• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARAKTERISTIK KOMPOSIT PARTIKEL ARANG KAYU ULIN BERMATRIK EPOXY SEBAGAI SALAH SATU ALTERNATIF PENGGANTI KAMPAS REM DENGAN FRAKSI VOLUME 25%, 35%, 45%

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KARAKTERISTIK KOMPOSIT PARTIKEL ARANG KAYU ULIN BERMATRIK EPOXY SEBAGAI SALAH SATU ALTERNATIF PENGGANTI KAMPAS REM DENGAN FRAKSI VOLUME 25%, 35%, 45%"

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

i

KARAKTERISTIK KOMPOSIT PARTIKEL ARANG KAYU

ULIN BERMATRIK EPOXY SEBAGAI SALAH SATU

ALTERNATIF PENGGANTI KAMPAS REM DENGAN

FRAKSI VOLUME 25%, 35%, 45%

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Teknik pada Jurusan Teknik Mesin

oleh

SIGIT TRI RATNA

NIM : 135214092

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)

ii

THE CHARACTERISTIC OF ULIN CHARCOAL PARTICLE

COMPOSITE WITH EPOXY MATRIX AS SUBTITUDE

ALTERNATIVE BRAKE CANVAS WITH FRACTION

VOLUME 25%, 35%, 45%

A FINAL PROJECT

Submitted For The Partial Fulfillment of The Requrements For The Degree of Mechanical Engineering In Mechanical Engineering Study Program

by

SIGIT TRI RATNA

Student Number : 135214092

MECHANICAL ENGINEERING STUDY PROGRAM

SCIENCE AND TECHNOLOGY FACULTY

SANATA DHARMA UNIVERSITY

YOGYAKARTA

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

vii

INTISARI

Limbah kayu semakin banyak dihasilkan dari tempat-tempat penggergajian kayu maupun dari tempat pengrajin perabotan berbahan dasar kayu, terutama limbah kayu yang berbentuk serbuk dan partikel masih banyak yang belum dimanfaatkan secara maksimal. Melalui penelitian ini yang bertujuan untuk memaksimalkan pemanfaatan limbah partikel kayu sebagai penguat dalam pembuatan komposit partikel dengan matrik epoxy.

Partikel kayu yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah dari kayu ulin, kemudian diarangkan pada suhu 2000 C selama 120 menit untuk mengurangi kadar air didalam partikel yang dapat menimbulkan void pada komposit. Sehingga dengan komposit partikel arang kayu ulin ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu alternatif pengganti kampas rem sepeda motor yang ramah lingkungan. Pembuatan komposit ini dilakukan pencampuran partikel arang kayu ulin dan resin epoxy dengan variasi fraksi volume penguat 25%, 35% dan 45%. Pencetakan komposit dilakukan pada metode tertutup menggunakan cetakan berbahan dasar kaca dengan tebal 5 mm. Pengujian impak dilakukan dengan menggunakan alat uji impak Charpy dengan dimensi benda uji impak mengacu pada standar ASTM A370. Pengujian koefisien gesek dilakukan dengan menggunakan media piringan cakram dengan beban pembanding air. Pengujian keausan dilakukan dengan menggunakan alat uji keausan Ogoshi High Speed Universal Wear Testing Machine (Type OAT-U). Bentuk benda uji keausan dan koefisien gesek dibuat sama, mengacu pada alat uji keausan dengan ukuran 30×30×10 (mm).

Hasil rata-rata tenaga patah tertinggi terjadi pada fraksi volume komposit partikel arang kayu ulin 35% yakni sebesar 0,26336 joule. Hasil rata-rata harga keuletan uji impak komposit partikel arang kayu ulin dengan fraksi volume 35% juga memiliki harga keuletan yang lebih tinggi yakni sebesar 0,00324 joule/mm2. Komposit partikel arang kayu ulin yang memiliki nilai koefisien gesek paling tinggi yaitu pada komposit dengan fraksi volume 35% sebesar 0,511 dan nilai koefisien gesek paling rendah yaitu pada fraksi volume 45% sebesar 0,479. Rata-rata laju keausan spesifik yang memiliki nilai keausan paling tinggi yaitu sebesar 5,248×10-8 mm2/kg pada komposit fraksi volume 45% dan laju keausan spesifik yang paling rendah yaitu pada komposit dengan fraksi volume 25% sebesar 2,448×10-8 mm2/kg. Dari hasil uji keausan dan uji koefisen gesek, maka nilai keausan dari komposit partikel arang kayu ulin 45% sebesar 5,248×10-8 mm2/kg paling mendekati dengan nilai keausan pada kampas rem sepeda motor yang sudah ada di pasaran yakni sebesar 8,555×10-8 mm2/kg dan koefisien gesek dari komposit partikel arang kayu ulin 45% sebesar 0,479 juga paling mendekati dengan koefisien gesek kampas rem yakni sebesar 0,470. Penambahan partikel arang kayu ulin pada pembuatan bahan komposit untuk kampas rem sangat berpengaruh pada nilai keausan komposit tersebut, terutama pada laju keausan komposit partikel arang kayu ulin fraksi volume 45% dan pada koefisien gesek fraksi volume 35%.

(8)

viii

ABSTRACT

A lot of wood waste which produced by many sawmills and wooden furniture craftsman especially a wood waste in a form of sawdust and wooden pieces are not utilized maximally. This research aim is to maximize the use of wooden pieces as an amplifier in producing the composite particle with epoxy matric.

Wooden pieces which used in this research is ironwood, it will be burn into charcoal at 2000C for 120 minutes to decrease the water content in a particle which can cause void in the composite. Therefore, this composite ironwood charcoal particle is expected to be used as an alternative to change motorcycle brake lining which is environmentally friendly. The production of this composite is done by mixing of ironwood charcoal particles and epoxy resin with variation of volume fraction of reinforcement 25%, 35% and 45%. The composite molding was done on closed method using 5 millimeter glass-based mold. The impact test was performed using Charpy impact test tool with the dimension of the impact test object refers to ASTM A370 standard. The test of friction coefficient is done by using a disc with water comparison load. The wear testing is performed by using the Ogoshi High Speed Universal Wear Testing Machine (OAT-U) wear test apparatus. The shape of the test specimen wear and the coefficient of friction are made equal, referring to the wear test instrument of size 30 × 30 × 10 (millimeter).

The result of highest breaking power average occurred in fraction which has 35% fraction volume of ironwood charcoal particle composite is in the amount of 0.26336 joules. The average result of ductility test on ironwood charcoal which has 35% fraction volume is 0.00324 joule/mm2. Ironwood charcoal composite particle which has the highest friction coefficient value is in 35% friction volume level in the amount of 0.511 and the lowest friction coefficient is in 45% friction volume which is 0.479. The average specific wear rate which has the highest wear value is 5.248 × 10-8 mm2/kg is in the 45% volume fraction composite and the lowest specific wear rate is in the composite with a 25% volume fraction of 2,448 × 10-8 mm2/kg. From the result of wear test and friction coefficient test, the wear value of ironwood charcoal composite particles 45% at 5.248 × 10-8 mm2/kg is the closest related to the wear value of existing motorcycle brake lining on the market which is 8.555 × 10-8 mm2/kg and the friction coefficient of 45% ironwood charcoal composite particle which has the result 0.479 also be the closest related with brake coefficient of brake linings that is equal to 0.470. The addition of ironwood charcoal particles to the manufacture of composite materials for brake lining has big effects to the value of composite wear, especially in the wear rate of ironwood composite particle which has 45% fraction volume and 35% fraction volume.

(9)

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya sehingga dapat terselesaikannya Skripsi dengan judul Karakteristik Komposit Partikel Arang Kayu Ulin Bermatrik Epoxy Sebagai Salah Satu Alternatif Pengganti Kampas Rem Dengan Fraksi Volume 25%, 35%, 45%. Dalam Skripsi ini, akan dibahas tentang penggunaan Komposit Rem Kendaraan Bermotor dengan menggunakan bahan-bahan organik. Untuk perkembangan selanjutnya alat ini dapat disempurnakan dan dapat dipergunakan untuk pengganti bahan asbes yang terdapat di rem kendaraan bermotor.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat yang wajib untuk setiap mahasiswa mendapatkan gelar sarjana S-1 pada Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian penelitian dan penyusunan skripsi ini melibatkan banyak pihak. Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Sudi Mungkasi, S.Si., M.Math.Sc., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Ir. Petrus Kanisius Purwadi, M.T., selaku Ketua Program Studi Teknik Mesin Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

3. Budi Setyahandana, S.T., M.T., Sebagai Dosen Pembimbing Skripsi yang telah memberikan petunjuk, pengarahan, dan saran selama penyusunan Skripsi ini.

4. Wibowo Kusbandono, S.T., M.T., Selaku Dosen Pembimbing Akademik. 5. Doddy Purwadianto, S.T., M.T., Selaku Kepala Laboratorium Teknik mesin. 6. Ignatius Tri Widaryanto selaku Staff Sekretariat Program studi Teknik Mesin. 7. Martono selaku Laboran di Laboratorium Ilmu Logam Jurusan Teknik Mesin. 8. Intan selaku Laboran di Laboratorium Manufaktur Jurusan Teknik Mesin. 9. Kayatno selaku Staff Laboratorium Anatomi Fisiologi Fakultas Farmasi. 10. Sunhaji selaku Laboran di Laboratorium Bahan Teknik Jurusan Teknik Mesin

(10)

x

11. Kepada Bardi Adi Mulyono dan Tri Suwarsini selaku Orang Tua yang telah memberi doa, semangat, dukungan serta membiayai penulis dalam menyelesaikan kuliah dan skripsi ini.

12. Yuni Suryanti selaku adik yang selalu memotivasi dan mendoakan penulis. 13. Hamdhani Dimas Berniko, Puguh Ratino Prasetya, Era yoska selaku teman

seperjuangan dalam pengerjaan skripsi ini.

14. Eko Romadhoni, Ekin Theophilus Bangun dan Yuga Indrawan selaku teman yang selalu memberikan dukungan moril dalam pengerjaan skripsi ini.

15. Gloria Elan Deovita yang selalu mendampingi dan memberikan motivasi bagi penulis.

16. Rekan-rekan mahasiswa Teknik Mesin Universitas Sanata Dharma Yogyakarta angkatan 2013.

17. Seluruh Staff pengajar dan karyawan Program Studi Teknik Mesin Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah mendidik dan memberikan Ilmu Pengetahuan kepada penulis.

18. Serta semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian dan penyusunan Tugas Akhir ini masih banyak kekurangan yang perlu diperbaiki, untuk itu kami mengharapkan masukan, kritik, dan saran dari berbagai pihak untuk dapat menyempurnakannya. Semoga Skripsi ini dapat bermanfaat, baik bagi penulis maupun pembaca. Terima kasih.

Yogyakarta, 11 Juli 2017

(11)

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

TITLE COVER ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iv

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

INTISARI ... vii

ABSTRACT ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar belakang masalah ... 1

1.2 Rumusan masalah... 4

1.3 Tujuan penelitian ... 4

1.4 Manfaat penelitian ... 4

1.5 Batasan masalah ... 5

BAB II DASAR TEORI ... 6

2.1 Pengertian komposit ... 6

2.2 Penggolongan komposit ... 9

2.3 Komponen bahan komposit... 14

2.4 Matrik ... 15

2.5 Resin epoxy ... 16

2.6 Fraksi penguat (kayu) ... 16

(12)

xii

2.8 Uji impak ... 18

2.9 Uji keausan ... 21

2.10 Koefisien gesek ... 28

2.11 Rem ... 30

2.12 Material untuk lapisan rem... 32

2.13 Prinsip dasar pengereman ... 33

2.14 Sifat mekanik kampas rem ... 33

2.15 Tinjauan pustaka ... 34

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 36

3.1 Skema penelitian ... 36

3.2 Bahan baku pembuatan komposit ... 37

3.3 Alat bantu pembuatan komposit... 39

3.4 Pembuatan Cetakan ... 45

3.5 Mencetak komposit ... 45

3.6 Pembuatan benda uji komposit ... 51

3.7 Pengujian mekanik ... 53

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 57

4.1 Uji keausan ... 57

4.2 Uji impak ... 62

4.3 Koefisien gesek ... 69

4.3 Perbandingan setiap pengujian ... 69

BAB V KESIMPULAN ... 74

KESIMPULAN ... 74

SARAN ... 75

DAFTAR PUSTAKA ... 76

(13)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Kayu ulin ... 3

Gambar 2.1 Komposit partikel ... 12

Gambar 2.2 Serat memanjang ... 13

Gambar 2.3 Komposit berlapis ... 14

Gambar 2.4 Matrik pada komposit... 14

Gambar 2.5 Reinforcement agent pada komposit ... 15

Gambar 2.6 Resin epoxy dan hardener ... 16

Gambar 2.7 Komponen kimia kayu ... 17

Gambar 2.8 Mekanisme alat uji impak ... 19

Gambar 2.9 Skematis alat uji impak ... 20

Gambar 2.10 Metode pengujian keausan dengan metode Ogoshi ... 22

Gambar 2.11 Keausan adhesive ... 24

Gambar 2.12 Keausan metode adhesive ... 24

Gambar 2.13 Kerusakan abrasif ... 25

Gambar 2.14 Keausasn metode abrasif ... 25

Gambar 2.15 Mekanisme keausan fatik ... 26

Gambar 2.16 Mekanisme keausan fatik ketika dilakukan pengujian ... 26

Gambar 2.17 Mekanisme keausan oksidasi/korosif ... 27

Gambar 2.18 Mekanisme keausan erosi ... 27

Gambar 2.19 Mencari koefisien gesek ... 29

Gambar 2.20 Sistem rem cakram ... 31

Gambar 2.21 Sistem rem tromol ... 32

Gambar 3.1 Skematis jalannya penelitian ... 36

Gambar 3.2 (A) Partikel kayu yang sebelum dioven dan (B)Partikel kayu ulin yang setelah diarangkan dengan suhu 2000C ... 37

Gambar 3.3 Resin epoxy dan hardener ... 38

Gambar 3.4 Release agent dengan merk mirror glaze ... 39

Gambar 3.5 Oven yang digunakan untuk mengarangkan partikel kayu ulin ... 40

Gambar 3.6 Timbangan digital ... 40

(14)

xiv

Gambar 3.8 Jangka sorong ... 41

Gambar 3.9 Tembikar dari tanah liat ... 42

Gambar 3.10 Kuas pengoles ... 42

Gambar 3.11 Gergaji besi ... 43

Gambar 3.12 Tang penjepit oven ... 43

Gambar 3.13 Alat pemotong kaca ... 43

Gambar 3.14 Mesin milling ... 44

Gambar 3.15 Mesin skrap ... 44

Gambar 3.16 Cetakan komposit berbahan dasar kaca ... 45

Gambar 3.17 Proses pengadukan resin epoxy dan hardener ... 46

Gambar 3.18 (A) Spesimen benda uji keausan resin, (B) Spesimen benda uji keausan komposit partikel kayu ulin ... 51

Gambar 3.19 Bentuk dan dimensi benda uji impak (ASTM A370) ... 52

Gambar 3.20 (A) Spesimen benda uji impak matrik, (B) Spesimen benda uji impak komposit partikel kayu ulin ... 52

Gambar 3.21 Alat uji keausan type mesin Ogoshi High Speed Universal Wear Testing Machine (type OAT-U) ... 53

Gambar 3.22 Pengamatan benda uji dengan mikroskop ... 54

Gambar 3.23 Alat uji impak ... 55

Gambar 3.24 Alat uji gesek ... 56

Gambar 3.25 Pemasangan benda uji dengan pemberat ... 56

Gambar 4.1 (A) Goresan setelah dilakukan uji keausan, (B) Goresan terlihat pada mikroskop dengan pembesaran 50x ... 57

Gambar 4.2 Grafik rata-rata nilai keausan spesifik ... 61

Gambar 4.3 Grafik tenaga patah rata-rata ... 67

Gambar 4.4 Grafik harga keuletan rata-rata ... 68

(15)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Pengambilan data uji keausan ... 58

Tabel 4.2 Hasil penghitungan nilai uji keausan spesifik ... 60

Tabel 4.3 Data uji impak spesimen 1 ... 63

Tabel 4.4 Data uji impak spesimen 2 ... 64

Tabel 4.5 Data uji impak spesimen 3 ... 65

Tabel 4.6 Data uji impak rata-rata ... 66

(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembar pengamatan uji impak spesimen 1 ... 79 Lampiran 2 Lembar pengamatan uji impak spesimen 2 ... 80 Lampiran 3 Lembar pengamatan uji impak spesimen 3 ... 81

(17)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang masalah

Pada saat ini perkembangan dan pembangunan industri otomotif di dunia sudah semakin pesat. Perkembangan industri otomotif ini meliputi komponen-komponen pada sepeda motor dengan berbagai macam produk dan merk. Hal ini menyebabkan persaingan antar produsen untuk menghasilkan mutu produk yang baik dan berkualitas. Akan tetapi produk yang dihasilkan masih menggunakan bahan-bahan yang kurang ramah lingkungan. Sebagian besar bahan yang digunakan merupakan bahan-bahan yang cenderung merusak lingkungan dan mempengaruhi kesehatan manusia. Hal ini menuntut manusia untuk berfikir maju serta dapat menemukan dan memberikan terobosan baru untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh banyak perusahaan ini.

Penggunaan bahan asbestos terutama dalam pembuataan kampas rem merupakan komponen yang kurang ramah lingkungan serta bersifat karsinogenik bagi kesehatan manusia. Karena asbes sangat berbahaya terutama bagi kesehatan, maka salah satu alternatif untuk menggantinya dengan menggunakan komposit berbahan dasar limbah produk alami seperti partikel kayu yang tidak merusak lingkungan.

Serbuk kayu masih banyak dijumpai pada daerah pedesaan yang di sekitar rumahnya masih banyak memiliki pohon-pohon maupun di tempat-tempat penggergajian kayu dan pengrajin perabotan yang berbahan dasar kayu. Menurut Purwanto dkk, (1994) pada setiap penggergajian kayu dapat menghasilkan 10,6% limbah serbuk gergaji kayu dari jumlah kayu yang digergaji. Kemudian serbuk kayu tersebut sebagian besar hanya dibiarkan menumpuk di tempat penggergajian atau hanya digunakan masyarakat sekitar sebagai bahan bakar memasak pada tungku tradisional (as cited in Puja, 2011). Pada umumnya pemanfaatan limbah serbuk kayu ini hanya untuk pembuaatan arang briket oleh produsen rumahan. Oleh karena itu melalui penelitian ini diharapkan akan memberikan pengetahuan

(18)

lebih dalam memaksimalkan pemanfaatan limbah serbuk kayu selain digunakan untuk membuat briket.

Penelitian ini dimaksudkan untuk mencoba menjadikan limbah serbuk kayu sebagai bahan penguat dalam pembuatan komposit, khususnya pada kayu ulin yang berasal dari Kalimantan. Sebagai pertimbangan menjadikan serbuk kayu ulin ini sebagai bahan yang digunakan dalam pembuatan komposit adalah ketersediaan limbah kayu ulin masih cukup banyak berasal dari pengrajin perabotan dan penggergajian. Selain itu kayu ulin (Eusideroxylon zwageri) atau biasa disebut kayu besi adalah salah satu kayu yang terkenal dan terkuat di habitatnya hutan Kalimantan. Ada berbagai nama daerah untuk ulin, antara lain bulian, bulian rambai, onglen (Sumatera Selatan), belian, tabulin, telian, tulian dan ulin (Kalimantan) (Abdurachman, 2011). Ulin termasuk jenis pohon besar yang tingginya dapat mencapai 50 meter dengan diameter sampai 2 meter. Pohon ulin umumnya tumbuh pada ketinggian 5 – 400 meter diatas permukaan laut dengan medan datar sampai miring, tumbuh terpencar atau mengelompok dalam hutan campuran. Kayu ulin juga tahan terhadap perubahan suhu, kelembaban dan pengaruh air laut sehingga sifat kayunya sangat berat dan keras.

Martawijaya et al. (1989) menyatakan bahwa kayu ulin sangat kuat dan awet, dengan kelas kuat I dan kelas awet I. Kayu ulin tahan akan serangan rayap dan serangga penggerek batang, tahan akan perubahan kelembaban dan suhu serta tahan pula terhadap air laut. Karena ketahanannya tersebut maka wajar jika dikatakan kayu ulin, kayu sepanjang masa dan kayu primadona. Kayu ini sangat sukar dipaku dan digergaji tetapi mudah dibelah. Selanjutnya Departemen Kehutanan (1992) menyatakan bahwa kayu ulin ini merupakan salah satu jenis kayu mewah/indah yang masuk dalam daftar jenis pohon untuk ditanam untuk berbagai tujuan.

Komposit partikel kayu ulin yang berasal dari bahan organik dengan pengikatnya mengunakan epoxy, diharapkan dapat menjadi salah satu alternatif pengganti kampas rem sepeda motor di masa depan. Melalui komposit dari partikel arang kayu ulin ini di masa mendatang dapat mengurangi bahaya akibat pencemaran lingkungan. Bahan yang digunakan sebagai matrik atau pengikat

(19)

arang kayu ulin dalam komposit ini adalah resin epoxy. Karena pada resin epoxy memiliki beberapa keunggulan anatara lain bahan mudah didapat dari pasaran, tahan terhadap minyak dan korosi serta dalam proses pencampurannya mudah. Gambar 1.1 berikut ini merupakan potongan kayu ulin.

Gambar 1.1 Kayu ulin

Penelitian ini bertujuan untuk mencoba menjadikan komposit sebagai salah satu alternatif kampas rem sepeda motor yang ramah lingkungan. Karena pertumbuhan kendaraan yang semakin meningkat serta aktifitas masyarakat yang semakin padat dengan menggunakan kendaraan. Kampas rem sebagai salah satu komponen penting dalam kendaraan maka perlu dicarikan alternatif lain sebagai bahan pembuatannya yang lebih ramah lingkungan. Bahan–bahan yang digunakan dalam komposit ini terjangkau dan cukup banyak di pasaran sehingga mudah didapatkan. Sebagai pertimbangan lain untuk menguranggi penggunaan asbestos dalam pembuatan kampas rem.

Kampas rem merupakan komponen yang berfungsi memperlambat dan menghentikan putaran poros, mengendalikan poros dan untuk keselamatan pengendara sendiri. Kampas rem yang terlalu keras menyebabkan umur drum atau cakram menjadi pendek, sedangkan jika terlalu lunak maka umur kampas rem akan pendek. Temperatur kampas rem akan naik akibat gesekan yang terjadi selama pengereman. Waktu pengereman menentukan temperatur yang timbul pada kampas rem (Susilo Adi Widayanto, 2008).

(20)

1.2 Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat di kemukakan rumusan masalah sebagai berikut :

1. Seberapa besar pengaruh kadar partikel arang kayu ulin ketika digunakan sebagai bahan penguat komposit terhadap kekuatan impak?

2. Berapakah koefisien gesek komposit partikel arang kayu ulin? 3. Berapa laju keausan komposit partikel arang arang kayu ulin?

4. Apa pengaruh memberikan variasi penguat terhadap data dari masing-masing pengujian?

5. Bagaimana hasilnya jika material komposit partikel arang kayu ulin dibandingkan dengan kampas rem sepeda motor bebek yang sudah ada dipasaran?

1.3 Tujuan penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu :

1. Mendapatkan data kekuatan impak komposit arang partikel kayu ulin. 2. Mendapatkan data koefisien gesek komposit partikel arang kayu ulin. 3. Mendapatkan data laju keausan komposit partikel arang kayu ulin. 4. Membandingkan hasil pengujian keausan dan koefisien gesek

komposit arang kayu ulin dengan kampas rem sepeda motor bebek yang sudah ada di pasaran.

5. Mengetahui pengaruh pemberian variasi fraksi volume penguat 25%, 35%, 45% terhadap masing-masing pengujian.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan dalam menentukan jenis arang dari bahan organik yang dapat dipakai untuk memperoleh kekuatan impak, koefisien gesek dan laju keausan yang diinginkan dari partikel arang kayu ulin. Selain itu dapat digunakan sebagai refrensi serta menambah informasi dalam pengembangan pembuatan komposit yang dapat di akses melalui Perpustakaan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

(21)

1.5 Batasan Masalah

Pada saat penelitian akan ada banyak hal yang dapat mempengaruhi karakteristik dari komposit ini, maka perlu diberikan batasan-batasan masalah sebagai berikut:

1. Pengujian yang dilakukan terhadap komposit ini adalah untuk mengetahui laju keausan, pengujian uji impak, dan pengujian untuk mencari nilai koefisien gesek.

2. Matrik yang akan digunakan adalah resin epoxy dengan merek dagang Eposchon.

3. Durasi pengarangan selama 120 menit dengan asumsi panas merata pada partikel kayu ulin yang ditempatkan didalam sebuah tembikar yang terbuat dari tanah dengan suhu pengarangan dalam oven 2000C.

4. Dimensi partikel arang kayu ulin yang digunakan dalam komposit ini di batasi antara 5 mm – 12 mm.

5. Pembuatan komposit menggunakan perbandingan fraksi volume penguat 25%, 35%, dan 45%.

6. Kampas rem sepeda motor bebek digunakan sebagai acuan pembanding dengan komposit hasil penelitian kami.

(22)

6

BAB II

DASAR TEORI

2.1 Pengertian komposit

Komposit merupakan gabungan dua bahan atau lebih dengan fase yang berbeda. Fase pertama disebut dengan matrik, yang berfungsi sebagai pengikat. Matrik umumnya lebih elastis tetapi mempunyai kekuatan dan kekakuan yang lebih rendah. Sedangkan fase yang kedua disebut dengan reinforcement yang memiliki fungsi untuk memperkuat bahan komposit secara keseluruhan. Reinforcement atau penguat yang mempunyai sifat kurang elastis tetapi lebih kaku serta lebih kuat. Sehingga melalui pencampuran kedua material yang berbeda tersebut maka akan membentuk material baru yaitu komposit yang mempunyai sifat mekanik dan karakteristik yang diinginkan dari material pembentuknya.

Menurut Matthews dkk. (1993), komposit adalah suatu material yang terbentuk dari kombinasi dua atau lebih material pembentuknya melalui campuran yang tidak homogen, dimana sifat mekanik dari masing-masing material pembentuknya berbeda. Dari campuran tersebut akan dihasilkan material komposit yang mempunyai sifat mekanik dan karakteristik ini yang berbeda dari material pembentuknya. Material komposit mempunyai sifat dari material konvensional, pada umumnya dari proses pembuatannya melalui pencampuran yang tidak homogen, sehingga kita leluasa merencanakan kekuatan material komposit yang kita inginkan dengan jalan mengatur komposisi dari material pembentuknya. Komposit merupakan sejumlah sistem multi fasa sifat dengan gabungan, yaitu gabungan antara bahan matrik atau pengikat dengan penguat. Kita bisa melihat definisi komposit ini dari beberapa tahap seperti yang telah dikemukakan oleh Schwartz (1997):

1. Tahap/Peringkat Atas

Suatu bahan yang terdiri dari dua atau lebih atom yang berbeda bisa dikatakan sebagai bahan komposit. Komposit jenis ini termasuk ke dalam alloy polimer dan keramik.

(23)

2. Tahap/Peringkat Mikrostruktur

Suatu bahan yang terdiri dari dua atau lebih struktur molekul atau fasa merupakan suatu komposit. Mengikuti definisi ini banyak bahan yang secara tradisional dikenal sebagai komposit seperti kebanyakan bahan logam. Contoh besi keluli yang merupakan alloy multifungsi yang terdiri dari karbon dan besi.

3. Tahap/Peringkat Makrostruktur

Merupakan gabungan bahan yang berbeda komposisi atau bentuk mendapatkan suatu sifat atau ciri tertentu. Dengan konstituen gabungan masih tetap dalam bentuk asal, dimana dapat ditandai secara fisik dan melihatkan kesan antara muka antara satu sama lain.

Menurut Agarwal dan Broutman, menyatakan bahwa bahan komposit mempunyai ciri-ciri yang berbeda dan komposisi untuk menghasilkan suatu bahan yang mempunyai sifat dan ciri tertentu yang berbeda dari sifat dan ciri konstituen asalnya. Disamping itu konstituen asal masih kekal dan dihubungkan melalui suatu antar muka. Konstituen-konstituen ini dapat dikenal pasti secara fisikal. Dengan kata lain, bahan komposit adalah bahan yang heterogen yang terdiri dari dari fasa tersebar dan fasa yang berterusan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa bahan komposit (atau komposit) adalah suatu jenis bahan baru hasil rekayasa yang terdiri dari dua atau lebih bahan dimana sifat masing-masing bahan berbeda satu sama lainnya baik itu sifat kimia maupun fisika dan tetap terpisah dalam hasil akhir bahan tersebut (bahan komposit). Jika perpaduan ini terjadi dalam skala makroskopis, maka disebut sebagai komposit. Sedangkan jika perpaduan ini bersifat mikroskopis (molekular level), maka disebut sebagai alloy (paduan).

Komposit berbeda dengan paduan, untuk menghindari kesalahan dalam pengertiannya, oleh Van Vlack (1994) menjelaskan bahwa alloy (paduan) adalah kombinasi antara dua bahan atau lebih dimana bahan-bahan tersebut terjadi peleburan sedangkan komposit adalah kombinasi terekayasa dari dua atau lebih bahan yang mempunyai sifat-sifat seperti yang diinginkan dengan cara kombinasi sistematik pada kandungan-kandungan yang berbeda tersebut.

(24)

Bahan komposit yang diperkuat cukup dikenal pada skala makroskopik. Contohnya : beton bertulang dan plastik yang diperkuat dengan serat (FRP). Dalam karakteristiknya komposit mempunyai keunggulan dan juga kekurangan, menurut (Jones, R.M, 1975: 1) bahan komposit memiliki beberapa keunggulan yaitu (as cited in Nurun,2013):

1. Bahan komposit mempunyai density yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan bahan konvensional. Ini memberikan implikasi yang penting dalam konteks penggunaan karena komposit akan mempunyai kekuatan dan kekakuan spesifik yang lebih tinggi dari bahan konvensional. Implikasi kedua ialah produk komposit yang dihasilkan akan mempunyai kerut yang lebih rendah dari logam.

2. Komposit dapat dirancang untuk terhindar dari korosi. Hal ini akan sangat menguntungkan pemakai pada pemakaian sebagian elemen-elemen tertentu pada kendaraan bermotor.

3. Bahan komposit dapat menghasilkan penampilan (appearance) dan kehalusan permukaan yang baik.

4. Dengan bahan komposit dimungkinkan untuk mendapatkan sifat-sifat yang lebih baik dari keramik, logam, dan polimer.

5. Sifat produk dapat diatur dulu sesuai terapannya.

Selain memiliki beberapa keunggulan, menurut Hadi (2000) bahan komposit juga memiliki beberapa kekurangan antara lain (as cited in Swandono,2008):

1. Sifat anisotropik yaitu sifat mekanik bahan dapat berbeda antara lokasi yang satu dengan lokasi yang lain tergantung arah pengukuran.

2. Banyak bahan pengikat atau matrik komposit terutama polimer dan termoset cenderung tidak aman terhadap serangan zat-zat kimia atau larutan tertentu.

3. Untuk beberapa teori komposit, bahan baku dan proses pembuatan biayanya cukup mahal.

4. Proses pembuatannya relatif sulit dan rumit.

(25)

2.2 Penggolongan Komposit

2.2.1. Klasifikasi komposit berdasarkan matriknya menurut Schwartz (1997): 1. Komposit matriks-polimer (Polymer Matrix Composite, PMC)

Komposit dengan matriknya dapat berupa resin thermosseting epoxy dan polyester dengan reinforcing agents berupa fiber. Seperti phenolik dipadukan dengan serbuk kayu, thermoplastik dipadukan dengan serbuk dan bahan elastomer atau grafit.

Komposit Matrik Polimer (Polymer Matrix Composite, PMC) ini memiliki beberapa keunggulan diantaranya yaitu:

a. Biaya pembuatan lebih rendah. b. Dapat dibuat dengan produksi massal. c. Ketangguhan baik.

d. Siklus pabrikasi dapat dipersingkat. e. Kemampuan mengikuti bentuk. f. Lebih ringan.

Komposit Matrik Polimer merupakan matriks yang paling umum digunakan. Menurut Surdia, (1985) pada matriks polimer tersebut terbagi menjadi 2 yaitu:

a. Thermoplastic

Thermoplastic adalah plastic yang dapat dilunakkan berulang kali (recycle) dengan menggunakan panas. Thermoplastic merupakan polimer yang akan menjadi keras apabila didinginkan. Thermoplastic meleleh pada suhu tertentu, melekat mengikuti perubahan suhu dan mempunyai sifat dapat balik (reversibel) kepada sifat aslinya, yaitu kembali mengeras bila didinginkan. Contoh dari thermoplastic yaitu Poliester, Nylon 66, PP, PTFE, PET, Polieter sulfon, PES, dan Polieter eterketon (PEEK). b. Thermoset

Thermoset tidak dapat mengikuti perubahan suhu (irreversibel). Apabila sekali pengerasan telah terjadi maka bahan tidak dapat dilunakkan kembali. Pemanasan yang tinggi tidak akan melunakkan termoset melainkan akan membentuk arang dan terurai karena sifatnya

(26)

yang demikian sering digunakan sebagai tutup ketel, seperti jenis-jenis melamin. Plastik jenis termoset tidak begitu menarik dalam proses daur ulang karena selain sulit penanganannya juga volumenya jauh lebih sedikit (sekitar 10%) dari volume jenis plastik yang bersifat termoplastik. Contoh dari thermoset yaitu Epoksida, Bismaleimida (BMI), dan Poli-imida (PI).

2. Komposit matrik logam (Metal Matrix Composite, MMC)

Metal Matrix Composites adalah salah satu jenis komposit yang memiliki matrik logam. Material MMC mulai dikembangkan sejak tahun 1996. Pada mulanya yang diteliti adalah Continous Filamen MMC yang digunakan dalam aplikasi aerospace. Contoh : Almunium beserta paduannya, Titanium beserta paduannya, Magnesium beserta paduannya. Kelebihan MMC dibandingkan dengan PMC yaitu:

a. Transfer tegangan dan regangan yang baik. b. Ketahanan terhadap temperature tinggi. c. Tidak menyerap kelembapan.

d. Tidak mudah terbakar.

e. Kekuatan tekan dan geser yang baik.

f. Ketahanan aus dan muai termal yang lebih baik. g. Mempunyai keuletan yang tinggi.

h. Mempunyai titik lebur yang rendah. i. Mempunyai densitas yang rendah

Sedangkan kekurangan dari Metal Matrix Composites yaitu: a. Biayanya mahal.

b. Standarisasi material dan proses yang sedikit.

3. Komposit polimer matriks keramik (Ceramic Matrix Composite,CMC) Komposit yang merupakan campuran antara logam dengan keramik seperti karbida wolfram (wolfram carbide). CMC merupakan material 2 fasa dengan 1 fasa berfungsi sebagai reinforcement dan 1 fasa

(27)

sebagai matriks, dimana matriksnya terbuat dari keramik. Reinforcement yang umum digunakan pada CMC adalah oksida, carbide, dan nitrid. Salah satu proses pembuatan dari CMC yaitu dengan proses DIMOX, yaitu proses pembentukan komposit dengan reaksi oksidasi leburan logam untuk pertumbuhan matriks keramik disekeliling daerah filler (penguat). Matrik yang sering digunakan pada CMC adalah:

a. Gelas anorganic. b. Keramik gelas. c. Alumina. d. Silikon Nitrida

Keuntungan dari Ceramic Matrix Composite (CMC) yaitu: a. Dimensinya stabil bahkan lebih stabil daripada logam.

b. Sangat tangguh , bahkan hampir sama dengan ketangguhan dari cast iron.

c. Mempunyai karakteristik permukaan yang tahan aus. d. Unsur kimianya stabil pada temperature tinggi. e. Tahan pada temperatur tinggi (creep).

f. Kekuatan & ketangguhan tinggi, dan ketahanan korosi tinggi. Sedangkan kekurangan dari Ceramic Matrix Composite (CMC) a. Sulit untuk diproduksi dalam jumlah besar.

b. Relative mahal dan non-cot effective. c. Hanya untuk aplikasi tertentu

2.2.2. Pengelompokan komposit berdasarkan jenis reinforcement menurut kilduff (1994) yaitu:

1. Particulated Composites (komposit partikel)

Particulated composites terdiri dari partikel-partikel yang ada dalam matrik. Material partikel dapat dibuat dari satu jenis ataupun lebih dari satu jenis material, dan biasanya material partikel ini terbuat dari bahan metal atau dari bahan non-metal. Jenis-jenis Particulated composites yaitu Partikel komposit organik dan Partikel komposit non – organik. Dalam

(28)

pembuatannya, Komposit partikel dapat dibuat dari partikel dan matrik logam maupun non-logam atau kombinasi keduanya. Seperti pada gambar 2.1 menujukan komposit dengan komposisi penguat partikel.

Gambar 2.1 Komposit partikel

(Sumber: http://dokumen.tips/documents/teori-serat-fiber.html, diakses tanggal 21 maret 2017)

Komposit merupakan material yang mampu menggantikan logam, khusunya pada aplikasi penggunaan material dengan berat yang rendah. Komposit partikel merupakan suatu bahan yang terbentuk dari partikel-partikel yang tersebar didalam matrik pengikat. Komposit partikel-partikel dapat dirancang untuk mendapatkan sifat mekanik yang baik. Sifat mekanis yang biasanya ingin didapatkan adalah tahan aus, ulet, tidak mudah pecah, tahan panas, gaya gesek yang baik, density rendah, dan lainnya. Komposit partikel dibuat dari partikel matrik logam maupun non-logam atau bisa juga dari kombinasi dan keduanya.

Keuntungan dari komposit yang disusun oleh reinforcement berbentuk partikel (Particulate composites) diantaranya:

a. Kekuatan lebih seragam pada berbagai arah.

b. Dapat digunakan untuk meningkatkan kekuatan dan meningkatkan kekerasan material.

c. Cara penguatan dan pengerasan oleh partikulat adalah dengan menghalangi pergerakan dislokasi.

(29)

2. Fibrous Composites (komposit serat)

Pada komposit ini bahan penguat yang digunakan adalah serat (dapat berupa serat organik atau serat sintetik) yang memiliki kekuatan dan kekakuan lebih besar bila dibandingkan dengan bahan pengikat atau matriks. Bahan pengikat yang digunakan dapat berupa polymer, logam ataupun keramik. Agar dapat membentuk produk yang efektif dan baik maka komponen penguat harus memiliki modulus elastisitas yang lebih tinggi dari pada matriknya selain itu juga harus ada ikatan permukaan antara komponen penguat dan matrik.

Penyusunan serat penguat dalam jenis komposit serat ada beberapa metode, yaitu dengan disusun secara acak, memanjang, dan membentuk seperti anyaman. Perbedaan cara penyusunan serat akan mempengaruhi sifat mekanik komposit yang berbeda-beda juga, terutama terhadap kekuatan tarik dan harga keuletannya. Seperti pada gambar 2.2 menujukan komposit dengan serat memanjang.

Gambar 2.2 Serat memanjang

(Sumber: http://dokumen.tips/documents/teori-serat-fiber.html, diakses tanggal 21 maret 2017)

3. Structural Composite Materials (komposit berlapis)

Komposit ini terdiri dari dua atau lebih material yang disusun berlapis-lapis. Pelapisan ini bertujuan unutuk mendapatkan sifat-sifat yang baru seperti kekuatan, kekakuan, ketahanan korosi, sifat termal juga untuk penampilan yang lebih atraktif. Seperti pada gambar 2.3 menujukan komposit dengan komposisi penguat berlapis.

(30)

Gambar 2.3 Komposit berlapis

(Sumber: http://dokumen.tips/documents/teori-serat-fiber.html, diakses tanggal 21 maret 2017)

2.3 Komponen bahan komposit

Penelitian yang dilakukan penulis didasari oleh teori komposit partikel. Komposit partikel ini menggunakan partikel kayu ulin yang diarangkan kemudian baru bisa dipergunakan sebagai penguat. Matrik yang digunakan dalam penelitian ini yaitu matrik epoxy yang berguna sebagai bahan pengikat. Dari hasil penelitian dengan melakukan beberapa pengujian terhadap benda komposit ini diharapkan dapat menghasilkan kampas rem yang ramah lingkungan, karena menggunakan bahan organik sebagai bahan penguatnya.

Bahan komposit merupakan penggabungan dua macam bahan atau lebih yaitu matrik dan reinforcement agent. Penguat reinforcement agent ini dapat disisipkan ke dalam matrik tetapi tidak larut dalam matrik. Matrik pada komposit dapat berbentuk logam, keramik dan polimer. Seperti pada gambar 2.4 menunjukan bentuk matrik pada komposit.

Gambar 2.4 Matrik pada komposit

(Sumber: https://www.slideshare.net/restuputraku5/komposit-4563338, diakses tanggal 21 maret 2017)

(31)

Sedangkan reinforcement agent pada komposit dapat berbentuk fiber (serat), partikel dan flake. Reinforcement (penguat) yang berfungsi sebagai penanggung beban utama pada komposit. Pada gambar 2.5 menunjukan perbedaan dari masing-masing reinforcement agent.

Gambar 2.5 Reinforcement agent pada komposit

(Sumber: https://yudiprasetyo53.wordpress.com/2012/05/18/komposit-aluminium-untuk-aplikasi-tegangan-tinggi/, diakses tanggal 21 maret 2017)

2.4 Matrik

Matrik dalam komposit berfungsi sebagai bahan pengikat serat menjadi sebuah unit struktur, melindungi dari perusakan eksternal, meneruskan atau memindahkan beban eksternal pada bidang geser antara serat dan matrik, sehingga matrik dan serat saling berhubungan. Matrik merupakan komponen penyusun komposit dengan jenis yang bermacam-macam. Matrik pada umumnya terbuat dari bahan yang lunak dan liat. Polimer plastik merupakan bahan umum yang biasa digunakan. Polimer adalah bahan matrik yang tidak dapat menerima suhu tinggi. Poliester, vinillester dan epoksi adalah beberapa jenis bahan polimer termoset yaitu mempunyai sifat dapat memadat bila dipanaskan pada tekanan tertentu dan tidak dapat dilelehkan kembali. Resin polyester tak jenuh adalah bahan matrik thermosetting yang paling luas dalam penggunaan sebagai matrik pengikat plastik, dari bagian yang menggunakan proses pengerjaan yang sangat sederhana sampai produk yang dikerjakan dengan proses menggunakan cetakan mesin (Kilduff, 1994).

(32)

2.5 Resin epoxy

Epoxy adalah bahan yang terdiri dari dua komponen yaitu resin dan hardener bila dicampur dengan perbandingan yang tepat akan menghasilkan massa yang padat dan dapat melekat dengan baik pada logam, kulit, kayu maupun beton. Karakteristik epoxy yaitu ringan dan tidak menimbulkan tegangan, tahan bahan kimia dan tahan korosi, tahan minyak, kuat tapi dapat dimesin dan dicat, mudah pemakaiannya dan tak perlu panas, kurang tahan temperatur tinggi, kurang tahan benturan. Jenis epoxy ini dapat diperkuat dengan logam, keramik, bermacam-macam serat atau partikel (Surdia, 1995:258). Seperti pada gambar 2.6 merupakan contoh resin epoxy dan hardener.

Gambar 2.6 Resin epoxy dan hardener

Kekerasan dan keuletan dapat ditentukan dengan mengatur perbandingan antara resin dan hardener serta proses pengeringannya, epoxy kebanyakan dipakai untuk perbaikan peralatan dari logam, perawatan mesin, perekat bagi logam yang tidak boleh dilas. Keistimewaan lain yaitu mempunyai sifat susut yang sangat rendah, tahan tekanan, erosi dan abrasi (Surdia, 1995:258).

2.6 Fraksi penguat (kayu)

Fraksi penguat dalam penelitian ini menggunakan partikel kayu ulin. Kayu banyak digunakan dan meskipun rumit, struktur dan sifat-sifatnya telah dikenal. Kayu adalah bahan teknik yang sangat penting. Perbandingan kekuatan-berat tinggi, kayu mudah diproses dan dibentuk, kayu merupakan bahan yang dapat diperbaharui, mempunyai sifat yang mengarah dan harus kita perhatikan sewaktu akan digunakan. Untuk memahami sifat kayu, kita harus mempelajari strukturnya.

(33)

Kayu adalah komposit polimerik alamiah, molekul polimerik utamanya adalah selulosa. Karena selulosa isolatik dan tidak mempunyai cabang, jadi kristalinitas tertentu. Kayu terdiri dari komposisi selulosa 50% dan lignin 10%-30%. Pada gambar 2.7 berikut ini merupakan ilustrasi penyebaran komposisi dari kayu.

Gambar 2.7 Komponen kimia kayu

(Sumber: https://www.slideshare.net/edysmartnow/ilmu-kayu-komponen-kimia-kayu-vi, diakses tanggal 21 maret 2017)

Serbuk kayu memiliki kelebihan sebagai filler dibandingkan dengan filler mineral seperti mika, kalsium karbonat, dan talk yaitu (Iswantoro,2008):

1. Temperature proses lebih rendah (kurang dari 4000F) dengan demikian mengurangi biaya energi.

2. Dapat terdegradasi secara alami.

3. Berat jenisnya jauh lebih rendah, sehingga biaya per volume lebih murah. 4. Gaya geseknya rendah sehingga tidak merusak peralatan pada proses

pembuatan.

(34)

2.7 Fraksi volume penguat

Fraksi volume adalah aturan perbandingan untuk pencampuran volume serat/serbuk/partikel dan volume matrik bahan pembentuk komposit terhadap volume total komposit. Penggunaan istilah fraksi volume mengacu pada jumlah prosentase (%) volume bahan penguat atau reinforcement yang kita gunakan dalam proses pembuatan komposit. Pada komposit yang menggunakan matrik epoxy, pencampuran resin dan katalis (hardener) menggunakan perbandingan 1 : 1 volume keduanya. Jika persentase matrik dinyatakan dengan Vm, dan persentase

reinforcing Vr, maka persamaan untuk mencari Vcomposit dapat dituliskan sebagai

berikut (Swandono, 2008):

VcompositVrVm (2.1)

2.8 Uji impak

Material mungkin mempunyai kekuatan tarik tinggi tetapi tidak tahan akan beban kejut. Untuk itu perlu dilakuakan uji ketahanan impak dengan ketahanan impak biasanya diukur dengan uji impak Izod atau charpy terhadap benda uji bertakik atau tanpa takik. Pada pengujian ini beban diayunkan dari ketinggian tertentu dan mengenai benda uji, kemudian diukur energi didipasi pada patahan. Pengujian ini bermanfaat untuk memperlihatkan penurunan keuletan dan kekuatan impak material. Jika energi/tenaga patah dinyatakan dalam W, besar sudut pada saat palu akan dilepaskan tanpa benda uji dinyatakan dalam α, sudut yang dibentuk palu setelah mematahkan benda uji dinyatakan dalam β, berat pendulum/palu dinyatakan dalam G dan jarak titik putar palu sampai titik berat palu dinyatakan dalam R (0.3948 meter). Maka persamaan untuk mencari W dapat dituliskan sebagai berikut (Modul Praktikum Teknik Mesin USD) :

) ( ) cos (cos .R joule G W    (2.2) Dengan keterangan: W = Energi patah.

G = Berat pendulum/massa dikalikan percepatan gravitasi (N). R = Panjang jari-jari/radius pendulum(mm).

(35)

α = Sudut ayun awal/sudut yang di bentuk pendulum tanpa beban(tanpa benda uji).

β = Sudut ayun/sudut akhir di bentukpendulum setelah mematahkan benda uji.

Pengujian ini berguna untuk melihat efek-efek yang ditimbulkan oleh adanya takikan, bentuk takikan, temperatur, dan faktor-faktor lainnya. Impact test bisa diartikan sebagai suatu tes yang mengukur kemampuan suatu bahan dalam menerima beban tumbuk yang diukur dengan besarnya energi yang diperlukan untuk mematahkan spesimen dengan ayunan sebagaimana ditunjukkan pada gambar 2.8 berikut ini :

Gambar 2.8 Mekanisme alat uji impak

(Sumber: http://teknikdesaindanmanufaktur.blogspot.co.id/2014/10/, diakses tanggal 21 Maret 2017)

Uji impak ini membutuhkan tenaga untuk mematahkan benda uji dengan sekali pukul, alat pukul yang digunakan berupa sebuah palu dengan berat tertentu yang dijatuhkan dengan cara dilepaskan dari sudut 1500 (α) dan sisi pisau pada palu mengenai benda uji berbentuk persegi panjang dengan ukuran 10 x 10 mm, panjang 55 mm dan takikan 2 mm serta sudut takikan 450 (menurut ASTM 370). Karena pukulan tersebut benda uji akan patah, kemudian palu akan berayun kembali membentuk sudut (β) hasil dari keliatan benda uji. Pada gambar 2.9 berikut ini skematis alat uji impak.

(36)

Gambar 2.9 Skematis alat uji impak

(sumber: https://danidwikw.wordpress.com/2010/12/17/pengujian-impak-dan-fenomena-perpatahan/, diakses tanggal 21 Maret 2017)

Pada pengujian impak ini banyaknya energi yang diserap oleh bahan untuk terjadinya perpatahan merupakan ukuran ketahanan impak atau ketangguhan bahan tersebut. Pada gambar 2.8 dan gambar 2.9 diatas dapat dilihat bahwa setelah benda uji patah akibat deformasi, bandul pendulum menunjukan ayunan hingga posisi h’. Suatu material dikatakan tangguh bila memiliki kemampuan menyerap bebean kejut yang besar tanpa terjadinya retak atau terdeformasi dengan mudah. Pada pengujian impak, energi yang diserap oleh benda uji biasanya dinyatakan dalam satuan Joule dan dibaca langsung pada skala (dial) penunjuk yang telah dikalibrasi yang terdapat pada mesin penguji. Persamaan untuk mencari harga impak dapat di tuliskan sebagai berikut (Modul Praktikum Teknik Mesin USD):

) / (joule mm2 patahan penampang Luas patah Tenaga impak rga Ha  (2.3) Dengan keterangan:

Luas penampang patahan = lebar dikalikan tinggi permukaan patahan setelah dilakukan pengujian (mm).

(37)

2.9 Uji keausan

Suatu komponen struktur dan mesin agar berfungsi dengan baik sebagaimana mestinya sangat tergantung pada sifat-sifat yang dimiliki material. Material yang tersedia dan dapat digunakan oleh para Engineer sangat beraneka ragam, seperti logam, polimer, keramik, gelas, dan komposit. Sifat yang dimiliki oleh material terkadang membatasi kinerjanya. Namun demikian, jarang sekali kinerja suatu material hanya ditentukan oleh satu sifat, tetapi lebih kepada kombinasi dari beberapa sifat. Salah satu contohnya adalah ketahanan-aus (wear resistance) merupakan fungsi dari beberapa sifat material(kekerasan, kekuatan, dll), friksi serta pelumasan. Oleh sebab itu penelaahan subyek ini yang dikenal dengan nama ilmu Tribologi. Keausan dapat didefinisikan sebagai rusaknya permukaan padatan, umumnya melibatkan kehilangan material yang progresif akibat adanya gesekan(friksi) antar padatan. Keausan bukan merupakan sifat dasar material, melainkan respon material terhadap sistem luar(kontak permukaan). Pengujian keausan dapat dilakukan dengan berbagai macam metode dan teknik, yang semuanya bertujuan untuk mensimulasikan kondisi keausan aktual (Surdia,1995).

Pada penelitian ini akan digunakan metode Ogoshi dimana benda uji memperoleh beban gesek dari cincin yang berputar (revolving disc). Pembebanan gesek ini akan menghasilkan kontak antar permukaan yang berulang ulang yang pada akhirnya akan mengambil sebagian material pada permukaan benda uji. Besarnya jejak permukaan dari material tergesek itulah yang dijadikan dasar penentuan tingkat keausan pada material. Semakin besar dan dalam jejak keausan maka semakin tinggi volume material terkelupas dari benda uji. Pada pengujian ini skematis dari kontak permukaan antara revolving disc dan benda uji dapat diilustrasikan pada gambar 2.10 berikut :

(38)

Gambar 2.10 Metode pengujian keausan dengan metode ogoshi (Sumber: https://ftkceria.files.wordpress.com/2012/04/uji-keausan.jpg,

diakses tanggal 21 Maret 2017) Dengan keterangan:

Po : Beban (Kg).

h : Kedalaman bekas injakan (mm). r : jari- jari revolving disk (10,85 mm). b : Lebar bekas injakan (mm).

B : Tebal revolving disk (mm). ω : Kecepatan putar (1430 rpm).

Untuk mengetahui besarnya volume material yang terabrasi maka dapat diketahui dengan rumus berikut (Modul Praktikum Pengujian Keausan Teknik Mesin UGM): ) ( 12 . 3 3 mm r b B Ws  (2.4) Dengan keterangan:

B = tebal revolving disc (mm). r = jari-jari disc (mm).

(39)

Laju keausan dapat ditentukan sebagai perbandingan volume terabrasi dengan jarak luncur (Modul Praktikum Pengujian Keausan Teknik Mesin UGM):

sec) / ( . 12 . 3 mm x r b B x w V  (2.5) Dengan keterangan:

V = Laju keausan (m/sec). W = Volume terabrasi (mm3). X = jarak luncur (mm).

Untuk mengetahui nilai keausan spesifik dapat diketahui melalui rumus berikut: ) / ( . . 8 . 2 3 kg mm lo po r b B Ws  (2.6)

(Modul Praktikum Pengujian Keausan Teknik Mesin UGM) Dengan keterangan:

B = lebar piringan pengaus (mm).

Bo = lebar keausan pada benda uji (mm). r = jari-jari piringan pengaus (mm).

Po = gaya tekan pada proses keausan berlangsung (Kg). lo = jarak tempuh pada proses pengausan (mm).

Ws = harga keausan spesifik (mm2/kg).

Sebagaimana telah disebutkan pada bagian pengantar, material jenis apapun akan mengalami keausan dengan mekanisme yang beragam, yaitu keausan adhesive, keausan abrasive, keausan fatik dan keausan oksidasi. Berikut ini merupakan penjelasan ringkas dari mekanisme-mekanisme tersebut https://ftkceria.files.wordpress.com/2012/04/uji-keausan, diakses tanggal 21 maret 2017 :

(40)

1. Keausan adhesive (Adhesive wear)

Terjadi bila kontak permukaan dari dua material atau lebih mengakibatkan adanya perlekatan satu sama lainnya (adhesive) serta deformasi plastis dan pada akhirnya terjadi pelepasan/pengoyakan salah satu material seperti di perlihatkan pada gambar 2.11 dan 2.12 berikut:

Gambar 2.11 Keausan adhesive

(Sumber: https://ftkceria.files.wordpress.com/2012/04/uji-keausan.jpg, diakses tanggal 21 maret 2017)

Gambar 2.12 Keausan metode adhesive

(Sumber: https://ftkceria.files.wordpress.com/2012/04/uji-keausan.jpg, diakses tanggal 21 maret 2017)

Faktor-faktor yang menyebabkan adhesive wear:

a. Kecenderungan dari material yang berbeda untukmembentuk larutan padat atau senyawa intermetalik.

b. Kebersihan permukaan.

Jumlah wear debris akibat terjadinya aus melalui mekanisme adhesif ini dapat dikurangi dengan cara ,antara lain :

a. Menggunakan material keras.

(41)

2. Keausan Abrasif (Abrasive wear)

Terjadi bila suatu partikel keras (asperity) dari material tertentu meluncur pada permukaan material lain yang lebih lunak sehingga terjadi penetrasi atau pemotongan material yang lebih lunak, seperti diperlihatkan pada gambar 2.13. Tingkat keausan pada mekanisme ini ditentukan oleh derajat kebebasan (degree of freedom) partikel keras atau asperity tersebut. Sebagai contoh partikel pasir silica akan menghasilkan keausan yang lebih tinggi ketika diikat pada suatu permukaan seperti pada kertas amplas, dibandingkan bila pertikel tersebut berada di dalam sistem slury. Pada kasus pertama, partikel tersebut kemungkinan akan tertarik sepanjang permukaan dan akhirnya mengakibtakan pengoyakan. Sementara pada kasus terakhir, partikel tersebut mungkin hanya berputar (rolling) tanpa efek abrasi. Faktor yang mempengaruhi ketahanan material terhadap abrasive wear antara lain:

a. Material hardness b. Kondisi struktur mikro c. Ukuran abrasif

d. Bentuk abrasif

Bentuk kerusakan permukaan akibat abrasive wear, antara lain : 1. Scratching

2. Scoring 3. Gouging

Gambar 2.13 Kerusakan abrasif

(Sumber: https://ftkceria.files.wordpress.com/2012/04/uji-keausan.jpg, diakses tanggal 21 maret 2017)

(42)

Gambar 2.14 Keausasn metode abrasif

(Sumber: https://ftkceria.files.wordpress.com/2012/04/uji-keausan.jpg, diakses tanggal 21 maret 2017)

Keausan abrasif hanya satu interaksi, sementara pada keausan fatik dibutuhkan interaksi multi. Keausan ini terjadi akibat interaksi permukaan yang mengalami beban berulang akan mengarah pada pembentukan retak-retak mikro. Retak-retak mikro tersebut pada akhirnya menyatu dan menghasilkan pengelupasan material. Tingkat keausan sangat bergantung pada tingkat pembebanan. Gambar 2.15 memberikan skematis mekanisme keausan fatik:

Gambar 2.15 Mekanisme keausan fatik

(Sumber: https://ftkceria.files.wordpress.com/2012/04/uji-keausan.jpg, diakses tanggal 21 maret 2017)

Gambar 2.16 Mekanisme keausan fatik ketika dilakukan pengujian (Sumber: https://ftkceria.files.wordpress.com/2012/04/uji-keausan.jpg, diakses

tanggal 21 maret 2017)

(43)

3. Keausan Oksidasi/Korosif (Corrosive wear)

Proses kerusakan dimulai dengan adanya perubahan kimiawi material di permukaan oleh faktor lingkungan. Kontak dengan lingkungan ini menghasilkan pembentukan lapisan pada permukaan dengan sifat yang berbeda dengan material induk. Sebagai konsekuensinya, material akan mengarah kepada perpatahan interface antara lapisan permukaan dan material induk dan akhirnya seluruh lapisan permukaan itu akan tercabut. Mekanisme terjadinya keausan oksidasi dapat dilihat melalui Gambar 2.17 berikut ini:

Gambar 2.17 Mekanisme keausan oksidasi/korosif

(Sumber: https://ftkceria.files.wordpress.com/2012/04/uji-keausan.jpg, diakses tanggal 21 maret 2017)

4. Keausan Erosi (Erosion wear)

Proses erosi disebabkan oleh gas dan cairan yang membawa partikel padatan yang membentur permukaan material. Jika sudut benturannya kecil, keausan yang dihasilkan analog dengan abrasive. Namun, jika sudut benturannya membentuk sudut gaya normal (900), maka keausan yang terjadi akan mengakibatkan brittle failure pada permukaannya, skematis pengujiannya seperti terlihat pada gambar 2.18 di berikut ini:

Gambar 2.18 Mekanisme keausan erosi

(Sumber: https://ftkceria.files.wordpress.com/2012/04/uji-keausan.jpg, diakses tanggal 21 maret 2017)

(44)

2.10 Koefisien gesek

Menurut Sukamto (2012), rem bekerja dengan berdasar gaya gesek antara disk atau drum dengan kampas rem. Gaya gesek merpakan akumulasi interaksi mikro antar kedua permukaan yang saling bersentuhan. Gaya-gaya yang bekerja antara lain gaya elektrostatik pada permukan yang halus akan menyebabkan gaya gesek (atau tepatnya koefisien gesek) menjadi lebih kecil nilainya dibandingkan dengan permukaan yang kasar. Akan tetapi pada saat ini tidak lagi demikian, konstruksi mikro(nano lebih tepatnya) pada permukaan benda dapat menyebabkan gesekan menjadi minimum, bahkan cairan tidak lagi dapat membasahi (efek lotus). Gaya gesek statis adalah gesekan antara dua benda padat yang tidak bergerak relatif satu sama lainnya. Gesekan statis dapat mencegah benda meluncur ke bawah pada bidang miring.

Koefisien gesek statis umumnya dinotasikan dengan sdan padaumumnya lebih besar dari koefisien gesek kinetis. Gaya gesek statis dihasilkan dari sebuah gaya yang diaplikasikan tepat sebelum benda tersebut bergerak. Gaya gesekan maksimum antara dua permukaan sebelum gerakan terjadi adalah hasil dari koefisien gesek statis atau dinotasikan dengan sdikalikan dengan gaya normal atau dinotasikan dengan N maka persamaan untuk mencari gaya gesek statis fs

dapat dituliskan sebagai berikut (Swandono, 2008) : N

fss  (2.6)

g m

Fb  (2.7)

Benda mulai bergerak pada saat F≥fs (Swandono, 2008)

s f F (2.8) N g mb sg m g mb saa b s m m  

(45)

Dengan keterangan: N = Gaya normal.

mb =massa benda uji ditambah pemberat ma =massa air(bandul)

µs = koefisien gesek

Ketika tidak ada gerakan yang terjadi, gaya gesek dapat memiliki nilai dari nol hingga gaya gesek maksimum. Setiap gaya yang lebih kecil dari gaya gesek maksimum yang berusaha untuk menggerakan salah satu benda akan dilawan oleh gaya gesekan yang setara dengan besar gaya tersebut namun berlawanan arah. Setiap gaya yang lebih besar dari gaya gesek maksimum akan menyebabkan gerakan terjadi. Setelah gerakan terjadi, gaya gesekan statis tidak lagi dapat digunakan untuk menggambarkan kinetika benda, sehingga digunakan gaya gesek kinetis (Sukamto, 2012).

Gaya gesekan ini terjadi jika dua buah benda bergesekan, yaitu permukaan kedua benda bersinggungan waktu benda yang satu bergerak terhadap benda yang lain. Benda yang satu melakukan gaya pada benda yang lain sejajar dengan permukaan singgung dan dengan arah berlawanan terhadap gerak benda yang lain. Gaya gesekan dapat juga terjadi jika, gaya-gaya gesekan selalu melawan gerak bahan meskipun tidak ada gerak relatif antara dua benda yang bersinggungan. Gaya-gaya gesekan yang bekerja antara dua permukaan yang berada dalam keadaan diam relatif satu dengan lainnya disebut gaya-gaya gesekan static. Gaya gesekan static fs, dihubungkan dengan gaya normal (N) yang bekerja pada benda itu. Pada gambar 2.19 menunjukan cara mencari koefisien gesek.

(46)

2.11 Rem

Rem adalah sebuah peralatan dengan memakai tahanan gesek buatan yang diterapkan pada sebuah mesin berputar agar gerakan mesin berhenti. Rem menyerap energi kinetik dari bagian yang bergerak. Energi yang diserap oleh rem berubah dalam bentuk panas. Panas ini akan menghilang dalam lingkungan udara supaya pemanasan yang hebat dari rem tidak terjadi. Desain atau kapasitas dari sebuah rem tergantung pada faktor-faktor berikut ini (Zainuri, 2010) (as cited in K.M. Jossy,2011) :

a. Tekanan antara kampas rem dengan permukaan bidang pengereman. b. Koefisien gesek antara kampas rem dengan bidang pengereman. c. Kecepatan keliling dari teromol rem.

d. Luas proyeksi permukaan gesek (bidang gesek).

e. Kemampuan kampas rem untuk menyerap panas yang ditimbulkan oleh gesekan.

Perbedaan fungsi utama antara sebuah clutch (kopling tak tetap) dan sebuah rem adalah bahwa clutch digunakan untuk mengatur/menjaga penggerak dan yang digerakan secara bersama-sama, sedangkan rem digunakan untuk menghentikan sebuah gerakan atau mengatur putaran (Zainuri, 2010).

Menghentikan laju suatu kendaraan dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain dengan menggunakan alat pengereman seperti rem cakram maupun rem tromol, tetapi ada cara lain yang dapat digunakan untuk menghentikan laju kendaraan yaitu dengan menggunakan bantuan engine brake. Prinsipnya dengan menurunkan gigi persneling pada gigi yang lebih rendah akan memberikan efek pengereman, meskipun tidak sekuat jika dilakukan dengan rem. Biasanya engine brake digunakan untuk membantu meringankan kerja dari rem. Alat pengereman dari suatu kendaraan dibedakan menjadi dua jenis yaitu tipe drum/tromol dan tipe piringan/cakram (Sen, 2008) :

1. Rem Cakram

Rem cakram terdiri dari piringan yang dibuat dari logam, piringan logam ini akan dijepit oleh kanvas rem cakram (brake pad) yang didorong oleh sebuah torak yang ada dalam silinder roda. Untuk menjepit piringan ini

(47)

diperlukan tenaga yang cukup kuat. Guna untuk memenuhi kebutuhan tenaga ini, pada rem cakram dilengkapi dengan sistem hydraulic, agar dapat menghasilkan tenaga yang cukup kuat. Sistem hydraulic terdiri dari master silinder, silinder roda, reservoir untuk tempat oli rem dan komponen penunjang lainnya. Pada kendaraan roda dua, ketika handel rem ditarik, bubungan yang terdapat pada handel rem akan menekan torak yang terdapat dalam master silinder. Torak ini kan mendorong oli rem ke arah saluran oli, yang selanjutnya masuk ke dalam ruangan silinder roda. Pada bagian torak sebelah luar dipasang kanvas atau brake pad, brake pad ini akan menjepit piringan metal dengan memanfaatkan gaya/tekanan torak ke arah luar yang diakibatkan oleh tekanan oli rem tadi(Sen, 2008). Sistem rem cakram terlihat pada gambar 2.20 berikut ini:

Gambar 2.20 Sistem rem cakram

(sumber:http://famolahx.blogspot.co.id201106prinsip-rem-cakram.html, diakses tanggal 25 Maret 2017)

2. Rem Tromol

Tipe drum, rem ini terdiri dari sepasang kampas rem yang terletak pada piringan yang tetap (tidak ikut berputar bersama roda), dan drum yang berputar bersama roda. Dalam operasinya setiap kampas rem akan bergerak radial menekan drum sehingga terjadi gesekan antara drum dan kampas rem. Pada rem tromol, penghentian atau pengurangan putaran roda dilakukan dengan adanya gesekan antara kampas rem dengan tromolnya. Pada saat tuas rem tidak ditekan kampas rem dengan tromol tidak saling

(48)

kontak. Tromol rem berputar bebas mengikuti putaran roda, tetapi pada saat tuas rem ditekan lengan rem memutar cam pada sepatu rem sehingga kampas rem menjadi mengembang dan bergesekan dengan tromolnya. Akibatnya putaran tromol dapat ditahan atau dihentikan (Sen, 2008). Gambar 2.21 berikut ini merupakan sistem rem drum/tromol:

Gambar 2.21 Sistem rem tromol

(Sumber: http://yudaapriady7.blogspot.co.id201412laporan-prakerin-membahas-mengenai-rem.html, diakses tanggal 25 Maret 2017) Rem drum mempunyai kelemahan kalau terendam air, tidak dapat berfungsi dengan baik karena koefisen gesek berkurang secara nyata/banyak. Oleh karena itu mulai ditinggalkan dalam dunia otomotif dan mengantinya dengan rem cakram.

2.12 Material untuk lapisan rem

Material yang digunakan untuk lapisan rem harus mempunyai ciri-ciri sebagai berikut (Zainuri, 2010):

a. Mempunyai koefisien gesek yang tinggi. b. Mempunyai laju keausan yang rendah. c. Mempunyai tahanan panas yang tinggi.

d. Mempunyai kapasitas disipasi panas yang tinggi. e. Mempunyai koefisien ekspansi termal yang rendah. f. Mempunyai kekuatan mekanik yang mencukupi.

(49)

2.13 Prinsip dasar pengereman

Pada setiap kendaraan bermotor kemampuan sistem pengereman menjadi sesuatu yang sangat penting karena dapat mempengaruhi keselamatan kendaraan tersebut. Semakin tinggi kemampuan kendaraan tersebut untuk melaju maka diperlukan sistem pengereman yang lebih handal dan optimal untuk menghentikan atau memperlambat laju kendaraan tersebut. Untuk mencapainya, diperlukan perbaikan – perbaikan dalam system pengereman. Sistem rem yang baik adalah sistem rem yang apabila dilakukan pengereman baik dalam kondisi apapun pengemudi tetap dapat mengendalikan arah dari laju pengereman. Sistem rem dalam teknik otomotif adalah suatu sistem yang berfungsi untuk (http://id.wikipedia.org/wiki/Rem, diakses tanggal 25 Maret 2017):

a. Mengurangi kecepatan kendaraan.

b. Menghentikan kendaraan yang sedang berjalan. c. Menjaga agar kendaraan tetap berhenti

2.14 Sifat mekanik kampas rem

Masing-masing tipe sepeda motor memiliki bentuk serta kualitas bahan kampas rem khusus. Secara umum bagian-bagian kampas rem terdiri dari daging kampas (bahan friksi), dudukan kampas (body brake shoe) dan 2 buah spiral. Pada aplikasi sistem pengereman otomotif yang aman dan efektif, bahan friksi harus memenuhi persyaratan minimum mengenai unjuk kerja, noise dan daya tahan. Bahan rem harus memenuhi persyaratan keamanan, ketahanan dan dapat mengerem dengan halus. Selain itu juga harus mempunyai koefisien gesek yang tinggi, keausan kecil, kuat, tidak melukai permukaan roda dan dapat menyerap getaran.

Sifat mekanik menyatakan kemampuan suatu bahan (seperti komponen yang terbuat dari bahan tersebut) untuk menerima beban/gaya/energi tanpa menimbulkan kerusakan pada bahan/komponen tersebut. Sering kali bila suatu bahan mempunyai sifat mekanik yang baik tetapi kurang baik pada sifat yang lain, maka diambil langkah untuk mengatasi kekurangan tersebut dengan berbagai cara yang diperlukan. Untuk mendapatkan standar acuan tentang spesifikasi teknik

(50)

kampas rem, maka nilai kekerasan, keausan, bending dan sifat mekanik lainnya harus mendekati nilai standar keamanannya. Adapun persyaratan teknik dari kampas rem komposit yakni (www.stopcobrake.com/en/file/en.pdf/SAEJ661) (as cited in Pratama, 2011):

a. Untuk nilai kekerasan sesuai standar keamanan 68 – 105 (Rockwell R). b. Ketahanan panas 360 0C, untuk pemakaian terus menerus sampai dengan

250 0C.

c. Nilai keausan kampas rem adalah (5 x 10-4 - 5 x 10-3 mm2/kg). d. Koefisien gesek 0,14 – 0,27.

e. Massa jenis kampas rem adalah 1,5 – 2,4 gr/cm3 . f. Konduktivitas thermal 0,12 – 0,8 W.m.°K.

g. Tekanan Spesifiknya adalah 0,17 – 0,98 joule/g.°C. h. Kekuatan geser 1300 – 3500 N/cm2.

i. Kekuatan perpatahan 480 – 1500 N/cm2.

2.15 Tinjauan pustaka

Widayanto, (2008) kampas rem merupakan komponen yang berfungsi memperlambat dan menghentikan putaran poros, mengendalikan poros dan untuk keselamatan pengendara sendiri. Kampas rem yang terlalu keras menyebabkan umur drum atau cakram menjadi pendek, sedangkan jika terlalu lunak maka umur kampas rem akan pendek. Temperatur kampas rem akan naik akibat gesekan yang terjadi selama pengereman. Waktu pengereman menentukan temperatur yag timbul pada kampas rem (as cited in Sukamto, 2013).

Menurut Ahmad Multazam, Achmad Zainuri dan Sujita Kampas rem akan semakin keras seiring waktu akibat adanya gesekan dan penekanan. Hal ini disebabkan karena benda uji mengalami perubahan tempratur akibat dari gesekan disertai penekanan antara kampas rem dengan tromol yang menimbulkan panas diikuti pendinginan oleh udara. Akibat dari itu panas tersebut yang akan merubah susunan partikel menjadi lebih padat (as cited in Sukamto, 2013).

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Hasilnya, menunjukkan bahwa kualitas layanan Perpustakaan STAIN Kediri berdasarkan persepsi pemustaka telah memenuhi harapan minimal berdasarkan tiga dimensi pengukuran

Mengetahui hubungan kekerasan fisik dan kekerasan emosional terhadap kesehatan jiwa anak usia sekolah di Sekolah Dasar Negeri 09 Berok Kecamatan Padang Barat Kota Padang Tahun

Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Melalui variasi Metode Kumon Pada Mata Pelajaran Matematika Kelas IV SD Swasta GKPS Menteng II Medan Tahun Ajaran 2011/2012. Penelitian dan

f,XSPLORASI DAN IDEMIFIT'ASI PL{SMA NUTIAJI PADI DI K^BUPATEN PASAMAN.. Mes, sj{nsdb.

[r]

(2) Pemegang IUP Eksplorasi, IUP Operasi Produksi, yang telah mendapat persetujuan penggunaan wilayah di luar WIUP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 dan Pasal 53 wajib

Untuk kebutuhan puncak, air yang harus disediakan dinyatakan dalam fixture unit (unit beban) alat plambing. Dengan unit beban alat plambing inilah selanjutnya

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi larutan elektrolit serta waktu proses anodisasi terhadap kekerasan, keausan serta ketebalan lapisan