ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. S ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. S
DENGAN GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN: TB PARU DI RUANG PAFIO B DENGAN GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN: TB PARU DI RUANG PAFIO B
RSUD KOTA BOGOR RSUD KOTA BOGOR
OLEH: OLEH:
MUH. IQBAL YUNUS MUH. IQBAL YUNUS
18170100073 18170100073
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU
TAHUN 2018 TAHUN 2018
LEMBAR PENGESAHAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. S
DENGAN GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN: TB PARU DI RUANG PAFIO B RSUD KOTA BOGOR
Telah Disyahkan
Pada tanggal: Mei 2018
Mengetahui :
Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik
(………..) (………)
PROGAM PENDIDIKAN PROFESI NERS
LAPORAN PENDAHULUAN TB PARU A. Pengertian
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis.(Price dan Wilson, 2005).
Tuberkulosis Paru (TB Paru) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim paru. ( Smeltzer, 2001).
Tuberkulosis adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim paru (Bruner dan Suddart. 2001).
B. Anatomi Fisiologi
Anatomi dan fisiologi sistem pernafasan terdiri dari : 1. Hidung (Cavum Nasi)
Udara masuk ke dalam tubuh pertama – tama akan melalui lubang hidung. Kecuali pada beberapa alternatif udara dapat melewati mulut. Pada saat melewati hidung udara akan disaring, dihangatkan dan dilembabkan. Ketiga proses ini merupakan fungsi utama dari mukosa hidung yang terdiri dari epitel thoraks bertingkat, bersilia dan ber sel goblet.
2. Pharing
Udara inspirasi dari hidung pada saat mencapai pharing hampir bebas debu, suhu sama seperti suhu tubuh dan kelembaban mencapai 100%. Pharing dibagi menjadi tiga bagian yaitu :
a. Naso Pharing b. Oro Pharing
c. Laryngo Pharing 3. Larynx
Larynx terdiri dari satu seri tulang rawan. Pada waktu menelan Larynx akan bergerak ke atas dan Glotis menutup jalan nafas serta Epiglotis yang berbentuk seperti daun mempunyai gerakan seperti pintu pada pintu masuk Larynx, sehingga makanan tidak dapat masuk ke dalam Oesophagus. Kalau ada benda asing masuk sampai luar glotis, maka Larynx yang mempunyai fungsi batuk akan membatukkan benda asing tersebut hingga tidak masuk ke dalam saluran nafas.
4. Trachea
Merupakan bagian saluran pernafasan yang bentuknya seperti tabung dan merupakan lanjutan larynx, terdiri dari cincin Trachea yang berbentuk huruf C. Panjangnya 9 cm, jumlahnya 16 – 20 buah dan bercabang dua menjadi Bronkus kanan
dan kiri. Lapisan terdalam dinding Trachea terdiri dari lapis mucosa yang mengandung kelenjar – kelenjar mucosa yang mengsekret mukus/lendir. Epitelnya bercilia.
5. Bronchus
Pada bagian akhir trachea, ia akan bercabang dua menjadi Bronchus kiri dan kanan. Bronchus juga mempunyai cincin tulang rawan, dan lapis mucosanya juga mengandung cilia. Bronchus kanan lebih besar, lebih tegak dan lebih pendek.
Bronchus kemudian terlihat masuk masing-masing paru-paru. Pada saat masuk ke dalam paru – paru, bronchus bercabang menjadi Bronchiolus (bronchus kanan menjadi tiga cabang dan bronchus kiri menjadi dua cabang) sesuai dengan lobus pada paru – paru.
Bronchiolus kemudian melanjutkan diri dengan bercabang lagi hingga pada ujung Bronchiolus yang paling kecil berhubungan dengan kantong – kantong udara atau alveoli. Dimana alveoli merupakan tempat terjadi pertukaran gas O2 dan CO2 melalui proses difusi antara sel-sel gepeng alveoli dengan butir-butir darah dari kapiler – kapiler paru – paru.
6. Alveolus
Dinding alveolus merupakan membran tempat pertukaran oksigen dari luar dengan karbondioksida dari sistem sirkulasi sebagai hasil metabolisme tubuh. Diantara alveolus terdapat cairan dan apabila cairan ini berkurang maka dapat menimbulkan atelektasis.
7. Paru – paru (Pulmo / Lung)
Merupakan alat pernafasan utama pada respirasi. Mempunyai struktur seperti karet busa, lunak dan kenyal, terletak di dalam rongga dada sebelah kiri dan sebelah kanan. Paru- paru kanan terdiri dari lobus, atas, tengah dan bawah. Tiap lobus membentuk lobulus. Paru dibungkus oleh pleura. Pleura terdiri dari dua lapis yaitu pleura vicerlalis yang membungkus paru – paru secara keseluruhan dan pleura parietalis yang menyelimuti thoraks. Diantara kedua pleura itu terdapat suatu rongga yang dinamakan cavum pleura dan keadaannya hampa udara, sehingga memudahkan paru – paru untuk bergerak bebas. Bila cavum ini berisi udara atau cairan, maka dapat
menghalangi berkembangnya paru – paru, sehingga menyebabkan gangguan fungsi pernafasan.
8. Otot Pernafasan
Otot utama pernafasan terdiri dari Musculus Intercostalis interna dan externa serta diafragma, sedang otot tambahan pernafasan adalah otot perut dan otot punggung.
Pada pernafasan yang tenang, seorang dewasa bernafas 6 sampai 7 liter udara per menit dengan pernafasan 14 kali per menit. Jumlah udara yang diinsprasi dan
diekspirasi pernafasan (udara tidal) sekitar 500 ml. Pada saat istirahat seorang dewasa menggunakan sekitar 250 ml oksigen per menit dan mengekspirasi 200 ml karbon
dioksida per menit. Pada latihan berat, volume ventilasi paru – paru dapat melebihi 80 liter per menit dan penggunaan oksigen dapat meningkat diatas 3,5 liter per menit.
Nilai pada bayi berbeda. Mereka mempunyai permukaan yang besar dalam hubungannya dengan berat badan dan tinggi angka metabolisme. Saluran pernafasan mempunyai penampang yang relatif lebih besar, dan ruang mati anatomis secara proporsional lebih besar. Iga – iga hampir horizontal pada saat istirahat, dan inspirasi tidak dapat lebih meningkatkannya. Inspirasi terutama diafragmatik dan setiap hal yang menghambat gerakan ini akan menyebabkan kesukaran bernafas. Faktor ini akan membuat pernafasan pada bayi kurang efisien dibandingkan pada dewasa dan peningkatan ventilasi alveolar dicapai dengan meningkatkan kecepatan pernafasan (18
sampai 40 kali per menit) yang memerlukan masukan oksigen yang tinggi. Kebutuhan oksigen besar pada saat lahir adalah 23 ml per menit. Dengan unsur yang meningkat kecepatan per menit menurun dan kebutuhan oksigen bas al meningkat.
9. Volume Paru – paru
Untuk menentukan perubahan volume digunakan suatu spirometer. Individu bernafas ke dalam suatu penutup mulut dan menyebabkan bel bergerak turun naik.
10. Kapasitas paru – paru
Kapasitas vital adalah volume udara maksimum yang dapat dikeluarkan dari paru – paru dengan usaha paksa setelah melakukan suatu inspirasi maksimal. Hal ini
tergantung pada ukuran orang dan biasanya sebesar 4,8 liter pada laki – laki dan 3,2 liter pada wanita. Hal ini meningkat pada perenang dan penyelam dan menurun pada orang tua dan pada penyakit dari alat pernafasan, misalnya obstruksi pernafasan, efusi pleura dan fibrosis paru – paru.
Fisiologi bernapas awalnya otot pernapasan akan berkontraksi. Diafragma akan turun ke bawah, dan otot dada mengembangkan sangkar dada. Karena tekanan negatif di dalam sangkar dada, maka paru-paru pun ikut mengembang sehingga udara terhisap masuk ke dalam paru-paru. Sampai di alveolus oksigen yang kita hirup akan mengalami pertukaran dengan karbon dioksida sebagai hasil dari metabolisme. Namun tidak semua oksigen akan diserap tubuh. Dari setiap udara yang kita hirup hanya sekitar 4% yang diserap tubuh, sisanya yang 16% akan dikeluarkan melalui hembusan napas (catatan: Kadar oksigen dalam udara bebas hanya 20%). Sehingga hembusan napas kita masih cukup oksigen untuk melakukan bantuan napas. Pernapasan dikontrol oleh pusat kontrol pernapasan yang ada di batang otak. (Somantri,2008)
C. Penyebab
Tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh basil mikrobakterium tuberkulosis tipe humanus, sejenis kuman yang yang berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/mm dan tebal 0,3-0,6/mm. Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid ).
Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam (asam alkohol) sehingga disebut bakteri tahan asam (BTA) dan ia juga lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisis. Kuman dapat bertahan hidup pada udara kering maupun dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman bersifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit lagi dan menjadikan tuberculosis menjadi aktif lagi. Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi oksigennya. Dalam hal ini tekanan bagian apikal paru-paru lebih
tinggi dari pada bagian lainnya, sehingga bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit tuberkulosis. (Amin, 2007)
Kuman ini tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant . Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan tuberkulosis aktif kembali. Sifat lain kuman adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari pada bagian lainnya, sehingga bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit tuberkulosis.
Basil mikrobakterium tersebut masuk kedalam jaringan paru melalui saluran napas (droplet infection) sampai alveoli, maka terjadilah infeksi primer ( ghon) selanjutnya menyebar ke kelenjar getah bening setempat dan terbentuklah primer kompleks (ranke). keduanya dinamakan tuberkulosis primer, yang dalam perjalanannya sebagian besar akan mengalami penyembuhan. Tuberkulosis paru primer, peradangan terjadi sebelum tubuh mempunyai kekebalan spesifik terhadap basil mikobakterium.
Tuberkulosis yang kebanyakan didapatkan pada usia 1-3 tahun. Sedangkan yang disebut tuberkulosis post primer (reinfection) adalah peradangan jaringan paru oleh karena terjadi penularan ulang yang mana di dalam tubuh terbentuk kekebalan spesifik terhadap basil tersebut.
Faktor predisposisi penyebab penyakit tuberkulosis antara lain (Elizabeth J powh 2001) :
1. Mereka yang kontak dekat dengan seorang yang mempunyai TB aktif
2. Individu imunosupresif (termasuk lansia, pasien kanker, individu dalam terapi kartikoteroid atau terinfeksi HIV)
3. Pengguna obat-obat IV dan alkoholik 4. Individu tanpa perawatan yang adekuat
5. Individu dengan gangguan medis seperti : DM, GGK, penyimpanan gizi, by pass gatrektomi.
6. Imigran dari negara dengan TB yang tinggi (Asia Tenggara, Amerika Latin Karibia) 7. Individu yang tinggal di institusi (Institusi psikiatrik, penjara)
8. Individu yang tinggal di daerah kumuh 9. Petugas kesehatan
D. Manifestasi Klinis
Keluhan yang diraskan pasien pasien tuberkulosis dapat bermacam-macam atau malah banyak ditemukan TB paru tanpa keluhan sama sekali dalam pemeriksaan kesehatan, keluhan yang terbanyak:
1. Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-kadang pana badan dapat mencapai 40-410 Celsius. Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar ,tetapi kemudian dapat timbul kembali. Begitulah seterusnya hilang timbul demam influenza ini ,sehingga pasien merasa tidak pernah terbeba dari serangan demam influenza. Keadaan ini sangat terpengaruh oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman tuberkolosis masuk.
2. Batuk/batuk berdarah
gejala ini bayak ditemukan.batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus.batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar. Karena terlibatnya bronkus pada setiap penyakit tidak sama.mungkin saja batuk baru ada setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni setelah minggu-mimggu atau berbulan-bulan peradangan bermula.sifat batuk dimulai dari batuk kering (non- produktif) kemudian setelah timbul peradagan menjadi produktif(menghasilkal sputum). keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuuh darah yang pecah.kebanyakan batuk darah pada tuberkulusis terjadi pada kavitas,tetapi dapat juga
terjadi pada ulkus dinding bronkus. 3. Sesak bernafas
pada penyakit ringan (baru tumbuh)belum dirasakan sesak nafas.sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut,yang infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-paru dan takipneu.
4. nyeri dada
gejala ini agak jarang ditemukan.nyeri dada timbul bila infiltrasinya radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis .terjadi gesekan kedua pleura sewaktu pasien menarik/melepaskan napasnya.
5. Malaise dan kelelahan
Penyakit tuberculosis bersifat radang menahun, gejala malaise sering ditemukan berupa anaoreksia tidak ada nafsu makan,badan makin kurus (berat badan turun), sakit kepala, keringat malam, dll. Selain itu juga terjadi kselitan tidur pada malam hari (Price, 2005). Gejala malaise ini makin lama makin berat dan terjadi ilang timbul secara tidak teratur.
(Amin, 2007) E. Patofisiologi
Penularan tuberculosis paru terjadi karena kuman dibersinkan atau dibatukkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban. Dalam suasana lembab dan gelap kuman dapat tahan selama berhari-hari
sampai berbulan-bulan. Bila partikel infeksi ini terhisap oleh orang sehat akan menempel pada jalan nafas atau paru-paru. Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukurannya kurang
dari 5 mikromilimeter.
Tuberculosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas perantara sel. Sel efektornya adalah makrofag sedangkan limfosit (biasanya sel T) adalah imunoresponsifnya. Tipe imunitas seperti ini basanya lokal, melibatkan makrofag yang diaktifkan ditempat infeksi oleh limposit dan limfokinnya. Raspon ini desebut sebagai reaksi hipersensitifitas (lambat).
Setelah berada diruang alveolus biasanya dibagian bawah lobus atas paru-paru atau dibagian atas lobus bawah, basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak didaerah tersebut dan memfagosit bakteria namun tidak membunuh organisme ini. Sesudah hari-hari pertama leukosit akan digantikan oleh makrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut. Pneumonia seluler akan sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada
sisa atau proses akan berjalan terus dan bakteri akan terus difagosit atau berkembang biak didalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju kelenjar getah bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bers atu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limposit. Reaksi ini butuh waktu 10-20 hari.
Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme yang lolos dari kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil, kadang dapat menimbulkan lesi pada organ lain. Jenis penyebaran ini disebut limfohematogen yang biasanya sembuh sendiri. Penyebaran hematogen biasanya merupakan fenomena akut yang dapat menyebabkan tuberkulosis milier.Ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme yang masuk kedalam sistem vaskuler dan tersebar keorgan-organ lainnya.
F. Pathways
Pecahnya tuberkel Mikobacterium Alveolus Respons Inflamasi
(Fagosit oleh Neutropil,Makrofag.
Limfosit melisiskan)
Jaringan granulomas
Masa Fibrosa (bag sentral = Tuberkel
ghon)
TBC Aktif Sistem imun
menurun Dormant Skar kolagenosa
Kegawatan Hemoptisis
Bersihan jalan napas tak efektif
Batuk Kalsifikasi Efek GI trak Respos Inflamasi Pembentukan sputum Hipotalamus terangsang Zat pirogen dalam darah Produksi Mediator nyeri meningkat Nyeri akut Nosiseptor terangsang Penurunan BB Asupan nutrisi tak adekuat Anoreksia Cadangan energi menurun Demam Sub Febris Perubahan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Risiko Penularan Intoleransi Aktifitas Kelemahaan Risiko tinggi terhadap
infeksi penularan Nyeri dada Risiko tinggi kerusakan pertukaran gas Kurang pengetahuan
Sumber : Brunner & Suddarth, 2001.
G. Pemeriksaan Penunjang 1. Laboratorium: LED
2. Microbiologis: BTA sputum, kultur resistensi sputum terhadap M. tuberculosis a. Pada kategori 1 dan 3 : sputum BTA diulangi pada akhir bulan ke 2,4 dan 6 b. Pada kategori 2: spuntum BTA diulani pada akhir bulan ke 2.5 dan 8
c. Kultur BTA spuntum diulangi pada akhir bulan ke 2 dan akhir terapi 3. Radiologis: foto toraks PA, lateral pada saat diagnosis awal dan akhir terapi 4. Selama terapi: evaluasi foto setelah pengobatan 2 bulan dan 6 bulan
5. Imuno-Serologis:
a. Uji kulit dengan tuberculin (mantoux) b. Tes PAP, ICT-TBC PCR-TB dari sputum H. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan keperawatan diantaranya dapat dilakukan dengan cara: a. Promotif
1) Penyuluhan kepada masyarakat apa itu TBC
2) Pemberitahuan baik melalui spanduk/iklan tentang bahaya TBC, cara penularan, cara pencegahan, faktor resiko
3) Mensosialisasiklan BCG di masyarakat. b. Preventif
G. Pemeriksaan Penunjang 1. Laboratorium: LED
2. Microbiologis: BTA sputum, kultur resistensi sputum terhadap M. tuberculosis a. Pada kategori 1 dan 3 : sputum BTA diulangi pada akhir bulan ke 2,4 dan 6 b. Pada kategori 2: spuntum BTA diulani pada akhir bulan ke 2.5 dan 8
c. Kultur BTA spuntum diulangi pada akhir bulan ke 2 dan akhir terapi 3. Radiologis: foto toraks PA, lateral pada saat diagnosis awal dan akhir terapi 4. Selama terapi: evaluasi foto setelah pengobatan 2 bulan dan 6 bulan
5. Imuno-Serologis:
a. Uji kulit dengan tuberculin (mantoux) b. Tes PAP, ICT-TBC PCR-TB dari sputum H. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan keperawatan diantaranya dapat dilakukan dengan cara: a. Promotif
1) Penyuluhan kepada masyarakat apa itu TBC
2) Pemberitahuan baik melalui spanduk/iklan tentang bahaya TBC, cara penularan, cara pencegahan, faktor resiko
3) Mensosialisasiklan BCG di masyarakat. b. Preventif
1) Vaksinasi BCG
2) Menggunakan isoniazid (INH)
3) Membersihkan lingkungan dari tempat yang kotor dan le mbab.
4) Bila ada gejala-gejala TBC segera ke Puskesmas/RS, agar dapat diketahui secara dini.
2. Penatalaksanaan secara medik
Dalam pengobatan TB paru dibagi 2 bagian : a. Jangka pendek.
Dengan tata cara pengobatan : setiap hari dengan jangka waktu 1 – 3 bulan. 1) Streptomisin injeksi 750 mg.
2) Pas 10 mg.
3) Ethambutol 1000 mg. 4) Isoniazid 400 mg. b. Jangka panjang
Tata cara pengobatan : setiap 2 x seminggu, selama 13 – 18 bulan, tetapi setelah perkembangan pengobatan ditemukan terapi.
Terapi TB paru dapat dilakukan dengan minum obat saja, obat yang diberikan dengan jenis :
1) INH.
2) Rifampicin. 3) Ethambutol.
Dengan fase selama 2 x seminggu, dengan lama pengobatan kesembuhan menjadi 6-9 bulan.
c. Dengan menggunakan obat program TB paru kombipack bila ditemukan dalam pemeriksan sputum BTA ( + ) dengan kombinasi obat :
1) Rifampicin. 2) Isoniazid (INH). 3) Ethambutol. 4) Pyridoxin (B6).
Tujuan pengobatan pada penderita TB Paru selain untuk mengobati juga mencegah kematian, mencegah kekambuhan atau resistensi terhadap OAT serta memutuskan mata rantai penularan. Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan (4-7 bulan). Paduan obat yang digunakan terdiri dari obat utama dan obat tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO adalah Rifampisin, INH, Pirasinamid, Streptomisin dan Etambutol. Sedangkan jenis obat tambahan adalah Kanamisin, Kuinolon, Makrolide dan Amoksisilin + Asam Klavulanat, derivat Rifampisin/INH.
Untuk keperluan pengobatan perlu dibuat batasan kasus terlebih dahulu berdasarkan lokasi tuberkulosa, berat ringannya penyakit, hasil pemeriksaan bakteriologik, hapusan dahak dan riwayat pengobatan sebelumnya. Di samping itu perlu pemahaman tentang strategi penanggulangan TB yang dikenal sebagai Directly Observed Treatment Short Course (DOTS) yang direkomendasikan oleh WHO yang terdiri dari lima komponen yaitu:
1. Adanya komitmen politis berupa dukungan pengambil keputusan dalam penanggulangan TB.
2. Diagnosis TB melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopik langsung sedang pemeriksaan penunjang lainnya seperti pemeriksaan radiologis dan kultur dapat
dilaksanakan di unit pelayanan yang memiliki sarana tersebut.
3. Pengobatan TB dengan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO) khususnya dalam 2 bulan pertama dimana penderita harus minum obat setiap hari.
4. Kesinambungan ketersediaan paduan OAT jangka pendek yang cukup. 5. Pencatatan dan pelaporan yang baku.
I. Fokus Pengkajian Keperawatan Identitas Klien
Silahkan masukkan identitas klien mulai dari nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan, tempat tiinggal, dan lain-lain. Identitas klien disini dapat menjadi penunjang informasi dalam memberikan asuhan keperawatan.
Keluhan Utama
Pasien dengan tb paru biasanya sering mengeluhkan gejala seperti batu-batuk yang berbulan-bulan dan dapat disertai darah, serta terjadi penurunan berat badan yang drastic
dalam beberapa bulan terakhir. Jika kondisi penyakit sudah parah biasanya dapat timbul gejala sesak napas.
Riwayat penyakit masa lalu
Riwayat adanya penyakit pernapasan seperti pneumonia dan lain-lain ada a tau tidak. Berdasarkan sistem – sistem tubuh:
1. Sistem integumen
Pada kulit terjadi sianosis, dingin dan lembab, tugor kulit menurun. 2. Sistem pernapasan
Pada sistem pernapasan pada saat pemeriksaan fisik dijumpai
a. inspeksi: adanya tanda – tanda penarikan paru, diafragma, pergerakan napas yang tertinggal, suara napas melemah.
b. Palpasi: Fremitus suara meningkat. c. Perkusi: Suara ketok redup.
d. Auskultasi: Suara napas brokial dengan atau tanpa ronki basah, kasar dan yang nyaring.
3. Sistem pengindraan
Pada klien TB paru untuk pengindraan tidak ada kelainan. 4. Sistem kordiovaskuler
Adanya takipnea, takikardia, sianosis, bunyi P2 syang mengeras.
5. Sistem gastrointestinal
Adanya nafsu makan menurun, anoreksia, berat badan turun. 6. Sistem muskuloskeletal
Adanya keterbatasan aktivitas akibat kelemahan, kurang tidur dan keadaan sehari – hari yang kurang meyenangkan.
7. Sistem neurologis
Kesadaran penderita yaitu komposments dengan GCS : 456 8. Sistem genetalia
Biasanya klien tidak mengalami kelainan pada genitalia. J. Fokus Intervensi Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif
Kondisi di mana pasien tidak mampu membersihkan secret/slem sehingga menimbulkan obstruksi saluran pernapasan dalam rangka mempertahankan saluran napas.
Kemungkinan berhubungan dengan : a. Menurunnya energy dan kelelahan b. Infeksi
d. Trauma e. Bedah toraks NOC:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … x 24 jam diharapkan bersihan jalan napas efektif sesuai dengan kriteria:
a. Memiliki RR dalam batas normal
b. Memiliki irama pernafasan yang normal
c. Mampu mengeluarkan sputum dari jalan nafas d. Bebas dari suara nafas tambahan
NIC:
a. Tentukan kebutuhan suction oral dan atau trakheal
b. Auskultasi suara nafas sesudah dan sebelum melakukan suction c. Informasikan kepada klien dan keluarga tentang suction
d. Monitor status oksigen pasien (tingkat SaO2 dan SvO2) dan status hemodinamik
(tingkat MAP [mean arterial pressure] dan irama jantung) segera sebelum, selama dan setelah saksion
e. Perhatikan tipe dan jumlah sekresi yang dikumpulkan 2. Pola napas tidak efektif
Kondisi di mana pola inhalasi dan ekshalasi pasien tidak mampu karena adanya gangguan fungsi paru.
Kemungkinan berhubungan dengan: a. Obstruksi tracheal
b. Perdarahan aktif
c. Menurunnya ekspansi paru d. Insfeksi paru
e. Depresi pusat pernapasan f. Kelemahan otot pernapasan NOC:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama….X24 jam diharapkan pola napas efektif dengan kriteria :
e. Memiliki RR dalam batas normal f. Mampu inspirasi dalam
g. Memiliki dada yang mengembang secara simetris h. Dapat bernafas dengan mudah
i. Tidak menggunakan otot-otot tambahan dalam bernafas j. Tidak mengalami dyspnea
NIC:
1. Monitor rata-rata, irama, kedalaman dan usaha respirasi
2. Perhatikan pergerakan dada, amati kesemetrisan, penggunaan oto-otot aksesoris, dan retraksi otot supraklavikuler dan interkostal
3. Monitor respirasi yang berbunyi, seperti mendengkur
4. Monitor pola pernafasan: bradipneu, takipneu, hiperventilasi, respirasi Kussmaul , respirasi Cheyne-Stokes, dan apneustik Biot dan pola taxic
5. Perhatikan lokasi trakea
6. Monitor peningkatan ketidakmampuan istirahat, kecemasan, dan haus udara, perhatikan perubahan pada SaO2, SvO2, CO2 akhir-tidal, dan nilai gas darah arteri
(AGD), dengan tepat
3. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh Kriteria Hasil:
a. Terjadi peningkatan berat badan sesuai batasan waktu b. Peningkatan status nutrisi
Rencana Tindakan ( NIC, edisi keenam): Manajemen Nutrisi
a. Kaji adanya alergi makanan
b. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.
c. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
d. Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C e. Berikan substansi gula
f. Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi g. Berikan makanan yang terpilih (sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi)
h. Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian. i. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
j. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
k. Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan Monitor Nutrisi
a. Timbang berat badan pasien
b. Monitor adanya penurunan berat badan
c. Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan d. Monitor interaksi anak atau orangtua selama makan e. Monitor lingkungan selama makan
f. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan g. Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
h. Monitor turgor kulit dan mobilitas
j. Monitor adanya mual dan muntah
k. Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht l. Monitor makanan kesukaan
m. Monitor pertumbuhan dan perkembangan
n. Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva o. Monitor kalori dan intake nuntrisi
p. Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan cavitas oral. q. Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet
DAFTAR PUSTAKA
Brunner&Suddarth, Suzanne C. Smeltzer, Brenola G. Bare. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. EGC: Jakarta.
Dewi, Kusma. 2011. Laporan Pendahuluan Pada Pasien Dengan Tuberkulosis Paru . Diakses tanggal 30 April 2018 dari http://www.scribd.com /doc/52033675/
Nanda.2005.Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda definisi dan Klasifikasi 2005-2006. Editor : Budi Sentosa.Jakarta:Prima Medika
Price, S.A, 2005, Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Jakarta : EGC
Smeltzer, C.S.2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth. Edisi 8. Jakarta : EGC
Somantri, Irman. 2008. Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.