1
PERAMALAN LAJU PRODUKSI MINYAK DENGAN
ARPS DECLINE CURVE DAN ANALISIS DERET WAKTU
Diyah Rosiani
STEM Akamigas, Jl. Gajah Mada No. 38 Cepu E-mail: ani_diyah@yahoo.com
ABSTRAK
Peramalan produksi di masa mendatang sangat penting di dalam proses evaluasi pada industri minyak dan gas bumi. ARPS Decline Curve adalah metode yang paling umum digunakan untuk meramalkan data penurunan produksi. Meskipun metode ini mudah untuk digunakan tetapi ketidakpastian parameternya sulit untuk diprediksi. Dengan penelitian ini, akan digunakan metode statistic sebagai pembanding pada metode ARPS Decline Curve yaitu metode statistic deret waktu dengan ARIMA Box Jenkins. Tujuan dari penelitian ini adalah meramalkan laju penurunan produksi di lapangan X dengan menggunakan metode ARPS Decline Curve dan ARIMA Box Jenkins, selanjutnya membandingkan hasil peramalan laju penurunan produksi dengan kedua metode tersebut. Penelitian ini dititikberatkan pada data laju penurunan produksi pada sumur A di lapangan minyak X. Persamaan laju penurunan produksi yang diperoleh dengan ARPS Decline Curve adalah 𝑞 = 560. 𝑒−0,000788𝑡.
Sedangkan persamaan laju penurunan produksi dengan metode ARIMA (2,1,1) adalah 𝑌𝑡 =
(1 + ∅1)𝑌𝑡−1+ (∅2− ∅1)𝑌𝑡−2− ∅2𝑌𝑡−3− 𝜃1𝑒𝑡−1 , dengan ∅1= 0,958 ; ∅2= −0,07 ; dan 𝜃1=
0,999. Metode ARIMA (2,1,1) menghasilkan nilai MSE yang lebih kecil dari pada metode ARPS
Decline Curve untuk meramalkan laju penurunan produksi sumur A di lapangan minyak X.
Kata kunci: ARPS Decline Curve, ARIMA Box Jenkins, MSE, Peramalan
ABSTRACT
Production forecasting in future is very important in the evaluation process in the oil and gas industry. ARPS Decline Curve is the most common method used to predict decline in production. ARPS Decline Curve, even though easy to use, brings uncertainty of its forecast. With this study, we will use statistical methods to compare the ARPS Decline Curve method which is the method of statistical time series with ARIMA Box Jenkins. The purpose of this study is to predict the rate of decline in production in the field of X by using ARPS Decline Curve and ARIMA Box Jenkins, then compare the results of forecasting the rate of decline in production by the two methods above. This study focused on the data rate of decline in production at a well “A” in “X” the oil field production decline rate. The equation obtained by ARPS Decline Curve is 𝑞 = 560. 𝑒−0,000788𝑡. While the production decline rate equation by the method of ARIMA (2,1,1) is 𝑌𝑡= (1 + ∅1)𝑌𝑡−1+
(∅2− ∅1)𝑌𝑡−2− ∅2𝑌𝑡−3− 𝜃1𝑒𝑡−1, with ∅1= 0,958 ; ∅2= −0,07 ; and 𝜃1= 0,999 . Methods ARIMA (2,1,1) resulted MSE value which is less than the ARPS Decline Curve method to predict the rate of decline in production well “A” in “X “ oil field.
2 1. PENDAHULUAN
ARPS Decline Curve adalah metode yang paling terkenal untuk meramalkan data penurunan produksi. Meskipun metode ini mudah untuk digunakan tetapi ketidakpastian parameternya sulit untuk diprediksi.1) Kita dapat dengan mudah menemukan alasan historis yang sesuai dengan kondisi yang menggunakan parameter apapun dari metode exponential/hyperbolic/ harmonic. Meskipun hal ini cenderung menimbulkan ketidakpas-tian dari peramalan. Dengan peneliketidakpas-tian ini, kita akan menggunakan metode statistic sebagai pembanding pada metode ARPS Decline Curve yaitu metode statistic deret waktu. Karena data penurunan produksi dapat dilihat sebagai derat yang dipisahkan oleh waktu, kita dapat langsung menyim-pulkan bahwa metode statistic deret waktu dapat digunakan untuk peramalan.
Tujuan dari penelitian ini adalah mera-malkan laju penurunan produksi di lapangan X dengan menggunakan metode ARPS Decline Curve, meramalkan laju penurunan produksi di lapangan X dengan mengguna-kan metode statistic deret waktu dan selan-jutnya membandingkan hasil peramalan laju produksi di lapangan X dengan menggu-nakan metode ARPS Decline Curve dan Sta-tistik deret waktu.
Batasan permasalahan pada penelitian ini adalah penelitian ini dititikberatkan pada data laju penurunan produksi pada sumur A di lapangan minyak X. Metode yang digu-nakan adalah ARPS Decline Curve dan ARIMA Box Jenkins sebagai metode statis-tik deret waktunya
2. METODE
A. ARPS Decline Curve
Analisis rate decline dapat mengiden-tifikasi masalah produksi sumur dan mem-prediksi/meramalkan well performance yang didasarkan pada data produksi. ARPS Decline Curve (analisa kurva penurunan produksi) adalah salah satu metode untuk melakukan peramalan produksi yang akan datang dima-na konsep dasarnya adalah trend atau pola
produksi dimasa lampu diperkirakan akan terjadi juga dimasa yang akan datang. Untuk melakukan peramalan produksi suatu reser-voir atau sumur, kita harus mempunyai data produksi yang cukup panjang. Kondisi pro-duksi tidak berubah selama periode propro-duksi yang bersangkutan sehingga analisis rate de-cline dapat dipercaya. 2)
ARPS Decline Curve adalah metode yang paling umum digunakan dalam peramalan produksi karena mempunyai beberapa kele-bihan-kelebihan disamping beberapa kelema-hannya. Kemudahan untuk mendapatkan data yang dibutuhkan, kemudahan untuk memplot data, hasilnya berbasiskan waktu dan kemudahan untuk melakukan analisa adalah kelebihan-kelebihan dari decline
curve. Adapun kelemahannya adalah
dibu-tuhkan kondisi produksi tidak terganggu selama periode produksi yang sedang dianalisis. Dalam hal ini, sejarah produksi yang lalu harus dan akan sama dengan periode peramalan.2)
Peramalan laju penurunan produksi dengan analisis Decline Curve ini mem-punyai beberapa manfaat diantaranya untuk menghitung cadangan pada selang waktu, memperkiraan produksi yang akan datang, memperkiraan waktu cadangan habis dan memperkiraan laju produksi yang ada.
Decline Rate (D) didefinisikan sebagai
yang menunjukkan seberapa banyak peru-bahan laju produksi setelah satu periode waktu tertentu dibandingkan dengan laju produksi sebelum periode waktu tersebut.
Effective decline rate per unit waktu
adalah laju penurunan produksi dari qi menjadi qt selama selang waktu tertentu (1 bulan atau 1 tahun) dibagi dengan laju produksi mula-mula, atau secara matematis bisa dituliskan sebagai berikut:
i i i e q q q q q D 1 ...(1)
Nominal decline rate adalah negative
slope dari kurva yang ditunjukkan hasil plot antara laju produksi (q) vs waktu (t), seperti yang ditunjukkan Persamaan 2.3, berikut:
3
q dt dq dt q d D ln ...(2)Hubungan antara effective decline rate de-ngan nominal decline rate sebagai berikut: Untuk satu time periode (yaitu t = 1 (bulan/tahun/ dan sebagainya)
...(3)
atau
...(4) D lebih banyak digunakan daripada De karena D lebih mudah dalam mengubah satu-an waktu, yaitu hsatu-anya melalui perkalisatu-an atau pembagian dengan faktor konversi waktu.
Jenis Decline Curve ada tiga tipe yaitu;
exponential decline curve, hyperbolic decline curve dan harmonic decline curve. Ketiga
tipe model decline ini dihubungkan oleh persamaan Arps sebagai berikut:3)
...(5)
Keterangan:
D dan b adalah konstanta empirik yang dihitung berdasarkan data produksi.
Jika b = 0, maka persamaan Arps tersebut menjadi decline eksponensial
Jika b = 1, maka persamaan Arps tersebut menjadi decline harmonik
Jika 0 < b < 1, maka persamaan Arps tersebut menjadi decline hiperbolik
Exponential decline merupakan yang
paling kuat dan laju produksi menurun lebih cepat dibandingkan dengan hyperbolic
de-cline maupun harmonic. Oleh karenanya, exponential decline sering digunakan untuk
memperkirakan kecenderungan kurva laju produksi untuk evaluasi ekonomi yang me-merlukan asumsi perkiraan yang konservatif (pesimistik). Sedangkan harmonic decline merupakan metode perkiraan laju produksi yang paling optimistik dan hyperbolic
decline berada diantara keduanya.2)
Identifikasi model decline curve sangat penting dilakukan untuk mengetahui jenis decline yang cocok untuk diterapkan. Jika plot log (q) terhadap t menunjukkan garis lurus atau plot q terhadap Np menunjukkan garis lurus, maka jenis decline adalah
expo-nential decline. Jika plot log (q) terhadap log
(t) menunjukkan garis lurus, atau plot Np terhadap log (q) menunjukkan garis lurus, maka jenis decline adalah harmonic decline. Jika plot yang ditunjukkan sebelumnya ini tidak lurus, maka jenis declinenya adalah
hyperbolic decline.3).
Identifikasi model yang lain dengan membuat plot antara –dq/dt/q terhadap q.3) Gambar 1. berikut dapat digunakan untuk mengidentifikasi model decline. Di dalam aplikasinya, analisis rate decline seringkali mengalami kesulitan karena tidak sedikit kasus dimana secara alamiah terjadi kesa-lahan dalam data produksi.
Fluktuasi data produksi bulanan yang diakibatkan oleh kejadian-kejadian yang tidak dapat dikontrol seperti workover, pipe-line shutdown, dan sebagainya dapat saja
De
Dln1 D e De 1 b q D dt dq q 1Tabel 1. Jenis Decline Curve dan Persamaannya
Jenis Decline Curve Laju Produksi Produksi kumulatif Exponential Decline Curve Dt
i i e q q i i D q q Np Hyperbolic Decline
b i i bDt q q 1 1
b i i i q q D b q Np 1 1 1Harmonic Decline Curve
t D q q i i 1 D
Dt
q Np i i i ln14
terjadi. Disamping itu beberapa perubahan kondisi produksi misalnya pemboran dan komplesi sumur-sumur baru, stimulasi, dan perubahan mekanisme produksi (perubahan men-jadi artificial lift atau injeksi air) dapat pula mempengaruhi validitas hasil analisis rate decline.2)
Gambar 1. Plot Relative Decline Rate Terhadap Laju Produksi B. ARIMA Box Jenkins
Time series adalah serangkaian
penga-matan terhadap suatu variabel yang diambil dari waktu ke waktu dan dicatat secara beru-rutan menurut uberu-rutan waktu kejadiannya dengan interval waktu yang tetap4), dimana setiap pengamatan dinyatakan sebagai vari-abel random Yt yang didapatkan berdasarkan indeks waktu tertentu (ti) sebagai urutan waktu pengamatan, sehingga penulisan untuk data time series secara berurutan adalah Yt1,Yt2,Yt3,...,Ytn . Metode statistik deret waktu biasanya digunakan bila hanya sedikit yang diketahui mengenai variable-variabel independen yang dapat digunakan untuk menjelaskan variable dependen. Meto-de ini digunakan juga bila datanya tersedia dalam jumlah yang cukup besar sehingga membentuk time series (runtun waktu) yang cukup panjang.
Autoregressive Integrated Moving Ave-rage (ARIMA) dikembangkan oleh Box
Jen-kins sebagai salah satu metode statistik deret waktu, yang menggunakan satu variabel dependen, yang selanjutnya variabel itu
dikembangkan menjadi beberapa variabel independen. Metode ini merupakan gabu-ngan dari metode penghalusan, metode regresi dan metode dekomposisi.5)
Sebelum tahap-tahap pengembangan model ARIMA dilakukan, berikut dikemu-kakan alat-alat analisis yang akan digunakan, yaitu Autocorrelation Function (ACF) dan
Partial Autocorrelation Function (PACF). Autocorrelation Function (ACF)
meru-pakan alat utama dalam metode Box-Jenkins. Koefisien ACF adalah suatu fungsi yang menunjukkan besarnya korelasi (hubungan linier) antara pengamatan pada waktu ke t
(dinotasikan dengan Y ) dengan pengamatan t
pada waktu-waktu yang sebelumnya (dino-tasikan dengan Yt1,Yt2, ,...,Ytk). Koefisien ACF dilambangkan dengan 𝑟𝑘 , dan dirumuskan sebagai berikut:
n t t n k t k t t k Y Y Y Y Y Y r 1 2 1 ) ( ) )( ( ...(6)Partial Autocorrelation Function (PACF)
merupakan alat utama yang lain dalam analisis ARIMA. Partial Autocorrelation
Function (PACF) yaitu korelasi antara dua
atau lebih variabel deret waktu dalam bentuk lag bila kontribusi variabel deret waktu dalam bentuk lag lainnya bersifat konstan.
Partial Autocorrelation Function (PACF)
digunakan untuk mengukur derajat hubungan antara Yt dan Yt-k, ketika pengaruh dari lag waktu yang lain dihilangkan. Ketika akan dikorelasikan antara Yt dan Yt-2, perlu meng-hilangkan pengaruh dari Yt-1.6) Koefisien PACF orde ke-k dinotasikan dengan k dan dapat dihitung dengan regresi antara Yt dengan Yt-1, ... , Yt-k.
𝑌𝑡= 𝑏0+ 𝑏1𝑌𝑡−1+ 𝑏2𝑌𝑡−2+ ⋯ +
𝑏𝑘𝑌𝑡−𝑘. ...(7)
Data time series merupakan data yang berurutan menurut waktu. Data yang dapat diolah dengan menggunakan time series ada-lah data yang stasioner baik dalam mean maupun varians.7) Untuk data yang stasioner
5
maka nilai-nilai autokorelasinya akan turun secara cepat menuju nol. Sedangkan jika nilai-nilai autokorelasinya turun secara lambat menuju nol selama beberapa waktu maka data tersebut tidak stasioner.6) Peme-riksaan kestasioneran dapat dilakukan dengan bantuan time series plot (TSPLOT) dan autocorrelation function plot (Plot ACF). TSPLOT adalah penyajian data dengan menggunakan scatter-plot yaitu penyajian dalam kordinat Cartesius, sumbu tegak adalah nilai variabel time series dan sumbu datar adalah waktu. Sedangkan plot ACF adalah penyajian nilai korelasi antara pengamatan ke - t dengan pengamatan ke t -
k untuk nilai k=1,2,...
Data time series dikatakan stasioner dalam varians jika variansnya konstan. Data yang tidak stasioner dalam varians perlu dilakukan proses transformasi agar vari-ansnya menjadi konstan. Transformasi yang biasa digunakan adalah transformasi Box-Cox.4)
Transformasi Box-Cox seringkali juga disebut sebagai transformasi pangkat dide-finisikan sebagai berikut
0 , 1 0 , ln t t Z Z tY
...(8)Pemilihan nilai biasanya dilakukan secara coba-coba (trial and error) sampai diperoleh nilai sedemikian hingga data hasil trans-formasi sudah dianggap stasioner dalam varians. Wei (1990) menganjurkan untuk memilih nilai sedemikian hingga dida-patkan nilai sum of squares
n i t Y Y 1 2 dari
data hasil transformasi akan menjadi mini-mum.
Data time series dikatakan sudah stasioner dalam mean jika nilai meannya konstan. Data dikatakan stasioner dalam time series
plot jika berada disekitar garis yang sejajar
dengan sumbu waktu (t). Data yang tidak stasioner dalam mean perlu dilakukan lang-kah pembedaan (Differencing). Jika suatu data telah dilakukan transformasi berkali-kali
namun belum stasioner dalam mean maupun varians maka cara mengatasinya adalah dengan cara melakukan pembedaan
(Diffe-rencing) sebelum transformasi.
Model ARIMA merupakan salah satu bentuk teknik pemodelan data time series, selain regresi dan pemulusan (smoothing). Model ARIMA sering digunakan untuk melakukan peramalan jika terdapat anggapan bahwa nilai variabel time series pada saat ini (Yt) diduga dapat dinyatakan sebagai kombinasi linier nilai variabel time series di masa yang lalu (Yr-k) dan nilai kesalahan di masa yang lalu (etk). Model ini biasanya dinyatakan sebagai ARIMA (p,d,q). 7)
Dengan notasi Backshift, model ARIMA (p,d,q) dapat dimodelkan sebagai berikut:
t q q t d p e B B B Y B B B ... 1 1 ... 1 1 2 1 2 2 ...(9) Dimana p adalah orde autoregressive, q adalah orde moving average, d adalah ordedifferencing, B adalah operator langkah
mundur (backward shift operator)
k t t k Z Z B . Sedangkan 1,....,p adalah koefisien AR, dengan 1,....,q adalah koefisien MA, e adalah error pada waktu t
ke-t sedangkan Y adalah nilai variabel time t series pada waktu ke-t.7)
Tahapan identifikasi adalah penentuan model awal. Alat yang dipakai umtuk menentukan model awal adalah plot ACF (Auto
Corre-lation Function) dan PACF (Partial Auto Correlation Function). Plot PACF adalah
penyajian nilai korelasi parsial untuk nilai
k=1,2,….. Korelasi parsial adalah korelasi
antara Yt dengan Yt-k setelah pengaruh Y1,…,Yt-k-1 dihilangkan. Wei (1990) mengan-jurkan menentukan model awal berdasarkan pola ACF dan PACF yang disajikan pada Tabel 2.
Setelah ketepatan terhadap suatu model diketahui langkah selanjutnya adalah mera-malkan model terbaik dengan melihat asum-sinya. Setelah model terbaik dihasilkan, ma-ka model tersebut digunama-kan untuk meramal-kan kondisi yang ameramal-kan datang.
6 Tabel 2. Pola ACF dan PACF untuk Model AR(p), MA(q) dan ARMA(p,q)
Model ACF PACF
AR(p) Tails off (menurun
mengikuti bentuk eksponensial
atau gelombang sinus)
Cuts off setelah lag p
MA(q) Cuts off setelah lag q Tails off (menurun
mengikuti bentuk eksponensial
atau gelombang sinus) ARMA
(p,q)
Tails off setelah lag
(q-p)
Tails off setelah lag
(p-q)
Kegunaan utama model dari data time
series adalah untuk melakukan peramalan.
Hasil paramalan dikatakan baik jika nilai ramalannya dekat dengan data aktual.7) Untuk mengukur kedekatan antara nilai aktual dan ramalan ini dapat digunakan beberapa kriteria diantaranya Mean Square
Error (MSE). Kriteria MSE ditentukan
dengan cara
M l l e M MSE 1 2 1 ...(10)dimana l bernilai 1, 2,... M dane adalah l
nilai residual
Untuk kepentingan akan evaluasi perama-lan, seringkali data time series dibagi men-jadi dua bagian yaitu
a. Data yang dipakai untuk kepentingan pemodelan, data ini seringkali disebut juga sebagai data in sample atau data
training.
b. Data yang dipakai untuk kepentingan evaluasi peramalan, data ini disebut juga data out sample atau data testing.
2. METODE
Data yang digunakan adalah data laju penurunan produksi sumur A pada lapangan minyak X tahun 2013 dan tahun 2014. Data yang digunakan sebanyak 499 data kemu-dian dibagi menjadi dua sebagai in sampel sebanyak 359 data dan out sampel sebanyak 140 data. Data in sampel ini digunakan untuk kepentingan pemodelan.
Gambar 2. Alur Penelitian
Gambar 3. Alur ARPS Decline Curve MULAI
Identifikasi Masalah
Penentuan Tujuan
Studi Literatur
Pengumpulan data
Peramalan dengan ARPS Decline Curve berdasarkan data in sampel
Peramalan dengan metode ARIMA Box Jenkins berdasarkan data in sampel
Meramalkan data out sampel dengan hasil persamaan dari kedua metode
Menghitung MSE dari kedua metode tersebut
Membuat kesimpulan
SELESAI
MULAI
SELESAI Mengidentifikasi Model
Menentukan Decline Rate
Pengestimasian Parameter Model
7 Gambar 4. Alur Metode ARIMA Box
Jenkins
Sedangkan data out sampel digunakan untuk kepentingan evaluasi peramalan. Metode yang digunakan untuk peramalan laju penurunan produksi adalah ARPS Deline
Curve dan ARIMA Box Jenkins. Sedangkan
paket statistik yang digunakan adalah SPSS 21.
Alur penelitian, alur metode ARPS
Decline Curve dan alur metode ARIMA Box
Jenkins dapat dilihat pada gambar 2. 3 dan 4. 3. PEMBAHASAN
A. Deskripsi Lapangan Minyak X
Lapangan minyak X terletak di wilayah Jawa Timur. Reservoir merupakan batuan karbo-nat yang terendapkan pada awal Miocene ( 21 juta tahun yang lalu). Lapisan produktif terletak pada kedalaman sekitar 8520 ft – 8960 ft. Gambar 5 merupakan kolom Stra-tigrafi, di kolom sebelah kiri merupakan umur/usia pembentuk formasinya sedangkan di kolom sebelah kanan merupakan nama formasinya. Semakin ke bawah, umurnya semakin tua. Pada kolom stratigrafi tersebut, formasi Ngimbang merupakan source rock dari reservoir lapangan X yang merupakan batuan induk dimana bahan
pemben-tuk hidrokarbon yang berasal yaitu dari fosil dan jasad renik yang mati dan terendapkan jutaan tahun yang lalu. Syarat dari source rock adalah batuan tersebut cukup imper-meable (not fully impermea-ble) sehingga pada formasi Ngimbang dominan Shale yang cukup tight (berwarna hijau muda), kemudi-an terdapat Limestone ykemudi-ang permeable (berwarna biru tua) serta Sand-stone yang juga permeable (berwarna kuning).
Gambar 5. Stratigrafi Lapangan Minyak X Batuan Reservoirnya terdapat pada For-masi Tuban yang merupakan limestone (berwarna biru tua dan kotak-kotak), sehing-ga sumur-sumur yang ada di lapansehing-gan X memiliki limestone/karbonat. Reservoir pada lapangan X mempunyai seal/cap rock yang impermeable yaitu formasi Wonocolo (ber-warna hijau agak tua dan garis putus-putus). Reservoir pada lapangan X mempunyai mekanisme tenaga pendorong yaitu water drive.
Sumur-sumur di lapangan minyak X sebanyak 25 sumur. Dari 25 sumur itu, 11 sumur Shut in, 3 sumur sebagai Water
Injec-tion dan 11 sumur berproduksi menggunakan Artificial lift yaitu ESP. Dari sumur-sumur
yang berproduksi menghasilkan minyak sebesar 1609 BOPD dan 19946 BWPD. Sumur A adalah salah satu diantara 11 sumur produksi yang menghasilkan rata-rata laju produksi terbesar setiap harinya.
B. Deskriptif Statistik
Analisa statistika deskriptif biasa digu-nakan untuk mengetahui kondisi dari data, seperti ukuran pemusatan data dan ukuran
MULAI
SELESAI
Pemeriksaan Kestasioneran Data
Pengidentifikasian Model
Pengestimasian Parameter Model
Pengujian Model
8
penyebaran data. Pada penelitian ini data yang digunakan adalah data laju penurunan produksi minyak sumur A pada lapangan minyak X pada tahun 2013 dan 2014. Sumur A sebagai sumur produksi dipilih dalam penelitian ini karena sumur ini menghasilkan rata-rata laju produksi terbesar setiap hari-nya. Data yang digunakan untuk kepentingan pemodelan ( in sample) sebanyak 359 data. Histogram data tersebut dapat dilihat pada gambar dibawah ini. Rata-rata laju penuru-nan produksi minyak pada sumur A sebesar 482,15 BOPD. Sedangkan standart deviasi atau ukuran penyebaran datanya sebesar 85,636. Berdasarkan histogram terlihat data dengan laju penurunan produksi minyak antar 400 BOPD sampai 600 BOPD cenderung mempunyai frekuensi yang besar dibandingkan data laju penurunan produksi di bawah 400 BOPD.
Tabel. 3. Deskriptif Statistik Data Laju Penurunan Produksi Descriptive Statistics N Mini- mum Maxi- Mum Mean Std. Deviation OIL_BPD 359 114 594 492.15 85.638
C. Peramalan Dengan Menggunakan ARPS Decline Curve
Metode peramalan produksi dengan menggunakan ARPS Decline Curve digu-nakan untuk meramalkan laju produksi yang akan datang.
Gambar 6. Histogram Data Laju Penurunan Produksi
ARPS Decline curve adalah metode yang
paling umum digunakan dalam peramalan produksi karena mempunyai banyak kemu-dahan. Untuk menentukan jenis decline, maka langkah pertama adalah mengiden-tifikasi model dengan cara membuat plot antara –dq/dt/q dengan q, yang dapat dilihat pada gambar 7. Pada gambar tersebut terlihat hasil plotnya mempunyai trend garis lurus mendatar, sehingga dapat disimpulkan bahwa jenis declinenya adalah Exponential
Decline Curve.
Gambar 7. Identifikasi Model Decline Curve
Harga Decline Rate (D) ditentukan berdasarkan data in sample laju penurunan produksi dengan persamaan sebagai berikut:
D = 0,000788
Kemudian didapatkan persamaan laju penu-runan produksinya sebagai berikut:
Langkah terakhir adalah menggunakan per-samaan laju produksi tersebut untuk mera-malkan laju produksi 140 hari kedepan. Hasil peramalan tersebut dapat dilihat pada gambar 8. berikut. -1 0 1 2 3 0 200 400 600 800 -dq/dt/q q IDENTIFIKASI MODEL
2 1 1 2 ln 1 q q t t D t Dt i e q e q q . 000788 , 0 . 560 9 D. Peramalan Dengan Menggunakan
Metode ARIMA Box Jenkins
Autoregressive Integrated Moving Average
(ARIMA) adalah salah satu metode statistik deret waktu yang dikembangkan oleh Box Jenkins sehingga disebut ARIMA Box Jenkins. Metode ini merupakan gabungan metode penghalusan, metode regresi dan metode dekomposisi. Teknik analisisnya menggunakan satu variabel dependen yang selanjutnya variabel tersebut dikembangkan menjadi variabel independen.
Data yang dapat diolah dengan menggu-nakan time series adalah data yang stasioner baik dalam mean maupun varians. Pemerik-saan kestasioneran dapat dilakukan dengan bantuan time series plot (TSPLOT) dan
autocorrelation function plot (Plot ACF).
Plot time series ini digunakan untuk mengetahui pola laju produksi berdasarkan data in sampel, yang dapat dilihat pada gambar 9. Berdasarkan plot time series, setiap periode dapat diamati bahwa rata-rata nilai datanya relatif tidak konstan, sehingga data tersebut tidak stasioner dalam mean. Ketidakstasioneran data juga ditunjukkan oleh plot ACF yang mengecil secara perla-han, yang mengindikasikan bahwa datanya tidak stasioner. Untuk menstasionerkan data tersebut, maka dilakukan differencing satu kali, yaitu data yang asli (Yt) diganti dengan perbedaan pertama data asli tersebut, dirumuskan : Yt – Yt-1 = I(1).
Selanjutnya adalah membuat Plot Time Series, Plot ACF dan Plot PACF dari data yang sudah dilakukan differencing satu kali. Hasilnya dapat dilihat pada gambar 11.
Gambar 9. Time Series Plot Data Laju Penurunan Produksi
Gambar 10. Plot ACF Data Laju Penurunan Produksi Gambar 8. Hasil Peramalan Menggunakan ARPS Decline Curve
0 100 200 300 400 500 600 700 0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500 550 oil-bpd day Data In sampel
Forecasting with Eksponential Decline Curve
10
Dari hasil plot time series data hasil
differencing 1 kali tersebut dapat diketahui
bahwa laju penurunan produksi cenderung membentuk trend yang sejajar dengan sumbu waktu, sehingga dapat dikatakan bahwa data sudah stasioner dalam mean dan varians. Oleh karena itu dapat dilanjutkan untuk langkah berikutnya yaitu menentukan model awal.
Alat yang dipakai untuk menentukan model awal adalah plot ACF (Auto
Correlation Function) dan PACF (Partial Auto Correlation Function) Dari plot ACF
dan PACF akan diketahui lag-lag yang keluar dari batas.
Gambar 11. Time Series Plot Data Laju Penurunan Produksi Dengan Differencing
1 Kali
Gambar 12. Plot ACF Data Laju Penurunan Produksi dengan Differencing
1 kali
Gambar 13. Plot PACF Data Laju Penurunan Produksi dengan Differencing
1 kali
Berdasarkan pola plot ACF dan PACF dapat diduga bahwa model dari laju produksi minyak adalah ARIMA (1, 1, 1), ARIMA (2, 1, 1) dan ARIMA (1,1,2). Untuk menentukan model yang sesuai, maka kriteria yang digunakan adalah : nilai RMSE terkecil, parameter yang signifikan dan residual yang bersifat white noise. Dengan bantuan pro-gram statistic SPSS 21 dapat dilihat hasinya pada tabel di bawah ini.
Berdasarkan tabel 4., maka model ARIMA (2,1,1) mempunyai nilai MSE terkecil dan semua parameter modelnya signifikan pada = 0,2 serta mempunyai residual yang white noise.
Sehingga model ARIMA (2,1,1) adalah model yang sesuai untuk data laju penurunan produksi minyak lapangan minyak X dian-tara dua model ARIMA yang lain.
Persamaan model ARIMA (2,1,1) dengan notasi Backshift, adalah:
(1 − ∅1𝐵 − ∅2𝐵2)(1 − 𝐵)𝑌 𝑡 = (1 − 𝜃1𝐵)𝑒𝑡 𝑌𝑡 = (1 + ∅1)𝑌𝑡−1+ (∅2− ∅1)𝑌𝑡−2− ∅2𝑌𝑡−3 − 𝜃1𝑒𝑡−1 ∅1 = 0,958 ∅2 = −0,07 𝜃1 = 0,999
11 E. Membandingkan Hasil Peramalan dari
Metode ARPS Decline Curve dan ARIMA Box Jenkins
Model ARPS Decline Curve dan Model ARIMA Box Jenkins yang sudah diperoleh, selanjutnya digunakan untuk meramalkan laju penurunan produksi 140 hari kedepan.
Untuk menentukan metode yang lebih sesuai dari dua metode tersebut, maka dihitung nilai MSE dari kedua metode tersebut dengan rumus sebagai berikut:
n l l n l l Y Y n e n MSE 1 2 1 2 1 ˆ 1Tabel. 4. Hasil nilai RMSE, Signifikansi Parameter dan Residual White Noise untuk model ARIMA
No. MODEL
Signifikansi Parameter
RMSE Residual yang
White Noise
Parameter P-value Keterangan 1 ARIMA (1,1,1) AR (1) 0,886 Tidak Signifikan 31,527 Tidak White Noise MA (1) 0,886 Tidak Signifikan
2 ARIMA (2,1,1) AR (1) 0,000 Signifikan 30,705 White Noise
AR (2) 0,191 Signifikan MA (1) 0,000 Signifikan
3 ARIMA (1,1,2) AR (1) 0,000 Signifikan 31,049 Tidak White
Noise
MA (1) 0,737 Tidak Signifikan MA (2) 0, 762 Tidak
Signifikan
Gambar 14. Hasil Peramalan dengan ARPS Decline Curve dan ARIMA Box Jenkins 0 100 200 300 400 500 600 700 0 100 200 300 400 500 600 In sample actual ARIMA Decline Curve oil-bpd day
12
Nilai MSE ini diperoleh dengan mencari residual yaitu pengurangan antara data out sampel dengan data hasil peramalan laju penurunan produksi tersebut, kemudian dikuadratkan dan dibagi dengan banyaknya data sejumlah 140 data. Hasilnya dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel. 5. Hasil MSE dari Exponential Decline Curve dan ARIMA Box Jenkins
NO MODEL MSE
1 Exponential Decline Curve 3029,91 2 ARIMA (2,1,1) 2,245
Berdasarkan hasil peramalan dan nilai MSE, maka model ARIMA (2,1,1) menghasilkan nilai MSE yang lebih kecil daripada model
Exponential Decline Curve dalam
meramal-kan laju penurunan produksi sumur A di lapangan minyak X.
4. SIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diperoleh adalah rata-rata laju penurunan produksi minyak pada sumur A sebesar 482,15 BOPD, sedangkan standard deviasi atau ukuran penyebaran datanya sebesar 85,636. Persamaan laju penurunan produksi dengan
ARPS Decline Curve adalah 𝑞 = 560. 𝑒−0,000788𝑡. Persamaan laju penurunan produksi dengan metode ARIMA (2,1,1) adalah 𝑌𝑡 = (1 + 0,958 )𝑌𝑡−1− 1,069 𝑌𝑡−2+
0,07𝑌𝑡−3 0,999 𝑒𝑡−1. Metode ARIMA (2,1,1) menghasilkan nilai MSE lebih kecil dari pada metode ARPS Decline Curve untuk meramalkan laju penurunan produksi sumur A di lapangan minyak X.
5. DAFTAR PUSTAKA
1. Agustinus Handy Utama. Peramalan Laju Penurunan Produksi dengan Statistik Deret Waktu dan Geostatistik. Thesis. Bandung: Institut Teknologi Bandung; 2009.
2. Asep Kurnia Permadi. Diktat Teknik Reservoir. Bandung: Institut Teknologi Bandung; 2004.
3. Boyun Guo, William C Lyons, Ali Gha-lambor. Petroleum Production Engi-neering. Oxford : Elsevier; 2007.
4. William W.S. Wei. Time Series Analysis Univariate and Multivariate Methods. Canada: Addison-Wesley; 1990.
5. Lerbin R. Aritonang R. Peramalan Bisnis. Ghalia Indonesia; 2002.
6. Makridakis, Wheelwright and Hyndman. Forecasting Methods and Applications. Third Edition. United States of America : John Wiley & Sons, Inc.; 1998.
7. Marizka Febriana Devi. Peramalan Penjualan Beton Siap Pakai (BSP) Mutu K-225 di PT Varia Usaha Beton (Semen Gresik Group) Sidoarjo dengan Pende-katan Metode Analisis Intervensi dan ARIMA BOX-JENKINS. Tugas Akhir. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Nopember; 2007.
Daftar Simbol
qi = laju produksi mula-mula
q = laju produksi pada waktu t De = effective decline rate
D = Nominal decline rate, 1/waktu (selalu positif)
dq/dt = perubahan laju produksi akibat ber-tambahnya waktu
Np = produksi kumulatif 𝑟𝑘 = koefisien ACF
t
Y = pengamatan pada waktu ke- t k
t
Y = pengamatan pada waktu tk Y = rata-rata variabel dependen
t
Y = pengamatan pada waktu ke- t 1
t
Y = pengamatan pada waktu t1
2
t
Y = pengamatan pada waktu t2 k
t
Y = pengamatan pada waktu tk 𝑒𝑡−1 = residual pada waktu ke t-1
MSE = Mean Square Error N = banyaknya data ei = nilai residual