• Tidak ada hasil yang ditemukan

AMINUDDIN MANE KANDARI*), LA ODE SAFUAN, L. M. AMSIL. Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo, Kendari ABSTRACT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "AMINUDDIN MANE KANDARI*), LA ODE SAFUAN, L. M. AMSIL. Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo, Kendari ABSTRACT"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

ISSN: 2087-7706

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK PENGEMBANGAN TANAMAN

KOPI ROBUSTA (Coffea canephora) BERDASARKAN ANALISIS DATA

IKLIM MENGGUNAKAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI

Land Suitability Evaluation for Development of Coffee Robusta (Coffea

canephora) Based on Climate Data Analysis Using Geographic

Information Systems Applications

AMINUDDIN MANE KANDARI*), LA ODE SAFUAN, L. M. AMSIL

Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo, Kendari 93232

ABSTRACT

The aim of the study was to determine the climate type, spatially climate distribution and climate suitability class for robusta coffee crop in the district of Buton. The research was conducted in March to Agsutus 2013 by using Thiessen polygon approach through GIS spatial analyst and climate unit obtained from overlay climate elements, namely temperature, precipitation, humidity, and dry months. Research found that, in Buton, climate type according to the classification Schmidth - Fergusson climate type C in the coverage area of the station rainfall Lawele and Betoambari, and the type climate in the region of Kapontori and Kaisabu rainfall stations based on. Thiessen polygon, the widest distribution was 4 months dry climate, i.e. : 124.257,29 hectares or 59,16 % of the rainfall stations Kapontori, Kaisabu, and Betoambari. While the widest climatology element (temperature, humidity, radiation, and evaporation) were in the climatology station Kapontori : 123.240,42 ha or 58,68 % of the total study area. Actual climatic suitability classes in the study site for the coffee plants were class S2 ( quite appropriate ) area of 69.581,56 hectares or 61,46 % and marginally suitable ( S3 ) area of 43.632,03 hectares or 38,54 % with the toughest obstacles were temperature (t) and humidity (w3). While the potential climatic suitability remained on climate spesific class S2 (quite appropriate) and S3 (marginally suitable). With the results of the evaluation of the climatic suitability, coffee plants can be developed in the research area.

Keywords: climate, coffee, land suitability

1

PENDAHULUAN

Di Indonesia tanaman kopi termasuk tanaman perdagangan karena dapat menghasilkan devisa negara, dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri dan memberikan peluang bagi masyarakat sebagai lapangan kerja. Menurut Muljodiharjo (1996), kopi berada pada urutan ke-empat sebagai penghasil devisa setelah kayu, karet dan kelapa sawit.

Kabupaten Buton merupakan daerah kepuluan yang secara umum masyarakatnya mengusahakan tanaman kopi robusta (Coffea

*) Alamat korespondensi:

Email : manekandaria@yahoo.com

canephora) berdasarkan data Badan Pusat

Statistik (2011), jumlah produksi kopi di Kabupaten Buton adalah 118 ton dari 549 ha lahan yang produktif. Bila di lihat dari luas lahan produktifnya , maka produksi kopi robusta di Kabupaten Buton masih tergolong rendah. Rendahnya produksi kopi tersebut disebabkan karena petani dalam membudidayakan kopi masih dilakukan secara sederhana, berbagai faktor tumbuh belum diperhatikan secara serius oleh petani, termasuk faktor iklim sementara diketahui bahwa dalam mengembangkan salah satu komoditas pada suatu daerah harus mempertimbangkan faktor iklim dalam hal ini harus memperhatikan kesesuaian iklim karena iklim berkaitan erat dengan proses

(2)

fotosintesis yang akan menentukan tingkat pertumbuhan dan produktivitas.

Salah satu faktor iklim adalah suhu yang sangat penting dalam pertumbuhan tanaman dan berperan hampir pada semua proses pertumbuhan. Suhu udara merupakan faktor penting dalam menentukan tempat dan waktu penanaman yang cocok, bahkan suhu udara dapat juga sebagai faktor penentu dari pusat – pusat produksi tanaman, misalnya ada jenis tanaman yang membutuhkan suhu rendah tapi ada juga yang tumbuh baik pada suhu tinggi.

Perkembangan teknologi Sistem Informasi Geografi (SIG) saat ini telah mengalami perkembangan yang sangat pesat dengan kemampuannya untuk memperoleh, menyimpan, memperbaiki, memanipulasi, menganalisis, dan menampilkan semua bentuk data dan informasi ke dalam sistem yang bereferensi geografi, sehingga dengan kemampuan tersebut sebuah data maupun informasi dapat disajikan secara efisien dan efektif kedalam bentuk peta. Dengan adanya informasi tersebut dapat dijadikan sebuah kebijakan dalam pengambilan suatu keputusan dalam perencanaan maupun pengelolaan dalam pemanfaatannya.

Berdasarkan uraian diatas, analisis data iklim utamanya suhu dengan bantuan sistem informasi geografi sangat penting dilakukan dalam upaya memperoleh informasi spasial tentang kesesuaian tanaman kopi robusta

(Coffea canephora) berdasarkan kesesuaian

suhu di wilayah Kabupaten Buton.

Berdasarkan uraian diatas, analisis data iklim dengan bantuan sistem informasi geografi sangat penting dilakukan dalam upaya memperoleh informasi spasial tentang kesesuaian tanaman kopi berdasarkan kesesuaian iklimnya di wilayah Kabupaten Buton Daratan.

BAHAN DAN METODE

Bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu Citra SRTM (Shuttle Radar Topography

Mission) resolusi 90 meter, Peta Administrasi

Kabupaten Buton Skala 1:500.000, Data iklim dari stasiun Lawele, Kaisabu, Kapontori, Ngkari-ngkari, dan stasiun klimatologi Betoambari selama 10 (sepuluh) tahun terakhir (2002– 2011).

Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi peralatan untuk analisis data seperti perangkat lunak (software) ArcGIS 9.3 beserta extensions spasial Analyst, Microsoft Office

Excel 2003, dan seperangkat Laptop.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini, meliputi metode tumpang susun (overlay) antara peta administrasi dan peta polygon Thiessen dari rata-rata unsur iklim dari setiap stasiun yang berada di wilayah penelitian. Data iklim tersebut akan dijadikan sebagai dasar untuk evaluasi kesesuaian agroklimat. Selanjutnya evaluasi kesesuaian iklim dilakukan dengan metode pembandingan (matching) antara karakteristik iklim dengan persyaratan agroklimat tanaman kopi robusta (Coffea canephora).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan iklim di Kabupaten Buton didasarkan pada 4 (empat) stasiun curah hujan yang terdiri dari Stasiun Lawele, Betoambari, Kapontori, dan Stasiun Kaisabu, serta 4 (empat) stasiun klimatologi yang terdiri dari stasiun klimatologi Kaisabu, Betoambari, Ngkari-ngkari, dan stasiun klimatologi Kapontori selama 10 (sepuluh) tahun (2002-2011). Cakupan wilayah dari stasiun (curah hujan) dilakukan dengan menggunakan metode poligon Thiessen (Gambar 1).

Stasiun Curah Hujan Lawele.

Berdasarkan pembagian poligon Thiessen, cakupan Stasiun Curah Hujan Lawele mewakili beberapa kecamatan, yang terdiri dari Kecamatan Lasalimu, Lasalimu Selatan, Siotapina, dan sebagian wilayah Kecamatan Wolowa. Menurut sistem klasifikasi Schmidth-Fergusson (BB = CH >100 mm Bulan 1; BK =

CH < 60 mm Bulan–1 bahwa di wilayah

cakupan stasiun curah hujan Lawele tergolong tipe iklim C, yaitu terdapat 5,3 Bulan basah (BB), dan 2,6 Bulan kering (BK) dengan nilai Quotient (Q) = 49,2 %. Kenyataan ini berindikasi bahwa di wilayah cakupan stasiun curah hujan Lawele tergolong tipe iklim daerah Agak Basah.

Stasiun Curah Hujan Betoambari. Menurut sistem klasifikasi Schmidth-Fergusson (BB = CH >100 mm Bulan 1; BK =

CH < 60 mm Bulan 1 bahwa di wilayah cakupan

stasiun curah hujan Betoambari tergolong tipe iklim C, yaitu terdapat 5,2 Bulan basah (BB),

(3)

dan 2,8 Bulan kering (BK) dengan nilai Quotient (Q) = 54,8 %. Kenyataan ini berindikasi bahwa di wilayah cakupan stasiun curah hujan Betoambari tergolong tipe iklim daerah Agak Basah

Stasiun Curah Hujan Kapontori. Menurut sistem klasifikasi Schmidth-Fergusson (BB = CH >100 mm Bulan–1; BK = CH < 60 mm Bulan– 1 bahwa di wilayah cakupan stasiun curah

hujan Kapontori tergolong tipe iklim D, yaitu terdapat 4,8 Bulan basah (BB), dan 3,1 Bulan kering (BK) dengan nilai Quotient (Q) = 64,9 %. Kenyataan ini berindikasi bahwa di wilayah cakupan stasiun curah hujan Kapontori tergolong tipe iklim sedang. untuk penyinaran rata-rata tahunan di wilayah cakupan stasiun klimatologi Ngkari-ngkari yaitu 4.543,90Cal/cm2, penyinaran rata-rata

bulanan tertinggi terjadi pada Bulan Agustus yaitu 550Cal/cm2, dan penyinaran rata-rata

bulanan terendah terjadi pada Bulan Desember yaitu 281Cal/cm2.

Stasiun Klimatologi Betoambari. untuk penyinaran rata-rata tahunan di wilayah cakupan stasiun klimatologi Betoambari yaitu 4.845 Cal/cm2, penyinaran rata-rata bulanan

tertinggi terjadi pada Bulan Oktober yaitu 486Cal/cm2, dan penyinaran rata-rata bulanan

terendah terjadi pada Bulan Januari dan Maret yaitu 348 Cal/cm2.

Stasiun Klimatologi Kaisabu. Penguapan rata-rata tahunan di wilayah cakupan stasiun klimatologi Kaisabu yaitu 869,0 mm, penguapan rata-rata bulanan tertinggi terjadi pada Bulan September yaitu 95,0 mm, dan penguapan rata-rata bulanan terendah terjadi pada Bulan Februari yaitu 57,0 mm. Berdasarkan Tabel 4.10 dan Gambar 5., untuk penyinaran rata-rata tahunan di wilayah cakupan stasiun klimatologi Kaisabu yaitu 5.092,2Cal/cm2, penyinaran rata-rata bulanan

tertinggi terjadi pada Bulan September yaitu 563Cal/cm2, dan penyinaran rata-rata bulanan

terendah terjadi pada Bulan Maret yaitu sebesar 323Cal/cm2.

Pembahasan.

Suhu.

Suhu merupakan

faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Suhu mempengaruhi beberapa proses fisiologis penting yaitu seperti pada proses pembukaan dan menututupnya stomata, transpirasi, penyerapan air dan nutrisi (unsur hara), fotosintesis, respirasi, kinerja enzim, cita rasa tanaman, pembentukan primordia

bunga. Peningkatan suhu sampai titik optimum akan diikuti oleh peningkatan proses-proses tersebut dan setelah melewati titik optimum proses tersebut mulai dihambat baik secara fisik maupun kimia. Pengaruh temperatur terhadap pertumbuhan kopi erat kaitannya dengan ketersediaan air, sinar matahari dan kelembaban. Faktor-faktor tersebut dapat dikelola melalui pemangkasan, penataan tanaman pelindung dan irigasi. Temperatur sangat erat kaitanya terhadap pembentukan flush, pembungaan, serta kerusakan daun. Kelas kesesuaian iklim di lokasi penelitian jika ditinjau dari aspek suhu diperoleh kelas kesesuaian iklim S2 dan S3. Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa aspek suhu di lokasi penelitian tidak menjadi kendala berarti untuk pengembangan komoditas kopi.

Bulan Kering.

Bulan kering merupakan jumlah bulan kering berturut-turut dalam setahun dengan jumlah curah hujan kurang dari 75 mm. Pertumbuhan dan produksi kopi akan maksimum apabila dibudidayakan pada tempat dengan kondisi bulan kering yang rendah. Bulan kering yang terdapat di lokasi penelitian adalah 4 sehingga diperoleh kelas kesesuaian lahan aktual S2. Hal tersebut mengindikasikan bahwa di wilayah tersebut baik atau tidak menjadi masaalah penting untuk pengembangan kopi. Sementara itu input teknologi untuk perbaikan kondisi bulan kering merupakan sesuatu yang sulit, oleh karena itu kelas kesesuan lahan potensial ditetapkan S2.

Curah Hujan.

Untuk tanaman kopi, distribusi curah hujan lebih mutlak dari pada jumlah hujan per tahun. tanaman kopi menginginkan periode agak kering sepanjang 3 bulan untuk pembentukan primordia bunga, florasi, serta penyerbukan. Periode kering lebih mutlak untuk kopi robusta yang menyerbuk silang, namun kopi arabika lebih toleran pada periode kering dikarenakan type kopi ini menyerbuk sendiri. Tanaman kopi tumbuh optimum di tempat dengan curah hujan 2.000 – 3.000 mm/tahun dengan 3 bulan kering, namun memperoleh hujan kiriman yang cukup. tanaman kopi tetap tumbuh baik di tempat dengan curah hujan 1.300-2.000 mm/tahun, seandainya tanaman kopi diberi mulsa serta irigasi intensif. Curah hujan merupakan unsur iklim terpenting. Kondisi curah hujan yang terdapat dilokasi

(4)

penelitian berkisar 1.552,43–1989,67 mm/tahun. Kondisi tersebut merupakan kondisi yang paling cocok untuk kopi sehingga termasuk dalam kelas kesesuaian lahan aktual dan potensial S1. Dapat dilihat pada peta :

Kelembapan.

Keadaan kelembapan yang tinggi dapat mengurangi evantranspirasi dan mengkompensasi curah hujan yang rendah (Soemartono, 1955). Namun perlu diingat bahwa keadaan dengan kelembapan tinggi yang terus menerus juga memungkinkan terjadinya serangan penyakit yang disebabkan oleh jamur. Kondisi kelembaban yang ada di lokasi penelitian yakni berkisar 92-98. Hal tersebut merupakan kelembapan yang tinggi untuk tanaman kopi dan kemungkinan kopi tidak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Oleh karena itu kelas kesesuain lahan aktual di lokasi penelitian jika ditinjau dari aspek kelembapan diperoleh S3 (sesuai marginal), kemudian kelas keseuaian lahan potensial juga termasuk S3 karena kondisi kelembaban sangat sulit dirubah meskipun dengan input teknologi (membutuhkan tenaga dan biaya yang tinggi).

Kelas

Kesesuaian

Aktual

dan

Potensial.

Kelas kesesuaian iklim aktual dan potensial di lokasi penelitian ditetapkan secara keseluruhan dari beberapa faktor iklim yang menjadi parameter/syarat tumbuh kopi yang terdiri atas suhu, jumlah bulan kering, temperatur dan kelembapan. Kelas kesesuaian iklim di lokasi penelitian ditentukan pada kelas kesesuaian iklim yang paling rendah sebagai faktor pembatas dari parameter iklim. Hasil analisis diperoleh kelas kesesuaian iklim aktual S2t,w1,3; S2t,w3; S3t, dan S3w3, yakni termasuk kelas kesesuaian iklim S2 (cukup sesuai) dan S3 (sesuai marginal) atau mempunyai faktor pembatas yang berat yakni suhu dan kelembaban. Sedangkan kelas kesesuaian iklim potensial diperoleh 2 (dua) kelas kesesuaian yaitu kelas S2 (cukup sesuai) dan S3 (sesuai marginal) dengan faktor penghambat terberat adalah faktor suhu dan kelembaban merupakan faktor yang sulit dimodivikasi atau sulit untuk dilakukan dengan tindakan pengelolaan. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa pengembangan komuditas kopi di lokasi penelitian hanya berada pada kelas cukup sesuai (S2) dan sesuai marginal (S3).

SIMPULAN

Kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Tipe iklim di Kabupaten Buton menurut klasifikasi Schmidth-Fergusson diperoleh tipe iklim C (agak basah) pada cakupan wilayah Kecamatan Lasalimu, Lasalimu Selatan, Siotapina, dan Batauga, dan tipe iklim D (sedang) pada wilayah Kecamatan Kapontori, Pasarwajo, Wabula, Lapandewa, Sampolawa, dan sebagian Kecamatan Wolowa, Lasalimu.

2. Berdasarkan polygon Thiessen untuk unsur iklim, jumlah 4 bulan kering menempati sebaran terluas, yaitu 124.257,29 ha atau 59,16% yakni Kecamatan Batauga (12.493,39 ha), Kapontori (38.481,43 ha), Pasarwajo (25.192,03 ha), Sampolawa (20.789,05), Lapandewa (9.245,92 ha), Wabula (9.466,34 ha), Wolowa (6.475,20 ha), Lasalimu (2.138,22 ha) dan Soitapina (75,71 ha). Sedangkan unsur klimatologi terluas baik suhu, kelembaban, penyinaran, dan penguapan terdapat pada stasiun Klimatologi Kapontori yaitu seluas 123.240,42 ha atau 58,68 % dari total luas wilayah penelitian meliputi Kecamatan Kapontori (30.821,17 ha), Lasalimu (33.137,57 ha), Lasalimu Selatan (17.096,20 ha), Siotapina (24.689,44 ha), Wolowa (17.288,42 ha), dan sebagian Pasarwajo (207,09 ha).

3. Kelas kesesuaian iklim aktual di lokasi penelitian untuk tanaman kopi berada pada kelas kesesuaian S2 (cukup sesuai) seluas 69.581,56 ha atau 61,46% yakni Kecamatan Batauga (8.223,83 ha), Kapontori (17.622,24 ha), Lasalimu (15.429,44 ha), Lasalimu Selatan (15.245,72 ha), Siotapina (9.108,16 ha), Wolowa (3.880,39 ha), Sampolawa (44,80 ha) dan Pasarwajo (26,97 ha) serta sesuai marginal (S3) seluas 43.632,03 ha atau 38,54% yaitu meliputi Kecamatan Kapontori (4.159,70 ha) dan Pasarwajo (38,92 ha) dengan faktor penghambat terberat adalah suhu (t) dan Kecamatan Batauga (2.650,23 ha), Lapandewa (8.306,97 Ha), Pasarwajo (11.515,44 ha), Sampolawa (9.944,40 ha), Wabula (5.842,36 Ha), Wolowa (1.097,65 ha) dan

(5)

Siotapina (76,37 ha) dengan faktor penghambat terberat adalah kelembaban (w3). Sedangkan kesesuaian iklim potensial tetap berada pada kelas kesesuain iklim S2 (cukup sesuai) dan S3 (sesuai marginal). Dengan hasil evaluasi kesesuaian iklim tersebut maka tanaman kopi dapat dikembangkan di wilayah penelitian.

Saran. Perlu penelitian lebih lanjut tentang evaluasi kesesuaian dari segi kesesuaian biofisik yang lain seperti kesesuaian tanahnya.

DAFTAR PUSTAKA

AAK, 1988. Budidaya Tanaman Kopi. Kanisius. Yogyakarta.

As-Syakur, A. R., Suarna I, W., Rusna I. W. dan I. N. Dibia, 20011. Pemetaan Kesesuaian Iklim Tanaman Pakan Serta Kerentanannya Terhadap Perubahan Iklim Dengan Sistem Informasi Geografi (SIG) di Provinsi Bali, UI Press. Jakarta.

Badan Pusat Statistik, 2011. Sulawesi Tenggara Dalam Angka 2011. Badan Pusat Statisik.

Barry, R. G dan R. J. Chorley., 2010. Atmosphere Weather and Climate. Methuen and Co. Ltd. London. Eight Edition.

Ernawati, R. W. Arief dan Slameto, 2006. Teknologi Budidaya Kopi Poliklonal. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. IPB. Bogor.

Habibie, F., 2011. Analisis Data Iklim dan Aplikasi Sistem Informasi Geografi untuk Pengembangan Tanaman Jagung di Kabupaten Buton Sulawesi Tenggara. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo. Kendari. Sulawesi Tenggara

Handoko. 1993. Klimatologo Dasar-Landasan Pemahaman Fisika Atmosfer dan Unsur-Unsur Iklim. Program Studi Agroklimatologi Jurusan Geofisika dan Meteorologi IPB. Bandung.

Hardjowigeno, S. dan Widiatmaka. 2001. Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tata Guna Tanah. Jurusan Tanah IPB. Bogor. 381p.

Karim, A., 1999. Evaluasi Kesesuain Kopi yang Dikelola Secara Organik. Disertasi Doktor. Program Pasca sarjana IPB. Bogor.

Kartosapoetra, A.G., 2008. Klimatologi: Pengaruh Iklim Terhadap Tanah dan Tanaman. Bumi Aksara. Jakarta

Muljodiharjo, S. 1996. Kebijaksanaan Pengembangan Kopi di Indonesia. Universitas Indonesia. Jakarta.

Nasriati, 2006. Analisis Usahatani Kopi pada Sistem Usahatani Konservasi Lahan Kering Berbasis Tanaman Kopi di Kabupaten Lampung Barat. Laporan Tahunan BPTP Lampung. Bandar Lampung.

Prahasta, E. 2009. Konsep-Konsep Dasar Sistim Informasi Geografis. Penerbit Informatika. Bandung

Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. 2006. Pengolah Produk Primer dan Sekunder Kopi. Jember.

Rozari, M. B. 1992. Bahan Kuliah Klimatologi Dasar. Program Studi Agroklimatologi Jurusan Geofisika dan Meteorologi IPB. Bandung.

Sabaruddin, L., 2012. Agroklimatologi Aspek-Aspek Klimatik untuk Sistem Budidaya Tanaman. Alfabeta. Bandung.

Sitorus, S.R.P., 1996. Evaluasi Sumberdaya Lahan. Tarsito. Bandung.

Tjokrokusumo, S. W., 2002. Kelas Kesesuaian Lahan Sebagai Dasar Pengembangan Pertanian Ramah Lingkungan di Daerah Aliran Sungai. Jurnal Teknologi Lingkungan, Vol.3, No. 2, Mei 2002: 136-143.

(6)

Referensi

Dokumen terkait

Remot kontrol kabel &lt;BRC1E61&gt; Tombol ON/OFF LED Operasi Tombol Menu/Enter Tombol Cancel Tombol Kecepatan Fan LCD (Dengan lampu) Tombol Mode Tombol Atas

Jika dalam komputer anda ada beberapa versi Access, klik-kanan file program yang akan dijalankan, klik menu “Open With”, lalu pilih Microsoft Access yang ingin

Seperti sudah dibahas sebelumnya, bahwa nilai-nilai dasar budaya Melayu adalah ajaran agama Islam, begitupun halnya dengan etnis Minangkabau yang merupakan etnis Melayu...

(6) Ketentuan calon peserta didik yang berasal dari putera/puteri tenaga kesehatan dan tenaga pendukung yang menangani langsung pasien Covid-19 sebagaimana dimaksud

1IA18 Dwi Widiastuti Kalimalang 1IA19 Dwi Widiastuti Kalimalang 1EB02 Dyah Palupi Depok 1EB09 Dyah Palupi Depok 1EB27 Dyah Palupi Depok 1EA14 Edi Minaji P Depok 1EA16 Edi

Rekomendasi yang bisa diberikan peneliti sebagai masukan bagi pihak Bank Nagari dalam hal logo yaitu : Sebaiknya Bank Nagari lebih gencar melakukan

Menurut Mulyadi (2010) unsur pengendalian intern dalam sistem akuntansi pengeluaran kas dengan cek dirancang dengan merinci unsur organisasi, sistem otorisasi, dan prosedur

Peluang ditemukan kotak berlalat buah pada Gambar 13A terlihat bahwa pada populasi kotak berlalat buah paling rendah yaitu 0,25% pada buah apel, jeruk, dan pir terlihat