PEMBERDAYAAN PETERNAK SAPI PERAH MELALUI
KELOMPOK TERNAK LEMBU SEJAHTERA DALAM MENGHADAPI KERENTANAN PAKAN MUSIM KEMARAU DI DESA DOMPYONG
KECAMATAN BENDUNGAN KABUPATEN TRENGGALEK
SKRIPSI
Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Memperoleh
Gelar Sarjana Ilmu Sosial (S.Sos)
Oleh :
Anggun Wulandari NIM.B02213006
PROGRAM STUDI PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
PEMBERDAYAAN PETERNAK SAPI PERAH MELALUI
KELOMPOK TERNAK LEMBU SEJAHTERA DALAM MENGHADAPI KERENTANAN PAKAN MUSIM KEMARAU DI DESA DOMPYONG
KECAMATAN BENDUNGAN KABUPATEN TRENGGALEK
SKRIPSI
Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Memperoleh
Gelar Sarjana Ilmu Sosial (S.Sos)
Oleh :
Anggun Wulandari NIM.B02213006
PROGRAM STUDI PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
ABSTRAK
Anggun Wulandari, B02213006, (2017). PEMBERDAYAAN PETERNAK SAPI PERAH MELALUI KELOMPOK TERNAK LEMBU SEJAHTERA DALAM MENGHADAPI KERENTANAN PAKAN MUSIM KEMARAU DI DESA DOMPYONG KECAMATAN BENDUNGAN KABUPATEN TRENGGALEK.
Skripsi ini membahas tentang upaya pendampingan kelompok ternak sapi perah dalam mengatasi lemahnya kemampuan peternak dalam mengembangkan peternakan sapi perah. Problem yang muncul pada peternak sapi adalah tidak memiliki keterampilan dalam mengolah pakan yang ekonomis, mengolah limbah ternak, mengolah susu sapi perah, dan tidak efektifnya kelompok ternak. Tujuan dari pemberdayaan ini untuk menemukan strategi dalam meningkatkan kehidupan perekonomian peternak sapi perah. Selain itu juga menciptakan inovasi-inovasi pengolahan yang mudah dan sederhana guna meningkatkan kemandirian peternak Desa Dompyong.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah metode
Participatory Action Research (PAR). Hal yang mendasari dilakukannya PAR
adalah kebutuhan kita untuk mendapatkan perubahan yang diinginkan. Langkah untuk melakukan perubahan antara peneliti dengan komunitas dimulai dari membangun kepercayaan, melakukan pendekatan awal, melakukan riset bersama untuk menemukan problem komunitas hingga melakukan aksi dan evaluasi.
Pendampingan yang dilakukan peneliti bersama komunitas yakni melakukan inovasi dalam pemanfaatan rumput gajah saat musim penghujan melalui kegiatan pembuatan fermentasi pakan (silase) dalam menghadapi kerentanan penghijauan di musim kemarau. Dengan pemanfaatan limbah ternak melalui kegiatan pembuatan pupuk organik, dapat mengurangi ketergantungan masyarakat akan penggunaan pupuk kimia. Selain itu memberikan pengetahuan dan inovasi dalam pengolahan susu yang dimanfaatkan menjadi permen susu guna hasil susu sapi tersebut tidak disetor dalam bentuk mentah serta meningkatkan pendapatan peternak. Penguatan kelompok melalui pemahaman pembagian peran dalam kelompok ternak bermanfaat untuk meningkatkan keefektifitasnya kelompok ternak.
Dengan serangkaian kegiatan untuk mengatasi permasalahan peternak, maka hasil yang didapat yakni meningkatnya kesadaran dan keterampilan peternak yang ada di Desa Dompyong sehingga menjadikan peternak mandiri.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
PERNYATAAN KEASLIAN ... iv
MOTTO ... v
HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi
ABSTRAK ... viii
DAFTAR ISTILAH ... ix
DAFTAR SINGKATAN ... xi
KATA PENGANTAR ... xii
DAFTAR ISI ... xiii
DAFTAR TABEL ... xvii
DAFTAR GAMBAR ... xviii
DAFTAR DIAGRAM ... xx
DAFTAR BAGAN ... xxi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Fokus Masalah ... 9
C. Tujuan Penelitian Untuk Pendampingan ... 10
D. Strategi Pemecahan Masalah ... 10
BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN TERKAIT
A. Konsep Pemberdayaan ... 24
B. Pola Pemberdayaan Peternak ... 33
C. Teori Kerentanan ... 39
D. Konsep Pemberdayaan Peternak dalam Perspektif Islam ... 44
E. Penelitian Terkait ... 50
BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian untuk Pemberdayaan ... 53
B. Prosedur Penelitian Pendampingan ... 55
C. Wilayah dan Subyek Pendampingan ... 58
D. Teknik Pengumpulan Data ... 58
E. Teknik Validasi Data ... 62
F. Teknik Analisa Data ... 63
G. Jadwal Pendampingan ... 65
BAB IV KONDISI UMUM DAN PROFIL PETERNAK DESA DOMPYONG A. Letak Geografis ... 66
B. Kependudukan ... 68
C. Kondisi Ekonomi ... 69
D. Tingkat Pendidikan ... 71
E. Keagamaan dan Kebudayaan ... 73
BAB V PROBLEM PETERNAK DESA DOMPYONG
A. Kerentanan Pakan Sapi Perah pada Musim Kemarau ... 86
B. Rendahnya Keterampilan Peternak dalam Mengolah Limbah Ternak ... 93
C. Rendahnya Keterampilan Peternak dalam Pengolahan Susu Sapi Perah ... 95
D. Tidak Efektifnya Kelompok Ternak Lembu Sejahtera ... 99
BAB VI DINAMIKA PROSES PENGORGANISASIAN A. Inkulturasi ... 104
B. Pendekatan Awal ... 108
C. Melakukan Riset Bersama ... 111
D. Merumuskan Problem Komunitas ... 112
E. Merumuskan Rencana Tindakan ... 114
F. Mengorganisir Stakeholder ... 116
G. Melakukan Aksi ... 120
H. Melakukan Evaluasi ... 123
BAB VII MEMBANGUN KEMANDIRIAN PETERNAK DESA DOMPYONG A. Penguatan Kelompok Ternak Lembu Sejahtera ... 125
B. Pelatihan Pembuatan Fermentasi Pakan (Silase) ... 129
C. Pembuatan Pupuk Organik dari Limbah Kotoran Ternak ... 134
BAB VIII REFLEKSI PENDAMPINGAN
A. Evaluasi Proses dan Keberlanjutan ... 146
B. Pemenuhan Gizi dan Peningkatan Pendapatan Peternak dalam
Perspektif Islam ... 151
C. Refleksi Proses ... 154
BAB IX PENUTUP
A. Kesimpulan ... 163
B. Rekomendasi ... 165
DAFTAR PUSTAKA ... 167
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Kebutuhan Pakan Sapi Perah ... 6
Tabel 1.2 Strategi Pemecahan Masalah Peternak Desa Dompyong ... 18
Tabel 2.1 Perbandingan Penelitian Terkait dengan Penelitian yang Dikaji ... 50
Tabel 3.1 Jadwal Pelaksanaan Penelitian dan Pendampingan ... 65
Tabel 4.1 Pembagian Wilayah Administratif Desa Dompyong ... 68
Tabel 4.2 Jumlah Penduduk Desa Dompyong ... 68
Tabel 4.3 Mata Pencaharian Penduduk Desa Dompyong ... 70
Tabel 4.4 Tingkat Pendidikan Masyarakat Desa Dopyong ... 71
Tabel 4.5 Lembaga Pendidikan Formal di Desa Dompyong ... 72
Tabel 4.6 Data Pengeluaran dan Pendapatan ... 75
Tabel 4.7 Aktivitas Harian Masyarakat Desa Dompyong ... 77
Tabel 4.8 Daftar Anggota Kelompok Ternak Lembu Sejahtera ... 81
Tabel 5.1 Kalender Musim Desa Dompyong ... 89
Tabel 5.2 Kabutuhan Pakan Sapi Perah ... 91
Tabel 6.1 Analisa Stakeholder ... 116
Tabel 7.1 Biaya Pembuatan Fermentasi Pakan ... 133
Tabel 7.2 Biaya Pembuatan Pupuk Organik ... 137
Tabel 7.3 Total Pengeluaran Pertanian ... 138
Tabel 7.4 Perhitungan Pembuatan Permen Susu ... 144
Tabel 7.5 Perhitungan Usaha Permen Susu ... 144
Tabel 8.1 Tingkat Partisipasi dan Perubahan ... 146
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 Peta Desa Dompyong ... 67
Gambar 5.1 Pembuangan Limbah di Saluran Sekitar Kandang ... 94
Gambar 5.2 Pembuangan Limbah di Selokan Jalan Raya ... 95
Gambar 5.3 Peternak Setor Susu Sapi ke Penampung ... 98
Gambar 6.1 Melakukan FGD bersama Kelompok Ternak Lembu Sejahtera .... 105
Gambar 6.2 Pencarian Batas Desa dengan Raster bersama Perangkat Desa ... 109
Gambar 6.3 Melakukan Pemetaan dan FGD bersama di Dusun Pakel ... 110
Gambar 6.4 Merumuskan Problem Bersama Masyarakat ... 113
Gambar 6.5 Menemui Pihak Dinas Peternakan ... 118
Gambar 6.6 Menemui Anggota Kelompok Ternak Lembu Sejahtera ... 121
Gambar 6.7 Proses Kegiatan Pembuatan Pupuk Organik ... 122
Gambar 7.1 Pelaksanaan Penguatan Kelembagaan Kelompok Secara Nonformal ... 125
Gambar 7.2 Proses Pembuatan Fermentasi Pakan ... 131
Gambar 7.3 Pak Parwoto Melihat Hasil Pembuatan Silase ... 132
Gambar 7.4 Contoh Hasil dari Fermentasi Pakan yang Berhasil ... 134
Gambar 7.5 Proses Pembuatan Pupuk Organik ... 136
Gambar 7.6 Menutupi Olahan Pupuk Organik dengan Terpal ... 138
Gambar 7.7 Mendatangi KWT Sri Sedono II Desa Botoputih ... 140
Gambar 7.8 Olahan Bahan Permen Susu ... 141
Gambar 7.10 Proses Pencampuran Bahan Permen Susu ... 138
DAFTAR DIAGRAM
Diagram 1.1 Mata Pencaharian Masyarakat Desa Dompyong ... 1
Diagram 1.2 Jenis Populasi Ternak ... 2
Diagram 5.1 Alur Penjualan Susu Sapi Perah ... 97
Diagram 5.2 Diagram Venn Masyarakat Peternak Sapi Perah Desa Dompyong. 101
DAFTAR BAGAN
Bagan 1.1 Analisa Pohon Masalah Tentang Lemahnya Kemampuan Peternak
Sapi Perah di Desa Dompyong ... 11
Bagan 1.2 Analisa Pohon Harapan Tentang Meningkatnya Kemampuan Peternak
Sapi Perah di Desa Dompyong ... 15
Bagan 5.1 Analisa Pohon Masalah Tentang Lemahnya Kemampuan Peternak
Sapi Perah di Desa Dompyong ... 85
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Desa Dompyong merupakan desa yang berada pada ketinggian 729 meter
di atas permukaan laut. Secara geografis, Desa Dompyong memiliki peternakan
sapi yang melimpah. Berdasarkan data buku profil yang diperbarui bulan Januari,
menjelaskan bahwa pekerjaan masyarakat Desa Dompyong sebagai petani
sebanyak 1.140 dan peternak sebanyak 942. Beberapa petani sengaja memilih
untuk beternak karena pendapatan mereka nyata setiap bulannya. Peternak Desa
Dompyong tergolong peternak sapi perah, sehingga dompyong merupakan salah
satu desa dengan penghasil susu sapi perah tinggi di Kecamatan Bendungan.
Diagram 1.1
Mata Pencaharian Masyarakat Desa Dompyong
Sumber : Diolah dari Data Monografi Desa Dompyong tahun 2016
Diagram di atas menjelaskan bahwa mata pencaharian masyarakat
mayoritas adalah petani. Rendahnya harga jual hasil panen misalnya saja
singkong yang saat ini dijual dengan harga Rp. 500,- perkilo mengakibatkan
masyarakat resah. Hal tersebut tidak sebanding dengan bibit, penanaman, dan
0 200 400 600 800 1000 1200
2
pupuk yang dikeluarkan masyarakat dengan hasil penjualan yang tidak seimbang
atau hampir tidak ada laba.1 Selain itu, kendala utama dalam pertanian Desa
Dompyong adalah pemasaran dalam penjualan hasil panen.
Seiring dengan perubahan perkembangan ekonomi masyarakat, peralihan
dari petani menjadi peternak membuat mereka merasa tercukupi untuk memenuhi
kebutuhan setiap hari. Kegiatan pertanian di Desa Dompyong saat ini hanyalah
menanam rumput gajah untuk pakan sapi serta menanam padi, jagung, dan
singkong untuk memenuhi kebutuhan sandang masyarakat. Kemampuan memerah
secara manual sudah menjadi kebiasaan masyarakat desa serta kemampuan
mencari rumput di sawah bagi ibu-ibu dan lansia.
Diagram 1.2
Jenis Populasi Ternak
Sumber : Diolah dari Data Monografi Desa Dompyong tahun 2016
Untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari, masyarakat
menggantungkan pada penghasilan peternak sapi perah. Terbukti dari jumlah
penduduk 3.760 jiwa terdapat jumlah pemilik sapi perah sebanyak 942 dengan
jumlah populasi 2.000 ekor sapi perah (terlihat pada Diagram 1.2). Namun
1
Hasil Wawancara dengan Sarju (54 tahun) Sebagai Kepala Dusun Tumpakaren pada Tanggal 4 November 2016 pukul 15.26.
0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500
Jumlah
Populasi (Ekor)
3
demikian ada persoalan utama yakni keterbatasnya keterampilan masyarakat serta
pengetahuan yang menjadi penyebab mereka hanya berhenti pada keterampilan
memerah dan mencari rumput. Kegiatan pemasaran dan pengolahan hasil panen
tidak dimanfaatkan dengan baik seperti halnya pengolahan susu. Mereka ingin
menambah tingkat perekonomian, namun mereka tidak mengetahui apa yang
harus mereka lakukan untuk menambah pendapatan setiap bulan dari memerah.
Keberadaan sapi perah di Desa Dompyong sejak tahun 1994 yang berawal
dari Dusun Bendungan dekat dengan Pabrik Dilem milik Pemerintah Kabupaten.
Adanya sapi perah perekonomian masyarakat Desa Dompyong mulai mengalami
peningkatan. Namun dengan tidak terjamahnya program mengenai pemberdayaan
peternak mengakibatkan perokonomian masyarakat menurun dan tidak seimbang.
Diketahui pada pendapatan setiap peternak sapi perah mengalami tidak imbang
antara modal perawatan sapi perah dengan penghasilan yang didapat tiap bulan.
Belum juga ditambah pengeluaran untuk belanja pokok, sosial, kesehatan, hingga
belanja pendidikan untuk anak. Selain itu belum juga pengeluaran untuk belanja
pertanian seperti pupuk, pestisida dan benih.
Kemiskinan merupakan sebuah topik yang hampir dibicarakan di seluruh
belahan dunia. Kemiskinan merupakan kondisi deprivesi (kualitas hidup yang
rendah) terhadap sumber-sumber pemenuhan kebutuhan manusia seperti pangan,
sandang, papan, pendidikan, serta kesehatan.2 Angka kemiskinan mengalami
perubahan yang tidak menentu setiap tahunnya, kenaikan maupun penurunan
tidak dapat diprediksi dan keadaannya selalu tumbuh dan turun tidak dinamis.
2
4
Penyebab kemiskinan yang terjadi pada masyarakat Desa Dompyong adalah
pengeluaran setiap bulan lebih tinggi daripada pendapatan masyarakat sehingga
masyarakat belum sejahtera.
Di Dompyong terdapat sebuah kelompok ternak yang tergabung dan
anggotanya merupakan dari warga sekitar dusun. Dompyong sendiri memiliki
lima kelompok ternak namun diantara kelompok tersebut salah satu kelompok
bangkrut dan tiga kelompok lain masih aktif. Kemudian terdapat satu kelompok
yang ingin berkembang seperti kelompok aktif lain yakni Kelompok Ternak
Lembu Sejahtera. Kelompok ternak tersebut berada di Dusun Garon RT 35
sedangkan untuk anggotanya dari warga RT 33, 34, dan 35. Kegiatan setiap
bulannya adalah arisan serta diskusi mengenai permasalahan pada ternak atau
permasalahan yang terjadi pada kelompok.
Kelompok ternak yang diketuai oleh Suroto (34 tahun) ini merasa resah
dengan kondisi perekonomian di Desa Dompyong khususya warga Dusun Garon.
Dengan melihat pengetahuan masyarakat rendah serta kemampuan terbatas,
mereka mengharapkan ada yang bisa membuat dusun tersebut maju dan
perekonomian meningkat.3 Pemuda yang ada di desa lebih memilih untuk
merantau ke kota mencari pekerjaan sehingga di desa jarang sekali ditemui
pemuda. Mencari penerus dan seseorang untuk melakukan perubahan itu sulit
karena tidak ada pemuda yang ingin mengabdi pada desa sendiri.
Menurut ketua kelompok ternak tersebut seringkali bercerita tentang
permasalahan-permasalahan yang ada di Kelompok Ternak Lembu Sejahtera ini.
3
5
Keterbatasanya pendidikan masyarakat Dusun Garon serta anggota kelompok
dalam hal pemanfaatan serta pengolahan membuat dusun susah untuk maju.
Selama ini berdirinya kelompok ternak juga menjadikan peternak bergantungan
dengan pihak Dinas Peternakan karena bantuan-bantuan yang sering diberikan.
Hasil FGD juga menjelaskan bahwa kelompok sering mendapat bantuan seperti
milkcan (ember perah susu sapi aluminium) berbagai ukuran, sekop, dan lain-lain.
Tentunya hal tersebut menyebabkan peternak tidak mandiri dan terbelenggu
bantuan-bantuan pihak luar.
Permasalahan yang terjadi pada peternak Desa Dompyong adalah
mengenai penyediaan pakan ternak. Menurut ketua kelompok ternak, masyarakat
mengalami kesulitan mencari rumput gajah saat musim kemarau tiba. Terbukti
untuk memenuhi kebutuhan pakan saat kemarau itu mereka membeli rumput di
desa lain hingga di desa Kabupaten lain seperti Ponorogo dan Tulungagung.
Selama ini peternak memberikan pakan alternatif yang dibuat masyarakat sendiri
yakni ampas pati, pohon pisang yang masih muda, dan pakan kering dari jerami.
Sebulan satu ekor sapi memerlukan pakan rumput sebanyak 1.800 kg,
namun pada saat musim hujan seperti bulan November dan Desember ini mereka
sama sekali tidak kesulitan untuk mencari rumput tersebut karena hasilnya sangat
melimpah. Pemenuhan kebutuhan konsentrat, sebulan ada 150 kg (3 karung).
Konsentrat satu karung beratnya 50 kg seharga Rp. 170.000,- jika dijumlah dalam
sebulan ada Rp. 510.000,- (3 karung). Terhitung dalam sebulan pada musim
hujan, masyarakat harus mengeluarkan biaya untuk konsentrat sebanyak Rp.
6
Tabel 1.1
Kebutuhan Pakan Sapi Perah
Pakan Sapi Perah Perhari Perbulan
Rumput gajah 60 kg 1.800 kg
Konsentrat 5 kg 150 kg (3 karung)
Sumber: Data diolah dari hasil FGD bersama kelompok ternak pada tanggal 1 Desember 2016
Pada saat musim kemarau, masyarakat hanya mendapatkan 30 kg rumput
sehari sehingga untuk pemenuhan pakan kurang 30 kg. Faktor keterampilan yang
kurang mengakibatkan masyarakat hanya mencari dan tidak diinovasi untuk
melakukan pemanfaatan. Masyarakat mencari solusi untuk memenuhi kurangnya
rumput 30 kg saat kemarau yakni dengan membeli rumput di kota dengan sistem
borongan dengan tetangga. Sistem borongan tersebut yakni masyarakat menyewa
pick up seharga Rp. 300.000,- untuk membeli 1 ton rumput seharga Rp. 500.000,-.
Hasil beli rumput tersebut hanya 1.000 kg sedangkan dalam sebulan kebutuhan
pakan rumput sebanyak 1.800 kg jadi kurang 800 kg.
Memenuhi kekurangan 800 kg, masyarakat mempunyai solusi yakni
menambah kebutuhan pakan pada konsentratnya. Jadi, apabila pada musim hujan
membutuhkan pakan 3 karung maka pada musim kemarau masyarakat
menambahnya menjadi 4 karung konsentrat. Menurut hasil perhitungan tersebut,
masyarakat merasa terbebani dengan banyaknya pengeluaran pakan. Semakin
banyak membeli konsentrat maka pengeluaran pakan semakin banyak. Dahulu
pengeluaran masyarakat sebulan menghabiskan Rp. 510.000,- maka saat musim
kemarau mengeluarkan uang sebanyak Rp. 680.000,-. Pengeluaran pakan untuk
sapi perah sangat banyak, belum lagi ditambah pengeluaran untuk belanja rumah
7
Hal kedua yang dianggap masalah oleh masyarakat adalah mengenai
limbah sapi. Selama ini limbah sapi hanya dibiarkan bertaburan di ladang
masing-masing karena mereka yakin dengan dibiarkan begitu saja, maka akan tumbuh
sendiri tanaman. Adapula yang membiarkan limbah tersebut sampai kering dan
dijadikan sebagai pupuk untuk tanaman, akan tetapi hasilnya tidak maksimal
tanaman tersebut. Tidak ada inisiatif dari masyarakat untuk mengolah limbah
tersebut mengakibatkan hanya sampai disitu saja dan tidak ada perubahan.
Limbah yang di produksi sapi setiap hari sebanyak 5 kg/ekor, padahal limbah
tersebut dapat digunakan sebagai pupuk untuk tumbuhan rumput gajah.
Jumlah kotoran yang dihasilkan sapi perah jika peternak memiliki jumlah
enam sapi adalah sebanyak 30 atau 40 kg perhari. Dikalkulasi dalam sebulan
maka menjadi 900 kg atau hampir 1.000 kg dan hal tersebut dibuang dengan
percuma tanpa dimanfaatkan. Apabila limbah tersebut diolah dengan baik seperti
halnya menjadi pupuk organik, maka dapat digunakan untuk menanam rumput
gajah, padi, jagung, jahe, singkong dan buah-buahan lainnya. Adanya pupuk
organik, maka jumlah pengeluaran untuk pupuk akan sedikit sehingga mengurangi
jumlah belanja rumah tangga masyarakat dalam hal pertanian. Ditemukan hasil
FGD dengan warga, pengeluaran pertanian yang paling banyak adalah pada
pengeluaran pupuk dan benih.
Selain hal tersebut, masyarakat juga tidak memiliki kemampuan untuk
mengelola hasil memerah yakni susu sapi perah. Seluruh masyarakat di Desa
Dompyong dan kelompok ternak, tidak memiliki kemampuan untuk pengelolahan
8
bukan dalam bentuk hasil jadi pengolahan. Para peternak lebih sering menjual
susu ke penampung yang nantinya akan dibawa ke koperasi daripada langsung
dijual ke masyarakat dan pedangang (pasar). Hal tersebut menyebabkan
masyarakat lebih bergantung pada pihak luar daripada memproduksi sendiri
menjadi bahan produk. Kejadian tersebut menjelaskan bahwa masyarakat masih
belum memiliki kemandirian dalam pengolahan susu.
Pemaparan di atas menjelaskan semua bahwa rendahnya kemampuan serta
keterampilan mengakibatkan perekonomian di Desa Dompyong ini rendah, dan
masyarakat belum mampu berkembang secara mandiri. Desa Dompyong
merupakan Desa Wisata yang seharusnya masyarakat sudah memiliki
keterampilan yang baik atau SDM yang maju. Pada realitasnya sekarang
masyarakat sendiri merasa belum mampu maju dan berkembang. Pemenuhan hal
kebutuhan pakan ternak sapi, masyarakat merasa resah karena saat kemarau tiba
mereka kesulitan mencari rumput sedangkan kebutuhan pakan sapi setiap satu
ekor ada 60 kg perhari. Apabila dikalkulasi dalam sebulan akan membutuhkan
pakan sebanyak 1.800 kg.
Pemberdayaan yang dilakukan dalam Kelompok Ternak Lembu Sejahtera
adalah melakukan pembuatan fermentasi pakan, pembuatan pupuk dari limbah,
serta pengolahan susu yang dilakukan oleh ibu-ibu. Pendekatan melalui
pembuatan fermentasi pakan, pupuk organik, dan pengolahan susu mempunyai
kelebihan karena proses penyadaran pada masyarakat lebih cepat dan diminati
karena bahan yang diperlukan sederhana dan prosesnya mudah. Selain itu, dengan
9
kemarau berkurang. Tujuan dari pendampingan kelompok agar masyarakat dapat
meningkatkan produksi susu dari sapi perah.
Pendampingan yang peneliti lakukan berdasarkan atas permasalahan yang
ada di Kelompok Ternak karena saat FGD berlangsung mereka juga ikut antusias
dengan rencana pembuatan fermentasi pakan, pupuk, dan pengolahan susu.
Walaupun hanya pemberdayaan berdasarkan kelompok, namun dari kelompok
tersebut dapat menjadi wadah untuk pemberdayaan hingga sampai tingkat dusun
dan desa. Meningkatkan partisipasinya dalam pengolahan fermentasi pakan sesuai
kaidah peternakan terpadu dapat meningkatkan kesejahteraan kelompok. Dampak
dari hal tersebut kelompok mampu mencapai tingkat keberdayaan yang tinggi
melalui pelatihan yang dilakukan secara partisipatif.
Penelitian ini menjadi penting karena penelitian ini ditujukan pada
penyelesaian permasalahan tidak efektifnya kelompok ternak. Selain itu, perlu
juga penyelesaian masalah pakan, limbah, dan hasil susu pada hewan sapi perah di
Kelompok Ternak Lembu Sejahtera Desa Dompyong Kecamatan Bendungan
Kabupaten Trenggalek.
B. Fokus Masalah
Pada pemaparan latar belakang di atas, maka rumusan masalah terkait di
Kelompok Ternak Lembu Sejahtera di Dusun Garon Desa Dompyong Kecamatan
Bendungan Kabupaten Trenggalek adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana kehidupan para peternak sapi perah di Desa Dompyong?
2. Bagaimana strategi pemberdayaan untuk peningkatan kehidupan ekonomi
10
3. Bagaimanakah hasil proses pendampingan terhadap peternak sapi perah di
Desa Dompyong?
C. Tujuan Penelitian Untuk Pendampingan
Melihat pada rumusan masalah di atas, maka adapun tujuan-tujuan dari
pendampingan tersebut yaitu:
1. Untuk mengetahui gambaran kehidupan para peternak sapi perah di Desa
Dompyong.
2. Menemukan strategi pemberdayaan untuk peningkatan kehidupan ekonomi
peternak sapi perah di Desa Dompyong.
3. Mengetahui hasil proses pendampingan terhadap peternak sapi perah di Desa
Dompyong.
D. Strategi Pemecahan Masalah
Permasalahan utama lemahnya kemampuan peternak Kelompok Lembu
Sejahtera di Desa Dompyong yang berdampak pada kesejahteraan masyarakat
disebabkan oleh berbagai penyebab. Strategi pemecahan masalah dimulai dari
pemecahan masalah kemudian dilanjutkan dengan analisis tujuan dan analisis
strategi program.
1. Analisis Masalah
Inti masalah yang didapat merupakan hasil dari FGD (Focus Group
Discussion) bersama kelompok ternak. Adapun inti masalah tersebut dapat
11
Bagan 1.1
Analisis Pohon Masalah Tentang Lemahnya
Kemampuan Peternak Sapi Perah di Desa Dompyong
Sumber: Data diolah dari hasil pertemuan FGD dengan Kelompok Ternak Lembu Sejahtera dalam forum Yasinan di Rumah Gunawan tanggal 1 Desember 2016
Berdasarkan analisa pohon masalah di atas, fokus permasalahannya
adalah lemahnya kemampuan peternak Desa Dompyong dalam
mengembangkan peternakan sapi perah. Lemahnya kemampuan tersebut
dikarenakan para peternak tidak pernah mendapatkan kepedulian dari
pemerintah desa serta belum ada fasilitator yang memfasilitasi mereka. Selain
itu, peternak juga tidak pernah mendapat pengetahuan akan teknologi yang
12
Penyebab-penyebab para peternak lemah dalam kemampuan beternak
adalah sebagai berikut.
a. Tidak memiliki keterampilan dalam mengolah pakan yang ekonomis
Masyarakat Dusun Garon terutama Kelompok Ternak Lembu Sejahtera
seringkali mengalami permasalahan pada pakan ternak sapi perah. Kehidupan
mereka bergantung pada musim penghujan karena pada saat musim hujan hasil
penghijauan (rumput gajah) sangat melimpah. Tidak ada media pembelajaran
pakan ternak saat musim kemarau, menyebabkan masyarakat tidak bisa
mandiri secara pemenuhan kebutuhan pakan. Belum memiliki kemampuan
dalam mengolah pakan yang ekonomis mengakibatkan masyarakat terlalu
bergantung pada musim penghujan saat melimpahnya rumput hijau.
Belum memiliki keterampilan dalam pengolahan pakan yang ekonomis
membuat rendahnya kemampuan peternak dalam pengembangan peternakan.
Tidak adanya solusi dalam permasalahan pakan menjadikan masyarakat tidak
mandiri. Menghadapi musim kemarau, masyarakat lebih memilih untuk
membeli pakan (rumput hijau) sapi perah hingga ke luar desa. Tidak hanya di
desa tetangga namun adapun yang membeli hingga ke kota seperti di
Tulungagung dan Ponorogo.
Kebiasaan membeli pakan ke luar desa hingga ke kota, menjadikan
masyarakat ketergantungan hingga peternak menjadi tidak mandiri. Hasil yang
diperoleh dari sapi perah saat musim kemarau sangat rendah, tetapi masyarakat
malah tidak bisa terbebas dari pengeluaran untuk pakan. Membeli pakan di luar
13
lain) sehingga tidak terlalu berat harga karena beli pakannya bersama. Mereka
juga harus mengeluarkan uang lebih untuk tambahan konsentrat, karena
menurut ketua kelompok Suroto (34 tahun), masyarakat terbiasa menambah
konsentrat dan mengurangi rumput saat musim kemarau.
b. Tidak memiliki keterampilan dalam mengolah limbah sapi perah
Masyarakat juga tidak pernah mendapatkan keterampilan mengolah
limbah sapi karena tidak ada pelatihan dalam mengolah limbah. Terbukti dari
hasil observasi di kandang sapi, masyarakat lebih memilih untuk dibuang
begitu saja di saluran dekat kandang. Hal tersebut menyebabkan tidak ada
solusi yang tepat untuk merubahnya padahal setiap sapi perah mengeluarkan
kotoran hingga 5 kg perhari. Belum ada penyelenggara dalam pelatihan,
mengakibatkan masyarakat tidak memiliki keterampilan lebih dalam
pengolahan limbah.
c. Tidak memiliki keterampilan dalam mengolah hasil susu sapi perah
Tidak mampunyai keterampilan dalam mengolah hasil susu sapi juga
merupakan penyebab lemahnya kemampuan peternak dalam mengembangkan
peternakan sapi perah. Hal tersbut dikarenakan tidak ada pelatihan dalam
pengolahan susu sapi padahal dalam sehari peternak memerah sapi dan
menghasilkan susu sebanyak 15 liter. Keterbatasannya kemampuan, maka
masyarakat hanya menjualnya dalam bentuk utuh (bukan produk) sehingga
14
d. Belum efektif Lembaga Kelompok Ternak Lembu Sejahtera
Penyebab lemahnya kemampuan peternak Desa Dompyong dalam
mengembangkan peternakan sapi perah adalah belum efektifnya lembaga
kelompok. Hal tersebut dikarenakan masyarakat tidak pernah mendapat
pendidikan tentang penguatan kelembagaan kelompok yang baik sehingga
kelompok yang sudah ada berjalan tidak maksimal karena belum adanya
struktur lembaga yang baik. Belum ada yang mengorganisir masyarakat akan
penguatan kelembagaan kelompok ternak, juga menjadi penyebab yang utama
dalam mengetahui sejauhmana tingkat efektifitas suatu kelompok.
Belum efektifnya tersebut terjadi karena masyarakat acuh terhadap
kelompok yang sudah terbentuk ini. Menurut beberapa anggota, kehadiran
Kelompok Ternak Lembu Sejahtera dapat mengatasi ekonomi yang rendah.
Tidak ada pendidikan tentang usaha bersama kelompok, maka anggota belum
dikatakan dapat mandiri secara individu atau kelompok.
2. Analisis Harapan
Berdasarkan analisis masalah di atas, maka disusun analisis tujuan yang
15
Bagan 1.2
Analisis Pohon Harapan Tentang Lemahnya
Kemampuan Peternak Sapi Perah di Desa Dompyong
Sumber: Data diolah dari hasil pertemuan FGD dengan Kelompok Ternak Lembu Sejahtera dalam forum Yasinan di Rumah Gunawan tanggal 1 Desember 2016
Pada pendampingan ini, harapan bersama kelompok ternak adalah
meningkatnya kemampuan peternak dalam mengembangkan peternakan sapi
perah di Desa Dompyong. Keberhasilan pendampingan ini terlihat dari
kemandirian masyarakat yang tidak bergantung dengan luar mengenai pakan
16
a. Memiliki keterampilan dalam mengolah pakan yang ekonomis
Meningkatnya kemampuan peternak Desa Dompyong dalam
mengembangkan usaha peternakan sapi perah disebabkan karena masyarakat
memiliki keterampilan dalam mengolah pakan yang ekonomis. Hal tersebut
terjadi karena adanya penyelenggaraan pelatihan dalam mengolah pakan yang
ekonomis hingga masyarakat menjadi tidak tergantung pada pakan di luar.
Apabila masyarakat mampu menyediakan pakan ekonomis secara
berkelanjutan, maka pengeluaran untuk pakan saat musim kemarau tidak akan
meningkat. Pada pengeluaran saat musim kemarau dapat ditabung untuk
pengeluaran belanja lain seperti kesehatan dan pendidikan.
b. Memiliki keterampilan mengolah limbah sapi perah
Memiliki keterampilan mengolah limbah sapi perah juga menyebabkan
meningkatnya kemampuan peternak. Adanya penyelenggara pelatihan untuk
mengolah limbah sapi menjadi pupuk dapat meminimalisir pengeluaran
masyarakat dalam hal pupuk kimia. Masyarakat juga bisa menjaga lingkungan
karena limbah sapi tidak dibiarkan begitu saja. Sehingga untuk biaya
pengeluaran pupuk pertanian menurun dan masyarakat dapat menggunakan
untuk belanja pertanian lain seperti benih dan pestisida.
c. Memiliki keterampilan dalam mengolah hasil susu sapi perah
Adanya pelatihan dalam megolah hasil susu sapi perah dikarenakan
masyarakat memiliki keterampilan dalam mengolah susu dengan baik. Hal itu
dapat menciptakan nilai tambah ekonomi dengan kreatifitas berbagai bentuk
17
menjadikan nilai ekonomi meningkat dan masyarakat menjadi sejahtera.
Pengolahan susu tersebut dapat berupa permen susu dengan berbagai varian
rasa, tergantung pada bahan dan alat yang disediakan oleh masyarakat itu
sendiri.
d. Efektifnya Lembaga Kelompok Ternak Lembu Sejahtera.
Penyebab meningkatnya kemampuan peternak Desa Dompyong dalam
mengembangkan peternakan sapi perah adalah efektifnya lembaga kelompok.
Hal tersebut dikarenakan masyarakat pernah mendapat pendidikan tentang
kelembagaan kelompok yang baik. Sehingga kelompok yang sudah ada
berjalan maksimal karena sudah adanya struktur lembaga yang baik. Ada yang
mengorganisir masyarakat akan pendidiakan tentang kelompok, juga menjadi
penyebab yang utama dalam mengetahui tingkat efektifitas suatu kelompok.
Kelembagaan sudah efektif, terkadang masyarakat peduli terhadap
kelompok yang sudah terbentuk ini. Menurut beberapa anggota, kehadiran
Kelompok Ternak Lembu Sejahtera dapat mengatasi ekonomi yang rendah.
Ada pendidikan tentang usaha bersama kelompok, maka anggota dapat
dikatakan mandiri secara individu atau kelompok.
3. Strategi Program
Berdasarkan pada analisis masalah dan tujuan di atas, maka strategi
program yang dijadikan basis pemecahan masalah terurai pada tabel berikut
18
Tabel 1.2
Strategi Program Pemecahan Masalah Peternak Desa Dompyong
No. Masalah Tujuan Strategi Program
1.
Tidak memiliki keterampilan dalam mengolah pakan yang ekonomis
Terampil dalam mengolah pakan yang ekonomis
Penyelenggaraan pelatihan fermentasi pakan sapi perah
2.
Tidak memiliki keterampilan
mengolah limbah sapi perah
Memiliki keterampilan mengolah limbah sapi perah
Pelatihan pembuatan pupuk organik dari limbah sapi perah
3.
Tidak memiliki keterampilan
mengolah hasil susu sapi perah
Memiliki keterampilan mengolah hasil susu sapi perah Menyelenggarakan kegiatan pembuatan permen susu 4. Belum efektif Lembaga Kelompok Ternak Lembu Sejahtera Efektifnya Lembaga Kelompok Ternak Lembu Sejahtera Mengorganisir penguatan kelompok ternak tentang kelembagaan
Tabel strategi program di atas menjelaskan bahwa dalam permasalahan
peternak di Desa Dompyong dapat terpecahkan dengan adanya strategi
program. Untuk permasalahan pertama yang ada pada peternak yakni tidak
memiliki keterampilan dalam mengolah pakan yang ekonomis. Tujuan dari
adanya pemecahan permasalahan tersebut, agar masyarakat terampil dalam
mengolah pakan yang ekonomis. Strategi program yang diperlukan yakni
dengan mengadakan pelatihan fermentasi pakan sapi perah guna mengatasi
kerentanan pakan saat kemarau tiba.
Permasalahan lain yang terjadi pada peternak di Desa Dompyong adalah
tidak memilikinya keterampilan dalam mengolah limbah sapi perah.
[image:34.595.122.530.147.530.2]
19
memiliki keterampilan dalam mengolah limbah sapi perah. Penyelenggaraan
pelatihan pembuatan pupuk organik dari limbah sapi perah merupakan strategi
progam untuk penyelesaian masalah tersebut. Hal itu berguna agar limbah sapi
perah tidak mencemari lingkungan dan meresahkan masyarakat.
Tidak memiliki keterampilan dalam mengolah hasil susu sapi perah
merupakan permasalahan ketiga yang ada pada kehidupan peternak Desa
Dompyong. Melalui pemecahan permasalahan bersama masyarakat agar
masyarakat memiliki keterampilan mengolah hasil susu sapi perah diwujudkan
dalam bentuk kegiatan. Bersama ibu-ibu peternak, strategi yang dilakukan
adalah dengan menyelenggarakan kegiatan permen susu. Hal tersebut memiliki
nilai tambah ekonomi bagi kehidupan peternak karena masyarakat sudah mulai
terampil dalam membuat produk jadi.
Permasalahan pada kelompok ternak di Desa Dompyong adalah belum
efektifnya Lembaga Kelompok Ternak Lembu Sejahtera. Bersama anggota
kelompok ternak, mulai memecahkan permasalahan yang bertujuan agar
Kelompok Ternak Lembu Sejahtera tersebut efektif. Strategi program yang
dilakukan untuk meningkatakan efektivitas kelompok adalah dengan
mengorganisir peternak dalam penguatan kelompok ternak tentang
kelembagaan. Kegiatan yang dilakukan dengan wujud memberikan
20
E. Sistematika Pembahasan
Dalam menguraikan penulisan skripsi ini agar lebih sistematis, maka
penyajian skripsi ini penulis bagi atas sembilan bab. Adapan sistematika
penulisannya adalah sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan. Berfungsi sebagai acuan dalam melaksanakan
penelitian. Pada BAB ini berisikan mekanisme penelitian yaitu menguraikan
secara berurutan kegiatan penelitian dari latar belakang masalah yang akan
diangkat. Kemudian didukung dengan fokus masalah yang terjadi serta terdapat
tujuan penelitian untuk pemberdayaan. Adapula strategi pemecahan masalah atau
strategi pemberdayaan untuk mempersiapkan pendampingan agar kegiatan
tersusun dengan baik. Bab ini juga berisi sistematika pembahasan untuk
membantu mempermudah pembaca dalam memahami secara ringkas penjelasan
mengenai isi BAB per BAB.
Bab II Kajian Teori Dan Penelitian Terkait. Bab ini berisi penjelasan
tentang pembahasan dalam prespektif teoritis, penulis menyajikan hal-hal kajian
kepustakaan konseptual yang menyangkut tentang pembahasan dalam penelitian.
Penulis memaparkan teori yang berkaitan dengan tema masalah yang sedang
diteliti, yakni konsep tentang pemberdayaan masyarakat. Selain itu, juga berisi
tentang pola pemberdayaan peternakan dan pemberdayaan peternak dalam
perspektif Islam. BAB ini juga memaparkan penelitian terkait yang sebelumnya
guna sebagai bahan pembelajaran dan bahan acuan untuk penulisan ini.
Bab III Metode Penelitian. Pada bab ini disajikan untuk mengurai
21
kritis dan mendalam, akan tetapi melakukan aksi berdasarkan masalah yang
terjadi di lapangan secara partisipasi. BAB ini juga berisi tentang metode apa
yang akan digunakan untuk melakukan pendampingan. Membahas tentang
pendekatan yang digunakan, prosedur penelitian pendampingan, wilayah dan
subyek pendampingan, teknik pengumpulan data, teknik validasi data, dan teknik
analisa data.
Bab IV Kondisi Umum dan Profil Peternak Desa Dompyong. BAB ini
berisi tentang deskripsi lokasi penelitian yang diambil, merupakan uraian
mengenai letak Geografis Desa Dompyong, kependudukan, keadaan
perekonomian, orientasi pendidikan masyarakat, serta pola agama dan
kebudayaan di Desa Dompyong. Selain itu, juga mejelaskan mengenai kehidupan
peternak Desa Dompyong serta kelompok ternak yang menjadi subyek
pemberdayaan dalam tema ini. Hal ini berfungsi untuk mendukung tema yang
diangkat serta melihat gambaran umum realitas yang terjadi di dalam obyek
penelitian.
Bab V Problem Peternak Desa Dompyong. Peneliti menyajikan tentang
realita dan fakta yang lebih mendalam, sebagai lanjutan dari latar belakang yang
disajikan dalam BAB I. BAB ini terdapat uraian tentang kehidupan para peternak
sapi perah terutama dalam hal kerentanan pakan sapi perah pada musim kemarau.
Menjelaskan juga keterampilan peternak yang rendah dalam pengolahan limbah
dan pengolahan susu sapi perah, serta tidak efektifnya kelompok ternak. Hal ini
berguna sebagai analisis problem yang berpengaruh pada aksi yang akan
22
Bab VI Dinamika Proses Pengorganisiran. Di dalam BAB ini menjelaskan
tentang proses-proses pengorganisasian masyarakat yang telah dilakukan, mulai
dari proses inkulturasi hingga akhirnya mendapat kepercayaan oleh masyarakat
Desa Dompyong. Selain itu, ada proses pendekatan awal hingga melakukan riset
bersama masyarakat. Disamping itu, juga merumuskan problem bersama
komunitas dan merumusakan rencana tindakan. Kemudian melakukan proses
partisipasi stakeholder terkait lalu perencanaan aksi hingga melakukan evaluasi
bersama masyarakat. Selain menjelaskan proses diskusi bersama masyarakat
untuk menganalisis dari temuan masalah yang ada di lapangan, juga memaparkan
kendala-kendala yang dialami peneliti saat di lapangan bersama masyarakat.
Bab VII Membangun Kemandirian Peternak Desa Dompyong. BAB ini
berisi proses aksi berdasarkan perencanaan strategi program yang berkaitan
dengan temuan masalah hingga muncul aksi perubahan secara partisipatif. BAB
ini menjelaskan mengenai penguatan kelembagaaan kelompok bersama
Kelompok Ternak Lembu Sejahtera. Selain itu, aksi dalam meningkatkan
kemampuan peternak dalam mengembangkan peternakan sapi perah berupa
pembuatan fermentasi pakan (silase), pembuatan pupuk organik, dan pembuatan
permen susu.
Bab VIII Refleksi Pendampingan. Peneliti membuat catatan refleksi atas
penelitian dan pendampingan dari awal hingga akhir. Berisi tentang perubahan
yang muncul setelah proses pendampingan yang sudah dilakukan. BAB ini berisi
evaluasi proses kegiatan dan keberlanjutan program. Selain itu juga menceritakan
23
refleksi teori dan analisis metodologi dengan fakta lapangan bersama masyarakat.
Kemudian terdapat refleksi dalam prespektif islam dalam pemenuhan gizi dan
peningkatan pendapatan masyarakat melalui pemanfaatan hewan ternak sapi
perah.
Bab IX Penutup. Pada BAB terakhir ini, peneliti membuat kesimpulan
yang merupakan jawaban dari rumusan masalah, dari gambaran kehidupan
peternak di Desa Dompyong terutama Kelompok Ternak Lembu Sejahtera. Pola
strategi yang dilakukan untuk peningkatan peternakan di Desa Dompyong dan
juga keberhasilan dari aksi program. Selain itu, peneliti juga membuat saran
kepada beberapa pihak yang dapat digunakan sebagai acuan untuk dapat
diterapkan dalam membangun keterampilan peternak dalam peningkatan
BAB II
KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN TERKAIT
A. Konsep Pemberdayaan
Istilah “keberdayaan” dalam pustaka teori sosial disebut “power” atau
“kuasa”. Masyarakat yang berdaya berarti masyarakat memiliki power atau kuasa
atas segala hak yang melekat pada dirinya sebagai manusia. Tuhan telah
memberikan setiap manusia kekuasaan atas dirinya yang dibekali dengan akal dan
nuraninya. Oleh karena itu, jika terdapat manusia yang tidak memiliki kuasa atas
haknya sebagai manusia, maka dia telah mengalami ketidakberdayaan.1 Terbukti
dengan halnya mereka tidak bisa memenuhi hak-haknya dan manusia hanya
tunduk begitu saja dengan peraturan yang ada. Masyarakat juga menjadi peran
penting dalam pembangunan dalam sebuah wilayah, sehingga peran dan
keberadaannya sangat diperlukan.
Pemberdayaan dapat diartikan sebagai pembagian kekuasaan yang adil
dengan meningkatkan kesadaran politis masyarakat supaya mereka bisa
memperoleh akses terhadap sumber daya. Sasaran dari pemberdayaan adalah
mengubah masyarakat yang sebelumnya adalah ‘korban’ pembangunan menjadi
‘pelaku’ pembangunan.2
Oleh karena itu, masyarakat yang mengarahkan dan
menggerakkan dalam proses pembangunan dan didorong untuk meningkatkan
kemandirian dalam mengembangkan kehidupan mereka. Mampu mengelola
1
Agus Afandi, dkk, Dasar-Dasar Pengembangan Masyarakat Islam, (Surabaya:IAIN Sunan Ampel Press, 2013), hal. 136.
2
25
potensi dan mencapai pada tujuan masyarakat, maka mampu membantu diri
mereka dan orang lain untuk memaksimalkan kualitas hidup.
Menurut Sidu dari kutipan Jurnal Tropical Animal Husbandry mengatakan
bahwa pemberdayaan masyarakat adalah proses memperoleh dan memberikan
“daya kekuatan atau kemampuan” kepada warga masyarakat agar mampu
mengenali potensi yang dimiliki, menentukan kebutuhan dan memilih alternatif
pemecahan masalah yang dihadapinya secara mandiri, tetapi hal itu tidak mudah
untuk dicapai, membutuhkan kajian dan penelitian ilmiah yang membutuhkan
pengorbanan waktu, tenaga dan pemikiran serta dana yang tidak sedikit.3
Pemberdayaan masyarakat memiliki tujuan memandirikan diri mereka dari
keterbelengguan/kesenjangan/ketidakberdayaan dengan memanfaatkan potensi
yang ada. Oleh karena itu, peneliti menyimpulkan bahwa pemberdayaan tidak
hanya meliputi penguatan individu anggota masyarakat, tetapi juga
pranata-pranatannya.
Pemberdayaan atau pembangunan daerah seyogyanya diupayakan menjadi
prioritas penting dalam pembangunan di masa yang akan datang. Upaya tersebut
perlu memperhatikan tiga hal penting yaitu:
1. Bentuk kontribusi riil dari daerah yang diharapkan oleh pemerintah pusat
dalam proses pembangunan dasar.
2. Aspirasi masyarakat daerah sendiri, terutama yang terefleksi pada prioritas
program-program pembangunan daerah.
3
R. Mutiawardhana, dkk., “Model Pemberdayaan Masyarakat Berbasis Peternakan di Daerah Pertanian Lahan Kering Desa Kemejing Kecamatan Semin Kabupaten Gunungkidul”, Jurnal
26
3. Keterkaitan antardaerah dalam tata perekonomian dan politik. 4
Bentuk kontribusi riil dari berbagai daerah memiliki kepentingan
pembangunan yang berbeda-beda karena tiap daerah memiliki kekuatan tersendiri.
Secara ekonomi, misalnya di daerah Desa Dompyong yang merupakan produksi
susu sapi perah terbanyak di Kecamatan Bendungan sehingga memiliki ciri khas
sendiri. Selain itu, desa tersebut merupakan daerah yang memiliki potensi menjadi
tujuan wisata sehingga menaikkan devisa daerah. Disisi lain, desa juga memiliki
potensi pertanian yang melimpah berupa tanaman singkong, jagung, dan adapula
kopi sehingga menjadi pusat dagang pangan.5
Edi Suharto mendefinisikan pemberdayaan sebagai sebuah proses dan
tujuan. Pemberdayaan sebagai proses adalah serangkaian kegiatan untuk
memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat,
termasuk individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan. Pemberdayaan
sebagai tujuan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah
perubahan sosial, yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau
mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya
yang baik yang bersifat fisik, ekonomi maupun sosial seperti memiliki
kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian,
berpartisipasi dalam kegiatan sosial, dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas
4
Sunyoto Usman, Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat, Cet. Ke-I (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), hal. 12.
5
27
kehidupannya. Pengertian pemberdayaan sebagai tujuan seringkali digunakan
sebagai indikator keberhasilan pemberdayaan sebagai sebuah proses.6
Indikator keberhasilan untuk mengukur pelaksanaan program
pemberdayaan masyarakat mencakup hal-hal sebagai berikut:
1. Berkurangnya jumlah masyarakat miskin
2. Berkembangnya usaha pendapatan masyarakat miskin dengan
memanfaatkan sumber daya yang ada
3. Meningkatnya kepedulian masyarakat dalam upaya peningkatan
kesejahteraan keluarga miskin di lingkungannya
4. Meningkatnya kemandirian kelompok yang diwujudkan dengan
berkembangnya usaha produktif anggota dan kelompok, kuatnya
permodalan kelompok, teraturnya sistem administrasi kelompok dan
meluasnya interaksi sosial dengan kelompok lain.
5. Meningkatnya kapasitas masyarakat dan pemerataan pendapat yang ditandai
oleh peningkatan pendapatan keluarga miskin yang mampu memenuhi
kebutuhan pokok dan kebutuhan sosial dasarnya.7
Oleh karena itu meningkatnya kapasitas masyarakat dan seimbangnya
pendapatan ditandai dengan meningkatnya pendapatan keluarga miskin dalam
pemenuhan kebutuhan pokok, sosial, dan pendidikan.
Masyarakat dikatakan tidak berdaya apabila mereka tidak memiliki kuasa
atas aset yang harus mereka kuasai, mereka miliki, mereka kelola, manfaatkan
6
Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, Cet. Ke-IV (Bandung: PT Refika Aditama, 2010), hal. 59-60.
7
Sumodiningrat Gunawan, Pemberdayaan Pengembangan Masyarakat dan Jaringan Pengaman
28
untuk dirinya sendiri. Hal tersebut terjadi dikarenakan adanya pihak lain yang
menguasai, mengelola, memiliki, dan memanfaatkan untuk kepentingan lain.
Semakin hari kuasa mereka semakin hilang dan diambil oleh kelompok sosial
lain, maka hal inilah yang dinamakan proses pelemahan atau proses
ketidakberdayaan. Ditambah dengan arus modernisasi dan globalisasi yang
semakin canggih sehingga membuat masyarakat semakin tidakberdaya di semua
sektor kehidupan.
Pemberdayaan menunjuk pada kemampuan orang, khusunya kelompok
rentan den lemah sehingga mereka memiliki kekuatan atau kempuan dalam;
1. Memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga mereka memiliki kebebasan
(Freedom) dalam berpendapat, bebas dari kemiskinan, kebodohan,
kelaparan, dan kesakitan
2. Menjangkau sumber-sumber produktif yang memungkinkan mereka dapat
meningkatkan pendapatannya dan memperoleh barang-barang dan jasa-jasa
yang mereka perlukan
3. Berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusan-keputuasn yang
mempengaruhi mereka. 8
Tujuan utama dari pemberdayaan adalah memperkuat kekuasaan
masyarakat, khususnya kelompok lemah yang memiliki ketidakberdayaan, baik
karena kondisi internal (misalnya presepsi mereka sendiri) maupun karena kondisi
eksternal (misalnya ditindas oleh struktur sosial yang tidak adil).
Ketidakberdayaan yang dialami oleh sekelompok masyarakat merupakan akibat
8
29
dari proses internalisasi yang dihasilkan dari interaksi mereka dengan
masyarakat.9 Sehingga dapat dikatakan bahwa anggapan masyarakat mengenai
ketidakberdayaan itu didasarkan dari diri mereka sendiri. Anggapan mereka
mengenai dirinya sendiri sebagai seorang yang malas, lemah dan tidak berdaya.
Disisi lain mereka tidak menyadari bahwa ketidakberdayaan juga akibat dari
adanya ketidakadilan dalam lingkungannya dan diskriminasi dalam aspek tertentu.
Menciptakan kuasa atas milik, kelola, dan manfaat aset masyarakat, maka
mereka perlu sebuah pemberdayaan. Kesimpulannya pemberdayaan adalah suatu
proses menciptakan masyarakat untuk mampu dan memiliki kuasa atas miliknya,
kelola atas miliknya, dan memanfaatkan miliknya untuk sebesar-besarnya demi
kesejahteraan mereka. Oleh karena itu, pelaksanaan pemberdayaan masyarakat
berarti pula pengelolaan terhadap tahapan-tahapan kerjanya secara berkelanjutan.
Tahapan-tahapan tersebut dimulai dari:
1. Membangun hubungan dengan komunitas masyarakat dan menciptakan
pemahaman atas setting program
2. Mengidentifikasi problem yang memiliki potensi untuk dipecahkan
3. Mengidentifikasi kelompok-kelompok dan stakeholder lain yang bersedia
terlibat dalam proses program
4. Merumuskan tujuan, program, dan kebutuhan
5. Mengidentifikasi beberapa alat-alat untuk mencapai tujuan
6. Persiapan dan uji coba beberapa kebutuhan material
7. Menfasilitasi pihak partner
9
30
8. Implementasi program yang sudah direncanakan
9. Monitoring dan evaluasi program yang dilaksanakan
10. Sharing rencana tindak lanjut untuk mengambil manfaat atas hasil
program.10
Proses pemecahan masalah berbasiskan pemberdayaan masyarakat yang
berdasarkan prinsip kerja bersama masyarakat menyadari bahwa masyarakat
mempunyai hak-hak yang harus dihargai. Pemberdayaan merupakan sistem yang
berinteraksi dan berkolaborasi dengan lingkungan fisik. Dengan kata lain,
pemberdayaan bukanlah merupakan upaya pemaksaan kehendak, atau proses yang
dipaksakan, atau kegiatan untuk kepentingan pemrakarsa dari luar, atau
keterlibatan dalam kegiatan tertentu saja, dan makna-makna lain yang tidak sesuai
dengan pendelegasian kekuasaan atau kekuatan sesuai potensi yang dimiliki oleh
masyarakat yang bersangkutan.11
Dikemukakan oleh Fahrudin dalam Jurnal Administrasi Publik,
menjelaskan terdapat beberapa prinsip dan asumsi pemberdayaan, antara lain
sebagai berikut.
1. Empowerment adalah proses kolaboratif, dimana klien dan pekerja sosial
bekerjasama sebagai partner,
2. Proses empowerment melihat system klien sebagai pemegang peranan
penting (competent) dan mampu memberikan akses kepada sumber-sumber
dan peluang-peluang,
10
Ibid, hal. 137-138.
11
31
3. Klien harus menerima dari mereka sendiri sebagai causal agent,yang
mampu untuk mempengaruhi perubahan,
4. Kompetensi diperolehi melalui pengalaman hidup,
5. Pemecahan masalah didasarkan pada situasi masalah yang merupakan hasil
dari kompleksitas faktor-faktor yang mempengaruhinya,
6. Jaringan sosial informasi adalah sumber pendukung yang penting untuk
menyembatani tekanan dan membangun kompetensi dan control diri,
7. Orang harus berpartisipasi dalam pemberdayaan diri mereka dan dalam
mencapai tujuan, pengertian dan hasil dari pemberdayaan harus mereka
artikulasi sendiri,
8. Tingkat kesadaran dan pengetahuan mengenai kegiatan untuk melakukan
perubahan merupakan masalah utama dalam empowerment,
9. Empowerment merupakan upaya untuk memperoleh sumber-sumber dan
kemampuan menggunakan sumber-sumber tersebut dengan cara yang
efektif,
10. Proses empowerment adalah proses yang dinamis, sinergi, selalu berubah
dan berevolusi, karena masalah-masalah selalu mempunyai banyak cara
pemecahan,
11. Empowerment dapat dicapai melalui kesepadanan struktur-struktur pribadi
dan perkembangan sosio-ekonomi.12
Konsep pemberdayaan tidak hanya mengarah secara individual (individual
self-empowerment), tetapi juga secara kolektif (collective self empowerment).
12
32
Semua itu harus menjadi bagian dari aktualisasi diri (self-actualization) dan
koaktualisasi eksistensi manusia dan kemanusiaan. Dengan kata lain, manusia dan
kemanusiaanlah yang menjadi tolak ukur normatif, struktural, dan substansial.
Oleh karena itu, konsep pemberdayaan pada dasarnya adalah upaya menjadikan
suasana kemanusiaan yang adil dan beradab menjadi semakin efektif-efisien
secara struktural, baik dalam kehidupan individu maupun masyarakat.13
Sumodiningrat dalam Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan menyatakan bahwa
pemberdayaan masyarakat berarti meningkatkan kemampuan masyarakat. Upaya
pemberdayaan masyarakat dapat dilihat dari sisi: Pertama, menciptakan suasana
yang memungkinkan masyarakat berkembang. Kedua, meningkatkan kemampuan
masyarakat dalam membangun melalui berbagai bantuan dana, pelatihan,
pembangunan sarana dan prasarana baik fisik maupun sosial, serta pengembangan
kelembagaan di daerah. Ketiga, melindungi atau memihak yang lemah untuk
mencegah persaingan yang tidak seimbang dan menciptakan kemitraan yang
saling menguntungkan.
Pembangunan yang berbasis pemberdayaan masyarakat (communty based
development) sebagai wujud partisipasi masyarakat dalam konsep pembangunan
berkelanjutan (suistainable development) meletakkan prioritas kegiatan
pembangunan pada proses penguatan kapasitas, peningkatan kualitas sumber daya
manusia dan pengembangan kelembagaan masyarakat yang bertujuan
mengembangkan pola pikir positif, daya kritis, dan kontrol sosial masyarakat.14
13
R. Harry Hikmat, Strategi Pemberdayaan Masyarakat, hal., 46-48.
14
33
Tujuan lain yang diharapkan dari pemberdayaan masyarakat adalah
menumbuhkan kemandirian masyarakat dalam mengelola potensi ekonomi lokal
bagi peningkatan taraf kehidupan masyarakat.
B. Pola Pemberdayaan Peternakan
Proses pemberdayaan (empowerment) adalah suatu kondisi yang dapat
menumbuhkan kemandirian petani-peternak melalui pemberian kesempatan atau
daya. Artikel ilmiah Lilis Nurlina mengkutip dari Bryant dan White, menjelaskan
bahwa pemberdayaan adalah pemberian kesempatan untuk secara bebas memilih
berbagai alternatif dan mengambil keputusan sesuai dengan tingkat kesadaran,
kempuan, dan keinginan. Peternak juga diberi kesempatan untuk belajar dari
keberhasilan dan kegagalan dalam memberikan respon terhadap perubahan
sehingga mampu mengendalikan masa depannya.15
Ternak sapi, khususnya sapi perah merupakan salah satu sumber daya
penghasil protein berupa susu yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan penting
artinya bagi kehidupan masyarakat. Meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap
kebutuhan protein hewani menyebabkan kebutuhan susu sapi juga ikut meningkat,
ini merupakan prospek yang sangat bagus bagi para pengusaha peternakan sapi
perah.
Usaha peternakan sapi perah adalah suatu usaha dalam bidang peternakan
yang dilakukan seseorang di tempat tertentu dimana perkembangbiakan ternak
dan manfaatnya diatur dan diawasi oleh peternak tersebut. Usaha peternakan sapi
perah masyarakat umumnya dikelola oleh petani ternak secara tradisional dengan
15
Lilis Nurlina, Pemberdayaan Peternak Melalui Pengembangan Koperasi Agribisnis Peternakan
34
pengetahuan dan keterampilan yang diperolehnya dari turun temurun. Oleh karena
itu, kenaikan produksi peternakan masyarakat berjalan lamban. Meningkatkan hal
tersebut maka diperlukan adanya perubahan teknologi baru dan diterapkan terus
menerus.16
Melakukan perubahan perilaku peternak dalam penerapannya meliputi
tanggapan terhadap inovasi, pengetahuan, keterampilan dan sikap yang memadai
dari pembawa pembaruan. Peternak mempunyai fungsi sebagai pemlihara ternak
dan pengusaha, yang dapat membuat keputusan atau memilih suatu alternatif
dalam memecahkan masalah yang dihadapi. Keputusan untuk menerima atau
menolak perubahan yang dibawa oleh agen pembahau ditentukan oleh faktor
sosial ekonomi.
Proses produksi, pendapatan dan konsumsi dalam rumah tangga peternak
sapi potong merupakan satu unit kesatuan yang saling terkait, sehingga setiap
terjadi perubahan dalam kebijakan yang mengatur aktivitas usaha ternak sapi akan
berpengaruh terhadap produksi, pendapatan, konsumsi dan penggunaan tenaga
kerja. Rumah tangga peternak sapi potong harus bisa hidup dari hasil produksinya
sehingga harus bekerja keras untuk memperoleh tambahan produksi yang
diharapkan. Kenaikan pendapatan peternak sapi kerja sebagai akibat dari
peningkatan produksi ternak sapi akan memperbaiki kesejahteraan peternak di
wilayah pedesaan. Pendapatan ternak sapi yang semakin meningkat berdampak
pada peningkatan standar kehidupan peternak di pedesaan.
16
Didik Kusumahadi, “Beberapa Faktor Sosial Ekonomi Mempengaruhi Tingkat Adopsi Panca
35
Pendapatan rumah tangga peternak meningkat mengakibatkan
kecenderungan perubahan pola konsumsi pangan. Hukum Engels menjelaskan
bahwa apabila pendapatan meningkat maka kontribusi pendapatan untuk
konsumsi pangan akan menurun sehingga kontribusi konsumsi non pangan akan
naik. Konsumsi non pangan ada dua macam yaitu konsumsi akibat kebutuhan dan
konsumsi akibat dari keinginan. Apabila konsumsi akibat dari keinginan
meningkat maka tabungan yang ada dirumah tangga peternak akan berkurang
yang selanjutnya akan mempengaruhi investasi, produksi dan seterusnya.17
Pada era globalisasi perkembangan ekonomi di negeri ini sulit melepaskan
diri dari perekmbangan ekonomi di negara-negara lain, terutama negara maju.
Untuk menghindari hal tersebut yang perlu dilakukan adalah menciptakan sebuah
strategi pembangunan yang menghasilkan “produk unggulan” yang proses
perkembangannya tidak mudah didikte oleh pihak lain. Produk unggulan itu tidak
harus berupa hasil industri dengan teknologi canggih atau dengan investasi tinggi,
tetapi bisa berupa produk lokal dengan daya saing handal. Di samping itu, produk
unggulan tersebut tidak harus berskala tinggi, tetapi bisa juga berada di daerah.18
Salah satu strategi yang dapat didayagunakan di dalam meningkatkan
kualitas peternak sehingga memiliki keberdayaan adalah peningkatan peran
kelompok peternak. Sampai saat ini kelompoktani masih digunakan sebagai
pendekatan utama dalam kegiatan penyuluhan. Pendekatan kelompok dipandang
lebih efisien dan dapat menjadi media untuk terjadinya proses belajar dan
17
Erwin Wantasen dan Budi Hartono, “Analisis Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Ekonomi Rumah Tangga Peternak Sapi PeranakanOngole (Po) Di Kabupaten Minahasa”, Seminar Nasional
Peternakan Universitas Hasanuddin, 2015, hal. 252 – 253.
18
36
berinteraksi dari para petani, sehingga diharapkan terjadi perubahan perilaku
petani ke arah yang lebih baik atau berkualitas. Dengan demikian kelompoktani
memiliki kedudukan strategis di dalam mewujudkan petani yang berkualitas.
Petani yang berkualitas antara lain dicirikan oleh adanya kemandirian dan
ketangguhan dalam berusahatani, sehingga memiliki keberdayaan. Keberdayaan
peternak ini dipersonifikasikan sebagai pelaku usaha tani ternak yang berkualitas
(farmers), sekurang-kurangnya harus memenuhi persyaratan: 1.) dimilikinya
kemampuan yang memadai di dalam menguasai dan melaksanakan aspek teknis
dalam beternak, 2.) dimilikinya kemampuan yang memadai di dalam pengambilan
keputusan dalam rangka pencapaian keberhasilan usahanya. Peran kelompok di
dalam memberdayakan anggotanya, dapat dilihat antara lain dari: (1) peran
sebagai kelas belajar, (2) peran sebagai unit produksi, (3) peran sebagai wahana
kerjasama dan usaha.19
Selama ini, kelompok peternak hanya dipandang sebagai suatu objek
(target groups) untuk melaksanakan suatu kegiatan ataupun program dari
berbagai institusi lainya. Biasanya, kegiatan atau program yang dilaksanakan oleh
intitusi-intitusi tersebut bersifat sentralistik atau top down dan seragam. Kegiatan
yang sentralistik tersebut menyebabkan kreativitas lokal tidak dapat muncul
karena telah dirancannya kegiatan tersebut sedemikian rupa. Di samping itu,
belum tentu program atau kegiatan yang dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan
kelompok pada khususnya dan peningkatan kesejahtraan peternak pada umumnya.
19 Mauludin, dkk, “
Peran Kelompok dalam Mengembangkan Keberdayaan Peternak Sapi Potong
37
Sehubungan dengan hal tersebut, dalam rangka meningkatkan
pemanfaatan sumberdaya lokal berupa potensi peternak dan pakan yang
berlimpah, dan sekaligus untuk meningkatkan penyerapan tenaga kerja pertanian
yang ada, untuk membuat lapangan pekerjaan agribisnis. Oleh karena itu,
pemberdayaan peternak lebih ditekankan untuk meningkatkan mutu dan peran
Sumberdaya Manusia (SDM) peternak dalam upaya meningkatkan kesejahtraan.
Begitu pentingnya peran SDM sebagai salah satu komponen pemberdayaan
peternakan, maka kebijakan pemberdayaan peternakan harus dapat mengatisipasi
berbagai permasalahan yang muncul terkait hal tersebut.
Pemberdayaan masyarakat dilakukan dengan Pendampingan Intensif
meliputi keterampilan beternak, kewirausahaan, mental-spiritual, dan
kelembagaan. Untuk menilai efektivitas dari program pemberdayaan peternak
memiliki indikator sebagai berikut:
1. Peningkatan pendapatan peternak
2. Peningkatan kepemilikan aset produktif
3. Terbangunnya kemandirian dalam diri peternak
4. Etos kerja dan spiritual
5. Kemandirian Kelembagaan.20
Gunardi mengemukakan bahwa usaha untuk mencapai tujuan
pengembangan ternak sapi dapat dilakukan dengan tiga pendekatan, yaitu: (1)
pendekatan teknis dengan meningkatkan kelahiran ternak, menurunkan kematian,
mengontrol pemotongan ternak dan perbaikan genetik ternak, (2) pendekatan
20Sholihat dan Efri Syamsul Bahri, “Analisis Pola Pemberdayaan Peternak Miskin Di Kampoeng
38
terpadu yang merupakan teknologi produksi, manajemen ekonomi, pertimbagan
sosial budaya yang tercakup dalam sapta usaha peternakan serta pembentukan
kelompok peternak yang bekerjasama dengan instansi-instansi terkait, dan (3)
pendekatan agribisnis dengan tujuan mempercepat pengembangan peternakan
melalui integarsi dari keempat aspek (lahan, pakan, plasma nutfah dan
sumberdaya manusia), proses produksi, pengolahan hasil dan pemasaran.21
Apabila melihat dari sisi pemberdayaan masyarakat keadaan ini memiliki
dua arti. Pertama didalam proses pemberdayaan selalu ada pihak yang lemah dan
pihak yang kuat datang untuk memberi daya/kekuatan pada pihak yang lemah.
Pada konsep ini dapat dikatakan efektif karena ada perusahaan swasta (inti) yang
berkenan menolong/memberdayakan peternak kecil dengan memberi bantuan
sarana dan prasarana. Namun demikian pada sisi lain, poin kedua adalah peternak
kecil tidak memiliki posisi tawar/posisi hukum yang seimbang didalam
menghadapi perjanjian. Apabila peternak terus lemah di bandingkan inti, maka
prinsip-prinsip pemberdayaan tidak berkembang. Artinya masyarakat akan tetap
terus tergantung pada inti, tidak sedikit apabila inti bangkrut maka usahanya
peternak lokal juga ikut tutup.
Selain perbaikan pemahaman, pengetahuan dan ketrampilan dalam
negosiasi perjanjian, maka peran pemerintah daerah menjadi sangat berarti karena
rata-rata para peternak yang ada tidak mempunyai pengetahuan hukum yang
cukup untuk menuntut hak-hak mereka yang dilanggar oleh perusahaan inti.
21
Darmiati dan Sitti Nurani Sirajuddi, Teknik Pengembangan Usaha Peternakan Sapi Potong,
39
Pemerin