• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN KONSUMSI MAKANAN PROTEIN HEWANI PADA IBU NIFAS DENGAN PENYEMBUHAN LUKA PERINEUM DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KLATEN TENGAH KABUPATEN KLATEN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN KONSUMSI MAKANAN PROTEIN HEWANI PADA IBU NIFAS DENGAN PENYEMBUHAN LUKA PERINEUM DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KLATEN TENGAH KABUPATEN KLATEN"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN KONSUMSI MAKANAN PROTEIN HEWANI PADA IBU NIFAS DENGAN PENYEMBUHAN LUKA PERINEUM

DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KLATEN TENGAH KABUPATEN KLATEN

), ), )

ABSTRAK

Faktor gizi terutama protein hewani akan sangat mempengaruhi terhadap penyembuhan luka perineum karena penggantian jaringan sangat membutuhkan protein. Dengan mengkonsumsi makanan protein hewani pada ibu nifas maka proses penyembuhan luka perineum akan semakin cepat sembuh dan kering. Tujuan Penelitian ini untuk mengetahui hubungan konsumsi makanan protein hewani pada ibu nifas dengan penyembuhan luka perineum di Wilayah Kerja Puskesmas Klaten Tengah.

Desain penelitian ini menggunakan metodologi penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 34 ibu nifas dengan luka jahitan perineum hari ke 3-7 di Wilayah Kerja Puskesmas Klaten Tengah 2015 dengan teknik total sampling. Instrumen penelitian menggunakan lembar angket dan lembar observasi serta menggunakan

chi square. Hasil penelitian menunjukkan ibu nifas dengan luka jahitan perineum

yang mengkonsumsi makanan protein hewani sebanyak 27 responden (79,4%), penyembuhan luka perineum yang baik 26 responden (76,5%). Dari uji analisis

chi square didapatkan nilai p 0,001 (p<0,05).

Kesimpulan dari penelitian ini ada hubungan antara konsumsi makanan protein hewani pada ibu nifas dengan penyembuhan luka perineum di Wilayah Kerja Puskesmas Klaten Tengah Kabupaten Klaten. Saran untuk ibu nifas dengan luka jahitan perineum dapat memahami pentingnya konsumsi makanan protein hewani terhadap penyembuhan luka perineum dan ada perubahan sikap serta perilaku untuk tidak menghindari makanan tertentu khususnya makanan protein hewani.

(2)

I. PENDAHULUAN

Persalinan merupakan proses membuka dan menipisnya serviks dan janin turun ke dalam jalan lahir. Hampir Sebagian besar persalinan merupakan persalinan normal, hanya 12-15% merupakan persalinan patologi. Pada beberapa kondisi, persalinan normal dapat beralih menjadi persalinan patologi apabila terjadi kesalahan dalam penilaian kondisi ibu dan bayi atau akibat kesalahan dalam memimpin persalinan (Sarwono, 2008; h.455). Persalinan sering kali mengakibatkan perlukaan jalan lahir. Setelah persalinan harus selalu dilakukan pemeriksaan pada vulva dan perineum (Wiknjosastro H, 2005) .

Masa nifas atau puerpurium dimulai sejak 1 jam setelah lahirnya plasenta sampai dengan 6 minggu (42 hari). Pelayanan pasca persalinan harus terselenggara untuk memenuhi kebutuhan ibu dan bayi, yang meliputi upaya pencegahan infeksi, deteksi dini dan pengobatan komplikasi dan penyakit yang mungkin terjadi, serta penyediaan pelayanan pemberian ASI, cara menjarangkan kehamilan, imunisasi, dan nutrisi bagi ibu (Sarwono, 2010; h.356). Masa nifas berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil dan berlangsung selama 6 minggu. Pada masa ini terjadi perubahan fisiologi meliputi perubahan fisik, involusio, lokhea, laktasi, perubahan sistem lain dan perubahan psikologis. Asuhan masa nifas diperlukan dalam periode ini karena merupakan masa kriris baik ibu maupun bayinya (Sarwono, 2008; h.122).

Infeksi nifas masih berperan sebagai penyebab utama kematian ibu terutama di negara berkembang seperti Indonesia ini, masalah itu terjadi akibat dari pelayanan kebidanan yang masih jauh dari sempurna. Faktor penyebab lain terjadinya infeksi nifas di antaranya, daya tahan tubuh yang kurang, perawatan nifas yang kurang baik, kurang gizi/mal nutrisi, anemia,

hygiene yang kurang baik, serta kelelahan. Upaya yang dilakukan dengan

memberikan asuhan pada ibu dan bayi dengan baik pada masa nifas diharapkan dapat mencegah kejadian tersebut (BKKBN, 2006).

Pada masa nifas diperlukan nutrisi yang bermutu tinggi dengan cukup kalori, protein, cairan serta vitamin. Faktor nutrisi akan mempengaruhi proses penyembuhan luka jalan lahir. Berdasarkan penelitian Ija (2009), status gizi akan mempengaruhi penyembuhan luka. Pada sebagian pasien, penurunan kadar protein akan mempengaruhi penyembuhan luka. Bila ibu nifas mampu melakukan perawatan luka perineum dengan benar selama di rumah, ditunjang dengan status gizi yang baik maka proses penyembuhan luka akan berjalan dengan normal sesuai masa penyembuhan luka dan resiko terjadinya infeksi masa nifas dapat dihindari.

(3)

Robekan perineum terjadi hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang pada persalinan berikutnya. Robekan ini dapat dihindarkan atau dikurangi dengan menahan kepala janin agar tidak cepat sampai dasar panggul (Depkes RI, 2005).

Derajat laserasi jalan lahir dibedakan menjadi 4 yaitu derajat 1 meliputi mukosa vagina, komisura posterior, kulit perineum, derajat 2 meliputi mukosa vagina, komisura posterior, kulit perineum, otot perineum, derajat 3 meliputi mukosa vagina, komisura posterior, kulit perineum, otot perineum, otot spingter ani eksterna dan derajat 4 meliputi mukosa vagina, komisura posterior, kulit perineum, otot perineum, otot spingter ani eksterna, dinding rektum anterior. Robekan perineum yang melebihi derajat 1 harus dijahit (Sumarah, dkk, 2009).

Tahapan penyembuhan luka memerlukan protein sebagai dasar untuk pembentukan fibroblast dan terjadinya kolagen, disamping elemen-elemen lain yang diperlukan untuk proses penyembuhan luka seperti vitamin C yang berperan dalam proses kecepatan penyembuhan luka. Vitamin A berperan dalam pembentukan epitel dan sistem imunitas. Vitamin A dapat meningkatkan jumlah monosit, makrofag di lokasi luka, mengatur aktifitas kolagen dan meningkatkan reaksi tubuh pada fase inflamasi awal. Zat gizi lain yang berperan yaitu Vitamin E yang merupakan antioksidan lipopilik utama dan berperan dalam pemeliharaan membran sel, menghambat terjadinya peradangan dan pembentukan kolagen yang berlebih. Asam lemak esensial juga penting dalam proses penyembuhan luka karena tidak bisa disintesa dalam tubuh sehingga harus didapatkan dari makanan atau dari suplemen. Peranan asam lemak esensial ini adalah mengurangi peradangan, mengurangi pengentalan sel-sel darah dan berperan dalam mencegah perkembangbiakan sel-sel yang tidak normal (Nurhikmah dan Rusjiyanto, 2009).

Puskesmas Klaten Tengah terdiri dari 9 bidan desa (BPM 5 dan Bidan KIA 4) serta yang ada 3 BPS. Data dari BPM Wahyu Jatiningsih Klaten Tengah, terkait dengan jumlah ibu nifas bulan Mei-Oktober 2014, ibu yang bersalin secara normal dengan jahitan perineum sebanyak 31 pasien. Dari data tersebut tercatat 1 bulan Oktober 2014 sebanyak 7 pasien melakukan kontrol jahitan perineum dan diantaranya jaringan kulit perineum pada jahitan belum menyatu. Dari studi pendahuluan ditemukan 4 dari 7 ibu nifas dengan luka perineum yang belum mengering dan jaringan kulit belum menyatu ini dikarenakan masih menghindari makanan yang amis-amis misalnya ikan dan telur, sedangkan 3 dari 7 ibu nifas dengan luka perineum

(4)

yang sudah mengering dan jaringan kulit sudah menyatu ini dikarenakan tidak menghindari makanan tertentu termasuk ikan dan telur.

Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Hubungan Konsumsi Makanan Protein Hewani pada Ibu Nifas Dengan Penyembuhan Luka Perineum di Wilayah Kerja Puskesmas Klaten Tengah”.

II. METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yaitu penelitian ilmiah yang sistematis terhadap bagian-bagian dan fenomena serta hubungan-hubungannya. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode observasional analitik dengan pendekatan cross sectional yaitu suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor dengan efek, dengan cara pendekatan obsevasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point time approach) (Buchori, 2012). Pada peneliti ingin mengetahui hubungan konsumsi makanan protein hewani pada ibu nifas dengan penyembuhan luka perineum di wilayah kerja Puskesmas Klaten Tengah.

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti (Notoatmodjo, 2010). Dalam penelitian ini populasinya sebanyak 45 ibu nifas di wilayah kerja Puskesmas Klaten Tengah pada bulan April 2015 sampai bulan Mei 2015. Teknik sampling dalam penelitian ini menggunakan teknik non probability sampling dengan total sampling (Sugiyono, 2007), yaitu teknik pengambilan sampel dimana jumlah sampel sama dengan jumlah populasi. Sampel adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi penelitian (Notoatmodjo, 2010). Pada penelitian ini sampel yang diambil sebanyak 34 ibu nifas yang sesuai dengan kriteria eklusi pada bulan April sampai dengan Mei 2015 di wilayah kerja Puskesmas Klaten Tengah.

Analisis data univariat, yaitu analisis statistik yang digunakan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian (Notoatmojo 2010). Dalam penelitian ini meliputi distribusi frekuensi responden berdasarkan umur, paritas, tingkat pendidikan, pekerjaan, keadaan luka dan konsumsi makanan protein hewani.Analisi Bivariat, yaitu analisis statistik yang digunakan untuk melihat keadaan variabel bebas dan terikat. Dalam penelitian ini untuk melihat hubungan antara konsumsi makanan protein hewani pada ibu nifas dengan penyembuhan luka perineum di wilayah kerja Puskesmas Klaten Tengah, uji statistik yang digunakan Uji Chi Square 2x2 dengan tingkat kemaknaan 5% (Sopiyudin, 2009).

(5)

III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian

1. Analisa Univariat a. Umur Responden

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Umur Responden di Wilayah Kerja Puskesmas Klaten Tengah

No Umur Frekuensi (%)

1. < 20 tahun 6 17,7

2. 21 – 34 tahun 25 73,5

3. > 35 tahun 3 8,8

Jumlah 34 100

Sumber : Data Primer bulan April – Mei 2015

Berdasarkan tabel 4.1 diketahui dari 34 responden diperoleh mayoritas responden berusia 21 – 34 tahun (73,5%) dan hanya 3 responden (8,8%) yang berusia > 35 tahun.

b. Paritas Responden

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Paritas Responden di Wilayah Kerja Puskesmas Klaten Tengah

No Paritas Frekuensi (%)

1. Primigravida 16 47,1

2. Multigravida 18 52,9

Jumlah 34 100

Sumber : Data Primer bulan April – Mei 2015

Berdasarkan tabel 4.2 diketahui bahwa dari 34 responden sebanyak 16 responden (47,1 %) merupakan primipara dan 18 responden (52,9 %) multipara.

c. Pendidikan Responden

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Pendidikan Responden di Wilayah Kerja Puskesmas Klaten Tengah

No Pendidikan Frekuensi (%) 1. Tamat SD 5 14.7 2. Tamat SMP 11 32.4 3. Tamat SMA 17 50.0 4. Tamat PT 1 2.9 Jumlah 34 100

Sumber : Data Primer bulan April – Mei 2015

(6)

Berdasarkan tabel 4.3 diketahui mayoritas pendidikan responden adalah tamat SMA yaitu sebanyak 17 responden (50,0 %) dan hanya 1 responden (2,9%) tamat Perguruan Tinggi.

d. Pekerjaan Responden

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Pekerjaan Responden di Wilayah Kerja Puskesmas Klaten Tengah

No Pekerjaan Frekuensi (%) 1. IRT 21 61,8 2. Buruh 7 20,6 3. Wiraswasta 3 8,8 4. Karyawan 3 8,8 Jumlah 34 100

Sumber : Data Primer bulan April – Mei 2015

Berdasarkan tabel 4.4 diketahui mayoritas responden sebagai IRT (Ibu Rumah Tangga) yaitu sebanyak 21 responden (61,8%) dan hanya 3 responden (8,8%) wiraswasta serta 3 responden (8,8%) karyawan.

e. Konsumsi Makanan Protein Hewani

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Konsumsi Makanan Protein Hewani di Wilayah Kerja Puskesmas Klaten Tengah

No Konsumsi Makanan Protein Hewani Frekuensi (%)

1. Ya 27 79,4

2. Tidak 7 20,6

Jumlah 34 100

Sumber : Data Primer bulan April – Mei 2015

Berdasarkan tabel 4.5 diketahui bahwa sebanyak 27 responden (79,4 %) mengkonsumsi makanan protein hewani. Sedangkan sisanya yaitu sebanyak 7 responden (20,6 %) tidak mengkonsumsi makanan protein hewani. Hasil pengisian angket menunjukkan bahwa responden mengkonsumsi makanan protein hewani meliputi telur 1 butir, daging 1 potong, ikan 1 potong dst dengan frekuensi 3x sehari, sedangkan responden yang tidak mengkonsumsi makanan protein hewani dikarenakan pantang mengkonsumsi telur, daging, ikan.

(7)

f. Penyembuhan Luka Perineum

Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Penyembuhan Luka Perineum di Wilayah Kerja Puskesmas Klaten Tengah

No Penyembuhan Luka Perineum Frekuensi (%)

1. Baik 26 76,5

2. Tidak Baik 8 23,5

Jumlah 34 100

Sumber : Data Primer bulan April – Mei 2015

Berdasarkan tabel 4.6 di atas menunjukkan bahwa responden dengan penyembuhan luka perineum baik sebesar 26 responden (76,5%). Sedangkan responden dengan penyembuhan luka perineum tidak baik sebanyak 8 responden (23,5%). Banyak hal yang mempengaruhi penyembuhan luka perineum. Pada penelitian ini, konsumsi makanan protein hewani adalah salah satu faktor penentu dalam proses penyembuhan luka perineum.

2. Analisa Bivariat

Tabel 4.3 Hubungan Konsumsi Makanan Protein Hewani pada Ibu Nifas dengan Penyembuhan Luka Perineum di Wilayah Kerja Puskesmas Klaten Tengah

Sumber : Data Primer pada bulan April – Mei 2015

Berdasarkan tabel 4.3 diketahui bahwa responden yang mengkonsumsi makanan protein hewani dapat membantu dalam penyembuhan luka perineum. Sebanyak 24 responden (88,9%) yang mengkonsumsi makanan protein hewani mengalami penyembuhan luka perineum yang baik. Hanya sebanyak 3 responden (11,1) yangmengkonsumsi makanan protein hewani mengalami penyembuhan luka perineum tidak baik. Sebanyak 5 responden (71,4%) yang tidak mengkonsumsi makanan protein hewani mengalami penyembuhan luka perineum yang tidak baik. Sedangkan responden yang tidak No Konsumsi Makanan Protein Hewani Penyembuhan Luka Perineum Total

Baik Tidak baik p-value α F % F % F %

1 Ya 24 88,9 3 11,1 27 79,4

2 Tidak 2 28,6 5 71,4 7 20,6 0,001 0,05 Total 26 76,5 8 23,5 34 100,0

(8)

mengkonsumsi makanan protein hewani dan mengalami penyembuhan luka perineum yang baik sebanyak 2 responden (28,6).

Berdasarkan hasil uji chi-square tabel 2x2 dengan taraf kepercayaan 95% antara konsumsi makanan protein hewani dengan penyembuhan luka perineum diperoleh nilai p-value 0,001 (p-value < 0,05). Hasil uji statistik membuktikan bahwa hipotesis penelitian (Ha) diterima. Hal ini berarti ada hubungan konsumsi makanan protein hewani pada ibu nifas dengan penyembuhan luka perineum di Wilayah Kerja Puskesmas Klaten Tengah

B. Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, ada beberapa karakteristik responden meliputi umur, paritas, pendidikan, pekerjaan, konsumsi makanan protein hewani dan penyembuhan luka perineum. Setelah dilakukan penelitian kepada 34 responden, mayoritas umur ibu nifas dalam penelitian ini berada pada rentang usia (21-34 tahun) yaitu sebesar 73,5%. Hal ini sesuai dengan upaya program safe mother hood dalam mengurangi “4 terlalu” (kehamilan terlalu muda, terlalu tua, terlalu sering, terlalu banyak). Umur berpengaruh terhadap imunitas. Penyembuhan luka yang terjadi pada orang tua sering tidak sebaik pada orangyang muda (Smelzer, 2010).

Pada karakteristik paritas diketahui dari 34 responden sebanyak 16 responden (47,1 %) merupakan primipara dan 18 responden (52,9 %) multipara. Paritas mempengaruhi ibu nifas dalam melakukan perawatan perineum. Paritas dapat dimaknai sebagai pengalaman berperilaku saat kehamilan, persalinan serta nifas yang lalu.Pada primipara yang tidak memiliki pengalaman sendiri tentang kehamilan, persalinan ataupun nifas, maka pengalaman orangtua dan pengalaman orang lain di lingkungannya yang menjadi dasar kepercayaan berperilaku. Sedangkan pada multipara yang telah memiliki pengalaman pada kehamilan, persalinan serta nifas sebelumnya akan cenderung mengulang perilaku sebelumnya apabila dipandang perilakunya yang dulu berdampak positif dan sebaliknya (Nurhikmah, 2009).

Pendidikan mayoritas responden adalah tamat SMA yaitu sebanyak 17 responden (50,0 %). Ini menunjukkan semakin tinggi pendidikan seseorang, makin mudah menerima informasi, sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki dan sebaliknya bila pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai – nilai baru yang diperkenalkan (Nursalam, 2009). Begitupun pekerjaan mayoritas ibu bekerja sebagai ibu rumah tangga (IRT) yaitu sebanyak 21 responden

(9)

(61,8%).Pekerjaann sangat berpengaruh pada pengetahuan seseorang (Dewi, 2011).

Pada karakteristik konsumsi makanan protein hewani diketahui bahwa sebanyak 27 responden (79,4 %) mengkonsumsi makanan protein hewani. Sedangkan sisanya yaitu sebanyak 7 responden (20,6 %) tidak mengkonsumsi makanan protein hewani. Hasil pengisian angket menunjukkan bahwa responden mengkonsumsi makanan protein hewani meliputi telur 1 butir, daging 1 potong, ikan 1 potong dengan frekuensi 3x sehari, sedangkan responden yang tidak mengkonsumsi makanan protein hewani dikarenakan pantang mengkonsumsi telur, daging, ikan. Pantang makanan yang dilakukan oleh ibu nifas disebakan beberapa faktor antara lain alergi, tradisi, kebiasaan makan dan lingkungan.Ibu nifas membutuhkan tambahan protein sebanyak 16 gram/hari pada 6 bulan pertama, 12 gram/hari pada 6 bulan kedua dan 11 gram/hari pada tahun kedua (Suradi dan Tobing, 2004).

Pada karakteristik penyembuhan luka perineum mayoritas mengalami penyembuhan luka perineum baik sebesar 26 responden (76,5%). Sedangkan responden dengan penyembuhan luka perineum tidak baik sebanyak 8 responden (23,5%). Banyak faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka perineum antara lain gizi, tradisi, personal hygiene, lingkungan, pengetahuan, dan cara perawatan. Pada penelitian ini, konsumsi makanan protein hewani adalah salah satu faktor penentu dalam proses penyembuhan luka perineum. Proses penyembuhan luka perineum akan melalui beberapa tahapan yaitu inflamasi, proliferasi, dan maturasi (Hendro, 2008). Banyak faktor yang berperan dalam kesembuhan luka perineum. Menurut (Harmono, 2008) salah satu faktor yang berpengaruh adalah status gizi, hal ini berkaitan dengan proses penyembuhan luka perineum yang memang memerlukan zat-zat metabolisme salah satunya yaitu protein. Protein mensuplai asam amino, yang dibutuhkan untuk perbaikan jaringan dan generalisasi (Sulastri, 2011).

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, terdapat hubungan konsumsi makanan protein hewani pada ibu nifas dengan penyembuhan luka perineum di Wilayah Kerja Puskesmas Klaten Tengah dengan melihat nilai p value 0,001 < 0,05. Dari 34 responden yang diteliti, yang mengkonsumsi makanan protein hewani dan mengalami penyembuhan luka perineum baik sebanyak 24 responden (88,9%). Seperti yang dikemukakan oleh (Almatsier, 2009), protein mempunyai fungsi khas yang tidak dapat digantikan oleh zat gizi lain yaitu membangun serta memelihara sel-sel dan jaringan tubuh. Setiap sel di dalam tubuh mengandung protein, baik sebagai suatu bagian membran sel itu sendiri maupun dalam sitoplasma sel. Protein merupakan zat

(10)

penting untuk struktur dan fungsi tubuh serta penting untuk sintesis dan pembelahan sel yang sangat vital untuk penyembuhan luka.

Hal ini sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Kang Kapuk (2013) yang menyatakan bahwa faktor gizi terutama protein akan sangat mempengaruhi terhadap proses penyembuhan luka pada perineum karena penggantian jaringan sangat membutuhkan protein. Terwujudnya semua makanan yang dianjurkan untuk ibu nifas maka proses penyembuhan luka

heating akan semakin cepat sembuh dan kering. Penelitian ini sejalan dengan

penelitian Mukarramah dan Ismail (2013) yang menyatakan bahwa nutrisi sangat berpengaruh terhadap penyembuhan luka karena pada ibu nifas yang sudah mengerti tentang pemenuhan nutrisi dan mau mengkonsumsi sayur-sayuran, buah-buahan maupun ikan, daging dan telur dalam masa nifas sehingga proses penyembuhan luka baik dan cepat.Diet yang diberikan pada ibu nifas harus bermutu, bergizi tinggi, cukup kalori, tinggi protein, dan banyak mengandung cairan (Elida, 2013).

Sedangkan responden mengalami penyembuhan luka perineum yang tidak baik dan tidak mengkonsumsi makanan protein hewani sebanyak 5 responden (71,4%). Dari 5 responden tersebut berpotensi terjadinya infeksi pada luka perineum. Berdasarkan penelitian Ija (2009), menyatakan bahwa pada sebagian pasien dengan penurunan protein akan mempengaruhi penyembuhan luka. Zat gizi yang mempengaruhi penyembuhan luka salah satunya adalah protein.

Sejalan dengan penelitian Setiya (2010), ibu nifas pantang mengkonsumsi telur, daging ayam, ikan (yang berasal dari air tawar ataupun air laut), serta bahan makanan lain yangberasal dari laut seperti udang, kepiting, cumi-cumi, dan sebagainya yang merupakan sumber protein hewani. Protein hewani merupakan protein lengkap (sempurna) yang mengandung berbagai asam amino esensial lengkap yang dapat memenuhi unsur-unsur biologis sempurna. Sehingga ibu nifas tersebut tidak mendapat asupan zat gizi yang cukup untuk proses penyembuhan lukaperineum (Almatsier, 2009). Apabila ibu nifas yang tidak mengkonsumsi makanan protein hewani akan timbul jaringan granulasi abnormal pada luka perineum, adanya pus, luka tidak menutup dan luka dijahit kembali. Sedangkan ibu nifas yang mengkonsumsi makanan protein hewani pada luka perineumnya akan kering, menutup dan disertai jaringan parut.

(11)

IV. PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Umur responden di Wilayah Kerja Puskesmas Klaten Tengah adalah 21 – 34 tahun yaitu sebanyak 24 responden (73,5%)

2. Paritas responden di Wilayah Kerja Puskesmas Klaten Tengah adalah primigravida yaitu 16 responden (47,1%) dan mulitigravida 18 responden (52,9%)

3. Pendidikan responden di Wilayah Kerja Puskesmas Klaten Tengah adalah SMA yaitu sebanyak 17 responden (50,0%)

4. Pekerjaan responden di Wilayah Kerja Puskesmas Klaten Tengah adalah ibu rumah tangga (IRT) yaitu sebanyak 21 responden (61,8%) 5. Konsumsi makanan protein hewani responden di Wilayah Kerja

Puskesmas Klaten Tengah adalah ya yaitu sebanyak 27 responden (79,4%)

6. Penyembuhan luka perineum responden di Wilayah Kerja Puskesmas Klaten Tengah adalah baik yaitu sebanyak 26 responden (76,5%) 7. Ada hubungan konsumsi makanan protein hewani pada ibu nifas

dengan penyembuhan luka perineum di wilayah kerja puskesmas klaten tengah yang ditunjukkan dengan nilai p 0,001 (p < 0,05) B. SARAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, ada beberapa saran yang dapat diberikan, yaitu

1. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat dijadikan data dasar bagi peneliti selanjutnya terkait masalah gizi pada ibu nifas dengan penyembuhan luka perineum atau personal hygiene pada ibu nifas dengan lama penyembuhan luka perineum.

2. Bagi Puskesmas Klaten Tengah

Hasil penelitian ini dapat dijadikan edukasi untuk kepentingan program khususnya terkait pemantauan konsumsi makanan protein hewani pada ibu nifas terhadap penyembuhan luka perineum di Wilayah Kerja Puskesmas Klaten Tengah.

(12)

3. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai pengembangan keilmuan dan informasi dalam memperkuat wawasan dan kemampuan di bidang kebidanan, khususnya terkait tentang konsumsi makanan protein hewani pada ibu nifas dengan penyembuhan luka perineum. 4. Bagi Masyarakat

Hasil penelitian ini dapat menjadikan acuan ibu dalam memahami pentingnya konsumsi makanan protein hewani pada ibu nifas terhadap penyembuhan luka perineum dan ada perubahan sikap dan perilaku untuk tidak menghindari makanan tertentu khususnya makanan yang protein hewani serta bersedia makan makanan yang mengandung protein.

(13)

DAFTAR PUSTAKA

Aisyah. 2010. Pengaruh Pemberian Paket Pendidikan Kesehatan Perawatan Ibu

Nifas (PK-PIN) Yang Dimodifikasi Terhadap Pengetahuan, Sikap Dan Perilaku Ibu Postpartum Primigravida Dalm Merawat Diridi Palembang, tesis. Depok : Program Magister Ilmu Keperawatan. Universitas Indonesia

Almatsier, Sunita. 2006. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Edisi 6. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama

Anggraeni Y. 2010. Asuhan Kebidanan Masa Nifas. Yogyakarta : Pustaka Rihama

Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian. Suatu Pendekatan Praktik. Edisi Revisi. Jakarta : CV. Rineka Cipta

BKKBN. 2006. Hati-Hati Infeksi Nifas. A vailable (http : /// www . pikas . bkkbn

. go .id /artikel-detail.php/aid). Diakses tanggal 21 November 2014

Baumali. Alberth M. 2009. Pemenuhan Zat Gizi Ibu Nifas Dalam Budaya Se’i

Pada Masyarakat Suku Timor Dawan Di Kecamatan Molo Selatan Kabupaten Timor Tengah Selatan, tesis. Program Studi Pasca Sarjana

Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat

Boyle, M. 2008. Pemulihan Luka. Jakarta : ECG

Budianto, A.K. 2009. Dasar-Dasar Ilmu Gizi. Cetakan Keempat. Malang : UMM Press

Bryant , R dan Nix, D. 2007. Acute & Chronic Wound, Third Edition. Louis : Mosby

Buchari, Alma. 2012. Pengantar Statistik untuk Pengantar Pendidikan, Sosial,

Ekonomi Komunikasi, dan Bisnis. Bandung : Alfabeta

Atikah P, Siti A. 2009. Buku Ajar Gizi untuk Kebidanan. Yogyakarta : Mulia Medika

Depkes RI. 2005. Catatan Tentang Perkembangan Dalam Praktek Kebidanan. Unicef : Jakarta

(14)

Dewi D, Ratnawati R, Berlian I. Hubungan mobilisasi dini dengan kecepatan

kesembuhan luka perineum pada ibu post partum di seluruh wilayah kerja Puskesmas Singosari Ka bupaten Malang. Malang : 2012

Elida, Fitri. Faktor-faktor yang mempengaruhi lamanya penyembuhan luka

perineum pada ibu nifas di RSU dr. Zainal Abidin (skripsi). Banda Aceh :

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan U’budiyah Program Studi Diploma IV Kebidanan : 2013

Hartiningtiyaswati, Setiya. Hubungan perilaku pantang makanan dengan lama penyembuhan luka perineum pada ibu nifas Di Kecamatan Srengat Kabupaten Blitar. Surakarta : program studi D IV kebidanan fakultas

kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta : 2010

Mauren Boyle. 2008. Pemulihan Luka Sari Bahasan Kebidanan. Jakarta : ECG Murkoff, Heidi, Arlene Eisenberg Sandee Hathway, B, S, N. 2006. Kehamilan:

Apa yang Anda Hadapi Bulan per Bulan. Edisi 3. Jakarta : Arcan

Nanik, Nur. 2012. Hubungan Antara Keseimbangan Nutrisi Dan Vulva hygiene

dengan Penyembuhan Luka Perineum pada Ibu Nifas hari ke 4-5 di RB Hikmah Mojokerto. STIKES Dian Husada Mojokerto

Nurhikmah. 2009. Hubungan Perilaku Ibu Berpantang Makanan Selama Nifas

Dengan Status Gizi Ibu Dan Bayinya Di Kecamatan Banjarmasin Utara Di Kota Banjarmasin. Universitas Gajah Mada. Tesis

Notoatmodjo. 2010. Metodelogi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta Oktavia, Yustin. 2012. Hubungan Antara Berpantang Makanan pada Ibu Nifas

Dengan Penyembuhan Luka Jahitan Perineum di RSUD Dr. Moh. Soewandi Surabaya. Fakultas Kedokteran Universitas airlangga. Surabaya

Prawirohardjo, Sarwono. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta : P.T Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Prawirohardjo, Sarwono. 2006. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.

Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardj .2009. Buku Acuan Nasional. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : Yayasan

Bina Pustaka

Setyo R, Sri H. 2011. Asuhan Kebidanan Ibu Masa Nifas. Yogyakarta : Gosyen Publishing

Smeltzer S. C. 2010. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. EGC : Jakarta

(15)

Sri, A. Suwandi. Sri W. 2012. Hubungan Mobilisasi Dini Terhadap

Penyembuhan Luka Post Sectio Caesarea Di RSUD Salewang Maros.

Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis Volume 4 Nomor 5 Tahun 2014

Sulastri. 2011. Hubungan Kadar Hemoglobin Dengan Penyembuhan Luka Post

Sectio Ceasarea (SC) Di Ruang Mawar I RSUD Moewardi Surakarta.

Gaster , Vol. 8, No. 2 Agustus 2011(772-782)

Sumarah, dkk. 2009. Perawatan Ibu Bersalin (Asuhan Kebidanan Pada Ibu

Bersalin). Jakarta : Fitramaya

Suradi R dan Tobing H. 2004. Manajemen Laktasi. Jakarta : Program Manajemen Laktasi Perkumpulan Perinatologi Indonesia

Venny R, dkk. Hubungan antara Sikap Ibu Nifas terhadap Makanan gizi

Seimbang dengan Penyembuhan Luka Perineum di Klinik Bersalin Khairunisa. Jurnal Ilmiah Kebidanan, Vol.3 No.1 Edisi Juni 2012

Wiknjosastro, H. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Gambar

Tabel  4.1  Distribusi  Frekuensi  Umur  Responden  di  Wilayah  Kerja  Puskesmas Klaten Tengah
Tabel  4.5  Distribusi  Frekuensi  Konsumsi  Makanan  Protein  Hewani  di  Wilayah Kerja Puskesmas Klaten Tengah
Tabel  4.3  Hubungan  Konsumsi  Makanan  Protein  Hewani  pada  Ibu  Nifas      dengan Penyembuhan Luka Perineum di Wilayah Kerja Puskesmas  Klaten Tengah

Referensi

Dokumen terkait

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna ( exhaustive extraction ) yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Tahap perkolasi

Kebutuhan Tenaga Guru Sekolah Mene ngah Atas (SMA) di Kabupaten Mina-.. hasa

Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa melindungi, menyertai dan membimbing penulis dalam penyusunan naskah skripsi yang

Ternak-ternak mempunyai kedudukan yang penting dalam sosial ekonomi masyarakat yang sebagian besar terdiri dari petani (Atmadilaga,1976). Peranan ternak

2.4 Tinjauan Aspek Keekonomian Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Mengingat pengembangan potensi panas bumi memerlukan initial investment yang cukup besar, serta

untuk mendorong pembelian atau penjualan dari suatu produk atau jasa.. Promosi menunjuk pada berbagai aktivitas yang dilakukan perusahaan

Downward communication adalah komunikasi yang mengalir dari bagian atas lembaga ke bagian bawah lembaga yang dilakukan oleh pejabat atas (atasan) ke petugas bawah

Permasalahan sampah dan kegiatan peduli sampah yang diintegrasikan dengan pembelajaran Matematika menggunakan Pendekatan Matematika Realistik Indonesia (PMRI), sesuai