• Tidak ada hasil yang ditemukan

terorisme dan amerika approve reading

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "terorisme dan amerika approve reading"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Nama :Wiela Yunita Sari Nim : 2011-22-150 Kelas :Kamis,09.45

Terorisme

What Is Terrorism

Dalam buku yang berjudul What Is Terrorism, Leonard Weinberg dan William L. Eubank mendefinisikan terorisme sebagai aksi kekerasan yang dijalankan dengan motif politik yang berada di belakangnya. Penyebabnya bisa dari kaum nasionalis di dalam suatu negara untuk mencapai kemerdekaannnya sendiri,dan terkadang berasal dari ketidakpuasan akan kerja Pemerintah Amerika dan negara Amerika Serikat secara umum. Para pelaku terror tersebut memiliki agenda politik tersendiri yang mereka percayai dapat tercapai dengan melancarkan serangkaian terror.

“In all the events recounted in this chapter,the attackers had a political motive: they were acting on behalf of a political cause. sometimes the cause was nationalist: independence from Russia for Checnya or separation of Northern Ireland from Great Britain. somestimes the cause involved a complex set of grievances against the American government or Americans more generally,as was the case in the Oklahoma City bombing or the World Trade Center attacks. These attackers were not acting out of some private motivation. The perpetrators all had a political agenda that they believed would helped by staging these attacks”1

Leonard dan William mengatakan bahwa Publisitas dan Psikologi adalah jantung dati terorisme. Dimana pelaku terror menerima publisitas yang luas atas “pesan yang diberikan” seperti pada serangan 9/11,terutama dari saluran televisi. Dengan adanya publisitas yang luas tersebut,penonton dalam hal ini masyarakat dunia menjadi tahu akan apa yang terjadi dan menyebabkan ketakutan akan hal yang sama yang mungkin akan terjadi pada mereka nantinya di dalam kegiatan yang dilakukan sehari-hari. Dan ini menjadi harapan dari para pelaku terror(teroris) yaitu menyebarkan ketakutan di masyarakat. Sampai nantinya masyarakat merasakan efek ketakutan hingga merubah cara berprilaku.

(2)

“Publicity and psychology are at the heart of terrorism. The attacks mentioned previously all received extensive publicity,especially from television networks. In fact terrorism is a kind of politically motivated violence in which publicity-sending message-plays a crucial role”2

Dalam buku ini juga mengutip definisi dari terorisme menurut hukum di Amerika Serikat, yaitu aksi kekerasan yang terencana bermotifkan politik dimana sasarannya adalah warga sipil oleh kelompok-kelompok subnasional ataupun agen dari suatu klan yang bertujuan untuk mempengaruhi masyarakat.

“…premeditated , politically motivated violence perpetrated against non combatant targets by subnational groups or clan destine agents, usually intended to influence an audience…”3

Lebih lanjut, terorisme juga bertujuan dalam memprovokasi otoritas ke dalam aksi yang berlebihan. Maksudnya adalah para teroris menggunakan kekuatan Pemerintah untuk membantu mereka dalam mencapai tujuannya. Karena efek dari aksi terror yang dilakukan terhadap masyarakat membuat kekhawatiran yang mendalam dan masyarakat biasanya meminta tanggung jawab kepada Pemerintah untuk memberikan garansi atas keselamatan seluruh masyarakat,yang akhirnya menghasilkan sebuah kebijakan/tindakan dari Pemerintah yang terkadang berlebihan.o

Di dalam buku ini menjabarkan perkembangan terorisme yang dimulai dari pada jaman kuno di Yunani (First Wave),dimana pada saat itu kaum Tirani yang berkuasa dan menyebabkan sekelompok pemuda melakukan pemberontakan dengan membunuh para Tirani. Dimana pembunuhan yang dilakukan mengandung motif politik yang juga menggambarkan bagaimana terorisme yang terjadi pada masa modern.

Kemudian pada akhir 19 dan awal abad 20, menjadi awal dari terorisme modern gelombang pertama yang dikenal dengan kekerasan politik yang kita kenal saat ini. Gerakan revolusi di berbagai negara eropa disebut-sebut sebagai aksi teroris yang menhancurkan Pemerintah dan menjatuhkan otoritas yang telah terbangun pada masa itu. Seperti yang terjadi di Rusia,AS,Perancis,Inggris,dan lainnya.

2 Chapter 1, hal.3 paragraf 3

(3)

“Modern terrorism,political violence that would be recognizable as terrorism to people today, is a product of the last few decades of the nineteenth century and the first decade and a half of the twentieth, the years that led up to the outbreak of World War I (1914-1918) in particular. In this period, mass circulation newspaper and magazines throughout Europe and North America carried lurid stories about a secret worldwide conspiracy of terrorist aimed at destroying governments and bringing down all established authority”4

Antikolonialisme dan Nasionalisme menjadi bagian dari perkembangan terrorisme gelombang kedua,dimana terjadinya perubahan eskalasi politik akibat dari berakhirnya Perang Dunia II. Akibat dari melemahnya pengaruh kolonialisme negara-negara Eropa , melahirkan gerakan antikolonialisme di berbagai wilayah di Asia dan Afrika untuk memerdekakan negaranya masing-masing. Terorisme memainkan peran subordinasi dalam beberapa perjuangan pembebasan nasional dengan melakukan operasi yang terdiri dari serangan bersenjata dan pemboman di pos-pos milik pemerintah kolonial,tempat-tempat public,kantor polisi,dan terkadang barak tentara juga menjadi target dari operasi ini.

“Terrorism played a subordinate role in several national liberation struggles. on occasion,their cadres in the major cities also hurled bombs in restaurants and other public places where members of the colonial administration were known to congregate. the terrorism in this and other instances was part of the early "agitation-propaganda" phase of the insurgency”5

Terrorisme gelombang ketiga dimulai pada tahun 1960an dimana terorisme menjadi perhatian utama bagi banyak pemerintah di seluruh dunia. Dimana adanya perkembangan teknologi dan kemudahan akan sarana transportasi yang membuat para teroris semakin mudah membuat perencanaan atas serangan-serangan teroris. Pada masa ini grup terorisme juga masih berasal dari kaum revolusioner,seperti Jepang dengan Japanese Red Army, France dengan Direct Action,dan lainnya.

Terorisme gelombang keempat yaitu “the new terrorism”,dimana aspek yang paling jelas terlihat adalah motivasi dari para teroris yang berlandaskan agama yang mayoritas adalah militant Islam. Dimana para teroris melakukan serangkaian terror yang bertujuan untuk menegakkan nilai Islam dan menganggap bahwa orang-orang Barat,terutama Amerika adalah target dari aksi terorisme mereka dikarenakan nilai-nilai yang ada di negara Barat bertentangan akan nilai Islam. Puncaknya pada serangan 11 September dimana gedung

(4)

tertinggi di Amerika Serikat,World Trade Center yang menjadi ikon kedigdayaan AS ditabrak oleh pesawat yang disebut-sebut dilakukan oleh Jaringan Al-Qaeda yang dipimpin oleh Osama Bin Laden. Dan ini menjadi awal mula Perang Global melawan terorisme yang diusung oleh Amerika Serikat dengan Bush Doctrine nya.

Dan pada akhir buku ini,penulis menekankan bahwa terorisme adalah sebuah taktik,bukan ideology atau praktik keagamaan. Oleh sebab itu terorisme dapat digunakan oleh bermacam-macam grup dengan tujuan politik yang bervariasi pula. Dan juga ini adalah taktik yang dapat berjalan dengan baik di televise dan mudah beradaptasi dengan teknologi internet. Dan membuka kesempatan bagi pelaku-pelaku lain dengan motif yang berbeda dalam melakukan aksi terorisme.

“… terrorism is a tactic,not an ideology or religious practice. It may be used by a wide variety of groups with a wide variety of political aims. It is also a tactic that plays well on television and is easily adapted to Internet Technology. The chances are that,in the future,followers of one cause or another will find it too attractive too ignore…”6

(5)

Dealing With Terorism- Stick or Carrot

Dalam buku ini, Bruno S Frey mendefinisikan terorisme secara praktis dimana pelaku terror (teroris) melakukan kekerasan terhadap warga sipil dengan bertindak dalam kapasitas yang tidak resmi (bukan militer) untuk mencapai tujuan politik dan berniat untuk menciptakan efek yang jauh dari sekedar korban secara langsung,khususnya melalu media.

“For practical purposes, the following elements are crucial: the perpetrators: ● use force on civilians;

● act in an unofficial capacity. In particular, they are not part of the national army and do not wear national uniform;

● want to attain political goals;

● intend to have far-reaching effects beyond the immediate victims, particularly through the media.”7

Dia juga menganalogikan kebijakan pemerintah di dalam reaksi terhadap terorisme dengan “Stik” dan “Wortel”,dimana stik digunakan dalam bentuk yang koersif dan wortel digunakan untuk cara yang lebih lembut/lebih mengarah pada membujuk. Seperti penjelasan di bawah ini.

Terdapat 2 cara yang digunakan oleh Pemerintah dalam bereaksi terhadap terorisme :

1. Menggunakan “stik”, mengarah pada tanggapan yang reaktif melalui pendekatan koersif dengan penggunaan militer dan kepolisian dalam menjatuhkan sanksi yang berat terhadap teroris dengan menyiksa para teroris bahkan membunuh untuk memberikan contoh kepada teroris-teroris lain akan akibat dari melakukan terror. 2. Menggunakan “wortel”, mengarah pada pencegahan yang dilakukan terhadap

potensial teroris dengan memberikan positif intensive untuk menghentikan kekerasan yang dilakukan dan menyediakan alternative lain guna mencegah aksi-aksi terror lainnya. Pendekatan ini berusaha untuk mengatasi penyebab dari aksi terorisme yang dilakukan.

“Governments may react to terrorism in two basic ways:

(6)

sanctions, mostly by employing military and police enforcement. Persons undertaking terrorist acts are severely punished

either by killing them or by putting them in prison, possibly after torturing them. This response is based on immediate and strong retribution and addresses the most urgent problems created by a terrorist attack. The response is ‘re-active’ in so far as it is incident-related, dealing with terrorist attacks that have already

taken place.

2. Using the ‘carrot’: Actual and potential terrorists are given positive incentives to desist from their violent activities by providing

them with superior alternatives, but also by reducing the benefits they derive from terrorist acts. This approach seeks to address the root causes of terrorism. It considers reforms addressing the grievances of the terrorists and is directed at prevention or long-term

reform. It is ‘pro-active’, in so far as it identifies newly emerging political conflicts possibly leading to terrorism.”8

Singkatnya,pendekatan koersif bukan satu-satunya kebijakan dalam menghadapi terorisme. Karena kebijakan pencegahan telah dipraktekan secara luas dan sepertinya memang inilah cara yang paling dimungkinkan dalam menhadapi terorisme. Tetapi juga tidak disarankan terus bergantung pada kebijakan ini bilamana kebijakan ini tidak efektif,memakan biaya yang sangat besar dan justru malah meningkatkan aksi terorisme.

“A coercive response based on brute force is not the only anti-terrorism policy. This is important to realise, because deterrence policy is widely practised and is often thought to be the only possible and reasonable response. But exclusive reliance on deterrence policy is inadvisable as it:

● fails to be effective;

● involves very high costs in various ways to all parties involved; and ● may even be counterproductive, tending to increase terrorism”9

The ‘New’ Terrorism: Myths and Reality

Thomas R.Mockaitis di dalam buku ini tidak mendefinisikan terorisme secara spesifik,dia hanya menyebutkan bahwa teror tidak seperti kebanyakan senjata, bertujuan tidak hanya untuk menghancurkan pejuang musuh, tetapi untuk menyebarkan ketakutan di antara populasi umum. Target sebenarnya bukan korban yang tidak bersalah tetapi penonton.

(7)

Mereka yang menonton terdiri dari masyarakat yang diserang dan penonton di masyarakat dari tempat asal teroris.

“Terror, unlike most weapons, aims not merely to destroy enemy combatants, but to spread fear among the general population. ‘‘Terror,’’ one commentator observed, ‘‘is a theater. Its real targets are not the innocent victims but the spectators.’’3 Those who watch consist of an audience in the community under attack and an audience in the community from which the terrorists come.”10

Mockaitis mengatakan bahwa organisasi teroris berevolusi sesuai perkembangan zaman,dimana para teroris terus mengembangkan metode dan strateginya secara terus menerus,mereka belajar dari kesalahan-kesalahan dan kegagalan para teroris sebelumnya. Pada kebanyakan kasus saat ini terror digunakan bukan untuk kepentingan sendri melainkan tujuan politik dan ideology yang lebih luas. Serangan juga semakin mematikan dan memakan lebih banyak korban dikarenakan perkembangan teknologi yang semakin pesat yang memungkinkan teroris mengembangkan persenjataannya. Dan masyarakat juga tidak terlalu terkejut saat ini dibanding pada waktu awal-awal terror muncul, dan ideology agama yang ekstrim telah menghilangkan batasan bahwa terror bermotif politik,dan terror saat ini sudah semakin mengglobal.

Adapun strategi yang digunakan dalam melawan terorisme yang dilakukan oleh Amerika dan seluruh dunia:

“The Global War on Terrorism has been guided, at least since February 2003, by the National Strategy for Combating Terrorism. The document defines victory in the GWOT as the creation of a future in which ‘‘Americans and other civilized people around the world can lead their lives free of fear from terrorist attacks and where the threat of terrorist attacks does not define our daily lives.’’9 Victory will be achieved through a ‘‘4D strategy’’ implemented during a protracted conflict over many years. The United States must defeat terrorist organizations, deny them state sponsorship, diminish the root causes of terrorism, and defend the American homeland and U.S. citizens abroad. Each strategic goal includes several specific objectives.”11

Dalam buku ini, Mockaitis berargumen bahwa Perspektif terrorisme harus diletakkan di tempat yang benar. Karena semakin lama alasan terorisme hanya digunakan sebagai alasan oleh khususnya Amerika dalam berbagai kebijakannya dimana tidak semua itu benar. Seperti invasi yang berakhir lama di Afghanistan juga Irak yang memakan biaya sangat besar tetapi hasilnya pun tidak konkrit. Karena dibanding ancaman akan terorisme dalam beberapa tahun terakhir,ancaman lain yang ada pada dalam negeri sendiri pun seperti obat-obatan,bahaya alcohol dan penyakit juga lebih banyak memakan korban sebelum adanya serangan teroris

(8)

Al-Qaeda. Melakukan tindakan ofensif terhadap para teroris memang dapat mengurangi kemampuan organisasi teroris tapi tidak menghilangkannya.

Kesimpulan

Dari ketiga buku di atas yang berisikan tentang terorisme,dapat ditarik kesamaan isi dari satu buku dengan buku yang lain,yaitu :

 Aksi terorisme didasarkan atas motif politik dengan menggunakan kekerasan sebagai

alat untuk memberikan rasa takut kepada target sasaran terror.

 Organisasi terorisme berkembang dari kelompok separatism,revolusi,hingga kepada

kelompok yang berlandaskan ideology agama.

 Berbagai strategi dan kebijakan digunakan dalam melawan terorisme(counter

terrorism)

 Amerika sebagai pelopor Perang global melawan terror

Daftar Pustaka

Frey, B. S. (2004). Dealing With Terrorism- Stick or Carrot. Cheltenham: Edward Elgar Publishing.

Leonard,Weinberg ; William L.Eubank. (2006). What

Is

Terrorism? New York: Infobase Publishing.

Referensi

Dokumen terkait

Proses penyayatan adalah pembuatan sayatan atau pita dari balok parafin yang telah terbentuk dengan menggunakan mikrotom, yang bertujuan untuk membuat sayatan jaringan

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala Rahmat, Hidayah, dan Lindungan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “

Hasil penelitian dan pembahasan tentang “Pengelolaan Bengkel Kerja Dalam Mempersiapkan Kemandirian Lulusan di SMK Satya Karya Karanganyar”, dapat disimpulkan, bahwa

mencapai 451, di seluruh provinsi dan kabupaten/kota diharapkan kenaikan harga yang mengarah ke inflasi lebih cepat di kenali dan diatasi.171 Hasil penelitian ini sesuai dengan

Tabel 5 menunjukkan hasil pembobotan alternatif strategi terhadap keseluruhan kriteria diperoleh bahwa prioritas strategi utama dalam upaya peningkatan produktivitas

Hal tersebut dibuktikan dengan hasil pengujian pada penelitian ini memperoleh nilai signifikan 0,014 < 0,05 yang berarti bahwa komisaris independen memiliki pengaruh

Penduduk yang berasal dari Madura pada jaman Belanda didatangkan untuk membuka lahan hutan menjadi perkebunan kelapa, kayu putih dan kapok, sedangkan penduduk Bali yang