• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemeliharaan Ikan Botia (Botia macracantha) dengan Pemberian Pakan Komersial dan Pakan Hidup (Pheretima sp.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pemeliharaan Ikan Botia (Botia macracantha) dengan Pemberian Pakan Komersial dan Pakan Hidup (Pheretima sp.)"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Pendahuluan

Ikan botia (Botia macracantha) merupakan ikan hias air tawar yang potensial dan tergolong komoditas ekspor. Penelitian habitat asal dan makanan ikan botia di alam, yaitu Sungai Batanghari yang telah dilakukan oleh Rahardjo et al. (1995) menunjukkan bahwa makanan ikan botia meliputi krustasea, insekta, nematode dan alga. Ikan botia kecil berukuran 6 cm mengkonsumsi tumbuhan air dan yang berukuran besar 22 cm mengkonsumsi krustasea serta detritus (Samuel et al., 1994). Pertumbuhan ikan pada umumnya ditentukan oleh kandungan gizi pakan dan disukai ikan terhadap pakan yang diberikan. Ikan botia diketahui menyukai pakan pelet dan ikan rucah (Subagja et al., 1997). Tingkat konsumsi ikan botia yang berasal dari alam terhadap pakan buatan dan hidup hingga kini belum

diteliti secara mendalam. Pakan komersial yang ada di pasaran dengan formulasi khusus untuk serta disukai ikan botia belum tersedia. Untuk itu perlu dicoba pemberian pakan baik pakan alami maupun buatan sebagai penelitian awal untuk mengetahui paka n yang cocok ba gi pert umbuhan dan perkembangan gonad ikan botia. Cacing tanah (Pheretima sp. ) yang telah lama dapat dibudidayakan dan biasa digunakan dalam kegiatan pemancingan perlu digunakan sebagai pakan hidup untuk pembesaran ikan botia. Larva chironomus, cacing sutera dan udang air tawar yang digunakan oleh petani untuk memelihara ikan botia perlu pula diberikan sebagai pakan hidup.

Robinson (1990) menyatakan bahwa akibat terbatasnya informasi tentang kebutuhan nutrisi bagi ikan-ikan baru maka formulasi pakan ikan liar dari alam didasarkan pada pakan alami yang dikonsumsi

Pemeliharaan Ikan Botia (Botia macracantha) dengan Pemberian Pakan Komersial

dan Pakan Hidup (Pheretima sp.)

Chumaidi, Yanti Suryanti dan Agus Priyadi

Instalasi Riset Budidaya Ikan Hias Air Tawar

Komplek Perikanan, Pancoran Mas, Depok, Telp./Fax (021) 7520482

Abstract

Chumaidi, Yanti Suryanti and Agus Priyadi. 2005. Rearing of clown loach (Botia macracantha ) fed on commercial feed and live food (Pheretima sp.). Aquacultura Indonesiana, 6(2) : 47–51. Clown loach (Botia macracantha) has been known as a potential fresh water ornamental fish and it was as an export commodity. This research was conducted to evaluate the response of clown loach fed on combination of commercial feed and live food. The data gained were focussed on food convertion ratio and production. The experiment was done in a closed room by using aquaria of 250 L volume of fish water installated by cyrculation system. Treatments of the experiment were combination of commercial feed and live food (Pheretima sp.) at different levels, namely; A) pellet 100%, B) pellet 65% + earth worm 35%, C) pellet 35% and earth worm 65% and D) earth worm 100%. Results showed that pellet 65% and earth worm 35% (treatment B) gave the highest fish response with the food convertion ratio 4,98 and the production 11,5957 g during three months fish rearing.

Keywords: Clown loach (Botia macracantha); Commercial feed; Live food

Abstrak

Ikan botia (Botia macracantha) diketahui sebagai ikan hias air tawar potensial dan sebagai komoditi ekspor. Penelitian dilakukan untuk mengetahui kombinasi pakan komersial dan pakan alami terhadap konversi pakan dan produksi ikan botia. Penelitian dilakukan dengan akuarium volume 250 L pada sistim pengaliran air sirkulasi menggunakan pompa dan dalam ruangan tertutup. Rancangan perlakuan yaitu kombinasi pakan komersial (pelet) dan pakan alami/cacing tanah (Pheretima sp.), sebagai berikut; A) pakan pelet 100%, B) pakan pelet 65% + cacing tanah 35%, C) pakan pelet 35% + cacing tanah 65%, dan D) cacing tanah 100 %. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil terbaik ditunjukkan pada ikan dengan pemberian kombinasi pakan pelet 65% dan cacing tanah 35% (Perlakuan B), dengan nilai rasio konversi pakan 4,98 dan produksinya 11,5957 g selama pemeliharaan tiga bulan.

(2)

dari alam atau yang dapat ditemukan di dalam alat pencernaan ikan t ersebut . Protein, lemak, karbohidrat, mineral dan vitamin menjadi kajian awal dalam penyusunan formulasi pakan ikan. Kajian selanjutnya adalah kebutuhan ikan akan asam-asam amino dan asam lemak. Protein dikaitkan sebagai bahan penyusun tubuh ikan, sedangkan karbohidrat dan lemak dikaitkan dengan energi yang dibutuhkan untuk membentuk sel-sel atau jaringan ikan (NRC, 1977).

Penelitian awal pemeliharaan ikan botia dengan menggunakan pakan komersial berbentuk pelet dan cacing tanah bertujuan untuk mengetahui kombinasi pakan komersial dan pakan hidup yang terbaik bagi ikan botia dan data yang diperoleh difokuskan pada rasio konver si pakan dan produksinya.

Materi dan Metode

Ikan botia dipelihara dalam akuarium berukuran 50 x 60 x 60 cm3 yang diisi air sumur

seba nyak 250 L dan menggunakan sistem resirkulasi. Empat akuarium ditempatkan dalam ruangan tertutup untuk mempertahankan suhu media 27–31oC. Masing-masing akuarium diisi

enam ekor botia betina dan dua ekor botia jantan dengan bobot individu berkisar antara 45,66+0,73 g. Perlakuan dalam pemeliharaan ikan botia adalah kombinasi antara pakan komersial berbentuk pelet dan cacing tanah (Pheretima sp.) dengan komposisi sebagai berikut : A) pakan pelet 100%, B) pakan pelet 65% + cacing tanah 35%, C) pakan pelet 35% + cacing tanah 65%, dan D) cacing tanah 100%. Pakan diberikan dalam bentuk basah tetapi dikonversikan ke dalam bobot kering sebanyak 2,5% dari biomassa ikan. Nilai tersebut didasarkan pada kemampuan makan ikan botia hasil dari penelitian pendahuluan. Kandungan nutrisi pakan komersial dan cacing tanah seperti pada Tabel 1.

Penghitungan rasio konversi pakan selama penelitian dihitung menurut rumus NRC (1977), sebagai berikut :

F RKP =

(Wt + D) - Wo Di mana :

RKP : Rasio konversi pakan

F : Jumlah pakan yang diberikan (g) Wo : Biomassa ikan pada awal penelitian (g) Wt : Biomassa ikan setelah akhir penelitan (g) D : Biomassa ikan yang mati (g)

Perkembangan total jaringan tubuh ikan selama penelitian dinyatakan dengan produksi yang dihitung dengan cara Chapman (1989) dalam Robinson (1990), sebagai berikut :

P = G B Di mana :

P : Produksi ikan botia (g) G : Laju pertumbuhan

B : Rata-rata biomassa ikan (g)

Sedangkan laju pertumbuhan spesifik dengan rumus :

Ln w2 - Ln w1 G = ——————————— t2 – t1

Di mana W1 dan W2 bobot rata-rata individu ikan selama waktu t1 dan t2

Pengamatan kualitas fisik (suhu) dan kimia (pH, oksigen, alkalinitas, ammonia dan nitrit) dilakukan dua minggu sekali selama tiga bulan pemeliharaan ikan botia.

Hasil dan Pembahasan

Berdasarkan tingkat kosumsi pakan ikan botia dari berbagai perlakuan kombinasi pakan yang diberikan menunjukkan bahwa pelet 65% dan cacing tanah 35% direspon paling baik oleh ikan botia, yaitu mencapai 1718,81 g bobot kering selama penelitian dan terendah dicapai oleh pakan pelet 100% (833,08 g) (Tabel 2). Tingkat konsumsi pakan ikan botia dan pertambahan biomassa ikan dapat dilihat pada Tabel 3. Pertambahan biomassa ikan botia selama pemeliharaan terkait dengan nilai rasio konversi pakan. Semakin tinggi pertambahan biomassa ikan, nilai rasio konversi pakannya semakin rendah.

Berdasarkan perhit ungan nilai rasio konversi pakan ikan botia menunjukkan bahwa perlakuan kombinasi pakan pelet 65% dan cacing tanah 35%, memberikan nilai rasio konversi pakan

Tabel 1. Kandungan nutrisi pakan pelet dan cacing tanah (% bobot kering)

Uraian Pelet Cacing tanah Kadar air 6.50 79.39 Protein 32.21 52.17 Lemak 6.94 13.86 Karbohidrat 47.79 13.24 Karbohidrat : Lemak 6.88 0.95 Abu 10.62 17.32 Serat kasar 2.44 3.41

(3)

paling rendah, yaitu 4,48 dan rasio konversi pakan paling tinggi (14,72) dicapai oleh pelet 35% dan cacing tanah 65% (Tabel 3). Nilai rasio konversi pakan yang rendah menunjukkan tingkat efisiensi yang paling tinggi dari perlakuan pemberian pakan yang diberikan. Nilai rasio konversi pakan berkaitan dengan peningkatan biomassa atau pertambahan jaringan tubuh ikan botia yang dapat dinyatakan dengan produksi selama pemeliharaan. Contoh perhitungan produksi ikan botia seperti Tabel 4. Sedangkan produksi ikan botia dari berbagai perlakuan pemberian pakan tercantum pada Gambar 1.

Produksi ikan botia pada perlakuan dengan pemberian pelet 100% atau cacing tanah 100% tidak menunjukkan produksi ikan botia yang tertinggi. Produksi ikan botia tertinggi (11,5957 g) diperoleh pada perlakuan kombinasi antara pelet 65% dan cacing tanah 35%, (Gambar 1). Kombinasi pelet dan cacing tanah tersebut menjadi petunjuk awal adanya keseimbangan nutrisi yang terkandung dari kedua jenis pakan tersebut. Pelet dengan kandungan karbohidrat yang tinggi (47%) dan cacing tanah dengan kandungan protein yang tinggi (52,17%) (Tabel 1) bila diberikan secara terpisah kepada ikan botia ternyata tidak dapat meningkatkan biomassa atau produksinya secara optimal, sebab pertumbuhan bobot ikan tidak hanya ditentukan oleh tingginya kandungan protein atau karbohidrat tetapi juga terkait dengan kandungan lemak. Kandungan lemak dalam cacing tanah dan pelet menjadi penentu

keseimbangan nutrisi yang baik untuk pakan ikan botia sebab energi untuk pembentukan sel-sel atau jaringan tubuh ikan berkaitan erat tidak saja berasal dari karbohidrat tetapi juga dari lemak, walaupun energi dapat pula berasal dari protein bila tubuh kekurangan lemak (NRC, 1977). Kandungan karbohidrat yang tinggi dan dapat dicerna dalam usus ikan akan dikirim ke hati dan dirubah menjadi lemak pada proses lipogenesis (Brauge et al., 1994). Karbohidrat dalam tubuh ikan akan diubah menjadi trigleserida sebagai penyusun lemak dalam jaringan adiposa (Campbell dan Smith, 1982).

Kandungan lemak dalam pakan mutlak diperlukan ikan. Watanabe (1982) berpendapat bahwa energi yang berasal dari lemak berfungsi sebagai sparing effect pada sintesis protein dalam tubuh ikan. Tetapi lemak bukan satu-satunya sarat bagi pertambahan bobot individu ikan. Menurut Suhenda et al. (2003) peningkatan rata-rata bobot benih patin jambal ditentukan oleh rasio karbohidrat /lemak dengan nilai ideal berkisar antara 2 hingga 6. Pelet dengan rasio karbohidrat/lemak mendekati ideal, yaitu 6,88 (Tabel 1) sangat berperan terhadap produksi ikan botia. Sedangkan cacing tanah dengan rasio karbohidrat/lemak hanya 0,95 (Tabel 1) kurang berperan terhadap produksi ikan botia. Kombinasi pelet (65%) dan cacing (35%) atau dalam bobot kering, 1117,22 g pelet dan 601,58 g cacing tanah selama penelitian memberikan dampak peningkatan produksi ikan botia yang tinggi. Sedangkan

Tabel 2. Tingkat konsumsi pakan (bobot kering) selama penelitian

Perlakuan Pelet (g) Cacing tanah (g) Total pakan (g)

Pelet 100% 833.08 – 833.08

Pelet 65% + CT 35% *) 1117.22 601.58 1718.81

Pelet 35% + CT 65 % 485.91 902.42 1388.34

CT 100% 1097.72 1097.72 – *) CT = Cacing tanah

Tabel 3. Biomassa dan rasio konversi pakan selama penelitian

Perlakuan Biomassa Biomassa B**) Jumlah ***) RKP****) Awal (g) akhir (g) (g) pakan (g)

Pelet 100% 310.50 463.00 152.50 833.08 5.45 Pelet 65% + CT 35% 338.60 683.59 344.99 1718.81 4.48 Pelet 35% + CT 65% 301.20 395.50 94.30 1388.34 14.72 CT*100% 293.60 405.70 112.10 1097.72 9.79 **) B =Pertambahan biomassa ikan

***) g =Bobot kering

(4)

pemberian cacing tanah (100%) atau dalam bobot kering 1097,72 g hanya memberikan dampak peningkatan produksi ikan botia yang rendah (Gambar 1). Ikan botia dapat mengkonsumsi pakan pelet maupun cacing tanah selama pemeliharaan dengan baik. Diketahui ikan botia mengkonsumsi pelet yaitu selama delapan jam dan mengkonsumsi cacing tanah kurang dari dua jam setelah pemberian pakan terutama pada waktu pemberian pakan di sore hari (jam 15.00).

Pemberian pakan pelet 100% dan cacing tanah 100% kurang efektif dibanding pemberian pakan dengan kombinasi pelet dan cacing tanah. Kemungkinan nutrisi dalam kedua jenis pakan seperti asam lemak tak jenuh cukup merangsang ikan botia untuk mengkonsumsinya. Untuk itu perlu kajian lebih lanjut tentang kandungan asam amino dan asam lemak esensial dari kedua jenis pakan tersebut baik untuk pertumbuhan ma upun pematangan gonad ikan botia.

Kualitas fisika dan kimia air selama pemeliharaan masih dalam kelayakan untuk

kehidupan ikan. Suhu media cukup stabil. Tetapi nilai kisaran pH agak tinggi, terutama pagi hari berkisar 4,5–6,5 pada semua akuarium. Menurut Boyd (1982) pH ideal untuk kehidupan ikan yaitu 6,5– 9,0. Nilai pH di bawah 4 dan di atas 11 menyebabkan kematian ikan. Selama pemeliharaan ikan botia masih aktif makan dan tidak terjadi kematian. Kisaran oksigen, alkalinitas, ammonia dan nitrit masih layak untuk kehidupan ikan (Tabel 5).

Kesimpulan dan Saran

Kombinasi pakan pelet 65% dan cacing tanah 35% direspon paling baik oleh ikan botia dengan nilai rasio konversi pakan paling rendah, yaitu 4,98 dan produksinya paling tinggi, yaitu 11,5957 g selama tiga bulan pemeliharaan. Dalam hal ini perlu dilakukan pemeliharaan lebih lanjut ikan botia dengan berbagai jenis pakan untuk mengetahui kebutuhan asam amino dan asa m lemak baik untuk pertumbuhan maupun pematangan gonadnya.

0 2 4 6 8 10 12 P ro d u k s i (g ) Pe let 100 % Pelet 65 % & CT 35 % Pele t 35 % & CT 65 % CT 100 % Kombina si pa kan

Gambar 1. Produksi ikan botia dengan perlakuan yang berbeda Tabel 4 . Produksi ikan botia yang diberi pakan pelet 65% dan cacing tanah 35%

Bulan Bobot Laju Jumlah Biomassa Rata-rata Produksi Individu (g) pertumbuhan individu (g) (g) biomassa (g) (g)

(ekor)

I 42,32 8 338,6 0,01071 402,80 4,3172 II 58,37 8 467,0 0,001605 478,50 0,7681 III 61,25 8 490,0 0,011091 586,79 6,5104 IV 85,44 8 683,2 – – 11,5957

(5)

Tabel 5. Nilai kisaran kualitas air selama penelitian

Parameter Perlakuan kombinasi pakan

Pelet 100% Pelet 65% Pelet 35% L.Ch 100% L.Ch 35% L.Ch 65%

Suhu media pagi 28,0–29,0 28,0–29,0 27,0–29,0 27,0–29,0

(oC) siang 28,0–29,0 27,0–29,0 28,0–28,5 29,0–29,0 pH pagi 4,6–6,5 4,5– 6,5 4,5–6,5 4,5–6,5 siang 5,0–6,5 5,0–6,5 5,0–6,5 5,0–6,5 Oksigen pagi 7,22–8,79 6,46–7,98 6,08–8,36 6,08–6,84 (mg/L) siang 6,46–7,22 6,48–7,22 6,84–7,22 6,08–7,22 Alkalinitas pagi 16,68 16,68 16,68 16,68 (mg/L) siang 16,68 16,68 16,68 16,.68 Ammonia pagi 0,00040–0,00050 0,00042–0,00928 0,00046–1,00050 0,00076–0,00550 (mg/L) siang 0,00080–0,00046 0,00116–0,00042 0,00076–0,00049 0,00089–0,00049 Nitrit pagi 0,00024–0,00044 0,00011–0,00013 0,00008–0,00053 0,00012–0,00044 (mg/L) siang 0,00006–0,00011 0,00002–0,00007 0,00008–0,00011 0,00003–0,00019

Daftar Pustaka

Boyd, E.C. 1982. Water Quality Management for Rational Effluent and Stream. Standard of Tropical Countries, AIT, Bangkok, 59 pp.

Brauge, C., F. Medale and G. Corraze. 1994. Effect of dietary carbohydrate levels on growth, body compotition and glycaemia in rainbow trout Onchorinchus mykiss, reared in sea water. Aquaculture, 123: 109–120.

Campbell, P.N. and A.D. Smith. 1982. Biochemistry Illustrated. Churchill Livingstone, Edinburgh, London, Melbourne and New York, 225 pp. Chapman, D.W. 1973. Production, In: W.E. Ricker (Ed.),

Method for assessment of fish production in freshwater, 2nd Ed. International Biological Program, Blackwell Scientific Publication, Oxford and Edinburg, pp. 199–214.

NRC (National Research Council). 1977. Nutrient Requirement of Warm Water Fishes. National Academic of Sciences. Washington, D.C., 71 pp. Rahardjo, M.F., M.M. Kamal dan D.S. Sjafei. 1995. Habitat dan makan an ikan botia, Botia macracanthus BLKR di Sungai Batanghari,

macracanthus BLKR di Sungai Batanghari, Jambi. Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia. III(1): 17–25.

Robinson, E.H. 1990. Aquatic Animal Nutrition. Department of Wildlife and Fisheries Sciences. Texas A&M University College Station, TX 77343, 24 pp. (unpublished).

Samuel, D. Prasetyo dan Akrimi. 1994. Distribusi dan beberapa aspek biologi ikan botia (Botia macracantus) di DAS Batanghari Jambi. Seminar Hasil Penelitian Perikanan Air Tawar 1993/ 1994.

Subagja, J., O. Komarudin dan J. Efendi. 1997. Efek implantasi hormon LHRH–a pada ikan botia (Botia macracantha BLKR) ter h adap ker agaan pematangan gon adnya. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia, 3(2): 10–17.

Suhenda, N., L. Setyaningsih dan Y. Suryanti. 2003. Penentuan ratio antara kadar karbohidrat dan lemak pada pakan benih ikan patin jambal (P. jambal). Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia, 9(1): 21-29.

Watanabe, T. 1982. Lipid nutrition in fish. Comp. Biochem. Phisiol, 73 B: 3–15.

Gambar

Tabel 3.  Biomassa dan rasio konversi pakan selama penelitian
Gambar 1.  Produksi ikan botia  dengan perlakuan yang berbedaTabel 4 . Produksi ikan botia yang diberi pakan pelet 65% dan cacing tanah 35%
Tabel  5.  Nilai kisaran kualitas air selama penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Penyakit darah tinggi yang lebih dikenal dengan sebagai Hipertensi.. merupakan penyakit yang mendapat perhatian dari

Tujuan penelitian ini adalah (1)Mendekripsikan pola pekerjaan “urang kandang ” (2)Menganalisis pola ekonomi kekerabatan Minangkabau dan pemberdayaan pada usaha

Interaksi beberapa varietas ubi jalar dan pemberian kompos jerami padi memberikan respons dalam meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman ubi jalar pada

Apabila dilihat dari bahasa dan penggunaan kata sandang (artikula), kedua prasasti tersebut menggunakan Bahasa Melayu dan terdapat juga dua kata yang merupakan Bahasa

Bab kedua yang merupakan landasan teori yangberisi tentang, pengertian agama, pengertian agama menurut Islam dan Kristen,dan yang terkait dengan ruang lingkup

Esto tiene implicancias sobre la forma como tú planteas una exposición, porque uno quiere que su trabajo sea bien visto, como una cosa más madura, una cosa más seria,

Data tekanan air dalam pipa merupakan hal yang penting dalam proses analisa jaringan pipa distribusi menggunakan program WaterCAD. Data tersebut berguna