• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PERSEPSI PELAKU UMKM TERHADAP KREDIT MODAL KERJA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN PERSEPSI PELAKU UMKM TERHADAP KREDIT MODAL KERJA"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

TELESKOP VOL. 16 ED. 2, JULI 2016 63 KAJIAN PERSEPSI PELAKU UMKM TERHADAP KREDIT MODAL KERJA

Agus Budiono

Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Y.A.I Agusbudiono62@gmail.com

Purnawan Sahli

Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Y.A.I Purnawan_sahli@yahoo.com

ABSTRACT: The purpose of this study was to determine the perceptions and opinions SMEs in Depok, West Java on working capital loans from the Bank or Cooperative for business elicits. The data used in this study are primary data obtained by questionnaire survey. The analysis shows that the majority of the 51 SMEs in Depok city as much as 92.1% do not know about the requirements of making the loan before applying for a loan; as much as 74.5% find it difficult to follow or understand the procedures to apply for a loan; who objected to satisfy the requirements of obtaining a loan raised as much as 66.8%; who objected to satisfy asked to provide a guarantee as much as 43.2%; who felt old for a period of disbursement of the proposed loan as much as 80.4% and objecting to meet repayment of loans as much as 51.0%. Of SMEs in Depok, West Java who feels lighter to meet the installment amount is set at 56.9%. The majority of SMEs in Depok, West Java who feel not know about the risks of overdue loans as much as 96.1%

Keywords: Perception, working capital loans, SMEs. PENDAHULUAN

Usaha Kecil dan Menengah (UKM) merupakan fenomena yang cukup populer dewasa ini, dan memungkinkan akan menjadi pola dan tatanan baru dalam kehidupan masyarakat, dan bagi pihak tertentu merupakan hal yang baru yang memerlukan pendidikan khusus. UKM merupakan dunia bisnis yang penuh risiko dan ketidakpastian, yaitu antara keberhasilan dan kegagalan mudah dan cepat terjadi.

Mengamati fenomena di Indonesia, krisis ekonomi yang berkepanjangan di Indonesia berdampak pada semakin lemahnya sumber daya yang dimiliki oleh sebuah organisasi sehingga banyak perusahaan besar maupun kecil yang tidak mampu bertahan lebih lama lagi. Kondisi seperti ini sangat dirasakan oleh perusahaan-perusahaan atau kelompok usaha yang tergolong besar, akan tetapi ternyata kelompok usaha yang tergolong kecil lebih mampu bertahan dibandingkan dengan kelompok usaha besar. Kenyataan tersebut menunjukkan bahwa usaha kecil lebih mampu beradaptasi dengan perubahan lingkungan dan mampu bertahan dibandingkan dengan usaha yang tergolong besar.

(2)

TELESKOP VOL. 16 ED. 2, JULI 2016 64 Dalam sejarah perekonomian Indonesia, kegiatan Usaha Kecil dan Menengah (UKM), yang dikategorikan sebagai usaha sektor informal, sangat potensial dan berperan dalam menyediakan lapangan pekerjaan dengan penyerapan tenaga kerja secara mandiri. Jauh sebelum krisis ekonomi sektor informal sudah ada, resesi ekonomi nasional tahun 1998 hanya menambah jumlah tenaga kerja yang bekerja di sektor informal. Pengusaha sektor informal adalah orang yang bermodal relatif sedikit berusaha di bidang produksi barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan kelompok tertentu di dalam masyarakat. Usaha tersebut dilaksanakan di tempat-tempat yang dianggap strategis dalam suasana lingkungan yang informal. Usaha sektor informal, umumnya memiliki ciri-ciri tidak tergantung pada kerjasama banyak orang dan sistem pembagian kerja yang tidak ketat serta skala usaha relatif kecil. Pada umumnya usaha sektor informal tidak mempunyai ijin usaha dan untuk bekerja di sektor informal lebih mudah daripada bekerja di perusahaan formal (Winardi, 2007).

Kenyataan menunjukan bahwa pada saat terjadi krisis ekonomi, usaha kecil dan mikro lebih konsisten dibanding perusahaan-perusahaan yang lebih besar UMKM di Kota Depok dan sekitarnya merupakan industri yang masih tetap eksis sampai saat ini. Jumlah UMKM dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Hal tersebut menunjukkan adanya pertumbuhan ekonomi yang produktif. Perkembangan UMKM diharapkan dapat memberikan kontribusi positif yang signifikan terhadap upaya-upaya penanggulangan masalah-masalah ekonomi dan sosial dalam negeri..

Pemerintah meluncurkan program penguatan finansial berbasis partisipasi masyarakat melalui dana yang disalurkan dengan pola bergulir. Pola bergulir adalah cara memanfaatkan bantuan kepada Koperasi Usaha Kecil Menengah (KUKM). Tata caranya diatur dalam keputusan Menteri KUKM. Pola perguliran ini sudah dimulai sejak tahun 2000.

Adanya dana bergulir diharapkan dapat bermanfaat dalam meningkatkan produksi dan penjualan sebagai implikasi dari peningkatan kapasitas produksi, penyerapan tenaga kerja yang lebih besar, serta stimulasi pemanfaatan sumber daya dan faktor produksi

secara lebih optimal. Salah satu faktor pendorong kemajuan perekonomian di Indonesia adalah berkembangnya Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). UMKM berkontribusi positif terhadap peningkatan PDB Harga Berlaku Indonesia (59,17%) dan menyerap banyak tenaga kerja (98,23%) pada tahun 2012. Oleh karena itu pemerintah memfasilitasi pengembangan UMKM contohnya, dengan program kredit usaha rakyat dan pinjaman kredit

(3)

TELESKOP VOL. 16 ED. 2, JULI 2016 65 komersial memalui Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah RI. Sejak tahun 2005 hingga sekarang jumlah UMKM di Indonesia terus meningkat, pada tahun 2012 jumlah UMKM di Indonesia telah mencapai 56.534.592 unit dengan berbagai bidang usaha.

Jumlah UMKM di Indonesia yang terus meningkat berdampak terhadap peningkatan PDB Harga Berlaku yang mencapai Rp.1.494.631,9 miliar tahun 2005 ; Rp.3.466.393,3 miliar tahun 2010 dan telah mencapai Rp.4.869.568,1 miliar tahun 2012 atau mengalami peningkatan sebesar 10%-20% setiap tahunnya. UMKM juga mengurangi masalah pengangguran karena menyerap tenaga kerja dan meningkatkan pendapatan nasional dari pajak yang dibayarkan. Berdasarkan fakta-fakta tersebut, UMKM dapat dikatakan memiliki peran penting dalam perkembangan perekonomian Indonesia.

Secara umum, UKM memiliki peran yang besar di dalam negara yang didominasi usaha berskala kecil dan menengah seperti Indonesia dan negara-negara ASEAN lainnya. Peran UKM tersebut secara umum adalah:

1) Sebagai lapangan kerja yang mampu menyerap banyak tenaga kerja sehingga berpotensi mengurangi pengangguran dan kemiskinan,

2) Memberikan kontribusi kepada peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB) dan pertumbuhan ekonomi, dan

3) Berkontribusi kepada peningkatan ekspor sekaligus berpotensi memperluas ekspor dan investasi.

Akan tetapi seiring dengan perkembangan waktu, pelaku usaha UKM menghadapi tantangan yang cukup berat terkait dengan pengembangan usahanya. Kendala utama pengembangan usaha UKM dapat berasal dari masalah akses pendanaan dan pinjaman yang persyaratannya kadang tidak mudah untuk dipenuhi, masalah kurangnya informasi mengenai kesempatan permodalan lainnya, masalah kesulitan membuka akses pasar, dan masalah pengembangan keterampilan serta penerapan teknologi dalam pengembangan usahanya. Berdasarkan data empiris, salah satu permasalahan mendasar yang menghambat pengembangan kelompok usaha kecil menengah (UKM) adalah rendahnya akses UKM terhadap lembaga perbankan atau lembaga keuangan formal.

Oleh karena itu dalam upaya mengatasi permasalahan UMKM dalam hal modal kerja, maka pemerintah meluncurkan program pembiayaan bagi UMKM dan koperasi. Pemerintah mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6 tanggal 8 Juni 2007 tentang kebijakan

(4)

TELESKOP VOL. 16 ED. 2, JULI 2016 66 percepatan pengembangan sektor riil dan pemberdayaan usaha mikro kecil dan menengah yang diikuti dengan nota kesepakatan bersama antara departemen teknis, perbankan, dan perusahaan penjamin kredit atau pembiayaan kepada usaha mikro kecil dan menengah. Kebijakan yang telah ditetapkan pemerintah dirasa cukup menunjukkan keberpihakan pemerintah pada usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Pemerintah mempunyai komitmen yang tinggi untuk membantu usaha mikro kecil dan menengah baik menyangkut peningkatan sumber daya manusia, permodalan, maupun akses pasar.

Pemkot Depok mencatat hingga pada 2013 jumlah UMKM di kota berjuluk Belimbing itu hanya sekitar 60 terdiri dari sektor makanan, fesyen hingga kuliner. Kabid Perindustrian Disperindag Kota Depok Catur Sri Astuti mengatakan adanya peraturan pemerintah soal perizinan salah satunya berdampak pada jumlah pelaku UMKM yang terdaftar di Disperindag Kota Depok. Dia memperkirakan jumlah UMKM di Depok pada tahun 2014 lebih banyak dari jumlah UMKM tahun 2013. Sayang, dia tidak menjelaskan secara rinci berapa jumlah UMKM pada 2014. "Jumlah UMKM di Depok ini lebih dari 1.000. Mungkin mereka tidak mengajukan izin usaha dan lebih memilih membuka usaha semaunya saja," paparnya kepada Bisnis, Senin (13/10/2014). Pihaknya mengakui Perda Nomor 17/2011 Tentang Izin Gangguan dan Retribusi Izin Gangguan memang cukup menghambat para pelaku UMKM untuk berkembang.

Pemkot Depok melalui Dinas Koperasi UMKM dan Pasar (DKUP) bekerjasama dengan dua bank, yakni Bank BRI dan Mandiri memfasilitasi permodalan kepada 150 pelaku UMKM, berlangsung di Ruang teratai Balaikota Depok. Kegiatan tersebut, upaya membuka akses bagi pelaku UMKM guna mendapat modal mengembangkan usahanya. Terkait hal ini, Kepala DKUP Kota Depok, Kafrawi menyebutkan, penyediaan akses pelaku usaha telah menjadi agenda rutin setiap tahun. “Terdapat 150 anggota UMKM yang terdaftar mendapat fasilitas akses permodalan di Kota Depok,” ungkap Kafrawi pada fasilitas ini diharapkan UMKM di Kota Depok dapat tumbuh dengan signifikan.

Senada, Micro Bisnis Cluster Manager Bank Mandiri, Maswati mengatakan, tahun ini saja terdapat 13.000 nasabah UMKM yang diberikan kredit, jumlah yang besar tersebut menurutnya mengindikasikan UMKM di Kota Depok tumbuh dengan baik dan Bank Mandiri sebagai salah satu bank yang menyediakan kredit usaha bagi UMKM sangat memperhatikan hal tersebut. “Trendnya, permintaan kredit unutk UMKM tiap tahun naik. Sejalan dengan hal

(5)

TELESKOP VOL. 16 ED. 2, JULI 2016 67 itu, ini menandakan UMKM di Depok juga sedang tumbuh, karenanya penting bagi kami menyediakan fasilitas kredit tersebut,” papar Maswati.

Namun dalam perjalanannya, perkembangan UMKM di Kota Depok tidak semulus yang diharapkan. UMKM mengalami permasalahan dalam proses pengembangan usahanya terutama dalam upaya peningkatan nilai produk usaha. Hal ini disebabkan kurangnya modal kerja serta sulitnya mendapatkan bantuan modal. Berdasarkan observasi yang dilakukan, pelaku UMKM memiliki persepsi bahwa kredit dirasa penting untuk meningkatkan kebutuhan akan pembiayaan modal kerja guna menjalankan usaha dan meningkatkan akumulasi pemupukan modal para pelaku usaha mikro kecil dan menengah di Kota Depok sehingga akan berdampak pada peningkatan nilai produk usaha mereka.

Kotler dan Amstrong (2001) menyatakan bahwa, persepsi adalah proses di mana seseorang memilih, mengatur, dan menginterpretasikan informasi untuk membentuk gambaran yang berarti mengenai dunia. Seseorang dapat membentuk persepsi-persepsi yang berbeda mengenai rangsangan yang sama karena ada tiga macam proses penerimaan indera yaitu perhatian selektif, distorasi selektif, dan retensi selektif.

Berdasarkan uraian di atas maka menarik untuk dikaji persepsi pelaku UKM di Kota Depok Jawa Barat terhadap kredit modal kerja.

Persepsi dapat didefinisikan sebagai suatu proses di mana individu mengorganisasikan dan memaknakan kesan-kesan indera untuk dapat memberikan arti terhadap lingkungannya. Persepsi seseorang terhadap sesuatu dapat berbeda dengan kenyataan yang objektif. Secara etimologi persepsi berasal dari bahasa latin yaitu perceptio yang berarti menerima atau mengambil. Persepsi adalah suatu proses di mana berbagai stimuli dipilih, diorganisir, dan diinterpretasi menjadi informasi yang bermakna.

Kotler dan Amstrong (2001:50) menyatakan bahwa, persepsi adalah proses di mana seseorang memilih, mengatur, dan menginterpretasikan informasi untuk membentuk gambaran yang berarti mengenai dunia. Seseorang dapat membentuk persepsi-persepsi yang berbeda mengenai rangsangan yang sama karena ada tiga macam proses penerimaan indera yaitu perhatian selektif, distorasi selektif, dan retensi selektif. Tiap orang dihadapkan pada sejumlah besar rangsangan setiap harinya, misalnya rata-rata satu orang mungkin dihadapkan pada lebih dari 1.500 iklan dalam satu hari, tidak mungkin bagi orang itu untuk memperhatikan semua rangsangan ini.

(6)

TELESKOP VOL. 16 ED. 2, JULI 2016 68 Kredit dalam bahasa latin disebut “credere” yang artinya percaya. Maksudnya si pemberi kredit percaya kepada si penerima kredit bahwa kredit yang disalurkannya pasti akan dikembalikan sesuai perjanjian. Bagi si penerima kredit, kredit berarti menerima kepercayaan, sehingga mempunyai kewajiban untuk membayar kembali pinjaman tersebut sesuai dengan jangka waktunya. Pengertian kredit menurut Undang-undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.

Menurut Eric L Kohler dalam Muljono (2007:10) kredit adalah kemampuan untuk melaksanakan suatu pembelian atau mengadakan suatu pinjaman dengan suatu janji pembayaran akan dilakukan ditangguhkan pada suatu jangka waktu yang disepakati. Sebetulnya sasaran kredit yang pokok dalam penyediaan pinjaman tersebut bersifat penyediaan suatu modal sebagai suatu alat untuk melaksanakan kegiatan usahanya, jadi kredit (dana bank) yang diberikan tersebut tidak lebih dari faktor produksi semata.

Modal kerja merupakan kekayaan atau aktiva yang diperlukan oleh perusahaan untuk menyelenggarakan kegiatan sehari-hari yang selalu berputar dalam periode tertentu (Gitosudarmo, 2002:35). Sedangkan menurut Wilford J Eiteman dan J.N. Holtz, modal kerja sebagai dana yang digunakan selama periode accounting yang dimaksudkan untuk menghasilkan “current income” (sebagai lawan dari future income) yang sesuai dengan maksud utama didirikan perusahaan tersebut (Riyanto, 2001: 68).

Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, bab I pasal 1 ayat 1 bahwa usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro sebagaimana diatur dalam undang-undang ini. Sedangkan menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/39/PBI/2005 Tentang Pemberian Bantuan Teknis dalam Rangka Pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah pada Pasal 1, usaha mikro adalah usaha produktif milik keluarga atau perorangan Warga Negara Indonesia, secara Individu atau tergabung dalam koperasi dan memiliki hasil penjualan secara individu paling banyak Rp 100.000.000 (seratus juta Rupiah) per tahun. Kemudian usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri

(7)

TELESKOP VOL. 16 ED. 2, JULI 2016 69 sendiri, dilakukan oleh perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenhi kriteria usaha kecil sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini. Sedangkan usaha menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.

Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 40/KMK.06/2003 Tentang Pendanaan Kredit Usaha Mikro dan Kecil pada pasal 3 ayat 2 disebutkan bahwa kriteria usaha kecil untuk dapat menerima kredit usaha mikro kecil sekurang-kurangnya memenuhi kriteria sebagai berikut:

a) Usaha produktif milik Warga Negara Indonesia yang berbentuk badan usaha orang perorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha berbadan hukum termasuk koperasi.

b) Bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau berafiliasi, baik langsung maupun tidak langsung, dengan Usaha Menengah atau Usaha Besar.

c) Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau memiliki hasil penjualan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) per tahun.

Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/39/PBI/2005 Tentang Pemberian Bantuan Teknis dalam Rangka Pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah pada Pasal 1, usaha menengah adalah usaha dengan kriteria sebagai berikut:

a) Memiliki kekayaan bersih lebih besar dari Rp 200.000.0000,00 (dua ratus juta rupiah) sampai paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah), tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.

(8)

TELESKOP VOL. 16 ED. 2, JULI 2016 70 c) Berdiri sendiri dan bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang

dimiliki, dikuasai atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha besar.

d) Berbentuk usaha orang perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum atau badan usaha yang berbadan hukum.

Kredit merupakan salah satu sumber modal dari luar perusahaan. Pelaku UMKM mempunyai persepsi bahwa adanya kredit akan menambah modal yang sangat berperan dalam meningkatkan modal kerja. Diasumsikan bahwa kredit usaha rakyat yang disalurkan kepada pelaku usaha mikro, kecil dan menengah apabila dapat digunakan secara optimal, maka akan mempengaruhi modal kerja. Dalam hal ini dicerminkan dari tingkat produksi usaha, intensitas tenaga kerja dan penggunaan alat investasi usaha yang meningkat setelah memperoleh kredit usaha rakyat. Seperti yang dikemukakan oleh Gitosudarmo (2002: 42) bahwa salah satu sumber modal kerja berasal dari bank dalam bentuk pemberian kredit, kredit digunakan banyak pihak untuk memperluas dan mengembangkan usahanya.

Banyak pelaku ekonomi usaha mikro kecil dan menengah yang memperoleh kredit dapat memajukan usahanya. Perputaran modal kerja tiap-tiap usaha meningkat cukup berarti setelah memanfaatkan pinjaman kredit usaha rakyat. Dengan demikian dapat diasumsikan bahwa adanya persepsi yang baik pelaku UMKM mengenai kredit usaha rakyat akan mampu menguatkan struktur modal kerja UMKM.

Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UKM) merupakan masalah yang sering mendapat perhatian dari para

peneliti karena merupakan salah satu pondasi perekonomian. Penelitian tentang pemberdayaan UKM yang berkaitan dengan aspek permodalan diantaranya dilakukan oleh Panggabean (2008) yang meneliti dampak Pemberdayaan UMKM dan koperasi melalui Program Pembiayaan Produktif Koperasi dan Usaha Mikro (P3KUM) bagi anggota koperasi.

P3KUM adalah rangkaian program Pemerintah dalam upaya memperluas kesempatan kerja dan pengentasan kemiskinan melalui peningkatan kesejahteraan keluarga yang dilakukan dalam bentuk perkuatan permodalan Koperasi Simpan Pinjam (KSP) dan Unit Simpan Pinjam Koperasi (USP). Program P3KUM dimulai tahun 2006 namun

(9)

TELESKOP VOL. 16 ED. 2, JULI 2016 71 belum diketahui sejauhmana dampak program tersebut bagi anggota koperasi penerima program P3KUM. Oleh karena itu Panggabean (2008) melakukan penelitian apakah program P3KUM yang dikeluarkan Pemerintah dapat mencapai tujuannya secara maksimal. Penelitian ini merupakan studi kasus di Kabupaten Brebes. Hasil kajian ini menjelaskan adanya dampak P3KUM terhadap anggota baik untuk meningkatkan volume usaha, omzet penjualan dan adanya kebersamaan bagi anggota untuk berbagi pengalaman.

Meski demikian, menurut Panggabean (2005) pendampingan dari Pemerintah pusat dan daerah dalam membina anggota koperasi masih perlu ditingkatkan lagi. Meski mereka telah mendapatkan uang dalam jumlah besar, namun jika tidak bisa mengelolanya, akan tidak bermanfaat untuk perbaikan kondisi sosial ekonomi keluarganya. Perlu ada pelatihan manajemen utang. Perlu adanya pemisahan antara uang untuk usaha dan uang pribadi. Selain itu Panggabean (2005) juga mendapati Koperasi di daerah ini, maupun daerah lainnya belum dapat menangkal pengaruh rentenir untuk para pedagang kecil di sejumlah pasar tradisional. Ini menunjukkan bahwa program P3KUM yang digulirkan Pemerintah belum dapat menyelesaikan masalah permodalan bagi UMKM.

Penelitian lain tentang pemberdayaan UMKM melalui pendanaan dilakukan oleh Syarif dan Budhiningsih (2009). Hal yang mendasari penelitian mereka adalah fakta bahwa antara tahun 2000 sampai dengan 2007 saja pemerintah telah mengeluarkan dana sebesar Rp 39,54 triliun untuk 214 jenis program yang disalurkan melalui 12 instansi. Dari dana tersebut lebih kurang Rp 3,4 triliun disalurkan oleh Kementerian Negara Koperasi dan UKM. Pertanyaannya adalah mengapa sampai sekarang masalah pengembangan modal di kalangan UMKM masih terus mengemuka dan seberapa besar kontribusi program - program pemerintah tersebut dalam mendukung permodalan UMKM khususnya pengusaha mikro dan pengusaha kecil.

Hasil kajian mereka mendapati bahwa kontribusi kredit program terhadap permodalan UMKM relatif masih sangat sedikit. Rendahnya kontribusi kredit program tersebut disebabkan karena tidak semua program diberikan dalam bentuk kredit (pinjaman yang harus dikembalikan). Selain itu tujuan penggunaannya yang sebagian besar bersifat sektoral, dan pola pelaksanaan yang ada, ternyata tidak sesuai dengan karakteristik UMKM, adanya unsur-unsur yang tidak berkaitan dengan tujuan pemberdayan UMKM, serta

(10)

TELESKOP VOL. 16 ED. 2, JULI 2016 72 kondisi internal pelaku UMKM yang sangat lemah serta belum siapnya lembaga perguliran dana.

Temuan lainnya adalah peranan sumber-sumber perkreditan non formal masih cukup besar. Hal tersebut dikarenakan beberapa hal antara lain: a) Besarnya permintaan kredit dari kalangan pelaku UMKM karena tidak terlayani oleh lembaga-lembaga perkreditan formal ; b) Para pemilik modal dan pelepas uang mampu memberikan pinjaman kepada pelaku UMKM dalam waktu singkat ; c) Kondisi lingkungan sosial budaya memungkinkan para pemilik modal dan pelepas uang membangun sistem hubungan Patron-Client.

METODE PENELITIAN

Pendekatan penelitian ini merupakan penelitian deskriptif-eksploratif, di mana berusaha untuk menguraikan secara jelas tentang suatu permasalahan. Selanjutnya berusaha untuk menemukan solusi atas masalah tersebut dengan mengeksplorasi persepsi dari subjek penelitian.

Penelitian ini dilakukan di Kota Depok Jawa Barat dengan menggunakan subjek penelitian para pelaku UMKM. Pemilihan sampel dengan menggunakan metode pengambilan sampel secara acak (random sampling method).

Penelitian ini menggunakan data primer. Data diperoleh melalui penyebaran kuisioner kepada pihak-pihak yang terkait dengan masalah penelitian, dalam hal ini para pelaku UMKM. Kuisioner disebarkan melalui kegiatan Focus Group Discussion (FGD) dengan para responden.

Metode analisis deskriptif untuk menggambarkan persepsi responden tentang sumber-sumber pendanaan yang mereka peroleh, persyaratan pengambilan pinjaman, prosedur pengajuan pinjaman, jaminan, jangka waktu pencairan dan pengembalian pinjaman, besarnya angsuran pinjaman dan risiko jika terlambat mengembalikan pinjaman.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari 51 responden, pelaku UMKM di Kota Depok Jawa Barat didominasi oleh laki-laki sebanyak 32 orang (62,7%) sedangkan perempuan sebanyak 19 orang (37,3%). Dengan lama usaha sebagai pelaku UMKM rata-rata responden telah melakukan usaha UMKM selama

(11)

TELESKOP VOL. 16 ED. 2, JULI 2016 73 hampir 9 tahun, dengan minimum 0.25 tahun dan terlama 35 tahun. Responden paling banyak berusia > 40 th sebanyak 25 responden (49%), 5 responden (9,8%) berusia 35 – 40 th, selanjutnya 9 responden (17.6%) berusia 30 – 35 th, kemudian usia 25 – 30 th dan 20 – 25 th masing-masing 6 responden (11.8%).

Tingkat pendidikan dari 51 responden, paling banyak 26 (51.0%) berpendidikan SLTA, sedangkan 1(2%) tidak sekolah ; 3 (5.9%) pendidikan SD ; 8 (15.7%) pendidikan SLTP ; 5 (9.8%) Kejuruan ; tingkat Akademi 1 (2.0%) dan tingkat Universitas 7 (13.7%). Status dari responden, paling banyak dengan status sudah menikah sebanyak 44 (86,3%), kemudian yang belum menikah sebanyak 6 (11.8%) sedangkan dengan status janda 1 (2.0%).

Kemudian sumber modal dari 51 responden, terbanyak berasal dari bank 29 (56.9%), kemudian dari koperasi sebanyak 11 (21.6%), dengan modal sendiri 5(9.8%) sedangkan dari perusahaan besar 3 (5.9%) dan dari suplier 2 (3.9%); dari Pemda 1 (2.0%). Jangka waktu pinjaman kredit usaha dari 51 responden, terbanyak 19 (37.3%) dalam jangka waktu > 24 bulan, kemudian 12 (23.5%) dengan jangka waktu 6 – 12 bulan, dengan jangka waktu 18 – 24 bulan sebanyak 10 (19.6%), sedangkan 7 (13.7%) dengan jangka waktu 12 – 18 bulan dan 3 (5.9%) dengan jangka waktu < 6 bulan. Dengan bidang usaha dari 51 responden, terbanyak 20 (39.2%) usaha makanan-minuman (warung, depot, rumah makan), kemudian bidang sembako dan jasa masing-masing 11 (21.6%), sedangkan bidang usaha kelontong 5 (9.8%) dan 4 (7.8%) di bidang konveksi.

Hasil analisis deskriptif permasalahan pelaku UMKM tentang sumber-sumber pendanaan yang mereka peroleh, persyaratan pengambilan pinjaman, prosedur pengajuan pinjaman, jaminan, jangka waktu pencairan dan pengembalian pinjaman, besarnya angsuran pinjaman dan risiko jika terlambat mengembalikan pinjaman, sebagai berikut:

1) Persepsi dari 51 responden tentang persyaratan pengambilan pinjaman sebelum mengajukan pinjaman yang cukup tahu 1, tahu 1 dan sangat tahu 2 atau hanya sekitar 7.9% yang tahu. sedangkan terbanyak 37 (72.5%) tidak tahu dan cukup tidak tahu 10 (19.6%). Jadi mayoritas dari 51 responden pelaku UMKM di Kota Depok sebanyak 47 (92.1%) TIDAK TAHU tentang persyaratan pengambilan pinjaman sebelum mengajukan pinjaman.

2) Persepsi dari 51 responden tentang prosedur pengajuan pinjaman, merasa cukup sulit 18 (35.3%) , sulit 18 (35.3%) dan sangat sulit 2 (3.9%), sedangkan yang merasa mudah 1

(12)

TELESKOP VOL. 16 ED. 2, JULI 2016 74 (2.0%), cukup mudah 5 (9.8%) dan biasa 7(13.7%). Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa dari 51 pelaku UMKM di Kota depok Jawa Barat sebanyak 38 (74.5%) merasa KESULITAN mengikuti atau memahami prosedur pengajuan pinjaman.

3) Persepsi dari 51 responden tentang persyaratan memperoleh pinjaman diajukan. Merasa ringan 1 (2.0%), cukup ringan 2 (3.9%), biasa 14 (27.5%). Sedangkan merasa cukup berat 19 (37.3%), berat 14 (27.5%) dan merasa sangat berat 1 (2.0%). Jadi dapat disimpulkan dari 51 responden pelaku UMKM di Kota Depok Jawa Barat yang merasa KEBERATAN untuk memenuhi persyaratan memperoleh pinjaman diajukan sebanyak 34 (66.8%).

4) Persepsi dari 51 responden tentang diminta memberikan jaminan. Merasa sangat ringan 1 (2.0%), ringan 2 (3.9%), cukup ringan 10 (19.6%), biasa 16 (31.4%). Sedangkan merasa cukup berat 11 (21.6%), berat 8 (15.7%) dan merasa sangat berat 3 (5.9%). Jadi dapat disimpulkan dari 51 responden pelaku UMKM di Kota Depok Jawa Barat yang merasa KEBERATAN untuk memenuhi diminta memberikan jaminan sebanyak 22 (43.2%). 5) Persepsi dari 51 responden tentang seberapa lama jangka waktu pencairan pinjaman yang

diajukan. Merasa sangat lama 5 (9.8%), lama 24 (47.1%), cukup lama 12 (23.5%). Sedangkan merasa biasa 5 (9.8%) dan merasa cukup cepat 5 (9.8%). Jadi dapat disimpulkan dari 51 responden pelaku UMKM di Kota Depok Jawa Barat yang merasa LAMA untuk jangka waktu pencairan pinjaman yang diajukan sebanyak 41 (80.4%). 6) Persepsi dari 51 responden tentang jangka waktu pengembalian pinjaman yang

diberikan. Merasa cukup ingan 9 (17.6%), biasa 16 (31.4%). Sedangkan merasa cukup berat 14 (27.5%), berat 10 (19.6%) dan merasa sangat berat 2 (3.9%). Jadi dapat disimpulkan dari 51 responden pelaku UMKM di Kota Depok Jawa Barat yang merasa KEBERATAN untuk memenuhi waktu pengembalian pinjaman yang diberikan sebanyak 26 (51.0%).

7) Persepsi dari 51 responden tentang besarnya angsuran yang ditentukan. Merasa cukup ingan 11 (21.6%), biasa 18 (35.3%). Sedangkan merasa cukup berat 12 (23.5%), berat 8 (15.7%) dan merasa sangat berat 2 (3.9%). Jadi dapat disimpulkan dari 51 responden pelaku UMKM di Kota Depok Jawa Barat yang merasa RINGAN untuk memenuhi besarnya angsuran yang ditentukan sebanyak 29 (56.9%).

(13)

TELESKOP VOL. 16 ED. 2, JULI 2016 75 8) Persepsi dari 51 responden tentang menunggak dalam pembayaran. Tidak pernah

menunggak 50 (98.0%) dan yang pernah menunggak 1 (2.0%). Jadi dapat disimpulkan dari 51 responden pelaku UMKM di Kota Depok Jawa Barat yang tidak pernah menunggak dalam pembayaran sebanyak 50 (98.0%). Sedang yang pernah menunggak hanya 1 (2.0%) sebanyak 2 kali.

9) Persepsi dari 51 responden tentang tingkat pengembalian / pembayaran angsuran pinjaman. Lancar 2 (3.9%) dan biasa 2 (3.9%). Sedangkan yang sangat tidak lancar 1 (2.0%), tidak lancar 25 (49.0%) dan cukup tidak lancar 21 (41.2%). Jadi dapat disimpulkan dari 51 responden pelaku UMKM di Kota Depok Jawa Barat yang TIDAK LANCAR tingkat pengembalian/pembayaran angsuran pinjaman sebanyak 47 (92.2%). 10) Persepsi dari 51 responden tentang risiko jika terlambat mengembalikan pinjaman. Biasa

2 (3.9%), sedangkan yang cukup tidak tahu 10 (19.6), tidak tahu 36 (70.6%) dan sangat tidak tahu 3 (5.9%). Jadi dapat sisimpulkan dari 51 responden pelaku UMKM di Kota Depok Jawa Barat yang merasa TIDAK TAHU tentang risiko jika terlambat mengembalikan pinjaman sebanyak 49 (96.1%).

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi dan pendapat pelaku UKM di Kota Depok Jawa Barat mengenai persyaratan pengambilan pinjaman, prosedur pengajuan pinjaman, jaminan, jangka waktu pencairan dan pengembalian pinjaman, besarnya angsuran pinjaman dan risiko jika terlambat mengembalikan pinjaman, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1) Mayoritas pelaku UMKM di Kota Depok sebanyak 92.1% TIDAK TAHU tentang persyaratan pengambilan pinjaman sebelum mengajukan pinjaman.

2) Mayoritas pelaku UMKM di Kota depok Jawa Barat sebanyak 74.5% merasa KESULITAN mengikuti atau memahami prosedur pengajuan pinjaman.

3) Mayoritas pelaku UMKM di Kota Depok Jawa Barat yang merasa KEBERATAN untuk memenuhi persyaratan memperoleh pinjaman diajukan sebanyak 66.8%.

4) Dari 51 responden pelaku UMKM di Kota Depok Jawa Barat yang merasa KEBERATAN untuk memenuhi diminta memberikan jaminan sebanyak 43.2%.

(14)

TELESKOP VOL. 16 ED. 2, JULI 2016 76 5) Mayoritas pelaku UMKM di Kota Depok Jawa Barat yang merasa LAMA untuk jangka

waktu pencairan pinjaman yang diajukan sebanyak 80.4% dan yang merasa KEBERATAN untuk memenuhi waktu pengembalian pinjaman yang diberikan sebanyak 51.0%.

6) Dari pelaku UMKM di Kota Depok Jawa Barat yang merasa RINGAN untuk memenuhi besarnya angsuran yang ditentukan sebanyak 56.9%.

7) Mayoritas pelaku UMKM di Kota Depok Jawa Barat yang merasa TIDAK TAHU tentang risiko jika terlambat mengembalikan pinjaman sebanyak 96.1%.

Saran

Keberadaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang merupakan bagian terbesar dalam perekonomian nasional, merupakan indikator tingkat partisipasi masyarakat dalam berbagai sektor kegiatan ekonomi. UMKM selama ini terbukti dapat diandalkan sebagai katup pengaman di masa krisis, melalui mekanisme penciptaan kesempatan kerja dan nilai tambah. Peran dan fungsi strategis ini, sesungguhnya dapat ditingkatkan dengan memerankan UMKM sebagai salah satu pelaku usaha komplementer bagi pengembangan perekonomian nasional, dan bukan subordinasi dari pelaku usaha lainnya.

Keberhasilan dalam meningkatkan kemampuan UMKM berarti memperkokoh bisnis perekonomian masyarakat. Hal ini akan membantu mempercepat proses pemulihan perekonomian nasional, dan sekaligus memberi dukungan nyata terhadap pemerintah daerah dalam melaksanakan otonomi pemerintahan.

Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan fenomena yang cukup populer dewasa ini, dan memungkinkan akan menjadi pola dan tatanan baru dalam kehidupan masyarakat, dan bagi pihak tertentu merupakan hal yang baru yang memerlukan pendidikan khusus. UMKM merupakan dunia bisnis yang penuh risiko dan ketidakpastian, yaitu antara keberhasilan dan kegagalan mudah dan cepat terjadi. Untuk mengantisipasi hal tersebut diperlukan pendidikan dan pengetahuan berusaha yang baik.

Selain itu kredit modal kerja yang diberikan kepada pelaku usaha mikro, kecil dan menengah perlu dipertahankan dan terus ditingkatkan karena kredit yang diberikan terbukti dapat meningkatkan modal kerja para pelaku usaha mikro kecil dan menengah yang mendapatkan pembiayaan kredit. Sehingga mampu menciptakan lapangan kerja dan dapat

(15)

TELESKOP VOL. 16 ED. 2, JULI 2016 77 mempercepat perkembangan ekonomi masyarakat pada umumnya. Sejalan dengan hal tersebut, kegiatan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan program dana bergulir sebagai alternatif modal kerja UMKM perlu dilakukan. Di samping itu, juga diperlukan pembinaan dan pendampingan kontinyu kepada penerima program danabergulir untuk kesuksesan program. Program dana bergulir dianggap sukses jika mencapai sukses penyaluran, sukses pemanfaatan, sukses pengembalian, serta terwujudnya peningkatan dan pengembangan usaha ekonomi produktif masyarakat.

Kemudian Dinas Koperasi dan UMKM di Kota Depok Jawa Barat sebagai lembaga yang yang membina pelaku usaha mikro kecil dan menengah perlu melakukan sosialisasi kepada para pelaku usaha mikro kecil dan menengah untuk terus memanfaatkan kredit usaha rakyat guna meningkatkan modal kerja yang akan mempengaruhi nilai produk usaha mikro kecil dan menengah.

DAFTAR PUSTAKA

Fitriyanto, Eka., (2015). Pengaruh Persepsi Pelaku Umkm Mengenai Kredit Usaha Rakyat (KUR) Terhadap Modal Kerja dan Nilai Produk Usaha Di Kabupaten Wonosobo, Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta.

Gitosudarmo, Indriyo. (2004). Manajemen Keuangan. Yogyakarta: BPFE Kasmir. (2012). Dasar-Dasar Perbankan (Edisi Revisi). Jakarta: Rajawali Pers. Kotler, P,.dan Gary Amstrong. 2001. Prinsip-prinsip Pemasaran. Jakarta: Erlangga

Muljono, Teguh Pudjo., (2007). Manajemen Perkreditan Bagi Bank Komersial. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta.

Panggabean, Riana. 2005. Efektivitas Program Dana Bergulir Bagi Koperasi dan UKM. Infokop No.26 Tahun XX.

Riyanto, Bambang. (2001). Dasar-Dasar Pembelajaran Perusahaan. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta

Sugiyono. (2003). Metode Penelitian. Bandung: Alfabeta

Winardi. J. (2007). Motivasi dan Pemotivasian. Jakarta: Penerbit Raja Grafindo Persada Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro Kecil dan

Menengah. Diakses pada http://www.bi.go.id/id/tentang-bi/uubi/ Documents/UU20Tahun2008UMKM.pdf

(16)

TELESKOP VOL. 16 ED. 2, JULI 2016 78 Peraturan Bank Indonesia Nomor: 7/39/PBI/2005 Tentang Pemberian Bantuan Teknis dalam

Rangka Pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah. Diakses pada (www.ojk.go.id)

Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 40/KMK.06/2003 Tentang Pendanaan Kredit Usaha Mikro dan Kecil. Diakses pada

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan uji one way Anova maka nilai perbedaan data dE*ab pdad masing- masing konsentrasi didapatkan nilai signifikansinya p=0.742 (p&gt;0,05) yang berarti tidak

Berdasarkan Tabel 10 dapat dilihat bahwa nilai MSE yang terkecil adalah model GSTAR(1;3) dengan menggunakan matriks bobot biner sehingga model yang terbaik untuk data set 3

Kecelakaan pesawat ulang-alik Challenger terjadi pada 28 Januari 1986 ketika pesawat ulang-alik Challenger pecah setelah 73 detik penerbangan, yang menyebabkan

Data keseluruhan responden lebih dominan menjawab penting dalam rekapitulasi kuisioner tingkat kepentingan, sedangkan dalam rekapitulasi kuisioner kepuasan pelanggan secara

Tujuannya adalah ketika kita melakukan editing da- ta bibliogra saat dilakukannya proses stock take, maka untuk menghasilkan perubahan pada data bibliogra yang terdapat di modul

Hasil identifikasi tersebut untuk mendapatkan fungsi ruang dan persyaratan ruang yang dibutuhkan untuk anak penyandang cacat dengan kebutuhan khusus di SLB Dharma

Berdarasarkan hasil penilitian dan pembahasan yang telah dilakukan mengenai Pemanfaatan Daana Desa Dalam Pembangunan Desa Biring Ere Kecamatan Bungoro Kabupaten

Saat ini proses perencanaan pembuatan sistem pengelolaan air terpadu akan dilaksanakan mulai semester kedua, tetapi karena kondisi curah hujan mulai menunjukkan