(STUDI KASUS DI PTPN VIII CISALAK BARU, BANTEN)
YUDI ASWANDI
A1405286
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
YUDI ASWANDI. Use of Landsat 7 Image to Estimate The Age of Oil Palm (Case Study at PTPN VIII Cisalak Baru, Banten). Supervised by KHURSATUL MUNIBAH and BOEDI TJAHJONO.
Oil palm (Elaeis guineensis Jacq.) is a commodity increasingly in demand due to its increasing utilization. Indonesia together with Malaysia have 85% market share of crude palm oil (CPO) of the world. It is estimated the world CPO demand will continue to increase every year. This is due to the wide utilization in industry, increasing demand of population growth, and as comodity for production of biofuels as alternative energy sources instead of fossil fuels in vehicles. Oil palm growth is closely related to physical changes in canopy density and biomass. These changes can be monitored by remote sensing.The Landsat 7 used was data of 2010 year.This study tried to take advantage of Landsat 7 to estimate the age of oil palm . The study was conducted on land owned by PTPN VIII Cisalak Baru, Banten. The scope of the study was limited on the analysis of visual characteristics of the Landsat 7 gap-filled and make a model of an estimated age of the plant oil palm. The analysis showed that there is a gap-filled image that can be used for visual identification of objects in the composite images. Models are made in the form of a functional relationship between plant age and the combination of the selected channel in the form of linear regression. Variables used in the modeling of spectral lines and spectral values are extracted from each plant age. The model test results indicate that the model is good enough to predict the age of oil palm plantations in the range of 6-16 years.
YUDI ASWANDI. Pemanfaatan Citra Landsat 7 Untuk Estimasi Umur Tanaman Kelapa Sawit (Studi Kasus Di PTPN VIII Cisalak Baru, Lebak). Dibawah bimbingan KHURSATUL MUNIBAH dan BOEDI TJAHJONO.
Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan komoditi yang semakin banyak dibutuhkan karena pertambahan kegunaannya. Malaysia bersama Indonesia memenuhi 85% pangsa pasar crude palm oil (CPO) dunia. Diperkirakan kebutuhan CPO dunia akan terus meningkat setiap tahun. Hal ini disebabkan karena pemanfaatannya yang luas di bidang industri, pertambahan jumlah penduduk, ditambah lagi saat ini kelapa sawit menjadi komoditi untuk pembuatan biofuel sebagai sumber energi alternatif pengganti bahan bakar fosil pada kendaraan. Pertumbuhan tanaman sawit erat kaitannya dengan kerapatan kanopi dan perubahan fisik biomassa. Perubahan tersebut dapat dipantau dengan penginderaan jauh. Penelitian ini mencoba memanfaatkan data Landsat 7 untuk memperkirakan umur tanaman kelapa sawit. Data Landsat 7 yang digunakan adalah data tahun 2010. Penelitian dilakukan di lahan kelapa sawit milik PTPN VIII Cisalak Baru, Lebak. Ruang lingkup penelitian dibatasi pada analisis karakteristik visual citra Landsat 7 hasil gap-filled dan membuat model estimasi umur tanaman kelapa sawit. Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat citra hasil gap-filled dapat digunakan untuk identifikasi objek secara visual pada citra komposit. Model yang dibuat berupa hubungan fungsional antara umur tanaman dan kombinasi saluran terpilih dalam bentuk regresi linier. Variabel yang digunakan dalam pembuatan model adalah saluran spektral dan nilai spektral yang diekstrak dari tiap umur tanaman. Hasil uji model menunjukkan bahwa model cukup bagus digunakan untuk memprediksi umur tanaman kelapa sawit pada umur antara 6-16 tahun.
(STUDI KASUS DI PTPN VIII CISALAK BARU, BANTEN)
YUDI ASWANDI
A1405286
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian
Pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
Nama Mahasiswa : Yudi Aswandi
NRP
: A14052386
Menyetujui, Pembimbing Skripsi 1 Dr. Khursatul Munibah, M.Sc. NIP. 19620515 199003 2 001 Pembimbing Skripsi 2 Dr. Boedi Tjahjono, M.Sc. NIP. 19600103 198903 1 002 Mengetahui,Ketua Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan
Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc. NIP.1962113 198703 1003
Penulis dilahirkan di Asahan, Sumatera Utara, pada tanggal 14 Juni 1987. Penulis merupakan anak pertama dari Bapak Supatmo dan Ibu Sipon.
Tahun 1999 penulis lulus dari SDN 010124 Aek Loba, kemudian pada tahun 2002 penulis menyelesaikan pendidikan di SLTP YP Sultan Hasanuddin Aek Kanopan. Selanjutnya tahun 2005 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Kualuh Hulu, dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih mayor Manajemen Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian.
Selama masa perkuliahan, penulis aktif dalam organisasi MPM KM IPB dan DPM Faperta pada tahun 2007/2008, serta organisasi FORCES IPB pada tahun 2008/2009, dan asisten praktikum untuk mata kuliah Penginderaan Jauh dan Intepretasi Citra serta mata kuliah Geomorfologi dan Analisis Lanskap pada tahun ajaran 2008/2009. Penulis pernah mengikuti lomba karya tulis Program Kreativitas Mahasiswa bidang penelitian dengan judul “Pengujian Beberapa Galur Ganggang Hijau (Chlorophyta) dengan Metode Open Race-Way Pond Sebagai Bahan Baku Biofuel”, dibiayai oleh Dikti pada tahun 2009.
PRAKATA
Puji dan rasa syukur penulis panjatkan kepada Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2010 ini adalah tanaman kelapa sawit, dengan judul “Pemanfaatan Citra Landsat 7 Untuk Estimasi Umur Tanaman Kelapa Sawit (Studi Kasus PTPN VIII Cisalak Baru, Banten)”.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Khursatul Munibah, M.Sc. dan Dr. Boedi Tjahjono, MSc. selaku pembimbing yang mengarahkan saya untuk sampai pada tujuan penelitian saya ini. Di samping itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada :
1. PTPN VIII Cisalak Baru, Lebak yang telah memberikan kemudahan kepada saya selama melakukan penelitian di lapang.
2. Bapak Ahmad selaku Kepala Afdeling 2 PTPN VIII Cisalak Baru, Lebak, atas bantuan akomodasi untuk saya selama penelitian di lapang.
3. Teman-teman kelas Manajemen Sumberdaya Lahan angkatan 42, santri-santri Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Inaayah Bogor, dan rekan-rekan di Yayasan Pewaris Peradaban 554 atas doa dan motivasinya.
4. Pihak-pihak yang juga ikut membantu saya dalam melakukan penelitian ini yang tidak saya sebutkan di sini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juni 2012 Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ...
DAFTAR GAMBAR ...
DAFTAR LAMPIRAN ...
BAB I PENDAHULUAN...
1.1 Latar Belakang ...
1.2 Perumusan Masalah ...
1.3 Tujuan Penelitian ...
1.4 Manfaat Penelitian ...
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...
2.1 Tanaman Kelapa Sawit ...
2.2 Sistem Penginderaan Jauh ...
2.3 Citra Landsat 7...
2.4 Karakteristik Data Penginderaan ...
2.5 Karakteristik Spektral Vegetasi ...
2.6 Image Enhancement ...
2.7 Interpretasi Citra ...
2.8 Model Estimasi Umur Tanaman Kelapa Sawit ...
BAB III METODE PENELITIAN……….
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ...
3.2 Alat dan Bahan …...
3.3 Metodologi...
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...
4.1 Pengisian Gap Citra ……...
4.2 Penggabungan Citra …...
4.3 Interpretasi Visual Tanaman Kelapa Sawit …………..………
4.4 Model Regresi...
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...
DAFTAR PUSTAKA ...
LAMPIRAN ...
vii
ix
x
1
1
3
3
4
4
5
11
13
14
15
18
19
21
21
21
22
25
25
26
30
33
37
44
45
48
vii
ix
x
1
1
3
3
3
4
4
5
11
13
14
15
19
20
22
22
23
23
27
27
32
34
38
45
46
49
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1. Karakteristik Instrumen Landsat 7 ……….…..…...
2. Saluran pada Citra Landsat 7 ……….…...
3. Jenis dan Sumber Data ………...
4. Peralatan yang Digunakan dalam Penelitian ………...
5. Hasil Perhitungan Nilai OIF untuk Citra Komposit ………..…
6. Ciri Kenampakan Tiap Kelompok Umur Tanaman Kelapa Sawit…………....
7. Koefisien Korelasi dari Hubungan Linier Umur Tanaman Kelapa
Sawit dengan Nilai Spektral ………..…….
8. Perbandingan Umur Tanaman di Lapang dengan Umur Hasil Uji
Model ………..………..
12
13
21
21
31
34
40
42
12
13
23
23
32
36
41
43
Nomor
Halaman
1. Komponen Utama Sistem Penginderaan Jauh ………..
2. Spektrum Elektromagnetik ……….………...
3. Jenis Penginderaan Jauh Ditinjau Dari Panjang Gelombang ………...
4. Reflektan Spektral untuk Tanah, Vegetasi, dan Air ……….……….…..
5. Satelit Landsat 7 dengan Sensor ETM+ ………..…
6. Hasil Proses Perentangan Kontras……….
7. Hasil Konversi Histogram dalam Penginderaan Jauh………
8. Peta Lokasi Penelitian ………..
9. Diagram Alir Penelitian………...
10. Citra Landsat 7 dengan SLC-off ………..…………...
11. Pengisian Gap pada Citra Landsat 7………..…
12. Perbandingan Kejelasan Objek pada Masing-Masing Citra………..
13. Nilai DN Daerah Pemukiman ……….………..…
14. Nilai DN Kelapa Sawit Umur 2 Tahun……..……….….
15. Nilai DN Kelapa Sawit Umur 6 Tahun ………..………..………..
16. Nilai DN Kelapa Sawit Umur 14 Tahun..……….………..……
17. Nilai DN Sungai ……….……….….
18. Citra Komposit 245 ……….…………..……..
19. Citra Komposit 542 ………...………..…..…
20. Deleniasi Sampel Kelompok Umur Tanaman Kelapa Sawit.…………...……
21. Perbandingan Hasil Interpretasi Visual dengan Peta Referensi…………..…..
22. Kelompok Umur Tanaman Kelapa Sawit………...…
23. Nilai Reflektansi Tiap Umur Tanaman ……….…..……….
24. Region Kelompok Umur dan Region Uji Umur ……….
25. Perbandingan Umur Nyata dengan Umur Hasil Uji Model …………...………
6
8
9
11
11
24
26
26
26
27
28
28
29
29
30
31
32
33
35
36
37
41
42
6
8
9
11
11
16
16
22
26
27
27
28
29
30
30
31
31
32
33
34
36
37
38
42
43
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. Statistik Citra Komposit ………
2. Perbandingan Statistik Citra Hasil Gap-filled dengan Citra Pengisi………….
3. Nilai Rataan DN Region Ekstraksi Umur Tanaman Kelapa Sawit …………..
4. Nilai Rataan DN Region Uji Umur Tanaman Kelapa Sawit………..
5. Langkah-Langkah Ekstraksi Nilai Pixel pada Citra Gap-filled dan Citra
Pengisi………..
48
49
52
53
54
50
51
54
55
56
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan komoditi andalan Indonesia untuk memenuhi permintaan dunia dan konsumsi domestik atas minyak kelapa sawit. Dalam Siaran Pers Kemenperin (2007), disebutkan bahwa minyak kelapa sawit memberikan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 1,6% dan kontribusi terhadap ekspor sebesar US$ 4,7 miliar.
Pengembangan perkebunan kelapa sawit di Indonesia berkembang pesat sebagai akibat jumlah penduduk maupun tingkat konsumsi per kapita yang semakin meningkat. Semakin berkembangnya jenis-jenis industri hulu pabrik kelapa sawit maupun industri hilir oleokimia, oleomakanan, farmasi, hingga industri konversi minyak sawit sebagai bahan bakar biodiesel. Selain itu, di antara berbagai jenis tanaman penghasil minyak nabati, kelapa sawit tanaman dengan potensi produksi minyak tertinggi.
Cerahnya prospek komoditi minyak kelapa sawit dalam perdagangan minyak nabati dunia telah mendorong pemerintah Indonesia untuk memacu pengembangan areal perkebunan kelapa sawit. Hingga tahun 2010, sekitar 43,60% produksi minyak sawit dunia dihasilkan oleh Indonesia (Kementerian Pertanian, 2010).
Peningkatan luas lahan kelapa sawit memerlukan manajemen yang baik dari segala sisi. Sehingga produksi dapat dipertahankan sesuai dengan kebutuhan pasar domestik dan dunia.
Secara umum, produksi tanaman sawit berkaitan dengan umur tanaman. Tanaman sawit memiliki pola tanam yang teratur, karena ditanam dalam blok sesuai tahun tanam. Perkembangan umur tanaman akan mengalami perubahan fisik biomassa dan kerapatan kanopi. Sehingga dapat dipantau dengan data penginderaan jauh. Data penginderaan jauh yang digunakan adalah data Landsat 7.
Landsat 7 merupakan satelit sumberdaya bumi yang dibuat oleh National Aeronautics and Space Administration (NASA). Landsat 7 dilengkapi dengan sensor Enhanced Thematic Mapper plus (ETM+), sistem kalibrasi untuk pengaruh
radiasi matahari, melakukan perekaman setiap 16 hari sekali, dan area perekaman seluas 185x185 Km (Kusumowidagdo, 2006). Landsat 7 memiliki kelebihan pada band 8 (saluran pankromatik) yang memiliki resolusi spasial 15 m. Sehingga, bila digabungkan (difusi) dengan suatu kombinasi band akan didapat citra komposit warna dengan resolusi spasial 15 m. Hal ini cukup membantu dalam melakukan kegiatan interpretasi citra. Sejak Mei 2003, sensor Scanning Line Corrector pada Landsat 7 mengalami kerusakan (SLC-off). Akibatnya kondisi citra kurang baik, karena seluas 22% wilayah rekaman hilang. Gap-filled adalah teknik memperbaiki kondisi citra SLC-off agar memiliki informasi relatif utuh (USGS, 2005).
Saluran pankromatik pada Landsat 7 berfungsi untuk memperjelas kenampakan objek. Pemisahan suatu objek dari objek lain dapat diketahui dengan pengenalan ciri spektral (spectral signature). Ciri spektral merupakan pola kecerahan relatif pada saluran spektral yang memberikan karakteristik suatu objek yang diinformasikan dalam bentuk Digital Number (DN) (Hunt, 1980). Dengan demikian, DN tanaman sawit dapat dipisahkan sesuai dengan perbedaan umur tanaman. McMorrow (2001) mengatakan bahwa secara struktur tanaman kelapa sawit mirip dengan hutan. Sehingga, lebih mudah melakukan pemodelan secara empiris. Kustiyo (2003) telah berhasil dalam mengidentifikasi umur tanaman padi pada fase vegetatif berdasarkan ciri spektral dan mengembangkan model estimasi umur tanaman. Dalam penelitian selanjutnya Noviar (2004) menunjukkan bahwa tanaman semangka dapat masih dapat dikenali dari ciri spektral pada lahan dengan vegetasi yang heterogen. Sedangkan dalam penelitian Jansen (2004) menunjukkan bahwa indeks vegetasi MIRI, RVI, dan NDVI dari Landsat TM tidak berkorelasi dengan umur tanaman sawit.
Dengan pola tanam yang teratur dan sifat fenologi tanaman kelapa sawit yang dapat dipantau dengan menggunakan citra Landsat 7, maka parameter DN tanaman kelapa sawit diharapkan memiliki korelasi yang tinggi dengan umur tanaman. Sehingga dapat diturunkan model estimasi umur tanaman sawit. Lebih lanjut, model dapat prediksi produksi sawit semua tanaman sawit di Indonesia secara makro.
1.2 Perumusan Masalah
Kelapa sawit merupakan komoditi yang memiliki peningkatan luas lahan yang cepat dan persebaran lahan yang luas di Indonesia. Peningkatan luas lahan dan persebaran lahan tersebut harus dapat diketahui guna memudahkan manajemen terutama rencana tata ruang lahan dan memperkirakan volume produksi nasional. Untuk itu dibutuhkan suatu data yang dapat membantu dalam mengidentifikasi tanaman sawit dan umur tanaman. Dengan pola tanam yang teratur dan dalam perkembangan umur tanaman mengalami perubahan fisik biomassa dan kerapatan kanopi, maka tanaman kelapa sawit dapat dipantau dengan penginderaan jauh. Dalam penelitian ini digunakan citra Landsat 7 yang memiliki saluran multispectral yang dapat dimanfaatkan untuk mengidentifikasi vegetasi dengan menggunakan metode tertentu.
Berdasarkan latar belakang di atas, perlu dilakukan penelitian tentang kemampuan data Landsat 7 hasil gap-filled untuk mengamati fenologi kelapa sawit yang berkaitan dengan model estimasi umur tanaman sawit. Sebagai daerah studi kasus adalah area perkebunan PTPN VIII Cisalak Baru, Banten.
1. 3 Tujuan Penelitian
1. Memperbaiki gap pada citra Landsat 7 dengan metode SLC-off to SLC-off. 2. Menginterpretasi kelapa sawit pada berbagai umur tanaman.
3. Membuat model regresi dari hubungan antara umur tanaman kelapa sawit dengan nilai spektral pada citra.
1.4 Manfaat Penelitian
Dari penelitian ini diharapkan citra satelit Landsat 7 dapat dimanfaatkan untuk estimasi umur tanaman kelapa sawit.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Kelapa Sawit
Kelapa sawit tumbuh baik pada dataran rendah di daerah tropis yang beriklim basah, yaitu di sepanjang garis khatulistiwa antara 23,5o LU-23,5oLS, memiliki curah hujan 1250-3000 mm/tahun merata di sepanjang tahun dengan bulan kering tidak lebih dari 3 bulan, memiliki suhu 22-23oC, dan kelembaban 50-90%, dataran berada di atas 400 m dan matahari bersinar sepanjang tahun dengan minimal 5 jam/hari (PPKS, 2003).
Kelapa sawit memiliki waktu tumbuh yang panjang, kira-kira hingga 30 tahun. Secara morfologi umur tanaman bisa diketahui dari perubahan daun, batang, akar, bunga dan buah.
Daun pada tanaman sawit tersusun secara spiral dari titik tumbuh. Setiap primordium daun terpisah dari primordium sebelumnya pada spiral genetik berdasarkan suatu sudut, yaitu sudut divergen yang besarnya 137,5o. Susunan spiral mengikuti deret Fibonacci, yaitu 1:1:2:3:5:8:13:21 dan seterusnya, dimana setiap angka pada susunan spiral merupakan penjumlahan dari dua angka sebelumnya. Pada batang kelapa sawit dewasa, susunan kelipatan 8 daun umumnya bias ditemui, tetapi kelipatan 5, 13, dan 21 juga dapat dijumpai. Luas daun tanaman sawit meningkat secara progresif pada umur sekitar 8-10 tahun setelah tanam. Biasanya luas daun pada umur yang sama beragam dari satu daerah ke daerah lain, tergantung dari faktor-faktor seperti kesuburan dan kelembaban tanah serta tingkat stress air (Pahan, 2006).
Pada batang tanaman sawit, penebalan dan pembesaran batang terjadi karena aktivitas penebalan meristem primer yang terletak di bawah meristem pucuk dan ketiak daun. Pada tahun pertama atau kedua, pertumbuhan membesar terlihat sekali pada bagian pangkal, dimana diameter batang bisa mencapai 60 cm. Setelah itu batang akan mengecil biasanya hanya berdiameter 40 cm, tetapi pertumbuhan tingginya menjadi lebih cepat. Umumnya, pertambahan tinggi batang bisa mencapai 35-75cm/tahun, tergantung pada keadaan lingkungan tumbuh dan keragaman genetik (Pahan, 2006).
Dari sisi produksi, pada umumnya tanaman sawit sudah menghasilkan buah pada usia tiga tahun setelah tanam. Kelapa sawit akan berproduksi maksimal pada usia 8-14 tahun. Setelah itu akan menurun. Jumlah produksi per hektar per tahun dipengaruhi oleh kesesuaian lahan dan kondisi lingkungan yang ‘favorable’. Secara umum, temperatur tahunan, ketersediaan air, dan retensi hara menjadi faktor yang banyak menentukan tingkat produksi.
Berdasarkan data dari Direktorat Jendral Perkebunan RI (2009), luas areal perkebunan kelapa sawit pada level nasional sebesar 7 juta ha dengan perkiraan produksi sebesar 18,5 juta ton. Ada peningkatan luas areal rata-rata sebesar 2% setiap tahunnya dengan peningkatan produktivitas rata-rata sebesar 2,9%. Sentra produksi minyak sawit Indonesia terutama berasal dari tujuh provinsi yang memberikan kontribusi sebesar 81,80% terhadap produksi minyak sawit Indonesia. Provinsi Riau dan Sumatera Utara merupakan provinsi sentra produksi terbesar yang berkontribusi masing-masing sebesar 28,52% dan 17,77%, disusul berturut-turut provinsi Sumsel, Kalteng, Jambi, Kalbar dan Sumbar masing-masing sebesar 10,19%, 7,92%, 7,04%, 5,44%, dan 4,94%.
2.2 Sistem Penginderaan Jauh
Penginderaan jauh adalah suatu ilmu untuk memperoleh informasi tentang objek (permukaan bumi dan perairan) atau gejala dengan jalan menganalisis data yang diperoleh pada jarak tertentu tanpa kontak langsung dengan objek melalui pengukuran reflektansi ataupun emisi objek dengan gelombang elektromagnetik (Lillesand dan Kiefer, 1979 ).
Secara garis besar, penginderaan jauh dikelompokkan menjadi dua, yaitu: 1) sistem data fotografik (pictorial) yang menghasilkan gambar berbentuk foto
atau yang dikenal dengan foto udara dan memakai waha pesawat terbang, dan 2) sistem data numerik adalah sistem yang umumnya menggunakan wahana
satelit, dimana hasil yang direkam merupakan data digital berbentuk angka. Angka-angka tersebut diterjemahkan oleh komputer agar dapat ditampilkan sebagai gambar.
Komponen Utama Sistem Penginderaan jauh
Pada dasarnya komponen utama sistem penginderaan jauh meliputi: wahana, sensor, sumber energi, interaksi antara energi dan obyek, sistem pengolahan data dan aplikasinya (Gambar 1).
Gambar 1 Komponen Utama Sistem Penginderaan Jauh (Sumber: Sutanto, 1986) Wahana
Sistem satelit dalam penginderaan jauh tersusun atas pemindai (scanner) dengan dilengkapi sensor pada wahana (platform) satelit, dan sensor tersebut dilengkapi oleh detektor.
Ada banyak wahana yang digunakan untuk penginderaan jauh, antara lain, satelit, pesawat udara, pesawat ultralight, pesawat aeromodelling, balon udara, atau bahkan layang-layang. Dalam pembahasan berikutnya, wahana yang dikaji hanya khusus satelit untuk penginderaan jauh.
Berdasarkan cara mengorbitnya, satelit penginderaan jauh dapat dikelompokkan dalam dua jenis, yaitu:
a. Satelit geostasioner, satelit ini mengorbit pada ketinggian sekitar 36.000 km dari bumi pada posisi tetap di atas suatu wilayah tertentu. Orbit ini disebut juga sinkron bumi (geosynchronous). Pada umumnya satelit cuaca merupakan satelit geostasioner, misalnya satelit GOES, Meteosat, dan GMS (Geosynchronous Meteorological Satellite).
b. Satelit sinkron matahari yang mengorbit bumi dengan melintas dekat kutub dan memotong arah rotasi bumi. Orbit sinkron matahari adalah orbit yang mengkombinasikan ketinggian dan inklinasi (kemiringan) sedemikian rupa sehingga satelit tersebut melintas di atas titik tertentu dari permukaanbumi pada waktu matahari lokal (local solar time) sama. Orbit tersebut dapat menempatkan satelit pada cahaya matahari yang konstan, dan keadaan ini menguntungkan bagi satelit penginderaan jauh, satelit mata-mata, maupun satelit cuaca. Karena itu, umumnya satelit penginderaan jauh termasuk dalam kelompok ini, misalnya Landsat, SPOT, dan ERS. Ketinggian satelit ini sekitar 700–900 km.
Sensor
Sensor adalah alat perekam energi elektromagnetik yang datang dari obyek. Namun, setiap sensor mempunyai keterbatasan, sebab tidak ada sensor yang mampu merekam seluruh energi tersebut. Parameter yang menjadi ukuran kemampuan suatu sensor adalah resolusi, yaitu batas kemampuan memisahkan/ mengidentifikasi obyek.
Ada lima jenis resolusi yang dikenal dalam penginderaan jauh, yaitu resolusi spasial, resolusi spektral, resolusi radiometrik, resolusi temporal, dan resolusi termal. Sensor dapat juga dibedakan atas sensor pasif dan sensor aktif. Sensor pasif mendeteksi pantulan atau pancaran radiasi elektromagnetik dari sumber alam, sedangkan sensor aktif mendeteksi respon pantulan dari obyek yang diradiasi dari sumber energi buatan, seperti radar.
Sumber Energi
Seluruh sistem penginderaan jauh memerlukan sumber energi. Sumber energi ini dapat berupa sumber energi alami, misalnya matahari, maupun sumber energi buatan. Sumber energi alami digunakan untuk sistem penginderaan jauh pasif, sedangkan sumber energi buatan digunakan untuk sistem penginderaan jauh aktif. Energi yang umumnya digunakan dalam penginderaan jauh adalah energi elektromagnetik.
Radiasi elektromagnetik adalah suatu pembawa energi elektromagnetik dengan mentransmisikan getaran medan elektromagnetik melalui ruang atau materi.
Energi elektromagnetik dapat dibedakan berdasarkan panjang gelombangnya. Spektrum elektromagnetik sangat luas, yaitu meliputi spektra kosmik, Gamma, X, ultra violet, sinar tampak, infra merah, gelombang mikro, dan gelombang radio. Umumnya dalam penginderaan jauh, istilah spektrum menunjuk pada bagian tertentu seperti spektrum sinar tampak, spektrum infra merah, dan spektrum ultra violet. Istilah saluran (band) digunakan untuk porsi yang lebih kecil, misalnya saluran biru, hijau, dan merah pada spektrum sinar tampak.
Bagian spektrum sinar tampak mencakup bagian yang kecil sebab kepekaan spektrum mata manusia hanya 0,4 m sampai dengan 0,7 m. Ultra violet 0,03 – 0,04m, sedangkan infra merah refleksi 0,7 – 3m.
Sistem penginderaan jauh pasif menerima energi yang dipantulkan dan atau dipancarkan oleh tampakan bumi. Distribusi spektral energi pantulan sinar matahari dan energi pancaran dari benda tidak seragam. Tingkat energi matahari yang sampai di bumi bervariasi menurut waktu, tempat, cuaca, dan kondisi permukaan bumi (materi, kemiringan, dan kekasaran). Spektrum elektromagnetik tersebut disajikan pada Gambar 2.
Berdasarkan daerah panjang gelombangnya, penginderaan jauh dapat dibagi dalam tiga jenis (Gambar 3) yaitu:
Gambar 2 Spektrum Elektromagnetik (Sumber:http://ml.scribd.com/doc /57120187/-Presentasi-indraja)
biru hijau merah infra merah ultra violet Sinar Tampak Panjang Gelombang ultra violet sinar X sinar Y sinar
kosmis merahinfra
refleksi infra merah panas
gelombang
mikro TV danradio 10-6m 10-4 10-1 1 10 105 108
a. Penginderaan jauh sinar tampak dan inframerah reflektif: sumber energi adalah matahari. Matahari memancarkan energi elektromagnetik dengan panjang gelombang puncak 0,5 m. Data terutama tergantung dari pantulan obyek di permukaan bumi. Jadi informasi tentang obyek dapat diperoleh dari pantulan spektral. Namun, radar laser merupakan pengecualian sebab dia tidak menggunakan energi matahari namun energi laser dari sensor.
Penginderaan jauh sinar tampak dan inframerah
reflektif Penginderaan jauh inframerah panas Penginderaan jauh gelombang mikro Sumber
Radiasi matahari obyek obyek radar Obyek pantulan radiasi termal
Radian Spektral Spektrum Elektro-magnetik Sensor: kamera detektor foto sensor gel. mikro UV Sinar tampak
sensor sensor sensor
radiasi
gel. mikro hmb. balikkoef.
Inframerah
reflektif Inframerahtermal Gelombang mikro
a b 0,5m 10m Radiasi pancaran a b Radiasi pantulan 3m panjang gelombang 0,4m 0,7m 1 mm 0,3m 0,9m 14m 1 mm 30 cm
Gambar 3 Jenis Penginderaan Jauh Ditinjau dari Panjang Gelombang (Sumber: http://ml.scribd.com/doc/57120187/Presentasi-indraja)
b. Penginderaan jauh inframerah panas: sumber energi adalah energi radian dari obyek itu sendiri sebab setiap obyek dengan temperatur normal akan memancarkan radiasi elektro-magnetik dengan puncak sekitar 10m.
c. Penginderaan jauh gelombang mikro: terbagi atas penginderaan jauh gelombang mikro pasif (radiasi gelombang mikro dipancarkan dari obyek yang dideteksi) dan aktif (mendeteksi koefisien hamburan balik).
Interaksi antar Energi dan Obyek
Tiap benda mempunyai karakteristik tersendiri dalam menyerap dan memantulkan energi yang diterimanya. Karakteristik ini disebut karakteristik spektral atau tanda-tangan spektral. Obyek yang banyak memantulkan energi elektromagnetik tampak cerah, sedangkan yang banyak menyerap tampak gelap.
Suatu obyek memancarkan fluks radian spektral unik tergantung pada temperatur dan sifat emisiviti (pancaran) obyek tersebut. Radiasi ini disebut radiasi termal karena terutama tergantung pada temperatur. Interaksi energi dengan obyek akan menimbulkan tiga hal, yaitu dipantulkan, diserap, atau diteruskan (ditransmisikan).
Reflektan adalah perbandingan fluks sinar datang pada permukaan dengan fluks sinar pantulannya. Asumsi dasar dalam penginderaan jauh adalah bahwa reflektan spektral bersifat unik dan berbeda dari satu obyek dengan obyek lain yang berbeda.
Pengenalan objek di permukaan bumi didasarkan pada nilai reflektan energi elektromagnetik yang dipancarkan oleh objek yang direkam oleh sensor. Di permukaan bumi terdapat tiga kelompok objek utama, yaitu vegetasi, tanah, dan air yang masing-masing memancarkan energi elegtromagnetik dengan panjang gelombang tertentu. Sifat-sifat inilah yang dipergunakan oleh poenginderaan jauh untuk mengenali objek-objek atau tipe-tpe penutupan lahan di permukaan bumi (Lillesand dan Kiefer, 1979 ).Gambar 4 memperlihatkan grafik reflektan spektral untuk tanah, vegetasi, dan air
Sistem Pengolahan Data dan Aplikasinya
Hasil akhir suatu proses pengolahan penginderaan jauh tergantung pada tujuan dan kebutuhan si pengguna. Sebab itu, pihak pengguna merupakan komponen penting dalam sistem penginderaan jauh. Diterima-tidaknya hasil penginderaan jauh tergantung pada kecermatan, keterpercayaan, dan kesesuaian dengan kebutuhan pengguna.
Berbagai aplikasi penginderaan jauh telah meluas keberbagai bidang kajian, antara lain di bidang pemetaan, pertanahan, geologi, kehutanan, pertanian, keteknikan, kelautan, kajian bencana alam, pertambangan, dan sebagainya.
2.3 Citra Landsat 7
Keterangan:
A = tanah lempung berlumpur B = tanah musk
C = vegetasi D = air sungai keruh E = air sungai jernih Persentase Reflektan Panjang Gelombang D E A B C
Gambar 5 Satelit Landsat 7 (Sumber: Landsat Handbook, 2009) 10 20 30 40 50 70 80 60 0 0.4 0.8 1.2 1.6 2.0 2.4
Gambar 4 Reflektan Spektral untuk Tanah, Vegetasi, dan Air (Sumber: Lillesand and Kiefer, 1986)
Landsat 7 (Gambar 5) dengan sensor ETM+ merupakan turunan dari Thematic Mapper (TM) yang dipasang untuk Landsat 4 dan 5, tetapi lebih terkait erat dengan Enhanced Thematic Mapper (ETM) yang hilang karena Landsat 6 gagal orbit.
Desain sensor ETM+ seperti sensor ETM pada Landsat 6 ditambah dua sistem model kalibrasi untuk gangguan radiasi matahari dengan penambahan lampu kalibrasi untuk fasilitas koreksi radiometrik. Sensor ETM+ bekerja pada 3 resolusi, yaitu 30 resolusi meter untuk saluran 1-5, resolusi 60 meter untuk saluran 6, dan resolusi 15 meter untuk saluran 8. Karakteristik instrumen Landsat 7 terdapat pada Tabel 1.
Tabel 1 Karakteristik Instrumen Landsat 7
No. Parameter Landsat-7 Keterangan
1 Sensor ETM+ Resolusi Spasial
Pankhromatik (PA) 15 m (B8) 2,5 m identik 1: 10.000 Visible (VIS) 30 m (B1, B2, B3) 5 m identik 1:20.000 Near Infrared (NIR) 30 m (B4) 10 m identik 1:40.000 Short Infrared (SWIR) 30 m (B5, B7) 20 m identik 1:50.000 Thermal Infrared (TIR) 60 m (B6) 30 m identik 1:100.000 2 Ketelitian di lapang - produk standar - produk ortho 250 m
-3 Ukuran frame citra 185 km x 185 km
-4 Pemanfaatan: - suberdaya alam - mitigasi bencana - kartografi - urban - sumberdaya pesisir ME, MA MA, ME MA MA, ME ME, MA -Sumber: Kusumowidagdo (2006)
Keterangan: MA= Skala Makro; ME= Skala Menengah
Fungsi-fungsi aplikasi dari delapan saluran pada Landsat 7 dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Saluran pada Citra Landsat 7
Saluran Gelombang (µm)Kisaran Kegunaan Utama
1 0,45 – 0,52 Penetrasi tubuh air, analisis penggunaan lahan, tanah, dan vegetasi. Pembedaan vegetasi dan lahan. 2 0,52 – 0,60 Pengamatan puncak pantulan vegetasi pada saluran
hijau yang terletak diantara dua saluran penyerapan. Pengamatan ini dimaksudkan untuk membedakan jenis vegetasi dan untuk membedakan tanaman sehat terhadap tanaman yang tidak sehat
3 0,63 – 0,69 Saluran terpenting untuk membedakan jenis vegetasi. Saluran ini terletak pada salah satu daerah penyerapan klorofil
4 0,76 – 0,90 Saluran yang peka terhadap biomasa vegetasi. Juga untuk identifikasi jenis tanaman. Memudahkan pembedaan tanah dan tanaman serta lahan dan air. 5 1,55 – 1,75 Saluran penting untuk pembedaan jenis tanaman,
kandungan air pada tanaman, kondisi kelembapan tanah.
6 2,08 – 2,35 Untuk membedakan formasi batuan dan untuk pemetaan hidrotermal.
7 10,40 – 12,50 Klasifikasi vegetasi, analisis gangguan vegetasi. Pembedaan kelembapan tanah, dan keperluan lain yang berhubungan dengan gejala termal.
8 Pankromatik Studi kota, penajaman batas linier, analisis tata ruang
Sumber: Lillesand dan Kiefer, 1979 dengan modifikasi. 2.4 Karakterisitik Data Penginderaan Jauh
Karakteristik data dalam penginderaan jauh dapat dibedakan dalam dua bentuk, yaitu resolusi spektral dan resolusi spasial.
Resolusi Spektral adalah banyaknya saluran yang dapat diserap oleh sensor. Semakin banyak saluran yang dapat diserap oleh sensor maka resolusi spektralnya semakin tingi. Resolusi spektral berkaitan langsung dengan kemampuan sensor untuk dapat mengidentifikasi objek.
Karakteristik Spektral adalah karakteristik objek dalam berinteraksi dengan gelombang elektromagnetik. Sebagai contoh air mempunyai sifat banyak menyerap sinar matahari sehingga sinar yang dipantulkan sedikit, sebagai akibatnya maka air akan tampak gelap pada citra.
Resolusi Spasial adalah kemampuan sensor dalam membedakan dua objek yang jaraknya berdekatan atau jarak minimum antar dua objek yang masih data dibedakan. Dengan kata lain objek yang berjarak lebih kecil dari resolusi spasial akan tampak sebagai objek tunggal pad citra.
Karakteristik Spasial adalah karakterisitik objek dalam hubungannya dengan keruangan seperti bentuk, ukuran, bayangan tekstur, pola dan asosiasi. Sebagai contoh pasar yang dikenali berdasarkan bangunan yang besar dengan pola yang teratur yang berjarak rapat satu sama lain, situsnya di tepi jalan, dan berasosiasi dengan tempat parker kendaraan.
Resolusi Temporal adalah waktu yang dibutuhkan oleh satelit untuk meliput kembali satu objekyang sama di permukaan bumi. Resolusi temporal yang tinggi berarti satelit hanyamembutuhkan waktu yang singkat untuk mengorbit (memutari) bumi.
Karakter spektral dan spasial digunakan untuk mengenali objek yang tergambar pada citra. Proses pengenalan kenampakan pada citra disebut sebagai proses interpretasi citra. Pada dasarnya interpretasi citra terdiri dari dua proses, yaitu pengenalan objek pada citra dan proses analisis-klasifikasi-sintesis untuk menentukan keteraturan atau pola keterkaitan antar unsur lingkungan.
2.5 Karakteristik Spektral Vegetasi
Daun tanaman memantulkan, menyerap, meneruskan, dan memancarkan sinar yang diterima dari sinar matahari. Banyaknya sinar yang dipantulkan ditentukan oleh kuatnya sinar matahari, banyaknya sinar yang diserap, dan dipancarkan kembali.
Pada panjang gelombang tampak (0,4-0,7 µm) pigmentasi mendominasi tanggapan spektral dari tumbuhan, keberadaan klorofil sangat penting pada panjang gelombang ini. Pantulan (reflektansi) dan pemancaran sinar matahari pada saluran biru (0,4-0,5 µm) dan merah (0,6-0,7 µm) relatif rendah, karena kandungan klorofil pada daun menyerap energi paling tinggi pada panjang gelombang 0,45 µm dan 0,65 µm (Rambe, 1989).
Pada panjang gelombang inframerah, pantulan meningkat sangat cepat (pada 0.8 µm dan tetap tinggi sampai 1,3 µm). Pantulan tinggi berkaitan dengan
kenyataan bahwa pada panjang gelombang ini serapan klorofil daun sangat kecil, sedangkan struktur internal daun lebih berperan dalam pertambahan pantulan.
Pada saluran spektral 1,2-2,3 µm (inframerah dekat), struktur internal daun kurang berperan memberikan informasi kandungan air dalam jaringan daun. Pada saluran spektral 1,4 µm, 1,95 µm, dan 2,6 µm pantulan menjadi rendah sesusai dengan saluran serapan air yang utama. Saluran spektral 2,5-2,6 µm (inframerah jauh) daun menunjukkan serapan radiasi lama persentase yang lebih tinggi lagi sekitar 15% dari jumlah energi yang terserap diteruskan, dan sekitar 25% dihamburkan. Pada julat gelombang inframerah jauh ini terjadi pantulan yang rendah.
2.6 Image Enhancement
Didefinisikan sebagai suatu teknik untuk meningkatkan kualitas gambar atau citra sehinga menjadi lebih baik dan lebih mudah untuk diidentifikasi atau diinterpretasi kenampakan objek yang ada pada citra. Tipe penajaman citra meliputi perentangan kontras, konversi histogram, komposit citra, dan fusi data (ERDAS, 1999).
Perentangan Kontras
Perentangan kontras dapat diformulasikan dengan hubungan sistematis y= f(x) dimana x adalah data asli dan y adalah data luaran. Secara garis besar ada dua tipe perentangan, yaitu linier dan nonlinier seperti pada Gambar 6. Perentangan linier menggunakan hubungan sistematis y= ax+b dimana a dan b merupakan konstanta, sedangkan perentangan nonlinier ada beberapa macam diantaranya fold convertion, saw convertion, continuous function. Fold convertion merupakan perentangan kontras mengikuti kurva multiple liner. Perentangan ini menguntungkan karena perentangan kontras dapat dilakukan dengan bagian per bagian sesuai dengan nilai spektral yang diinginkan untuk dipertajam/direntang. Saw convertion hampir sama dengan fold convertion, tetapi perentangannya tidak kontinyu. Perentangan dengn continuous function menggunakan fungsi eksponesial, logaritmik, dan polinomial.
Gambar 6 Hasil Proses Perentangan Kontras (Sumber: Jensen,1986) Konversi Histogram
Konversi histogram bertujuan untuk melakukan perentangan kontras dengan cara mengubah bentuk histogram nilai spektal citra asli menjadi histogram baru sehinga menghasilkan citra data gambar yang lebih jelas. Teknik yang biasa digunakan adalah histogram equalization dan histogram normalization. Histogram equalization adalah teknik mengkonversi histogram citra asli menjadi histogram yang terdistribusi merata. Sedangkan histogram normalization menghasilkan histogram yang terdistribusi normal. Proses konversi histogram ditunjukkan pada Gambar 7.
Gambar 7 Hasil Konversi Histogram dalam Penginderaan Jauh (Sumber: http://www.nrcan.gc.ca/)
Komposit Citra
Komposit citra dibuat untuk mendapatkan tampilan visual citra yang optimal untuk identifikasi lahan dengan tujuan menonjolkan detail bentuk kenampakan dengan memanfaatkan konfigurasi variasi nilai spektral dan penajaman.
Guna menampilkan citra komposit warna ke layar monitor hanya diperlukan tiga saluran, yaitu dengan cara memasukkan ke dalam layer merah (Red), hijau (Green), dan biru (Blue). Ketiga layer ini merupakan warna dasar bagi pembentukan warna yang dapat dilihat monitor. Jika masing-masing saluran menggunakan resolusi radiometrik 8 bit, berarti tiap saluran mempunyai jumlah maksimum 256 tingkat keabuan, maka kombinasi dari ketiga layer tersebut dapat menghasilkan 2563warna.
Komposit warna dapat dilakukan dengan melakukan pemilihan kombinasi saluran terbaik dengan parameter Optimum Index Factor (OIF) yang dikembangkan oleh Chaves et al. (1982, dalam Jensen, 1986). Cara ini meranking kombinasi tiga saluran spektral yang dapat dibuat dari citra multispektral. Nilai OIF secara statistik menghitung pembagian antara jumlah standar deviasi nilai-nilai spektral pada tiga saluran dengan jumlah nilai-nilai absolut koefisien korelasi antara tiap dua dari tiga saluran. Untuk memperoleh nilai OIF maka digunakan persamaan sebagai berikut:
=∑ ∑ ( ) Keterangan:
Sk = Standar deviasi nilai-nilai spektral pada saluran
Abs (rj) = Nilai absolut koefisien antara tiap dua dari tiga saluran
Dari perhitungan nilai OIF akan terdapat banyak kombinasi yang kemudian ditentukan urutan nilai OIF. Nilai OIF tertinggi akan dipilih sebagai kombinasi saluran terbaik. Dari kombinasi saluran terbaik tersebut selanjutnya akan dilakukan kombinasi kembali, yaitu dengan cara membolak-balik urutannya sehingga akan didapatkan 6 kombinasi baru. Keenam kombinasi tersebut bisa
berbeda dalam warna, namun jumlah urutannya akan tetap sama, sehingga pengubahan susunan kombinasi tidak akan mengubah kedetilan informasi.
Fusi Data
Untuk mempertajam informasi spektral dan spasial, maka dilakukan fusi data yang merupakan penggabungan citra dengan informasi spektral dan informasi spasial.
Fusi multispektral adalah penggabungan kombinasi antar saluran yang memiliki resolusi spektral yang berbeda dan resolusi spasial yang sama. Dalam citra Landsat 7 saluran yang digunakan adalah saluran 1, 2, 3, 4, 5, dan 7 yang masing-masing memiliki resolusi spasial 30 m, dan saluran 8 yang memiliki resolusi spasial 15 m. Saluran 6 tidak digunakan dalam fusi karena memiliki resolusi spasial yang berbeda, yaitu 60 m.
Fusi spasial merupakan penggabungan saluran-saluran yang memiliki resolusi spasial berbeda. Pada Landsat 7 dilakukan penggabungan antara citra multispektral (saluran 1, 2, 3, 4, 5, dan 7) yang memiliki resolusi spasial 30 m dengan pankromatik (saluran 8) yang memiliki resolusi spasial 15 m, sehingga hasil akhirnya akan didapatkan citra baru yang memiliki resolusi spasial 15 m. Fusi multispasial dilakukan dengan menggunakan kombinasi saluran yang sudah terpilih. Berbagai teknik fusi data yang dikenal adalah Principal Component, Multiplicative, dan Brovey Transform (ERDAS, 1999).
Principal Component. Teknik ini mentransformasikan data multispektral menjadi komponen utama (PC) 1,2,…,n dimana PC1 mempunyai informasi paling banyak, dan berkurang sampai PCn. Fusi data dengan komponen utama digunakan dengan langkah sebagai berikut: PC1 diganti dengan data yang mempunyai informasi tekstur, kemudian ditransformasikan balik menjadi saluran semula.
Multiplicative. Pada suatu kombinasi warna RGB (542) dengan intensitas dari saluran pankromatik dilakukan dengan prosedur sebagai berikut: dari domain RGB (542) ditransformasikan ke domain HIS (542). Intensitas hasil transformasi diganti dengan saluran pankromatik, sehingga menjadi I(Pan)HIS(542). I(Pan)HIS(542) ditransformasikan balik menjadi RGB yang merupakan hasil dari gabungan saluran 542 dengan intensitas dari pankromatik.
Brovey Transform. Teknik baik digunakan untuk mempertajam kenampakan air, dan menampilkan daratan dengan lebih alami. Jika kombinasi saluran RGB (542) digabung dengan saluran pakromatik, maka Brovey Transform:
RED : B5/(B2+B4+B5)*Pan
GREEN : B4/(B2+B4+B5)*Pan BLUE : B2/(B2+B4+B5)*Pan
Data Landsat 7 saluran 1-5, dan 7 dengan resolusi spasial 30x30 meter digabungkan dengan Landsat saluran pankromatik dengan resolusi spasial 15x15 meter akan memperjelas kenampakan visual, dimana kesan warna didapat dari data Landsat multispektral, sedangkan kesan tekstur diambil dari data Landsat saluran pankromatik.
2.7 Interpretasi Citra
Interpretasi citra visual dapat didefiniskan sebagai aktivitas visual untuk mengkaji citra yang menunjukkan gambaran muka bumi yang tergambar di dalam citra tersebut untuk tujuan identifikasi obyek dan menilai maknanya (Howard, 1991 ). Dari interpretasi citra dapat diperoleh informasi kualitatif dan kuantitatif dari sebuah citra melaui pengenalan bentuk, lokasi, tekstur, fungsi, kualitas, kondisi, hubungan antar objek yang ada, dan lain-lain dengan mengunakan pengetahuan dan pengalaman manusia.
Beberapa elemen yang paling banyak digunakan dalam interpretasi citra adalah ukuran, bentuk, bayangan, rona, warna, teksktur, pola, dan asosiasi.
Rona adalah ukuran relatif cerah gelapnya suatu citra yang mencerminkan ukuran banyaknya cahaya yang dipantulkan oleh suatu objek dan direkam oleh sensor hitam putih. Misalnya pasir kering akan terefleksi menjadi putih, sedangkan pasir basah akan terefleksi menjadi hitam.
Warna penting untuk mengidentifikasi benda-benda yang rumit. Misalnya jenis tumbuh-tumbuhan dan spesies dapat lebih mudah dibedakan dengan memperjelas warna.
Tekstur adalah derajat kekasaran atau kehalusan yang ditunjukkan oleh suatu kenampakan pada citra. Misalnya padang rumput yang sejenis akan memperlihatkan sebuah tekstur yang halus, hutan pinus akan memperlihatkan tekstur yang kasar.
Pola adalah susunan ruang yang teratur mengenai kenampakan objek permukaan bumi. Keteraturan bisaanya mengulang bentuk yang sama dengan tetap memperhatikan sebuah objek.
Asosiasi adalah kombinasi elemen interpretasi untuk mengidentifikasi sesuatu objek denganbantuan karakeristik geografi, konfigurasi lingkungan atau konteks dari sebuah objek di sekitarnya.
Unsur-unsur ini dapat digunakan satu persatu atau secara gabungan. Selain unsur-unsur tersebut, diperlukan pula suatu teknik interpretasi citra, yaitu suatu cara ilmiah dalam metode penginderaan jauh. Cara tersebut antara lain menggunakan data acuan/lapangan, penanganan data, dan penerapan konsep multi, seperti multispektral, multispasial, dan multitemporal.
2.8 Model Estimasi Umur Tanaman Kelapa Sawit
McMorrow (2001) mengatakan bahwa tanaman kelapa sawit secara struktur memiliki kemiripan dengan hutan. Kerapatan kanopi pada tanaman yang homogen memudahkan dalam pengenalan ciri spektral (spectral signature). Pembuatan model estimasi umur mengadopsi dari hasil penelitian Kustiyo (2003) yang berjudul “Model Estimasi Fase Tumbuh dan Luas Panen Padi Sawah dengan Menggunakan Data Landsat 7”. Dalam penelitiannya Kustiyo mengambil sampling area dengan kriteria tertentu dari setiap petak tanaman padi yang sudah diketahui umurnya pada masa vegetatif. Dari setiap sampel tersebut diekstrak rataan digital number (DN). DN tersebut merupakan ciri spektral, sehingga dapat dikorelasikan dengan umur tanaman padi.
Parameter indeks vegetasi tidak digunakan dalam penelitian ini. Karena menurut Jansen (2004) bahwa MIRI, RVI dan NDVI tidak berkorelasi dengan umur tanaman sawit. Strategi pembuatan model dilakukan dengan cara mencari hubungan fungsional terbaik antara umur tanaman dengan saluran-saluran citra
Landsat 7. Korelasi yang digunakan adalah regresi linier ganda yang dirumuskan seperti formula dibawah:
y =a0+a1s1+…+ansn
Keterangan:
y = umur tanaman
a1 = koefisien regresi dari saluran ke-i s1 = nilai spektral saluran ke-i
n = jumlah saluran y digunakan
Pendugaan model terbaik dilakukan bertahap dengan cara mengurangi jumlah saluran yang digunakan satu demi satu (all possible regression method). Pada tahap pertama, umur tanaman dikorelasikan dengan semua saluran multispektral landat 7 yaiu 1, 2, 3, 4, 5, dan 7. Dari 6 saluran, diambil satu saluran untuk dilakukan kombinasi sehingga akan nada 6 kombinasi masing-masing terdiri dari 5 saluran. Dari 6 kombinasi ini dikorelasikan dengan umur tanaman dan diambil kombinasi dengan koefisien korelasi paling besar.
Pada tahap kedua kombinasi dari 5 saluran dengan nilai koefisien paling besar diambil satu saluran lagi, sehingga diperoleh 5 kombinasi dimana setiap kombinasi terdiri dari 4 saluran. Masing-masing kombinasi dikorelasikan dengan umur tanaman padi, dan diambil kombinasi dengan nilai koefisien paling besar.
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian mengenai analisis data Landsat 7 untuk estimasi umur tanaman kelapa sawit mengambil daerah studi kasus di areal perkebunan PTPN VIII Cilasak Baru, Banten. PTPN VIII Cisalak Baru memiliki luas kebun sawit sebesar 4 796.881 ha terbagi dalam lima afdeling yang tersebar di wilayah Kabupaten Lebak, Banten. Kabupaten Lebak terletak antara 6º18'-7º00' Lintang Selatan dan 105º25'-106º30' Bujur Timur, dengan luas wilayah 304 472 ha (3 044.72 Km²). Daerah penelitian ini memiliki batas-batas sebagai berikut:
sebelah Utara : Rangkasbitung sebelah Selatan : Luewidamar sebelah Barat : Cileles sebelah Timur : Curugbitung
Daerah penelitian memiliki jenis tanah podsolik merah kuning dengan topografi berbukit bergelombang dan kemiringan lereng dari landai hingga curam. Kabupaten Lebak berada dalam kompleks perbukitan, berdekatan dengan Gunung Sanggabuana dan Gunung Halimun di bagian Timur. Lokasi penelitian seperti ditunjukan pada Gambar 8.
Dari PTPN VIII Cisalak Baru diperoleh data lapang yang selanjutnya diolah di Laboratorium Penginderaan Jauh dan Informasi Spasial Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor untuk pengolahan data. Waktu penelitian dilakukan dari bulan Februari 2010 hingga bulan Januari 2011.
3.2 Alat dan Bahan
Bahan dan alat yang dibutuhkan dalam penelitian ini dapat dirinci seperti pada Tabel 3 dan Tabel 4:
Tabel 3 Jenis dan Sumber Data
Jenis Data Sumber Data
Deskripsi tanaman tiap tingkatan umur Pengamatan di lapang
Rekaman GPS area penelitian Pengamatan di lapang
Peta Kebun PTPN VIII Cisalak Baru
Peta Digital RBI Kabupaten Lebak, Banten Lab. Inderaja IPB Citra Landsat 7 tanggal 26-04-2010* dan 13-06-2010*
dengan daerah liputan path 123/row 064 wilayah Provinsi Banten
U.S. Geological Survey
Keterangan: * = Citra Landsat 7 tanggal 26-04-2010 digunakan sebagai citra pengisi gap pada citra utama tanggal 13-06-2010 dalam proses gap-filling.
Tabel 4 Peralatan yang Digunakan dalam Penelitian
Hardware Software Cek Lapang
Seperangkat komputer Erdas Imagine 8.6 GPS Magellan Platinum
Printer Minitab 15 Kamera digital
Microsoft Word 2007 Alat tulis Microsoft Excel 2003
3.3 Metodologi
Penelitian ini dilakukan dengan empat tahap yaitu: (1) persiapan dan pengolahan citra, (2) interpretasi citra, (3) pembuatan model, dan (4) verifikasi model.
1) Tahap Persiapan dan Pengolahan Citra
Pada tahap ini dilakukan pengumpulan data berupa citra Landsat dengan kualitas terbaik yaitu bebas tutupan awan pada area penelitian dan data rekaman GPS tiap kelompok umur tanaman kelapa sawit di lapang. Pengolahan citra Landsat 7 meliputi pemotongan citra (cropping) dan melakukan pengisian gap pada citra (gap-filled).
a) Pemotongan Citra (Cropping)
Pemotongan citra dilakukan untuk mendapatkan daerah penelitian (region of interest) dengan tujuan agar pengolahan data yang lebih fokus dan lebih rinci pada daerah tersebut. Pemotongan citra ini didasarkan pada posisi koordinat yang terdapat di peta administrasi kebun PTPN VIII Cisalak Baru dengan proyeksi UTM (Universal Transfer Mercator).
b) Pengisian Gap Citra (Gap-filled)
Citra yang diperoleh dari United States Geological Survey (USGS) adalah citra dengan dengan kondisi memiliki gap, karena sensor Scan Line Corrector pada Landsat 7 dalam keadaan mati (SLC-off). Akibatnya kondisi citra kurang baik karena seluas 22% wilayah rekaman hilang. Gap-filled adalah teknik memperbaiki kondisi citra SLC-off agar memiliki informasi relatif utuh. Adapun metode yang digunakan adalah SLC-off to SLC-off gap-filled method (USGS, 2005) dimana citra dengan tanggal rekaman 26-04-2010 digunakan sebagai citra pengisi untuk citra utama tanggal rekaman 13-06-2010.
Analisis visual dilakukan untuk melihat homogenitas piksel suatu kelas pada area gap. Analisis statistik citra dilakukan untuk mengetahui perbedaan sebaran nilai piksel pada citra. Analisis statistik citra dilakukan pada citra pengisi dan citra hasil gap-filled. Hasil analisis grafis dan analisis statistik digunakan sebagai dasar untuk menentukan citra mana yang akan digunakan sebagai pengambilan region untuk ekstraksi nilai spektral dari tiap kelompok umur
2) Tahap Interpretasi Citra
Dalam tahap interpretasi citra dilakukan klasifikasi citra secara visual. Citra yang digunakan adalah citra komposit kemudian, dilakukan fusi data. Pemilihan citra komposit dan pemilihan citra hasil fusi terbaik masing-masing dengan
menggunakan metode Optimum Index Factor (OIF). Metode OIF akan meranking nilai deviasi dari kombinasi tiga saluran spektral citra Landsat 7. Kombinasi saluran dengan nilai OIF tertinggi akan dipilih sebagai citra komposit terbaik. Kemudian pada citra komposit tersebut dilakukan deleniasi tiap kelompok umur tanaman kelapa sawit yang dibantu dengan data hasil survei lapang.
3) Tahap Pembuatan Model
Pada tahap ini dilakukan ekstraksi nilai spektral citra dari tiap kelompok umur kemudian dicari hubungan fungsional antara umur dan kombinasi saluran terpilih dalam bentuk regresi linier. Nilai spektral yang diekstrak merupakan nilai digital number (DN). Pembuatan region dan ektraksi nilai spektral tiap sampel dikerjakan dengan tampilan citra komposit.
Pembuatan region mengikuti data rekaman GPS blok tiap umur tanaman dengan mempertimbangkan region yang diambil tidak berada di dekat batas antar objek, tidak berada di daerah bayangan awan atau gunung, dan berada di daerah yang relatif datar. DN yang digunakan sebagai variabel bebas pada model adalah nilai rataan (mean).
4) Tahap Uji Model
Pada tahap ini model diverifikasi dengan membandingkan umur nyata tanaman dengan umur prediksi. Umur prediksi didapatkan dari nilai modus piksel region ukuran 3x3 (extract 8 pixel average) dari citra yang dipilih dari hasil analisis grafis dan analisis statistik pada Tahap Pengisian Gap Citra yang kemudian dimasukkan ke dalam model.
Adapun region uji diambil dengan ketentuan, yaitu region diambil di blok tanaman yang berbeda dari region pembuatan model, tidak di batas antar objek, tidak berada di daerah bayangan, berada di daerah yang relatif datar, dan sebaran piksel mengacu pada suatu kelompok umur. Data kelompok umur diketahui dari Peta Kebun PTPN VIII Cisalak Baru, Banten. Seluruh rangkaian kegiatan penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 9.
Data Lapang: - Rekaman GPS - PetaKebun - Data tanaman Interpretasi Visual Realisasi Tanaman: - Umur tanaman di lapang
Kajian Pembuatan Model Estimasi Umur Tanaman Sawit
Nilai Optimum Index Factor tertinggi
Pengolahan Citra
(Cropping & Gap-Filled)
PetaRBI
(Terkoreksi) Citra Landsat 7
Citra Komposit
Peta Tanaman Kelapa Sawit Berdasarkan Umur Citra Hasil Gap-Filled
(Citra Pengisi & Citra Utama) Analisis visual danstatistik citra hasil gap-filled
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pengisian Gap Citra
Citra Landsat 7 yang diedarkan setelah 31 Mei 2003 terdapat gap sebesar
22% dari wilayah scanning yang diakibatkan tidak berfungsinya Scan Line
Corrector (SLC-off) pada Landsat 7. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengisian
gap (gap filled). Citra Landsat dengan kondisi gap ditunjukkan pada Gambar 10.
Gambar 10 Citra Landsat 7 dengan SLC-off
Path 123/Row 064 Lebak, BantenTanggal akusisi 13-06-2010 SLC-off Kombinasi saluran 321
Gambar 11 Pengisian Gap pada Citra Landsat 7
Citra utama Tanggal 13-06-2010 Kombinasi saluran 432 Citra pengisi Tanggal 26-04-2010 Kombinasi saluran 432Citra hasil gap-filled Kombinasi saluran 432
Citra utama Tanggal 13-06-2010 Kombinasi saluran 432 Citra pengisi Tanggal 26-04-2010 Kombinasi saluran 432
Citra hasil gap-filled Kombinasi saluran
432
Dalam proses gap-filled (Gambar 11), terjadi proses penyamaan histogram
antara citra tanggal edar 26-04-2010 (citra pengisi) dengan citra tanggal rilis
13-06-2010 (citra utama). Area gap diisi oleh piksel-piksel baru hasil dari suatu
algoritma untuk mengekstrak piksel ukuran nxn (adaptif) dari citra utama dan citra
pengisi di sekitar gap (lokal) dan melakukan koreksi radiometrik terhadap piksel
baru dan bias yang terjadi melalui regresi linier. Proses ini disebut adaptive local
linear histogram matching (Storey et al, 2005). Sehingga pada citra hasil
pengisian gap (Gambar 9) tidak terjadi perbedaan hamburan warna yang nyata
antara citra utama dengan citra pengisi yang pada umumnya akan ditemui pada
jalur gap.
Berdasarkan tampilan visual, hasil gap-filled dari dua citra yang digunakan
memberikan informasi objek yang cukup baik secara umum (Gambar 12). Karena
dua citra yang digunakan dalam penelitian ini direkam dalam waktu yang relatif
dekat, maka area gap diisi dengan baik tanpa terlihat anomali wana dan bentuk
objek. Perubahan luasan objek, tekstur, dan warna juga tidak berbeda nyata.
Keterangan: A = kelapa sawit umur 13 tahun B = sungai
Gambar 12 Perbandingan Kejelasan Objek pada Masing-Masing Citra
Dalam proses pengisian gap, piksel dari citra pengisi mengisi piksel-piksel
kosong (gap) pada citra utama. Dimana masing-masing piksel dari kedua citra
sangat mungkin nilainya berbeda meskipun dalam satu kelompok umur. Hal ini
bisa disebabkan oleh pengaruh atmosfer, azimuth matahari, dan topografi.
Penyebab tersebut menjadikan nilai reflektansi yang diterima suatu objek yang
A A A
0 20 40 60 80 100 120 140 1 2 3 4 5 6
R
e
fl
e
k
ta
n
si
Band
Grafik Nilai Reflektansi pada Daerah Pemukiman
Mea n (Ga p-Filled) Min. (Ga p-Filled) Ma x. (Ga p-Filled) Mea n (Citra Pengisi) Min. (Citra Pengisi) Ma x. (Citra Pengisi) 7
sama pada masing-masing citra berbeda. Penyamaan histogram saat proses
gap-filled menghasilkan citra gap-gap-filled memiliki sebaran nilai piksel satu kelompok
umur menjadi tersebar merata.
Konsep dasar dari penyamaan histogram (histogram equalization) adalah
dengan merentangkan histogram. Sehingga perbedaan piksel menjadi lebih besar
atau dengan kata lain citra berubah lebih jelas, dan cerah. Pada daerah pemukiman
(Gambar 13) nilai DN citra hasil gap-filled tersebar pada rentang 39-93,
sedangkan nilai DN citra pengisi tersebar pada rentang 54-122. Pada tanaman
kelapa sawit usia 2 tahun (Gambar 14) nilai DN citra hasil gap-filled tersebar
pada rentang 35-96, sedangkan nilai DN citra pengisi tersebar pada rentang
43-114. Pada tanaman kelapa sawit usia 6 tahun (Gambar 15) nilai DN citra hasil
gap-filled tersebar pada rentang 28-81, sedangkan nilai DN citra pengisi tersebar
pada rentang 33-94. Pada tanaman kelapa sawit usia 14 tahun (Gambar 16) nilai
DN citra hasil gap-filled tersebar pada rentang 23-82, sedangkan nilai DN citra
pengisi tersebar pada rentang 25-95. Pada daerah sungai (Gambar 17) nilai DN
citra hasil gap-filled tersebar pada rentang 25-77, sedangkan nilai DN citra
pengisi tersebar pada rentang 29-89.
Gambar 13 Nilai Digital Number Daerah Pemukiman
0 20 40 60 80 100 120 1 2 3 4 5 6
R
ef
le
k
tan
si
Band
Grafik Nilai Reflektansi pada Kelapa Sawit Umur 2 Tahun
Mea n (Ga p-Filled) Min. (Ga p-Filled) Ma x. (Ga p-Filled) Mea n (Citra Pengisi) Min. (Citra Pengisi) Ma x. (Citra Pengisi) 7 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 1 2 3 4 5 6
R
e
fl
e
k
ta
n
si
Band
Grafik Nilai Reflektansi pada Kelapa Sawit Umur 6 Tahun
Mean (Gap-Filled) Min. (Gap-Filled) Max. (Gap-Filled) Mea n (Citra Pengisi) Min. (Citra Pengisi) Ma x. (Citra Pengisi) 7
Gambar 14 Nilai Digital Number Kelapa Sawit Umur 2 Tahun
Gambar 15 Nilai Digital Number Kelapa Sawit Umur 6 Tahun
Grafik Nilai DN pada Kelapa Sawit Umur 2 Tahun Grafik Nilai DN pada Kelapa Sawit Umur 2 Tahun
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 1 2 3 4 5 6
R
e
fl
e
k
ta
n
si
Band
Grafik Nilai Reflektansi pada Kelapa Sawit Umur 14 Tahun
Mea n (Ga p-Filled) Min. (Ga p-Filled) Ma x. (Ga p-Filled) Mea n (Citra Pengisi) Min. (Citra Pengisi) Ma x. (Citra Pengisi)
7
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 1 2 3 4 5 6R
e
fl
e
k
ta
n
si
Band
Grafik Nilai Reflektansi pada Daerah Sungai
Mean (Gap-Filled) Min. (Gap-Filled) Max. (Gap-Filled) Mea n (Citra Pengisi) Min. (Citra Pengisi) Ma x. (Citra Pengisi)
Gambar 16 Nilai Digital Number Kelapa Sawit Umur 14 Tahun
4.2 Penggabungan Citra
Fusi multispektral adalah penggabungan saluran-saluran yang memiliki
resolusi spektral yang berbeda dan resolusi spasial yang sama. Berdasarkan
perhitungan nilai OIF, kombinasi saluran 245 memiliki nilai tertinggi, yaitu
sebesar 28.96909. Gambar 18 adalah tampilan citra dengan kombinasi saluran
245.
Gambar 18 Citra Komposit 245
Urutan kombinasi saluran citra Landsat 7 berdasarkan nilai OIF disajikan
pada Tabel 5.
Tabel 5 Hasil Perhitungan Nilai OIF untuk Citra Komposit
Kombinasi
Saluran
Nilai OIF
Urutan
Kombinasi
Saluran
Nilai OIF
Urutan
2,4,5
28.96909
1
2,5,6
17.08035
11
3,4,5
28.77061
2
1,2,5
16.22434
12
1,4,5
25.15195
3
1,5,6
15.62021
13
3,4,6
24.39909
4
2,3,4
13.37399
14
2,4,6
22.37804
5
2,3,6
12.09808
15
4,5,6
21.86717
6
1,3,4
12.04508
16
1,4,6
20.90187
7
1,2,4
11.15053
17
2,3,5
19.76446
8
1,3,6
11.08097
18
1,3,5
19.19474
9
1,2,6
9.590797
19
3,5,6
19.03313
10
1,2,3
6.667804
20
Citra Landsat 7 daerah penelitian Path 123/Row 064 Kombinasi saluran 245
Kombinasi saluran terbaik berdasarkan Tabel 5 adalah kombinasi 245.
Dari kombinasi terseleksi 245 ini selanjutnya dipilih warna komposit RGB 542
karena menampilkan warna yang alami dengan kontras paling tegas dan paling
jelas dalam menampilkan penutup lahan
.
Perubahan urutan ini tidak mengubah
kedetilan informasi. Tampak pada kombinasi saluran 542 (Gambar 19) tanah
terbuka dan pemukiman berwarna merah, tumbuhan dengan warna hijau, dan air
dengan warna biru.
Gambar 19 Citra Komposit 542
Tingginya nilai OIF pada proses pemilihan citra komposit menunjukkan
bahwa citra RGB 542 mempunyai rentang warna yang lebih besar sehingga
menghasilkan citra yang lebih banyak warna serta mempunyai korelasi antar
saluran yang lebih rendah.
4.3 Interpretasi Visual Tanaman Kelapa Sawit
Interpretasi citra lahan kelapa sawit dilakukan secara visual. Hasil
interpretasi visual tanaman kelapa sawit berbagai umur secara disajikan pada
Gambar 18 dan Tabel 6.
Citra Landsat 7 daerah penelitian Path 123/Row 064 Kombinasi saluran 542