• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Sejarah Transportasi Kereta Api di Karesidenan Semarang Tahun 1870-1900 T1 152008011 BAB IV

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Sejarah Transportasi Kereta Api di Karesidenan Semarang Tahun 1870-1900 T1 152008011 BAB IV"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

27 BAB IV

PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN

A. Perkembangan Kereta Api

1. NISM Sebagai Pelopor Pengusahaan Kereta Api

Sehubungan dengan kesulitan prasarana dan sarana transportasi di Pulau Jawa ditinjau dari sudut pertahanan dan keamanan, serta sudut ekonomi sejak awal abad ke-19 muncul usul yang diajukan oleh Kolonel Jhr. Van Der Wijk seorang ahli militer, agar di Pulau Jawa dibangun alat transportasi baru, yaitu kereta api yang akan mendatangkan keuntungan tidak ternilai harganya bagi kepentingan pertahanan meliputi jalan rel yang terbentang dari Semarang ke Kedu dan Yogyakarta ke Surakarta. Pemerintah Kerajaan Belanda mengeluarkan surat keputusan (Koninklijk Besluit) nomor 270 tertanggal 28 Mei 1842 yang menetapkan bahwa pemerintah akan membangun jalan rel yang terbentang dari Semarang ke Kedu dan Yogyakarta ke Surakarta, untuk meningkatkan sarana transportasi tradisional berupa kereta yang ditarik sapi dan kerbau serta untuk meningkatkan daya angkut bagi barang-barang ekspor (Tim Telaga Bakti Nusantara, 1997: 52-53).

(2)

28

Hindia Belanda. Gubernur Jendral L.A.J.W Baron Sloet van den Beele tahun 1861-1866 akhirnya bersedia mengabulkan permintaan konsesi itu dengan beberapa syarat tertentu. Persyaratan dimaksudkan supaya pembuatan jalan rel itu disesuaikan dengan pengarahan Menteri Urusan Jajahan Hindia Belanda Fransen van De Putte, yang menginginkan agar jalur rel Semarang-Surakarta-Yogyakarta diperluas dengan lintas cabang dari Kedungjati menuju Ambarawa yang terdapat benteng Willem I yang penting bagi kemiliteran.

Semarang selatan, Surakarta, Yogyakarta merupakan daerah penghasil barang ekspor yang kaya, seperti tembakau, kayu, gula yang diekspor dan diangkut ke pelabuhan Semarang. Akhirnya dengan adanya kebutuhan yang saling berhubungan, maka pada tahun 1862 untuk pertama kalinya pemerintah memberikan konsesi kepada beberapa pengusaha swasta yang kemudian mendirikan perusahaan kereta api swasta Nederlandssch Indische Spoorweg Maatschappij (NISM) yang dipimpin oleh Ir. J.P. de Bordes. Para pengusaha yang mengontrak tanah-tanah perkebunan sangat memerlukan jasa angkutan kereta api, dengan serta bersedia membayar uang muka untuk muatan yang akan diangkutnya (Subarkah, 1987: 3).

(3)

29

Ternyata pembangunan rel kereta api di desa Kemijen terbilang cukup lancar. Terbukti tahun 1867 rel kereta api yang sudah terpasang sepanjang 25 km, membentang dari Semarang hingga ke Tanggung. Jalur tersebut melalui halte Alas Tuwa dan Brumbung. Sebagaimana harapan pihak ketiga, di luar militer dan para pengelola perkebunan jalur kereta api ini dioperasikan untuk umum. Tahun 1867, jalur kereta api tersebut berfungsi dengan baik dan berhasil diluncurkan dari Semarang menuju Tanggung. Setelah jalur kereta api dari Semarang-Tanggung selesai, pembangunan terus dilanjutkan meski terkendala oleh masalah pendanaan tetapi tanggal 10 Februari 1870, jalur kereta api ke Surakarta sudah diselesaikan. Dua tahun kemudian tanggal 10 Juni 1872 bentangan rel kereta api tersebut sudah mencapai Yogyakarta. Hal tersebut juga telah memungkinkan seluruh pekerjaan pembangunan jalan rel dari Semarang-Yogyakarta dapat diselesaikan pada tanggal 21 Mei 1873. Tanggal 21 Mei 1873 kereta api Semarang-Yogyakarta dioperasikan dan dibuka untuk umum, disamping itu NISM membangun lintas jalan rel cabang ke Ambarawa dari Kedungjati dan dibuka untuk umum tanggal 21 Mei 1873 (Eddy Supangkat, 2008: 11-13). 2. Perusahaan Kereta Api dan Trem di Jawa Tengah

(4)

30

a. Nederlandssch Indische Spoorweg (NIS)

Pembukaan jalur Semarang-Surakarta-Yogyakarta oleh NIS dilakukan selama periode 1864-1873. Selain berkonsentrasi di Semarang, NIS juga merambah ke wilayah Solo. Pengoperasian jalur Semarang-Surakarta-Yogyakarta mempunyai tujuan untuk mengangkut hasil bumi dari vorstenlanden (wilayah-wilayah Kerajaan) yang akan di ekspor melalui pelabuhan Semarang.

b. Semarangsche Stoomtram (SS)

Perusahaan ini berbasis di Semarang, namun Semarangsche Stoomtram (SS) justru membuka jalur Yogyakarta-Cilacap pada tahun 1887. Sebelumnya Semarangsche Stoomtram (SS) bahkan sudah membuka jalur di Jawa Timur, seperti jalur Surabaya-Pasuruan-Malang periode 1878-1879 serta jalur Surabaya-Surakarta lewat Wonokromo-Sidoarjo tahun 1884.

c. Semarang-Joana Stoomtram Maatschappij (SJS)

(5)

31

kapuk, minyak bumi, kapur, dan kayu jati. Sekitar tiga tahun kemudian, tepatnya tanggal 1 November 1898 Semarang-Joana Stoomtram Maatschappij (SJS) membuka jalur Wirosari-Kradenan. Jalur Juana-Lasem dibuka tanggal 1 Mei 1900. Setengah tahun kemudian Semarang-Joana Stoomtram Maatschappij (SJS) membuka jalur Mayong-Welahan.

d. Semarang Cheribon Stoomtram Mij (SCS)

Perusahaan ini membuka jalur Semarang Cheribon Stoomtram Mij (SCS) yang dilakukannya tahun 1897. Pada waktu bersamaan Semarang Cheribon Stoomtram Mij (SCS) membuka jalur Losari-Cileduk-Mundu.

e. Solosche Tramweg Mij (SoTM)

Perusahaan ini berbasis di Solo. Perusahaan Solosche Tramweg Mij (SoTM) ini membangun trem yang ditarik kuda untuk melayani penumpang di dalam kota Solo dan sekitarnya.

f. Poerwodadi Goendih Stoomtram Mij (PGSM)

(6)

32

kereta api Purwodadi-Gundi dilayani oleh Semarang-Joana Stoomtram Maatschappij (SJS).

3. Pembangunan Jalan Rel di Pulau Jawa

Pada bulan November 1871 Menteri Urusan Jajahan Belanda Jawa Mr. P. P. van Bosse mengajukan rencana undang-undang yang bertujuan untuk membangun lintas jalan rel di Pulau Jawa, yang bersambungan dari lintas NISM Semarang-Surakarta-Yogyakarta melalui daerah penghasil gula di Jawa Tengah bagian selatan (Subarkah, 1987: 3). Keuntungan yang diperoleh NISM dari pengoperasian kereta api jalur Semarang-Surakarta-Yogyakarta sejak tahun 1875, memberi gambaran dan harapan baru kepada para pengusaha swasta yang telah berminat untuk menanamkan modal mereka dalam kegiatan jasa angkutan kereta api.

(7)

33

pembangunan yang berlaku di lingkungan perusahaan pemerintah, yang berpedoman pada semboyan berbunyi:

Siap dengan masukan yang tangguh, sehingga segala pekerjaan sesuai dengan

rencana” (Subarkah, 1987: 6).

Perluasan jaringan jalan rel didasarkan bukan hanya pada kepentingan ekonomi, melainkan juga menyangkut masalah pasifikasi atau pengamanan daerah yang banyak mengalami pergolakan dan pembukaan daerah-daerah baru serta pengembangan administrasi pemerintahan dan pengembangan kota (Sartono Kartodirdjo, 1987: 364).

(8)

34

4. Dampak Pembangunan Kereta Api Terhadap Kehidupan Pribumi Pembangunan perkeretaapian oleh Pemerintah Kolonial Hindia Belanda selain bertujuan untuk memenuhi keperluan kaum kolonial, juga dimaksudkan untuk memajukan pertumbuhan perekonomian penduduk di Negara jajahan yaitu Indonesia. Semenjak dioperasikannya jaringan kereta api abad ke-19, alat angkut ini menjadi pilihan utama penduduk. Hal ini dimungkinkan karena pendapatan pribumi yang lebih baik, biaya perjalanan dengan menggunakan transportasi kereta api lebih murah dan lebih cepat dibanding menggunakan alat transportasi lain yang sudah ada.

Di sepanjang rel, khalayak ramai menjadi terbiasa menjadikannya sebagai sarana angkutan sehari-hari. Anak-anak sekolah, pegawai pemerintah dan swasta menjadikan kereta api jarak dekat sebagai alat transportasi pulang pergi setiap harinya. Selanjutnya di berbagai stasiun kecil yang terpencil letaknya, dikenal adanya hari-hari pasar yang tertentu waktunya. Pada hari-hari pasar ini para pedagang kecil berbondong-bondong mendatangi stasiun-stasiun terpencil, dengan barang dagangan yang didatangkan dari kota-kota. Biasanya para pedagang pria membawa barang pikulan, sedangkan para pedagang wanita dengan barang-barang gendongannya maupun dipikul di atas kepala.

(9)

35

pegawai. Dari jumlah tersebut sebanyak 100 orang insinyur golongan atas, dan 2.500 orang golongan menengah terdiri dari bangsa Belanda, sisanya sebanyak 27.500 orang pegawai berasal dari kalangan pribumi yang menjadi tenaga inti untuk mengoperasikan kereta api (Tim Telaga Bakti Nusantara, 1997: 84-85).

5. Alat Transportasi Yang Tergeser Oleh Kereta Api a. Tergesernya Angkutan Penumpang

Pada awal abad ke-19 Gubernur Jenderal Daendels berhasil membangun jalan raya yang terbentang dari barat ke timur, sejak dari Anyer di ujung barat Jawa Barat hingga ke Panarukan di bagian ujung timur Jawa Timur. Alat angkutan yang meluncur diatasnya adalah kereta yang terbuat dari kayu dan ditarik oleh kuda. Pada jarak-jarak tertentu disediakan garasi tempat kuda yang dipakai, sebelumnya dapat diganti dengan kuda yang masih segar sehingga perjalanan dapat diteruskan kembali.

(10)

36

sado berperan sebagai pengantar dan penjemput penumpang kereta api yang berasal dari sekitar stasiun kereta api yang bersangkutan.

Dengan hadirnya kereta api, maka sejarah kereta kuda yang menjalani trayek jarak jauh dengan kuda penarik berganti-ganti berakhir. Sejak itu trayek jarak jauh ditempuh oleh kereta api melalui jalan rel, dengan daya tempuh lebih cepat dan ongkos lebih murah serta daya angkut jauh lebih banyak.

b. Tergesernya Angkutan Barang

(11)

37 B. Fungsi Kereta Api

1. Barang

(12)

38

pelabuhan dengan menggunakan kereta api untuk diekspor ke luar negeri (Tim Telaga Bakti Nusantara, 1997: 120).

(13)

39

Pengangkutan barang-barang jalur Kerajaan-Semarang dalam volume, 1870-1879

(angkutan barang-barang total dikali 100)

Stasiun 1870 1871 1872 1873 1874 1875 1876 1877 1878 1879 Semarang 45.2 55.2 53.1 66.0 79.0 93.2 113.0 114.3 119.0 113.9

Alas Tuwa 0.0 0.0 0.0 0 0 0 0 0 0 0

Brumbung 1.8 13.6 2.4 1.8 1.2 1.0 0.6 0.3 0.4 1.5 Tanggung 12.4 0.2 0.0 0.2 0.1 0.3 0.2 11.6 23.6 19.2 Kedungjati 13.8 11.7 11.5 8.2 10.1 6.7 9.7 10.5 12.3 11.6

Padas 0.0 0.0 0.1 0.8 0.9 1.3 2.7 2.7 1.3 1.4

Gedangan 2.2 1.8 1.3 2.7 5.2 10.1 9.8 9.3 9.7 12.6

Telawa 0.2 0.9 0.5 1.8 3.0 1.6 0.9 0.8 2.5 5.4

Serang 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0

Gundi 2.1 4.9 2.6 4.1 6.8 6.7 11.3 15.5 21.7 18.9

Tempuran 0.3 3.2 9.3 9.1 10.2 8.2 9.7 2.5 1.0

Gogodalem 0.0 0.0 0.1 0.1 0.1 0.2 0.1 0.0 0.0

Bringin 2.2 2.7 1.7 0.9 1.8 0,9 0.8 0.7 1.1

Tuntang 1.2 2.0 2.3 4.0 3.9 4.2 4.9

Ambarawa 2.5 6.0 5.4 9.6 6.9 3.5 5.7

Total 78.6 109.8 98.6 133.2 170.2 190.8 39.9 237 258.5 277 (Sumber Djoko Suryo, 1989: 158)

Tabel di atas menunjuk pada jumlah wilayah dan barang yang diangkut kereta api, serta menggambarkan perubahan jumlah pengiriman barang tahun 1870-1879 dari wilayah-wilayah Semarang, Alas Tuwa, Brumbung, Tanggung, Kedungjati, Padas, Gedangan, Telawa, Serang, Gundi, Tempuran, Gogodalem, Bringin, Tuntang, dan Ambarawa.

[image:13.612.104.546.173.606.2]
(14)

40

untuk daerah-daerah pedesaan disekitarnya. Stasiun-stasiun Tanggung, Kedungjati, Gedangan, dan Gundi dihubungkan dengan daerah-daerah pedesaan yang mengekspor beras dan hasil pertanian yang lain seperti Ambarawa dan beberapa stasiun lainnya berasal dari distrik Salatiga, Tengaran, Ambarawa, Ungaran, dan Kedu. Sebaliknya beberapa stasiun yang lainnya Alas Tuwa, Brumbung, Padas, Telawa, Serang, Tempuran, Gogodalem, Bringin, dan Tuntang hanya memasarkan sejumlah kecil barang, disebabkan karena kecilnya daerah pedesaan disekitarnya atau karena ada stasiun yang lebih besar didekatnya. Pada umumnya jarak antar stasiun kira-kira 7 km, sehingga sebuah stasiun yang terletak antara stasiun-stasiun yang lebih besar memasarkan barang-barang dalam jumlah yang lebih kecil seperti Alas Tuwa dan Brumbung yang terletak di antara Semarang dan Tanggung, serta Padas antara Kedungjati dan Gedangan.

(15)

41

pertumbuhan perdagangan timbul dari kenyataan bahwa kereta api mampu mengangkut lebih banyak barang dengan cepat dan lebih murah daripada alat-alat angkutan lokal. Biaya pengangkutan barang dengan kereta api ialah 5 sampai 10 sen per km.

(16)

42

beberapa tipe gerbong dalam kereta api, tipe-tipe gerbong dimaksud diantaranya yaitu:

a. Gerbong “G” untuk memuat barang-barang dan pintunya dapat ditutup. b. Gerbong “P” untuk memuat barang-barang yang berupa batangan atau

yang bentuknya panjang.

c. Gerbong “V” untuk memuat ternak. d. Gerbong “Z” untuk memuat pasir.

e. Gerbong “K” untuk memuat benda-benda cair seperti minyak, bensin dan lain sebagainya.

Tipe gerbong-gerbong tersebut di atas kebanyakan milik pemerintah (SS), namun ada juga gerbong-gerbong barang yang pemilikannya bersifat lokal (swasta), seperti gerbong ketel (K) milik perusahaan minyak (BPM), gerbong arang batu milik tambang batu bara Sawahlunto atau Ombilin (Tim Telaga Bakti Nusantara, 1997: 110).

2. Penumpang

(17)

43

Mereka bersama pegawai-pegawai kantor dan penumpang-penumpang lain naik kereta api penumpang biasa (Boemel) yang perjalanannya sudah diatur sehingga dapat memenuhi kebutuhan para pemakai.

Kereta api ekspres dan kereta api cepat disediakan khusus untuk melayani masyarakat kelas menengah ke atas dan pedagang-pedagang menengah ke atas. Fasilitas kereta penumpang diperbaiki, waktu tempuh diperpendek, kecepatan ditambah, dan saat berhenti di stasiun antara dipersingkat. Dengan cara-cara tersebut mutu pelayanan dapat ditingkatkan dan masyarakat pemakai semakin menyenanginya (Tim Telaga Bakti Nusantara, 1997: 121-122).

Kereta penumpang berupa kereta atau gerbong yang digunakan untuk mengangkut manusia. Kereta penumpang diperlukan dalam jumlah banyak, di dalam kereta penumpang diberi gang sebagai ruang untuk berjalan di tengah-tengahnya. Di bagian kiri dan kanan gang ditempatkan kursi-kursi bagi para penumpang. Khususnya bagi rakyat kecil atau penduduk bumi putera dipasang tiga baris bangku yang membujur sejajar kereta.

Kereta penumpang di bagi ke dalam kelas-kelas, ada tiga macam kelas yaitu:

(18)

44

Di luar ketiga seri tersebut di atas, terdapat kereta tipe lain seperti: a. Seri D untuk barang-barang bagasi atau hantaran.

b. Seri F sebagai kereta makan.

c. Seri M sebagai kereta khusus untuk para pedagang kecil yang akan ke pasar dan lain-lain.

Pada kereta api penumpang ada tiga kelas, kelas terakhir lazimnya diperuntukkan bagi kaum pribumi dengan papan bertuliskan Inlanders (Sartono Kartodirdjo, 1990: 367). Perbedaan kelas juga didasarkan atas perbedaan tarif, yang terperinci di bawah ini :

kelas 1 5½ sen per km kelas 2 3 sen per km kelas 3 1 sen per km

Pada masa kolonial masyarakat bumi putera tidak dibenarkan menggunakan kereta kelas I, sekalipun mereka mampu membayar mereka tidak diperbolehkan untuk menaikinya (Tim Telaga Bakti Nusantara, 1997: 111-112).

C. Tinjauan Edukatif

(19)

45

Pelajaran atau nilai-nilai yang dapat dipetik dari Sejarah Transportasi Kereta Api di Karesidenan Semarang Tahun 1870-1900 adalah :

1. Alat transportasi darat kereta api sampai saat ini masih terus berkembang dengan teknologi yang sangat maju, dan membuka wilayah-wilayah baru di pedalaman Jawa Tengah yang disebabkan oleh berkembangnya pusat-pusat perkebunan dan pabrik-pabrik.

2. Dengan adanya transportasi kereta api mengakibatkan terjadinya komunikasi langsung dan masuknya pendidikan dari kota melalui wilayah pantai (pelabuhan), dan wilayah pedalaman yang saling berhubungan dengan kota. 3. Jalur kereta api menghubungkan semua wilayah-wilayah di Jawa Tengah,

Gambar

Tabel di atas menunjuk pada jumlah wilayah dan barang yang diangkut

Referensi

Dokumen terkait

Motivasi diri siswa yang baik akan membantu tujuan yang dikehendaki dapat tercapai (Sardiman, 2005, p. Salah satu cara untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar

Mata kuliah ini bertujuan untuk memberikan landasan yang kuat dan pengetahuan tentang bagaimana menggunakan Bahasa Inggris yang efektif dalam konteks bisnis dengan maksud

PP No.46 Tahun 2013 adalah peraturan baru yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk memberikan kemudahan bagi wajib pajak orang pribadi dan wajib pajak badan yang memiliki

Karena laporan tolok ukur upah layak tidak mengatur jumlah tertentu biaya transportasi dari rumah ke tempat kerja PP, maka tak ada nilai referensi eksplisit

Dalam prinsip kerja sama yang terdiri atas empat maksim yaitu maksim kualitas, maksim kuantitas, maksim relevansi, dan maksim pelaksanaan, sedangkan dalam prinsip

Analisis Penyusunan Laporan Laba Rugi dan Neraca Berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP) Pada UD.. UKM merupakan suatu

[r]

Berdasarkan hasil evaluasi administrasi, teknis, biaya dan kualifikasi pada paket pekerjaan Perencanaan Jembatan Sei Silam Desa Koto Mesjid, bersama ini kami mengundang