IX.
PERSPEKTIP PENGEMBANGAN USAHATANI SUSUDAN
PETERNAKAN SAP1 PERAH1. E f ~ k n s L ~ ~ ~ 1 ~ ~ e r g Z s y a 9 m ~ ~ k
Strategi pengembangan peternakan sapi perah harus mencerminkan prinsip keunggulan komparatip terutama kare- na menyangkut pengalokasian sumberdaya domestik yang cu- kup besar dalam jangka panjang. Dengan demikian kebijak- sanaan Pemerintah dalam menggunakan sumber devisa yang semakin langka dituntut agar memberikan manfaat ekonomi secara nasional berdasarkan kaidah-kaidah efisiensi.
Persoalan tersebut bertitik tolak dari pemilihan al- ternatip pemenuhan permintaan konsumsi susu dalam negeri yang ditinjau dari segi efisiensi ekonomi yaitu mening- katkan produksi susu dalam negeri atau melakukan impor, dan seberapa jauh devisa yang langka tersebut dapat di- hemat ?
Untuk maKsud tersebut disajikan hasil analisis bia- ya sumberdaya domestik dari usahatani susu dan peternak- an sapi perah yang disajikan pada Tabel 27. Nilai-nilai tersebut merupakan ukuran biaya kesempatan sosial dari penerimaan suatu unit marjinal bersih devisa.
Dari Tabel 27, dapat dilihat bahwa nilai BSD usaha-
- --
tani tersebut adalah sebesar 0.93. Koefisien dengan ni- lai lebih kecil dari satu tersebut menunjukkan bahwa aktivitas ekonomi dari usahatani susu dan peternakan sapi perah yang diterapkan adalah efisien secara ekonomi
dalam pemanfaatan sumberdaya domestik. Artinya, pemenuh- an perrnintaan konsumsi susu dalam negeri melalui upaya peningkatan produksi susu domestik lebih menguntungkan dibandingkan dengan melakukan irnpor susu dari luar ne- geri.
Tabel 27. Koefisien BSD, Nilai Finansial dan Ekonomi Biaya dan Penerimaan Usahatani Sapi Perah di Jawa Tengah, 1983
No. U r a i a n Nilai
1. Rata-rata produksi susu (liter/ekor/tahun)
2. Biaya faktor produksi (Rp/ekor/tahun) a) a. finansial
-
domestik-
asing 3. Penerimaan (Rp/ekor/tahun) a) a. finansial b. ekonomibl 4 . Koefisien BSDa) menggunakan harga riil b) menggunakan harga bayangan
2. Pro y e s i P o ~ ~ ~ L ~ i - B r a d ~ d
Pacu terhadap pertumbuhan ekonomi regional adalah sejauh mana perhatian para pembuat keputusan dicurahkan dalam penentuan kebijakan-kebijakan regional. Kualitas yang baik dari peramalan ekonomi merupakan prasyarat pen- ting bagi pelaksanaan suksesnya kebijakan regional.
Peramalan tingkat populasi dan produksi susu sapi perah merupakan salah satu faktor penting bagi perenca- naan pengembangan jangka menengah atau jangka panjang.
Proyeksi populasi dan produksi susu sapi perah di wilayah Jawa Tengah dilandasi atas asumsi bahwa koefi- sien-koefisien dari tingkat kelahiran, tingkat kematian, tingkat pernotongan, tingkat ekspor dan tingkat impor un- tuk setiap komposisi dalam struktur populasi sapi perah adalah konstan. Angka-angka proyeksi populasi dan pro- duksi susu sapi perah masa lima tahun (tahun 1984-1988) disajikan pada Tabel 28.
Tabel 28 menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan peningkatan populasi dan produksi susu sapi perah dari tahun 1984
-
1988. Rata-rata peningkatan populasi sapi perah pada angka proyeksi tersebut adalah sebesar 9.93 persen per tahun, sedangkan produksi susu meningkat se- besar 8.54 persen tiap tahun.Tabel 28. Proyeksi Populasi dan Produksi Susu Sapi Perah di Jawa Tengah, Tahun 1984
-
1988Tahun Populasi
( ekor )
Produksi Susu
( ton
3 . Daya D u k u n ~ Wilayah
Pada dasarnya, upaya pengembangan usahatani sapi pe- rah harus ditopang oleh daya dukung wilayah. Daya dukung wilayah ditentukan oleh faktor tersedianya makanan ter- nak yang memungkinkan pengembangannya dan sistem kelemba- gaan yang ada. Bagi wilayah penelitian ini, faktor ke-
'
tersediaan makanan hijauan merupakan salah satu kendala utama.
Salah satu teknik yang dapat digunakan untuk menen- tukan daya dukung wilayah adalah yang bersandar kepada konsep kemampuan lahan
(land
y . Berdasarkan konsep ini maka kelas kesesuaian lahan(bd
suiti&UUe)-
yang merupakan derajat kesesuaian lahan untuk jenis ta- naman makanan dapat ditentukan. Dengan memperkirakan produksi untuk masing-masing jenis tanaman maka dapat di- ketahui daya dukung suatu wilayah.
Untuk wilayah Jawa Tengah parameter yang dianggap sesuai untuk menentukan besarnya daya dukung wilayah ba- gi pengembangan usahatani sapi perah meliputi: (a) keter- sediaan tanaman rumput dan (b) ketersediaan limbah perta- nian.
Makanan hijauan merupakan kebutuhan pokok dari ter- nak sapi perah, yaitu sekitar sepuluh persen dari berat tubuh per ekor per hari. Produksi susu sapi perah sebe- sar lebih kurang 70 persen ditentukan oleh makanan.
Untuk wilayah Jawa Tengah, makanan hujauan ternak yang berupa rumput berasal dari lapangan, galengan atau pematang sawah, tegalan, tepi jalan dan daerah hutan. Produksi hujauan ini masih dapat ditingkatkan dengan pe- nanaman rumput dan legium jenis unggul.
Hijauan makanan yang berasal dari limbah pertanian sampai saat ini penggunaannya masih rendah. Hal ini ber- arti bahwa dengan pengelolaan yang lebih baik melalui pe- ngawetan limbah pertanian, akan dapat ditingkatkan kapa- sitas tampung wilayah.
Berdasarkan perhitungan penyediaan hijauan makanan ternak pada tahun 1983, maka daya tampung wilayah Jawa Tengah adalah sebesar 2 481 638 unit ternak (UT). Jumlah ternak yang ada baru mencapai 1 791 295 UT. Dengan demi- kian wilayah ini masih dapat menampung tambahan ternak sebesar 690 343 UT (Dinas Peternakan Jawa Tengah, tahun 1983). Akan tetapi tambahan jumlah tersebut merupakan
kompetisi dari berbagai jenis ternak, yaitu meliputi ter- nak sapi potong, kerbau, kuda, domba dan lainnya.
Data daya dukung untuk masing-masing Dati I1 disaji-
kan pada Tabel Lampiran 11. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa terdapat kabupaten/kotamadya yang jumlah ternaknya telah melampaui kapasitas dukungnya, akan teta- pi sebagian lainnya masih berlebih daya dukung alaminya.
Terdapat kecenderungan peternak di beberapa region untuk merubah pola pertanaman lahan'usahataninya baik sa- wah maupun tegalan dari tanaman pangan menjadi rumput je- nis unggul. Terlepas dari dampak yang ditimbulkan oleh pergeseran pola tanam tersebut, keadaan demikian akan me- ningkatkan daya dukung wilayah yang bersangkutan terha- dap komoditi ternak.
4 .
&u~ULElag~;mg--
Secara nasional, usahatani susu dan peternakan sapi perah baru menyumbang sekitar 23 persen permintaan susu masyarakat melalui penawaran domestik, sedangkan 77 per- sen lainnya masih berasal dari impor luar negeri. Hal ini merupakan indikasi bahwa masih cukup luas kesempatan untuk berkembangnya peternakan sapi perah.
Paling sedikit terdapat tiga faktor yang perlu di- pertimbangkan untuk mendorong perkembangan sapi perah, yaitu (a) aspek ekonomis, (b) aspek lingkungan dan (c)
AsP.!=k&anamis
Pada tingkat lokal usahatani susu dan peternakan sa- pi perah dapat memberikan arti ekonomis penting terutama berkaitan dengan upaya pemerataan dan peningkatan penda- patan para petani di wilayah pedesaan.
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap upaya pe- ngembangan usahatani susu dan peternakan sapi perah ter- sebut adalah mencakup harga output susu di tingkat peter- nak, harga input yang diperlukan dalam proses produksi berusahatani dan ketersediaan modal bagi perluasan usaha.
Besarnya perbedaan harga produksi susu segar beserta hasil-hasil ikutannya dengan harga faktor-faktor produk- si olahan menentukan tingkat pendapatan peternak. Oleh karena itu mengingat keterbatasan kemampuan peternak da- lam kedua aspek tersebut, maka secara operasional peter- nak perlu memperoleh bantuan secara kelembagaan.
Harga output susu yang secara teoritis merupakan in- teraksi penawaran dan permintaan di tingkat pasar, menja- di faktor kunci bagi kegairahan peternak untuk mengem- bangkan usahataninya. Insentip harga yang menarik dapat merangsang petani melakukan perbaikan input faktor untuk mengadopsi sistem berusahatani yang lebih baik. Efek u- tama jangka panjang dari insentip harga terhadap produk- si dapat menginduksi pergeseran fungsi produksi, yaitu dengan pengembangan teknologi baru. Melalui efisiensi sistem pemasaran terutama di tingkat lembaga saluran
pemasaran, akan memberikan dampak positip terhadap pe- ningkatan pendapatan peternak yang pada gilirannya akan rnenginduksi pengembangan usahatani rnelalui investasi.
Demikian juga halnya dengan harga-harga input pro- duksi baik yang bersifat biaya tetap maupun biaya varia- be1 seyogyanya berada pada tingkat harga yang layak. Harga input induk sapi perah yang rata-rata bernilai Rp 760 000 per ekor cukup mahal bagi peternak, bahkan di luar jangkauan kemampuan peternak rakyat. Keadaan ini diindikasikan oleh besarnya ketergantungan peternak kepa- da program kredit induk sapi perah yang disediakan Peme-
rintah. Harga makanan konsentrat juga berada pada ting- kat yang cukup mahal sehingga kurang terjangkau oleh pe- ternak.
Upaya alternatip untuk mengatasi masalah input ada- lah dengan meningkatkan usaha hibrid benih unggul di da- lam negeri, serta mengembangkan pabrik makanan konsen- trat yang seyogyanya dapat dikelola koperasi.
Potensi permintaan masyarakat akan susu diperkira- kan meningkat terus di masa-masa yang akan datang. Hal ini disebabkan oleh dua alasan, pertama: bahwa penduduk akan bertumbuh terus, kedua: tingkat pendapatan diharap-
-- -
kan meningkat terus. Besarnya jumlah penduduk merupakan permintaan potensial (JXJ~&FI%L dmmd) yang apabila di-
dukung oleh daya beli sebagai akibat dari pendapatan per kapita yang meningkat, maka permintaan potensial menjadi
permintaan efektip (effe&;LYc gmmd). Karena komoditi susu dapat dikategorikan barang mewah (luxury ~ P S U ~ E -
*
tien),
maka diduga permintaan terhadap komoditi tersebutelastis. Artinya, jika pendapatan naik maka permintaan akan naik lebih dari proporsional.
Berdasarkan hasil Susenas
VI
(Soepeno, 1 9 8 4 ) , kebu- tuhan susu rata-rata per kapita penduduk di Jawa adalah sebesar 2.64 liter (setara susu segar) per tahun. Dengan berpegang kepada asumsi seperti tersebut di atas, maka kebutuhan susu untuk t a h u n 1983 dan 1988 a d a l a h s e b e s a r69 172 219 l i t e r dan 74 917 231 liter. P r o d u k s i susu sa- p i p e r a h pada t a h u n 1983 dan 1988 d i w i l a y a h Jawa Tengah masing-masing a d a l a h s e b e s a r 14 325 088 l i t e r dan s e b e - -
sar 41 240 272 liter. Dengan demikia~,berarti masih ter- dapat rumpang antara permintaan dan penawaran yang cu- k u p b e r a r t i . Rumpang ini dapat dipenuhi melalui perlu-
asan usaha peternakan sapi perah sekaligus merupakan upa-
ya ke arah substitusi irnpor. I
A ~ ~ e k l i n & u n m n
Pada uraian terdahulu telah dikemukakan bahwa ling- kungan fisik wilayah masih memungkinkan bagi tambahan ternak sebesar 690 343 UT. Untuk wilayah Jawa Tengah,
--
daerah pengembangan sapi perah adalah ke arah Timur yang meliputi: Semarang, Salatiga, Boyolali, Klaten, Karanga- nyar, Surakarta, dan ke arah Selatan meliputi: Magelang, Cilacap, Temanggung dan Banyumas.
Dari segi sumberdaya manusia, ternyata tenaga kerja yang berlimpah di wilayah pedesaan merupakan potensi yang cukup strategis untuk dimobilisasikan. Secara his- toris, para peternak yang ada sekarang sudah tidak asing lagi dengan usaha peternakan sapi perah walaupun masih bersifat tradisional. Dengan demikian, hanya diperlukan upaya untuk meningkatkan kemampuan di dalam mengelola u- sahatani susu dan peternakan sapi perah.
Pemasaran produksi susu lokal selama ini sangat ter- gantung kepada penyerapan IPS yang berada di luar wila- yah Jawa Tengah. Dengan mulai beroperasinya pada tahun
1985 IPS yang didirikan di Salatiga, diharapkan wilayah Jawa Tengah dapat melepaskan ketergantungannya kepada IPS-IPS di luar wilayah tersebut.
As~&Admbgam
Kelembagaan pedesaan berkembang dalam berbagai cara tergantung latar belakang sosial, ekonomi dan kultur da- ri masyarakat yang bersangkutan. Sebaiknya, institusi berkembang dari bawah ke atas ( b o t t ~ m - w
mwmch)
diban- ding melalui organisasi birokrasi dari atas ke arah ba- wah (tQE)-gQm cL.P~~mch).
Dalam sejarah perkembangannya, ternyata usaha peter-
- .-
nakan sapi perah tidak bisa lepas dari lembaga koperasi yang diharapkan merupakan alat pendekatan dari bawah. Peranan organisasi koperasi sangat penting di dalam sis- tern produksi usahatani susu dan peternakan sapi perah.
Hubungan koperasi dengan peternak telah terjalin dan bertumbuh secara baik. Koperasi berperan dalam pe-
t
ngadaan bibit unggul melalui paket kredit, pembinaan, pe- ngadaan sarana produksi lainnya serta penanganan pasca panen. Lembaga lain yang turut terlibat di dalam pembi- naan teknis ialah Dinas Peternakan. Peranan Pemerintah juga sangat besar di dalam mendukung pengembangan usaha- tani susu dan peternakan sapi perah ini.
Berbagai kebijaksanaan telah ditempuh guna memper- cepat kemajuan usaha tersebut baik secara teknis maupun yang bersifat non teknis. Langkah-langkah konkrit Peme- rintah yang telah dilakukan selama ini menunjukkan ada- nya keinginan politik yang mendukung sepenuhnya pengem- bangan petegnakan sapi perah. Bahkan secara nasional di- harapkan pada akhir Pelita IV perbandingan susu produksi dalam negeri dan susu impor luar negeri mencapai 1 : 1.
Iklim seperti dikemukakan di atas pada dasarnya mem- berikan prospek cerah bagi perkembangan usahatani susu dan peternakan sapi perah.
5
Kmbb4mg_emhumn_
Dari uraian terdahulu telah jelas bahwa sistem usa- hatani susu dan peternakan sapi perah mempunyai prospek
--
yang cukup baik. Akan tetapi di dalam upaya pengembang- an tersebut tidaklah berarti tanpa persoalan, terutama yang berkaitan dengan masalah-masalah teknis, ekonomi,
sosial dan kelembagaan, dimana satu dengan lainnya mempu- nyai hubungan erat dan tidak dapat dipisah-pisahkan.
Dari segi teknis tampak bahwa pada umumnya peternak rakyat belum menguasai teknologi secara lebih baik. Pe- ternak belum mampu melakukan metode pemberian makanan yang mengarah kepada optimalisasi produksi susu sesuai dengan potensi genetik sapi perah jenis unggul. Fenomena ini sebenarnya merupakan pencerminan dari keadaan sosial dan ekonomi peternak yang sangat lemah dimana rata-rata tingkat pendidikannya hanya sampai Sekolah Dasar saja.
Persyaratan lingkungan fisik bagi lokasi pemelihara- an sapi perah yang menuntut ketinggian tempat, tempera- tur dan kelembaban tertentu juga seringkali tidak terpe- nuhi. Hal demikian menyebabkan produktivitas sapi perah yang bersangkutan menjadi jauh lebih rendah dari potensi genetiknya serta menjadi lebih peka terhadap serangan penyakit.
Demikian juga pengetahuan peternak terhadap penya- kit yang menyerang sapi perah pada berbagai tingkatan umur masih sangat kurang. Hal ini mengakibatkan tingkat kematian sapi perah relatip tinggi di wilayah Jawa Te- ngah. Selang beranak ( s ~ V I D E
I ~ w l )
sapi perah di wilayah ini relatip panjang, rata-rata di atas 14 bulan. Panjangnya selang tersebut disebabkan peternak kurang respons terhadap masa-masa birahi induk sapi perah untuk segera melakukan inseminasi buatan, sehingga menundakebuntingan induk sapi perah yang bersangkutan. Peternak juga belum serius memperhatikan kebersihan susu yang
i
sangat mempengaruhi kualitas. Ini berkaitan dengan cara pemerahan dan penempatan atau penyimpanan susu sebelum disalurkan ke KUD.
Fasilitas yang belum memadai untuk keperluan-keper- luan tersebut di atas juga merupakan salah satu faktor penting, walaupun tenaga-tenaga penyuluh lapangan dalam jumlah terbatas telah disediakan oleh Pemerintah.
Dari segi ekonomi, kelangkaan sumberdaya modal yang dihadapi peternak menjadi persoalan penting. Tanpa kre- dit induk sapi perah dan input lainnya, sebagian besar penduduk tidak akan mampu melakukan usahatani sapi perah. Bagi penduduk yang telah memelihara sapi perah, ternyata sebagian besar peternak (91.12 persen) secara finansial dalam keadaan rugi sehingga peternak tidak mampu melaku- kan investasi baru atas kemampuan sendiri untuk rnening- katkan skala usahanya. Untuk meningkatkan nilai tambah, peternak tidak mempunyai kesempatan untuk menyalurkan atau memasarkan produksi susunya ke pasar bebas sebagai akibat dari keterikatannya dengan lembaga pemberi kredit.
Dari segi kelembagaan, masih dijumpai adanya kekaku-
an-kekakuan---institusional
( i n & ~ ~ b u l
rF9idUy) yang cenderung kurang menguntungkan peternak pada posisi ta- warnya yang relatip lemah. Tidak jarang Pemerintahkurang peka terhadap masalah-masalah yang dihadapi pe- ternak, seperti kelebihan penawaran susu pada tempat dan waktu tertentu, penolakan susu segar peternak oleh IPS,
dan pendistribusian secara lebih layak dari nilai tambah yang ditimbulkan oleh aktivitas usahatani susu dan peter- nakan sapi perah di antara aktor-aktor yang terlibat mu- lai dari tingkat peternak hingga IPS dan konsumen akhir.