• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGUJIAN EKSTRAK BIJI JARAK MERAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGUJIAN EKSTRAK BIJI JARAK MERAH"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

13

PENGUJIAN EKSTRAK BIJI JARAK MERAH (Jatropha Gossypiifolia L)

TERHADAP KEONG PERANTARA SCHISTOSOMIASIS,

Oncomelania hupensis lindoensis DI NAPU, KABUPATEN POSO, SULAWESI

TENGAH

Anis Nurwidayati

, Rosmini, Rina Isnawati, Ade Kurniawan, Yuyun S, Risti

Balai Litbang P2B2 Donggala

Jl. Masitudju no 58 Labuan Panimba, Labuan, Donggala, Sulawesi Tengah, Indonesia

Email : anisnurw21@gmail.com

THE EXAMINATION OF RED JATROPHA SEED EXTRACT AGAINST INTERMEDIATE

HOST SNAIL, Oncomelania hupensis lindoensis IN NAPU, POSO DISTRICT, CENTRAL

SULAWESI

Naskah masuk : 14 Januari 2015 Revisi I: 07 Juli 2015 Revisi II : 20 Agustus 2015 Naskah diterima : 7 April 2016 Abstrak

Schistosomiasis saat ini masih menjadi masalah kesehatan di daerah endemis Napu, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah. Keong Oncomelania hupensis lindoensis, perantara schistosomiasis tersebar luas di wilayah Napu. Pemberantasan yang dilakukan selama ini dilakukan dengan penyemprotan moluskisida kimia. Perlu penelitian bahan alami sebagai moluskisida alternatif selain Bayluscide yang selama ini dilakukan oleh program. Penggunaan esktrak biji jarak merah diharapkan lebih ramah lingkungan Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan keong Oncomelania hupensis lindoensis akibat pemberian ekstrak metanol biji jarak merah dan kemungkinan masuknya toksin ekstrak biji jarak merah ke keong. Penelitian dilakukan pada bulan Maret – November 2012. Pengujian terhadap keong dilakukan di Laboratorium Schistosomiasis Napu, dilanjutkan pembuatan preparat jaringan insang dan kaki muskuler keong di Laboratorium Histologi dan Embriologi Hewan, Fakultas Biologi UGM. Pengamatan kerusakan jaringan dilakukan di Balai Litbang P2B2 Donggala. Cara masuknya toksin ekstrak biji jarak merah ke keong dimungkinkan melalui kontak dan pernafasan. Pengujian dengan Lc50 (10,4 ml/L) ekstrak biji jarak merah menunjukkan kematian keong sebesar 56,8%, sedangkan Lc95 (18,6 ml/L) menunjukkan kematian keong sebesar 72%. Kerusakan jaringan keong ditemukan paling berat pada pengamatan jam ke 24, pada jaringan organ insang dan kaki muskuler. Kerusakan berupa epitel insang terlepas, lamela insang menyatu (fusi), dan kerusakan sel epitel di daerah epidermis kaki muskuler.

Kata kunci: Schistosomiasis, Jatropha gossypifolia, kerusakan jaringan, keong Oncomelania hupensis lindoensis.

Abstract

Schistosomiasis is still a health problem in endemic areas of Napu highland, Poso, Central Sulawesi. Oncomelania hupensis lindoensis, an host of intermediate schistosomiasis is widespread in the region Napu. Snail control was done by spraying molluscicides. However, due to high potential of chemical molluscicides resistance, study for natural ingredients as an alternative molluscicides Bayluscide is needed. One of the potential botanical molluscicides is environmental friendly of Jatropha gossypifolia extract. The aim of this study was to identify effect of J.gossypifolia extract against O.h.lindoensis.The research was conducted in Schistosomiasis Laboratory Napu, in period of March – November 2012. For field test: Animal Histology and Embryology, Facultas of Biology, Gadjah Mada University for histological analysis; and Laboratory of Parasitology, Vector Borne Diseases Research Unit (VBDRU) for tissue damage observation. The result showed

(2)

14

severe damage of gill tissues and muscular foot organ particularly in the gill epithellial form, gill lamella, epithellial cell in the epidermis of muscular foots.By the histological analyis, the mode of J.gossypifolia toxic action can be identified through contact and respiration.Test with LC50 (10.4 ml / L) seed extract showed the snails mortality of 56.8%. The test results with Lc95 (18.6 ml / L) seed extract showed the snails mortality by 72%.The most severe snail tissue damage caused by J.gossypifolia extract found in gills and muscular foot in the period of 24 hours observation.

Keywords: Schistosomiasis, Jatropha gossypifolia, histological structure, Oncomelania hupensis lindoensis snails

PENDAHULUAN

Schistosomiasis merupakan salah satu penyakit parasit terpenting dalam kesehatan masyarakat. Laporan WHO tahun 2010 schistosomiasis telah menginfeksi 230 juta orang yang terdapat di 77 negara dan 600 juta orang berisiko terinfeksi (WHO, 2010). Di Indonesia, schistosomiasis hanya ditemukan di Sulawesi Tengah, yaitu di Dataran Tinggi Lindu, Napu dan Bada (Jastal, Ambar Gardjito T, Mujiyanto, Chadijah S, 2008a). Schistosomiasis di Sulawesi Tengah disebabkan oleh cacing Schistosoma japonicum dengan hospes perantara keong Oncomelania hupensis lindoensis (Sudomo, 2008).

Angka prevalensi schistosomiasis di Lindu dan Napu berfluktuasi pada lima tahun terakhir. Pada periode tahun 2008 – 2012, angka prevalensi schistosomiasis di Lindu berturut – turut yaitu 1,4%, 2,32%, 3,21%, 2,67%, 0,76%. Angka prevalensi schistosomiasis di Napu tahun 2008 – 2012 yaitu 2,44%, 3,8%, 4,78%, 2,15%, 1,44% (Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah, 2012). Fluktuasi kasus terjadi karena banyaknya faktor dalam penularan schistosomiasis, di antaranya adalah adanya hospes perantara schistosomiasis yaitu keong Oncomelania hupensis lindoensis. Survei keong tahun 2010 menunjukkan angka infeksi masih tinggi yaitu 4%. Angka infeksi pada keong pada tahun 2012 adalah adalah sebesar 1,2% (Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah, 2012).

Upaya pemberantasan keong telah dilakukan oleh program pengendalian schistosomiasis Dinas Kesehatan Propinsi Sulawesi Tengah dengan penyemprotan moluskisida Bayluscide setiap 6 bulan sekali. Penggunaan moluskisida kimia memiliki beberapa kelemahan yaitu bahan lebih mahal dan menyebabkan polusi yang lebih besar terhadap lingkungan, yaitu polusi air, tanah dan hewan lain (ikan) (Jianbin, 2000; Rug & Ruppel, 1997). Ada beberapa moluskisida dari tanaman yang dapat membunuh keong, di antaranya adalah tanaman jarak (Jatropha curcas) yang termasuk dalam famili Euphorbiaceae.

Penelitian berbagai tanaman sebagai moluskisida terhadap keong perantara schistosomiasis telah banyak dilakukan di beberapa negara. Penelitian penggunaan bahan tanaman sebagai moluskisida pernah dilakukan oleh Nurwidayati, dkk tahun 2009. Hasil yang diperoleh pada penelitian tahun 2009 adalah skrining fitokimia ekstrak biji jarak merah yaitu alkaloid, saponin, cardenoline dan bufadienol, polifenol, senyawa terpen, serta flavonoid, akan tetapi baru secara kualitas, belum secara kuantitas. Pada tahun 2009 juga diketahui bahwa ekstrak biji jarak merah dapat membunuh keong Oncomelania hupensis lindoensis dengan nilai Lc 50 sebesar 10,4 g/L dan Lc95 sebesar 18,46 g/L (Nurwidayati et al., 2014).

Manfaat penelitian ini bagi kesehatan adalah dengan diketahuinya kerusakan jaringan keong dimanfaatkan sebagai data dasar untuk penentuan model formulasi yang tepat sebagai moluskisida hayati untuk pengendalian hospes perantara schistosomiasis. Penelitian ini memang penting untuk dilakukan mengingat populasi keong O. hupensis lindoensis masih tinggi, sehingga perlu penelitian yang mengarah ke formulasi bahan alami sebagai moluskisida alternatif selain Bayluscide yang selama ini dilakukan oleh program. Penggunaan esktrak biji jarak merah diharapkan lebih ramah lingkungan Pemilihan tanaman jarak merah adalah karena melimpahnya ketersediaan tanaman tersebut di wilayah Sulawesi Tengah dan tanaman tersebut sangat mudah untuk dikembangkan. Tujuan penelitian adalah untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan insang dan kaki muskuler keong (O. hupensis lindoensis) yang ditimbulkan oleh ekstrak metanol biji jarak merah.

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat

Pembuatan ekstrak metanol biji jarak dilakukan di Instalasi Sumber Daya Hayati, Balai Litbang P2B2 Donggala. Pengujian ekstrak dilakukan di Laboratorium Schistosomiasis Napu, Kecamatan Lore Utara,

(3)

15 Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah. Pembuatan preparat

jaringan dilaksanakan di Laboratorium Histologi, Fakultas Biologi, UGM Yogyakarta. Pengamatan kerusakan jaringan dilakukan di Instalasi Laboratorium Parasitologi, Balai Litbang P2B2 Donggala. Penelitian dilakukan selama 8 bulan (Maret - November 2012).

Jenis penelitian kualitatif dengan desain eksperimental yaitu pengujian ekstrak metanol biji jarak merah terhadap keong perantara schistosomiasis, Oncomelania hupensis lindoensis, kemudian diamati kerusakan jaringan insang dan kaki muskuler setelah pengujian selama 24 jam.

Bahan:

Pembuatan ekstrak metanol biji jarak:

Serbuk kering biji jarak merah (1000 gr), kertas saring, methanol PA (pro analisis), Aquadest, Glass wool.

Pengujian terhadap keong O.hupensis lindoensis

Larutan ekstrak metanol (Lc 50 dan Lc95) jarak merah (J.gossypifolia) dari penelitian Nurwidayati, dkk tahun 2009, keong O. h lindoensis, kertas saring, metanol, bayluscide, kertas saring.

Pembuatan preparat histologi

Jaringan tubuh keong keong yang mati setelah uji, keong kontrol positif (methanol dan bayluscide), keong kontrol negatif, BNF (buffered neutral formalin), ethanol 70 %, 80%, 90 % dan absolut, xylol, paraffin, bahan fik-satif, zat pewarna (Hematoxylin-Eosin), alkohol ber ting-kat, canada balsam, gliserin, gelas benda, cover slip.

sebanyak 5 kali. Keong dalam petridish yang berisi larutan ekstrak biji diamati setiap 4 jam selama 24 jam. Kematian keong ditandai dengan tidak adanya reaksi sensitivitas kaki muskular keong ketika disentuh dengan jarum serangga. Pembuatan preparat jaringan dilakukan dengan metode parafin blocking dengan pengecatan Hematoxylin-Eosin (HE). Penilaian kerusakan jaringan dilakukan berdasarkan skala kerusakan ringan apabila kerusakan ≤30% luas jaringan; sedang apabila kerusakan 30-60% luas jaringan; 3.berat apabila kerusakan ≥60 luas jaringan.

Data yang diperoleh di analisa dengan membandingkan persentase kerusakan jaringan insang dan kaki muskuler keong akibat pengujian, keong kontrol positif (metanol dan bayluscide) dibandingkan dengan persen jaringan keong yang normal dari kontrol negatif dengan akuades. Analisis uji beda untuk mengetahui adanya perbedaan persen kerusakan jaringan antara keong uji dan keong kontrol secara statistik.

HASIL

A. Kerusakan jaringan insang dan kaki akibat pengujian dengan ekstrak metanol biji jarak merah selama empat jam

A.1. Persentase kerusakan jaringan insang dan kaki muskuler

Kerusakan jaringan insang dan kaki muskuler keong (O. hupensis lindoensis) setelah pengujian dengan ekstrak metanol biji jarak merah selama empat jam dapat dilihat pada tabel 1.

Metode

Ekstraksi biji jarak dilakukan dengan metode perkolasi. Ekstrak yang diperoleh kemudian diujikan terhadap keong O.h.lindoensis. Masing – masing 25 keong yang dikoleksi dari daerah fokus penularan Desa Mekarsari diletakkan ke dalam petridish yang sudah diberi larutan ekstrak biji jarak dengan konsentrasi Lc50 (10,4 ml/L) dan Lc95 (18,6 ml/L) hasil penelitian sebelumnya. Setiap perlakuan dilakukan pengulangan

Tabel 1. Persentase kerusakan jaringan insang dan kaki muskuler keong O.hupensis lindoensis akibat pengujian dengan ekstrak metanol biji jarak merah selama 4 jam.

Perlakuan Uji InsangPersen Kerusakan JaringanKaki

Ekstrak Jarak Merah Lc50 (10,4 ml/L) 25,8%±2,28 9%±2,78 Ekstrak Jarak Merah Lc50 (18,6ml/L) 21% ± 1,90 14,33%±3,02

Metanol 70,68% ±3,84 75,33%±2,74

Baylucide 91,99%±3,61 82,99%±2,97

A.2. Kerusakan Jaringan Insang

Kerusakan jaringan insang akibat pengujian dengan ekstrak metanol biji jarak merah selama empat jam berupa lepasnya sel epitel penyusun ja ringan, perbesaran lamella insang yang menye-babkan fusi lamella/lamella menyatu, sehingga insang menjadi rusak, perbanyakan sel epitel pada dasar lamella serta perbanyakan sel mukosa pada dasar lamella. Kerusakan jaringan insang dari setiap larutan uji dapat dilihat pada gambar 1.

(4)

16

6

Gambar 1. Kerusakan jaringan insang setelah pengujian dengan dengan ekstrak biji jarak

merah (J.gossypifolia) selama 4 jam (a. kontrol, b. Lc50; 10,4 ml/L, c. Lc95; 18,6

ml/L, d. perlakuan dengan larutan methanol; e. perlakuan dengan bayluscide);

terlihat lamella pada c mengalami fusi / perlekatan lebih berat daripada b().

Lamela mengalami fusi pada pengujian dengan methanol (d). Sel epitel penyusun

lamella hancur pada pengujian dengan bayluscide (e). Pewarnaan H-E,

perbesaran 100x.

A.3. Kerusakan jaringan kaki muskuler

Kerusakan jaringan kaki muskuler berupa pengelupasan silia pada permukaan kaki,

rusaknya sel di permukaan kaki, dan munculnya sel dengan bentuk tidak beraturan pada

lapisan dalam kaki muskuler. Kerusakan jaringan kaki muskuler dari setiap larutan uji

dapat dilihat pada gambar 2.

a

100µm 100µm b 100µm c

d

100µm 100µm e

Gambar 1. Kerusakan jaringan insang setelah pengujian dengan dengan ekstrak biji jarak merah (J.gossypifolia) selama 4 jam (a. kontrol, b. Lc50; 10,4 ml/L, c. Lc95; 18,6 ml/L, d. perlakuan dengan larutan methanol; e. perlakuan dengan bayluscide); terlihat lamella pada c mengalami fusi / perlekatan lebih berat daripada b(). Lamela mengalami fusi pada pengujian dengan methanol (d). Sel epitel penyusun lamella hancur pada pengujian dengan bayluscide (e). Pewarnaan H-E, perbesaran 100x.

7

Gambar 2. Kerusakan jaringan kaki muskuler setelah pengujian dengan dengan ekstrak biji jarak merah (J.gossypifolia) selama 4 jam (a. kontrol, b. Lc50; 10,4 ml/L, c. Lc95; 18,6 ml/L, d. perlakuan dengan larutan methanol; e. perlakuan dengan

bayluscide); terlihat terjadi pengelupasan silia ( ) , kerusakan sel epitel ().

Pewarnaan H-E, perbesaran 100x.

B. Kerusakan jaringan insang dan kaki akibat pengujian dengan ekstrak metanol biji jarak merah selama 12 jam

B.1. Persentase kerusakan jaringan insang dan kaki muskuler

Kerusakan jaringan insang dan kaki muskuler keong (O. hupensis lindoensis) setelah diuji dengan ekstrak metanol biji jarak merah selama 12 jam dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Persentase kerusakan jaringan insang dan kaki muskuler keong O.hupensis

lindoensis akibat pengujian dengan ekstrak metanol biji jarak merah selama

12 jam.

Waktu Pengamatan 12 Jam

Perlakuan Uji Persen Kerusakan Jaringan Insang Kaki Ekstrak Jarak Merah Lc50 (10,4 ml/L) 32,66%±2,78 23,33%±5,14 Ekstrak Jarak Merah Lc50 (18,6ml/L) 41%±4,47 54,66%±2,97

Metanol 81,99%±2,97 86,66%±2,36

Baylucide 87,2%±6,57 75,66%±42,32

B.2. Kerusakan jaringan insang

Kerusakan jaringan insang berupa lepasnya sel epitel penyusun jaringan, perbesaran lamella insang yang menyebabkan fusi lamella / lamella menyatu, sehingga insang menjadi rusak, perbanyakan sel epitel pada dasar lamella serta perbanyakan sel mukosa

a 50µm 100µm b 100µm c e 100µm d 100µm

Gambar 2. Kerusakan jaringan kaki muskuler setelah pengujian dengan dengan ekstrak biji jarak merah (J.gossypifolia) selama 4 jam (a. kontrol, b. Lc50; 10,4 ml/L, c. Lc95; 18,6 ml/L, d. perlakuan dengan larutan methanol; e. perlakuan dengan bayluscide); terlihat terjadi pengelupasan silia ( ) , kerusakan sel epitel (). Pewarnaan H-E, perbesaran 100x.

A.3. Kerusakan jaringan kaki muskuler

Kerusakan jaringan kaki muskuler berupa pengelupasan silia pada permukaan kaki, rusaknya sel di permukaan kaki, dan munculnya sel dengan

bentuk tidak beraturan pada lapisan dalam kaki muskuler. Kerusakan jaringan kaki muskuler dari setiap larutan uji dapat dilihat pada gambar 2.

(5)

17 B. Kerusakan jaringan insang dan kaki akibat

pengujian dengan ekstrak metanol biji jarak merah selama 12 jam

B.1. Persentase kerusakan jaringan insang dan kaki muskuler

Kerusakan jaringan insang dan kaki muskuler keong (O. hupensis lindoensis) setelah diuji dengan ekstrak metanol biji jarak merah selama 12 jam dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Persentase kerusakan jaringan insang dan kaki muskuler keong O.hupensis lindoensis akibat pengujian dengan ekstrak metanol biji jarak merah selama 12 jam.

Waktu Pengamatan 12 Jam

Perlakuan Uji InsangPersen Kerusakan JaringanKaki

Ekstrak Jarak Merah Lc50 (10,4 ml/L) 32,66%±2,78 23,33%±5,14 Ekstrak Jarak Merah Lc50 (18,6ml/L) 41%±4,47 54,66%±2,97

Metanol 81,99%±2,97 86,66%±2,36

Baylucide 87,2%±6,57 75,66%±42,32

B.2. Kerusakan jaringan insang

Kerusakan jaringan insang berupa lepasnya sel epitel penyusun jaringan, perbesaran lamella insang yang menyebabkan fusi lamella / lamella menyatu,

sehingga insang menjadi rusak, perbanyakan sel epitel pada dasar lamella serta perbanyakan sel mukosa pada dasar lamella. Kerusakan jaringan insang dari setiap larutan uji dapat dilihat pada gambar 3.

B.3. Kerusakan jaringan kaki muskuler

Kerusakan jaringan kaki muskuler berupa pengelupasan silia pada permukaan kaki, rusaknya

sel di permukaan kaki, dan munculnya sel dengan bentuk tidak beraturan pada lapisan dalam kaki muskuler. Kerusakan jaringan kaki muskuler dari setiap larutan uji dapat dilihat pada gambar 4.

8

pada dasar lamella. Kerusakan jaringan insang dari setiap larutan uji dapat dilihat pada gambar 3.

Gambar 3. Kerusakan jaringan insang setelah pengujian dengan dengan ekstrak biji jarak merah (J.gossypifolia) selama 12 jam (a. kontrol, b. Lc50; 10,4 ml/L, c. Lc95; 18,6 ml/L, d. perlakuan dengan larutan methanol; e. perlakuan dengan

bayluscide); terlihat lamella pada c mengalami fusi / perlekatan lebih berat

daripada b(). Lamela mengalami fusi pada pengujian dengan methanol (d). Sel epitel penyusun lamella hancur pada pengujian dengan bayluscide (e). Pewarnaan H-E, perbesaran 100x.

B.3. Kerusakan jaringan kaki muskuler

Kerusakan jaringan kaki muskuler berupa pengelupasan silia pada permukaan kaki, rusaknya sel di permukaan kaki, dan munculnya sel dengan bentuk tidak beraturan pada lapisan dalam kaki muskuler. Kerusakan jaringan kaki muskuler dari setiap larutan uji dapat dilihat pada gambar 4.

a 100µm e 100µm c 100µm d 100µm b 100µm

Gambar 3. Kerusakan jaringan insang setelah pengujian dengan dengan ekstrak biji jarak merah (J.gossypifolia) selama 12 jam (a. kontrol, b. Lc50; 10,4 ml/L, c. Lc95; 18,6 ml/L, d. perlakuan dengan larutan methanol; e. perlakuan dengan bayluscide); terlihat lamella pada c mengalami fusi / perlekatan lebih berat daripada b(). Lamela mengalami fusi pada pengujian dengan methanol (d). Sel epitel penyusun lamella hancur pada pengujian dengan bayluscide (e). Pewarnaan H-E, perbesaran 100x.

(6)

18

9

Gambar 4. Kerusakan jaringan kaki muskuler setelah pengujian dengan dengan ekstrak biji

jarak merah (J.gossypifolia) selama 12 jam (a. kontrol, b. Lc50; 10,4 ml/L, c.

Lc95; 18,6 ml/L, d. perlakuan dengan larutan methanol; e. perlakuan dengan

bayluscide); terlihat terjadi pengelupasan silia ( ), kerusakan sel epitel ().

Pewarnaan H-E, perbesaran 400x.

C. Kerusakan jaringan insang dan kaki akibat pengujian dengan ekstrak metanol biji

jarak merah selama dua puluh empat jam

C.1. Persentase kerusakan jaringan insang dan kaki muskuler

Kerusakan jaringan insang dan kaki muskulerkeong (O. hupensis lindoensis) setelah

diuji dengan ekstrak metanol biji jarak merah selama 24 jam.

d 50µm 50µm e a 50µm b 50µm 50µm c

Gambar 4. Kerusakan jaringan kaki muskuler setelah pengujian dengan dengan ekstrak biji jarak merah (J.gossypifolia) selama 12 jam (a. kontrol, b. Lc50; 10,4 ml/L, c. Lc95; 18,6 ml/L, d. perlakuan dengan larutan methanol; e. perlakuan dengan bayluscide); terlihat terjadi pengelupasan silia ( ), kerusakan sel epitel (). Pewarnaan H-E, perbesaran 400x.

C. Kerusakan jaringan insang dan kaki akibat pengujian dengan ekstrak metanol biji jarak merah selama dua puluh empat jam

C.1. Persentase kerusakan jaringan insang dan kaki muskuler

Kerusakan jaringan insang dan kaki muskulerkeong (O. hupensis lindoensis) setelah diuji dengan ekstrak metanol biji jarak merah selama 24 jam.

C.2. Kerusakan jaringan insang

Kerusakan jaringan insang berupa lepasnya sel epitel penyusun jaringan, perbesaran lamella insang yang menyebabkan fusi lamella / lamella menyatu, sehingga insang menjadi rusak, perbanyakan sel epitel pada dasar lamella serta perbanyakan sel mukosa pada dasar lamella. Kerusakan jaringan insang dari setiap larutan uji dapat dilihat pada Gambar 5.

Tabel 2. Persentase kerusakan jaringan insang dan kaki muskuler keong O.hupensis lindoensis akibat pengujian dengan ekstrak metanol biji jarak merah selama 24 jam.

Waktu Pengamatan 24 Jam

Perlakuan Uji InsangPersen Kerusakan JaringanKaki

Ekstrak Jarak Merah Lc50 (10,4 ml/L) 53,41%±7,74 67,33%±5,96 Ekstrak Jarak Merah Lc50 (18,6ml/L) 78,2%±3,19 90,99%±2,78

Metanol 96,25%±1,97 97,66%±2,79

(7)

19 Pengujian Ekstrak Biji Jarak Merah ... (Anis Nurwidayati, et. al)

10 24 jam.

Waktu Pengamatan 24 Jam

Perlakuan Uji Persen Kerusakan Jaringan

Insang Kaki

Ekstrak Jarak Merah Lc50 (10,4 ml/L) 53,41%±7,74 67,33%±5,96 Ekstrak Jarak Merah Lc50 (18,6ml/L) 78,2%±3,19 90,99%±2,78

Metanol 96,25%±1,97 97,66%±2,79

Baylucide 99%±0,879 96,33%±2,17

C.2. Kerusakan jaringan insang

Kerusakan jaringan insang berupa lepasnya sel epitel penyusun jaringan, perbesaran lamella insang yang menyebabkan fusi lamella / lamella menyatu, sehingga insang menjadi rusak, perbanyakan sel epitel pada dasar lamella serta perbanyakan sel mukosa pada dasar lamella. Kerusakan jaringan insang dari setiap larutan uji dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Kerusakan jaringan insang setelah pengujian dengan dengan ekstrak biji jarak merah (J.gossypifolia) selama 24 jam (a. kontrol, b. Lc50; 10,4 ml/L, c. Lc95; 18,6 ml/L, d. perlakuan dengan larutan methanol; e. perlakuan dengan bayluscide); terlihat lamella pada c mengalami fusi / perlekatan lebih berat daripada b().Lamela mengalami fusi pada pengujian dengan methanol (d). Sel epitel penyusun lamella hancur pada pengujian dengan bayluscide (e). Pewarnaan H-E, perbesaran 100x.

a

100µm 100µm b 50µm c

d

100µm 100µm e

Gambar 5. Kerusakan jaringan insang setelah pengujian dengan dengan ekstrak biji jarak merah (J.gossypifolia) selama 24 jam (a. kontrol, b. Lc50; 10,4 ml/L, c. Lc95; 18,6 ml/L, d. perlakuan de-ngan larutan methanol; e. perlakuan dede-ngan bayluscide); terlihat lamella pada c mengalami fusi / perlekatan lebih berat daripada b().Lamela mengalami fusi pada pengujian dengan methanol (d). Sel epitel penyusun lamella hancur pada pengujian dengan bayluscide (e). Pewarnaan H-E, perbesaran 100x.

C.3. Kerusakan jaringan kaki muskuler

Kerusakan jaringan kaki muskuler berupa pengelu-pas an silia pada permukaan kaki, rusaknya sel di per-mukaan kaki, dan terbentuknya sel dengan bentuk tidak

beraturan pada lapisan dalam kaki muskuler. Kerusakan jaringan kaki muskuler dari setiap larutan uji dapat dilihat pada gambar 6.

11

C.3. Kerusakan jaringan kaki muskuler

Kerusakan jaringan kaki muskuler berupa pengelupasan silia pada permukaan kaki, rusaknya sel di permukaan kaki, dan terbentuknya sel dengan bentuk tidak beraturan pada lapisan dalam kaki muskuler. Kerusakan jaringan kaki muskuler dari setiap larutan uji dapat dilihat pada gambar 6.

Gambar 6. Kerusakan jaringan kaki muskuler setelah pengujian dengan dengan ekstrak biji jarak merah (J.gossypifolia) selama 24 jam (a. kontrol, b. Lc50; 10,4 ml/L, c. Lc95; 18,6 ml/L, d. perlakuan dengan larutan methanol; e. perlakuan dengan

bayluscide); terlihat terjadi pengelupasan silia ( ), kerusakan sel epitel ().

Pewarnaan H-E, perbesaran 100x dan 400x.

PEMBAHASAN

Permasalahan lingkungan dan ekonomi muncul seiring dengan penggunaan moluskisida sintetis secara terus menerus untuk pengendalian keong perantara schistosomiasis. Penggunaan moluskisida dalam jangka waktu yang tersebut akan dapat menimbulkan resistensi, dan ikut terbunuhnya organisme non target. Hal tersebut telah meningkatkan kesadaran penggunaan moluskisida dari tanaman. Senyawa produk alami merupakan salah satu alternatif bahan pengendali hama (Ratnadass & Wink, 2012; Omar et al., 2012; El-sheikh, 2011; Mandal, 2011). Senyawa ini mudah terurai di alam (biodegradable), sehingga tidak mencemari lingkungan, aman bagi manusia dan ternak.

a b d 100µm 100µm e c 50µm 50µm 50µm

Gambar 6. Kerusakan jaringan kaki muskuler setelah pengujian dengan dengan ekstrak biji jarak merah (J.gossypifolia) selama 24 jam (a. kontrol, b. Lc50; 10,4 ml/L, c. Lc95; 18,6 ml/L, d. perlakuan dengan larutan methanol; e. perlakuan dengan bayluscide); terlihat terjadi pengelupasan silia ( ), kerusakan sel epitel (). Pewarnaan H-E, perbesaran 100x dan 400x.

(8)

20

PEMBAHASAN

Permasalahan lingkungan dan ekonomi muncul seiring dengan penggunaan moluskisida sintetis secara terus menerus untuk pengendalian keong perantara schistosomiasis. Penggunaan moluskisida dalam jangka waktu yang tersebut akan dapat menimbulkan resistensi, dan ikut terbunuhnya organisme non target. Hal tersebut telah meningkatkan kesadaran penggunaan moluskisida dari tanaman. Senyawa produk alami merupakan salah satu alternatif bahan pengendali hama (Ratnadass & Wink, 2012; Omar et al., 2012; El-sheikh, 2011; Mandal, 2011). Senyawa ini mudah terurai di alam (biodegradable), sehingga tidak mencemari lingkungan, aman bagi manusia dan ternak. Tanaman yang dimaksud hendaknya mudah diperoleh, mudah dikembangkan di daerah endemis schistosomiasis (Marston, 1993).

Beberapa tanaman telah terbukti memiliki potensi sebagai moluskisida, diantaranya seperti Agave filifera, Ammi majus, Canna Indica, Jatropha curcas, Dyzygotheca elegantissima, Anagalis arvensis, Solanum dubium, G.officinalis, A.stylosa, Euphorbia splendens dan masih banyak lagi (F. . Bakry, 2009; F. A. Bakry, 2009; Rawi, S.M., Al-Hazmi, M, Al Nassr, 2011; Jastal, Ambar Gardjito T, Mujiyanto, Chadijah S, 2008b; Joy S. Roach, Rashit K Devappa, Harinder P.S. Makkar, Uwe Beifus, 2012; Roach et al., 2012).

Beberapa moluskisida botani tersebut telah menyebabkan kerusakan pada insang berupa lepasnya sel epitel penyusun jaringan, perbesaran lamella insang yang menyebabkan fusi lamella / lamella menyatu, sehingga insang menjadi rusak, perbanyakan sel epitel pada dasar lamella serta perbanyakan sel mukosa pada dasar lamella. Rusaknya sel epitel tersebut menyebabkan insang menjadi fusi dan tidak dapat berfungsi lagi.

Penelitian terhadap keong di Algeria menunjukkan adanya perubahan histologi kelenjar pencernaan keong Helix aspersa setelah pemaparan dengan debu logam (Boucenna et al., 2015). Penelitian terhadap keong Biomphalaria alexandrina menunjukkan adanya kerusakan jaringan saluran pencernaan setelah paparan ekstrak Asparagus densiflorus dan Oreopanax guatemalensis (Hasheesh et al., 2011). Paparan artemeter selama 24 jam menimbulkan kerusakan pada jaringan kelenjar reproduksi keong Biomphalaria alexandrina di Mesir dengan Lc 90 sebesar 32,69 ppm (Mossalem, 2013). Penelitian di Mesir pada tahun 2014 menunjukkan aktivitas moluskisida dari ekstrak Mirazid (Commiphora molmol) terhadap keong Biomphalaria alexandrina, yaitu dengan terjadinya kerusakan kelenjar pencernaan dan reproduksi (Osman et al., 2014). Penelitian di Nigeria menunjukkan terjadinya perubahan histologi pada kulit, usus, insang dan usus ikan Oreochromis

niloticus setelah paparan dengan ekstrak biji Moringa oleifera (Ayotunde et al., 2011).

Pada penelitian jarak merah ini dapat dilihat bahwa kerusakan lebih berat terjadi pada jaringan tubuh yang terletak di bagian luar tubuh keong, yaitu kaki muskuler dan bagian insang. Dengan demikian, kemungkinan mekanisme kerja toksin ekstrak biji jarak merah berupa racun kontak dan pernafasan. Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa tanaman biji jarak merah (Jatropha gossypifolia L) memiliki potensi sebagai anti keong (moluskisida) terhadap keong perantara schistosomiasis, O.h lindoensis. Analisis statistik menunjukkan terdapat perbedaan dengan bukti yang cukup kuat antara persen kerusakan jaringan insang antar larutan dan waktu pengamatan, dengan nilai p = < 0,001. Berdasarkan analisis tersebut, jenis larutan uji dan waktu pengujian berpengaruh pada tingkat kerusakan jaringan yang ditimbulkan.

Kerusakan jaringan kaki muskuler berupa pengelupasan silia pada permukaan kaki, rusaknya sel di permukaan kaki, dan terbentuknya sel dengan bentuk tidak beraturan pada lapisan dalam kaki muskuler. Analisis statistik menunjukkan terdapat perbedaan dengan bukti yang cukup kuat antara persen kerusakan jaringan kaki muskuler antar larutan dan waktu pengamatan, dengan nilai p = < 0,001. Berdasarkan analisis tersebut, jenis larutan uji dan waktu pengujian berpengaruh pada tingkat kerusakan jaringan kaki muskuler yang ditimbulkan.

Kandungan kimia yang terkandung dalam ekstrak methanol biji jarak merah antara lain adalah saponin, flavonoid, alkaloid, golongan terpen, cardenoline, bufadienol (Nurwidayati, 2012). Beberapa senyawa kimia tersebut memiliki aktivitas sebagai moluskisida. Kandungan kimia yang terkandung dalam larutan uji dalam bentuk droplet atau partikel disebutkan dapat diserap atau dapat kontak dengan permukaan keong yang dapat mempengaruhi respirasi keong (Rawi, S.M., Al-Hazmi, M, Al Nassr, 2011). Ekstrak daun Jatropha gossypifolia juga diketahui memiliki potensi aktivitas biologis antifeedant terhadap serangga Spodoptera frugiperda (Bullangpoti & Wajnberg, 2012) dan anti inflamasi pada tikus albino dan wistar (Rani Bhagar, S D Ambavade, A V Misar, 2011).

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan:

Ekstrak biji J.gossypiflia efektif menyebabkan kerusakan yang sistemik pada O.h.lindoensis pada konsentrasi 18,6 ml/l dalam waktu 12 jam. Kerusakan jaringan insang berupa lepasnya sel epitel penyusun

(9)

21 jaringan, perbesaran lamella insang yang menyebabkan

fusi lamella / lamella menyatu, perbanyakan sel epitel pada dasar lamella serta perbanyakan sel mukosa pada dasar lamella. Kerusakan jaringan kaki muskuler berupa pengelupasan silia pada permukaan kaki, rusaknya sel di permukaan kaki, dan terbentuknya sel dengan bentuk tidak beraturan pada lapisan dalam kaki muskuler.

Saran

Biji J.gossypifolia dapat digunakan sebagai molus-kisida terhadap O.h.lindoensis. Penyempurnaan formulasi dan metode aplikasi diperlukan sehingga J.gossypifolia dapat diaplikasikan langsung di lapangan.

UCAPAN TERIMAKASIH

Terima kasih kami ucapkan kepada Kepala Balai Penelitian dan Pengembangan Penyakit Bersumber Binatang (Litbang P2B2) Donggala, Bapak Jastal, SKM, M.Si atas izin dan dukungan pembiayaan atas penelitian ini. Penelitian ini dibiayai oleh DIPA Balai Litbang P2B2 Donggala Tahun 2012. Terima kasih kami ucapkan kepada Ketua dan anggota PPI Pusat 3 masukan, saran, dan bimbingan dalam pelaksaan penelitian ini. Terima kasih kami sampaikan kepada Pak Kaleb, Pak Ramona dan rekan – rekan di Laboratorium Schistosomiasis Wuasa, Lore Utara, Bapak Rauf, SKM, atas dukungan dan kerjasamanya dalam pelaksanaan penelitian ini. Terima kasih kami ucapkan kepada semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu yang telah membantu penelitian ini sampai dengan selesai.

DAFTAR PUSTAKA

Ayotunde EO, Fagbenro OA & Adebayo OT, 2011. Histological Changes in Oreochromis niloticus ( Linnaeus I779 ) Exposed to Aqueous Extract of Moringa oleifera Seeds Powder. , 43, pp.37–43. Bakry F., 2009. Use Of Some Plant Extracts To Control

Biomphalaria alexandrina Snails With Emphasis On Some Biological Effects. World Applied Science Journal, 3(1), pp.1335–1345.

Bakry FA, 2009. Impact of Some Plant Extracts on Histological Structure and Protein Patterns of Biomphalaria alexandrina Snails., 4(1), pp.34– 41.

Boucenna M, Berrebbah H, Atailia A, Grara N & Djebar MR, 2015. Effects of Metal Dust on Functional Markers and Histology of Gland Digestive and Kidney of the Land Snails ( Helix aspersa ) in the North East of Algeria. , 14(2), pp.189–198. Bullangpoti V & Wajnberg E, 2012. Antifeedant activity

of Jatropha gossypifolia and Melia azedarach

senescent leaf extracts on Spodoptera frugiperda (Lepidoptera: Noctuidae) and their potential use as synergists., (January), pp.1255–1264.

Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah, 2012. Laporan Schistosomiasis Sulawesi Tengah, El-sheikh TMY, 2011. Evaluation of the biological

activity of some. Egypt .Acad.J.biolog.Sci, 4(1), pp.33–48.

Hasheesh WS, Marie M-AS, El-deeb FAA & Sayed SSM, 2011. Impact of Asparagus densiflours and Oreopanax Guatemalensis plants and Difenoconazole Fungicide on Biochemical Parameters of Biomphalaria Alexandrina Snails, 5(12), pp.366–378.

Jastal, Ambar Gardjito T, Mujiyanto, Chadijah S R, 2008a. Analisis Spasial Epidemiologi Schistosomiasis dengan Menggunakan Pengindraan Jarak Jauh dan Sistem Informasi Geografis di Sulawesi Tengah, Donggala.

Jastal, Ambar Gardjito T, Mujiyanto, Chadijah S R, 2008b. Analisis Spasial Epidemiologi Schistosomiasis dengan Menggunakan Pengindraan Jarak JAuhdan Sistem Informasi Geografis di Sulawesi Tengah. Donggala,

Jianbin L, 2000. Study Of Plant Molluscicide From Jatropha curcas seed (JCS) In Laboratory. Hubei Institute Of Schistosomiasis Control.

Joy S. Roach, Rashit K Devappa, Harinder P.S. Makkar, Uwe Beifus KB, 2012. Isolation , characterization and potential agro- pharmaceutical applications of phorbol esters from Jatropha curcas oil. UNIVERSITAAT HOHENHEIM.

Mandal S, 2011. Effect of Azadirachta indica A. Juss (Meliaceae) Seed Oil and Extract Against Culex quinquefasciatus Say (Diptera: Culicidae) Larval Susceptibilitibility of Indian Subcontinent. Mace-donian Journal of Medical Sciences, 4(1), pp.5– 11.

Marston A, 1993. Search For Antifungal, Molluscicidal And Larvacidal Compounds From African Medicinal Plants. Journal of Ethnopharmacology, 3, pp.215–223.

Mossalem S, 2013. Impact of artemether on some his-tological and histochemical parameters in Biom-phalaria alexandrina. African Journal of Pharmacy and Pharmacology, 7(31), pp.2220–2230.

Nurwidayati A, 2012. The phytochemical screening and thin layer chromatography results of Jatropha gossypiifolia seeds. Health Science Journal of Indonesia, 3(2 Des), pp.99–103.

Nurwidayati A, Veridiana NN, Octaviani O & L Y, 2014. THE EFFECTIVITY OF Jatropha

(10)

22

gossypifolia L, J.curcas AND Riccinus communis SEEDS EXTRACT AGAINST THE SCHISTOSOMIASIS INTERMEDIATE SNAIL, Oncomelania hupensis lindoensis. BALABA: JURNAL LITBANG PENGENDALIAN PENYA KIT BERSUMBER BINATANG BANJARNEGARA, 10 (1 Jun), pp.9–14.

Omar K, Faraj NM, Malik SAA & Farhani IMA-, 2012. Effect of some medicinal plants extracts and cypermthrin against Khapra Beetle (Trogoderma granarium Everts ). , 24(2), pp.120–127.

Osman GY, Mohamed AH, Sheir SK, El-nabi SEH & Allam SA, 2014. Molluscidal activity of Mirazid on Biomphalaria alexandrina snails : biological and molecular studies. , 2(2), pp.977–989. Rani Bhagar, S D Ambavade, A V Misar DKK,

2011. Anti-inflammatory activity of Jatropha gossypifolia L . leaves in albino mice and Wistar rat. Jounal of Scientific & Industrial Research, 70, pp.289–292.

Ratnadass A & Wink M, 2012. The Phorbol Ester Fraction from Jatropha curcas Seed Oil : Potential and Limits for Crop Protection against Insect Pests. , pp.16157–16171.

Rawi, S.M., Al-Hazmi, M, Al Nassr MS., 2011. Comparative Study Of The Molluscicidal Activity Of Some Plant Extracts On The Snail Vector Of Schistosoma mansoni, Biomphalaria alexandrina. International Journal of Zoological Research, 7(2), pp.169–189.

Roach JS, Devappa RK, Makkar HPS & Becker K, 2012. Isolation, stability and bioactivity of Jatropha curcas phorbol esters. Fitoterapia, 83(3), pp.586–92.

Rug M & Ruppel A, 1997. Toxic activities of the plant Jatropha curcas against intermediate snail hosts and larvae of schistosomes.

Sudomo M, 2008. Penyakit Parasitik Yang Kurang Diperhatikan di Indonesia. Orasi Pengukuhan Profesor Riset Bidang Entomologi dan Moluska. WHO, 2010. Schistosomiasis Fact Sheet.

Gambar

Tabel 1. Persentase kerusakan jaringan insang dan kaki muskuler keong O.hupensis lindoensis akibat pengujian  dengan ekstrak metanol biji jarak merah selama 4 jam.
Gambar 1. Kerusakan  jaringan  insang  setelah  pengujian  dengan  dengan  ekstrak  biji  jarak  merah  (J.gossypifolia)  selama  4  jam  (a
Gambar  3.  Kerusakan  jaringan  insang  setelah  pengujian  dengan  dengan  ekstrak  biji  jarak  merah  (J.gossypifolia)  selama  12  jam  (a
Gambar 4. Kerusakan jaringan kaki muskuler setelah pengujian dengan dengan ekstrak biji  jarak  merah  (J.gossypifolia)  selama  12  jam  (a
+2

Referensi

Dokumen terkait

Berbatasan dengan Sarawak Malaysia, menyebabkan kecenderungan sebagian penduduk Kalimantan Barat (Kalbar) bekerja ke Malaysia termasuk menjadi pedagang lintas batas

Ketamin-Xylazin merupakan kombinasi anestesi yang sering digunakan dalam praktik kedokteran hewan dan zoletil adalah salah satu jenis obat anestesi yang memiliki

Hasil peneliian dan pembahasan dalam skripsi ini adalah pendapat masyarakat mengenai pelaksanaan sanksi arak bugil terhadap anak sebagai korban arak bugil yaitu mereka

Faktor dari orang tua terkadang lebih dominan, dan memang sangat banyak berpengaruh dalam perkembangan seorang anak, begitu pula tetang perkembangan jiwa agama anak tersebut,

Berkaitan dengan perkembangan jiwa agama pada masa remaja, zakiah derajat membagi kepada dua tahap, yaitu (1) Masa Remaja Awal, (2) Masa Remaja Akhir..

Pemotongan domba ekor tipis yang disembelih di TPH Maleber Bogor sebaiknya dilakukan pada kondisi tubuh gemuk guna meningkatkan efisiensi dari produksi karkas yang

Manual Prosedur [Komite Penjaminan Mutu STIE MURA] Page 3 memberi bantuan teknis dalam proses penyusunan Kompetensi Lulusan dan Spesifikasi Program Studi.. Ketua STIE

Anak Dibawah Umur Menurut Sistem Peradilan Pidana Anak” Penulisan hukum ini dimaksudkan untuk memenuhi syarat akhir guna memperoleh gelar Sarjana Hukum