• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PANDANGAN TOKOH MASYARAKAT DESA KEBOGUYANG TENTANG KASUS PERKAWINAN LOTRE DI DESA KEBOGUYANG KECAMATAN JABON KABUPATEN SIDOARJO.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PANDANGAN TOKOH MASYARAKAT DESA KEBOGUYANG TENTANG KASUS PERKAWINAN LOTRE DI DESA KEBOGUYANG KECAMATAN JABON KABUPATEN SIDOARJO."

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PANDANGAN

TOKOH MASYARAKAT DESA KEBOGUYANG TENTANG

KASUS PERKAWINAN LOTRE DI DESA KEBOGUYANG

KECAMATAN JABON KABUPATEN SIDOARJO

SKRIPSI

Oleh :

M. Qomarudin Zaman NIM. C01212026

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Syari’ah Dan Hukum Jurusan Hukum Perdata Islam Prodi Hukum Keluarga Islam

(2)

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PANDANGAN

TOKOH MASYARAKAT DESA KEBOGUYANG TENTANG

KASUS PERKAWINAN LOTRE DI DESA KEBOGUYANG

KECAMATAN JABON KABUPATEN SIDOARJO

SKRIPSI

Diajukan kepada

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Menyelesaikan Program Sarjana Strata Satu

Ilmu Syari’ah dan Hukum

Oleh :

M. Qomarudin Zaman NIM. C01212026

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Syari’ah Dan Hukum

Jurusan Hukum Perdata Islam Prodi Hukum Keluarga Islam

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

ABSTRAK

Skripsi ini adalah hasil penelitian lapangan dengan judul Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pandangan Tokoh Masyarakat Desa Keboguyang Tentang Kasus Perkawinan Lotre di Desa Keboguyang Kecamatan Jabon Kabupaten Sidoarjo. Rumusan masalah adalah bagaimana pandangan tokoh masyarakat tentang pelaksanaan perkawinan Lotre di Desa Keboguyang Kecamatan Jabon Kabupaten Sidoarjo? bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap pandangan tokoh masyarakat tentang pelaksanaan perkawinan Lotre di Desa Keboguyang Kecamatan Jabon Kabupaten Sidoarjo?

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif (kualitatif) karena dalam penelitian ini tidak berhubungan dengan angka-angka. Data penelitian dihimpun melalui wawancara dan studi dokumentasi yang selanjutnya dianalisis dengan metode deskriptif dengan pola pikir deduktif.

Pandangan tokoh masyarakat tentang perkawinan lotre terdapat dua perbedaan pendapat. Pandangan tokoh masyarakat Desa Keboguyang tentang kasus perkawinan lotre terdapat dua perbedaan pendapat. Sebagian tokoh masyarakat setuju terhadap pelaksanaan perkawinan lotre dengan catatan perkawinan ini dilaksanakan demi untuk kemaslahatan bersama, dan juga sudah dimusyawarahkan dari pihak-pihak yang bersangkutan, selama hal itu

tidak melanggar syari’at maka bolehlah untuk dilakukan. Dan sebagian tokoh masyarakat tidak

setuju terhadap pelaksanaan perkawinan lotre karena perkawinan lotre ini sama halnya dengan mengundi nasib, yang mana perbuatan mengundi nasib adalah hukumnya haram. Sebagaimana yang dijelaskan dalam ayat al-Qur’an surat al-Maidah ayat 90-91.

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ... ii

PERNYATAAN KEASLIAN ... iii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv

PENGESAHAN ... v

MOTTO ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

PERSEMBAHAN ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TRANSLITERASI ... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Dan Batasan Masalah ... 9

C. Rumusan Masalah ... 10

D. Kajian Pustaka ... 11

E. Tujuan Penelitian ... 13

F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 13

G. Definisi Operasional ... 14

H. Metode Penelitian ... 15

I. Sistematika Pembahasan ... 19

BAB II KAJIAN TEORI TENTANG MAQASID AL-SYARI’AH DAN MASLAHAH MURSALAH A. Pengertian Dan Dasar Hukum Perkawinan ... 21

B. Rukun Dan Syarat Perkawinan ... 21

C. Tujuan perkawinan... 23

(9)

E. Maslahah al-Mursalah ... 34

BAB III RAGAM PANDANGAN TOKOH MASYARAKAT DESA

KEBOGUYANG KECAMATAN JABON KABUPATEN

SIDOARJO TENTANG PERKAWINAN LOTRE

A. Gambaran Umum Desa Keboguyang Kecamatan Jabon Kabupaten Sidoarjo ... 43 B. Perkawinan Lotre Di Desa Keboguyang Kecamatan Jabon

Kabupaten Sidoarjo ... 44 C. Pandangan Tokoh Masyarakat Desa Keboguyang Kecamatan

Jabon Kabupaten Sidoarjo ... 48

BAB IV PERKAWINAN LOTRE MENURUT TOKOH MASYARAKAT DESA KEBOGUYANG KECAMATAN JABON KABUPATEN SIDOARJO DALAM PRESPEKTIF HUKUM ISLAM

A. Perkawinan Lotre Menurut Pandangan Tokoh Masyarakat Desa Keboguyang ... 62 B. Analisis Hukum Islam Terhadap Pandangan Tokoh

Masyarakat Desa Keboguyang Tentang Perkawinan Lotre ... 68

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 81 B. Saran ... 82

DAFTAR PUSTAKA ... 84

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkawinan adalah salah satu subsistem kehidupan beragama yang

merupakan sebuah proses berlangsungnya hidup manusia untuk meneruskan

keturunan dari generasi ke generasi selanjutnya. Perkawinan bertujuan untuk

membentuk suatu keluarga yang harmonis, karena keluarga merupakan dasar

pembentukan kelompok dalam masyarakat hingga akhirnya membentuk suatu

bangsa dan negara dalam lingkup yang besar. perkawinan merupakan

sunnatullah yang umum berlaku pada semua makhluk Tuhan, baik pada

manusia, hewan maupun tumbuh-tumbuhan.1

Hal ini ditegaskan dalam al-Qur’an bahwa Allah SWT telah

menciptakan segala sesuatu secara berpasang-pasangan, sebagaimana

firman-Nya dalam surat Yasin ayat 36:



































Maha suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui.2

1Sa’id bin Abdullah bin Thalib Al-Hamdani, Risalah Nikah, penerjemah, Agus Salim, (Jakarta:

Pustaka Amani, 2002), 1. 2

(11)

2

Tujuan perkawinan dalam Islam adalah untuk memenuhi tuntutan

hajat tabiat kemanusiaan, berhubungan antara laki-laki dan perempuan dalam

rangka mewujudkan dan membentuk suatu keluarga yang bahagia dengan

dasar cinta dan kasih sayang, untuk memperoleh keturunan yang sah dalam

masyarakat dengan ketentuan-ketentuan yang telah diatur oleh syar’i.

Perkawinan juga bertujuan untuk menjaga manusia dari kejahatan dan

kerusakan akibat hawa nafsu dan menumbuhkan aktifitas berusaha mencari

rezeki yang halal dan memperbesar rasa tanggung jawab.3

Dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa tidak dapat kita

hindarkan adanya interaksi budaya dan norma antara Barat dan Timur dalam

kehidupan sehari hari. sebagaimana kita ketahui dan sadari setiap interaksi

sosial akan memberikan pengaruh satu dengan yang lain, baik langsung

ataupun tidak langsung, sedikit maupun banyak. pengaruh tersebut dapat

berbentuk adaptasi yang positif dalam arti tidak menimbulkan keguncangan

dan permasalahan. Namun tidak jarang dapat merusak dan mencemaskan serta

merugikan.

Salah satu nilai yang turut berubah adalah dalam hal seksual dengan

segala macam dan permasalahan. Jika dulu orang dewasa sangat tabu

membicarakan masalah seks, kini pembicaraan dan uraian seks dalam media

elektronik atau cetak semakin terbuka dan mudah diakses.

Perubahan nilai yang demikian telah menurunkan nilai-nilai

kehormatan yang selama ini diagung-agungkan manusia. Keperawanan dan

(12)

3

keperjakaan sudah tidak dipersoalkan lagi, sebab masing-masing pribadi yang

akan membentuk keluarga telah berpengalaman dalam bidang seksual.4

Islam menganjurkan perkawinan dan melarang berbuat zina untuk

mensejahterahkan kehidupan bermasyarakat, karena zina merupakan sumber

kehancuran. Menurut Chuzaimah T. Yanggo dan Hafiz Anshary dalam

bukunya yang berjudul problematika hukum Islam kontemporer mengatakan

bahwa: “zina merupakan penularan penyakit sifilis (penyakit infeksi yang

disebabkan oleh treponema pallidum; sangat kronis dan sejak semula bersifat

sistemik. Penyakit ini dapat menyerang hampir semua alat tubuh, dapat juga

menyerupai banyak penyakit, dan dapat ditularkan dari ibu ke janin), gonore

(penyakit kelamin, pada laki-laki mulanya keluar nanah dari orifisum uretra

eksterna dan pada perempuan biasanya tanpa gejala, hanya kadang-kadang

nanah keluar dari introitus cagina), dan sejenisnya, yang sangat

membahayakan.5

Untuk menjaga masyarakat tetap utuh dan damai, Islam melarang

manusia berbuat zina, karena dapat menghancurkan sendi-sendi kehidupan

bermasyarakat. Allah dengan tegas melarang zina dengan firman-Nya dalam

surat al-Isra’ ayat 32 yang berbunyi:

4 Hasan Basri, Remaja Berkualitas “Problematika Remaja dan Solusinya”, (Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 1995), 27-30.

5 Chuzaimah T. Yanggo, Hafiz Anshary, Problematika Hukum Islam Kontemporer, (Jakarta:

(13)

4





























Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.6

Larangan zina diikuti dengan hukuman bagi pelaku zina sebagaimana

tertera dalam surat al-Nur ayat 2:



















































































Pezina perempuan dan pezina laki-laki, deralah masing-masing dari keduanya seratus kali, dan janganlah rasa belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama (hukum) Allah, jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sebagian orang-orang yang beriman.7

Dalam al-Qur’an juga dijelaskan larangan mengawini seseorang

perempuan pezina kecuali laki-laki yang pezina, sebagaimana dalam surat

al-Nur ayat 3 yang berbunyi:























































Pezina laki-laki tidak boleh menikah kecuali dengan pezina perempuan, atau dengan perempuan musyrik; dan pezina perempuan tidak boleh

6

Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an Dan terjemahnya...,429. 7

(14)

5

menikah kecuali dengan pezina laki-laki atau dengan laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan bagi orang-orang yang mukmin.8

Ayat di atas menjelaskan bahwa pezina haruslah kawin dengan pezina

di haramkan kepada seorang mukmin untuk mengawininya. Karena perbuatan

zina itu adalah dosa. meskipun banyak terjadi perbedaan pendapat jumhur

ulama’ dalam mengartikan haramnya mengadakan perkawinan dengan pezina,

tetapi penulis cenderung memperbolehkan apabila itu benar-benar bertaubat.

Pada masa jahiliyah, perempuan yang memilih laki-laki yang

disenanginya untuk dijadikan pendamping hidupnya dan tidak boleh menolak,

tetapi proses sebelum itu adalah mengumpulkan beberapa laki-laki untuk

menyetubuhi perempuan tersebut satu persatu. Ketika perempuan itu hamil

dan sampai pada melahirkan anak yang dikandungnya, barulah perempuan itu

menunjuk calon suaminya untuk diajak melaksanakan perkawinan.9

Jalan untuk melakukan model perkawinan pada masa jahiliyah adalah

suatu perbuatan yang hina, padahal sudah jelas perbuatan seperti itu dilarang

oleh Islam. perbuatan itu sangat bertentangan dengan norma agama dan sama

dengan perbuatan yang tidak beriman. sebagaimana yang dijelaskan dalam

al-Qur’an surat al-Baqarah 221:





















































8

Ibid, 543.

(15)

6



























































Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun Dia menarik hatimu. dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun Dia menarik hatimu. mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.10

Islam juga tidak ditemukan adanya pemilihan calon suami atau istri

dengan cara lotre, selain itu lotre dalam kajian Islam hanya ada di bidang

mu’amalah saja. Lotre dalam istilah Islam disebut dengan nama qur’ah yang

berarti upaya memilih sebagian pilihan (alternatif) dari keseluruhan pilihan

yang tersedia itu memiliki kemungkinan yang sama besarnya untuk terpilih.

Lotre merupakan upaya yang paling mampu menjauhkan dari unsur

keberpihakan dalam memilih dan dapat dilakukan untuk maksud-maksud yang

jauh sama sekali dari perjudian. 11

Dalam praktek di lapangan terjadi suatu kasus perkawinan lotere yang

dilakukan oleh perempuan hamil di luar nikah. Kasus ini terjadi di daerah

kelurahan Desa Keboguyang Kecamatan Jabon Kabupaten Sidoarjo. Bermula

dari seorang perempuan yang bernama Bunga (nama samaran) yang ketahuan

10

Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an Dan terjemahnya...,53-54.

11 Abdul Aziz Dahlan, et al, Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, cet ke-1,

(16)

7

hamil sebelum mengadakan perkawinan yang mana perempuan tersebut hamil

karena akibat dari berhubungan badan dengan banyak laki-laki dan hubungan

badan itu dilakukan dengan sengaja atas dasar suka sama suka. Ini adalah

sebuah kasus yang menarik buat diteliti menurut penulis, bilamana akhir-akhir

ini kasus yang marak terjadi adalah kasus hamil di luar nikah yang dilakukan

oleh seorang perempuan dan seorang laki-laki yang belum ada ikatan

perkawinan yang sah, tetapi kasus yang terjadi kali ini adalah sebuah kasus

perempuan hamil di luar nikah akibat dari hubungan badan dengan banyak

laki-laki secara bergiliran dan itupun dilakukan dengan suka rela. karena

banyaknya laki-laki yang berhubungan badan pada saat itu, maka ada

kesulitan untuk siapa yang berhak untuk mengawini dan menjadi ayah dari

anak yang dikandung oleh si Bunga tersebut. Masalahnya adalah ketika semua

laki-laki yang terdiri dari lima orang tersebut semua mengelak ketika diminta

untuk bertanggung jawab atas perbuatannya tersebut. Setelah

dimusyawarahkan oleh pihak keluarga si wanita tersebut akhirnya ditemukan

jalan keluar untuk mengatasi masalah tersebut yakni dengan cara mengundi

semua laki-laki yang menjadi pelaku zina tersebut dengan cara di Lotre, yang

mana jika salah satu dari mereka keluar dari Lotre tersebut maka ia harus

bertanggung jawab untuk menikah dengan si perempuan tersebut. Hal itu

dilakukan dengan alasan untuk menjaga nama baik keluarga wanita dan agar

anak yang lahir mempunyai bapak.12

12

(17)

8

Dari penjelasan di atas terlihat bahwa perkawinan yang dilakukan di

Desa Keboguyang tidak diatur atau dianjurkan oleh hukum Islam, dan bila ada

suatu permasalahan atau pembahasan yang memang tidak dijelaskan secara

detail di dalam al-Qur’an , al-Sunnah maka terlebih dahulu dilihat di Ijma’,

Qiyas. Setelah itu dilihat juga permasalahannya, apakah membawa

kemaslahatan atau kemadharatan, maka boleh untuk dilakukan dan apabila

lebih mengarah kepada kemadharatan, maka itu dinyatakan haram untuk

dilakukan. Dalam pembahasan yang terkait kemaslahatan banyak dijelaskan di

dalam kitab-kitab fiqih, yang disebut dengan Mas{lah{ah.

Mas{lah{ah dalam kajian ushul fiqih adalah mas{lah{ah semakna dengan

kata manfaat, yaitu bentuk masdar yang berarti baik dan mengandung

manfaat. Mas{lah{ah merupakan bentuk mufrad (tunggal) yang jamaknya

mas{a>lih{. dari makna kebahasaan ini dipahami bahwa mas{lah{ah meliputi segala

yang mendatangkan manfaat, baik melalui cara mengambil dan melakukan

suatu tindakan maupun dengan menolak dan menghindarkan segala bentuk

yang menimbulkan kemadharatan dan kesulitan.13

Berdasarkan pemaparan di atas, penulis ingin membahas kasus

perkawinan lotre tersebut dalam pandangan tokoh masyarakat Desa

Keboguyang. Yakni orang yang terkemuka atau kenamaan, dalam hal ini yang

dimaksud adalah ulama atau Kyai.

Bagaimana pandangan tokoh masyarakat Desa Keboguyang terkait

perkawinan lotre tersebut? Apakah peristiwa pelaksanaan perkawinan lotre

13 Muhamad Abu Zahrah, Usul Fiqih, diterjemahkan oleh Saefullah Ma’shum, (Jakarta: PT.

(18)

9

menyimpang dari agama Islam atau tidak? Apa yang menjadi alasan

dilaksanakannya perkawinan teersebut? Disini penulis merasa ingin meneliti

lebih jauh pandangan dan argumen tokoh masyarakat Desa Keboguyang

terhadap pelaksanaan perkawinan lotre yang terjadi di desa keboguyang

kecamatan jabon kabupaten sidoarjo, dengan judul “Tinjauan Hukum Islam

Terhadap Pandangan Tokoh Masyarakat Desa Keboguyang Tentang Kasus

Perkawinan Lotre di Desa Keboguyang Kecamatan Jabon Kabupaten

Sidoarjo”

B. Identifikasi Masalah dan Pembatasan Masalah

1. Definisi perkawinan

2. Dasar hukum tentang perkawinan

3. Tujuan Perkawinan

4. Dasar hukum tentang zina

5. Diskripsi tentang pelaksanaan perkawinan lotre di Desa Keboguyang

Kecamatan Jabon Kabupaten Sidoarjo.

6. Pandangan tokoh masyarakat terhadap pelaksanaan perkawinan Lotre di

Desa Keboguyang Kecamatan Jabon Kabupaten Sidoarjo.

7. Tinjauan hukum Islam terhadap pandangan tokoh masyarakat tentang

pelaksanaan perkawinan Lotre di Desa Keboguyang Kecamatan Jabon

(19)

10

Dengan adanya banyak permasalahan tersebut di atas, maka untuk

memberikan arah yang jelas atau fokus dalam penelitian ini penulis membatasi

hanya beberapa masalah saja yaitu:

1. Pandangan tokoh masyarakat terhadap pelaksanaan perkawinan Lotre di

Desa Keboguyang Kecamatan Jabon Kabupaten Sidoarjo.

2. Tinjauan hukum Islam terhadap pandangan tokoh masyarakat tentang

pelaksanaan perkawinan Lotre di Desa Keboguyang Kecamatan Jabon

Kabupaten Sidoarjo.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan apa yang telah penulis paparkan, maka pokok

permasalahan yang akan dijadikan pembahasan dan akan diteliti secara

mendalam oleh penulis yaitu:

1. Bagaimana pandangan tokoh masyarakat terhadap pelaksanaan perkawinan

Lotre di Desa Keboguyang Kecamatan Jabon Kabupaten Sidoarjo?

2. Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap pandangan tokoh masyarakat

tentang pelaksanaan perkawinan Lotre di Desa Keboguyang Kecamatan

Jabon Kabupaten Sidoarjo?

D. Kajian Pustaka

Kajian pustaka adalah deskripsi ringkas tentang kajian atau penelitian

yang sudah pernah dilakukan seputar masalah yang akan diteliti, sehingga

(20)

11

pengulangan atau duplikasi dari kajian atau penelitian yang telah ada.

Berdasarkan deskripsi tersebut, posisi penelitian yang akan dilakukan harus

dijelaskan.14

Untuk mengetahui originalitas penelitian ini, penulis perlu

mengemukakan karya tulis (penelitian) tedahulu tentang tema tinjauan hukum

Islam terhadap perkawinan lotre. Sejauh penelurusan yang penulis lakukan,

diantaranya yaitu:

1. “Analisis Hukum Islam Terhadap Pernikahan Wanita Hamil Oleh Selain

Yang Menghamili (Studi Kasus di Desa Karangdinoyo kecamatan

Sumberrejo Kabupaten Bojonegoro)” ditulis oleh M. Muklis (2014) nim

C01207089. Dalam skripsi ini penulis memberikan kesimpulan bahwa

hukum nikah wanita hamil oleh selain yang menghamili adalah sah dengan

mengacu kepada beberapa pendapat ulama’ yang membolehkannya, yaitu

bahwa pernikahan itu sah tetapi haram baginya bercampur selama bayi

yang di kandungnya belum lahir menurut Imam Muhammad bin Al-Hasan

Asy-Syaibani, sedangkan menurut Abu Hanifah dan Syafi’i berpendapat

bahwa perkawinan itu sah dan boleh mencampurinya, karena tak mungkin

nasab bayi yang dikandung itu ternodai oleh sperma suaminya.15

2. “Tinjauan Hukum Islam terhadap wanita yang dihamili ayah kandungnya

dan di limpahkan kepada pria lain untuk menikahinya dengan imbalan uang

14Tim penyusun Fakultas Syari’ah dan Ekonomi Islam

, Petunjuk Teknis Penulisan Skripsi

(Surabaya: UIN Sunan Ampel Surabaya, 2015), 8. 15

(21)

12

dan waktu yang di tentukan (Studi kasus di Desa Temoran Kec. Omben

Kab. Sampang).

3. “Tinjauan Hukum Islam terhadap Pernikahan Wanita Hamil di Luar Nikah

di KUA Kecamatan Cerme Kabupaten Gresik”. Ditulis oleh Afif Azhari

(2009) nim : C31304007

.

Penelitian tersebut lebih fokus pada proses

pencatatan pendaftaran perkawinan wanita hamil di kantor KUA dan

tinjauan hukum Islam terhadap pernikahan wanita hamil di kantor KUA

Kecamatan Cerme.16

Sedangkan dalam skripsi ini penulis membahas mengenai perkawinan

lotre menurut pandangan beberapa tokoh masyarakat Desa Keboguyang

dengan didasarkan pada alasan-alasan yang dikemukakan.

E. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui bagaimana pandangan tokoh masyarakat terhadap

pelaksanaan perkawinan Lotre di Desa Keboguyang Kecamatan Jabon

Kabupaten Sidoarjo.

2. Untuk mengetahui bagaimana tinjauan Hukum Islam terhadap pandangan

tokoh masyarakat tentang pelaksanaan perkawinan Lotre di Desa

Keboguyang Kecamatan Jabon Kabupaten Sidoarjo.

(22)

13

F. Kegunaan Hasil Penelitian

Dengan tercapainya tujuan penelitian di atas, maka studi ini diharapkan

berguna untuk:

1. Aspek teoritis

Dengan hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan

pemikiran dan dapat dijadikan sebagai bahan bagi peneliti selanjutnya yang

mengkaji hukum keluarga Islam serta bermanfaat bagi pembaca pada

umumnya, dan khusus bagi mahsiswa/i Universitas Islam Negeri Sunan

Ampel Surabaya, khususnya Fakultas Syari’ah Program Studi Akhwal Al

-Syakhshiyyah dalam hal yang berkaitan dengan masalah terkait.

2. Aspek praktis

a. Bagi masyarakat

Dengan hasil penelitian tersebut diharapkan dapat menjadi

pedoman hukum dalam mengatasi problem kawin zina dan juga

mencegah terjadinya zina, memberikan masukan moral kepada

masyarakat luas terutama kepada pemuda/i Islam hendaknya menjaga

harga diri mereka, serta menjauhi pergaulan yang menjurus kepada

berbuat zina karena hal tersebut dilarang dalam agama, dan sebagai

(23)

14

G. Definisi Operasional

Permasalahan di atas tidak hanya diselesaiakan dengan pemikiran saja,

melainkan harus dianalisa dengan landasan teori, sehingga dapat terwujud

karya ilmiah yang memiliki bobot keilmuan. Untuk memperjelas kemana arah

pembahasan masalah yang diangkat, maka penulisperlu memberikan definisi

dari judul tersebut, yakni dengan menguraikan sebagai berikut:

1. Hukum Islam : Peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan yang

berkenan dengan kehidupan berdasarkan al-Qur’an, al-Sunnah dan

pendapat ulama madzhab disebut juga dengan hukum syara’.17 Hukum

Islam yang diterapkan dalam skripsi ini adalah menurut maqa>s{id

al-shari>’ah, yang menggunakan analisis mas{lah{ah mursalah.

2. Tokoh Masyarakat : Orang yang terkemuka atau kenamaan18 dalam hal ini

tokoh yang dimaksud adalah Kyai Anas Ali, Ustadz Nur Hidayat, Ustadz

Rusman S.Pd.I, dan Ustadz Zainuri Munir selaku tokoh masyarakat Desa

Keboguyang Kecamatan Jabon Kabupaten Sidoarjo.

3. Perkawinan Lotre : Penentuan calon suami dengan cara mengundi para

pelaku zina (laki-laki) terhadap perempuan yang disetubuhinya sampai

menyebabkan kehamilan sebelum adanya ikatan perkawinan yang sah.

17

Sudarsono, Kamus Hukum, (Jakarta : Rineka Cipta, 1992) 169.

18

(24)

15

H. Metode Penelitian

Penelitian yang akan digunakan dalam rangka penulisan skripsi ini

adalah penelitian lapangan (field research). oleh karena itu, data-data yang

dikumpulkan berasal dari data lapangan sebagai obyek penelitian. Untuk

memperoleh validitas data, maka teknik pengumpulan data yang relevan

menjadi satu hal yang sangat penting.

1. Data yang dikumpulkan

Untuk menjawab rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas,

maka penulis membutuhkan data sebagai berikut:

a. Data tentang deskripsi perkawinan lotre di Desa Keboguyang

Kecamatan Jabon Kabupaten Sidoarjo.

b. Data tentang pandangan beberapa tokoh masyarakat Desa Keboguyang

Kecamatan Jabon Kabupaten Sidoarjo Tentang Perkawinan Lotre.

2. Sumber Data

Berdasarkan jenis data yang ditentukan sebelumnya maka dalam

penelitian ini sumber data berasal dari sumber data primer dan sekunder.

a. Sumber primer

Sumber yang diperoleh secara langsung dari obyek penelitian.

Dalam penelitian ini sumber primer meliputi: keterangan beberapa

pandangan tokoh masyarakat Desa Keboguyang tentang perkawinan

(25)

16

b. Sumber sekunder

Sumber yang tidak langsung memberikan data kepada peneliti,

seperti literatur-literatur mengenai maslahah mursalah. Antara lain:

1) Jalaludin Abdur Rahman, Al-masalih al-Mursalah wa Makanatuha fi

al-Tasyri’ Matba’ah al-Sa’adah

2) Amin Farih, Kemaslahatan dan pembaharuan hukum islam

3) Abdul Wahhab Khallaf, Kaidah-kaidah hukum islam

4) Masfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah

5) Satria Effendi, Ushul Fiqh

6) Musthofa Kamal, Fiqih Islam

7) Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Ushul al-Fiqih

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan proses baik tidaknya sebuah

penelitian. Maka kegiatan pengumpulan data harus dirancang dengan baik

dan sistematis, agar data yang dikumpulkan sesuai dengan permasalahan

penelitian. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah:

a. Wawancara (interview)

Wawancara merupakan proses interaksi atau komunikasi secara

langsung antara pewawancara atau peneliti dengan informan. Peneliti

melakukan wawancara dengan informan di tempat penelitian. Dengan

(26)

17

fakta.19 Penyusunan mewawancarai beberapa tokoh masyarakat Desa

Keboguyang Kecamatan Jabon Kabupaten Sidoarjo yakni Kyai Anas

Ali, Ustadz Nur Hidayat, Ustadz Rusman S.Pd.I, dan Ustadz Zainuri

Munir.

4. Teknik Pengolahan Data

Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah melalui

tahapan-tahapan sebagai berikut:

a. Editing, yaitu memeriksa kembali semua data yang diperoleh dengan

memilih dan menyeleksi data tersebut dari berbagai segi yang meliputi

kesesuaian, keselarasan satu dengan yang lainnya, keaslian, kejelasan

serta relevansinya dengan permasalahan.20 Teknik ini digunakan untuk

memeriksa kelengkapan yang sudah penulis dapatkan dari hasil

wawancara.

b. Organizing, yaitu mengatur dan menyusun data sedemikian rupa sehingga

dapat memperoleh gambarang yang sesuai dengan rumusan masalah.

Penulis melakukan pengelompokan data yang dibutuhkan.

5. Teknik Analisis Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini selanjutnya akan

dianalisis dengan menggunakan penelitian sebagai berikut:

a. Teknik deskriptif analisis, yaitu metode yang menjelaskan atau

menggambarkan data secara rinci dan sistematis semua fakta aktual

19

Burhan Ashsofa, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta, 1996), 97. 20

(27)

18

yang diketahui, kemudian dianalisis dan ditarik sebuah kesimpulan,

sehingga dapat memberikan sebuah pemahaman yang mendalam dan

menyeluruh.21 Dalam hal ini dengan mengemukakan tentang perkawinan

lotre.

b. Pola pikir deduktif : adalah menganalisis subyek penelitian yang bertitik

tolak dari teori yang bersifat umum tentang perkawinan lotre untuk

meninjau obyek penelitian yang bersifat khusus yaitu pandangan tokoh

masyarakat desa Keboguyang tentang kasus perkawinan lotre.

Kemudian dianalisis dengan hukum Islam yakni maslahah mursalah,

sehingga mendapat gambaran yang jelas mengenai masalah tersebut.

I. Sistematika Pembahasan

Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas pada pembahasan skripsi

ini, penulis akan mencoba untuk menguraikan isi uraian pembahasannya.

Adapun sistematika pembahasan pada skripsi ini terdiri dari lima bab dengan

pembahasan sebagai berikut:

Bab pertama adalah uraian pendahuluan yang berisi gambaran umum

yang berfungsi sebagai pengantar dalam memahami pembahasan bab

berikutnya. Bab ini meliputi: latar belakang masalah, identifikasi masalah dan

pembatasan masalah, rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian,

kegunaan hasil penelitian, definisi operasional, metode penelitian, dan

sistematika pembahasan.

21

(28)

19

Bab kedua adalah sebuah kajian teori, membahasi tinjauan umum

tentang maqa>s{id al-shari>’ah, yang memuat mas{lah{ah mursalah.

Bab ketiga adalah data penelitian, yaitu berisi gambaran umum Desa

Keboguyang, profil singkat tokoh masyarakat yang bersangkutan dan

pandangannya tentang perkawinan lotre di Desa Keboguyang Kecamatan

Jabon Kabupaten Sidoarjo jika ditinjau dari hukum Islam.

Bab keempat adalah kajian analisis atau jawaban dari rumusan

permasalahan dalam penelitian ini. Bab ini berisi analisis terhadap pandangan

tokoh masyarakat tentang perkawinan lotre di Desa Keboguyang Kecamatan

Jabon Kabupaten Sidoarjo dalam perspektif hukum Islam.

Bab kelima adalah merupakan sebuah penutup dari skripsi yang terdiri

(29)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN DALAM ISLAM, KAJIAN TEORI TENTANG MAQA<S{ID AL-SHARI<‘AH, DAN MAS{LAH{AH

MURSALAH

A.Pengertian dan Dasar Hukum Perkawinan

Perkawinan merupakan ibadah yang mulia, al-Qur’an menyebutnya

sebagai mi>th>aqan ghali>z}an atau perjanjian yang kuat. Karena itulah perkawinan

dilaksanakan dengan sempurna dan mengikuti peraturan yang telah ditetapkan

Allah SWT dan RasulNya agar tercapai rumah tangga yang tenang, penuh cinta

dan kasih sayang.1

Adapun dasar dianjurkannya perkawinan adalah sebagai berikut:













Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.2(Q.S.al-Ru>m ayat 21)

B.Rukun dan Syarat Perkawinan

Rukun dan syarat menentukan suatu perbuatan hukum, terutama yang

menyangkut dengan sah atau tidaknya perbuatan tersebut dari segi hukum.

Kedua kata tersebut mengandung arti yang sama dalam hal bahwa keduanya

1Abdul Aziz Muhammad Azzam, Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqih Munakahat Khitbah,

Nikah dan Thalak, Penerjemah Abdul Majid Khon, (Jakarta: Amzah, 2011), 7.

2Departemen Agama R.I., Al-Qur’an dan terjemahnya, (Bandung: Syamil Cipta Media, 2006),

(30)

21

merupakan sesuatu yang harus diadakan. Artinya, perkawinan tidak sah apabila

keduanya tidak ada atau tidak lengkap.3 Adapun rukun nikah adalah:4

1. Mempelai laki-laki

2. Mempelai perempuan

3. Wali

4. Dua orang saksi

5. Shigat ijab kabul

Dari lima rukun perkawinan tersebut yang paling penting ialah ijab kabul

antara yang mengadakan dengan yang menerima akad, sedangkan yang dimaksud

dengan syarat perkawinan ialah syarat yang bertalian dengan rukun-rukun

perkawinan, yaitu syarat-syarat bagi calon mempelai, wali, saksi, dan ijab kabul.5

1. Syarat-syarat suami

a. Bukan mahram dari calon istri;

b. Tidak terpaksa, atas kemauan sendiri;

c. Orangnya tertentu, jelas orangnya;

d. Tidak sedang ihram.

2. Syarat-syarat istri

a. Tidak ada halangan syara’, yaitu tidak bersuami, bukan mahram, tidak

sedang dalam iddah;

b. Merdeka, atas kemauan sendiri;

c. Jelas orangnya;

3Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), 59. 4Ibid, 60.

(31)

22

d. Tidak sedang ihram.

3. Syarat-syarat wali

a. Laki-laki;

b. Baligh;

c. Berakal sehat;

d. Tidak terpaksa;

e. Adil;

f. Tidak sedang ihram.

4. Syarat-syarat saksi

a. Laki-laki;

b. Baligh;

c. Berakal sehat;

d. Adil;

e. Dapat mendengar dan melihat.

5. Syarat-syarat shigat

Shigat (bentuk akad) hendaknya dilakukan dengan bahasa yang dapat

dimengerti oleh orang yang melakukan akad, penerima akad, dan saksi.

C.Tujuan Perkawinan

Tujuan perkawinan adalah menurut perintah Allah untuk memperoleh

keturunan yang sah dalam masyarakat, dengan mendirikan rumah tangga yang

damai dan teratur.6

(32)

23

Imam Al-Ghaza>li membagi tujuan dan faedah perkawinan kepada lima

hal, sebagai berikut:7

1. Memperoleh keturunan yang sah yang akan melangsungkan keturunan serta

memperkembangkan suku-suku bangsa manusia

2. Memenuhi tuntutan naluriah hidup kemanusiaan

3. Memelihara manusia dari kejahatan dan kerusakan

4. Membentuk dan mengatur rumah tangga yang menjadi basis pertama dari

masyarakat yang besar di atas dasar kecintaan dan kasih sayang

5. Menumbuhkan kesungguhan berusaha mencari rezeki penghidupan yang halal,

dan memperbesar rasa tanggung jawab.

D.Maqa>s{id al-Shari>‘ah

1. Pengertian dan dasar hukumnya

Secara lughawi, maqa>s{id al-shari>‘ah terdiri dari dua kata, yakni

maqa>s{id dan al-shari>‘ah. Maqa>s{id adalah bentuk jamak dari maqa>s{id yang

berarti kesengajaan atau tujuan. Al-Shari>‘ah secara bahasa berarti

ِءا

ى

مْا ىَِا

yang berarti jalan menuju sumber air, dapat dikatakan sebagai jalan ke

arah sumber pokok kehidupan.8 Dari segi bahasa, maqa>s{id al-shari>‘ah

berarti maksud atau tujuan disyariatkan hukum Islam. Pembahasan utama

di dalamnya adalah mengenai masalah hikmah dan ilat ditetapkannya

7M. Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam, (Jakarta: Buku Aksara, 1996), 12.

(33)

24

suatu hukum.9 Tujuan hukum Islam itu menjadi arah setiap perilaku dan

tindakan manusia dalam rangka mencapai kebahagiaan hidupnya dengan

mentaati semua hukum-hukum-Nya.10

Dalam Islam secara tegas dijelaskan bahwa Allah tidak

menciptakan segala sesuatu itu sia-sia sebagaimana firman-Nya berikut:





“Dan tidaklah Kami ciptakan langit dan bumi dan segala apa yang ada

di antara keduanya bermain-main”11 (QS. al-Anbiya’ : 16).

Bagian besar dalam penciptaan Allah adalah manusia, karena

manusia mempunyai kemungkinan untuk menerima peradaban dan

kebudayaan. Dengan demikian, tiadalah Allah mengutus rasul-rasul-Nya

dan menurunkan wahyu-Nya selain untuk menegakkan keteraturan

manusia. Seperti dalam Alquran surah al-Hadid ayat 25:

















“Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka al-Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat

melaksanakan keadilan”12 (QS. al-Hadid : 25)

9Akhmad al-Raisyuni, Nazhariyat al-Maqa>s{id ‘Inda al-Syatibi>, (Rabath: Da>r al-Ama>n, 1991), 67. 10Juhaya S. Praja, Filsafat Hukum Islam, (Bandung: Pusat Penerbitan Universitas LPPM Universitas Islam Bandung, 1995), 99.

(34)

25

2. Macam-macam Maqa>s{id al-Shari>‘ah

Substansi maqa>s{id al-shari>‘ah adalah kemaslahatan. Kemaslahatan

dalam taklif Tuhan dapat berwujud dua bentuk. Pertama, dalam bentuk

hakiki, yaitu manfaat langsung dalam arti kausalitas. Kedua, dalam bentuk

majasi yaitu bentuk yang merupakan sebab yang membawa kepada

kemaslahatan.13

Kemaslahatan menurut al-Syatibi dapat dilihat dari dua sudut

pandang, yaitu:14

a. Maqa>s{id al-shari>‘ah (tujuan Tuhan).

Maqa>s{id al-shari>‘ah mengandung empat aspek, yaitu:

1) Tujuan awal dari syariat yakni kemaslahatan manusia di dunia dan

akhirat

2) Syariat sebagai sesuatu yang harus dipahami

3) Syariat sebagai hukum taklif yang harus dilakukan

4) Tujuan syariat adalah membawa manusia kebawah naungan hukum.

b. Maqa>s{id al-Mukallaf (tujuan mukallaf)

Kemaslahatan sebagai substansi maqa>s{id al-shari>‘ah dapat

terealisasikan apabila lima unsur pokok dapat diwujudkan dan

dipelihara. Kelima unsur pokok tersebut adalah, agama, jiwa, keturunan,

akal, dan harta.15

1313Totok Jumantoro, Samsul Munir, Kamus Us}u>l Fikih..., 197. 14Ibid., 197.

(35)

26

Untuk kepentingan menetapkan hukum, kelima unsur dari

maqa>s{id al-shari>‘ah tersebut dibedakan menjadi tiga peringkat,

diantaranya:

1) al-D{aru>riyyah (pokok)

Yang dimaksud dengan memelihara kelompok al-d{aru>riyyah

adalah memelihara kebutuhan-kebutuhan yang bersifat esensial bagi

manusia.16 Tujuan primer hukum Islam adalah tujuan hukum yang

mesti ada demi adanya kehidupan manusia. Apabila tujuan itu tidak

tercapai, maka akan menimbulkan ketidakajegan kemaslahatan

hidup manusia di dunia dan di akhirat, bahkan merusak kehidupan

itu sendiri.

Kebutuhan primer ini hanya bisa dicapai bila terpeliharanya

lima tujuan hukum Islam yang disebut al-kulliyat al-h{ams yaitu

memelihara agama, jiwa, akal, keturunan, dan memelihara harta.17

2) al-H{a>jiyyah (primer)

Yaitu kebutuhan yang dapat menghindarkan manusia dari

kesulitan dalam hidupnya. Terpeliharanya tujuan kehidupan manusia

yang terdiri atas berbagai kebutuhan sekunder hidup manusia itu.

Bila kebutuhan sekunder ini tidak dipenuhi, akan menimbulkan

kesempitan yang mengakibatkan kesulitan hidup manusia.

(36)

27

Contoh dalam adat, seperti adanya kebolehan dalam berburu

dan menikmati segala yang baik-baik selama hal itu dihalalkan, baik

dalam hal makanan, minuman, sandang, atau papan, dsb.18

3) al-Tah{si>niyyah (sekunder)

Tujuan hukum tah{si>niyyah adalah tujuan hukum yang

ditujukan untuk menyempurnakan hidup manusia dengan cara

melaksanakan apa-apa yang baik dan yang paling layak menurut

kebiasaan dan menghindari hal-hal yang tercela menurut akal sehat.

Pencapaian tujuan tersier hukum Islam ini biasanya terdapat dalam

bentuk budi pekerti yang mulia atau akhlak karimah. Budi pekerti ini

mencakup etika hukum, baik etika hukum ibadah, adat, pidana atau

jinayah, dan muamalah atau keperdataan.19

3. Pokok-pokok kemaslahatan dalam maqa>s{id al-shari>‘ah

Menurut al-Syatibi, penerapan kelima pokok di atas didasarkan atas

dalil-dalil Alquran dan hadis. Dalil-dalil tersebut berfungsi sebagai

al-qawa>’id al-kulliyat dalam menetapkan al-kulliyat al-khams.20 Guna

memperoleh gambaran yang utuh tentang teori maqa>s{id al-shari>‘ah, berikut

akan dijelaskan kelima pokok kemaslahatan dengan peringkatnya

masing-masing:

a. Memelihara agama (h{ifz{ al-di>n)

18 Ibid., 102.

(37)

28

Menjaga atau memelihara agama, berdasarkan kepentingannya

dapat dibedakan menjadi tiga peringkat:21

1) Memelihara agama dalam peringkat d{aru>riyyah, yaitu memelihara

dan melaksanakan kewajiban keagamaan yang masuk peringkat

primer, seperti hukuman bagi orang yang murtad.

2) Memelihara agama dalam peringkat h{a>jiyyah, yaitu melaksanakan

ketentuan agama, dengan maksud menghindari kesulitan, seperti

salat jamak dan qasar bagi orang yang bepergian. Kalau ketentuan

ini tidak dilaksanakan, maka tidak akan mengancam eksistensi

agama, hanya mempersulit bagi orang yang melakukannya.

3) Memelihara agama dalam peringkat tah{si>niyyah, yaitu mengikuti

petunjuk agama guna menjunjung tinggi martabat manusia,

sekaligus melengkapi pelaksanaan kewajiban terhadap Tuhan.

Misalnya menutup aurat, membersihkan badan atau pakaian. Kalau

hal ini tidak mungkin untuk dilakukan, maka hal ini tidak akan

mengancam eksistensi agama dan tidak mempersulit bagi orang yang

melakukannya.

b. Memelihara jiwa (h}ifz{ al-nafs)22

1) Memelihara jiwa dalam peringkat d{aru>riyyah, seperti memenuhi

kebutuhan pokok berupa makanan untuk mempertahankan hidup.

Jika diabaikan, maka akan merusak eksistensi jiwa manusia

(38)

29

2) Memelihara jiwa dalam peringkat h{a>jiyyah, seperti diperbolehkan

berburu hewan untuk menikmati makanan yang halal. Jika diabaikan,

tidak akan mengancam eksistensi jiwanya, melainkan akan

mempersulit hidupnya

3) Memelihara jiwa dalam peringkat tah{si>niyyah, seperti ditetapkannya

tata cara makan dan minum.

c. Memelihara akal (h{ifz{ al-‘aql)23

1) Memelihara akal dalam peringkat d{aru>riyyah, seperti diharamkan

meminum minuman keras. Jika ketentuan ini dilanggar, maka akan

mengakibatkan terancamnya eksistensi akal.

2) Memelihara akal dalam peringkat h{a>jiyyah seperti dianjurkannya

menuntut ilmu pengetahuan. Jika tidak diindahkan, maka akan

mempersulit diri seseorang.

3) Memelihara akal dalam peringkat tah{si>niyyah, seperti menghindarkan

diri dari menghayal atau mendengarkan sesuatu yang tidak berfaedah.

d. Memelihara keturunan (h}ifz{ al-nas{l)24

1) Memelihara keturunan dalam peringkat d{aru>riyyah, seperti

disyariatkannya menikah dan dilarang berzina. Jika hal ini diabaikan,

maka akan mengancam eksistensi keturunan.

2) Memelihara keturunan dalam peringkat h{a>jiyyah, seperti ditetapkan

ketentuan menyebutkan mahar bagi suami pada waktu akad nikah dan

(39)

30

diberikan hak talak padanya. Jika ketentuan ini diabaikan, maka akan

mempersulitkannya.

3) Memelihara keturunan dalam peringkat tah{si>niyyah, seperti

disyariatkan khitbah atau walimah dalam perkawinan.25

e. Memelihara harta (h}ifz{ al-ma>l)26

1) Memelihara harta dalam peringkat d{aru>riyyah, seperti syariat

tentang tata cara pemilikan harta dan larangan mengambil harta

orang lain dengan cara yang tidak sah. Jika dilanggar, maka akan

mengancam eksistensi harta

2) Memelihara harta dalam peringkat h{a>jiyyah, seperti syariat tentang

jual beli dengan cara salam. Jika diabaikan, maka akan mempersulit

orang yang membutuhkan modal.

3) Memelihara harta dalam peringkat tah{si>niyyah, seperti tentang

ketentuan menghindarkan diri dari pengecohan atau penipuan.

Mengetahui urutan peringkat maslahat di atas menjadi penting,

apabila dihubungkan dengan skala prioritas penerapannya, ketika

maslahat yang satu berbenturan dengan maslahat yang lain. Dalam hal

ini, maslahat d{aru>riyyah harus didahulukan daripada peringkat kedua

h{a>jiyyah dan peringkat ketiga tah{si>niyyah.27

Tujuan hukum harus diketahui oleh mujtahid dalam rangka

mengembangkan pemikiran hukum dalam Islam secara umum dan

25 Juhaya S. Praja, Filsafat Hukum Islam..., 27.

26 Ibid, 27.

(40)

31

menjawab persoalan-persoalan hukum kontemporer yang kasusnya tidak

diatur secara eksplisit oleh al-Qur’an dan al-Hadist.

Dalam menghadapi persoalan-persoalan kontemporer, perlu

diteliti lebih dahulu hakikat dari masalah tersebut. Penelitian terhadap

kasus yang akan ditetapkan hukumnya sama pentingnya dengan

penelitian terhadap sumber hukum yang akan dijadikan dalilnya.

Artinya, bahwa dalam menetapkan nas terhadap satu kasus yang baru,

kandungan nas harus diteliti secara cermat, termasuk meneliti tujuan

syariat hukum tersebut, setelah itu perlu dilakukan “studi kelayakan”

(tanqi> al-mana>t), apakah ayat atau hadis tertentu layak untuk diterapkan

pada kasus baru.28

4. Hubungan maqa>s{id al-shari>‘ah dengan metode mas{lah{ah mursalah

Sebagaimana metode ijtihad lainnya, mas{lah{ah mursalah juga

merupakan metode penetapan hukum yang kasusnya tidak dijelaskan

secara eksplisit dalam Alquran dan hadis. Hanya saja metode ini

menekankan pada aspek maslahat secara langsung. Sehubungan dengan

metode ini, dalam ilmu usul fikih dikenal ada tiga macam maslahat, yaitu

mas{lah{ah mu‘tabarah, mas{lah{ah mulgha>h, dan mas{lah{ah mursalah.

Maslahat yang pertama adalah maslahat yang diungkapkan secara

langsung baik dalam al-Qur’an dan al-Hadist. Sedangkan maslahat yang

kedua adalah yang bertentangan dengan ketentuan yang termaktub dalam

nas. Diantara kedua maslahat tersebut, ada yang disebut mas{lah{ah

(41)

32

mursalah yang ditetapkan oleh kedua sumber tersebut dan tidak pula

bertentangan dengan keduanya.29

Mas{lah{ah mursalah harus memenuhi beberapa syarat yaitu tingkat

keperluan harus diperhatikan. Apakah akan sampai mengancam eksistensi

lima unsur pokok maslahat atau belum sampai pada batas maslahat

tersebut, bersifat qat}‘i, artinya maslahat tersebut benar-benar telah

diyakini maslahat, dan kemaslahatan itu bersifat kulli, artinya bahwa

kemaslahatan itu berlaku secara umum dan kolektif, tidak bersifat

individual.

Berdasarkan persyaratan di atas, maslahah yang dikemukakan oleh

para ahli usul fikih, dapat dipahami bahwa betapa eratnya hubungan antara

metode mas{lah{ah mursalah dengan maqa>s{id al-shari>‘ah. Ungkapan Imam

Malik, bahwa mas{lah{ah itu harus sesuai dengan tujuan disyariatkannya

hukum dan diarahkan pada upaya menghilangkan kesulitan, jelas

memperkuat asumsi ini.30

29Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Us{u>l al-Fiqh, terjemah Moch. Tochah Mansoer dan Iskandar Al-

Barsani (Jakarta: Al-Majlis al-A’la al-Indunisi Li al-Islamiyyat, 1972), 84.

(42)

33

E. Masl{ah{ah Mursalah

1. Pengertian dan dasar hukumnya

Mas{laha{h (

ةىحىلْصىم

)

berasal dari kata sa{lah{a (

ىحىلىص

) dengan

penambahan alif di awalnya yang secara arti kata berarti baik lawan dari

buruk atau rusak. Mas{lah{ah adalah mas{dar dengan arti kata s{alahu (

حىلىص

)

yaitu manfaat atau terlepas dari padanya kerusakan. Pengertian mas{lah{ah

dalam bahasa arab adalah perbuatan-perbuatan yang mendorong kepada

kebaikan manusia.31

Menurut Abdul Wahhab Khallaf pengertian mas{lah{ah mursalah

(kesejahteraan umum) yaitu sesuatu yang dianggap maslahat dimana shari‘

tidak mensyariatkan hukum untuk mewujudkan maslahat itu, juga tidak

terdapat dalil yang menunjukkan atas pengakuannya atau

pembatalannya.32

Mas{lah{ah ini disebut mutlak karena tidak dibatasi dengan dalil

pengakuan atau dalil pembatalan. Contohnya yaitu, mas{lah{ah yang karena

mas{lah{ah itu sahabat mensyariatkan pengadaan penjara, ditentukan

pajakpajak penghasilannya, atau maslahah-maslahah lain yang harus

dituntut oleh keadaan-keadaan darurat kebutuhan dan atau karena

kebaikan, dan belum disyariatkan hukumnya. Artinya, mendatangkan

(43)

34

keuntungan bagi mereka dan menolak mudarat serta menghilangkan

kesulitan daripadanya.33

Sumber asal dari metode mas{lah{ah mursalah diambil dari nas

Alquran yang banyak jumlahnya, diantaranya:











Dan tiadalah Kami mengutus kamu melainkan untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam. (QS. Alanbiya>’ : 107).34

















Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh penyakit-penyakit (yang berada dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman. (QS. Yunus : 57).35









Katakanlah: Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira, karunia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari pada apa yang kamu kumpulkan. (QS. Yunus: 58).36

 ...

Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. (QS. Albaqarah 185).37

33Abdul Wahhab Khallaf, Kaidah-kaidah Hukum..., 126-127. 34Kementerian Agama RI, Alquran dan Tafsirnya, Jilid 6..., 334. 35Kementerian Agama RI, Alquran dan Tafsirnya, Jilid 11..., 327-328. 36Ibid., 327-328.

(44)

35

2. Macam-macam mas{lah{ah mursalah

Dilihat dari pembagian mas}lah}ah ini, dibedakan menjadi dua macam

yaitu, dilihat dari segi tingkatannya dan eksistensinya

a. Mas}lah}ah dari segi tingkatannya

1) Al-Mas}lah}ah al-d}aru>riyyah

Al-mas}lah}ah al-d}aru>riyyah adalah kemaslahatan yang

menjadi dasar tegaknya kehidupan asasi manusia baik yang

berkaitan dengan agama maupun dunia. Jika ia luput dari kehidupan

manusia maka mengakibatkan rusaknya tatanan kehidupan manusia

tersebut. Al-mas}lah}ah al-d}aru>riyyah ini meliputi (1) memelihara

agama (muh}afaz}at al-di>n), untuk memelihara agama maka

disyariatkan manusia untuk beribadah kepada Allah, menjalani

semua perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya; memelihara

jiwa (muh}afaz}at al-nafs), untuk memelihara jiwa maka agama

mengharamkan pembunuhan tanpa alasan yang benar, dan bagi yang

melakukannya dijatuhi hukuman kisas, (3) memelihara keturunan

(muh}afaz}at al-nasl), maka agama mengharamkan zina, dan bagi yang

melakukannya di dera; (4) memelihara harta benda (muh}afaz}at

al-ma>l), untuk memelihara harta benda makaagama mengharamkan

pencurian, bagi yang melakukannya akan diberi siksa; dan (5)

memelihara akal (muh}afaz}at al-‘aql), untuk memelihara akal maka

agama mengharamkan minum arak (khamr).38 Sementara itu, ada

(45)

36

ulama yang memasukkan yang kelima, yaitu memelihara kehormatan

(muh}a>faz}at al-‘ird) secara berdiri sendiri, sehingga menjadi yang

keenam. Hanya saja bagi yang mencantumkan lima, maka al-‘ird

dimasukkan dalam memelihara keturunan (nasl atau nasb)39 dan ada

yang memasukkan dalam memelihara jiwa (nafs) seperti Abd.

Wahha>b Khallaf.40 al-Juwayni>, al-Ghaza>li>, dan al-Sha>t}ibi> termasuk

ulama yang memesukkan al-‘ird} ke dalam nasl.41 Contoh mas}lah}ah

al-d}aru>riyyah pada mas}lah}ah mursalah yaitu pembuatan

rambu-rambu lalu lintas, guna untuk menghindarkan diri dari kecelakaan.

2) Al-Mas}lah}ah al-h}a>jiyyah

Persoalan-persoalan yang dibutuhkan oleh manusia untuk

menghilangkan kesulitan dan kesusahan yang dihadapi. Apabila

tidak ada, maka tidak sampai menyebabkan rusaknya tatanan

kehidupannya. Dengan kata lain, dilihat dari segi kepentingannya

maka mas}lah}ah ini lebih rendah tingkatannya dari mas}lah}ah

al-d}aru>riyyah. Misalnya, menikahkan anak-anak untuk menghindarkan

dari kesulitan.42 Dan diberikannya hak talak bagi suami, jika

penyebutan talak tidak dilakukan maka akan mempersulit suami

karena diharuskan untuk membayar mahar misl. Sedangkan contoh

mas}lah}ah al-h}a>jiyyah dalam mas}lah}ah mursalah adalah kewajiban

39Fa>d}il Abd al-Wah}id Abd al-Rahman, al-Anmu>dhaj fi> U}su>l al-Fiqh, (Baghdad: Matba’at al-

Ma’arif, 1969), 248.

40Abdul Wahhab Khallaf, Kaidah-kaidah Hukum Islam..., 141.

(46)

37

menyalakan lampu pada siang maupun malam hari guna

menghindarkan diri dari kesulitan di jalan raya.

3) Al-Mas}lah}ah al-tah}si>niyah

Mas}lah}ah ini juga bisa disebut mas}lah}ah takmi>liyah yaitu

mas}lah}ah yang sifatnya untuk memelihara kebagusan dan kebaikan

budi pekerti serta keindahan saja. Sekiranya kemaslahatan tidak

dapat diwujudkan dalam kehidupan tidaklah menimbulkan kesulitan

dan kegoncangan serta rusaknya tatanan kehidupan manusia. Namun

kebutuhan tersebut perlu dipenuhi dalam rangka memberi

kesempurnaan dan keindahan dalam hidup manusia.43 Dalam

mas}lah}ah mursalah contoh yang berkaitan dengan tingkatan

mas}lah}ah al-tah}si>niyah misalnya adalah penggunaan helm berstandar

Standar Nasional Indonesia (SNI) sebagai pelengkap dalam

berkendara terutama pengendara roda dua agar tercipta keamanan

secara tepat.

b. Mas}lah}ah dilihat dari segi eksistensiny

1) Al-Mas}lah}ah al-mu‘tabarah

Kemaslahatan yang terdapat nas} secara tegas menjelaskan dan

mengakui keberadaannya dan terdapat dalil untuk memelihara dan

melindunginya. Contohnya, dalil nas yang menunjukkan langsung

(47)

38

kepada mas}lah}ah misalnya, tidak baiknya mendekati perempuan

yang sedang haid dengan alasan haid itu adalah penyakit.44\

2) Al-Mas}lah}ah al-mulghah

Mas}lah}ah yang berlawanan dengan ketentuan nas}. Artinya,

mas}lah}ah yang tertolak karena ada dalil yang menunjukkan bahwa

ia bertentangan dengan ketentuan dalil yang jelas. Contohnya,

masyarakat pada jaman sekarang lebih mengakui emansipasi wanita

untuk menyamakan derajat dengan laki-laki dalam memperoleh

harta warisan dan inipun dianggap sejalan dengan tujuan

ditetapkannya hukum waris oleh Allah Swt. untuk memberikan hak

waris kepada perempuan sebagaimana yang berlaku bagi laki-laki.

Dalam hal ini, hukum Allah Swt. telah jelas dan ternyata berbeda

dengan apa yang dikira baik oleh akal itu, yaitu hak waris laki-laki

adalah dua kali lipat hak waris perempuan, sebagaimana ditegaskan

dalam Q>S Annisa’(4): 11.

3) Al-Mas}lah}ah al-mursalah

Mas}lah}ah mursalah merupakan mas}lah}ah yang secara eksplisit

tidak ada satu dalil pun baik yang mengakuinya maupun yang

menolaknya. Dengan demikian, mas}lah}ah ini merupakan mas}lah}ah

yang sejalan dengan tujuan syara‘ dan dapat dijadikan dasar pijakan

dalam mewujudkan kebaikan yang dihajatkan oleh manusia

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan penelitian tindakan kelas yang telah dilakukan bahwa terdapat peningkatan kinerja guru dalam melaksanakan pembelajaran dan peningkatan keterampilan proses

Bentuk dari penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan Rahma Nurvidiana dkk (2015) “Pengaruh Word Of Mouth Terhadap Minat Beli Serta Dampaknya Pada

b) Perekonomian Cepat Tumbuh diukur dengan katagori Tipologi Klassen yaitu jika perekonomian wilayah studi (Kab.singkil) tingkat pertumbuhan dan pendapatan per

Faktor yang berperan dalam kinerja sanitarian meliputi; kemampuan dan keterampilan kurang, supervisi dari Kabupaten dan Puskesmas kurang; pelatihan sanitarian yg kurang dan

Diantara temuan dan kesimpulan penting yang telah dicapai adalah bahwa agama- agama di dunia hanyalah merupakan ekspresi atau manifestasi yang beragam dari suatu

suasana kegiatan yang kondusif, membangun interaksi yang aktif dan positif anta peserta didik dengan guru, sesama peserta didik, dalam kegiatan bersama di