RANCANG BANGUN ALAT UKUR KADAR LARUTAN
GLUKOSA BERBASIS FILM BARIUM STRONSIUM
TITANAT (BST)
CHANDRA SETIAWAN
DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Rancang Bangun Alat Ukur Kadar Larutan Glukosa Berbasis Film Barium Stronsium Titanat (BST) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2013
Chandra Setiawan
ABSTRAK
CHANDRA SETIAWAN. Rancang Bangun Alat Ukur Kadar Larutan Glukosa Berbasis Film Barium Stronsium Titanat (BST). Dibimbing oleh IRZAMAN dan HERIYANTO SYAHFUTRA.
Barium stronsium titanat (BST) merupakan fotodioda sebagai material ferroelektrik yang banyak dikembangkan dalam suatu aplikasi teknologi seperti sebagai sensor. Tujuan penelitian ini adalah merancang alat ukur kadar larutan glukosa yang sederhana dengan komponen sensor film BST dan rangkaian pengkondisi sinyal. Pengujian alat ukur ini dilakukan dengan cara mengukur kadar larutan glukosa dengan rentang kadar dari 20 sampai dengan 180 mg/dL yang merupakan rentang kadar gula darah untuk manusia yang kekurangan glukosa hingga kelebihan glukosa. Hasil uji menunjukkan bahwa alat ukur dapat mendeteksi setiap penambahan kadar larutan glukosa sebesar 1 mg/dL akan mengurangi nilai tegangan keluaran sebesar 0.0022 V. Selain itu, hasil uji memperlihatkan bahwa respon rangkaian mendekati linier dengan koefisien korelasi (R2) sebesar 0.9155 dan 0.8931. Hasil uji juga menunjukkan hysteresis yang cukup baik seperti ditunjukkannya plot grafik yang berkecenderungan sama.
Kata kunci: BST, ferroelektrik, fotodioda, glukosa
ABSTRACT
CHANDRA SETIAWAN. Design and Build Measuring Tool Level of Glucose Solution-Based Film Barium Strontium Titanate (BST). Supervised by IRZAMAN and HERIYANTO SYAHFUTRA.
Barium strontium titanate (BST) is a photodiode as a ferroelectric material that has been developed in many application such as sensor technology. The purpose of this study is to design a simple measurement tool of glucose with BST thin film as the sensor component and the signal conditioning. The measurement tool test was done by measuring blood glucose levels ranging from 20 to 180 mg/dL, which is the range of glucose levels for person who has lack glucose to the excess glucose. The test results showed that the measurement tool could detect each addition of glucose levels by 1 mg/dL which would reduce the value of the output voltage of 0.0022 V. In addition, the test results showed that the response of the circuit approach to linear, the correlation coefficient (R2) is 0.9155 and 0.8931. The test results also showed good hysteresis as showed by the relatively same graphic plots.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains
pada Departemen Fisika
RANCANG BANGUN ALAT UKUR KADAR LARUTAN
GLUKOSA BERBASIS FILM BARIUM STRONSIUM
TITANAT (BST)
DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2013
Judul Skripsi : Rancang Bangun Alat Ukur Kadar Larutan Glukosa Berbasis Film Barium Stronsium Titanat (BST)
Nama : Chandra Setiawan
NIM : G74061303
Disetujui oleh
Dr Ir Irzaman, MSi Pembimbing I
Heriyanto Syahfutra, MSi Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Akhiruddin Maddu, MSi Ketua Departemen
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2012 ini ialah film BST, dengan judul Rancang Bangun Alat Ukur Kadar Larutan Glukosa Berbasis Film Barium Stronsium Titanat (BST).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Irzaman dan Bapak Heriyanto Syahfutra MSi selaku pembimbing, Bapak Hanedi Darmasetiawan MS selaku editor yang telah membantu menyempurnakan penulisan skripsi, serta Bapak Moh Nur Indro MSc yang telah turut memberikan masukan dan saran dalam menyempurnakan skripsi. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, April 2013
DAFTAR ISI
Barium Stronsium Titanat (BST) 2
Fotodioda 2
Hukum Beer-Lambert 2
Penguat Operational (Operational Amplifier) 4
Penguat inverting 4
Penguat non-inverting 4
Penguat diferensial 5
BAHAN DAN METODE 7
Tempat dan Waktu Penelitian 8
Alat dan Bahan 8
Metode Penelitian 8
Membangun rangkaian catudaya 8
Pengujian rangkaian jembatan wheatstone 8
Pengujian rangkaian penguat diferensial 8
Pengujian rangkaian penguat non-inverting 8
Pengujian rangkaian tapis lolos rendah 8
Pengukuran kadar larutan glukosa 8
Pengujian alat 9
HASIL DAN PEMBAHASAN 9
Rangkaian Catudaya 9
Rangakain Jembatan Wheatstone 9
Rangkaian Penguat Diferensial 10
Rangkaian Penguat Non-inverting 12
Rangkaian Tapis Lolos Rendah 13
Pengukuran Kadar Larutan Glukosa 14
Hasil Pengujian Alat 15
SIMPULAN DAN SARAN 17
Simpulan 17
Saran 18
DAFTAR PUSTAKA 19
DAFTAR TABEL
1 Hasil uji sensor cahaya berbasis film BST menggunakan rangkaian jembatan
wheatstone 10
2 Hasil uji sensor cahaya berbasis film BST menggunakan rangkaian penguat
diferensial 11
3 Hasil uji sensor cahaya berbasis film BST menggunakan rangkaian penguat
non-inverting 13
4 Hasil uji sensor cahaya berbasis film BST menggunakan rangkaian tapis lolos
rendah 14
5 Hasil pengukuran kadar larutan glukosa dari kadar rendah ke tinggi
menggunakan sensor BST 15
6 Hasil pengukuran kadar larutan glukosa dari kadar tinggi ke rendah
menggunakan sensor BST 15
DAFTAR GAMBAR
1 Penampang melintang fotodioda 2
2 Rangkaian penguat inverting 5
3 Rangkaian penguat non-inverting 5
4 Rangkaian penguat diferensial 5
5 Bagan alur penelitian secara keseluruhan 7
6 Sensor cahaya berbasis film BST menggunakan rangkaian jembatan
wheatstone 9
7 Sensor cahaya berbasis film BST menggunakan rangkaian penguat
diferensial 11
8 Sensor cahaya berbasis film BST menggunakan rangkaian penguat
non-inverting 12
9 Sensor cahaya berbasis film BST menggunakan rangkaian tapis lolos
rendah 13
10 Hubungan tegangan keluaran terhadap kadar larutan glukosa menggunakan
sensor BST 16
11 Spektrum transmitansi larutan glukosa terhadap panjang gelombang
menggunakan alat spektrofotometer 16
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ferroelektrik merupakan komponen penting dalam aplikasi teknologi. Komponen dasar film ferroelektrik banyak digunakan untuk berbagai macam sensor, aplikasi actuator dan tunable microwave circuits.1 Hal tersebut dikarenakan ferroelektrik memiliki sifat yang khas yakni sifat hysteresis dan konstanta dielektrik yang tinggi. Salah satu material ferroelektrik yang banyak dikembangkan adalah barium stronsium titanat (BST). BST merupakan material turunan dari barium titanat.2
Dalam penelitian ini BST diaplikasikan sebagai sensor cahaya pada alat pengukur kadar larutan dalam hal ini larutan glukosa dengan memanfaatkan fenomena opto-electric dari material BST. Perancangan sistem pengukur kadar larutan glukosa ini menggunakan komponen-komponen utama berupa sensor cahaya film, dan pengkondisi sinyal. Kemudian dari sistem tersebut diuji sensitivity, dan hysteresis.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini yaitu merancang alat ukur kadar larutan glukosa yang sederhana dengan komponen sensor film BST, dan rangkaian pengkondisi sinyal.
Perumusan Masalah
Apakah BST dapat membedakan intensitas cahaya yang diterima dari perbedaan kadar larutan glukosa yang sesuai dengan kadar gula darah dalam tubuh manusia?
Hipotesis
2
TINJAUAN PUSTAKA
Barium Stronsium Titanat (BST)
Film BST merupakan salah satu material ferroelektrik yang memiliki sifat
opto-electric. Jika film BST diberikan cahaya menjadikan film tersebut menjadi lebih konduktif. Terjadinya sifat konduktif pada film karena energi foton dari luar yang diserap oleh elektron. Pada pita valensi sebagian elektron yang tidak berekombinasi dapat pindah (eksitasi) menuju pita konduksi dan kemudian dapat menghasilkan arus listrik serta dapat mempersempit celah antara pita valensi dan pita konduksi akibat difusi elektron tersebut, sehingga saat diberikan cahaya film
menjadi lebih cepat mencapai tegangan knee dan memiliki arus yang lebih besar. Dengan adanya perubahan tersebut, film BST memiliki respon yang baik terhadap cahaya atau dapat sebagai device fotodioda.3
Fotodioda
Fotodioda adalah suatu semikonduktor sensor cahaya yang menghasilkan arus atau tegangan ketika sambungan p-n dikenai oleh cahaya.2 Pada Gambar 1 memperlihatkan penampang bagian fotodioda. Fotodioda memiliki daerah permukaan aktif yang ditumbuhkan di atas permukaan substrat, yang pada akhirnya menghasilkan persambungan p-n. Ketebalan lapisan yang ditumbuhkan biasanya
memiliki ketebalan 1 μm atau lebih kecil lagi dan pada daerah persambungan lapisan-p dan lapisan-n terdapat daerah deplesi. Daerah spektral dan frekuensi aktif dari fotodioda bergantung pada ketebalan lapisan atau bahan pendadah.3
3
Hukum Beer-Lambert
Absorbsi cahaya oleh suatu molekul merupakan suatu bentuk interaksi antara gelombang cahaya (foton) dan atom atau molekul. Energi cahaya diserap oleh atom atau molekul dan digunakan oleh elektron di dalam atom atau molekul tersebut untuk bertransisi ke tingkat energi elektronik yang lebih tinggi. Absorbsi hanya
terjadi jika selisih kedua tingkat energi elektronik tersebut (ΔE = E2 – E1) bersesuaian dengan energi cahaya (foton) yang datang.5
Besar penyerapan cahaya (absorbansi) dari suatu kumpulan atom atau molekul dinyatakan oleh hukum Beer-Lambert. Hukum Lambert menyatakan bahwa proporsi berkas cahaya datang yang diserap oleh suatu bahan atau medium tidak bergantung pada intensitas berkas cahaya yang datang. Hukum Lambert ini tentunya hanya berlaku jika di dalam bahan atau medium tersebut tidak ada reaksi kimia ataupun proses fisis yang dapat dipicu atau diimbas oleh berkas cahaya datang tersebut. Dalam hal demikian, intensitas cahaya yang keluar setelah melewati bahan atau medium. Hukum Beer menyatakan bahwa absorbansi cahaya berbanding lurus dengan konsentrasi dan ketebalan bahan atau medium.5
Misalkan seberkas cahaya terkolimasi melintas dalam arah +x dan misalkan melewati selembar medium tipis dengan ketebalan Δx. Berkas cahaya yang datang pada medium dengan daya Po dan yang menembus medium dengan daya P’. Pada saat melintasi medium, fraksi cahaya tertentu ΔP hilang. Besarnya daya cahaya yang hilang sebanding dengan Po, ketebalan medium dan sebuah konstanta kesebandingan yang disebut absorptivitas (α).5
�′− � = ∆� = � �∆� (1)
Absorptivitas atau koefisien absorpsi (α) merupakan karakteristik material dan juga fungsi panjang gelombang.5
Selanjutnya asumsikan medium dibuat menjadi sangat tipis (infinitesimal), masing-masing dengan ketebalan dx. Dengan demikian di dalam masing-masing irisan (slice) fraksi cahaya yang hilang adalah dP, dan persamaan (1) menjadi:5
�
� = −� � (2)
untuk memperoleh kehilangan daya cahaya total di dalam medium dengan ketebalan x, integrasikan persamaan (2) antara batas-batas P dan x.5
∫��′��= −� ∫ �� (3)
4
�′ = � −�� (6)
yang merupakan Hukum Beer-Lambert. Untuk penggunaan praktis, lebih mudah menggunakan Logaritma berbasis 10 daripada e.5
Tranmitansi (T) didefinisikan sebagai rasio daya radian yang ditransmisikan melewati sample terhadap daya cahaya datang, yang diukur pada panjang gelombang yang sama.5
� =��′ (7)
Absorbansi (A) didefinisikan sebagai logaritma berbasis 10 dari kebalikan transmitansi.5
� = log � (8)
Penguat Operasional (Operational Amplifier)
Penguat operasional merupakan suatu rangkaian penguat diferensial yang ciri tanggapannya secara eksternal diatur oleh umpan balik dari keluaran ke masukan. Penguat operasional memiliki dua masukan yaitu, masukan inverting dan n on-inverting. Masukan minus adalah masukan inverting, isyarat yang masuk pada terminal akan mengalami pergeseran fase1800 pada isyarat keluarannya. Masukan positif adalah masukan non-inverting, isyarat yang masuk pada terminal ini fase keluarannya sama dengan fase masukannya.6
Secara umum penguat operasional memiliki ciri-ciri yaitu memiliki dua masukan dan satu keluaran, impedansi masukan tinggi, impedansi keluran rendah, penguatan (gain) tinggi, bandwith (lebar pita frekuensi) yang besar, dapat dikonfigurasi dengan umpan balik dan tegangan keluaran sama dengan nol bila kedua tegangan masukannya sama.6
Penguat inverting
Penguat inverting merupakan suatu penguat yang tegangan keluarannya (Vout) mempunyai polaritas yang tidak sama dengan tegangan masukannya (Vin).7 Skema rangkaian penguat inverting ditunjukkan pada Gambar 2 dan memiliki persamaan umum:
� = −��
���� (9)
Penguat non-inverting
Penguat non-inverting merupakan suatu penguat yang tegangan keluarannya (Vout) mempunyai polaritas yang sama dengan tegangan masukan (Vin).7 Skema rangkaian penguat non-inverting ditunjukkan pada Gambar 3 dan memiliki persamaan umum:
5
Gambar 2 Rangkaian penguat inverting
Gambar 3 Rangkaian penguat non-inverting
Gambar 4 Rangkaian penguat diferensial
Penguat diferensial
Penguat diferensial merupakan suatu penguat dimana tegangan keluaran (Vout) merupakan selisih antara kedua tegangan masukan pada inverting maupun
non-inverting.7 Skema rangkaian penguat diferensial ditunjukkan pada Gambar 4 dan memiliki rumus umum:
� = (� +� )�(� +� )� � −�� � (11)
jika R1 = R2 dan Rf = Rg maka tegangan keluaran penguat diferensial adalah:
� = �� � − � (12)
Terminologi Sensor
6
suatu parameter yang dapat mengubah besarnya output yang terdeteksi oleh sensor.8
Resolution adalah deteksi perubahan terkecil dari parameter input yang dapat terdeteksi pada sinyal output.8
Sedangkan hal penting yang harus ada pada sensor cahaya mencakup reverse voltage, photocurrent, power dissipation, operating temperature, storage temperature, peak sensitivity wavelength, dark current, rise time, dan fall time.9
Reverse storage merupakan tegangan yang diberikan diantara katoda dan anoda.9
Photocurrent merupakan arus yang mengalir diantara katoda dan anoda ketika diberikan cahaya.9Power dissipation merupakan daya yang hilang diantara katoda dan anoda.9 Operating temperature merupakan rentang temperatur yang bekerja saat beroperasi normal.9Storage temperature merupakan rentang temperatur pada saat sensor menyimpan data.9 Peak sensitivity wavelength merupakan panjang gelombang cahaya ketika sensitivitas mencapai nilai maksimum.9 Dark current
7
BAHAN DAN METODE
Gambar 5 Bagan alur penelitian secara keseluruhan Pemilihan Film BST
sebagai Sensor Cahaya
Pengujian Rangkaian Jembatan Wheatstone
Ada Respon?
Ada Respon
Pengujian Rangkaian Penguat Diferesial
Pengujian Rangkaian Penguat Non-inverting
Pengujian Rangkaian Tapis Lolos Rendah
Pengolahan Data
Penulisan Skripsi
8
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisika Material dan Biofisika Departemen Fisika, FMIPA IPB dari bulan Mei 2012 sampai Februari 2013.
Alat dan Bahan
Bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sensor cahaya film BST, IC Op-Amp, kawat atau kabel, timah, aquades, glukosa cair, kapasitor, potensiometer, catu daya dan resistor. Sedangkan alat yang akan digunakan adalah solder, PCB IC.
Metode Penelitian
Membangun rangkaian catudaya
Catudaya yang digunakan mungkin tidak stabil, oleh karena itu harus digunakan IC regulator 7805 agar keluaran tegangan yang dihasilkan lebih stabil.
Pengujian rangkaian jembatan wheatstone
Pengujian rangkaian jembatan wheatstone dilakukan dengan cara membandingkan tegangan keluaran antara kondisi sensor BST tidak mendapatkan sumber cahaya (gelap) dengan kondisi sensor BST mendapatkan sumber cahaya (terang). Sumber cahaya yang digunakan adalah sebuah LED dengan kemampuan
Super Bright. Hasil keluaran tegangan ujung-ujung jembatan wheatstone kemudian akan menjadi tegangan masukan pada rangkaian penguat diferensial.
Pengujian rangkaian penguat diferensial
Pengujian rangkaian penguat diferensial dilakukan dengan cara mengukur perbandingan tegangan pada masukan non-inverting dengan tegangan pada masukan inverting. Hasil keluaran tersebut kemudian dihitung besarnya penguatan tegangan.
Pengujian rangkaian penguat non-inverting
Pengujian ini dilakukan dengan cara mengukur keluaran dari rangkaian penguat non-inverting terhadap pengukuran larutan glukosa.
Pengujian rangkaian tapis lolos rendah
Pengujian ini dilakukan dengan cara membandingkan keluaran dari rangkaian penguat non-inverting yang biasanya masih mengandung noise dengan keluaran dari rangkaian tapis lolos rendah.
Pengukuran kadar larutan glukosa
9
Pengujian alat
Pengujian rangkaian dilakukan dengan mencari nilai sensitivitas (sensitivity), dan histerisis (hysteresis). Sehingga akan dapat diambil kesimpulan apakah sensornya sensitif dan tepat pengukurannya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil dan pembahasan sensor BST hanya dibatasi pada sensitivity, dan
hysteresis. Kajian mendalam mengenai karakteristik sensor BST untuk analisis
sensitivity dan hysteresis sensor berbasis sistem elektronik dibahas dalam subbab di bawah ini.
Rangkaian Catudaya
Catudaya yang digunakan berupa catudaya portable yang kurang baik sehingga tegangan yang dihasilkan tidak stabil. Oleh karena itu digunakan rangkaian regulator agar tegangan yang dihasilkan lebih stabil. Rangkaian regulator ini menggunakan IC regulator 7805.
Rangkaian Jembatan Wheatstone
Pengujian rangkaian jembatan wheatstone dilakukan dengan cara memperlakukan BST tanpa diberikannya cahaya dalam arti kondisi gelap sampai kondisi terang dengan rangkaian seperti pada Gambar 6. Dari perlakuan tersebut didapatkan data yang terdapat pada Tabel 1.
10 yang digunakan bisa membedakan perbedaan kondisi gelap dan terang sampai 40 mV.
Rangkaian Penguat Diferensial
Pada pengujian rangkaian penguat diferensial seperti yang terlihat pada Gambar 7 menggunakan empat buah hambatan, nilai masing-masing hambatan tersebut adalah R1 = R2 = R3 = R4 = 100 kΩ dengan besar toleransi adalah 1%. Semua resistor menggunakan nilai toleransi sebesar 1 % dikarenakan agar nilai penguatan tidak menyimpang terlalu jauh dari perhitungan dengan persamaan 13.
Dari pengujian akan didapatkan masukan tegangan inverting maupun non-inverting, kemudian selisih masukan tegangan tersebut akan dikuatkan. Besarnya penguatan bergantung dari perbandingan hambatan yang digunakan yakni perbandingan R1, R2, R3, dan R4. Rumusan besarnya penguatan rangkaian diferensial adalah:
� = � +� �� +� � � −�� � (13)
karena R1 = R2 = R3 = R4 maka persamaan 13 menjadi:
� = � − � (14)
Dari pengujian yang dilakukan didapatkan hasil yang ada pada Tabel 2. Dari hasil pengujian didapatkan selisih tegangan masukan sebesar 0.11 V dan 0.15 V yang merupakan nilai perhitungan berdasarkan persamaan 14, sedangkan tegangan keluaran untuk kondisi gelap sebesar 0.102 V – 0.119 V dan untuk kondisi terang sebesar 0.146 V – 0.154 V merupakan nilai dari pengukuran langsung. Dengan melihat perbandingan dari dua parameter tersebut dapat dilihat bahwa besarnya penguatan sekitar 1 kali. Dari data Vout baik kondisi gelap maupun terang tidak
mendapatkan hasil yang tetap dikarenakan masih adanya noise, sehingga hasil yang didapatkan berupa range.
11
Gambar 7 Sensor cahaya berbasis film BST menggunakan rangkaian penguat diferensial
Tabel 2 Hasil uji sensor cahaya berbasis film BST menggunakan rangkaian penguat diferensial
Kondisi Tegangan masukan Vout (volt) Selisih tegangan masukan (volt)
V1 (volt) V2 (volt)
Gelap 1.69 1.80 0.102-0.119 0.11
Terang 1.65 1.80 0.146-0.154 0.15
Tegangan masukan (Vcc) ke IC LM358 adalah sebesar +5 V artinya IC tersebut hanya bisa membaca selisih tegangan input ke masukan inverting (V1) dan
12
Rangkaian Penguat Non-inverting
Gambar 8 Sensor cahaya berbasis film BST menggunakan rangkaian penguat non-inverting
Pada pengujian rangkaian penguat non-inverting dapat dilihat pada Gambar 8 menggunakan dua buah hambatan, nilai masing-masing hambatan tersebut adalah R8 = 1 kΩ dan R7 = 100 Ω dengan besar toleransi adalah 1%. Semua resistor menggunakan nilai toleransi sebesar 1 % dikarenakan agar nilai penguatan tidak menyimpang terlalu jauh dari perhitungan dengan persamaan 15.
Hasil tegangan keluaran dari rangkaian penguat diferensial akan menjadi tegangan masukan non-inverting (Vin) pada rangkaian penguat non-inverting,
kemudian akan dikuatkan berdasarkan perbandingan hambatan yang digunakan. Besarnya penguatan pada rangkaian penguat non-inverting adalah
� = �� 1 +�� (15)
sehingga besarnya penguatan menjadi sebelas kali dari tegangan masukan.
13
Tabel 3 Hasil uji sensor cahaya berbasis film BST menggunakan rangkaian non-inverting
Kadar larutan glukosa (mg/dL) Vout (volt)
20 1.819 - 1.827
40 1.810 - 1.821
70 1.785 - 1.797
100 1.702 - 1.709
130 1.679 - 1.689
140 1.582 - 1.591
160 1.531 - 1.540
180 1.469 - 1.479
Dari persamaan 15 dengan hambatan masing-masing yang digunakan sebesar
1 kΩ dan 100 Ω maka didapatkan penguatan sebesar sebelas kali. Jika dibandingkan dengan data hasil uji rangkaian penguat diferensial pada Tabel 2 maka ada penguatan sekitar sebelas kali.
Rangkaian Tapis Lolos Rendah
Dari hasil pengujian yang dilakukan dengan rangkaian penguat non-inverting
(Tabel 3) terlihat bahwa masih ada noise yang membuat Vout menjadi tidak tepat.
Oleh karena itu dibutuhkan suatu tapis agar noise yang tidak diinginkan dapat dihilangkan, tapis yang digunakan untuk pengujian ini adalah tapis lolos rendah. Pada penelitian ini tidak menggunakan tapis lolos tinggi karena tapis lolos tinggi meloloskan frekuensi tinggi dan menghilangkan frekuensi rendah, sedangkan data yang sebenarnya (bukan noise) berada pada frekuensi rendah, sehingga jika menggunakan tapis lolos tinggi maka tidak akan mendapatkan data.
14
Tabel 4 Hasil uji sensor cahaya berbasis film BST menggunakan rangkaian tapis lolos rendah
Kadar larutan glukosa (mg/dL) Vout (volt)
20 1.832
Hasil tegangan keluaran dari rangkaian penguat non-inverting kemudian akan menjadi tegangan masukan ke rangkaian tapis lolos rendah. Dalam rangkaian tapis lolos rendah ini digunakan kapasitor sebesar 100 µF dan potensiometer sebesar 500
kΩ. Penggunaan potensiometer dimaksudkan untuk mengatur besarnya frekuensi yang ingin diloloskan. Besarnya frekuensi untuk rangkaian tapis lolos rendah adalah:
= ��� (16)
dengan memasukkan nilai R = 500 kΩ dan C = 100 µF maka didapatkan nilai fc sebesar 0.003185 Hz.
Dari pengujian terhadap rangkaian tapis lolos rendah didapatkan data yang terdapat pada Tabel 4. Hasil pengujian yang dilakukan terlihat bahwa Vout
mendapatkan hasil yang tetap (tidak berupa rentang) artinya noise yang ada pada rangkaian sebelumnya telah hilang, sehingga bisa didapatkan tegangan keluaran yang tepat terhadap perubahan kadar larutan glukosa.
Pengukuran Kadar Larutan Glukosa
Pengukuran kadar larutan glukosa dilakukan dengan dua arah, arah pertama mengukur kadar larutan glukosa dari kadar rendah ke kadar tinggi, dan arah kedua mengukur kadar larutan glukosa dari kadar tinggi ke rendah. Pengukuran dilakukan dua arah untuk mengetahui sifat hysteresis sensornya, apakah ada penyimpangan hasil pengukuran dengan arah terbalik.
15 tinggi maupun sebaliknya dilakukan tiga kali ulangan pengukuran, kemudian dari hasil tiga kali pengukuran tersebut dicari nilai rata-ratanya. Nilai rata-rata Vout
tersebut yang akan menjadi nilai ukur kadar larutan glukosa.
Hasil Pengujian Alat
16
Gambar 10 Hubungan tegangan keluaran terhadap kadar larutan glukosa menggunakan sensor BST
Gambar 11 Spektrum transmitansi larutan glukosa terhadap panjang gelombang menggunakan alat spektrofotometer
Gambar 10 memperlihatkan bahwa nilai slope untuk pengukuran kadar larutan glukosa dari rendah ke tinggi sebesar -0.0022 artinya setiap penambahan 1 mg/dL larutan glukosa maka akan mengurangi nilai tegangan keluaran sebesar 0.0022 V, sedangkan nilai slope untuk pengukuran kadar larutan glukosa dari tinggi ke rendah sebesar -0.0021 artinya setiap penambahan 1 mg/dL larutan glukosa maka akan mengurangi nilai tegangan keluaran sebesar 0.0021 V. Berdasarkan
y = -0.0022x + 1.9062
Pengukuran glukosa dari kadar rendah ke tinggi Pengukuran glukosa dari kadar tinggi ke rendah Linear (Pengukuran glukosa dari kadar rendah ke tinggi) Linear (Pengukuran glukosa dari kadar tinggi ke rendah)
0
470 490 510 530 550 570 590 610 630 650 670 690 710 730 750
T
Kadar Larutan Glukosa 40 mg/dL Kadar larutan glukosa 70 mg/dL
17
slope Gambar 10 menunjukkan sensitivity sensor BST terhadap larutan glukosa sudah peka.
Suatu hasil pengujian dikatakan linier jika hubungan nilai keluaran terhadap masukan mengikuti persamaan garis lurus. Gambar 10 memperlihatkan bahwa respon rangkaian mendekati linier dengan nilai koefisien korelasi (R2) untuk pengukuran kadar larutan glukosa dari rendah ke tinggi sebesar 0.9155, sedangkan nilai koefisien korelasi (R2) untuk pengukuran kadar larutan glukosa dari tinggi ke rendah sebesar 0.8931.
Hysteresis dilihat berdasarkan perubahan parameter masukan terhadap arah pengukuran. Gambar 10 memperlihatkan bahwa arah pengukuran baik dari kadar larutan glukosa rendah ke tinggi maupun sebaliknya menghasilkan tegangan keluaran yang tidak berbeda jauh, artinya rangkaian bekerja cukup baik dengan metode pengukuran yang bolak-balik (dua arah).
Gambar 11 memperlihatkan bahwa adanya perbedaan nilai transmitansi dari kadar larutan glukosa 40 mg/dL, 70 mg/dL, dan 180 mg/dL. Jika kadar larutan glukosa rendah maka nilai transmitansi tinggi. Jika kadar larutan glukosa semakin tinggi maka nilai transmitansi akan berkurang. Hal ini dibuktikan dengan grafik transmitansi dengan kadar larutan glukosa sebesar 180 mg/dL yang mengalami penurunan jika dibandingkan dengan grafik transmitansi dengan kadar glukosa sebesar 70 mg/dL.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Dari hasil pengujian rangkaian jembatan wheatstone didapatkan bahwa sensor cahaya berbasis film BST sudah dapat membedakan kondisi gelap dan kondisi terang yang ditunjukkan dari perbedaan tegangan keluaran yang dihasilkannya.
Dari hasil pengujian rangkaian penguat diferensial didapatkan bahwa sensor cahaya berbasis film BST menghasilkan noise yang ditunjukkan dari hasil tegangan keluaran yang berupa rentang. Selain itu juga pengujian ini menghasilkan tegangan jatuh sehingga penguatan yang digunakan hanya sebesar satu kali.
Dari hasil pengujian rangkaian penguat non-inverting didapatkan bahwa tegangan keluaran dapat dikuatkan sebesar sebelas kali dan tidak terjadi tegangan jatuh, tetapi masih terdapat noise yang ditunjukkan dari tegangan keluaran yang berupa rentang.
Dari hasil pengujian tapis lolos rendah didapatkan bahwa tidak adanya lagi
noise yang ditunjukkan dari tegangan keluaran yang berupa hasil tetap (tidak berupa rentang) dengan frekuensi cut-off sebesar 0.003185 Hz.
Dari hasil pengujian alat terhadap kadar larutan glukosa dari 20 sampai dengan 180 mg/dL menunjukkan hasil yang baik dengan didapatkannya nilai slope
18
didapatkannya nilai koefisien korelasi (R2) pada pengukuran kadar larutan glukosa dari rendah ke tinggi sebesar 0.9155 dan nilai koefisien korelasi (R2) pada pengukuran kadar larutan glukosa dari tinggi ke rendah sebesar 0.8931. Dari perlakuan uji dengan cara pengukuran dua arah didapatkan sensitivity, dan
hysteresis yang baik dengan ditunjukkannya beberapa titik data tegangan keluaran alat ukur yang berkecenderungan sama, maka dapat disimpulkan sensitivity dan
hysteresis sensor BST terhadap kadar larutan glukosa dalam darah sudah peka.
Saran
Alat ukur kadar larutan glukosa yang sederhana dengan komponen sensor film BST ini sangat responsif terhadap perubahan kadar larutan glukosa dalam darah yang rendah, sehingga alat ukur ini kelak di kemudian hari dapat diteliti lebih dalam lagi terutama pengujian dan pembahasan tentang range, accuracy, dan
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Setter N, Damjanovic D, Eng L, Fox G, Gevorgian S, Hong S, Kingon A, Kohlstedt H, Park N Y, Stephenson G B et al. Ferroelectric thin film: review of materials, properties, and applications. J of Apllied Physics 2006; 100. 2. Hamamatsu. Photodiode technical informatif [Internet]. [diunduh 2011 April
5]. Tersedia pada:
http://www.ligo.caltech.edu/~ethrane/Resources/sensors/photodiode_technica l_information.pdf.
3. Huriawati F. Sintesis film BST didadah niobium dan tantalum serta aplikasinya sebagai sensor cahaya. [tesis]. Bogor (ID): IPB Pr. 2009.
4. Arief A, Irzaman, M. Dahrul, H. Syahfutra. Uji arus-tegangan film tipis Br0,5Sr0,5TiO3 dengan pendadah niobium penta oksida sebagai sensor cahaya.
Prosiding Seminar Nasional Fisika. 2010. hlm 205-212.
5. Maddu A. Pedoman Praktikum Eksperimen Fisika II. Bogor: Departemen Fisika IPB; 2009.
6. Arif A. Penuntun Praktikum Elektronika Lanjut. Bogor: Departemen Fisika IPB; 2007.
7. Bishop O. Dasar-dasar Elektronika Seri Pendidikan Profesi Elektro. Jakarta: Erlangga; 2009.
8. Carr Joseph J. Sensors and Circuits: Sensors, Transducers, and Supporting Circuits for Electronic Instrumentazion, Measurement, and Control. New Jersey: TR Prentice Hall; 1993.
9. Panasonic Corporation. Photo IC type high sensitive light sensor. Automation Controls Business Unit. 2012. hlm 18-22.
10. David A Scott, Diane E Renaud, Sathya Krishnasamy, Pinar Meric, Nurcan Buduneli, Svetki Cetinkalp, Kan-Zhi Liu. Diabetes-related molecular signatures in infrared spectra of human saliva. Diabetology and Metabolic Syndrome 2010; 2:48.
11. Syahfutra H, Irzaman, Darmasetiawan H, Hardhienata H, Huriawati F, Hikam M, Arifin P. Penumbuhan film tipis BST di atas substrat Si (100) tipe-p untuk aplikasi sensor cahaya. Prosiding Seminar Nasional Sains II; 2009 Nov 14; Bogor, Indonesia. Nanosains dan Material. 2009. hlm 216-224.
12. Irzaman, Syahfutra H, Darmasetiawan H, Hardhienata H, Erviansyah R, Huriawati F, Akhiruddin, Hikam H, Arifin P. Electrical properties of photodiode Ba0.25Sr0.75TiO3 (BST) thin film doped with ferric oxide on p-type Si (100) substrate using chemical solution deposition method. Atom Indonesia
2011; 37(3):133-138.
13. Irzaman, Darmasetiawan H, Hardhienata H, Hikam H, Arifin P, Jusoh S N, Taking S, Jamal Z, Idris M A. Surface roughness and grain size characterization of annealing temperature effect for growth gallium and tantalum doped Ba0.5Sr0.5TiO3 thin film. Atom Indonesia 2009; 35(1):57-67. 14. Irzaman, Maddu A, Syahfutra H, Ismangil A. Uji konduktivitas listrik dan
dielektrik film tipis lithium tantalate (LiTaO3) yang didadah niobium pentaoksida (Nb2O5) menggunakan metode chemical solution deposition.
20
21
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 18 Maret 1988 dari ayah Tatang Bachtiar dan ibu Sri Asmayani P. Penulis adalah putra ke dua dari tiga bersaudara. Tahun 2006 penulis lulus dari SMA Negeri 59 Jakarta dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.