• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I LAPORAN PENDAHULUAN I - 1 KABUPATEN SUKAMARA. 1.1 Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I LAPORAN PENDAHULUAN I - 1 KABUPATEN SUKAMARA. 1.1 Latar Belakang"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

I - 1

BAB – I

P

P

P

E

E

E

N

N

N

D

D

D

A

A

A

H

H

H

U

U

U

L

L

L

U

U

U

A

A

A

N

N

N

1.1 Latar Belakang

Daya tarik aktivitas perkotaan dan tuntutan kehidupan yang semakin tinggi akan selalu menarik pergerakan penduduk dari kawasan sekitarnya maupun kawasan perdesaan untuk berpindah dan beraktivitas dikawasan perkotaan bahkan membentuk perkotaan baru.Sejumlah kajian memperkirakan jumlah penduduk p erkotaan pada akhir tahun 2025 akan mencap ai sekitar 60% dari totaljumlah penduduk Indonesia.Pertambahan jumlah penduduk dan arusurbanisasi yang tidak terkendali, serta tingginya intensitas aktivitas ekonomidan sosial diperkotaan, masih belum diimbangi dengan kemamp uan Pemerintah dan p emerintah daerah, terutama dalam hal penyediaan infrastruktur yang layak sesuai dengan standar pelayanan minimalpermukiman.

berbagai dinam ika pertumbuhan kota yang muncul di perkotaan tersebut merupakan implikasi mendasar dari kurangnya antisipasi terhadap berbagai permasalahan yang kerap dihadapi, antara lain :

 meningkatnyakemiskinan diperkotaan;

 menurunnyakualitas permukiman diperkotaan;

 menurunnyatingkat keamanan dan ketertiban diperkotaan; dan

kurangnya kapasitas pemerintah daerah dalam pengembangan dan

pengelolaan perkotaan.

Permasalahan tersebut di atas berimplikasi terhadap citra kawasan permukiman yang merupakan salah satu unsur utama dari pembentuk sistem kawasan perkotaan, sehingga diperlukan perencanaan terhadap arah, kebijakan dan strategi skala kabupaten/kota secara lebih komprehensif agar proses pembangunan dan pengembangan kota dapat terlaksana dengan baik. Keadaan yangterjadisaat ini adalah masih lemahnya konsistensi antara perencanaan tata ruang (spatial plan) dengan perencanaan pembangunan dan pengembangan (development plan), terutama dalam hal permukiman dan infrastruktur perkotaan.Halinipada umumnya terjadi karena beberapa faktor, antara lain: masih seringnya terjadi tumpang tindih kebijakan dan strategi penanganan /pembangunan permukiman dan infrastruktur perkotaan pada tingkat operasional (skala kabupaten/kota maupun kawasan permukiman).

Terkait dengan pembangunan dan pengembangan kawasan permukiman perkotaan tersebut, UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang mengamanahkan bahwa pemerintah kabupaten/kota bertanggung jawab sebagai penyelenggara serta pelaksana penataan ruang wilayah kabupaten/kota dalam hal perencanaan, pemanfaatan danpengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota.

(2)

I - 2

tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, diamanatkan bahwa peran dan tanggung jawab yang meliputi tugas perencanaan, pelaksanaan, pengendalian maupun pembangunan dengan maksud agar penyelenggaraan pembangunan perkotaan dapat berjalan lebih sinergis, integratif, efisien dan efektif, diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah termasuk penyelenggaraan pembangunan dan pengembangan permukiman.

Hal tersebut sejalan dengan amanah dalam UU. No.1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman pada pasal 15, yang mengatur tentang wewenang pemerintah kabupaten/ kota, antara lain menyusun rencana pembangunan dan pengembangan perumahan dan kawasan permukiman, termasuk penyelenggaraan fungsi operasional dan koordinasi dalam pelaksanaannya.

Berdasarkan cakupan beberapa faktor tersebut, maka untuk mengakomodasi dan menjem batani antara peren canaa n tata ruang den gan per encan aan pembangunan, pemerintah daerah sebagai pemangku kebijakan pembangunan di daerah perlu didukung strategi terintegrasi antar sektor dalam mewujudkan rencana pembangunan dan pengembangan kawasan permukiman, berdasarkan tujuan dan kebijakan pembangunan permukiman dan infrastruktur perkotaan. Strategi ini akan menjadi acuan operasional bagi pemerintah daerah dalam menetapkan prioritas pembangunan perkotaan dengan menerjemahkan visi dan misi kota secara lebih adaptif, antisipatif dan implementatif. Strategi ini juga harus dapat membantu mengoptimalkan investasi dana pembangunan secara efisien yang akan dituangkan dalam rencana program investasi jangka menengah.

Dalam hal ini, Direktorat Jenderal Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum, melakukan peran pembinaan dan fasilitasi teknis kepada pemerintah daerah, khususnya dalam bidang permukiman melalui pendampingan penyusunan dokumen Rencana Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Permukiman (RP2KP)/ Strategi Pembangunan Permukiman dan Infrastruktur Perkotaan (SPPIP) yang akan memuat strategi pembangunannya sebagai acuan utama bagi pemangku kepentingan untuk melaksanakan pembangunan dan pengembangan permukiman secara terpadu dan komprehensif berdasarkan pada rencana tata ruang wilayah, serta visi, misi dan arah kebijakannya melalui proses kesepakatan para pemangku kepentingan kabupaten/kota.

1.2 Maksud, Tujuan dan Sasaran 1.2.1 Maksud

Memberikan bantuan teknis berupa pendampingan kepada pemangku kepentingan kota/kabupaten dalam melaksanakan penyusunan dokumen Rencana Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Permukiman (RP2KP)/ Strategi Pembangunan Permukiman dan Infrastruktur Perkotaan (SPPIP).

1.2.2 Tujuan

Memfasilitasi pemangku kepentingan kabupaten/kota untuk dapat

menghasilkan dan menyepakati strategi pembangunan permukiman dan infrastruktur perkotaan secara terpadu dan berkesinambungan yang dituangkan dalam satu dokumen Rencana Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Permukiman (RP2KP) sebagai acuan penyelenggaraan pembangunan dan pengembangan kawasan permukiman.

(3)

I - 3

Dalam rangka mencapai maksud dan tujuan dari kegiatan ini, maka dalam pelaksanaannya harus dapat dicapai beberapa sasaran sebagai berikut:

1.

Tersosialisasikannya konsep penyelenggaraan pembangunan perkotaan dan peran

strategi pembangunan permukiman dan infrastruktur perkotaan;

2.

Terjadinya penguatan kepedulian dan peningkatan kapasitas seluruh pemangku

kepentingan kota/kabupaten dalam penyusunan RP2KP/SPPIP;

3.

Terlaksananya koordinasi yang berkesinambungan antara tenaga ahli pendamping,

Pokjanis, tim teknis provinsi dan pihak satuan kerja bidang permukiman di tingkat provinsi melalui konsolidasi persiapan pelaksanaan di tingkat provinsi;

4.

Terwujudnya pemahaman yang baik oleh semua pemangku kepentingan

kabupaten/kota terhadap semua dokumen perencanaan yang dimiliki, serta hubungan fungsionalnya dengan dokumen perencanaan pada tingkat makro di atasnya, terutama dengan dokumen rencana tata ruang;

5.

Teridentifikasinya arah, tujuan, kebijakan, dan sasaran pembangunan permukiman

dalam mendukung arah pembangunan perkotaan sebagai penerjemah visi dan misi kabupaten/kota, dengan mempertimbangkan potensi, peluang, hambatan, dan tantangan yang dimiliki wilayah perkotaan;

6.

Terselenggaranya tahapan-tahapanpokok dalam suatu rangkaian proses penyusunan

untuk menghasilkan kesepakatan, secara mufakat dilandasi tinjauan teknis dan strategis dalam setiap proses penyusunan dalam bentuk FGD atau pendekatan pelibatan masyarakat lainnya;

7.

Terpilihnya kawasan permukiman yang menjadi prioritas penanganan melalui proses

penentuan kriteria, indikator, penetapan urutan penanganan, hingga profil kawasan serta arahan strategis penanganan kawasan melalui peraturan perundang-undangan di daerah berupa Surat Keputusan Bupati/Walikota mengenai Kawasan Permukiman Prioritas (misalnya, Kawasan Permukiman Kumuh, Kawasan Permukiman Baru, Kawasan Permukiman Menunjang Aktivitas Pariwisata dan lainnya);

8.

Terjadinya interaksi melalui keterlibatan komponen-komponen masyarakat dalam proses

penyusunan strategi dan program pembangunan permukiman dan infrastruktur perkotaan melalui penyelenggaraan konsultasi publik;

9.

Terlaksananya penyebarluasan informasi tentang muatan Dokumen RP2KP dan

strategi pelaksanaannya, melalui penyelenggaraan Diseminasi pada tingkat kabupaten/kota;

10.

Terbangunnya koordinasi dan sinkronisasi yang baik antar pemangku kepentingan

kabupaten/kota dalam mewujudkan strategi dan sinkronisasi program

penyelenggaraan pembangunan permukiman di kawasan perkotaan, sebagai acuan pelaksanaan penyelenggaraan pembangunan kabupaten/kota yang optimal sesuai sumberdaya dan sumber dana yang dimilikinya;

11.

Terlaksananya hubungan koordinatif dan integratif antar pemangku kepentingan

dalam mewujudkan perencanaan kabupaten/kota yang mengacu pada arah dan kebijakan penyelenggaraan pembangunan dan pengembangan kawasan permukiman perkotaan pada tingkat kabupaten/kota, provinsi dan nasional;

12.

Terwujudnya keberlangsungan perencanaan kabupaten/kota secara visioner,

akuntabel, efektif dan berkelanjutan sebagai tanggung jawab kinerja, prinsip dan moril (legacy) terhadap perencanaan rinci selanjutnya hingga tahapan pelaksanaan;

13.

Terwujudnya komitmen dari pemangku kepentingan kota/kabupaten untuk

(4)

I - 4

menjamin pemanfaatan dokumen yang dihasilkan, sebagai acuan dalam penyelenggaraan pembangunan dan pengembangan kawasan permukiman, termasuk infrastrukturnya, dalam bentuk peraturan di daerah (peraturan bupati/walikota).

1.3 LINGKUP PEKERJAAN 1.3.1 Lingkup Kegiatan

Pelaksanaan kegiatan ini dilakukan dengan rangkaian lingkup kegiatan sebagai berikut:

1.

Melaksanakan persiapan kegiatan penyusunan RP2KP/SPPIP melalui telaahan

ruang lingkup, tujuan penyusunan, penetapan sasaran, koordinasi tim pelaksana dan penyusunan rencana kerja sebagai tahapan koordinasi awal di tingkat kota/ kabupaten;

2.

Mengikuti sosialisasi dan pelatihan penyusunan RP2KP/SPPIP yang akan

dikoordinasikan oleh tim koordinator pusat, terkait kedudukan dan fungsi produk yang dihasilkan dalam proses penyelenggaraan pembangunan dan pengembangan kabupaten/ kota;

3.

Mengikuti konsolidasi di tingkat provinsi dengan semua pemangku kepentingan

untuk penyamaan pemahaman dan persepsi terhadap substansi RP2KP/SPPIP, rencana kerja serta ketersediaan data dan informasi pendukung yang dimiliki kabupaten/kota. Kegiatan ini minimal melibatkan tenaga ahli pendamping, tim Pokjanis,

tim teknis provinsi dan seluruh satuan kerja bidang permukiman di

tingkat provinsi, serta memungkinkan untuk melibatkan narasumber dari perwakilan coordinator pusat/koordinator wilayah pendamping penyusunan RP2KP/SPPIP;

4.

Melakukan kajian/review terhadap kebijakan, strategi, dan program

pembangunan daerah berdasarkan dokumen perencanaan pembangunan dan penataan ruang yang terkait yang telah tersedia dan dijadikan acuan pelaksanaan pembangunan oleh pemerintah kabupaten/kota. Jenis dokumen kebijakan, strategi, dan program perencanaan pembangunan yang dikaji/direview minimal meliputi: RPJPD, RPJMD, dan kebijakan SKPD lainnya. Jenis dokumen penataan ruang yang dikaji/direview minimal meliputi RTR kawasan strategis yang menjadi acuan pembangunan kabupaten/kota (bila ada), RTRW Provinsi, RTRW kabupaten/kota, serta RDTR kawasan (bila ada) dengan penekanan pada keterkaitan kawasan permukiman dengan arahan struktur ruang dan pola ruang yang ditetapkan, serta dokumen kebijakan pembangunan lainnya dalam skala nasional seperti MP3EI, dan dokumen strategis lainnya;

5.

Melakukan kajian terhadap isu-isu permukiman dan infrastruktur perkotaan, serta

potensi, permasalahan dan tantangan yang akan dihadapi dalam pembangunan perkotaan dan permukiman perkotaannya;

6.

Melaksanakan pra atau pasca FGD (Focus Group Discussions) bersama dengan

Pokjanis, sebagai satu kesatuan tahapan dalam mendukung aspek substantif dari proses terwujudnya hasil kesepakatan dan keluaran dari setiap rangkaian tahapan pelaksanaan FGD;

7.

Memfasilitasi pelaksanaan FGD yang diselenggarakan oleh Pokjanis dalam

menyusun dan menyepakati materi substansi sesuai dengan capaian yang telah ditentukan dalam proses penyusunan RP2KP/SPPIP;

(5)

I - 5

8.

Bersama dengan pemangku kepentingan kabupaten/kota menghasilkan indikasi

arah pengembangan kota serta arah pembangunan permukiman dan infrastruktur perkotaan;

9.

Bersama dengan pemangku kepentingan kabupaten/kota menghasilkan rumusan

tujuan dan kebijakan pembangunan permukiman dan infrastruktur permukiman perkotaan berdasarkan visi dan misi kabupaten/kota yang telah disusun dan ditetapkan oleh pemerintah daerah terkait;

10.Bersama dengan pemangku kepentingan kabupaten/kota mencapai

kesepakatan secara teknis, akademis dan partisipatif dalam penetapan kawasan permukiman yang memerlukan prioritas penanganan berdasarkan indikator dan kriteria yang spesifik, melalui tahapan sebagai berikut :

 Perumusan kriteria dan indikator penentuan kawasan permukiman prioritas;

 Penyusunan urutan penanganan kawasan permukiman prioritas berdasarkan kajian

teknis dan akademis;

 Penyusunan profil kawasan permukiman prioritas yang direkomendasikan/diusulkan;

 Perumusan permasalahan, potensi, hambatan, dan tantangan sebagai arah

strategis penanganan kawasan permukiman prioritas; dan Penyusunan berita acara dan dokumentasi penyelenggaraan sebagai sebagai bahan masukan teknis proses legalisasi melalui peraturan perundang- undangan di daerah berupa Surat Keputusan Bupati/Walikota mengenai Kawasan Permukiman Prioritas (contoh Kawasan Permukiman Kumuh, Kawasan Permukiman Baru, Kawasan Permukiman Menunjang Aktivitas Pariwisata dan lainnya).

11. Bersama dengan pemangku kepentingan kabupaten/kota menghasilkan rumusan strategi pembangunan permukiman dan infrastruktur permukiman perkotaan dalam skala perkotaan dan skala kawasan permukiman prioritas; 12. Bersama dengan pemangku kepentingan kabupaten/kota menghasilkan:

 Analisis korelasi strategi pembangunan permukiman dan kebutuhan

infrastruktur permukiman perkotaan dalam skema manajemen pembangunan perkotaan;

 Analisis konsekuensi penerapan strategi terhadap program

pembangunan permukiman dan infrastruktur permukiman perkotaan; Rumusan program pembangunan permukiman dan infrastruktur permukiman perkotaan dalam skala kota dan skala kawasan permukiman prioritas sebagai arahan investasi pembangunan permukiman dan infrastruktur permukiman perkotaan jangka menengah secara integratif;

 Analisis dampak penerapan program pembangunan permukiman dan

infrastruktur permukiman perkotaan; dan

 Analisa dan rumusan pentahapan untuk strategi dan program

pembangunan permukiman dan infrastruktur permukiman perkotaan sebagai dasar pengalokasian program ke dalam rencana jangka waktu/tahapan pembangunan.

13. Menyusun laporan capaian kegiatan secara berkala (bulanan) terhadap hasil proses dan kesepakatanyang dihasilkan oleh pemangku kepentingan kabupaten/kota sebagai pelaporan hasil proses penyusunan untuk dapat diteruskan secara berjenjang ke tingkat provinsi hingga pelaporan ke tingkat nasional;

(6)

I - 6

substantif/teknis terkait capaian kegiatan penyusunan RP2KP/SPPIP sesuai dengan tahapan dan keluaran yang telah dilaksanakan, kepada koordinator wilayah/ koordinator pusat, dengan mengunggah seluruh dokumen melalui SIM Pengendalian Penyusunan RP2KP/ SPPIP;

15. Memastikan strategi dan program pembangunan hasil dari penyusunan RP2KP/SPPIP menjadi acuan dalam perumusan/review RPIJM bidang permukiman;

16. Menyiapkanlaporan kemajuan dan capaian dalam proses penyusunan RP2KP/SPPIP sebagai bahan bagi Pokjanis dalam pemaparan dan pembahasan capaian kegiatan pada tahapan kolokium yang akan dikoordinasikan oleh tim koordinator pusat;

17. Membuat materi visualisasi berupa banner, poster, dan leaflet untuk mendukung pelaksanaan konsultasi publik dan diseminasi;

18. Memfasilitasi pemangku kepentingan kabupaten/kota dalam menyelenggarakan konsultasi publik untuk menjaring masukan terhadap rumusan strategi dan program pembangunan permukiman dan infrastruktur permukiman perkotaan; 19. Memfasilitasi Pokjanis dalam melakukan diseminasi hasil kesepakatan perumusan

RP2KP/SPPIP kepada dinas/instansi terkait dan pemangku kepentingan lainnya di kabupaten/kota bersangkutan;

20. Bersama dengan pemangku kepentingan kabupaten/kota menghasilkan dokumen RP2KP/ SPPIP sebagai acuan dalam pembangunan dan pengembangan kawasan permukiman dan infrastruktur permukiman perkotaan di kabupaten/kota;

21. Mendorong dan memfasilitasi Pokjanis untuk menetapkan kawasan prioritas dan/ kawasan kumuh dalam satu surat keputusan bupati/ walikota atau produk peraturan sejenis.

1.3.2 Lingkup Wilayah

Batasan kawasan perkotaan ditentukan berdasarkan kesepakatan pemangku kepentingan dengan mempertimbangkan arah dan peran kabupaten/kota dalam Rencana Tata Ruang Wilayahnya. Untuk wilayah administrasi kota, kawasan perkotaan yang menjadi lingkup wilayah penyusunan RP2KP/SPPIP adalah seluruh kawasan administrasi kota, yang telah diatur dan ditetapkan dalam RTRW Kota. Untuk wilayah administrasi kabupaten, kawasan perkotaan yang menjadi lingkup wilayah kajian RP2KP/SPPIP adalah kawasan perkotaan yang disepakati oleh pemangku kepentingan berdasarkan hasil analisa, kajian teknis, proyeksi pengembangan berdasarkan kondisi aktual (eksisting) serta arah dan kebijakan kabupaten yang ditetapkan dalam RTRW Kabupaten.

1.4 Landasan Hukum

Landasan hukum yang menjadi acuan dalam Penyusunan RP2KP/ SPPIP, adalah: 1. Peraturan Perundangan

a. UU No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional. b. UU No. 26/2007 tentang Penataan Ruang.

c. UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah.

(7)

I - 7

e. UU No. 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara. f. UU No. 7/2004 tentang Sumber Daya Air.

g. UU No. 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. h. UU No. 38/2004 tentang Jalan.

i. UU No.17/2003 tentang Keuangan Negara.

j. UU No. 4/1992 tentang Perumahan dan Permukiman. k. UU No. 16/1985 tentang Rumah Susun.

l. Peraturan dan Perundang-undangan lainnya yang terkait. 2. Kebijakan dan Strategi

a. Permen PU 494/PRT/M/2005 tentang Kebijakan Nasional Strategi Pengembangan (KNSP) Perumahan dan Permukiman, bahwa pembangunan perkotaan perlu ditingkatkan dan diselenggarakan secara berencana dan terpadu.

b. Permen PU 20/PRT/M/2006 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan (KSNP-SPP) Sistem Penyediaan Air Minum.

c. Permen PU 21/PRT/M/2006 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan (KSNP-SPP) Sistem Pengelolaan Persampahan.

d. Keputusan Presiden No. 7/2004 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2004-2009.

Disamping itu, juga terdapat acuan (landasan hukum) yang digunakan dalam penyusunan RP2KP/SPPIP, yaitu kebijakan dari pimpinan Departemen Cipta Karya, dan kebijakan dari pimpinan instansi terkait.

1.5 Sistematika Pembahasan

Sistematika pembahasan dalam penyusunan Laporan Pendahuluan RP2KP/SPPIP Sukamara adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan tentang latar belakang dari penyusunan RP2KP/SPPIP, tujuan dan sasaran, ruang lingkup, dasar penyusunan RP2KP/SPPIP dan sistematika pembahasan.

BAB II REVIEW KEBIKAJAN KABUPATEN SUKAMARA

Bab ini akan mereview kebijakan-kebijakan yang ada di kabupaten Sukamara.

BAB III GAMBARAN UMUM KAWASAN

Bab ini akan membahas sekilas gambaran mengenai wilayah perencanaan, beserta potensi dan permasalahan kawasan yang dimiliki.

(8)

I - 8

Pada bab ini membahas beberapa pendekatan yang digunakan dalam penyusunan RP2KP/SPPIP beserta metodologi yang dipakai untuk pengembangan kawasan.

BAB V LANGKAH KERJA

Dalam bab ini berisi rencana kerja dan jadual pelaksanaan pekerjaan dalam penyusunan RP2KP/SPPIP.

BAB VI SISTEM PELAPORAN

Menjabarkan sistematika pelaporan, isi dari setiap laporan dari pekerjaan Penyusunan RP2KP/SPPIP dan sistem penyajian dari laporan tersebut.

Bab VII TENAGA AHLI

Menjelaskan struktur organisasi, tenaga ahli dan tanggung jawab tenaga ahli dalam pelaksanaan pekerjaan.

Referensi

Dokumen terkait

Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk mencegah virus Covid-19 adalah dengan menerapkan perilaku Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di mana dalam penerapannya

Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul

Pendekatan dapat diartikan sebagai metode ilmiah yang memberikan tekanan utama pada penjelasan konsep dasar yang kemudian dipergunakan sebagai sarana

Audit, Bonus Audit, Pengalaman Audit, Kualitas Audit. Persaingan dalam bisnis jasa akuntan publik yang semakin ketat, keinginan menghimpun klien sebanyak mungkin dan harapan agar

Perbandingan distribusi severitas antara yang menggunakan KDE dengan yang menggunakan suatu model distribusi tertentu dilakukan untuk melihat secara visual, manakah dari

61 Dari pernyataan-pernyataan di atas, dapat dilihat bahwa dilema yang Jepang alami pada saat pengambilan keputusan untuk berkomitmen pada Protokol Kyoto adalah karena

2011 sangat memberi peluang optimalisasi diplomasi Indonesia dalam berperan memecahkan berbagai masalah yang ada baik di dalam negeri maupun di dalam kawasan

menganalisis, memproses dan mengorganisasikan data tersebut.. Peserta didik menyusun perkiraan dari hasil analisis yang dilakukan. Sampaikan poin-poin pembelajaran utama yang