• Tidak ada hasil yang ditemukan

RANCANG BANGUN ALAT UKUR KADAR LARUTAN GLUKOSA BERBASIS FILM BARIUM STRONSIUM TITANAT (BST) CHANDRA SETIAWAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RANCANG BANGUN ALAT UKUR KADAR LARUTAN GLUKOSA BERBASIS FILM BARIUM STRONSIUM TITANAT (BST) CHANDRA SETIAWAN"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

RANCANG BANGUN ALAT UKUR KADAR LARUTAN

GLUKOSA BERBASIS FILM BARIUM STRONSIUM

TITANAT (BST)

CHANDRA SETIAWAN

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Rancang Bangun Alat Ukur Kadar Larutan Glukosa Berbasis Film Barium Stronsium Titanat (BST) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2013

Chandra Setiawan

(3)

ABSTRAK

CHANDRA SETIAWAN. Rancang Bangun Alat Ukur Kadar Larutan Glukosa Berbasis Film Barium Stronsium Titanat (BST). Dibimbing oleh IRZAMAN dan HERIYANTO SYAHFUTRA.

Barium stronsium titanat (BST) merupakan fotodioda sebagai material

ferroelektrik yang banyak dikembangkan dalam suatu aplikasi teknologi seperti sebagai sensor. Tujuan penelitian ini adalah merancang alat ukur kadar larutan glukosa yang sederhana dengan komponen sensor film BST dan rangkaian pengkondisi sinyal. Pengujian alat ukur ini dilakukan dengan cara mengukur kadar larutan glukosa dengan rentang kadar dari 20 sampai dengan 180 mg/dL yang merupakan rentang kadar gula darah untuk manusia yang kekurangan glukosa hingga kelebihan glukosa. Hasil uji menunjukkan bahwa alat ukur dapat mendeteksi setiap penambahan kadar larutan glukosa sebesar 1 mg/dL akan mengurangi nilai tegangan keluaran sebesar 0.0022 V. Selain itu, hasil uji memperlihatkan bahwa respon rangkaian mendekati linier dengan koefisien korelasi (R2) sebesar 0.9155 dan 0.8931. Hasil uji juga menunjukkan hysteresis yang cukup baik seperti ditunjukkannya plot grafik yang berkecenderungan sama.

Kata kunci: BST, ferroelektrik, fotodioda, glukosa

ABSTRACT

CHANDRA SETIAWAN. Design and Build Measuring Tool Level of Glucose Solution-Based Film Barium Strontium Titanate (BST). Supervised by IRZAMAN and HERIYANTO SYAHFUTRA.

Barium strontium titanate (BST) is a photodiode as a ferroelectric material that has been developed in many application such as sensor technology. The purpose of this study is to design a simple measurement tool of glucose with BST thin film as the sensor component and the signal conditioning. The measurement tool test was done by measuring blood glucose levels ranging from 20 to 180 mg/dL, which is the range of glucose levels for person who has lack glucose to the excess glucose. The test results showed that the measurement tool could detect each addition of glucose levels by 1 mg/dL which would reduce the value of the output voltage of 0.0022 V. In addition, the test results showed that the response of the circuit approach to linear, the correlation coefficient (R2) is 0.9155 and 0.8931. The

test results also showed good hysteresis as showed by the relatively same graphic plots.

(4)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada Departemen Fisika

RANCANG BANGUN ALAT UKUR KADAR LARUTAN

GLUKOSA BERBASIS FILM BARIUM STRONSIUM

TITANAT (BST)

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013

(5)

Judul Skripsi : Rancang Bangun Alat Ukur Kadar Larutan Glukosa Berbasis Film Barium Stronsium Titanat (BST)

Nama : Chandra Setiawan NIM : G74061303

Disetujui oleh

Dr Ir Irzaman, MSi Pembimbing I

Heriyanto Syahfutra, MSi Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Akhiruddin Maddu, MSi Ketua Departemen

(6)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2012 ini ialah film BST, dengan judul Rancang Bangun Alat Ukur Kadar Larutan Glukosa Berbasis Film Barium Stronsium Titanat (BST).

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Irzaman dan Bapak Heriyanto Syahfutra MSi selaku pembimbing, Bapak Hanedi Darmasetiawan MS selaku editor yang telah membantu menyempurnakan penulisan skripsi, serta Bapak Moh Nur Indro MSc yang telah turut memberikan masukan dan saran dalam menyempurnakan skripsi. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, April 2013

(7)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vi PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 1 Perumusan Masalah 1 Hipotesis 1 TINJAUAN PUSTAKA 2

Barium Stronsium Titanat (BST) 2

Fotodioda 2

Hukum Beer-Lambert 2

Penguat Operational (Operational Amplifier) 4

Penguat inverting 4

Penguat non-inverting 4

Penguat diferensial 5

BAHAN DAN METODE 7

Tempat dan Waktu Penelitian 8

Alat dan Bahan 8

Metode Penelitian 8

Membangun rangkaian catudaya 8

Pengujian rangkaian jembatan wheatstone 8

Pengujian rangkaian penguat diferensial 8

Pengujian rangkaian penguat non-inverting 8

Pengujian rangkaian tapis lolos rendah 8

Pengukuran kadar larutan glukosa 8

Pengujian alat 9

HASIL DAN PEMBAHASAN 9

Rangkaian Catudaya 9

Rangakain Jembatan Wheatstone 9

Rangkaian Penguat Diferensial 10

Rangkaian Penguat Non-inverting 12

Rangkaian Tapis Lolos Rendah 13

Pengukuran Kadar Larutan Glukosa 14

Hasil Pengujian Alat 15

SIMPULAN DAN SARAN 17

Simpulan 17

Saran 18

DAFTAR PUSTAKA 19

(8)

DAFTAR TABEL

1 Hasil uji sensor cahaya berbasis film BST menggunakan rangkaian jembatan

wheatstone 10

2 Hasil uji sensor cahaya berbasis film BST menggunakan rangkaian penguat

diferensial 11

3 Hasil uji sensor cahaya berbasis film BST menggunakan rangkaian penguat

non-inverting 13

4 Hasil uji sensor cahaya berbasis film BST menggunakan rangkaian tapis lolos

rendah 14

5 Hasil pengukuran kadar larutan glukosa dari kadar rendah ke tinggi

menggunakan sensor BST 15

6 Hasil pengukuran kadar larutan glukosa dari kadar tinggi ke rendah

menggunakan sensor BST 15

DAFTAR GAMBAR

1 Penampang melintang fotodioda 2

2 Rangkaian penguat inverting 5

3 Rangkaian penguat non-inverting 5

4 Rangkaian penguat diferensial 5

5 Bagan alur penelitian secara keseluruhan 7

6 Sensor cahaya berbasis film BST menggunakan rangkaian jembatan

wheatstone 9

7 Sensor cahaya berbasis film BST menggunakan rangkaian penguat

diferensial 11

8 Sensor cahaya berbasis film BST menggunakan rangkaian penguat

non-inverting 12

9 Sensor cahaya berbasis film BST menggunakan rangkaian tapis lolos

rendah 13

10 Hubungan tegangan keluaran terhadap kadar larutan glukosa menggunakan

sensor BST 16

11 Spektrum transmitansi larutan glukosa terhadap panjang gelombang

menggunakan alat spektrofotometer 16

(9)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ferroelektrik merupakan komponen penting dalam aplikasi teknologi. Komponen dasar film ferroelektrik banyak digunakan untuk berbagai macam sensor, aplikasi actuator dan tunable microwave circuits.1 Hal tersebut dikarenakan ferroelektrik memiliki sifat yang khas yakni sifat hysteresis dan konstanta dielektrik yang tinggi. Salah satu material ferroelektrik yang banyak dikembangkan adalah barium stronsium titanat (BST). BST merupakan material turunan dari barium titanat.2

Dalam penelitian ini BST diaplikasikan sebagai sensor cahaya pada alat pengukur kadar larutan dalam hal ini larutan glukosa dengan memanfaatkan fenomena opto-electric dari material BST. Perancangan sistem pengukur kadar larutan glukosa ini menggunakan komponen-komponen utama berupa sensor cahaya film, dan pengkondisi sinyal. Kemudian dari sistem tersebut diuji sensitivity, dan hysteresis.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini yaitu merancang alat ukur kadar larutan glukosa yang sederhana dengan komponen sensor film BST, dan rangkaian pengkondisi sinyal.

Perumusan Masalah

Apakah BST dapat membedakan intensitas cahaya yang diterima dari perbedaan kadar larutan glukosa yang sesuai dengan kadar gula darah dalam tubuh manusia?

Hipotesis

BST dapat membedakan intensitas cahaya yang diterima dari perbedaan larutan glukosa yang sesuai dengan kadar gula darah dalam tubuh manusia dan hewan.

(10)

2

TINJAUAN PUSTAKA

Barium Stronsium Titanat (BST)

Film BST merupakan salah satu material ferroelektrik yang memiliki sifat

opto-electric. Jika film BST diberikan cahaya menjadikan film tersebut menjadi

lebih konduktif. Terjadinya sifat konduktif pada film karena energi foton dari luar yang diserap oleh elektron. Pada pita valensi sebagian elektron yang tidak berekombinasi dapat pindah (eksitasi) menuju pita konduksi dan kemudian dapat menghasilkan arus listrik serta dapat mempersempit celah antara pita valensi dan pita konduksi akibat difusi elektron tersebut, sehingga saat diberikan cahaya film menjadi lebih cepat mencapai tegangan knee dan memiliki arus yang lebih besar. Dengan adanya perubahan tersebut, film BST memiliki respon yang baik terhadap cahaya atau dapat sebagai device fotodioda.3

Fotodioda

Fotodioda adalah suatu semikonduktor sensor cahaya yang menghasilkan arus atau tegangan ketika sambungan p-n dikenai oleh cahaya.2 Pada Gambar 1 memperlihatkan penampang bagian fotodioda. Fotodioda memiliki daerah permukaan aktif yang ditumbuhkan di atas permukaan substrat, yang pada akhirnya menghasilkan persambungan p-n. Ketebalan lapisan yang ditumbuhkan biasanya memiliki ketebalan 1 μm atau lebih kecil lagi dan pada daerah persambungan lapisan-p dan lapisan-n terdapat daerah deplesi. Daerah spektral dan frekuensi aktif dari fotodioda bergantung pada ketebalan lapisan atau bahan pendadah.3

(11)

3

Hukum Beer-Lambert

Absorbsi cahaya oleh suatu molekul merupakan suatu bentuk interaksi antara gelombang cahaya (foton) dan atom atau molekul. Energi cahaya diserap oleh atom atau molekul dan digunakan oleh elektron di dalam atom atau molekul tersebut untuk bertransisi ke tingkat energi elektronik yang lebih tinggi. Absorbsi hanya terjadi jika selisih kedua tingkat energi elektronik tersebut (ΔE = E2 – E1)

bersesuaian dengan energi cahaya (foton) yang datang.5

Besar penyerapan cahaya (absorbansi) dari suatu kumpulan atom atau molekul dinyatakan oleh hukum Beer-Lambert. Hukum Lambert menyatakan bahwa proporsi berkas cahaya datang yang diserap oleh suatu bahan atau medium tidak bergantung pada intensitas berkas cahaya yang datang. Hukum Lambert ini tentunya hanya berlaku jika di dalam bahan atau medium tersebut tidak ada reaksi kimia ataupun proses fisis yang dapat dipicu atau diimbas oleh berkas cahaya datang tersebut. Dalam hal demikian, intensitas cahaya yang keluar setelah melewati bahan atau medium. Hukum Beer menyatakan bahwa absorbansi cahaya berbanding lurus dengan konsentrasi dan ketebalan bahan atau medium.5

Misalkan seberkas cahaya terkolimasi melintas dalam arah +x dan misalkan melewati selembar medium tipis dengan ketebalan Δx. Berkas cahaya yang datang pada medium dengan daya Po dan yang menembus medium dengan daya P’. Pada

saat melintasi medium, fraksi cahaya tertentu ΔP hilang. Besarnya daya cahaya yang hilang sebanding dengan Po, ketebalan medium dan sebuah konstanta

kesebandingan yang disebut absorptivitas (α).5 𝑃′− 𝑃

0 = ∆𝑃 = 𝑃0𝛼∆𝑥 (1)

Absorptivitas atau koefisien absorpsi (α) merupakan karakteristik material dan juga fungsi panjang gelombang.5

Selanjutnya asumsikan medium dibuat menjadi sangat tipis (infinitesimal), masing-masing dengan ketebalan dx. Dengan demikian di dalam masing-masing irisan (slice) fraksi cahaya yang hilang adalah dP, dan persamaan (1) menjadi:5

(𝑑𝑃

𝑃0) = −𝛼𝑑𝑥 (2)

untuk memperoleh kehilangan daya cahaya total di dalam medium dengan ketebalan x, integrasikan persamaan (2) antara batas-batas P dan x.5

∫ 𝑑𝑃𝑃 0 𝑃′ 𝑃0 = −𝛼 ∫ 𝑑𝑥 𝑥 0 (3)

sehingga diperoleh persamaan ln (𝑃′ 𝑃0) = −𝛼𝑥 (4) dan 𝑃′ 𝑃0 = 𝑒 −𝛼𝑥 (5)

jika medium penyerap berupa larutan, konsentrasi larutan c (dalam gram atau mol per liter) harus dilibatkan juga, sehingga persamaan (5) menjadi:5

(12)

4

𝑃′ = 𝑃

0𝑒−𝛼𝑥𝑐 (6)

yang merupakan Hukum Beer-Lambert. Untuk penggunaan praktis, lebih mudah menggunakan Logaritma berbasis 10 daripada e.5

Tranmitansi (T) didefinisikan sebagai rasio daya radian yang ditransmisikan melewati sample terhadap daya cahaya datang, yang diukur pada panjang gelombang yang sama.5

𝑇 =𝑃′

𝑃0 (7)

Absorbansi (A) didefinisikan sebagai logaritma berbasis 10 dari kebalikan transmitansi.5

𝐴 = log10(1

𝑇) (8)

Penguat Operasional (Operational Amplifier)

Penguat operasional merupakan suatu rangkaian penguat diferensial yang ciri tanggapannya secara eksternal diatur oleh umpan balik dari keluaran ke masukan. Penguat operasional memiliki dua masukan yaitu, masukan inverting dan

non-inverting. Masukan minus adalah masukan inverting, isyarat yang masuk pada

terminal akan mengalami pergeseran fase 1800 pada isyarat keluarannya. Masukan positif adalah masukan non-inverting, isyarat yang masuk pada terminal ini fase keluarannya sama dengan fase masukannya.6

Secara umum penguat operasional memiliki ciri-ciri yaitu memiliki dua masukan dan satu keluaran, impedansi masukan tinggi, impedansi keluran rendah, penguatan (gain) tinggi, bandwith (lebar pita frekuensi) yang besar, dapat dikonfigurasi dengan umpan balik dan tegangan keluaran sama dengan nol bila kedua tegangan masukannya sama.6

Penguat inverting

Penguat inverting merupakan suatu penguat yang tegangan keluarannya (Vout) mempunyai polaritas yang tidak sama dengan tegangan masukannya (Vin).7

Skema rangkaian penguat inverting ditunjukkan pada Gambar 2 dan memiliki persamaan umum:

𝑉𝑜𝑢𝑡 = −𝑅𝑓

𝑅𝑖𝑛𝑉𝑖𝑛 (9)

Penguat non-inverting

Penguat non-inverting merupakan suatu penguat yang tegangan keluarannya (Vout) mempunyai polaritas yang sama dengan tegangan masukan (Vin).7 Skema

rangkaian penguat non-inverting ditunjukkan pada Gambar 3 dan memiliki persamaan umum:

𝑉𝑜𝑢𝑡 = 𝑉𝑖𝑛(1 +𝑅2

(13)

5

Gambar 2 Rangkaian penguat inverting

Gambar 3 Rangkaian penguat non-inverting

Gambar 4 Rangkaian penguat diferensial

Penguat diferensial

Penguat diferensial merupakan suatu penguat dimana tegangan keluaran (Vout) merupakan selisih antara kedua tegangan masukan pada inverting maupun non-inverting.7 Skema rangkaian penguat diferensial ditunjukkan pada Gambar 4 dan memiliki rumus umum:

𝑉𝑜𝑢𝑡 = (𝑅𝑓+𝑅1)𝑅𝑔

(𝑅𝑔+𝑅2)𝑅1𝑉2− 𝑅𝑓

𝑅1𝑉1 (11)

jika R1 = R2 dan Rf = Rg maka tegangan keluaran penguat diferensial adalah:

𝑉𝑜𝑢𝑡 = 𝑅𝑓

𝑅1(𝑉2− 𝑉1) (12)

Terminologi Sensor

Sensor dan teknologi lainnya yang sejenis harus dipahami sebelum dapat digunakan. Beberapa hal penting yang harus ada dalam sensor mencakup range,

accuracy, sensitivity dan resolution.8 Range merupakan nilai minimum dan

maximum suatu parameter yang dapat diukur oleh sensor.8 Accuracy adalah

perbedaan maximum antara nilai aktual (yang diukur dengan alat standar) dengan nilai yang ditunjukkan oleh keluaran sensor.8 Sensitivity adalah minimum input dari

(14)

6

suatu parameter yang dapat mengubah besarnya output yang terdeteksi oleh sensor.8

Resolution adalah deteksi perubahan terkecil dari parameter input yang dapat

terdeteksi pada sinyal output.8

Sedangkan hal penting yang harus ada pada sensor cahaya mencakup reverse

voltage, photocurrent, power dissipation, operating temperature, storage temperature, peak sensitivity wavelength, dark current, rise time, dan fall time.9 Reverse storage merupakan tegangan yang diberikan diantara katoda dan anoda.9 Photocurrent merupakan arus yang mengalir diantara katoda dan anoda ketika

diberikan cahaya.9 Power dissipation merupakan daya yang hilang diantara katoda dan anoda.9 Operating temperature merupakan rentang temperatur yang bekerja saat beroperasi normal.9 Storage temperature merupakan rentang temperatur pada saat sensor menyimpan data.9 Peak sensitivity wavelength merupakan panjang gelombang cahaya ketika sensitivitas mencapai nilai maksimum.9 Dark current merupakan arus diantara katoda dan anoda ketika diterapkannya panjar mundur saat kondisi gelap.9 Rise time merupakan waktu yang dibutuhkan untuk menaikkan

keluaran dari 10% ke 90% ketika diberikan cahaya.9 Fall time merupakan waktu yang dibutuhkan untuk menurunkan keluaran dari 90% ke 10% ketika tidak diberikan cahaya.9

(15)

7

BAHAN DAN METODE

Gambar 5 Bagan alur penelitian secara keseluruhan

Pemilihan Film BST sebagai Sensor Cahaya

Pengujian Rangkaian Jembatan Wheatstone Ada Respon? Ada Respon Pengujian Rangkaian Penguat Diferesial Pengujian Rangkaian Penguat Non-inverting

Pengujian Rangkaian Tapis Lolos Rendah

Pengolahan Data

Penulisan Skripsi

Selesai

(16)

8

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisika Material dan Biofisika Departemen Fisika, FMIPA IPB dari bulan Mei 2012 sampai Februari 2013.

Alat dan Bahan

Bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sensor cahaya film BST, IC Op-Amp, kawat atau kabel, timah, aquades, glukosa cair, kapasitor, potensiometer, catu daya dan resistor. Sedangkan alat yang akan digunakan adalah solder, PCB IC.

Metode Penelitian

Membangun rangkaian catudaya

Catudaya yang digunakan mungkin tidak stabil, oleh karena itu harus digunakan IC regulator 7805 agar keluaran tegangan yang dihasilkan lebih stabil.

Pengujian rangkaian jembatan wheatstone

Pengujian rangkaian jembatan wheatstone dilakukan dengan cara membandingkan tegangan keluaran antara kondisi sensor BST tidak mendapatkan sumber cahaya (gelap) dengan kondisi sensor BST mendapatkan sumber cahaya (terang). Sumber cahaya yang digunakan adalah sebuah LED dengan kemampuan

Super Bright. Hasil keluaran tegangan ujung-ujung jembatan wheatstone kemudian

akan menjadi tegangan masukan pada rangkaian penguat diferensial.

Pengujian rangkaian penguat diferensial

Pengujian rangkaian penguat diferensial dilakukan dengan cara mengukur perbandingan tegangan pada masukan non-inverting dengan tegangan pada masukan inverting. Hasil keluaran tersebut kemudian dihitung besarnya penguatan tegangan.

Pengujian rangkaian penguat non-inverting

Pengujian ini dilakukan dengan cara mengukur keluaran dari rangkaian penguat non-inverting terhadap pengukuran larutan glukosa.

Pengujian rangkaian tapis lolos rendah

Pengujian ini dilakukan dengan cara membandingkan keluaran dari rangkaian penguat non-inverting yang biasanya masih mengandung noise dengan keluaran dari rangkaian tapis lolos rendah.

Pengukuran kadar larutan glukosa

Uji konsentrasi larutan gula dilakukan dengan berbagai variasi nilai mulai dari kadar gula darah untuk orang yang kekurangan gula darah, orang yang normal kadar gula darahnya hingga yang kelebihan gula darah dan setiap nilai dilakukan tiga kali ulangan. Pengukuran dilakukan dengan dua arah, arah yang pertama adalah mengukur kadar larutan glukosa dari rendah ke tinggi, dan arah yang kedua adalah mengukur kadar larutan glukosa dari tinggi ke rendah. Setiap kadar larutan glukosa dilakukan tiga kali ulangan pengukuran.

(17)

9

Pengujian alat

Pengujian rangkaian dilakukan dengan mencari nilai sensitivitas (sensitivity), dan histerisis (hysteresis). Sehingga akan dapat diambil kesimpulan apakah sensornya sensitif dan tepat pengukurannya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil dan pembahasan sensor BST hanya dibatasi pada sensitivity, dan

hysteresis. Kajian mendalam mengenai karakteristik sensor BST untuk analisis sensitivity dan hysteresis sensor berbasis sistem elektronik dibahas dalam subbab di

bawah ini.

Rangkaian Catudaya

Catudaya yang digunakan berupa catudaya portable yang kurang baik sehingga tegangan yang dihasilkan tidak stabil. Oleh karena itu digunakan rangkaian regulator agar tegangan yang dihasilkan lebih stabil. Rangkaian regulator ini menggunakan IC regulator 7805.

Rangkaian Jembatan Wheatstone

Pengujian rangkaian jembatan wheatstone dilakukan dengan cara memperlakukan BST tanpa diberikannya cahaya dalam arti kondisi gelap sampai kondisi terang dengan rangkaian seperti pada Gambar 6. Dari perlakuan tersebut didapatkan data yang terdapat pada Tabel 1.

Gambar 6 Sensor cahaya berbasis film BST menggunakan rangkaian jembatan wheatstone

(18)

10

Tabel 1 Hasil uji sensor cahaya berbasis film BST menggunakan rangkaian jembatan wheatstone

Kondisi Tegangan keluaran

V1 (volt) V2 (volt)

Gelap 1.69 1.80

Terang 1.65 1.80

Dari data yang didapatkan ada selisih antara kondisi gelap dengan kondisi terang, selisih yang didapatkan sebesar 0.04 V atau 40 mV. Artinya sensor BST yang digunakan bisa membedakan perbedaan kondisi gelap dan terang sampai 40 mV.

Rangkaian Penguat Diferensial

Pada pengujian rangkaian penguat diferensial seperti yang terlihat pada Gambar 7 menggunakan empat buah hambatan, nilai masing-masing hambatan tersebut adalah R1 = R2 = R3 = R4 = 100 kΩ dengan besar toleransi adalah 1%.

Semua resistor menggunakan nilai toleransi sebesar 1 % dikarenakan agar nilai penguatan tidak menyimpang terlalu jauh dari perhitungan dengan persamaan 13.

Dari pengujian akan didapatkan masukan tegangan inverting maupun

non-inverting, kemudian selisih masukan tegangan tersebut akan dikuatkan. Besarnya

penguatan bergantung dari perbandingan hambatan yang digunakan yakni perbandingan R1, R2, R3, dan R4. Rumusan besarnya penguatan rangkaian

diferensial adalah: 𝑉𝑜𝑢𝑡 = (𝑅4+𝑅1)𝑅3 (𝑅3+𝑅2)𝑅1𝑉2− 𝑅4 𝑅1𝑉1 (13)

karena R1 = R2 = R3 = R4 maka persamaan 13 menjadi:

𝑉𝑜𝑢𝑡 = 𝑉2− 𝑉1 (14)

Dari pengujian yang dilakukan didapatkan hasil yang ada pada Tabel 2. Dari hasil pengujian didapatkan selisih tegangan masukan sebesar 0.11 V dan 0.15 V yang merupakan nilai perhitungan berdasarkan persamaan 14, sedangkan tegangan keluaran untuk kondisi gelap sebesar 0.102 V – 0.119 V dan untuk kondisi terang sebesar 0.146 V – 0.154 V merupakan nilai dari pengukuran langsung. Dengan melihat perbandingan dari dua parameter tersebut dapat dilihat bahwa besarnya penguatan sekitar 1 kali. Dari data Vout baik kondisi gelap maupun terang tidak

mendapatkan hasil yang tetap dikarenakan masih adanya noise, sehingga hasil yang didapatkan berupa range.

Pengujian rangkaian penguat diferensial masih menggunakan penguatan sebesar satu kali. Hal ini dikarenakan untuk menjaga agar tegangan V2 dan V1 masih

sama dengan atau mendekati nilai tegangan keluaran dari rangkaian jembatan wheatstone, atau untuk menjaga agar tidak terjadi tegangan jatuh.

(19)

11

Gambar 7 Sensor cahaya berbasis film BST menggunakan rangkaian penguat diferensial

Tabel 2 Hasil uji sensor cahaya berbasis film BST menggunakan rangkaian penguat diferensial

Kondisi Tegangan masukan Vout (volt) Selisih tegangan masukan (volt)

V1 (volt) V2 (volt)

Gelap 1.69 1.80 0.102-0.119 0.11

Terang 1.65 1.80 0.146-0.154 0.15

Tegangan masukan (Vcc) ke IC LM358 adalah sebesar +5 V artinya IC

tersebut hanya bisa membaca selisih tegangan input ke masukan inverting (V1) dan non-inverting (V2) lebih besar atau sama dengan 0 V, artinya nilai akhir dari

persamaan 14 haruslah positif. Oleh karena itu tegangan keluaran dari BST dijadikan sebagai tegangan masukan inverting (V1) agar memenuhi syarat V2 ≥ V1

dari persamaan 14. Jika tegangan keluaran dari BST dijadikan sebagai tegangan masukan non-inverting (V2) maka hasil dari persamaan 14 adalah negatif,

sedangkan IC LM358 hanya bisa membaca nilai postif saja maka hasilnya tidak akan sesuai dengan persamaan 14.

(20)

12

Rangkaian Penguat Non-inverting

Gambar 8 Sensor cahaya berbasis film BST menggunakan rangkaian penguat

non-inverting

Pada pengujian rangkaian penguat non-inverting dapat dilihat pada Gambar 8 menggunakan dua buah hambatan, nilai masing-masing hambatan tersebut adalah R8 = 1 kΩ dan R7 = 100 Ω dengan besar toleransi adalah 1%. Semua resistor

menggunakan nilai toleransi sebesar 1 % dikarenakan agar nilai penguatan tidak menyimpang terlalu jauh dari perhitungan dengan persamaan 15.

Hasil tegangan keluaran dari rangkaian penguat diferensial akan menjadi tegangan masukan non-inverting (Vin) pada rangkaian penguat non-inverting,

kemudian akan dikuatkan berdasarkan perbandingan hambatan yang digunakan. Besarnya penguatan pada rangkaian penguat non-inverting adalah

𝑉𝑜𝑢𝑡 = 𝑉𝑖𝑛(1 +𝑅8

𝑅7) (15)

sehingga besarnya penguatan menjadi sebelas kali dari tegangan masukan.

Dari pengujian yang didapatkan hasil pengujian yang ada pada Tabel 3. pengujian dilakukan dengan cara mengukur tegangan keluaran terhadap kadar larutan glukosa. Tegangan keluaran diukur dari kadar larutan glukosa 20 mg/dL sampai 180 mg/dL. Rentang kadar larutan glukosa yang diujikan berdasarkan data dari The American Diabetes Association (ADA) untuk kadar gula darah normal manusia adalah 90 – 130 mg/dL,10 sedangkan pengujian kadar larutan glukosa di

bawah 90 mg/dL adalah untuk pengujian terhadap penderita kekurangan gula darah (hipoglikemia) dan pengujian kadar larutan glukosa di atas 130 mg/dL adalah untuk pengujian terhadap penderita kelebihan gula darah (hiperglikemia).

(21)

13

Tabel 3 Hasil uji sensor cahaya berbasis film BST menggunakan rangkaian

non-inverting

Kadar larutan glukosa (mg/dL) Vout (volt)

20 1.819 - 1.827 40 1.810 - 1.821 70 1.785 - 1.797 100 1.702 - 1.709 130 1.679 - 1.689 140 1.582 - 1.591 160 1.531 - 1.540 180 1.469 - 1.479

Dari persamaan 15 dengan hambatan masing-masing yang digunakan sebesar 1 kΩ dan 100 Ω maka didapatkan penguatan sebesar sebelas kali. Jika dibandingkan dengan data hasil uji rangkaian penguat diferensial pada Tabel 2 maka ada penguatan sekitar sebelas kali.

Rangkaian Tapis Lolos Rendah

Dari hasil pengujian yang dilakukan dengan rangkaian penguat non-inverting (Tabel 3) terlihat bahwa masih ada noise yang membuat Vout menjadi tidak tepat.

Oleh karena itu dibutuhkan suatu tapis agar noise yang tidak diinginkan dapat dihilangkan, tapis yang digunakan untuk pengujian ini adalah tapis lolos rendah. Pada penelitian ini tidak menggunakan tapis lolos tinggi karena tapis lolos tinggi meloloskan frekuensi tinggi dan menghilangkan frekuensi rendah, sedangkan data yang sebenarnya (bukan noise) berada pada frekuensi rendah, sehingga jika menggunakan tapis lolos tinggi maka tidak akan mendapatkan data.

Gambar 9 Sensor cahaya berbasis film BST menggunakan rangkaian tapis lolos rendah

(22)

14

Tabel 4 Hasil uji sensor cahaya berbasis film BST menggunakan rangkaian tapis lolos rendah

Kadar larutan glukosa (mg/dL) Vout (volt)

20 1.832 40 1.814 70 1.789 100 1.706 130 1.683 140 1.586 160 1.535 180 1.473

Hasil tegangan keluaran dari rangkaian penguat non-inverting kemudian akan menjadi tegangan masukan ke rangkaian tapis lolos rendah. Dalam rangkaian tapis lolos rendah ini digunakan kapasitor sebesar 100 µF dan potensiometer sebesar 500 kΩ. Penggunaan potensiometer dimaksudkan untuk mengatur besarnya frekuensi yang ingin diloloskan. Besarnya frekuensi untuk rangkaian tapis lolos rendah adalah:

𝑓𝑐 = 1

2𝜋𝑅𝐶 (16)

dengan memasukkan nilai R = 500 kΩ dan C = 100 µF maka didapatkan nilai fc sebesar 0.003185 Hz.

Dari pengujian terhadap rangkaian tapis lolos rendah didapatkan data yang terdapat pada Tabel 4. Hasil pengujian yang dilakukan terlihat bahwa Vout

mendapatkan hasil yang tetap (tidak berupa rentang) artinya noise yang ada pada rangkaian sebelumnya telah hilang, sehingga bisa didapatkan tegangan keluaran yang tepat terhadap perubahan kadar larutan glukosa.

Pengukuran Kadar Larutan Glukosa

Pengukuran kadar larutan glukosa dilakukan dengan dua arah, arah pertama mengukur kadar larutan glukosa dari kadar rendah ke kadar tinggi, dan arah kedua mengukur kadar larutan glukosa dari kadar tinggi ke rendah. Pengukuran dilakukan dua arah untuk mengetahui sifat hysteresis sensornya, apakah ada penyimpangan hasil pengukuran dengan arah terbalik.

Pengukuran kadar larutan glukosa dari kadar rendah ke tinggi didapatkan hasil yang ada pada Tabel 5 dan pengukuran kadar larutan glukosa dari kadar tinggi ke rendah didapatkan hasil yang ada pada Tabel 6.

(23)

15

Tabel 5 Hasil pengukuran kadar larutan glukosa dari kadar rendah ke tinggi menggunakan sensor BST

Kadar larutan glukosa (mg/dL) Vout (volt) Rata-rata Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 20 1.823 1.820 1.820 1.821 40 1.814 1.806 1.811 1.810 70 1.789 1.794 1.774 1.786 100 1.706 1.724 1.711 1.714 130 1.683 1.697 1.692 1.691 140 1.586 1.588 1.605 1.593 160 1.535 1.525 1.535 1.532 180 1.473 1.488 1.472 1.478

Tabel 6 Hasil pengukuran kadar larutan glukosa dari kadar tinggi ke rendah menggunakan sensor BST

Kadar larutan glukosa (mg/dL) Vout (volt) Rata-rata Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 180 1.462 1.448 1.458 1.456 160 1.545 1.558 1.555 1.553 140 1.611 1.628 1.616 1.618 130 1.670 1.663 1.688 1.674 100 1.737 1.758 1.748 1.748 70 1.774 1.775 1.780 1.776 40 1.791 1.800 1.795 1.795 20 1.822 1.816 1.823 1.820

Pengukuran kadar larutan glukosa baik yang diukur dari kadar rendah ke tinggi maupun sebaliknya dilakukan tiga kali ulangan pengukuran, kemudian dari hasil tiga kali pengukuran tersebut dicari nilai rata-ratanya. Nilai rata-rata Vout

tersebut yang akan menjadi nilai ukur kadar larutan glukosa.

Hasil Pengujian Alat

Hasil pengukuran kadar larutan glukosa baik yang dari kadar rendah ke tinggi maupun sebaliknya diplot ke dalam grafik yang merupakan inti pembahasan dari sensor BST tetapi hanya dibatasi pada sensitivity dan hysteresis yang tertera dalam Gambar 10. Berdasarkan data Tabel 5 dan 6, nilai kadar larutan glukosa menjadi nilai untuk sumbu-x dan nilai rata-rata Vout menjadi nilai sumbu-y. Hasil plot grafik

(24)

16

Gambar 10 Hubungan tegangan keluaran terhadap kadar larutan glukosa menggunakan sensor BST

Gambar 11 Spektrum transmitansi larutan glukosa terhadap panjang gelombang menggunakan alat spektrofotometer

Gambar 10 memperlihatkan bahwa nilai slope untuk pengukuran kadar larutan glukosa dari rendah ke tinggi sebesar -0.0022 artinya setiap penambahan 1 mg/dL larutan glukosa maka akan mengurangi nilai tegangan keluaran sebesar 0.0022 V, sedangkan nilai slope untuk pengukuran kadar larutan glukosa dari tinggi ke rendah sebesar -0.0021 artinya setiap penambahan 1 mg/dL larutan glukosa maka akan mengurangi nilai tegangan keluaran sebesar 0.0021 V. Berdasarkan

y = -0.0022x + 1.9062 R² = 0.9155 y = -0.0021x + 1.903 R² = 0.8931 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 Te gan gan kelua ra n ala t u ku r (v o lt)

Kadar larutan glukosa (mg/dL) Pengukuran glukosa dari kadar rendah ke tinggi Pengukuran glukosa dari kadar tinggi ke rendah Linear (Pengukuran glukosa dari kadar rendah ke tinggi) Linear (Pengukuran glukosa dari kadar tinggi ke rendah)

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 470 490 510 530 550 570 590 610 630 650 670 690 710 730 750 Tra n sm ita n si (% ) Panjang gelombang (nm)

Transmitansi larutan glukosa

Kadar Larutan Glukosa 40 mg/dL Kadar larutan glukosa 70 mg/dL Kadar larutan glukosa 180 mg/dL

(25)

17

slope Gambar 10 menunjukkan sensitivity sensor BST terhadap larutan glukosa

sudah peka.

Suatu hasil pengujian dikatakan linier jika hubungan nilai keluaran terhadap masukan mengikuti persamaan garis lurus. Gambar 10 memperlihatkan bahwa respon rangkaian mendekati linier dengan nilai koefisien korelasi (R2) untuk

pengukuran kadar larutan glukosa dari rendah ke tinggi sebesar 0.9155, sedangkan nilai koefisien korelasi (R2) untuk pengukuran kadar larutan glukosa dari tinggi ke rendah sebesar 0.8931.

Hysteresis dilihat berdasarkan perubahan parameter masukan terhadap arah

pengukuran. Gambar 10 memperlihatkan bahwa arah pengukuran baik dari kadar larutan glukosa rendah ke tinggi maupun sebaliknya menghasilkan tegangan keluaran yang tidak berbeda jauh, artinya rangkaian bekerja cukup baik dengan metode pengukuran yang bolak-balik (dua arah).

Gambar 11 memperlihatkan bahwa adanya perbedaan nilai transmitansi dari kadar larutan glukosa 40 mg/dL, 70 mg/dL, dan 180 mg/dL. Jika kadar larutan glukosa rendah maka nilai transmitansi tinggi. Jika kadar larutan glukosa semakin tinggi maka nilai transmitansi akan berkurang. Hal ini dibuktikan dengan grafik transmitansi dengan kadar larutan glukosa sebesar 180 mg/dL yang mengalami penurunan jika dibandingkan dengan grafik transmitansi dengan kadar glukosa sebesar 70 mg/dL.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Dari hasil pengujian rangkaian jembatan wheatstone didapatkan bahwa sensor cahaya berbasis film BST sudah dapat membedakan kondisi gelap dan kondisi terang yang ditunjukkan dari perbedaan tegangan keluaran yang dihasilkannya.

Dari hasil pengujian rangkaian penguat diferensial didapatkan bahwa sensor cahaya berbasis film BST menghasilkan noise yang ditunjukkan dari hasil tegangan keluaran yang berupa rentang. Selain itu juga pengujian ini menghasilkan tegangan jatuh sehingga penguatan yang digunakan hanya sebesar satu kali.

Dari hasil pengujian rangkaian penguat non-inverting didapatkan bahwa tegangan keluaran dapat dikuatkan sebesar sebelas kali dan tidak terjadi tegangan jatuh, tetapi masih terdapat noise yang ditunjukkan dari tegangan keluaran yang berupa rentang.

Dari hasil pengujian tapis lolos rendah didapatkan bahwa tidak adanya lagi

noise yang ditunjukkan dari tegangan keluaran yang berupa hasil tetap (tidak berupa

rentang) dengan frekuensi cut-off sebesar 0.003185 Hz.

Dari hasil pengujian alat terhadap kadar larutan glukosa dari 20 sampai dengan 180 mg/dL menunjukkan hasil yang baik dengan didapatkannya nilai slope sebesar -0.0022 pada pengukuran kadar larutan glukosa dari rendah ke tinggi dan nilai slope sebesar -0.0021 pada pengukuran kadar larutan glukosa dari tinggi ke rendah. Selain itu alat ukur ini memiliki respon rangkaian mendekati linier dengan

(26)

18

didapatkannya nilai koefisien korelasi (R2) pada pengukuran kadar larutan glukosa dari rendah ke tinggi sebesar 0.9155 dan nilai koefisien korelasi (R2) pada pengukuran kadar larutan glukosa dari tinggi ke rendah sebesar 0.8931. Dari perlakuan uji dengan cara pengukuran dua arah didapatkan sensitivity, dan

hysteresis yang baik dengan ditunjukkannya beberapa titik data tegangan keluaran

alat ukur yang berkecenderungan sama, maka dapat disimpulkan sensitivity dan

hysteresis sensor BST terhadap kadar larutan glukosa dalam darah sudah peka. Saran

Alat ukur kadar larutan glukosa yang sederhana dengan komponen sensor film BST ini sangat responsif terhadap perubahan kadar larutan glukosa dalam darah yang rendah, sehingga alat ukur ini kelak di kemudian hari dapat diteliti lebih dalam lagi terutama pengujian dan pembahasan tentang range, accuracy, dan

(27)

19

DAFTAR PUSTAKA

1. Setter N, Damjanovic D, Eng L, Fox G, Gevorgian S, Hong S, Kingon A, Kohlstedt H, Park N Y, Stephenson G B et al. Ferroelectric thin film: review of materials, properties, and applications. J of Apllied Physics 2006; 100. 2. Hamamatsu. Photodiode technical informatif [Internet]. [diunduh 2011 April

5]. Tersedia pada:

http://www.ligo.caltech.edu/~ethrane/Resources/sensors/photodiode_technica l_information.pdf.

3. Huriawati F. Sintesis film BST didadah niobium dan tantalum serta aplikasinya sebagai sensor cahaya. [tesis]. Bogor (ID): IPB Pr. 2009.

4. Arief A, Irzaman, M. Dahrul, H. Syahfutra. Uji arus-tegangan film tipis Br0,5Sr0,5TiO3 dengan pendadah niobium penta oksida sebagai sensor cahaya. Prosiding Seminar Nasional Fisika. 2010. hlm 205-212.

5. Maddu A. Pedoman Praktikum Eksperimen Fisika II. Bogor: Departemen Fisika IPB; 2009.

6. Arif A. Penuntun Praktikum Elektronika Lanjut. Bogor: Departemen Fisika IPB; 2007.

7. Bishop O. Dasar-dasar Elektronika Seri Pendidikan Profesi Elektro. Jakarta: Erlangga; 2009.

8. Carr Joseph J. Sensors and Circuits: Sensors, Transducers, and Supporting

Circuits for Electronic Instrumentazion, Measurement, and Control. New

Jersey: TR Prentice Hall; 1993.

9. Panasonic Corporation. Photo IC type high sensitive light sensor. Automation

Controls Business Unit. 2012. hlm 18-22.

10. David A Scott, Diane E Renaud, Sathya Krishnasamy, Pinar Meric, Nurcan Buduneli, Svetki Cetinkalp, Kan-Zhi Liu. Diabetes-related molecular signatures in infrared spectra of human saliva. Diabetology and Metabolic

Syndrome 2010; 2:48.

11. Syahfutra H, Irzaman, Darmasetiawan H, Hardhienata H, Huriawati F, Hikam M, Arifin P. Penumbuhan film tipis BST di atas substrat Si (100) tipe-p untuk aplikasi sensor cahaya. Prosiding Seminar Nasional Sains II; 2009 Nov 14; Bogor, Indonesia. Nanosains dan Material. 2009. hlm 216-224.

12. Irzaman, Syahfutra H, Darmasetiawan H, Hardhienata H, Erviansyah R, Huriawati F, Akhiruddin, Hikam H, Arifin P. Electrical properties of photodiode Ba0.25Sr0.75TiO3 (BST) thin film doped with ferric oxide on p-type

Si (100) substrate using chemical solution deposition method. Atom Indonesia 2011; 37(3):133-138.

13. Irzaman, Darmasetiawan H, Hardhienata H, Hikam H, Arifin P, Jusoh S N, Taking S, Jamal Z, Idris M A. Surface roughness and grain size characterization of annealing temperature effect for growth gallium and tantalum doped Ba0.5Sr0.5TiO3 thin film. Atom Indonesia 2009; 35(1):57-67.

14. Irzaman, Maddu A, Syahfutra H, Ismangil A. Uji konduktivitas listrik dan dielektrik film tipis lithium tantalate (LiTaO3) yang didadah niobium

pentaoksida (Nb2O5) menggunakan metode chemical solution deposition. Prosiding Seminar Nasional Fisika. 2010. Hlm 175-183.

(28)

20

(29)

21

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 18 Maret 1988 dari ayah Tatang Bachtiar dan ibu Sri Asmayani P. Penulis adalah putra ke dua dari tiga bersaudara. Tahun 2006 penulis lulus dari SMA Negeri 59 Jakarta dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum Fisika TPB pada tahun ajaran 2009/2010, asisten praktikum Elektronika Dasar pada tahun ajaran 2009/2010, asisten praktikum Fisika Komputasi pada tahun ajaran 2009/2010, asisten praktikum Eksperimen Fisika II pada tahun ajaran 2009/2010, asisten praktikum Elektronika 2 Program Diploma 3 pada tahun ajaran 2010/2011, asisten praktikum Sistem Jaringan Komputer Program Diploma 3 pada tahun ajaran 2010/2011, asisten praktikum Instalansi Jaringan Komputer Program Diploma 3 pada tahun ajaran 2010/ 2011, asisten praktikum Sistem Keamanan Jaringan Komputer Program Diploma 3 pada tahun ajaran 2011/2012, asisten praktikum Teknologi Wireless Program Diploma 3 pada tahun ajaran 2011/2012, asisten praktikum Instalansi Jaringan Komputer Program Diploma 3 pada tahun ajaran 2011/2012, dan asisten praktikum Sistem Keamanan Jaringan Komputer Program Diploma 3 pada tahun ajaran 2012/2013. Penulis juga aktif sebagai staf Departemen Pemberdayaan Sumber Daya Manusia HIMAFI IPB dan sebagai Badan Pengawas HIMAFI IPB.

Gambar

Gambar 1  Penampang melintang fotodioda
Gambar 2  Rangkaian penguat inverting
Gambar 5  Bagan alur penelitian secara keseluruhan
Gambar  6    Sensor  cahaya  berbasis  film  BST  menggunakan  rangkaian  jembatan  wheatstone
+5

Referensi

Dokumen terkait

Meningitis purulenta dapat menjadi komplikasi dari otitis media akibat infeksi kuman-kuman tersebut.. media akibat infeksi

Hasil yang dapat diperoleh dari koordinasi ini yaitu penyerahan hasil tangkapan dengan bukti ganja yang didapat dari dalam kamar narapidana pada saat razia mendadak yang

Sebaliknya kinerja penyisihan COD dan BOD 5 pengolahan limbah artificial dengan HRT 8 jam pada konsentrasi Sedang lebih baik dari kinerja pengolahan greywater Kelurahan

Terdapat sejumlah metode ekstraksi, yang paling sederhana adalah ekstraksi dingin (dalam labu besar berisi biomassa), dengan cara ini bahan kering hasil gilingan diekstraksi pada

[r]

ZONEPIKhSI LABAN lSTA DAB AGIIiAN PENDU3UK.. DI

Dengan Mengucapkan Alkhamdulillah segala puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat

Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmatNya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul Peran Pembelajaran Pendidikan