelitian
Metode penelitian menggunakan pendekatan kualitatif, sebagaimana menurut John.
W. Creswell.9, bahwa pendekatan kualitatif itu fokus pada satu konsep atau fenomenon;
meneliti konteks; menginterpretasi data; membuat agenda perubahan; dan membawa
nilai-nilai pribadi ke dalam penelitian. Metode fenomenologi sosial (social phenomenology)
Thomas Luckmann dalam tulisan structures of the life World (1973, 1984) berpendapat
bahwa konsep fenomenologi sebagai “proto-sosial”. Interpretasi struktur kehidupan dunia
secara universal adalah tipologi sosial.10
Pendekatan fenomenologi sosial adalah proses pengalaman, tindakan antara subjektif
dan intersubjektif: Thomas Luckmann (1927-): “by using the metods of phenomenological
‘reduction’ we proceed step by step from the historically, socially and culturally concrete
features of everyday experiences to its elementary structures,… the goal of phenomenology is
to describe the universal structures of subjevtive orientation in the world”.11
Melalui metode
fenomenologi sosial membantu peneliti mendeskripsikan sejarah, sosial, dan budaya sebuah
masyarakat khusus masyarakat Indonesia.
9
John W. Creswell, Research Design (Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed), (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), 26-27.
10
Martin Endress & Ilja Srubar, “Sociology In Germany”, dalam Lester Embree (ed.), Encyclopedia of Phenomenology: (Dordrecht: Kluwer Academic Publishers, 1997), 652.
11
H. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan tesis ini mengikuti petunjuk panduan penulisan skripsi dan tesis
oleh Fakultas Teologi Universitas Kristen Satya Wacana.12
BAB I, bab ini berisi penjelasan mengenai Latarbelakang Permasalahan; Perumusan Masalah; Tujuan Penelitian; Signifikansi Penelitian; Hipotesa; Model Analisis; Metode
Penelitian; Sistimatika Penulisan. BAB II, bab ini berisi penjelasan mengenai Kemanusiaan dalam Diskursus Sosiologi Agama; Kemanusiaan dalam multi-definisi; Komparasi Konsep
Kemanusiaan: Interdispliner Sosiologi dan Filsafat dan Teori Kemanusiaan. BAB III, bab ini berisi penjelasan mengenai definisi kemanusiaan perspektif Indonesia, kemanusiaan Konteks
Indonesia abad ke-19; Kemanusiaan Pancasila Perspektif Sukarno. BAB IV, bab ini berisi penjelasan mengenaiAnalisis Penelitian. BAB V, bab ini berisi penjelasan mengenaiPenutup Simpulan dan Daftar Pustaka.
12