• Tidak ada hasil yang ditemukan

PADA SISTEM RESIRKULASI AHMAD MUPAHIR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PADA SISTEM RESIRKULASI AHMAD MUPAHIR"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

PRODUKSI IKAN SIDAT Anguilla marmorata STADIA ELVER DAN

Anguilla bicolor bicolor STADIA YELLOW EEL DENGAN PADAT

TEBAR 0.5, 1.0, 1.5 g/l PADA SISTEM RESIRKULASI

AHMAD MUPAHIR

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Produksi Ikan Sidat

Anguilla marmorata Stadia Elver dan Anguilla bicolor bicolor Stadia Yellow Eel

dengan Padat Tebar 0.5, 1.0, 1.5 g/l pada Sistem Resirkulasi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2014

Ahmad Mupahir

(4)

ABSTRAK

AHMAD MUPAHIR. Produksi Ikan Sidat Anguilla marmorata Stadia Elver dan

Anguilla bicolor bicolor Stadia Yellow Eel dengan Padat Tebar 0.5, 1.0, 1.5 g/l

pada Sistem Resirkulasi. Dibimbing oleh TATAG BUDIARDI dan RIDWAN AFFANDI.

Anguilla spp merupakan sumberdaya ikan yang bernilai ekonomis tinggi

yang ada di Indonesia. Ikan sidat merupakan ikan diadromus atau ikan yang memijah di laut, tumbuh di air tawar dan setelah dewasa kembali ke laut untuk memijah. Tujuan penelitian ini adalah menentukan produksi terbaik ikan sidat spesies A. marmorata stadia elver dan spesies A. bicolor bicolor stadia yellow eel dengan padat tebar 0.5, 1.0, 1.5 g/l pada sistem resirkulasi. Penelitian dilakukan dengan menggunakan bak beton berukuran 1.7 x 1.7 x 1.0 m3 dengan volume 1.500 liter pada air beresirkulasi. Ikan sidat yang digunakan adalah stadia elver berukuran 1,2 sampai 1,5 g/ekor dan stadia yellow eel berukuran 15 sampai 17 g/ekor. Pakan berupa pakan buatan berbentuk pasta diberikan secara restriction. Hasil penelitian menunjukkan kelangsungan hidup yang tinggi (stadia elver: 69.5– 91.28 % dan yellow eel: 75.68-92.50%). Pertumbuhannya cukup baik dinilai dari laju pertumbuhan spesifik (stadia elver: 0.57-0.61% dan stadia yellow eel 3.48-3.77%). Efisiensi pakan masih rendah untuk stadia elver (0.86-3.88%) dan tinggi untuk stadia yellow eel (29.11-50.40%). Pertumbuhan dan produksi benih ikan sidat terbaik berada pada padat tebar 1,0 kg/m3.

Kata kunci: ikan sidat, padat tebar, pertumbuhan, resirkulasi

ABSRACT

AHMAD MUPAHIR. Production of Elver Stage Eel Anguilla marmorata and Yellow Stage Eel Anguilla bicolor bicolor at Different Stocking Density 0.5, 1.0, 1,5 g/l in Recirculating Aquaculture System. Supervised by TATAG BUDIARDI and RIDWAN AFFANDI.

Anguilla spp is a highly economical value fish resource in Indonesia. Eel is

a diadromous fish or fish that spawn in the sea, grow and thrive in fresh water, and return to the sea to spawn. The objective of this study was to determine the most optimum stocking density for two different species of eel A. Marmorata and species of eel A. bicolor bicolor in recirculating aquaculture system. Three stocking densities were applied in this study 0.5, 1.0, and 1.5 g/l. The experiments were performed using a concrete tank of 1.7 x 1.7 x 1 m3 at volume of 1,500 liters of circulating water. The fish used was elver stage eels (1.2-1.5 g) and yellow eel stage (15-17 g). The fish were feed with paste artificial feed at a restricted feeding level. The fish survival was relatively high (elver: 69.5 to 91.28% and yellow eel: 75.68 to 92.50%). The specific growth rate was also relatively good (elver: 0.57 to 0.61% and yellow eel: 3.48 to 3.77%). Feed efficiency was low for elver size (0.86 to 3.88%) but considerably high for yellow eel stage fish (29.11 to 50.40%). The highest growth and productivity of eel culture in a recirculating aquculture system was shown at a stocking density of 1.0 kg/m3.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan

pada

Departemen Budidaya Perairan

PRODUKSI IKAN SIDAT Anguilla marmorata STADIA ELVER DAN

Anguilla bicolor bicolor STADIA YELLOW EEL DENGAN PADAT

TEBAR 0.5, 1.0, 1.5 g/l PADA SISTEM RESIRKULASI

AHMAD MUPAHIR

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Produksi Ikan Sidat Anguilla marmorata Stadia Elver dan

Anguilla bicolor bicolor Stadia Yellow Eel dengan Padat Tebar

0.5, 1.0, 1.5 g/l pada Sistem Resirkulasi Nama : Ahmad Mupahir

NIM : C14070046

Disetujui oleh

Dr Ir Tatag Budiardi. MSi Pembimbing I

Dr Ir Ridwan Affandi. DEA Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Sukenda. MSc Ketua Departemen

(8)

Nama Ahmad M upahir

NIM C14070046

Disetujui oleh

(

Dr Ir Tatag Bu iardi. MSi Dr Ir Rid Pembimbing I

-Tanggal Lulus:

'Z

1FEB 1

(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih pada penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September sampai November 2012 ini ialah budidaya ikan sidat, dengan judul Produksi Ikan Sidat

Anguilla marmorata Stadia Elver dan Anguilla bicolor bicolor Stadia Yellow Eel

dengan Padat Tebar 0.5, 1.0, 1.5 g/l pada Sistem Resirkulasi.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Tatag Budiardi. MSi dan Bapak Dr Ir Ridwan Affandi, DEA selaku dosen pembimbing, Ibu Dr Ir Dinar Tri Soelistyowati, DEA selaku dosen penguji, dan Ibu Yuni Puji Hastuti, SPi, MSi selaku Komisi Pendidikan Departemen. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada BDP angkatan 44, Dede Permana, Unang Ridwan, Helmy, Asep, Dama, Mardi, Yopi, dan laboran lainnya yang telah membantu penulis selama penelitian. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada istri (Siti Komariah, S.Si), ibu, putraku (Muhammad Salman) dan keluarga lainnya yang telah memberikan dorongan kasih sayang, semangat, tenaga, nasihat, dan do’anya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2014

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ix DAFTAR GAMBAR ix DAFTAR LAMPIRAN ix PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 2 TINJAUAN PUSTAKA 2 Sidat Anguilla spp. 2 Padat Tebar 3 Sistem Resirkulasi 3 METODE 4

Waktu dan Tempat Penelitian 4

Rancangan Penelitian 4

Bahan dan Alat 4

Prosedur Penelitian 4

Analisis Data 7

HASIL DAN PEMBAHASAN 8

Hasil 8

Pembahasan 17

SIMPULAN DAN SARAN 21

Simpulan 21

Saran 21

DAFTAR PUSTAKA 21

LAMPIRAN 24

(11)

DAFTAR TABEL

1. Rekapitulasi fisika kimia air ikan sidat stadia elver 15

2. Rekapitulasi fisika kimia air ikan sidat stadia yellow eel 16

DAFTAR GAMBAR

1. Kelangsungan hidup ikan sidat (stadia elver) yang dipelihara

dengan padat tebar berbeda selama 70 hari pemeliharaan 8 2. Kelangsungan hidup ikan sidat (stadia yellow eel) yang

dipelihara dengan padat tebar berbeda selama 70 hari pemeliharaan 8

3. Klasifikasi Penyebab kematian ikan sidat stadia elver 9

4. Klasifikasi Penyebab kematian ikan sidat stadia yellow ell 9

5. Koefisien keragaman panjang ikan sidat (stadia elver)

dengan padat tebar berbeda 9

6. Koefisien keragaman panjang ikan sidat (stadia yellow eel)

dengan Padat tebar berbeda 10

7. Pertumbuhan panjang mutlak (Pm = Pi-Po) ikan sidat

(stadia elver) dengan padat tebar berbeda 10

8. Pertumbuhan panjang mutlak (Pm = Pi-Po) ikan sidat

(stadia yellow eel ) dengan padat tebar berbeda 11 9. Koefisien keragaman bobot ikan sidat stadia elver

dengan padat tebar berbeda 11

10. Koefisien keragaman bobot ikan sidat stadia yellow eel

dengan padat tebar berbeda 11

11. Pertumbuhan bobot rata-rata ikan sidat stadia elver

dengan padat tebar berbeda selama penelitian 12

12. Pertumbuhan bobot rata-rata ikan sidat stadia yellow eel

dengan padat tebar berbeda selama penelitian 12 13. Laju pertumbuhan spesifik (LPS) (%/hari) ikan sidat stadia elver

dengan padat tebar berbeda hasil penelitian 13

14. Laju pertumbuhan spesifik (LPS) (%/hari) ikan sidat stadia

yellow eel dengan padat tebar berbeda hasil penelitian 13 15. Pertumbuhan biomassa ikan sidat stadia elver dengan

padat tebar berbeda 13

16. Pertumbuhan biomassa ikan sidat stadia yellow eel

dengan padat tebar berbeda 14

17. Efisiensi pakan ikan sidat stadia elver dengan padat tebar

berbeda selama penelitian 14

18. Efisiensi pakan ikan sidat stadia yellow eel dengan

padat tebar berbeda selama penelitian 15

DAFTAR LAMPIRAN

1. Data parameter fisika kimia air 23

(12)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Ikan sidat Anguilla marmotara dan Anguilla bicolor bicolor merupakan dua dari sembilan spesies ikan sidat yang ada di perairan Indonesia (Aoyama, 2001) dan sudah mulai dibudidayakan. Menurut Rusmaedi et al. (2010) ikan sidat memijah di laut, tumbuh berkembang di air tawar dan setelah dewasa kembali ke laut untuk memijah. Menurut Usui (1974) dan Kafuku & Ikenoue (1983), ikan sidat memijah di laut dalam pada bagian lapisan tengah dengan kedalaman sekitar 400-500 m di bawah permukaan air laut, dengan suhu air 16-17o C.

Ikan sidat merupakan salah satu ikan konsumsi yang memiliki nilai ekonomis tinggi baik untuk pasar lokal maupun luar negeri. Nilai ekonomis ikan sidat di pasaran lokal dan internasional sangat tinggi, yaitu mencapai Rp 200.000 per kg. Ikan sidat sudah banyak diekspor dalam bentuk hidup, segar, dan beku ke Asia, Amerika, dan Eropa. Pasar sidat di Asia terutama adalah Jepang, Korea Selatan, China, dan Taiwan. Jepang merupakan konsumen ikan sidat terbesar di dunia, membutuhkan 150.000 ton dari 250.000 kebutuhan dunia (Aji, 2010). Keunggulan lainnya dari ikan sidat adalah dilihat dari kualitas ikan sidat itu sendiri yaitu kandungan gizi, vitamin serta mikronutrien pada ikan sidat sangat tinggi. Daging segar, daging olahan, dan hati ikan sidat masing-masing mengandung vitamin A sebanyak 4.700 IU/100 g, 5.000 IU/100 g, dan 15.000 IU/100 g. Kandungan DHA sidat 1.337 mg/100 g mengalahkan ikan salmon yang hanya 820 mg/100 g atau tenggiri 748 mg/100 g (Subiakto, 2012).

Besarnya kebutuhan ikan sidat di dunia ini harus diimbangi dengan produktivitas ikan sidat itu sendiri. Pada kegiatan budidaya sidat, benih yang digunakan masih mengandalkan hasil tangkapan dari alam. Penurunan ketersediaan benih di beberapa negara produsen sidat ditenggarai akibat degradasi habitat sidat dan eskploitasi benih berlebihan sehingga calon induk yang nantinya akan menghasilkan benih banyak berkurang. Peningkatan produksi ikan sidat ukuran konsumsi akan memerlukan peningkatan benih ikan sidat. Sumberdaya ikan sidat terutama benih yang tersedia belum dimanfaatkan secara efisien untuk kegiatan budidaya yang memproduksi ikan sidat ukuran konsumsi (marketable

size) sehingga perlu dikembangkan teknologi pembesarannya. Upaya pengembangan teknologi pembesaran ikan sidat dapat dilakukan dengan mengoptimalkan peningkatan padat tebar dengan sistem resirkulasi. Peningkatan padat tebar akan diikuti dengan penurunan pertumbuhan (critical standing crop) dan pertumbuhan akan berhenti pada padat tebar tertentu (Hepher dan Pruginin, 1981).

Peningkatan padat tebar juga akan meningkatkan produksi pada kondisi lingkungan optimal dan pakan yang mencukupi. Peningkatan padat tebar harus sesuai dengan daya dukung (carrying capacity). Kualitas air, pakan, dan ukuran ikan dapat mempengaruhi daya dukung. Pada pemberian pakan yang tepat, oksigen yang mencukupi, serta pemeliharaan pada media suhu yang optimal akan didapatkan performa produksi yang maksimal (Huisman, 1987).

Penggunaan sistem resirkulasi (recirculation aquaculture system, RAS) pada pemeliharaan benih merupakan solusi untuk mengatasi penurunan daya dukung wadah pemeliharaan akibat peningkatan padat tebar, dan memungkinkan adanya peningkatan kelangsungan hidup benih. Penelitian ini diperlukan untuk

(13)

menentukan padat tebar benih ikan sidat yang terbaik dengan sistem resirkulasi sehingga menghasilkan produksi yang maksimal.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis produksi terbaik ikan sidat pada padat tebar 0,5; 1,0; dan 1,5 g/l stadia elver (1-2 gram/ekor) untuk spesies A.

marmorata dan stadia yellow eel (15-20 gram/ekor) untuk spesies A. bicolor bicolor pada sistem resirkulasi.

TINJAUAN PUSTAKA

Sidat Anguilla spp

Menurut Deelder (1984), klasifikasi sidat adalah sebagai berikut Filum : Vertebrata Subfilum : Craniata Superklas : Gnathostomata Divisi : Pisces Klas : Teleostei Subklas : Actinopterygii Ordo : Anguilliformes Subordo : Anguilloidei Famili : Anguillidae Genus : Anguilla Spesies : Anguilla spp.

Kottelat et al. (1993) menyebutkan bahwa famili Anguillidae yang terdapat di Indonesia terdiri atas beberapa spesies, yaitu: A. bicolor bicolor, A. spengeli, A.

australis, A. borneensis, A. celebensis, A. marmorata, A. nebulosa, A. elphinstona,

dan A. mauritiana.

Sidat mempunyai kulit lembut dan sangat berlendir. Sidat memiliki sisik berukuran kecil dank khas yang terdapat di bawah kulit. Sisik dijumpai di sepanjang sisi lateral. Arah poros terpanjang dari sisik saling tegak lurus satu sama lain membentuk gambaran mozaik seperti anyaman bilik bambu (Tesch, 1973). Dengan tidak adanya sisik besar, kemampuan sidat dalam bernafas melalui permukaan kulit sama baiknya dengan melalui insang.

Sidat mempunyai bagian yang sangat sensitif terhadap getaran terutama di bagian samping sehingga membantu pergerakan sidat. Organ penciumannya juga sangat peka sehingga membantu mengatasi kelemahan daya penglihatannya. Organ pernapasan sidat adalah insang. Sidat memiliki empat pasang insang yang terletak di dalam rongga branchial. Setiap lembar insang terdiri atas beberapa filamen insang dan setiap filamen terbentuk dari sejumlah lamela yang di dalamnya terdapat jaringan pembuluh darah.

Siklus hidup sidat berawal dari telur, kemudian menjadi larva (leptochepalus), glass eel , elver, yellow eel, dan terakhir adalah fase silver eel. Menurut Tesch (1973), telur sidat berbentuk bulat dan bersifat planktonis. Telur akan menetas dalam waktu 1-10 hari dan berubah menjadi larva sidat.

Leptocephalus akan berubah menjadi glass eel. Glass eel merupakan sebutan

untuk tahap perkembangan dari akhir metamorphosis leptocephalus sampai dimulainya pigmentasi. Glass eel akan berubah menjadi elver, yaitu periode sidat

(14)

muda berpigmen. Perubahan tersebut terjadi di perairan payau atau tawar. Bentuk sidat dari fase larva hingga menjadi glass eel diperlihatkan oleh Aida et al. (2003). Bila pigmentasi telah sempurna maka elver akan masuk ke tahap yellow eel. Perubahan terakhir menjadi silver ell dengan ciri tubuh berwarna coklat di bagian atas (punggung), dan metalik atau silver tanpa pigmen hitam (xanthochromatism) pada bagian bawah (perut). Waktu untuk membesarkan ikan sidat dari ukuran

glass eel hingga mencapai ukuran konsumsi (150-180 g) adalah 8-15 bulan.

Padat Tebar

Padat tebar ikan adalah jumlah ikan yang ditebar per satuan luas atau volume wadah pemeliharaan (Hepher dan Pruginin, 1981). Padat tebar erat sekali hubungannya dengan produksi dan pertumbuhan ikan (Hickling, 1971). Padat tebar ikan yang terlalu tinggi dapat menurunkan kualitas air, menghambat pertumbuhan ikan, menurunkan tingkat kelangsungan hidup ikan serta meningkatkan tingkat keragaman ukuran ikan. Padat tebar yang rendah pada kegiatan budidaya dapat mengakibatkan produksi rendah (Slembrouck et al., 2005).

Peningkatan produksi melalui peningkatan padat tebar dapat dilakukan dengan pengelolaan pakan dan lingkungan. Jika faktor-faktor tersebut dapat dikendalikan, maka peningkatan padat tebar tidak akan menurunkan laju pertumbuhan ikan (Hepher dan Pruginin, 1981). Semakin tinggi padat tebar ikan, oksigen terlarut akan makin berkurang (Stickney, 1979; Sarah, 2002). Wedemeyer (1996) menyatakan bahwa peningkatan padat tebar akan mengganggu proses fisiologi dan tingkah laku ikan terhadap ruang gerak yang pada akhirnya dapat menurunkan kondisi kesehatan dan fisiologis sehingga pemanfaatan makanan, pertumbuhan, dan kelangsungan hidup mengalami penurunan.

Sistem Resirkulasi

Budidaya sistem resirkulasi (recirculation aquaculture system, RAS) merupakan solusi untuk mengatasi penurunan daya dukung wadah pemeliharaan akibat peningkatan padat tebar. Menurut Hutchinson et al. (2004) sistem resirkulasi merupakan penerapan teknologi akuakultur yang terdiri atas sistem pengaliran air, penyaringan secara mekanik dan biologi, penggunaan pompa dalam pengairan air, aerasi, oksigenasi air, dan komponen pengelolaan air lain yang menghasilkan kualitas air yang optimum untuk pertumbuhan ikan di dalam wadah pemeliharaan.

Keuntungan dari sistem resirkulasi adalah tidak membutuhkan lahan yang luas, dapat dibuat di daerah-daerah pemukiman penduduk, efektif dalam pemanfaatan air dan lebih ramah lingkungan, karena kondisi air yang digunakan dapat dikontrol dengan baik. Sementara itu kelemahan dari sistem ini yaitu mahalnya biaya yang harus dikeluarkan, karena memerlukan kondisi yang teratur agar berjalan dengan baik dan membutuhkan energi lebih (Saptoprabowo, 2000). Menurut Spotte (1970), proses pengolahan limbah pada sistem resirkulasi dapat berupa filtrasi fisik atau mekanik, filtrasi biologi dan filtrasi kimia. Filtrasi fisik berupa pemisahan atau penyaringan. Filtrasi biologi berupa penguraian senyawa nitrogen organik oleh bakteri pengurai pada filter. Menurut Stickney (1979), Satu unit sistem resirkulasi biasanya terdiri dari empat komponen yaitu wadah budidaya untuk pemeliharaan ikan, filter mekanik atau wadah pengendapan

(15)

primer, filter biologi dan wadah pengendapan sekunder, bagian penting dalam sistem resirkulasi adalah biofilter karena menyediakan area permukaan untuk tumbuhnya koloni bakteri yang mendetoksifikasi hasil metabolisme ikan. Fungsi utama biofilter adalah mengubah amoniak menjadi nitrit (NO2-) yang kemudian

diubah menjadi nitrat (NO3-) yang relatif tidak berbahaya.

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama 70 hari yaitu dimulai dari bulan September hingga Nopember 2012 yang bertempat di Laboratorium Fisiologi Hewan Air, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Rancangan Penelitian

Penelitian yang dilakukan berupa pendederan ikan sidat yang meliputi: 1) Pendederan di bak ke 1, 2, dan 3 yaitu pemeliharaan ikan sidat spesies A.

marmorata stadia elver (1.00-2.00 g) dengan padat tebar 0.5, 1.0, dan 1.5 g/l.

2) Pendederan di bak 4, 5, dan 6 yaitu pemeliharaan ikan sidat spesies A. bicolor

bicolor stadia yellow eel (10.0-20.0 g) dengan padat tebar 0.5, 1.0, dan 1.5 g/l.

Keseluruhan penelitian pendederan ikan sidat dilakukan secara bersamaan (paralel) dengan sistem pemeliharan di dalam ruangan (indoor). Pemeliharaan ikan sidat dilakukan selama 10 minggu (70 hari).

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah pasir, kerikil, karang, karbon aktif, kapas sintetis, spons/busa, kain kasa busa, zeolit, bioball, KMnO4, ikan sidat (A. marmorata) ukuran 1.00-2.00 gram/ekor dan ikan sidat (A.

bicolor-bicolor) ukuran 10.0-20.0 g/ekor. Alat-alat yang digunakan pada

penelitian antara lain 6 bak beton keramik berdimensi 1.7 m x 1.7 m x 1 m, termometer, ember, pipa, pompa air celup/submersibel, paralon, kran pengatur,

blower/hiblow, selang aerasi, batu aerasi, pemberat, pemanas air. Wadah budidaya

dilengkapi dengan tempat pakan (feed tray) dan pelindung (shelter) dari potongan paralon, serta penutup bak dari bahan plastik hitam.

Prosedur Penelitian Persiapan Wadah

Penelitian pendederan di bak menggunakan sistem resirkulasi. Wadah yang digunakan berupa bak berkeramik berukuran 1.7 m x 1.7 m x 1 m sebanyak 6 unit yang diisi air sebanyak 1,500 liter atau pada ketinggian 51.9 cm. Persiapan penelitian meliputi pembuatan konstruksi sistem resirkulasi, pembersihan wadah, pengisian bak dengan air bersih, dan stabilisasi sistem. Filter yang digunakan adalah satu unit filter yang berfungsi sebagai filter fisik, kimia, dan biologi. Bahan filter yang digunakan terdiri dari pasir, kerikil, karang, karbon aktif, kapas sintetis, spons/busa, kain kasa busa, zeolit, bioball. Pada sistem resirkulasi, air dari bak pemeliharaan masuk ke dalam filter melalui pipa pengeluaran. Air yang keluar dari bak pemeliharaan langsung memasuki bak filter-1 yang berfungsi sebagai filter fisik melalui lamela separator. Air difilter melalui saringan yang dilengkapi kapas sintetis untuk menyaring kotoran-kotoran kasar dan dilanjutkan ke filter

(16)

berupa susunan karang sebanyak 50 % dari volume bak. Air yang telah bersih dari bak filter-1 dialirkan ke bak filter-2 yang berisikan pasir, dan karbon aktif. Air dialirkan ke bak filter-3 dilengkapi dengan bioball. Air dari bak filter-3 dipompa ke masing-masing bak melalui pipa inlet.

Sistem resirkulasi yang telah selesai disusun kemudian dijalankan selama tujuh hari untuk menstabilkan debit air, pemeriksaan komponen yang belum berfungsi, dan untuk menumbuhkan bakteri nitrifikasi pada filter biologi. Pelet ikan sebagai sumber nitrogen dimasukkan ke dalam filter biologi untuk menstimulasi tumbuhnya bakteri nitrifikasi.

Tebar Ikan

Benih sidat (elver) yang digunakan dalam penelitian di bak 1, 2, dan 3 memiliki bobot antara 1-2 gram/ekor yang berasal dari pendederan ikan sidat di Parung, Bogor, Jawa Barat. Penelitian di bak 4, 5, dan 6 Benih ikan sidat (yellow

eel) berbobot sekitar 10-20 gram/ekor yang berasal dari pendederan ikan sidat di

Cilacap, Jawa Tengah. Bobot dan panjang benih sidat diukur dengan mengambil 25 sampel sehingga dapat diperoleh bobot rata-rata dan panjang rata-rata benih. Benih diaklimatisasi terlebih dahulu selama tujuh hari sebelum ditebar. Penebaran dilakukan setelah tujuh hari stabilisasi sistem resirkulasi. Benih ditebar pada masing-masing bak sesuai dengan rancangan percobaan. Jumlah benih ikan sidat stadia elver yang ditebar pada bak 1, 2, dan 3 sebanyak 750, 1500, dan 2250 g/1,500 l. Jumlah benih ikan sidat stadia yellow eel yang ditebar pada bak 4, 5, dan 6 sebanyak 750, 1500, dan 2250 g/1,500 l.

Pemberian Pakan

Pakan yang digunakan pada penelitian ini berupa pakan buatan berbentuk pasta diberikan secara restriction. Pakan diberikan dua kali dalam sehari yakni pada pagi hari (pukul 11.00 WIB) dan sore hari (pukul 17.00 WIB) sebanyak 3 % dari biomassa ikan. Setiap dua minggu sekali dilakukan penambahan pakan sebesar 1% jika nafsu makan ikan meningkat. Sebelum pemberian pakan dilakukan penyifonan dan penimbangan pakan yang tersisa.

Pengelolaan Fisika Kimia Air

Pengelolaan fisika kimia air dilakukan dengan penyifonan yang dilakukan pada pagi hari. Air yang berkurang akibat penyifonan dan penguapan selama pemeliharaan diatasi dengan penambahan volume air pada sistem pemeliharaan hingga pada volume 1,500 liter. Fisika kimia air diketahui dengan pengukuran setiap empat belas hari sekali yang meliputi parameter suhu, pH, oksigen terlarut (DO), total kandungan amoniak (TAN), nitrit (NO2-), kesadahan dan alkalinitas.

Jika terjadi perubahan kualitas air yang mendekati kodisi letal maka dilakukan pergantian air hingga 30% dari volume air.

Pengumpulan Data

Parameter yang diamati selama penelitian meliputi biologi ikan (bobot, panjang, dan jumlah ikan mati), jumlah pakan, dan kualitas air. Pengamatan biologi dilakukan melalui pengambilan contoh ikan sebanyak 25 ekor per bak. Parameter tersebut digunakan untuk menghitung derajat kelangsungan hidup, laju pertumbuhan bobot harian (LPS), laju pertumbuhan bobot mutlak (LPM), pertumbuhan panjang mutlak, koefisien keragaman panjang, dan efisiensi pakan serta untuk menghitung analisis ekonomi.

(17)

Derajat Kelangsungan Hidup

Derajat kelangsungan hidup (survival rate, SR) adalah perbandingan jumlah ikan yang hidup sampai akhir pemeliharaan dengan jumlah ikan pada awal pemeliharaan. SR dihitung dengan rumus Goddard (1996), yaitu:

100 0 x N N SR t       

Keterangan: SR = Derajat kelangsungan hidup (%)

Nt = Jumlah ikan pada akhir pemeliharaan (ekor)

N0 = Jumlah ikan pada awal pemeliharaan (ekor)

Koefisien Keragaman Panjang

Variasi ukuran dalam penelitian ini berupa variasi panjang ikan dinyatakan dalam koefisien keragaman. Koefisien keragaman panjang dihitung menggunakan rumus menurut Steel dan Torrie (1981):

100         Y S KK

Keterangan: KK = Koefisien keragaman (%) S = Simpangan baku

Y = Rata-rata contoh Pertumbuhan Panjang Mutlak

Pertumbuhan panjang mutlak adalah perubahan panjang rata-rata individu pada dari awal sampai akhir pemeliharaan. Pertumbuhan panjang mutlak dihitung dengan menggunakan rumus dari Effendi (1979):

Pm = Lt-L0

Keterangan: Pm = Pertumbuhan panjang mutlak (cm)

Lt = Panjang rata-rata pada akhir pemeliharaan (cm)

L0 = Panjang rata-rata pada awal pemeliharaan (cm)

Laju Pertumbuhan Spesifik

Bobot ikan diukur dengan pengambilan contoh sebanyak 25 ekor per bak menggunakan timbangan digital dengan ketelitian 0.01 gram. Laju pertumbuhan bobot harian dihitung dengan menggunakan rumus dari Huisman (1987):

LPS = {(ln wt – ln w0)/t} x 100

Keterangan: LPS = Laju pertumbuhan bobot Spesifik (%)

wt = Bobot rata-rata pada akhir pemeliharaan (gram)

w0 = Bobot rata-rata pada awal pemeliharaan (gram)

t = Waktu pemeliharaan (hari) Efisiensi Pakan

Pada penelitian ini perhitungan efisiensi pakan menggunakan rumus dari Zonneveld et al. (1991):

100 0 x F W W W EP t d       

Keterangan : EP = Efisiensi pakan (%)

wt = Biomassa rata-rata pada akhir pemeliharaan (gram)

wd = Biomassa total ikan mati selama pemeliharaan (gram)

w0 = Biomassa rata-rata pada awal pemeliharaan (gram)

(18)

Analisis Ekonomi

Analisis ekonomi dihitung untuk mengetahui aspek ekonomi hasil penelitian. Parameter yang diamati dalam efisiensi ekonomi meliputi:

1) Keuntungan (Profit)

Keuntungan merupakan selisih antara penerimaan dan total biaya produksi. Keuntungan diperoleh apabila selisih antara penerimaan dan total biaya bernilai positif. Menurut Martin et al. (1991), keuntungan dihitung menggunakan rumus:

Keuntungan = Penerimaan – Biaya Produksi Total 2) R/C Ratio

R/C ratio (Revenue/Cost Ratio) merupakan perbandingan antara total penerimaan dengan total biaya produksi. Suatu usaha dikatakan layak dilakukan apabila R/C lebih dari 1 (R/C >1). Semakin tinggi R/C maka tingkat keuntungan yang didapat semakin tinggi. R/C dihitung dengan menggunakan rumus berikut (Rahard et al., 1998): R/C = Produksi Biaya Total Penerimaan

3) Break Event Point (BEP) Penerimaan

BEP penerimaan merupakan nilai minimum penerimaan dari penjualan hasil produksi yang harus dicapai untuk mencapai titik impas. Menurut Martin et al. (1991), penghitungan BEP penerimaan adalah sebagai berikut.

BEP(penerimaan) = Penerimaan Variabel Biaya -1 Tetap Biaya

4) Break Event Point (BEP) Unit

BEP unit merupakan nilai minimum volume produksi yang harus dicapai untuk mencapai titik impas. Menurut Martin et al. (1991), penghitungan BEP unit adalah sebagai berikut.

BEP(unit) = Produksi Jumlah Variabel Biaya -jual/ekor Harga Tetap Biaya

5) Harga Pokok Produksi (HPP)

Harga pokok produksi merupakan nilai atau biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi 1 unit produk (Rahardi et al., 1998). Penghitungan HPP dilakukan untuk mengetahui harga penjualan minimum. Harga pokok produksi merupakan perbandingan total biaya produksi dengan total produksi.

HPP = Produksi Total Produksi Biaya Total 6) Payback Periode (PP)

Payback Periode (PP) dihitung untuk mengetahui lama waktu yang

dibutuhkan untuk pengembalian investasi yang ditanamkan. Menurut Martin et al. (1991), PP dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut.

PP = 1Tahun Keuntungan Investasi Total x Analisis Data

Data parameter hasil penelitian yang telah didapat diolah dan ditabulasi, kemudian dianalisis secara deskripsi. Analisis dilakukan dengan bantuan program Ms.Excel 2007.

(19)

50.00 60.00 70.00 80.00 90.00 100.00 0 14 28 42 56 70 0.5g/l 1.0g/l 1.5g/l D er aj at K el angs ungan H idup (%) Padat tebar Elver

Waktu (hari ke- )

50.00 60.00 70.00 80.00 90.00 100.00 0 14 28 42 56 70 0.5g/l 1.0g/l 1.5g/l D er aj at K el ang sung an H idup (%) Padat tebar yellow eel

Waktu (hari ke- )

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Penelitian telah menghasilkan data berupa derajat kelangsungan hidup (KH), panjang rata-rata, bobot rata-rata (w), laju pertumbuhan bobot harian (LPH), laju pertumbuhan mutlak (LPM), dan efisiensi pakan (EP).

Derajat Kelangsungan Hidup

Berdasarkan hasil penelitian, derajat kelangsungan hidup ikan sidat pada semua perlakuan semakin menurun seiring dengan waktu pemeliharaan namun cenderung meningkat dengan meningkatnya padat tebar. Derajat kelangsungan ikan sidat stadia elver pada padat tebar 0.5, 1.0, dan 1.5 g/l sebesar 70.57%, 69.57%, dan 91.28% (Gambar 1); sedangkan ikan sidat stadia yellow eel pada padat tebar 0.5, 1.0, dan 1.5 g/l sebesar 75.68%, 88.46%, dan 92.50% (Gambar 2).

Gambar 1 Kelangsungan hidup ikan sidat stadia elver yang dipelihara dengan padat tebar berbeda selama 70 hari pemeliharaan

Gambar 2 Kelangsungan hidup ikan sidat (stadia yellow eel ) yang dipelihara dengan padat tebar berbeda selama 70 hari pemeliharaan

Tingkat kematian (mortality rate) sangat mempengaruhi produksi budidaya. Penyebab kematian pada penelitian ini untuk stadia elver hampir merata, yaitu didominasi oleh tidak ada luka, kurus, dan berjamur pada tubuh ikan (Gambar 3).

(20)

0.000 0.050 0.100 0.150 0.200 0 14 28 42 56 70 Koe fisien Ke ra g aman P anjang

Waktu (hari ke- )

0.5 g/l 1.0 g/l 1.5 g/l Padat tebar elver

Gambar 3 Persentase penyebab kematian ikan sidat stadia elver

Penyebab kematian pada ikan sidat stadia yellow eel didominasi oleh jamur pada bagian tubuh ikan pada wadah dengan padat tebar 0.5 dan 1.0 g/l (50% dan 23%), dan mengalami bercak merah pada tubuh ikan pada wadah dengan padat tebar ikan 1.5 g/l (34%) (Gambar 4).

Gambar 4 Persentase penyebab kematian ikan sidat stadia yellow eel Koefisien Keragaman Panjang

Keragaman panjang ikan sidat stadia elver selama pemeliharaan mengalami peningkatan (Gambar 5). Secara keseluruhan nilai koefisien keragaman panjang terus meningkat selama penelitian. Peningkatan cepat terjadi pada rentan waktu hari ke-14 hingga hari ke-42 pada padat tebar 1.5 g/l lalu terjadi penurunan hingga hari ke-70. Hasil akhir pemeliharaan koefisien keragaman panjang ikan sidat stadia elver yang tertinggi pada padat tebar1.0 g/l

Gambar 5 Koefisien keragaman panjang ikan sidat (stadia elver) dengan padat tebar berbeda

(21)

0.00 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50 0.60 0.5g/l 1.0g/l 1.5g/l Per tum buhan Panj ang Mut lak (cm ) Padat Tebar 0.000 0.050 0.100 0.150 0.200 0.250 0.300 0 14 28 42 56 70 Koe fisien Ke ra g aman P anjang

Waktu (hari ke- )

0.5 g/l 1.0 g/l 1.5 g/l Padat tebar yellow eel

Keragaman panjang ikan sidat stadia yellow eel selama pemeliharaan disemua kepadatan mengalami peningkatan (Gambar 6). Peningkatan grafik cenderung terhenti pada hari ke-42 pada semua kepadatan. Hasil akhir pemeliharaan koefisien keragaman panjang ikan sidat stadia yellow eel yang tertinggi pada padat tebar 0.5 g/l.

Gambar 6 Koefisien keragaman panjang ikan sidat stadia yellow eel dengan padat tebar berbeda

Pertumbuhan Panjang Mutlak

Pertumbuhan panjang mutlak (Pm) ikan sidat stadia elver (Gambar 7) menujukan bahwa pada padat tebar 1.0 g/l memiliki nilai yang lebih kecil dari perlakuan padat tebar lainnya yaitu 0.31 cm. Nilai Pertumbuhan panjang mutlak tertinggi pada padat tebar 1.5g/l yaitu sebesar 0.55 cm

Gambar 7 Pertumbuhan panjang mutlak (Pm = Pi-Po) ikan sidat stadia elver dengan padat tebar berbeda

Pertumbuhan panjang mutlak ikan sidat stadia yellow eel (Gambar 8) memiliki nilai Pm yang berbeda pada setiap kepadatan. Nilai pertumbuhan panjang mutlak terkecil terjadi pada kepadatan 0.5 g/l yaitu 7.92 cm dan yang terbesar terjadi pada padat tebar 1.5 g/l yaitu sebesar 12.99 cm.

(22)

0.000 0.100 0.200 0.300 0.400 0 14 28 42 56 70 K oef isi en K er ag am an B obot ( g ram )

Waktu (hari ke- )

0.5 g/l 1.0 g/l 1.5 g/l Padat tebar elver 0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 14.00 0.5g/l 1.0g/l 1.5g/l P ertumbuha n pa njang mut lak ( cm) Padat tebar 0.000 0.200 0.400 0.600 0.800 0 14 28 42 56 70 K oef isi en K er agam an B obot ( gr am )

Waktu (hari ke- )

0.5 g/l 1.0 g/l 1.5 g/l Padat tebar yellow eel

Gambar 8 Pertumbuhan panjang mutlak (Pm = Pi-Po) ikan sidat stadia yellow eel dengan padat tebar berbeda

Koefisien Keragaman Bobot

Keragaman bobot ikan sidat stadia elver selama pemeliharaan mengalami peningkatan (Gambar 9). Keseluruhan nilai koefisien keragaman panjang tertinggi pada hari ke-42 masa pemeliharaan. Hasil akhir koefisien keragaman bobot tertinggi terjadi pada padat tebar 1.5 g/l dan terendah pada padat tebar 0.5 g/l.

Gambar 9 Koefisien keragaman bobot ikan sidat stadia elver dengan padat tebar berbeda

Keragaman bobot ikan sidat stadia yellow eel mengalami fluktuasi selama pemeliharaan (Gambar 10). Padat tebar 0.5 dan 1.0 g/l mengalami peningkatan pada hari ke-0 hingga hari ke-28 atau selama 4 minggu dan kembali meningkat pada hari ke-56 hingga hari ke-70 . Hal ini berbeda dengan padat tebar 1.5 g/l, yang berlawanan kurva dengan padat tebar lainnya.

Gambar 10 Koefisien keragaman bobot ikan sidat stadia yellow eel dengan padat tebar berbeda

(23)

0 14 28 42 56 70 0.5g/l 16.32 22.23 27.18 25.88 28.88 33.90 1.0g/l 17.24 21.14 26.38 26.70 31.23 45.38 1.5g/l 17.51 23.58 27.30 32.75 32.50 38.92 16.00 21.00 26.00 31.00 36.00 41.00 46.00 B obot R at a-rat a ye ll ow ee l (g ram )

Waktu (hari ke- )

0.5g/l 1.0g/l 1.5g/l

Pertumbuhan Bobot Rata-rata

Pertumbuhan bobot rata-rata ikan sidat stadia elver selama pemeliharaan mengalami pertumbuhan terutama pada padat tebar 1.0 g/l. Laju pertumbuhan bobot rata-rata pada akhir penelitian yang dihasilkan dengan perlakuan padat tebar 0.5, 1.0, 1.5 g/l berturut-turut sebesar 0.12 g, 0.19 g, dan 0.13 g (Gambar 11). Hasil menunjukan peningkatan pertumbuhan bobot rata rata terjadi mulai hari ke- 28 hingga hari ke-70, pada hari ke-0 hingga hari ke-28 tidak terjadi peningkatan yang signifikan.

Gambar 11 Pertumbuhan bobot rata-rata ikan sidat stadia elver dengan padat tebar berbeda selama penelitian

Pertumbuhan bobot rata-rata ikan sidat stadia yellow eel selama pemeliharaan mengalami peningkatan. Laju pertumbuhan bobot rata-rata pada akhir penelitian yang dihasilkan dengan perlakuan padat tebar 0.5, 1.0, 1.5 g/l berturut-turut sebesar 17.58 g, 28.14 g, dan 21.41 g (Gambar 10).

Gambar 12 Pertumbuhan bobot rata-rata ikan sidat stadia yellow eel dengan padat tebar berbeda selama penelitian

0 14 28 42 56 70 0.5g/l 1.66 1.68 1.68 1.74 1.75 1.78 1.0g/l 1.67 1.69 1.70 1.73 1.78 1.86 1.5g/l 1.67 1.69 1.69 1.74 1.79 1.80 1.60 1.65 1.70 1.75 1.80 1.85 1.90 B obot R at a-rat a el v er (g ram )

Waktu (hari ke- )

(24)

0.57 0.61 0.58 0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 0.5 g/l 1.0 g/l 1.5 g/l Laj u Per tum buhan Spesi fi k (% per har i) Padat Tebar 3.48 3.77 3.62 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 0.5 g/l 1.0 g/l 1.5 g/l Laj u Per tum buhan Spesi fi k (% per har i) Padat Tebar 500.00 1000.00 1500.00 2000.00 2500.00 0 14 28 42 56 70 B iom as sa el ver (gr am )

Waktu (hari ke- )

0.5g/l 1.0g/l 1.5g/l

Laju Pertumbuhan Spesifik

Laju pertumbuhan spesifik stadia elver yang tertinggi dihasilkan pada perlakuan padat tebar 1.0 g/l yaitu sebesar 0.61 %, sedangkan yang terkecil terjadi pada padat tebar 0.5 g/l yaitu sebesar 0.57 % (Gambar 13).

Gambar 13 Laju pertumbuhan spesifik (LPS) (%/hari) ikan sidat stadia elver dengan padat tebar berbeda

Laju pertumbuhan spesifik stadia yellow eel adalah 3.48%, 3.77% dan 3.62% (Gambar 14). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ikan sidat stadia yellow

eel pada perlakuan padat tebar 1.0 g/l memiliki laju pertumbuhan spesifik yang

paling tinggi dari padat tebar lainnya.

Gambar 14 Laju pertumbuhan spesifik (LPS) (%/hari) ikan sidat stadia yellow eel dengan padat tebar berbeda

Pertumbuhan Biomassa

Selama pemeliharaan, ikan sidat stadia elver mengalami penurunan (Gambar 15). Biomassa pada akhir penelitian dengan padat tebar 0.5 g/l, 1.0 g/l, dan 1.5 g/l berturut-turut adalah 622.72, 1280.09, dan 2230.88 g/bak. Penurunan biomassa ikan pada setiap perlakuan dipengaruhi tingkat kematian. Penurunan terbesar terjadi pada padat tebar1.0 g/l yaitu sebesar 219.91 g.

Gambar 15 Pertumbuhan biomassa ikan sidat stadia elver dengan padat tebar berbeda

(25)

0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 14 28 42 56 70 Ef isi ensi paka n (% )

Waktu (hari ke-)

0.5g/l 1.0g/l 1.5g/l Padat tebar elver 500.00 1,500.00 2,500.00 3,500.00 4,500.00 5,500.00 0 14 28 42 56 70 B iom assa ye ll ow ee l (g ra m)

Waktu (hari ke- )

0.5g/l 1.0g/l 1.5g/l

Biomassa ikan sidat pada stadia yellow eel mengalami pertumbuhan (Gambar 16). Biomassa ikan sidat stadia yellow eel pada akhir penelitian dengan padat tebar 0,5 g/l; 1,0 g/l dan 1,5 g/l berturut-turut adalah 1,254.29; 3,539.7; dan 4;669.97 g/bak.

Gambar 16 Pertumbuhan biomassa ikan sidat stadia yellow eel dengan padat tebar berbeda

Efisiensi Pakan

Efisiensi pakan dihitung berdasarkan jumlah pakan yang nyata dimakan oleh ikan sidat. Efisiensi pakan yang dihasilkan untuk stadia elver pada perlakuan padat tebar 0.5, 1.0, 1.5 g/l berturut-turut sebesar 0.86%, 2.23%, dan 3.88% (Gambar 17). Peningkatan efisiensi pakan terjadi pada padat tebar 1.5 g/l dimulai pada hari ke-28 hingga hari ke-56 lalu menurun pada hingga hari ke-70. Efisiensi pakan pada padat tebar 0.5 cenderung menurun hingga akhir pemeliharaan sedangkan pada padat tebar 1.0 g/l cenderung fluktuasi pada setiap samplingnya.

Gambar 17 Efisiensi pakan ikan sidat stadia elver dengan padat tebar berbeda selama penelitian

Efisiensi pakan yang dihasilkan ikan sidat stadia yellow eel dengan perlakuan padat tebar 0.5, 1.0, 1.5 g/l sebesar 29.11%, 50.40% dan 35.62% (Gambar 18).

(26)

Gambar 18 Efisiensi pakan ikan sidat stadia yellow eel dengan padat tebar berbeda selama penelitian

Rekapitulasi Parameter Fisika Kimia Air

Parameter fisika kimia air sangat mempengaruhi laju metabolism ikan sidat. Penelitian ini menggunakan sistem resirkulasi, sehingga fisika kimia air dalam sistem terjaga dengan baik. Parameter yang diambil yaitu DO, suhu, pH, TAN, nitrit, alkalinitas, dan kesadahan. Berikut ini rekapitulasi parameter fisika kimia air dengan nilai yang diambil adalah kisaran nilai dari awal hingga akhir masa pemeliharaan ikan sidat.

Tabel 1 Rekapitulasi Fisika Kimia air ikan sidat stadia elver

Parameter Padat Tebar Kisaran Optimal

0.5g/l 1.0g/l 1.5g/l

DO (mg/l) 5.8-7.7 5.5-7.5 6.1-7.6 > 3 (Bieniarz et al, 1978) Suhu (oC) 27.2-27.5 27.1-27.9 26.6-27.8 29-31 (Hasbulloh 1996) pH 6.69-7.98 6.87-7.94 6.92-7.93 6 – 8 (Ritonga,2014) TAN (mg/l) 0.058-0.188 0.050-0.271 0.088-0.221 <1-2 (Degani et al,1985)

Nitrit (mg/l) 0.88-0.99 <0.5 (Knosche,1994)

Alkalinitas

(mg/l) 68-180 56-124 68-144 >20 (Wedemeyer,1996)

Kesadahan

(mg/l) 85.21-147.99 76.24-139.02 94.17-156.96

Hasil yang diperoleh dari Tabel 1 menunjukan nilai DO berada diatas kisaran optimal pada pemeliharaan ikan sidat stadia elver. Namun nilai suhu berada dibawah kisaran optimum yang disarankan yaitu antara 26.6 hingga 27.90C. Nilai pH yang didapat berada dalam kisaran optimum pada semua padat tebar yaitu 6.69 hingga 7.98. Nilai TAN berada pada kisaran optimum, yaitu dibawah 1 mg/l dengan nilai antara 0.050 hingga 0.271 mg/l. Nilai nitrit diambil hanya pada awal dan akhir penelitian pada inlet sistem resirkulasi, dan nilai yang diperoleh berada diatas kisaran optimal. Nilai alkalinitas yang diperoleh berada pada kisaran optimal, yaitu pada kisaran 56 hingga 180 mg/l. Nilai kesadahan berada pada tingkatan cukup lunak (50 – 100 mg/l dan agak keras (100 – 200 mg/l) dengan nilai Nilai kesadahan 76.24 hingga 156.96 mg/l.

0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 14 28 42 56 70 E fisi en si p ak an (% )

Waktu (hari ke-)

0.5g/l 1.0g/l 1.5g/l

Padat tebar

(27)

Tabel 2 Rekapitulasi fisika kimia air ikan sidat stadia yellow eel

Parameter Padat Tebar yellow eel Kisaran Optimal

0.5g/l 1.0g/l 1.5g/l

DO (mg/l) 4.9-7.1 5.4-7.3 4.9-7.0 > 3 (Bieniarz et al, 1978) Suhu (oC) 26.7-28.1 26.6-27.9 26.5-27.9 29-31 (Hasbulloh 1996) pH 6.04-8.00 6.98-7.97 6.42-7.88 6 -8 (Ritonga,2014) TAN (mg/l) 0.054-0.354 0.075-0.300 0.083-0.303 <1-2 (Degani et al,1985)

Nitrit (mg/l) 0.88-0.99 <0.5 (Knosche 1994) Alkalinitas (mg/l) 68-180 56-124 68-144 >20 (Wedemeyer,1996) Kesadahan (mg/l) 80.7-139.02 94.17-156.96 76.24-134.53

Hasil yang diperoleh dari Tabel 2 menunjukan nilai DO berada di atas kisaran optimal pada pemeliharaan ikan sidat stadia yellow eel. Namun nilai suhu berada dibawah kisaran optimum yang disarankan yaitu antara 26.5 hingga 28.10C. Nilai pH yang didapat berada dibawah kisaran optimum pada padat tebar 0.5 g/l dan 1.5 g/l yaitu 6.04 dan 6.42. Nilai TAN berada pada kisaran optimum, yaitu dibawah 1 mg/l dengan nilai antara 0.054 hingga 0.354 mg/l. Nilai nitrit diambil hanya pada awal dan akhir penelitian pada inlet sistem resirkulasi, dan nilai yang diperoleh berada diatas kisaran optimal. Nilai alkalinitas yang diperoleh berada pada kisaran optimal, yaitu pada kisaran 56 hingga 180 mg/l. Nilai kesadahan berada pada tingkatan cukup lunak (50-100 mg/l) dan agak keras (100-200 mg/l) dengan nilai kesadahan 76.24 - 156.96 mg/l.

Analisis Ekonomi

Analisis ekonomi diambil nilai keuntungan tertinggi pada padat tebar terbaik dari ketiga yaitu pada padat tebar 1.0 g/l pada bak bervolume 1,500 liter, 1) Keuntungan (Profit)

Keuntungan = Penerimaan – Biaya Produksi Total

= Rp 42000000.00 – Rp 26942848.21 = Rp 15057151.79 / tahun 2) R/C Ratio R/C Ratio = Produksi Biaya Total Penerimaan = 2.1230 100 783 19 000 000 42 

3) Break Event Point (BEP) Penerimaan BEP(penerimaan) = Penerimaan Variabel Biaya -1 Tetap Biaya =  000 000 42 000 592 28 -1 300 305 3 Rp10 353 714.20

4) Break Event Point (BEP) Unit BEP(unit)= Produksi Jumlah Variabel Biaya -Jual/Kg Harga Tetap Biaya = 112 000 592 28 -000/Kg 375 300 305 3 = 27.6 kg/tahun

5) Harga Pokok Produksi (HPP) HPP = produksi Total produksi biaya Total = 112 100 783 19 = Rp 176 634.82/kg

(28)

6) Payback Periode (PP) PP = x tahun Keuntungan investasi Total 1 = x 1tahun 151.79 057 15 000.00 939 27 = 1.86 tahun Pembahasan

Derajat kelangsungan hidup (survival rate, SR) ikan sidat stadia elver selama pemeliharaan mengalami penurunan hingga minggu terakhir. Pada stadia elver, padat tebar tertinggi menghasilkan SR yang cenderung paling tinggi diantara padat tebar lainnya yaitu 91.28%. Hal ini sesuai dengan pernyataan Facey dan Avyle (1987) ikan sidat di alam hidup bergerombol dan cenderung berada di dasar perairan, sehingga pada kepadatan yang rendah mengakibatkan stress pada ikan. Stress yang dialami ikan menyebabkan daya tahan tubuh ikan menurun bahkan terjadi kematian (Effendi et al, 2006). Penurunan drastis terjadi pada hari ke-28 hingga hari ke-56. Penyebab selain padat tebar yang rendah, yaitu pengaruh lingkungan budidaya terutama penyakit dan suhu. Menurut Hepher dan Pruginin (1981) suhu rendah dan timbulnya penyakit akan mengurangi jumlah ikan secara drastis, terutama ikan yang berukuran kecil.

SR ikan sidat stadia yellow eel yang menurun drastis pada hari ke-28 hingga hari ke-56, khususnya pada padat tebar yang rendah (0.5 g/l). SR tertinggi pada padat tebar 1.5 g/l yaitu 92,50%. Hal ini sesuai dengan kebiasaan ikan sidat di alam yaitu hidup bergerombol, semakin tinggi padat tebar maka semakin tinggi SR-nya.

Kematian ikan disebabkan oleh adanya jamur, bercak merah pada leher/ekor, luka pada perut/ekor, adanya ikan yang kurus, bahkan adanya ikan yang mati tanpa luka atau jamur. Secara keseluruhan penyebab kematian ikan sidat stadia elver didominasi oleh adanya jamur dan tidak adanya luka pada tubuh ikan, sedangkan kematian ikan stadia yellow eel didominasi oleh jamur dan bercak merah pada leher per ekor. Ikan mati yang ditandai dengan adanya bercak merah pada leher dapat disebabkan adanya interaksi ikan seperti kompetisi untuk makanan, ruang, dan pasangan seksual (Udomkusonsri, 2004). Jamur yang terdapat pada tubuh ikan diduga disebabkan oleh infeksi sekunder oleh jamur pada luka yang telah terbentuk sebelumnya, terutama pada saat ikan lemah, baik karena kurang makan atau kualitas air yang turun.

Ikan mati dengan tidak adanya luka pada tubuh ikan disebabkan oleh perubahan lingkungan fisika seperti pH, suhu, dan salinitas air, selain itu dapat disebabkan polusi air (seperti, bahan kimia organik dan logam berat) dan praktik akuakultur (misalnya, penanganan, transportasi dan kepadatan) yang dapat menyebabkan stres pada ikan (Udomkusonsri, 2004). Pada penelitian ini, pengaruh lingkungan, terutama suhu rendah dan nitrit yang tinggi dapat menyebabkan stres pada ikan. Pada keterpaparan yang lama, kondisi tersebut akan dapat menurunkan nafsu makan ikan sehingga menyebabkan ikan menjadi lemah karena kekurangan energi. Selanjutnya, hal tersebut dapat menurunkan sistem ketahanan tubuh ikan, baik untuk menghadapi fluktuasi lingkungan maupun serangan penyakit.

Keragaman ukuran ikan dalam suatu populasi akan mempengaruhi kompetisi terhadap makanan dalam wadah pemeliharaan (Maruto, 2008). Nilai koefisien keragaman panjang menunjukkan seberapa besar variasi ukuran panjang

(29)

ikan dalam pemeliharaan. Hasil penelitian menunjukkan koefisien keragaman panjang semakin meningkat selama masa pemeliharaan, namun mengalami penurunan diminggu terakhir masa pemeliharaan. Nilai koefisien keragaman semakin rendah dengan meningkatnya padat tebar. Nilai koefisien keragaman panjang pada akhir penelitian ikan sidat stadia elver adalah 0.062-0.279%. Koefisiensi keragaman ikan sidat stadia elver beragam disebabkan nafsu makan ikan yang berbeda sesuai kondisi ikan dalam bak pemeliharaan. Nilai koefisien keragaman panjang pada akhir penelitian ikan sidat stadia yellow eel adalah 0.062-0.162%. Nilai keragaman panjang ikan sidat tidak mempengaruhi nilai jual ikan saat siap panen, karena nilai jual ikan sidat dilihat dari massa ikan sidat dalam kilogram.

Pertumbuhan panjang mutlak (Pm) dipengaruhi oleh pertumbuhan panjang awal dan akhir masa pemeliharaan. Nilai Pm digunakan untuk mengetahui seberapa besar pertumbuhan panjang ikan selama pemeliharaan. Nilai Pm elver memperlihatkan bahwa perbedaan padat tebar tidak berpengaruh. Nilai Pm yellow

eel yang menunjukkan semakin besar nilai Pm dengan bertambahnya tingkat

kepadatan. Perubahan pertumbuhan yang terjadi dipengaruhi oleh kualitas air yang terkontrol. Kualitas air yang baik dalam media pemeliharaan merupakan faktor yang sangat mendukung pertumbuhan ikan sidat

Pertumbuhan merupakan suatu proses perubahan bobot, ukuran dan volume tubuh ikan dalam periode waktu tertentu (Brett, 1979). Hasil penelitian menunjukkan selama masa pemeliharaan, ikan sidat stadia elver mengalami peningkatan pertumbuhan. Peningkatan pertumbuhan terjadi setelah sampling ke dua, hal ini dikarenakan adaptasi ikan sidat stadia elver terhadap pakan ikan. Pertumbuhan bobot rata-rata dari padat tebar berbeda pada perlakuan padat tebar 1.0 g/l mengalami pertumbuhan yang paling tinggi diakhir pemeliharaan. Hasil Penelitian menunjukan peningkatan pertumbuhan terjadi pada ikan sidat stadia

yellow eel. Laju pertumbuhan bobot rata-rata pada akhir penelitian yang

dihasilkan dengan perlakuan padat tebar 0.5, 1.0, 1.5 g/l berturut-turut sebesar 17.58 g, 28.14 g, dan 21.41 g. Peningkatan laju pertumbuhan pada stadia yellow

ell berada pada pertumbuhan somatik yang cepat (Tesch, 1973). Hal ini sesuai

dengan hasil penelitian, pertumbuhan rata-rata ikan sidat stadia yellow eel meningkat dua kali lipat lebih dari bobot awal tebar. Hasil penelitian diperoleh bobot rata-rata tertinggi pada padat tebar 1.0 g/l.

Persentase laju pertumbuhan spesifik (LPS) ikan sidat elver dengan kepadatan 1.0 g/l lebih tinggi dari kepadatan lainnya dan kepadatan 0.5 g/l memiliki nilai LPS yang terkecil. LPS dipengaruhi oleh kondisi ikan dan lingkungannya. Kebiasaan makan ikan yang bergerombol tidak terjadi pada kepadatan rendah hingga menurunkan nafsu makan ikan. Pada kepadatan yang tinggi, kompetisi ikan dalam mendapatkan makanan pun tinggi hingga hanya sebagian ikan yang mendapatkan makanannya. Berdasarkan hasil penelitian pertumbuhan yang terbaik terdapat pada ikan sidat stadia yellow eel dengan padat tebar 1.0 g/l. Penurunan pertumbuhan ini dapat disebabkan jumlah pakan yang kurang. Hepher dan Pruginin (1981) menyebutkan peningkatan padat tebar ikan tanpa disertai dengan peningkatan jumlah pakan yang diberikan dan kualitas air yang terkontrol akan menyebabkan penurunan pertumbuhan ikan (critical

standing crop). Effendi (1979) juga menyebutkan faktor yang mempengaruhi

(30)

jumlah ikan yang menggunakan sumber makanan yang tersedia, suhu, oksigen terlarut dan faktor kualitas air lainnya, serta umur dan ukuran ikan dan tingkat kematangan gonad.

Biomasa hasil penelitian menunjukan pergerakan yang menurun untuk stadia elver disebabkan pertumbuhan yang rendah dan banyaknya ikan yang mati. Laju pertumbuhan dan kematian akhir penelitian yang dihasilkan dengan perlakuan padat tebar 0.5, 1.0, 1.5 g/l berturut-turut sebesar 0.12 g, 0.19 g dan 0.13 g dan 103 ekor, 210 ekor, dan 108 ekor. Biomassa hasil akhir penelitian ikan sidat stadia yellow eel mengalami peningkatan seiring bertambahnya bobot ikan, yaitu padat tebar 0.5, 1.0, dan 1.5 g/l berturut-turut adalah 1.254.29, 3.539.7, dan 4.669.97 g/1500 l. Laju pertumbuhan biomassa nya 504.29 g, 2.039.7 g, dan 2.419.97 g. Biomasa ikan sidat terbaik pada kepadatan 1.0 g/l untuk stadia yellow

eel.

Pakan yang gunakan adalah pakan buatan berbentuk pasta secara restriction. Selama masa pemeliharan, efisiensi pakan pada ikan sidat stadia elver mengalami fluktuasi. Pada padat tebar 1.5 g/l, efisiensi pakan mengalami kenaikan pada hari ke-42 dan ke-56, lalu mengalami penurunan pada hari ke-70. Pada padat tebar 1.0 g/l mengalami kenaikan dihari ke-28 dan ke-56, namun nilai efisiensinya lebih rendah dari padat tebar 1.5 g/l. Kepadatan 0.5 g/l memiliki nilai efisiensi pakan yang terus mengalami penurunan. Berdasarkan hasil penelitian, nilai efisiensi pakan ikan sidat stadia elver mengalami peningkatan dengan meningkatnya padat tebar. Pemberian pakan sebaiknya disesuaikan dengan kebiasaan ikan sebelum pemeliharaan, sehingga ikan sidat tidak memerlukan waktu untuk adaptasi pakan. Ikan sidat stadia yellow eel yang memiliki nilai efisiensi pakan yang semakin menurun seiring bertambahnya masa pemeliharaan. Nilai efisiensi pakan tidak berpengaruh besar terhadap efisiensi ekonomi, karena nilai jual ikan sidat lebih dari sepuluh kali lipat dari nilai ekonomi pakan. Nilai efisiensi pakan dapat mempengaruhi pertumbuhan ikan, baik pertumbuhan bobot maupun pertumbuhan panjang ikan.

Oksigen terlarut salah satu parameter kualitas air yang dibutuhkan ikan untuk bertahan hidup. Kadar DO berkisar 5.4-7.7 mg/l untuk stadia elver dan

yellow eel berkisar 4.9-7.3 mg/l . Nilai ini masih termasuk dalam kondisi

optimum, karena menurut Bieniarz et al. (1978) DO yang baik adalah ≥ 3 mg/l . Menjaga konsentrasi DO dalam wadah pemeliharaan dengan sistem resirkulasi merupakan aspek penting karena bukan hanya ikan yang berperan sebagai pengkonsumsi oksigen namun bakteri nitrifikasi yang hidup di dalam sistem juga membutuhkan oksigen. Losordo et al. (1998) mengatakan bahwa kemampuan sistem resirkulasi untuk meningkatkan DO di dalam wadah pemeliharaan akan menjadi batasan untuk daya dukung wadah pemeliharaan ikan. Jika konsentrasi oksigen menurun hingga mencapai 1-2 mg/l maka ikan sidat akan sering muncul ke permukaan air bahkan bisa mati (Forrest, 1976).

Suhu merupakan faktor yang sangat penting bagi organisme perairan karena berpengaruh pada pertumbuhan dan laju metabolism (Brown, 1957). Suhu dalam wadah resirkulasi perlu dijaga dalam kondisi yang optimum bagi spesies yang dipelihara. Suhu yang optimum akan memberikan pertumbuhan ikan yang cepat. Kisaran suhu pada penelitian ini adalah 26.5 hingga 27.9o C yang berada dibawah kisaran optimal. Menurut Hasbdulloh (1996) menyatakan meningkatnya suhu dari 230C hingga 290C meningkat laju pertumbuhan ikan sidat, pada media

(31)

pemeliharaan bersuhu tinggi terutama pada suhu 29 0C dan 32 0C nafsu makan ikan lebih tinggi dibandingkan dengan media bersuhu rendah. Rendahnya suhu pada media pemeliharaan mengakibatkan banyaknya ikan yang mati karena kurangnya nafsu makan dan berakibat pada mudahnya patogen dan jamur menyerang ikan sidat.

Nilai pH suatu perairan mencirikan keseimbangan antara Asam dan basa dalam air (Saeni, 1989). Kisaran pH yang dihasilkan pada penelitian ini adalah 6.69-7.94 untuk elver dan 6.04-8.00 untuk stadia yellow eel. Kisaran pH ini masih cukup baik. Menurut Ritonga (2014) pH 6 - 8 merupakan pH yang baik untuk pemeliharaan ikan sidat.

Nilai pH dan suhu berpengaruh pada konsentrasi amoniak. Semakin tinggi pH maka kadar ammonia pun semakin tinggi. Menurut Boyd (1979) amoniak tak terionisasi (NH3) merupakan racun bagi ikan, namun ion amonium (NH4+) tidak

beracun. Kadar TAN yang dihasilkan untuk stadia elver berkisar 0.054-0.35 mg/l dan yellow eel berkisar 0.05-0.188 mg/l . Nilai tersebut sudah sesuai persyaratan Degani et al (1985) bahwa kadar amoniak terukur yang dapat menyebabkan kematian adalah 1-2 mg/l. Piper et al. (1992) mengatakan amoniak pada konsentrasi rendah dapat memberikan efek negatif pada jaringan tubuh ikan dan faktor fisiologis seperti laju pertumbuhan, konsumsi oksigen, dan ketahanan akan penyakit. Amoniak pada sistem resirkulasi akan diubah menjadi buangan nitrogen yang tidak berbahaya menjadi nitrit. Kadar nitrit pada akhir penelitian dihasilkan sebesar 0.8814 mg/l . Nilai tersebut sudah berada di luar toleransi, sesuai dengan pernyataan Knosche (1994) Toleransi nitrit sampai 0.5 mg/l . Namun, dari hasil penelitian ikan sidat masih dapat hidup pada kadar nitrit di atas 0.5 mg/l .

Kerja bakteri nitrifikasi yanng terdapat dalam filter biologis dapat terhambat jika terjadi penurunan pH yang diakibatkan kekurangan alkalinitas dalam sistem. Bikarbonat (HCO3-), dan karbonat (CO32-) merupakan sumber alkalinitas di

perairan. Alkalinitas pada budidaya ikan diatur dengan penambahan sodium bikarbonat (NaHCO3-), dan aerasi. Nilai alkalinitas selama pemeliharan berkisar

56-180 mg/l untuk sidat elver dan 64-148 mg/l untuk sidat stadia yellow eel. Nilai ini masih berada dalam kisaran normal antara >20 mg/l (Wedemeyer,1996).

Konsentrasi alkalinitas berkaitan dengan kesadahan. Kesadahan (hardness) merupakan gambaran kation bivalen yang bereaksi dengan anion di dalam perairan. Pada perairan tawar didominasi oleh kation bivalen kalsium dan magnesium, sehingga kesadahan pada dasarnya ditentukan oleh jumlah magnesium dan kalsium yang dapat berikatan dengan anion didalam penyusunan alkalinitas, yaitu bikarbonat

dan karbonat (Boyd 1979). Kesadahan air di akhir pemeliharaan berkisar

76.24-147.99 mg/l untuk sidat elver yang berarti air dalam wadah memiliki kesadahan moderat (moderately hard) dan 76.24-156.96 mg/l untuk sidat stadia yellow eel yang berarti memiliki air dengan kesadahan moderat (moderately hard) hingga sadah (hard) (Sawyer dan McCarty dalam Boyd, 1979). Nilai kesadahan ini menunjukkan bahwa ikan sidat stadia elver atau yellow eel dapat bertahan dalam tingkat kesadahan moderat, dan masih dapat bertahan hidup pada air yang sadah.

Analisis hasil akhir penelitian berdasarkan perhitungan efisiensi ekonomis yang didapatkan dalam pembudidayaan ikan sidat stadia yellow eel dengan asumsi padat tebar terbaik yaitu pada padat tebar 1.0 g/l pada bak bervolume 1,500 liter, dengan menggunakan 9 bak dan 4 siklus per tahun memiliki keuntungan sebesar Rp 15,057,151.79 per tahun dengan R/C ratio sebesar 2.1230/tahun. Break Event

(32)

Point (BEP) penerimaan sebesar Rp 10,353,714.20/tahun dengan BEP unit sebesar Rp 27.6 /kg. Harga Pokok Produksi (HPP) sebesar Rp 176,634.82 dan

Payback Periode (PP) sebasar Rp 1.86 per tahun. Dari data tersebut dapat

dihitung, bahwa budidaya ikan sidat stadia elver dan yellow eel memiliki keuntungan yang cukup besar, yaitu 1,254,762.65/bulan.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Kelangsungan hidup benih ikan sidat tertinggi budidaya diperoleh pada padat tebar 1.5 g/l. Pertumbuhan dan Produksi benih ikan sidat (stadia elver dan

yellow eel) terbaik berada pada padat tebar 1.0 g/l.

Saran

Penelitian mengenai ikan sidat ini masih terdapat kekurangan dalam ketepatan pakan untuk ikan sidat stadia elver, pencegahan dan pengobatan penyakit ikan sidat, dan kestabilan sistem resirkulasi. Penerapan padat tebar untuk aplikasi budidaya stadia elver dan yellow eel di lapangan sebaiknya dengan menggunakan padat tebar 1.0 g/l.

DAFTAR PUSTAKA

Aida K, Katsumi T, Kohei Y (eds). 2003. Eel Biology. Tokyo (JP): Spinger. Aji. RS. 2010. Potensi Budidaya Ikan Sidat: Desa panikel cilacap jadi

percontohan budidaya sidat.[internet]. [diacu 2010 Mei 19]. Tersedia dari: http://www.timlo.net/baca/2012/desa-panikel-cilacap-jadi-percontohan-budidaya-sidat.

Aoyama J, Nishida M, Tsukamoto K. 2001. Molecular phylogeny and evolution of the freshwater eel, genus Anguilla. Mol. Phylogen E vol. 20: 450-459. Bieniarz K, Cedrowski A, Bogdan E. 1978. The influence of water temperature on

the growth of European eel (elver and two years old) was invertigated. Raczniki Nauk Ralniczych 1978. Seri H. T. 9824. P:69-79.

Boyd CE. 1979. Water Quality in Warm Water Fish Pond. Fourth Printing. Auburn Universitty Agriculture Experiment Station. Alabama (US): Birmingham Publishing co.

Brett JR. 1979. Environmental Factors and Growth, in Hoar WS, Randall DJ, Brett JR (Eds.): Fish Physiology.Vol.VII. New York (US): Academic Press. Brown ME. 1957. Environmental Studieson Growth. The Physiology of

Fishies.Vol I. New York (US): Academic Press.

Deelder CL. 1984. Synopsis of Biological Data on The Eel Anguilla Anguilla (Linnaeus, 1784). FAO Fisheries Synopsis. Rome (IT): Food and Angriculture Organization of The United Nation. No.80. Rev.1.

Degani G, Horowitzh A, Levanon D. 1985. Effect of Protein Level ini Purifield Diet and of Desity, Amonia and O2 Level on Growth of Juvenile European eel (Angilla anguilla L). Aquaculture. Edisi:46. Amsterdam (NL): Elsevier Science Publisher BV.

(33)

Effendie M I. 1979. Metoda Biologi Perikanan. Bogor (ID): Yayasan Dewi Sri. Effendi I, Bugri HJ, Widanarni. 2006. Pengaruh padat penebaran terhadap

kelangsungan hidup dan pertumbuhan benih ikan gurami Osphonemus

gouramy Lac. ukuran 2 cm. Jurnal Akuakultur Indonesia, 5(2):127-135.

Facey ED, Avyle MJ. 1987. American eel. Spesies profiles: Life histories and environmental requirements of coastal fishes and invertebrater (North Atlantic). Biology Reproduction. USA: Academic Press, Inc.

Forrest DM. 1976. Eel capture, culture, processing and marketing. England (GB): Finishing News (Books) Ltd. 205 p.

Goddard S. 1996. Feed management in intensive aquaculture. New York (US): Chapman and Hall.

Hasbulloh. 1996. Pengaruh tingkat salinitas (0,3,6, dan 9 ppt) dan suhu (23,26,29, dan 32) terhadap kelangsungan hidup dan pertumbuhan benih ikan sidat (A.bicolor Mc.Clelland) pada masa pemeliharaan 0 – 2 minggu setelah penangkapan dari alam [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Hepher B, Pruginin Y. 1981. Commercial fish farming with special reference to

fish culture in Israel. New York (US): John Willey and Sons. Hickling CF. 1971. Fish Culture. London (GB): Faber and Faber.

Huisman EA. 1987. Principles of fish production. Wageningen Agricultural University Press. Netherland.

Hucthinson W, Jeffrey M, O’Sullivan D, Casement D, Clark S. 2004. Resirculating aquaculture system minimum standard for design. construction and management. Soult Australia Research and Development Institute. 70 hal.

Kafuku T, Ikenoue H. 1983. Modern methods of aquaculture in Japan. Japan (JP): Kodansha Ltd.

Knosche R. 1994. An effective biofilter type for eel culture in recirculation system. Aquaculture Engineering. Elsevier Applied Science. Vol 13.

Kottelat M, Whitten AJ, Kartikasari SN, Wirjoatmodjo S. 1993. Ikan Air Tawar Indonesia Bagian Barat dan Selawesi. Edisi Dwi Bahasa Inggris – Indonesia. Periplus ed.

Losordo TM, Masser MP, Rakocy J. 1998. Resirculating Aquaculture Tank Production System: Review of Component Option. SRAC Publication 453 Martin JD, Petty JW, Keown AJ, Scott DF. 1991. Basic Financia Manajement 5Th

Edition. New Jersey (USA): Prentice Hall Inc.

Maruto G. 2008. Pengaruh Padat Penebaran 10, 15, dan 20 ekor/l Terhadap Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan Benih Ikan Gurami Osphonemus

gouramy Lac. Ukuran 2 cm [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Piper RG, McElwain IB, Orme LE, McCraren JP, Fowler LG, Leonard JR. 1992.

Fish Hatchery Management. Wasington. D.C (US): Fish and Wildlife Serv.

Ritonga TP. 2014. Respon Benih Ikan Sidat (Anguilla bicolor bicolor) terhadap Derajat Keasaman (pH) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Saeni M S. 1989. Kimia Lingkungan. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Saptoprabowo H. 2000. Pengaruh Padat Penebaran Terhadap Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Ikan Lele (Clarias sp.) pada Pendederan Menggunakan

Sistem Resirkulasi dengan Debit Air 22/l/menit/m2 [skripsi]. Bogor (ID): Institut

Pertanian Bogor.

Sarah S. 2002. Pengaruh Padat Penebaran terhadap Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Benih Ikan Gurame (Osphronemus goramy Lac.). [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

(34)

Slembrouck JO, Komarudin, Maskur, Legendre M. 2005. Petunjuk Teknis Pembenihan Ikan Patin Indonesia. Pangasius djambal. IRD-PRPB. Jakarta.

Spotte S. 1970. Fish and Invertebrate Culture Management in Closed System 2th

edition. New York (US): John Willey and Sons.

Stikcney R R. 1979. Principal of Warmwater Aquacultur. New York (US): John Wiley and Sons.

Subiakto Slamet. 2012. Budidaya Sidat Janjikan Omzet Menggiurkan. [internet]. [diacu 2012 April 23]. Tersedia dari: http://indonesia.go.id/in/kementerian /kementerian/kementerian-kelautan-dan-perikanan/823-perikanan/10997-budi daya-sidat-janjikan-omzet-menggiurkan.html.

Tesch FW. 1973. The eel; Biology and Management of Anguillid Eels. London: Chapman and Hall.

Usui A. 1974. Eel culture. London (GB): Fishing News (Book).

Udomkusonsri P. 2004. Phatogenesis of the Acute Ulceration Response (AUR) in Fish. [disertasi] Raleigh (US): North Carolina State University.

Wedemeyer GA. 1996. Physiology of Fish in Intensive Culture Systems. Northwest Biological Science Center National Biological Service U. S Departement of the Interior. Chapman ang Hall. 232 hal.

Zonneveld N, Huisman EA, Boon JH. 1991. Prinsip-prinsip Budidaya Ikan. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama.

Gambar

Gambar 1   Kelangsungan hidup ikan sidat stadia elver yang dipelihara dengan  padat tebar berbeda selama 70 hari pemeliharaan
Gambar 4  Persentase penyebab kematian ikan sidat stadia yellow eel  Koefisien Keragaman Panjang
Gambar 6 Koefisien keragaman panjang ikan sidat stadia yellow eel   dengan padat tebar berbeda
Gambar 9   Koefisien keragaman bobot ikan sidat stadia elver dengan padat tebar  berbeda
+5

Referensi

Dokumen terkait

Dalam bab ini membahas tentang analisis perhitungan dan perbandingan biaya modal dari biaya hutang, biaya modal sendiri, dan biaya modal secara keseluruhan atau biaya

Ketika active router dari masing – masing VLAN sudah dapat kembali bekerja secara normal, kondisi ( state ) dari active router tersebut akan berubah menjadi dari Init menjadi

Penelitian ini juga menduga bahwa terdapat reverse causality, yakni perusahaan dengan nilai yang lebih tinggi akan mengadopsi praktik corporate governance yang lebih

Sedangkan tenure komite audit berpengaruh negatif terhadap kualitas laba, yang di mana seseorang yang telah menjabat lama sebagai komite audit di suatu perusahaan

Hasil dari penelitian ini adalah sebuah sistem informasi yang berbasis SMS Gateway yang mencakup informasi kehadiran dosen dimana dosen mengirimkan sms dengan format

Konsep gerakan sosial dan perubahan perilaku yang terjadi di kawasan hutan produksi-lindung Potorono-Gunung Sumbing merupakan penggabungan dari konsep untuk peningkatan

SPEIiMA MOTIL SAMA PADA INSEMINASI BUATAN. KELINCI PERSI LANG

ANALISIS KETERLAMBATAN PEKERJAAN STRUKTUR BAWAH DENGAN KONSEP LEAN CONSTRUCTION.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu