• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 01/PM.4/2008

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 01/PM.4/2008"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 /PM.4/2008

TENTANG

KODE ETIK PEGAWAI DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

MENTERI KEUANGAN,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan aparat pemerintah yang bersih dan berwibawa, diperlukan standar etik dan perilaku pegawai untuk meningkatkan transparansi dan integritas pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;

b. bahwa diperlukan aparatur negara yang bertugas sebagai abdi masyarakat yang menyelenggarakan pelayanan secara adil dan merata, berkemampuan melaksanakan tugas secara profesional dan bertanggung jawab dalam menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan, serta bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme;

c. bahwa dalam rangka pelaksanaan pembinaan pegawai sebagaimana diamanatkan pada pasal 113A ayat (3) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006 dan pasal 64A ayat (3) Undang-Undang-undang 11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 39 Tahun 2007, perlu dibentuk Kode Etik bagi pegawai di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;

d. bahwa sebagai upaya peningkatan disiplin Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Departemen Keuangan, khsususnya Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, diperlukan kode etik bagi pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;

e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Kode Etik Pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3641) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3590);

2. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612); sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);

3. Undang-undang 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3613) sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 39 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 105, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4755);

(2)

Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851);

5. Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3094) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undangNomor 20 Tahun 2001 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4150);

6. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1980 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3176);

7. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 15, Tambahan Lembaran Republik Indonesia Nomor 4450);

8. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 142, Tambahan Lembaran Republik Indonesia Nomor 4263);

9. Keputusan Presiden Nomor 10 Tahun 1974 tentang Beberapa Pembatasan Kegiatan Pegawai Negeri dalam Rangka Pendayagunaan Aparatur Negara dan Kesederhanaan Hidup;

10. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 29/PMK.01/2007 tentang Pedoman Peningkatan Disiplin Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Departemen Keuangan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 71/PMK.01/2007 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 29/PMK.01/2007 tentang Pedoman Peningkatan Disiplin Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Departemen Keuangan;

11. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 15/KMK.01/UP.6/1985 tentang Ketentuan Penegakan Disiplin Kerja Dalam Hubungan Pemberian Tunjangan Khusus Pembinaan Keuangan Negara Kepada Pegawai dalam Lingkungan Departemen Keuangan Republik Indonesia;

12. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 2/KM.1/2003 tentang Pedoman Teknis Pelaksanaan Peningkatan Efisiensi dan Disiplin Kerja Aparatur Negara di Lingkungan Departemen Keuangan;

13. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 30/KMK.01/2007 tentang Reformasi Birokrasi Departemen Keuangan.

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG KODE ETIK PEGAWAI DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini, yang dimaksud dengan :

(3)

2. Kode Etik Pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, yang selanjutnya disebut Kode Etik, adalah pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi organisasi serta dalam pergaulan hidup sehari-hari.

3. Organisasi adalah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

4. Komisi Kode Etik adalah lembaga non struktural di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang bertugas melakukan penegakan pelaksanaan serta penyelesaian pelanggaran Kode Etik yang dilakukan oleh Pegawai.

5. Unit Investigasi Khusus adalah satuan tugas di lingkungan Departemen Keuangan yang bertugas melakukan penyelidikan lebih lanjut mengenai laporan pelanggaran Kode Etik. 6. Pelanggaran adalah segala bentuk ucapan, tulisan atau perbuatan pegawai yang bertentangan

dengan butir-butir sebagaimana yang tercantum dalam Kode Etik.

7. Pejabat yang berwenang adalah Pejabat yang menetapkan sanksi atau Atasan Pegawai yang melakukan pelanggaran kode etik, baik langsung maupun tidak langsung, atau Pegawai lainnya yang ditunjuk secara lisan atau tertulis oleh pimpinan tertinggi pada unit organisasi tempat Pegawai yang melakukan pelanggaran kode etik bertugas.

BAB II

PEMBENTUKAN KODE ETIK

Pasal 2

Pembentukan Kode Etik di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dimaksudkan untuk meningkatkan etos kerja dalam rangka mendukung produktifitas kerja dan profesionalitas pegawai.

Pasal 3

Pembentukan Kode Etik di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai bertujuan untuk : a. meningkatkan disiplin Pegawai di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; b. menjamin terpeliharanya tata tertib yang berlaku di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;

c. menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan iklim kerja yang kondusif di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan atau dengan instansi terkait;

d. menciptakan dan memelihara kondisi kerja antar Pegawai di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai serta menciptakan perilaku yang profesional bagi Pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; dan

e. meningkatkan citra dan kinerja Pegawai Negeri Sipil, khususnya Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

BAB III

NORMA DASAR PRIBADI DAN STANDAR PERILAKU ORGANISASI

Pasal 4

Setiap Pegawai wajib menganut, membina, mengembangkan, dan menjunjung tinggi norma dasar pribadi sebagai berikut :

1. Jujur, yaitu dapat dipercaya dalam perkataan dan tindakan.

2. Terbuka, yaitu transparan dalam pelaksanaan tugas dan pergaulan internal maupun eksternal.

3. Berani, yaitu bersikap tegas dan rasional dalam bertindak dan berperilaku serta dalam

membuat keputusan demi kepentingan negara, pemerintah, dan organisasi.

4. Tangguh, yaitu tegar dan kuat dalam menghadapi berbagai godaan, hambatan, tantangan,

ancaman, dan intimidasi dalam bentuk apapun dan dari pihak manapun.

5. Berintegritas, yaitu memiliki sikap dan tingkah laku yang bermartabat dan bertanggung

jawab.

6. Profesional, yaitu melakukan pekerjaan sesuai dengan tugas dan atau keahlian serta

mencegah terjadinya benturan kepentingan dalam pelaksanaan tugas.

7. Kompeten, yaitu selalu meningkatkan dan mengembangkan pengetahuan dan keahlian.

(4)

9. Jeli, yaitu melakukan pekerjaan dengan teliti dan mampu memandang potensi permasalahan kerja serta menemukan pemecahannya yang sesuai.

10. Independen, yaitu tidak terpengaruh dan bersikap netral dalam melaksanakan tugas.

11. Sederhana, yaitu bersikap wajar dan atau tidak berlebihan dalam tugas dan kehidupan sehari-hari.

Pasal 5

Setiap Pegawai wajib mengikuti, menjalankan, dan menjaga prinsip-prinsip standar perilaku organisasi sebagai berikut :

1. Kepastian hukum, yaitu mendasarkan pada peraturan perundang-undangan dalam

menjalankan tugas, wewenang, dan kebijakan organisasi.

2. Keterbukaan, yaitu membuka diri dan memberi akses kepada masyarakat dalam

melaksanakan hak-haknya untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang manajemen, kinerja, dan pelaksanaan tugas, serta fungsi organisasi, tanpa melanggar ketentuan yang berlaku dan asas kerahasiaan jabatan.

3. Kepentingan umum, yaitu mendahulukan kepentingan bersama dengan cara yang aspiratif,

akomodatif, dan selektif.

4. Akuntabilitas, yaitu setiap kegiatan dan hasil akhir kegiatan organisasi harus dapat

dipertanggungjawabkan kepada pimpinan dan atau masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

5. Proporsionalitas, yaitu mengutamakan kepentingan pelaksanaan tugas dan tanggung jawab

organisasi dengan tetap memperhatikan adanya kepentingan yang sah lainnya secara seimbang.

6. Efektifitas, yaitu dalam melaksanakan tugas harus memperhatikan dan mempergunakan cara

yang tepat untuk memperoleh hasil yang optimal.

7. Efisiensi, yaitu dalam melaksanakan tugas harus memperhatikan dan mempergunakan waktu

dan sumber daya lainnya seoptimal mungkin dalam menyelesaikan tugas.

Pasal 6

(1) Norma dasar pribadi dan standar perilaku organisasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 dan pasal 5 dilaksanakan dalam bentuk ucapan, tulisan, sikap, perilaku, dan atau tindakan. (2) Pegawai yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 dan pasal

5 dijatuhi sanksi atau hukuman sebagaimana dimaksud dalam pasal 10.

BAB IV K E W A J I B A N

Pasal 7

Setiap Pegawai wajib :

1. menghormati agama, kepercayaan, budaya, dan adat istiadat yang dianut oleh diri sendiri dan orang lain;

2. menaati dan mematuhi tata tertib disiplin kerja berupa ketentuan jam kerja serta memanfaatkan jam kerja untuk kepentingan kedinasan dan atau organisasi;

3. menaati dan mematuhi segala aturan, baik langsung maupun tidak langsung, mengenai tugas kedinasan maupun yang berlaku secara umum;

4. menaati perintah kedinasan;

5. menciptakan dan memelihara suasana dan hubungan kerja yang baik, harmonis, dan sinergis antar pegawai, baik dalam satu unit kerja maupun diluar unit kerja;

6. memberikan pelayanan dengan sebaik-baiknya kepada masyarakat menurut bidang tugasnya masing-masing;

7. mempergunakan dan memelihara barang inventaris milik negara secara baik dan bertanggung jawab;

(5)

BAB V L A R A N G A N

Pasal 8

Setiap pegawai dilarang :

1. bersikap diskriminatif dalam melaksanakan tugas memberikan pelayanan kepada pegawai dan masyarakat;

2. menjadi anggota dan/atau pengurus dan/atau simpatisan partai politik;

3. menyalahgunakan wewenang yang dimiliki untuk kepentingan di luar kedinasan;

4. menerima pemberian, hadiah, dan atau imbalan dalam bentuk apapun dari pihak manapun secara langsung maupun tidak langsung yang diketahui atau patut dapat diduga bahwa pemberian itu bersangkutan atau mungkin bersangkutan dengan jabatan atau pekerjaan Pegawai yang bersangkutan;

5. membocorkan informasi yang bersifat rahasia serta menyalahgunakan data dan atau informasi kepabeanan dan cukai;

6. melakukan perbuatan yang dapat mengakibatkan terjadinya ganggungan, kerusakan, dan atau perubahan data pada sistem informasi milik organisasi;

7. melakukan perbuatan yang tidak terpuji yang bertentangan dengan norma kesusilaan dan dapat merusak citra serta martabat organisasi.

Pasal 9

Setiap Pegawai di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai wajib mematuhi dan berpedoman pada Kode Etik Pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

BAB VI S A N K S I

Pasal 10

(1) Segala bentuk ucapan, tulisan, sikap, perilaku, dan atau tindakan pegawai yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 dan pasal 8 adalah pelanggaran Kode Etik dan atau pelanggaran hukum disiplin pegawai.

(2) Pegawai yang melakukan pelanggaran disiplin pegawai dan/atau pelanggaran hukum lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dijatuhi sanksi atau hukuman sesuai dengan tingkat pelanggarannya.

(3) Sanksi atau hukuman sebagaimana dimaksud pada ayat (2), yaitu :

a. sanksi moral berupa perintah/kewajiban untuk mengajukan permohonan maaf secara lisan dan atau tertulis atau pernyataan penyesalan; dan atau

b. hukuman disiplin berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil.

(4) Pengenaan sanksi moral sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, disampaikan secara tertutup atau terbuka.

(5) Keputusan penyampaian sanksi moral secara tertutup atau terbuka didasarkan pada pertimbangan besar atau kecilnya akibat dari perbuatan dan atau sensitifitas perbuatan yang dilakukan.

Pasal 11

(1) Sanksi moral sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 ayat (3) huruf a ditetapkan dengan keputusan Pejabat yang berwenang menetapkan sanksi atas terjadinya pelanggaran Kode etik.

(6)

(3) Penyampaian sanksi moral secara terbuka sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 ayat (4), disampaikan oleh Pejabat yang berwenang atau Pejabat lain yang ditunjuk melalui:

a. forum pertemuan resmi Pegawai Negeri Sipil; b. upacara bendera;

c. papan pengumuman; d. media massa; atau

e. forum lain yang dipandang sesuai untuk itu.

(4) Dalam hal tempat kedudukan Pejabat yang berwenang dan tempat Pegawai Negeri Sipil yang dikenakan sanksi moral berjauhan, Pejabat yang berwenang dapat menunjuk Pejabat lain dalam lingkungannya atau meminta bantuan Pejabat atau Pegawai lainnya untuk menyampaikan sanksi moral tersebut dengan syarat pangkat Pejabat atau Pegawai tersebut tidak boleh lebih rendah dari Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.

(5) Dalam hal sanksi moral disampaikan secara tertutup, berlaku sejak tanggal disampaikan oleh Pejabat yang berwenang kepada Pegawai yang bersangkutan.

(6) Dalam hal sanksi moral disampaikan secara terbuka melalui forum pertemuan resmi Pegawai, upacara bendera atau forum lain disampaikan sebanyak 1 (satu) kali dan berlaku sejak tanggal disampaikan oleh Pejabat yang berwenang kepada Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.

(7) Dalam hal sanksi moral disampaikan secara terbuka melalui papan pengumuman atau media massa, penyampaian secara terbuka dilakukan paling lama 3 (tiga) hari sejak tanggal ditetapkannya keputusan pengenaan sanksi moral.

(8) Dalam hal Pegawai yang dikenakan sanksi moral tidak hadir tanpa alasan yang sah pada waktu penyampaian keputusan sanksi moral, maka dianggap telah menerima keputusan sanksi moral tersebut.

(9) Sanksi moral sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 ayat (3) huruf a, dilaksanakan selambat-lambatnya 3 (tiga) hari sejak keputusan sanksi moral disampaikan.

(10) Dalam hal Pegawai yang dikenakan sanksi moral tidak bersedia mengajukan permohonan maaf secara lisan dan atau tertulis atau membuat pernyataan penyesalan, dapat dijatuhi hukuman disiplin ringan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980.

BAB VII

KOMISI KODE ETIK

Pasal 12

(1) Dalam rangka penegakan Kode Etik dibentuk Komisi Kode Etik Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

(2) Ketentuan mengenai pembentukan, susunan, dan tata kerja Komisi Kode Etik Pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai diatur lebih lanjut dengan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai.

BAB VIII P E N U T U P

Pasal 13

(1) Setiap pimpinan unit kerja, sesuai dengan jenjang jabatannya, berkewajiban untuk melakukan pengawasan atas pelaksanaan Kode Etik oleh pegawai yang berada dibawahnya.

(2) Pimpinan pegawai, baik langsung maupun tidak langsung, yang mengetahui adanya pelanggaran Kode Etik namun tidak mengambil tindakan pengenaan sanksi atas pelanggaran tersebut atau membantu pegawai melakukan pelanggaran Kode Etik, dikenai sanksi atau hukuman sesuai dengan tingkat pelanggaran sebagaimana dimaksud pada pasal 10 ayat (3). (3) Dalam rangka efektifitas dan efisiensi penegakan Kode Etik, Direktorat Jenderal Bea dan

(7)

Pasal 14

Pada saat berlakunya Peraturan Menteri Keuangan ini, maka Keputusan Menteri Keuangan Nomor 515/KMK.04/2002 tentang Kode Etik dan Perilaku Pegawai Direktorat Jenderal Bea dan

Cukai dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 15

Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 13 Juni 2008

a.n. MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDNESIA DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,

Ttd,-

Referensi

Dokumen terkait

In contrast to this, De Waal and Biel (1989a) showed that less mature, lactating Dorper ewes and their lambs at Glen per- formed considerably better when grazing veld during the

3 Melakukan pemeriksaan kesesuaian isi dokumen (jenis/jumlah/ukuran rumput laut dengan permohonan) kemudian membuat LHP dan menyampaikan kepada Kepala UPT/Pejabat yang ditunjuk.

Dengan inI kami mengundang Saudara untuk mengikuti Pembuktian Kualifikasi Jasa Konstruksi dengan Sistem Pemilihan Langsung untuk :. Rehabilitasi Balai Kampung

Sebelum mahasiswa melaksanakan PPL, mahasiswa telah melakukan kegiatan sosialisasi antara lain pra-PPL melalui observasi di sekolah. Kegiatan observasi dilakukan di

Oleh komposisi transformasi yang sama, bayangan titik C adalah C’(70, 35)...

Perbandingan trigonometri sudut berelasi dapat dicari dengan menggunakan bantuan lingkaran satuan seperti pada gambar

[r]

[r]