• Tidak ada hasil yang ditemukan

PREDIKSI SOAL UJIAN AKHIR SEMESTER II TAHUN 2015/2016 MATA KULIAH HUKUM PIDANA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PREDIKSI SOAL UJIAN AKHIR SEMESTER II TAHUN 2015/2016 MATA KULIAH HUKUM PIDANA"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

PREDIKSI SOAL UJIAN AKHIR SEMESTER II

TAHUN 2015/2016

MATA KULIAH HUKUM PIDANA

Disusun oleh

MUHAMMAD NUR JAMALUDDIN

NPM. 151000126

KELAS D

UNIVERSITY 081223956738

16jamal

muh.jamal08

KADER HmI KOMHUK UNPAS-BANDUNG

(2)

Silakan follow ya

   muh.jamal85@yahoo.com muhnurjamaluddin.blogspot.co.id mnurjamaluddin.blogspot.co.id creativityjamal.blogspot.co.id muh.jamal1608@gmail.com SAAT INI

Jalan PH. Hasan Mustapa Nomor 23, Gang Senang Raharja, RT 02, RW 15, Kelurahan Cikutra, Kecamatan Cibeunying Kidul,

ASAL

Kampung Pasir Galuma, RT 02, RW 06, Desa Neglasari, Kecamatan Kadungora, Kabupaten Garut,

Provinsi Jawa Barat, Indonesia

(3)

Renungan

Ya Tuhan, saya lupa

Saya benar-benat lupa, padahal sudah belajar dan menghafalnya Ingat:

Ingatlah Aku, maka akan Ku ingatkan pula semua yang kamu lupa? Ya Tuhan, karena saya lupa

Izinkan saya untuk melihat pekerjaan temanku

Izinkan pula saya untuk menyontek melalui Hand Phone Atau melalui buku yang sudah saya bawa ini

Atau melalui catatan kecil yang sudah saya siapkan ini Ingat:

Bukankah Aku lebih mengetahui apa yang kamu tidak ketahui? Bukankah Aku lebih dapat melihat apa yang kamu sembunyikan itu? Ya Tuhan, karena saya ingin mendapat nilai terbaik

Supaya dapat membanggakan diriku, kelurgaku dan juga yang lainnya

Izinkan saya mengahalalkan semua cara ini Ingat:

Bukankah yang memberikan nilai terbaik itu Aku? Dosen hanyalah sebagai perantara saja dariku? Jikalau kamu ingin mendapatkan kebahagian di dunia

(4)

UNIVERSITAS PASUNDAN BANDUNG FAKULTAS HUKUM

Jalan Lengkong Besar Nomor 68 Bandung 40261

UJIAN AKHIR SEMESTER II TAHUN AKADEMIK 2015/2016

MATA KULIAH : HUKUM PIDANA

HARI, TANGGAL : KAMIS, 02 JUNI 2016 KELAS/SEMESTER : A-B-C-D-E-F-G-H/II

WAKTU : 90 MENIT

DOSEN : TIM DOSEN

SIFAT UJIAN : CLOSE BOOK

A. KASUS I

A bersama kawannya X dan Y mantan nara pidana, akan melakukan pencurian di rumah B, ditengan jalan A bertemu dengan pembantu rumah tangganya B, namanya si C. Melalui si C, si A mendapatkan informasi tentang kondisi rumah tangga si B termasuk keadaan rumah si B. Sial bagi si A dan kawannya di saat masuk halaman rumah dan mendongkrak pintu rumah B, ketahuan oleh tetangga B. Si A dan kawannya lari meninggalkan rumah si B.

Pada waktu berikutnya si A dan kawannya datang lagi ke tempat si B, dan menemukan si B sedang tidur dengan istrinya yang memakai kalung emas. Si A langsung memaksa kalung istrinya B dirampas, saat itu istrinya B berteriak karena kesakitan, si B suaminya terbangun melakukan pembelaan terhadap istrinya sehingga si A mati.

Kawannya si X berperan menjaga pintu rumah B, kemudian si Y masuk membongkar lemari sambil mengambil uang dari laci lemari. Kemudian si A dan kawannya lari sambil membawa hasil curiannya.

(5)

B. PERTANYAAN KASUS

Jawaban harus jelas dasar hukumnya dan tunjukan dengan kalimat yang ada dalam kasus tersebut dan uraikan unsur-unsurnya!

1. Adakah tindak pidana percobaan dalam kasus yang diuraikan tersebut! Jawaban:

Ada. Adapun kalimatnya yaitu “Sial bagi si A dan kawannya di saat masuk halaman rumah dan mendongkrak pintu rumah B, ketahuan oleh tetangga B. Si A dan kawannya lari meninggalkan rumah si B.” Berdasarkan pasal 53 KUHP bahwa unsur-unsur percobaan atau poging terdiri atas: a. adanya niat/kehendak dari pelaku;

b. adanya permulaan pelaksanaan dari niat/kehendak itu;

c. pelaksanaan tidak selesai semata-mata bukan karena kehendak dari pelaku.

Pasal 53 KUHP hanya menentukan unsur-unsur yang harus dipenuhi agar seorang pelaku dapat dihukum karena bersalah telah melakukan suatu percobaan. Oleh karena itu agar seseorang dapat dihukum melakukan percobaan melakukan kejahatan, ketiga unsur tersebut harus terbukti dilakukan pelaku, dengan kata lain suatu percobaan dianggap ada jika memenuhi ketiga unsur tersebut.

2. Di dalam kasus tersebut adakah deelneming dan concursus (samenloop), jelaskan! Jawaban:

Dalam kasus tersebut ada kaitannya dengan deelneming yakni suatu tindak pidana yang dilakukan oleh lebih dari satu orang yang dapat dipertanggungjawabkan. Adapun kalimatnya yaitu “A bersama kawannya X dan Y mantan nara pidana, akan melakukan pencurian di rumah B.” Kemudian berdasarkan Pasal 55 s.d. Pasal 62 KUHP bahwa unsur-unsur yang terdapat dalam deelneming adalah sebagai berikut:

a. Plegen (orang yang melakukan) dalam kasus di atas adalah A, X dan Y. b. Doen Pleger (orang yang menyuruh melakukan) dalam kasus di atas adalah A. c. Medepleger (orang yang turut serta) dalam kasus di atas adalah X dan Y.

(6)

3. Adakah recidive dan alasan penghapus pidana? Jawaban:

Recidive atau pengulangan merupakan suatu hal atau dasar yang memberatkan hukuman yang diatur dalam buku II Pasal 486 KUHP. Berdasarkan hal tersebut dalam kasus di atas tidak ada recidive. Kemudian alasan-alasan penghapus pidana ini adalah alasan-alasan yang memungkinkan orang yang melakukan perbuatan yang sebenarnya telah memenuhi rumusan delik, tetapi tidak dipidana dan diatur dalam buku I Pasal 44, 48, 49, 50 dan 51 KUHP. Selanjutnya berdasarkan hal tersebut dalam kasus di atas ada alasan penghapus pidana yang terdapat dalam kalimat “si B suaminya terbangun melakukan pembelaan terhadap istrinya sehingga si A mati”. B melakukan pembelaan dan termasuk alasan pembenar tepatnya pembelaan darurat (noodweer) yang diatur dalam Pasal 49 ayat (1) KUHP.

C. KASUS II

1. A tukang becak mantan nara pidana bertempat tinggal di Bandung berteman dengan B membutuhkan uang dengan jumlah yang besar. Untuk mendapatkan uang banyak, B memberitahukan A supaya membunuh C orang kaya yang tinggal hidup sendirian di Jakarta. 2. Untuk melaksanakan niatnya A pergi ke Jakarta, setibanya di Jakarta A bergegas menuju ke tempat kediaman si C dan memperkenalkan diri dengan si C bahwasanya ia (A) bertugas sebagai pengumpul dana untuk Palang Merah Indonesia.

3. Sebagai rasa simpati si C mempersiapkan minuman untuk si A, namun kenyataannya yang terjadi si A memukul kepala si C dari arah belakang secara berulang-ulang dengan menggunakan kayu yang sudah dipersiapkan, sampai si C jatuh tergeletak dilantai tidak sadarkan diri.

4. Si A langsung mengambil barang-barang berharga yang ada di rumah C dan sesudahnya A pulang ke Bandung sambil membawa barang-barang hasil kejahatannya dijual kepada D. 5. Kemudian si A menemui si B menunjukkan hasil barang-barang kejahatan kepada temannya

B dan bersama-sama menjual barang hasil kejahatannya.

6. Si E tetangga C penasaran melihat orang tergesa-gesa keluar rumah si C dan si E mencoba masuk ke dalam rumah dan dilihatnya si C terkapar dilantai dalam keadaan tidak sadar. Si E menyelamatkan si C dan dibawanya ke rumah sakit dan berhasil sembuh.

(7)

D. PERTANYAAN KASUS

Jawaban Anda lengkapi dengan kalimat dalam kasus dan dasar hukumnya! 1. Adakah tindak pidana percobaan dalam kasus ini?

Jawaban:

Ada. Berdasarkan kalimat “si A memukul kepala si C dari arah belakang secara berulang-ulang dengan menggunakan kayu yang sudah dipersiapkan, sampai si C jatuh tergeletak dilantai tidak sadarkan diri. Kemudian Si E tetangga C penasaran melihat orang tergesa-gesa keluar rumah si C dan si E mencoba masuk ke dalam rumah dan dilihatnya si C terkapar dilantai dalam keadaan tidak sadar. Si E menyelamatkan si C dan dibawanya ke rumah sakit dan berhasil sembuh.” Bahwa A mencoba untuk melakukan pembunuhan berencana yang memukul kepala si C dari arah belakang secara berulang-ulang dengan menggunakan kayu yang sudah dipersiapkan, sampai si C jatuh tergeletak dilantai tidak sadarkan diri, namun Si E menyelamatkan si C dan dibawanya ke rumah sakit dan berhasil sembuh.

Berdasarkan pasal 53 KUHP bahwa unsur-unsur percobaan atau poging terdiri atas: a. adanya niat/kehendak dari pelaku;

b. adanya permulaan pelaksanaan dari niat/kehendak itu;

c. pelaksanaan tidak selesai semata-mata bukan karena kehendak dari pelaku.

Pasal 53 KUHP hanya menentukan unsur-unsur yang harus dipenuhi agar seorang pelaku dapat dihukum karena bersalah telah melakukan suatu percobaan. Oleh karena itu agar seseorang dapat dihukum melakukan percobaan melakukan kejahatan, ketiga unsur tersebut harus terbukti dilakukan pelaku, dengan kata lain suatu percobaan dianggap ada jika memenuhi ketiga unsur tersebut. Jadi, dapat disimupulkan bahwa A yang akan melakukan pembunuhan berencana terhadap C dengan cara memukul kepala si C dari arah belakang secara berulang-ulang dengan menggunakan kayu yang sudah dipersiapkan, sampai si C jatuh tergeletak dilantai tidak sadarkan diri. Pelaksanaan pembunuhan tidak selesai bukan karena kehendak A karena si E menyelamatkan si C dan dibawanya ke rumah sakit dan berhasil sembuh.”

(8)

2. Adakah dalam kasus ini pembujukan dan menyuruh lakukan? Jawaban:

Ada. Uitlokken (pembujuk/penganjur) berdasarkan pasal 55 ayat (1) sub ke-2 KUHP pembujuk adalah orang yang menggerakan orang lain untuk melakukan suatu tindak pidana dengan sarana-sarana ditentukan undang-undang yakni sarana keterangan yang dilakukan B terhadap A yaitu dengan cara “B memberitahukan A supaya membunuh C orang kaya yang tinggal hidup sendirian di Jakarta”. Kemudian doen pleger (orang yang menyuruh melakukan), menurut prinsip hukum pidana bentuk menyuruh melakukan ini melibatkan pihak lain yang dijadikan sebagai perantara sehingga dalam bentuk ini ada dua pihak, yaitu pembuat langsung (manus ministra) dalam kasus di atas adalah “A memukul kepala si C dari arah belakang secara berulang-ulang dengan menggunakan kayu yang sudah dipersiapkan, sampai si C jatuh tergeletak dilantai tidak sadarkan diri”, dan pembuat tidak langsung (manus domina) dalam kasus di atas adalah “B memberitahukan A supaya membunuh C orang kaya yang tinggal hidup sendirian di Jakarta”.

Kata “memberitahukan” merupakan sarana keterangan yang ditentukan undang-undang, dengan kata lain apabila B tidak memberitahukan A supaya membunuh C orang kaya yang tinggal hidup sendirian di Jakarta, maka pembunuhan berencana dan pencurian pun tidak akan terjadi. Dengan demikian secara otomatis ketika B memberitahukan A maka B membujuk dan menyuruh lakukan hal tersebut.

3. Adakah dalam kasus ini deelneming dan concursus (samenlop)? Jawaban:

Berdasarkan kalimat “Untuk melaksanakan niatnya A pergi ke Jakarta, setibanya di Jakarta A bergegas menuju ke tempat kediaman si C dan memperkenalkan diri dengan si C bahwasanya ia (A) bertugas sebagai pengumpul dana untuk Palang Merah Indonesia. Kemudian sebagai rasa simpati si C mempersiapkan minuman untuk si A, namun kenyataannya yang terjadi si A memukul kepala si C dari arah belakang secara berulang-ulang dengan menggunakan kayu yang sudah dipersiapkan, sampai si C jatuh tergeletak dilantai tidak sadarkan diri.” Dalam kasus tersebut tidak ada kaitannya dengan deelneming yang diatur dalam Pasal 55 s.d. Pasal 62 KUHP. Bahwa deelneming yakni suatu tindak pidana yang dilakukan oleh lebih dari satu orang yang dapat dipertanggungjawabkan. Sudah jelas bahwa kasus di atas hanya dilakukan oleh A saja yaitu berupa pembunuhan berencana dan pencurian.

(9)

Kemudian concursus adalah seseorang melakukan beberapa tindak pidana dan diantara tindak pidana tersebut belum mempunyai putusan hakim yang memperoleh kekuatan hukum tetap (in kracht) yang diatur dalam Pasal 63 s.d. Pasal 71 KUHP. Berdasarkan hal tersebut bahwa dalam kasus di atas ada kaitannya dengan concursus. Adapun kalimat yang mendukung adanya concursus yaitu “A memukul kepala si C dari arah belakang secara berulang-ulang dengan menggunakan kayu yang sudah dipersiapkan, sampai si C jatuh tergeletak dilantai tidak sadarkan diri. Kemudian si A langsung mengambil barang-barang berharga yang ada di rumah C dan sesudahnya A pulang ke Bandung sambil membawa barang-barang hasil kejahatannya dijual kepada D.” Dengan demikian bahwa A sudah jelas melakukan concursus realis/meerdaadse samenloop yang diatur dalam pasal 65, 66, dan 70 KUHP yaitu A sekaligus merealisasikan beberapa perbuatan yakni percobaan pembunuhan berencana dan pencurian.

4. Adakah dalam kasus ini pembujukan dan pembantuan? Jawaban:

Ada. Uitlokken (pembujuk/penganjur) berdasarkan pasal 55 ayat (1) sub ke-2 KUHP pembujuk adalah orang yang menggerakan orang lain untuk melakukan suatu tindak pidana dengan sarana-sarana ditentukan undang-undang yakni berupa sarana keterangan yang dilakukan B terhadap A yaitu dengan cara “B memberitahukan A supaya membunuh C orang kaya yang tinggal hidup sendirian di Jakarta”. Kata memberitahukan merupakan sarana keterangan yang ditentukan undang-undang. Dengan memberitahukan, maka B secara otomatis menggerakan A untuk melakukan suatu tindak pidana. Kemudian medeplichtige (orang yang membantu melakukan/pembantuan) dalam kasus di atas termasuk jenis yang kedua yaitu membantu waktunya adalah sebelum kejahatan dilakukan dan caranya adalah ditentukan secara limitatif dalam undang-undang, yaitu dengan cara memberi kesempatan, sarana/keterangan. Berdasarkan kalimat “B memberitahukan A supaya membunuh C orang kaya yang tinggal hidup sendirian di Jakarta” menjelaskan bahwa B membatu A dengan cara memberi keterangan sebelum melakukan tindak pidana.

(10)

5. Adakah delik recidive, delik aduan serta delik dolus dan delik culpa dalam kasus ini? Jawaban:

Dalam kasus di atas tidak ada delik recidive atau pengulangan yakni suatu hal atau dasar yang memberatkan hukuman yang diatur dalam buku II Pasal 486 KUHP. Kemudian dalam kasus di atas terdapat delik aduan yakni delik yang hanya dapat dituntut, jika diadukan oleh orang yang merasa dirugikan. Delik aduan sifatnya pribadi/privat, yang memiliki syarat yaitu harus ada aduan dari pihak yang dirugikan. Berdasarkan kalimat “si A memukul kepala si C dari arah belakang secara berulang-ulang dengan menggunakan kayu yang sudah dipersiapkan, sampai si C jatuh tergeletak dilantai tidak sadarkan diri dan si A langsung mengambil barang-barang berharga yang ada di rumah C dan sesudahnya A pulang ke Bandung sambil membawa barang-barang hasil kejahatannya dijual kepada D” bahwa C merasa dirugikan dan dapat melakukan delik aduan. Selanjutnya berdasarkan kalimat “si A memukul kepala si C dari arah belakang secara berulang-ulang dengan menggunakan kayu yang sudah dipersiapkan, sampai si C jatuh tergeletak dilantai tidak sadarkan diri dan si A langsung mengambil barang-barang berharga yang ada di rumah C dan sesudahnya A pulang ke Bandung sambil membawa barang-barang hasil kejahatannya dijual kepada D” kasus di atas terdapat delik dolus yakni kesengajaan yang dilakukan oleh B untuk membunuh secara berencana terhadap C sebagaimana terdapat dalam Pasal 340 KUHP dan B melakukan pencurian terhadap barang-barang C sebagaimana terdapat dalam Pasal 362 KUHP. Dan dalam kasus di atas tidak terdapat delik culpa atau kealpaan karena sudah jelas bahwa B sengaja membunuh secara berencana terhadap C sebagaimana terdapat dalam Pasal 340 KUHP dan B melakukan pencurian terhadap barang-barang C sebagaimana terdapat dalam Pasal 362 KUHP.

(11)

E. TEORI

1. Jelaskan teori yang mendasari patut dipidananya percobaan! Jawaban:

a. Teori subjektif menurut Van Hamel yang menganut teori ini, dasar patut dipidananya percobaan terletak pada sikap batin dan watak yang berbahaya dari pelaku.

b. Teori objektif menurut Simons yang menganut teori ini, dasar patut dipidananya percobaan terletak pada sifat berbahayanya perbuatan yang dilakukan oleh pelaku. Teori ini terdiri atas: 1) Teori objektif formil yaitu yang menitikberatkan sifat berbahayanya perbuatan itu

terhadap tata hukum.

2) Teori objektif materiil yaitu yang menitikberatkan sifat berbahayanya perbuatan itu terhadap kepentingan atau benda hukum.

c. Teori campuran menurut pendapat Langemeyer dan Jonkers yang menganut teori ini, dasar patut dipidananya percobaan dilihat dari dua segi, yaitu sikap batin pelaku yang berbahaya sebagai segi subjektif dan juga sifat berbahayanya perbuatan sebagai segi objektif. Namun, dalam kenyataannya pelaksanaan teori ini tidak mudah karena pelaku nampaknya lebih cenderung pada teori subjektif.

2. Jelaskan alasan penghapus penuntutan pidana dan alasan penghapus kewenangan menjalankan pidana lengkap dengan dasar hukumnya!

Jawaban:

a. Alasan penghapus penuntutan pidana, yaitu:

1) Telah ada putusan yang memperoleh kekuatan hukum tetap (in kracht van gewisde) ada (ne bis in idem) sebagaimana terdapat dalam Pasal 76 KUHP.

2) Terdakwa meninggal dunia (Pasal 77 KUHP).

3) Daluwarsa/verjaring/lewat waktu (Pasal 78 s.d. Pasal 80 KUHP).

4) Penyelesaian diluar proses pengadilan hanya untuk pelanggaran (Pasal 82 KUHP) dan yang berada diluar KUHP ialah abolisi.

(12)

6) Maksimum pidana denda dibayar dengan sukarela bagi tindak pidana yang dilakukan diancam dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak Rp30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah) sebagaimana terdapat dalam Pasal 80 RUU.KUHP

7) Presiden memberi abolisi sebagaimana terdapat dalam Pasal 83 s.d. Pasal 85 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950 (L.N. 1950 No. 40).

8) Penuntutan dihentikan karena penuntutan diserahkan kepada negara lain berdasarkan perjanjian.

9) Tindak pidana aduan yang tidak ada pengaduan atau pengaduannya ditarik kembali (Pasal 72 s.d. Pasal 75 KUHP).

b. Alasan penghapus kewenangan menjalankan pidana

Alasan penghapus menjalankan pidana menurut KUHP, yaitu: 1) Matinya terdakwa (pasal 77 KUHP).

2) Daluwarsa/verjaring (pasal 78 KUHP).

Kemudian alasan penghapus menjalankan pidana menurut di luar KUHP, yaitu: 1) Pemberian amnesti oleh Presiden yang dapat diberikan kapan saja.

2) Pemberian grasi oleh Presiden.

3. Jelaskan alasan penghapus pidana di dalam KUHP, dan diluar KUHP! Jawaban:

a. Alasan penghapus pidana di dalam KUHP, yaitu:

1) Alasan pembenar adalah suatu alasan yang menghapus sifat melawan hukumnya suatu perbuatan pidana sehingga perbuatan-perbuatan tersebut menjadi dibenarkan. Alasan pembenar terdiri atas:

a) Pembelaan darurat (noodweer) yang diatur dalam pasal 49 ayat (1) KUHP. Dalam pembelaan darurat ini yang menjadi syarat pokok yaitu:

 adanya serangan atau ancaman serangan;

(13)

b) Melakukan ketentuan undang-undang yang diatur dalam Pasal 167 KUHP, apabila dilakukan oleh seorang anggota polisi dengan sendirinya perbuatan tersebut kehilangan sifat melawan hukum karena berdasarkan ketentuan Pasal 32 KUHAP, polisi diberi wewenang untuk melakukan penyidikan sehingga tidak mungkin polisi tersebut dijatuhi pidana.

c) Melaksanakan perintah jabatan yang diatur dalam Pasal 51 ayat (1) KUHP, perbuatan ini sama dengan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undang-undang, karena melaksanakan suatu perintah jabatan sebenarnya juga merupakan perintah untuk melaksanakan ketentuan undang-undang sehingga yang melaksanakan perintah jabatan ini kehilangan unsur sifat melawan hukum.

2) Alasan pemaaf adalah suatu alasan yang menghapus kesalahan orang yang melakukan perbuatan pidana. Perbuatan yang dilakukan tetap bersifat melawan hukum, tapi pelaku tidak dapat dihukum karena sesuatu. Alasan pemaaf terdiri atas:

a) Tidak dapat dipertanggungjawabkan yang diatur dalam Pasal 44 KUHP karena mengidap penyakit ingatan atau jiwanya cacat dalam pertumbuhannya.

b) Daya paksa (overmacht) yang diatur dalam Pasal 48 KUHP tentang tidak dipidana seseorang yang melakukan perbuatan karena dorongan keadaan yang memaksa. c) Pembelaan terpakasa yang melampaui batas (noodweer exces) yang diatur dalam Pasal

49 ayat (2) KUHP tentang dalam pembelaan terpaksa yang melampaui batas ini antara sifat serangan dan perbuatan pembelaan tidak seimbang, perbuatan ini dapat dibenarkan apabila serangan yang dilakukan menimbulkan kegoncangan jiwa yang hebat bagi pihak terkana serangan, sehingga mengakibatkan orang tersebut terpaksa melakukan pembelaan yang keterlaluan.

d) Melaksanakan perintah jabatan tanpa wewenang dengan itikad baik yang diatur dalam pasal 51 ayat (2) KUHP tentang dalam melaksanakan perintah jabatan, pada prinsipnya yang diperintah bisa dipidana, kecuali dalam diri orang yang diperintah ada itikad baik dan mengira perintah diberikan dengan kewenang dan masih dalam lingkup

(14)

b. Alasan penghapus pidana diluar KUHP, yaitu: 1) hak mendidik dari orang tua;

2) izin dari orang yang dirugikan; 3) hak jabatan dari dokter;

4) mewakili urusan orang lain;

5) tidak adanya melawan hukum materiil; 6) tidak adanya kesalahan sama sekali; 7) alasan penghapus pidana putative.

4. Sebutkan unsur-unsur poging dan apabila unsur ke-3 dari percobaan mengundurkan diri dengan sukarela, dapatkah pelaku dituntut pidana?

Jawaban:

Berdasarkan Pasal 53 KUHP bahwa unsur-unsur poging terdiri atas: a. adanya niat/kehendak dari pelaku;

b. adanya permulaan pelaksanaan dari niat/kehendak itu;

c. pelaksanaan tidak selesai semata-mata bukan karena kehendak dari pelaku.

Pasal 53 KUHP hanya menentukan unsur-unsur yang harus dipenuhi agar seorang pelaku dapat dihukum karena bersalah telah melakukan suatu percobaan. Oleh karena itu agar seseorang dapat dihukum melakukan percobaan melakukan kejahatan, ketiga unsur tersebut harus terbukti dilakukan pelaku, dengan kata lain suatu percobaan dianggap ada jika memenuhi ketiga unsur tersebut. Kemudian apabila unsur ketiga dari percobaan mengundurkan diri dengan sukarela, maka:

a. dapat dituntut pidana, apabila proses mengundurkan diri dengan sukarela tersebut diiringi pelaksanaan kejahatan tidak selesai semata-mata bukan karena kehendak dari pelaku;

b. tidak dapat dituntut pidana, apabila proses kejahatan tidak sama sekali dilakukan karena lebih awal mengundurkan diri dengan sukarela.

(15)

5. Bagaimana perbedaan dan persamaan antara concursus dan recidive? Jawaban:

Berdasarkan Buku I pasal 63 s.d. 71 KUHP yang mengatur tentang consursus dan menurut Buku II pasal 137 ayat (2), pasal 144 ayat (2), pasal 155 ayat (2), pasal 161 ayat (2), pasal 163 ayat (2), pasal 208 ayat (2), pasal 216 ayat (3), pasal 303 bis ayat (2), pasal 321 ayat (2), pasal 393 ayat (2), pasal 486, pasal 487, dan pasal 488 KUHP yang mengatur tentang recidive bahwa perbedaan antara concursus dan recidive yaitu:

a. concursus adalah seseorang yang melakukan beberapa tindak pidana dan diberikan pemidanaan sekaligus atas perbuatan gabungan tindak pidana yang dilakukan, sedangkan recidive atau pengulangan terjadi apabila seseorang yang melakukan suatu tindak pidana dan telah dijatuhi pidana dengan putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap atau in kracht van gewijsde, kemudian melakukan tindak pidana lagi;

b. concursus tidak menentukan tenggang waktu kejahatan yang dilakukan, sedangkan ricidive menentukan tenggang waktu kejahatan yang dilakukan untuk dijatuhkan pidana dalam proses pencarian.

Kemudian persamaan antara concursus dan recidive yaitu sama-sama seseorang melakukan beberapa tindak pidana.

6. Jelaskan:

a. Kapan tidak ada recidive? Jawaban:

Dengan adanya syarat keputusan hakim yang berupa pemidanaan dan mempunyai kekuatan tetap, maka tidak ada recidive dalam hal:

1) Keputusan hakim tersebut tidak merupakan pemidanaan, misalnya keputusan yang berupa pembebasan dari segala tuduhan (vrisprajk) dan yang berupa pelepasan dari segala tuntutan (ontslag) berdasarkan pada Pasal 191 KUHAP.

2) Keputusan hakim tersebut masih dapat diubah dengan upaya-upaya hukum yang berlaku misalnya dengan upaya banding atau kasasi.

(16)

b. Jelaskan recidive kejahatan dan recidive pelanggaran! Jawaban:

1) Recidive Kejahatan

Dengan dianutnya sistem recidive khusus, maka recidive menurut KUHP adalah recidive kejahatan-kejahatan tertentu. Mengenai recidive kejahatan-kejahatan tertentu ini KUHP membedakan antara:

a) Recidive terhadap kejahatan-kejahatan tertentu yang sejenis diatur dalam KUHP Buku II pasal 137 ayat (2), pasal 144 ayat (2), pasal 155 ayat (2), pasal 161 ayat (2), pasal 163 ayat (2), pasal 208 ayat (2), pasal 216 ayat (3), pasal 303 bis ayat (2), pasal 321 ayat (2), pasal 393 ayat (2).

Persyaratan recidive disebutkan dalam masing-masing pasal yang bersangkutan, yang pada umumnya disyaratkan sebagai berikut:

 Kejahatan yang harus diulangi harus sama atau sejenis dengan kejahatan yang terdahulu.

 Antara kejahatan yang terdahulu dan kejahatan yang diulangi harus sudah ada keputusan hakim berupa pemidanaan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

 Pelaku melakukan kejahatan yang bersangkutan pada waktu menjalankan pencariannya (khusus untuk pasal 216, 303 bis dan 393 syarat ini tidak ada).

 Pengulangannya dilakukan dalam tenggang waktu tertentu yang disebut dalam pasal-pasal tersebut, yaitu:

 2 tahun sejak adanya keputusan hakim yang tetap (untuk delik-delik dalam pasal 137, 144, 208, 216, 303 bis dan 321), atau

 5 tahun sejak adanya keputusan hakim yang tetap (untuk delik-delik dalam pasal 155, 157, 161, 163, dan 393).

(17)

b) Recidive terhadap kejahatan-kejahatan tertentu yang termasuk dalam kelompok sejenis diatur dalam KUHP pasal 486, pasal 487, dan pasal 488. Adapun persayaratan recidive menurut ketentuan pasal-pasal tersebut sebagai berikut:

 Kejahatan yang diulangi harus termasuk dalam satu kelompok jenis dengan kejahatan yang pertama atau terdahulu.

 Antara kejahatan yang kemudian (yang diulangi) dengan kejahatan yang pertama atau terdahulu, harus sudah ada putusan hakim berupa pemidanaan yang berkekuatan tetap. Dengan adanya syarat kedua ini, maka tidaklah dapat dikatakan recidive dalam hal putusan hakim tidak berupa pemidanaan atau belum mempunyai kekuatan hukum tetap atau yang berupa beschikking.

 Pidana yang dijatuhkan hakim terdahulu harus berupa pidana penjara. Dengan adanya sayarat ini maka tidak ada alasan recidive untuk pemberatan pidana apabila pidana yang pernah dijatuhkan terdahulu berupa pidana kurungan atau pidana denda.

Ketika melakukan pengulangan, tenggang waktunya adalah :  belum lewat 5 tahun;

 belum lewat tenggang waktu daluwarasa kewenangan menjalankan pidana penjara yang terdahulu.

2) Recidive Pelanggaran

Dengan dianutnya sistem recidive khusus, maka recidive pelanggaran menurut KUHP juga merupakan recidive terhadap pelanggaran-pelanggaran tertentu saja yang disebut dalam Buku III KUHP. Ada 14 jenis pelanggaran didalam Buku III KUHP yang apabila diulangi dapat merupakan alasan untuk adanya pemberatan pidana, yaitu pelanggaran-pelanggaran terhadap pasal 489, 492, 495, 501, 512, 516, 517, 530, 536, 540, 541, 544, 545, 549 KUHP. Adapun persyaratan recidive pelanggaran disebutkan dalam masing-masing pasal yang bersangkutan, yang pada umumnya sebagai berikut:

(18)

d) Tenggang waktu pengulangannya belum lewat 1 atau 2 tahun sejak adanya putusan pemidanaan yang berkekuatan tetap.

e) Berdasarkan syarat ketiga ini maka perhitungan tenggang waktu pengulangannya tidak tidak tergantung pada jenis pidana yang pernah dijatuhkan terdahulu dan apakah pidana tersebut sudah dijalankan atau belum (seluruh atau sebagian).

7. Apa yang Anda ketahui tentang deelneming dan samenloop (concursus)! Jawaban:

a. Deelneming adalah suatu tindak pidana yang dilakukan lebih dari satu orang yang dapat dipertanggungjawabkan. Deelneming menurut sifatnya terdiri atas:

1) Deelneming yang berdiri sendiri, yakni pertanggungjawaban dari setiap peserta dihargai sendiri-sendiri.

2) Deelneming yang tidak berdiri sendiri, yakni pertanggungjawaban dari peserta yang satu digantungkan kepada perbuatan peserta yang lain.

Berdasarkan pasal 55 s.d. pasal 62 KUHP yang termasuk deelneming adalah: 1) Plegen (orang yang melakukan)

Menurut Prof. Simons dan Prof. Van Hammel bahwa yang dimaksud pembuat/pelaku adalah mereka yang melakukan sendiri dan memenuhi rumusan delik, bila hal ini dikaitkan dengan pasal 55 KUHP, bahwa yang dimaksud dengan pembuat hanyalah mereka yang melakukan saja (plegen) tidak termasuk bentuk-bentuk penyertaan lainnya. Namun bentuk-bentuk lainnya itu hanya dipersamakan saja sebagai pembuat. 2) Doen Pleger (mereka yang menyuruh melakukan)

Menurut prinsip hukum pidana bentuk menyuruh melakukan ini melibatkan pihak lain yang dijadikan sebagai perantara sehingga dalam bentuk ini ada dua pihak, yaitu pembuat langsung (manus ministra) dan pembuat tidak langsung (manus domina).

3) Medepleger (orang yang turut serta)

Bahwa dalam turut serta melakukan yang perlu di perhatikan dalam melaksanakan niat/maksudnya melakukan tindak pidana didasarkan pada tugas, fungsi dan peran dari masing-masing yang melibatkan diri dan dalam turut serta melakukan untuk mewujudkan adanya kerjasama tidak selalu ada pertemuan, hal ini terkait dengan adanya orang yag dikategorikan terlibat.

(19)

4) Medeplichtige (orang yang membantu melakukan) a) Jenis pertama

waktunya adalah pada saat kejahatan dilakukan;

caranya adalah tidak ditentukan secara limitatif dalam undang-undang. b) Jenis kedua

waktunya adalah sebelum kejahatan dilakukan;

 caranya adalah ditentukan secara limitatif dalam undang-undang, yaitu dengan cara memberi kesempatan, sarana/keterangan.

5) Uitlokken (pembujuk/penganjur)

Berdasarkan pasal 55 ayat (1) sub ke-2 KUHP pembujuk adalah orang yang menggerakan orang lain untuk melakukan suatu tindak pidana dengan sarana-sarana ditentukan undang-undang.

b. Concursus atau perbarengan tindak pidana ialah terjadinya dua atau lebih tindak pidana oleh satu orang di mana tindak pidana yang dilakukan pertama kali belum dijatuhi pidana, atau antara tindak pidana yang awal dengan tindak pidana berikutnya belum dibatasi oleh suatu putusan hakim. Jadi, concursus adalah seseorang melakukan beberapa tindak pidana dan di antara tindak pidana tersebut belum mempunyai putusan hakim yang memperoleh kekuatan hukum tetap (in kracht) yang diatur dalam Pasal 63 s.d. Pasal 71 KUHP. Ilmu hukum pidana mengenal 3 (tiga) bentuk, yaitu:

a. Concursus idealis/eendaadse samenloop yang diatur dalam pasal 63 KUHP terjadi apabila seseorang melakukan satu perbuatan dan ternyata satu perbuatan tersebut melanggar beberapa ketentuan hukum pidana.

b. Concursus realis/meerdaadse samenloop yang diatur dalam pasal 65, 66, dan 70 KUHP terjadi apabila seseorang sekaligus merealisasikan beberapa perbuatan.

c. Voortgezette handeling/perbuatan berlanjut yang diatur dalam pasal 64 KUHP terjadi apabila seseorang melakukan perbuatan yang sama beberapa kali, dan di antara perbuatan-

(20)

8. Soalnya, yaitu:

a. Sebutkan unsur-unsur pembujukan! Jawaban:

1) Ada kesengajaan menggerakkan orang lain.

2) Menggerakkan dengan sarana/upaya seperti tersebut limitatif dalam KUHP. 3) Putusan kehendak pembuat materiil ditimbulkan karena upaya-upaya tersebut. 4) Pembuat materiil melakukan/mencoba melakukan tindak pidana yang dianjurkan. 5) Pembuat materiil dapat dipertanggungjawabkan.

b. Dalam hal apa pembujukan tidak dapat dipidana? Jawaban:

Menurut Hazewinkel Suring, Simons dan Van Hamel pembujukan tidak dapat dipidana apabila tindak pidana yang dilakukan oleh pembuat materiil pembujuk tidak terjadi atau tidak dilakukan.

c. Sebutkan persamaan antara pembujukan dan pembantuan! Jawaban:

Persamaan antara pembujukan dan pembantuan adalah sama-sama melakukan perbuatan tindak pidana yang dilakukan atas bujukan, suruhan atau ajakan orang lain.

9. Soalnya, yaitu:

a. Sebutkan perbedaan pembujukan dengan yang disuruh melakukan? Jawaban:

1) Pada pembujukan menggerakkan dengan sarana-sarana tertentu (limitatif) yang tersebut dalam undang-undang (KUHP), sedangkan disuruh melakukan menggerakkannya dengan sarana yang tidak ditentukan.

2) Pada pembujukan pembuat materiil dapat dipertanggungjawabkan, sedangkan dalam disuruh melakukan pembuat materiil tidak dapat dipertanggungjawabkan.

b. Kapankah ada pembantuan? Jawaban:

1) Apabila bantuan diberikan pada saat kejahatan dilakukan, tidak dibatasi jenis bantuannya. Berarti jenis bantuan apapun yang diberikan oleh orang yang membantu dalam suatu kejahatan.

(21)

10. Mengapa percobaan melakukan penganiayaan tidak dipidana? Jawaban:

Berdasarkan Pasal 351 KUHP mengenai penganiayaan biasa dan Pasal 352 KUHP mengenai penganiayaan ringan tidak dapat dihukum karena penganiayaan yang dilakukan menurut Pasal 351 dan Pasal 352 KUHP tidak memenuhi kriteria Pasal 353, 354 dan 355 KUHP sebagaimana menurut Yurisprudensi bahwa penganiayaan yaitu sengaja menyebabkan perasaan tidak enak (penderitaan), rasa sakit, atau luka. Contohnya penganiayaan ini harus dilakukan dengan sengaja dan tidak dengan maksud yang patut atau melewati batas yang diizinkan. Umpanya seorang dokter gigi mencabut gigi pasiennya. Sebenarnya dokter sengaja menimbulkan rasa sakit, akan tetapi perbuatannya itu bukan penganiayaan, karena ada maksud baik yakni mengobati. Kemudian dalam pengertian lain bahwa penganiayaan ini ialah sengaja merusak kesehatan orang. Selanjutnya penganiayaan yang dilakukan menurut Pasal 351 dan Pasal 352 KUHP tidak dapat dihukum karena tidak memenuhi kriteria sebagi berikut:

a. Perasaan tidak enak, misalnya mendorong terjun kekali sehingga basah, menyuruh orang berdiri diterik matahari dan lain sebagainya.

b. Rasa sakit, misalnya menyubit, menempeleng, memukul dan lain-lain. c. Luka, misalnya mengiris, memotong, menusuk dengan pisau dan lain-lain. d. Penganiayaan dengan rencana lebih dahulu (Pasal 353 dan Pasal 355 KUHP). e. Penganiayaan sengaja melukai berat orang lain (Pasal 354 KUHP).

11. Mengapa tindak pidana percobaan tetap dipidana sedangkan tindak pidana tersebut tidak selesai? Jawaban:

Berdarkan Pasal 54 KUHP bahwa tindak pidana percobaan tetap dipidana sedangkan tindak pidana tersebut tidak selesai karena yang dapat dipidana hanyalah percobaan terhadap kejahatan dan tidak terhadap pelanggaran (Pasal 54 KUHP). Dengan kata lain bahwa tindak pidana percobaan tetap dipidana meskipun tindak pidana kejahatan tersebut tidak selesai.

(22)

12. Apa perbedaan antara pembujukan dan menyuruh lakukan? Jawaban:

Uitlokken (pembujuk/penganjur) berdasarkan pasal 55 ayat (1) sub ke-2 KUHP pembujuk adalah orang yang menggerakan orang lain untuk melakukan suatu tindak pidana dengan sarana-sarana ditentukan undang-undang. Kemudian doen pleger (mereka yang menyuruh melakukan), menurut prinsip hukum pidana bentuk menyuruh melakukan ini melibatkan pihak lain yang dijadikan sebagai perantara sehingga dalam bentuk ini ada dua pihak, yaitu pembuat langsung (manus ministra) dan pembuat tidak langsung (manus domina). Dengan demikian dapat dibedakan bahwa dalam pembujukan orang yang dibujuk dapat dipidana disamping pembujukkannya sendiri, karena apa yang dia lakukan itu dalam keadaan sadar dan dia mengetahui bahkan menyadarinya akan adanya hal yang terlarang itu. Yang terpenting adalah antara daya upaya yang dipergunakan oleh orang yang menggerakkan itu dengan tindak pidana yang dilakukan oleh yang digerakkan harus ada hubungan kausal, sedangkan dalam menyuruh melakukan adalah sebaliknya dimana orang yang yang disuruh melakukan justru tidak dapat dipertanggungjawabkan sehingga tidak dapat dipidana.

13. Apa perbedaan antara pembujukan dan pembantuan? Jawaban:

Berdasarkan Pasal 55 ayat (1) sub ke-2 KUHP bahwa pembujukan orang yang dibujuk dapat dipidana disamping pembujukkannya sendiri, karena apa yang dia lakukan itu dalam keadaan sadar dan dia mengetahui bahkan menyadarinya akan adanya hal yang terlarang itu. Yang terpenting adalah antara daya upaya yang dipergunakan oleh orang yang menggerakkan itu dengan tindak pidana yang dilakukan oleh yang digerakkan harus ada hubungan kausal, sedangkan pembantuan (medeplightigheid) merupakan salah satu bentuk penyertaan (deelneiming) sebagaimana diatur dalam Pasal 56 KUHP. Ada pembantuan apabila dalam suatu tindak pidana terlibat dua orang atau lebih yang masing-masing sebagai pembuat (de hoof dader) dan pembantu (demedeplichtige). Dari perumusan Pasal 56 KUHP dapat diketahui adanya dua macam pembantuan, yaitu:

a. pembantuan pada waktu kejahatan dilakukan tanpa daya upaya tertentu;

b. pembantuan yang mendahului/sebelum dilakukan kejahatan dengan daya upaya tertentu (ditentukan secara limitatif) yaitu memberi kesempatan, sarana atau keterangan.

(23)

14. Sebutkan pembagian delik dolus dan delik culpa, delik recidive serta delik aduan? Jawaban:

a. Macam-macam delik dolus, yaitu:

1) Dolus premediatus yaitu delik yang dirumuskan “dengan rencana lebih dahulu” sebagaimana dalam Pasal 340 KUHP (pembunuhan berencana), Pasal 353 KUHP (peganianyaan berencana).

2) Dolus determinatus adalah dolus dengan tujuan pasti, misalnya menghendaki matinya seorang tertentu.

3) Dolus inderteminatus adalah dolus dengan tujuan acak (random) misalnya menembakkan senjata ke arah sekelompok orang, memasukkan racun ke dalam reservoir air mium dan sebagainya.

4) Dolus alternativus yaitu dolus dimana si pelaku menghendaki seseorang atau alternatifnya seorang lain, dengan akibat yang satu atau yang lain.

5) Dolus indirectus yaitu suatu dolus mengenai suatu perbuatan terlarang yang menimbulkan akibat yang tidak diketahui oleh pelaku. Misalnya seseorang yang memukul orang lain dalam perkelahian dan orang itu dilindas mobil.

6) Dolus directus yaitu dolus yang tidak hanya ditujukan kepada perbuatannya saja, melainkan juga kepada akibatnya.

7) Dolus generalis yaitu dolus dimana si pelaku menghendaki timbulnya akibat tertentu dan untuk itu telah melakukan beberapa tindakan, misalnya untuk melakukan pembunuhan, mula-mula lawannya mencekik, kemudian dilemparkan ke sungai, karena mengira lawannya itu telah mati.

b. Macam-macam delik culpa, yaitu:

1) Error facti atau mistake of fact yaitu kekeliruan mengenai peristiwanya. Misalnya: a) seseorang mengambil barang yang dikiranya tanpa milik (resnullitus);

b) seseorang ayah memukul anak yang dikira anaknya sendiri.

(24)

4) Delik putatif yaitu pelaku mengira melakukan tindak pidana, tetapi bukan yang sebenarnya. Misalnya seseorang mencuri barang yang dikiranya milik orang lain (Pasal 362), padahal ternyata barang itu milik istrinya (Pasal 367 ayat (1) KUHP).

c. Macam-macam recidive, yaitu:

1) General recidive (pengulangan umum) perbuatan seseorang yang telah diputuskan oleh pengadilan dengan putusan pemidanaan kerena suatu kejahatan yang dilakukannya, kemudian menjalani pidana hingga bebas, belum melampaui waktu lima tahun ia melakukan kejahatan lagi yang berupa kejahatan apapun. Kejahatan yang kedua ini dapat saja sejenis dengan kejahatannya yang pertama, tetapi dapat juga berbeda dengan kejahatannya yang pertama.

2) Special recidive (pengulangan khusus) adalah perbuatan seseorang yang melakukan kejahatan, dan terhadap kejahatan itu telah dijatuhi pidana oleh hakim, kemudian ia melakukan kejahatan lagi yang sama atau sejenis dengan kejahatan pertama, maka persamaan kejahatan yang dilakukan itu kemudian merupakan dasar untuk memberatkan pidana yang dijatuhkan pada dirinya. Perbuatan special recidive khusus ini pemberatan pidananya hanya dikenakan pada pengulangan yang dilakukan terhadap jenis perbuatan pidana tertentu dan dilakukan dalam tenggang waktu tertentu, belum lebih lima tahun. 3) Tussen stelsel adalah seseorang yang telah diputuskan oleh pengadilan dengan putusan

pemidanaan karena suatu kejahatan yang dilakukannya, kemudian setelah menjalani pidana hingga bebas, belum melampaui waktu lima tahun ia melakukan kejahatan lagi yang masih dalam satu kualifikasi delik dengan kejahatannya yang pertama. Dasar alasan hakim memperberat penjatuhan pidana dalam tussen stelsel ini adalah karena orang itu membuktikan mempunyai tabiat yang jahat, dan oleh sebab itu dianggap merupakan bahaya bagi masyarakat atau ketertiban umum.

(25)

d. Macam-macam delik aduan, yaitu:

1) Delik aduan absolut (absolute klacht delict) merupakan suatu delik yang baru ada penuntutan apabila ada pengaduan dari pihak yang dirugikan. Dan yang diadukan sifatnya hanyalah perbuatannya saja atau kejahatannya saja. Dalam hal ini bahwa perbuatan dan orang yang melakukan perbuatan itu dianggap satu kesatuan yang tetap bermuara pada kejahatan yang dilakukan. Oleh karena itu delik aduan absolut ini mempunyai akibat hukum dalam masalah penuntutan tidak boleh dipisah-pisahkan/onsplitbaar. Kejahatan-kejahatan yang termasuk dalamjenis delik aduan absolut seperti:

a) Kejahatan penghinaan (Pasal 310 s.d. 319 KUHP), kecuali penghinaan yang dilakukan oleh seseoarang terhadap seseorang pejabat pemerintah, yang waktu diadakan penghinaan tersebut dalam berdinas resmi. Si penghina dapat dituntut oleh jaksa tanpa menunggu aduan dari pejabat yang dihina.

b) Kejahatan-kejahatan susila (Pasal 284, Pasal 287, Pasal 293 dana Pasal 332 KUHP). c) Kejahatan membuka rahasia (Paal 322 KUHP).

2) Delik aduan relatif (relatieve klacht delict) adalah kejahatan-kejahatan yang dilakukan, yang sebenarnya bukan merupakan kejahatan aduan, tetapi khusus terhadap hal-hal tertentu, justru diperlukan sebagai delik aduan. Menurut Pompe, delik aduan relatif adalah delik dimana adanya suatu pengaduan itu hanyalah merupakan suatu voorwaarde van vervolgbaarheir atau suatu syarat untuk dapat menuntut pelakunya, yaitu bilamana antara orang yang bersalah dengan orang yang dirugikan itu terdapat suatu hubungan yang bersifat khusus. Umumnya delik aduan retalif ini hanya dapat terjadi dalam kejahatan-kejahatan seperti:

a) Pencurian dalam keluarga, dan kajahatan terhadap harta kekayaan yang lain yang sejenis (Pasal 367 KUHP).

b) Pemerasan dan ancaman (Pasal 370 KUHP). c) Penggelapan (Pasal 376 KUHP).

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dukungan manajemen, proses manajemen, motivasi ekstrinsik, kompetensi organisasi, dan infrastruktur TI berpengaruh positif dan

Syok hipovolemik merupakan kondisi medis atau bedah dimana terjadi kehilangan cairan dengan cepat yang berakhir pada kegagalan  beberapa organ, disebabkan oleh

Penelitan ini mereplikasi penelitian Rachmayani dan Suyono (2007) yang berjudul pengaruh ketidakamanan kerja, kepuasan kerja dan komitmen organisasional terhadap pengunduran

Kualifikasi guru dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Bab IV Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan Bagian Kesatu tentang Pendidik

Kondisi ini dapat disimpulkan bahwa kompensasi dan lingkungan kerja berpengaruh langsung positif dan dan signifikan terhadap produktivitas karyawan maupun tidak langsung

Objek-objek yang bekerja sama membentuk suatu sistem harus saling berkomunikasi untuk menjalankan sistem tersebut. Dalam sebuah program, objek-objek berkomunikasi satu sama

Adalah sebuah method atau fungsi yang diekseskusi ketika sebuah kelas diinisialisasi, secara default sebuah Java Class memiliki 1 buah konstruktor tanpa parameter, konstruktor ini

Dengan segala kerendahan dan keyakinan diri yang kuat, penulis memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan segala rahmat, hidayah dan