• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. Pasal 1, Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. Pasal 1, Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Ekosistem Perairan Sungai

Dalam undang-undang RI No. 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air, Pasal 1, Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai “suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daaerah perairan yang masih terpenuhi aktivitas daratan” (Rauf, dkk., 2011).

Ekosistem sungai dibagi menjadi beberapa zona dimulai dengan dengan zona krenal (mata air) yang umumnya terdapat di daerah hulu. Zona krenal dibagi menjadi rheokrenal, yaitu mata air yang berbentuk air terjun biasanya terdapat pada tebing-tebing yang curam, limnokrenal, yaitu mata air yang membentuk genangan air yang selanjutnya membentuk rawa-rawa. Selanjutnya aliran air dari beberapa mata air akan membentuk aliran sungai di daerah pegunungan. Zona rithral, ditandai dengan relief aliran sungai yang sangat terjal. Zona rithral dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu epirithral (bagian yang paling hulu), metarhitral (bagian tengah dari aliran sungai di zona rithral) dan hyporithral (bagian paling akhir dari zona rithral). Setelah melewati zona hyporithral, aliran sungai akan memasuki zona potamal, yaitu aliran sungai pada daerah-daerah yang relatif lebih landau dibandingkan dengan zona rhithral. Zona potamal juga dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu epipotamal (bagian atas dari zona potamal),

(2)

metapotamal (bagian tengah) dan hypopotamal (bagian akhir dari zona potamal (Barus, 2004)

Menurut Asdak (2002) DAS biasanya dibagi menjadi darah hulu, tengah dan hilir. Secara geografis, daerah hulu DAS dicirikan oleh hal-hal sebagai berikut:

- Merupakan daerah konservasi

- Mempunyai kerapatan drainase lebih tinggi

- Merupakan daerah dengan kemirimngan lereng lebih besar - Bukan merupakan daerah banjir

- Pengaturan pemakaian air ditentukan oleh pola drainase - Jenis vegetasi umumya merupakan tegakkan hutan Sedangkan daerah hilir DAS dicirikan oleh hal-hal berikut:

- Merupakan daerah pemanfaatan - Kerapatan drainase lebih kecil

- Merupakan daerah dengan kemiringan lereng kecil sampai dengan sangat kecil (kurang dari 8%)

- Pada beberapa tempat merupakan daerah banjir (genangan) - Pengatur pemakaian air ditentukan oleh bangunan irigasi

- Jenis vegetasi didominasi tanaman pertanian kecuali daerah estuari yang didominasi hutan bakau/gambut.

Sungai merupakan suatu perairan umum dengan pergerakan airnya yang satu arah terus-menerus. Pada umumnya, sungai dapat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk berbagai keperluan dan kegiatan, seperti kegiatan pertanian, perikanan, keperluan rumah tangga, industri dan juga pariwisata. Peningkatan

(3)

kegiatan-kegiatan tersebut dapat menurunkan kualitas lingkungan perairan, sungai memiliki kemampuan untuk memulihkan diri sendiri tetapi juga kualitas perairan terlalu menurun akan membutuhkan waktu yang relatif lama untuk proses pemulihan kembali (Christianto, 2002).

Parameter Kualitas Air

Pengelolaam sumber daya air sangat penting, agar dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan dengan tingkat mutu yang diinginkan. Salah satu langkah pengelolaan yang dilakukan adalah pemantauan dan interpretasi data kualitas air, mencakup kualitas fisika, kimia, dan biologi. Namun, sebelum melangkah pada tahap pengelolaan, diperlukan pemahaman yang baik tentang terminologi, karakteristik, dan interaksi parameter-parameter kualitas air (Effendi, 2003).

Sebagai bagian dari kepedulian tentang keadaan lingkungan hidup, kualitas air mejadi bagian yang penting dalam isu pengembangan sumberdaya air. Kualitas air dalam hal ini mencakup keadaan fisik, kimia, dan biologi yang dapat mempengaruhi ketersediaan air untuk kehidupan manusia, pertanian, industri, rekreasi dan pemanfaatan air lainnya. Status kualitas air berkaitan dengan kuantitas air seperti telah dibicarakan pada bagian-bagian terdahulu. Karakteristik fisik terpenting yang dapat mempengaruhui kualitas air, dan dengan demikian, berpengaruh pada ketersediaan untuk berbagai pemanfaatan seperti tersebut diatas adalah konsentrasi sedimen dan suhu air (Asdak, 2002). Kriteria mutu air berdasarkan peruntukannya dapat dilihat pada Lampiran 6.

1. Arus

Menurut Barus (2004) Arus air adalah faktor yang mempunyai peranan sangat penting baik pada perairan lontik maupun perairan lentik. Hal ini

(4)

berhubungan dengan penyebaran organisme, gas-gas terlarut dan mineral yang terdapat di dalam air. Kecepatan aliran air akan bervariasi secara vertikal. Arus air yang pada perairan lotik umumnya bersifat turbulen, yaitu arus air yang bergerak ke segala arah sehigga air akan terdistribusi ke seluruh bagian dari peraira tersebut. Selain itu dikenal arur laminar, yaitu arus air yang bergerak ke satu arah tertentu saja.

Kecepatan arus sungai dapat digunakan untuk memperkirakan kapan aliran air mencapai lokasi tertentu ketika terjadi peningkatan debit air di hulu sungai. Kecepatan aliran sungai dapat diduga melalui debit air sungai (Farid, 2011).

2. Suhu

Pengukuran suhu air dilakukan dengan menggunakan thermometer. Suhu permukaan air dapat diukur dengan thermometer biasa. Suhu air pada berbagai lapiasan dapat diukur dengan menggunakan telermometer atau thermometer biasa yang dibenamkan dalam air. Kisaran suhu lingkungan perairan lebih sempit dibandingkan dengan dengan lingkungan daratan, karena itulah maka kisaran toleransi organisme akuatik terhadap suhu juga relatife sempit dibandingkan dengan organisme akuatik (Suin, 2002)

Di dalam kisaran suhu dimana proses-proses kehidupan berlangsung, metabolisme bergantung pada suhu. Pada umumnya, organisme-organisme yang tidak dapat mengatur suhu tubuhnya, proses metabolismenya meningkat dua kali untuk setiap kenaikan suhu sebesar 10 0C (Nybakken, 1988).

3. Kecerahan

Penentuan kecerahan air dengan keping Secchi adalah berdasarkan batas pandangan ke dalam air untuk melihat warna putih yang berada dalam air.

(5)

Semakin keruh suatu badan air akan semakin dekat batas pandangan, sebaliknya kalau air jernih akan jauh batas pandangan tersebut. Keping Secchi berupa suatu kepingan yang berwarna hitam-putih, yang dibenamkan ke dalam air. Keping itu berupa suatu piringan yang diameternya sekitar 25 cm. piringan ini dapart dibuat dari plat logam yang tebalnya sekitar 3 mm pada tengah piringan dibuat satu lubang untuk tempat meletakkan tali dan logam pemberatnya. Tali inilah yang berfungsi sebagai penentu kedalaman (Suin, 2002).

4. Dissolved Oxygen (DO)

Oksigen terlarut merupakan suatu faktor yang sangat penting di dalam ekosistem air, terutama sekali dibutuhkan untuk proses respirasi bagi sebagian besar organisme air, terutama sekali dibutuhkan untuk proses respirasi bagi sebagian besar organisme air. Umumnya kelarutan oksigen dalam air sangat terbatas. Dibandingkan dengan kadar oksigen di udara yang mempunyai konsentrasi sebanyak 21% volume air hanya mampu menyerap oksigen sebanyak 1 % volume saja (Barus, 2004).

Kadar oksigen terlarut juga berfluktuasi secara harian (diurnal) dan musiman, tergantung pada pencampuran (mixing) dan pergerakan (turbulence) massa air, aktivitas fotosintesis, respirasi, dan limbah (effluent) yang masuk ke badan air (Effendi, 2003).

5. Derajat Keasaman (pH)

Nilai pH menyatakan nilai konsentrasi ion konsentrasi ion hydrogen dalam suatu larutan, didefinisikan sebagai logaritma dari reiprokal akvitas ion hidrogen dan secara matematis dinyatakan sebagai pH = log 1/H, dma H adalah banyaknya ion hidrogen dalam mol per liter larutan. Kemampuan air untuk mengikat atau

(6)

melepaskan sejumlah ion hidrogen akan menunjukkan apakah larutan tersebut bersifat asam atau basa (Barus 2004).

pH juga mempengaruhi toksisitas suatu senyawa kimia. Senyawa ammonium yang dapat terionisasi banyak ditemukan pada perairan yang memiliki pH rendah. Amonium bersifat tidak toksik (innocuous). Namun, pada suasana alkalis (pH tinggi) lebih banyak ditemukan amonia yang tak terionisasi (unionized) dan bersifat toksik. Amonia tak terioniasi ini lebih mudah terserap ke dalam tubuh orgnaisme akuatik dibandingkan dengan ammonium (Effendi, 2003).

6. Biocemichal oxygen demand (BOD5)

Kebutuhan oksigen biologi suatu badan air adalah banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh organisme yang terdapat di dalamnya untuk bernafas selama 5 hari. Untuk itu maka perlu diukur kadar oksigen terlarut pada sat pengambilan contoh air (DO0 hari) dan kadar oksigen terlarut dalam contoh air

yang telah disimpan selama 5 hari (DO5 hari). Selama dalam penyimpanan itu,

harus tidak ada penambahan oksigen melalui proses fotosintesis dan selama 5 hari itu semua organisme yang berada dalam contoh air itu bernafas menggunakan oksigen yang ada dalam contoh air tersebut (Suin, 2002).

7. Amoniak

Sumber makanan hewan dan hewan pada umumnya dapat dikelompokkan kedalam tiga jenis tipe zat nutrisi, yaitu : karbohidrat, lemak, dan protein. Dengan demikian kandungan limbah domestik pada umumnya terdiri dari ketiga jenis zat nutrisi tersebut. Produk penguraian karbohidrat dianggap tidak mempunyai masalah yang serius bagi ekosistem perairan karena berbagai jenis bakteri dan jamur dapat mengkonsumsinya (Barus 2004).

(7)

Amoniak (N –NH3) diperairan dihasilkan oleh proses dekomposisi, reduksi nitrat oleh bakteri, kegiatan pemupukan dan ekskresi organisme-organisme yang ada di dalamnya. Kandungan nitrogen terdapat dalam lima kelompok yang berbeda-beda, yaitu ammonia bebas, ammonia albuminoidal, nitrogen organik, nitrit dan nitrat. Di dalam air limbah, nitrogen umumnya ditemukan dalam bentuk organik atau nitrogen protein dan ammonia. Setingkat demi setingkat nitrogen organik itu dirubah menjadi nitrogen amonia, dan dalam kondisi aerobik terjadi oksidasi dari amonia menjadi nitrit dan nitrat (Christianto, 2002).

8. Colifaecal

Penetuan kualitas air secara mikrobiologis dilakukan berdasarkan analisis kehadiran jasad indikator, yaitu bakteri golongan Colifaecal yang selalu ditemukan di dalam tinja manusia atau hewan berdarah panas, baik yang sehat maupun yang sakit. Selain itu, prosedur pengujian kualitas air menggunakan Colifaecal bersifat sangat spesifik, artinya pengujian tidak memberikan hasil positif yang salah dan bersifat sangat sensitif, yang artinya kualitas air sudah dapat ditentukan meskipun Colifaecal tersebut terdapat dalam jumlah yang sangat kecil, misalnya ditemukan 1 sel per mililiter sampel air.

Berbagai metode untuk mengidentifikasi bakteri patogen di perairan telah banyak dikembangkan. Akan tetapi, penentuan semua jenis bakteri patogen ini membutuhkan waktu dan biaya yang besar, sehingga penentuan grup bakteri colifaecal dianggap sudah cukup baik dalam menilai tingkat higienitas perairan. Escherichia coli adalah salah satu bakteri coliform total tidak berbahaya yang ditemukan dalam tinja manusia, selain Escherichia coli, bakteri patogen juga

(8)

terdapat dalam tinja manusia, keberadaan E. Coli di perairan secara berlimpah menggambarkan bahwa perairan tersebut tercemar oleh kotoran manusia, yang mungkin juga disertai dengan cemaran bakteri patogen (Effendi, 2003).

Escherichia coli adalah salah satu jenis spesies utama bakteri gram negatif. Menurut Randa (2012) pada umumnya bakteri-bakteri yang ditemukan oleh Theodor Escherichia ini, dapat menyebabkan masalah bagi kesehatan manusia seperti diare, muntaber dan masalah pencernaan lainnya. Semua organisme selalu membutuhkan air untuk kelangsungan hidupnya. Hal ini disebabkan reaksi biologis yang berlangsung di dalam tubuh makhluk hidup. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa tidak mungkin ada kehidupan tanpa adanya air. Air memegang peranan penting bagi kehidupan manusia. Tetapi seringkali terjadi pengotoran dan pencemaran air dengan kotoran-kotoran dan sampah. Oleh karena itu air dapat menjadi sumber atau perantara berbagai penyakit seperti tipus, desentri, dan kolera. Bakteri-bakteri yang dapat menyebabkan penyakit tersebut adalah Salmonella typhosa, Shigella dysenteriae, dan Vibrio koma.

Dampak Aktivitas Wisata Terhadap Ekosistem

Menurut Harthayasa (2002) pada umumnya wisatawan melakukan kegiatan wisata tergantung dengan kondisi atraksi dari obyek wisatanya. Memberdayakan obyek wisata tidak banyak membutuhkan dana, karena tinggal melakukan pendekatan dan koordinasi dengan masyarakat setempat. Masalah cukup berat adalah memberikan pemahaman dan pengertian kepada masyarakat bahwa keikutsertaan dan peran serta langsung dari mereka akan punya andil dan besar dalam meningkatkan ke pariwisataan secara makro maupun kehidupan atau kesejahteraan masyarakat sendiri secara mikro. Disamping itu kebersamaan dan

(9)

kesatuan pandang antara pelaku pariwisata, tokoh masyarakat dan masyarakat setempat akan menjadi modal utama untuk mengangkat potensi obyek wisata itu sendiri.

Pariwisata merupakan fenomena kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok manusia ke suatu tempat untuk memenuhi kebutuhan dan keinginannya, dimana pejalanan yang dilakukan tidak untuk mencari suatu perjalanan atau nafkah, selain itu kegiatan tersebut didukung dengan berbagai macam fasilitas yang ada di daerah tujuan tersebut yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan. Pariwisata juga salah satu industri terbesar, dimana kegiatan pariwisata dapat membrikan atau menyumbangkan devisa terbesar bagi suatu negara/daerah tujuan pariwisata, selain itu juga meningkatkan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) dan pendapatan perekonomian masyarakat setempat (lokal) serta menjaga kelestarian lingkungan sumber daya alam (ekologi) dan budaya (Ridwan 2012).

Selain meningkatkan perekonomian masyarakat kegiatan wisata juga memberikan dampak negatif terhadap lingkungan yaitu, menghasilkan limbah sebagai pencemar lingkungan perairan, tanah, dan udara. Dampak negatif dari kegiatan wisata terjadi apabila tingkat penggunaan lebih besar daripada kemampuan lingkungan untuk mengatasi hal tersebut. Studi ini menduga bahwa aktivitas yang dilakukan oleh pelaku wisata, produk perencanaan dan sistem penelolaan wisata serta kondisi sarana dan prasarana dapat mempengaruhi terjadinya intensitas dampak lingkungan yang berbeda (Ginanjar, 2012).

Pengembangan pariwisata dapat menimbulkan kerusakan besar pada ekosistem. Kerusakan dan masalah ekosistem yang ditimbulkan dapat berupa

(10)

sedimentasi. Bangunan yang dibuat kadang-kadang menghalangi arus sungai dan drainase serta pencemaran langsung yang disebabkan oleh limbah hotel dan restoran. Masalah lingkungan terbesar bagi bangunan dan fasilitas pariwisata adalah penggunaan energi dan pembuangan limbah. Sampah padat yang dihasilkan dari pembangunan dan konstruksi sarana akomodasi menjadi limbah beracun yang mencemari air, udara, dan tanah (Ridwan, 2012).

Salah satu contoh obyek wisata yang akan dikembangkan adalah obyek wisata sungai. Hal ini menarik tergantung pada pengelolannya, misalkan dikelola sebagai paket-paket wisata air, rekreasi air maupun arena arung jeram. Dalam hal ini yang penting adalah tingkat kebersihan ataupun lingkungan sekitarnya yang selalu terjaga (Harthayasa, 2002). Jenis kegiatan wisata yang berlangsung di sungai Betimus ini adalah wisata pemandian alam atau wisata air.

Referensi

Dokumen terkait

Hubungan Pengetahuan dengan Sikap Remaja Putri dalam menghadapi Perubahan body Image saat menarche di SMP Negeri 01 Ngluwar Magelang.

Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan hak-hak yang dimiliki manusia sejak ia lahir yang berlaku seumur hidup dan tidak dapat diganggu gugat siapapun.Hak Asasi merupakan sebuah

Setiap pola memiliki beberapa kemungkinan posisi yang berbeda untuk mengisi ruang kosong yang masih tersedia pada plat. Kemungkinan ini dibuat dengan cara melakukan rotasi

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah perhitungan dan pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 pada PT.Hirose Electric Indonesia dalam 2 tahun pajak terakhir telah

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa, bentonit alam yang diperoleh dari daerah Muara Lembu Kabupaten Sengingi Propinsi Riau Daratan dapat

Proses belajar pendidikan jasmani merupakan suatu peristiwa belajar yang dilakukan oleh seluruh siswa dan siswi di sekolah, di mana dalam pelaksanaannya diperlukan adanya suatu

Selanjutnya dilakukan tahap deasetilasi kitin menjadi kitosan dengan menggunakan larutan basa konsentrasi tinggi yaitu 50% pada suhu 100 °C selama 6 jam.. Hasil

Melalui PMR (Pendidikan Matematika Realistik) yang berbasis ethnomathematics, siswa diharapkan dapat lebih mengembangkan kreativitasnya dengan memahami implementasi matematika