• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Kedalaman Rongga pada Panel Resonator dari Bahan Kayu Sengon Laut Terhadap Reduksi Bunyi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengaruh Kedalaman Rongga pada Panel Resonator dari Bahan Kayu Sengon Laut Terhadap Reduksi Bunyi"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Pengaruh Kedalaman Rongga pada Panel Resonator dari

Bahan Kayu Sengon Laut Terhadap Reduksi Bunyi

Ferriawan Yudhanto

a

, Jamasri

b

, Subagio

c

a

Mahasiswa Pascasarjana Teknik Mesin FT UGM, b,cDosen Jurusan Teknik Mesin FT UGM E-mail : ferriawan_y@yahoo.com

ABSTRAK

Kebisingan merupakan masalah yang penting karena berpengaruh terhadap kenyamanan dan kesehatan. Tingkat kebisingan yang timggi dapat menyebabkan gangguan pendengaran (hearing loss). Oleh sebab itu, reduksi bising (noise reduction) menjadi perlu untuk dikaji. Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki kemampuan kinerja panel akustik dari bahan kayu sengon laut dalam mereduksi kebisingan.

Penelitian ini dilakukan dengan menempatkan sumber bunyi di dalam ruangan anechoic sebagai simulasi sumber bunyi yang diisolasi. Jenis panel akustik yang digunakan adalah panel ganda dengan sekat resonator. Panel akustik ganda disusun dengan mendisain rongga resonator diantara dua lapisan yaitu lapisan panel depan dan belakang sehingga membentuk panel akustik dengan ukuran 50x50 cm2. Panjang dan lebar rongga resonator (studs) yang didisain adalah 30x30 mm. Dalam penelitian ini dilakukan variasi kedalaman rongga resonator dengan kedalaman 15, 20, 25 dan 30 mm. Kinerja panel akustik dinyatakan dengan parameter NR (Noise Reduction) dengan satuan dB (decibel).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa panel akustik ganda dengan rongga resonator (panel resonator) memiliki harga NR yang lebih tinggi dibandingkan dengan panel tunggal tanpa rongga resonator. Penambahan kedalaman rongga resonator akan meningkatkan nilai reduksi bunyi pada frekuensi 125 Hz sampai dengan 4000 Hz. Penurunan NR akibat efek kebetulan (coincidence effect) rata-rata terjadi pada frekuensi 1000 Hz, dengan penurunan sebesar 1 dB sampai 7 dB.

Kata Kunci : Panel tunggal, Panel resonator, NR, Efek kebetulan

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Bunyi yang memberi rasa tidak nyaman bagi kegiatan sehari-hari baik di lingkungan kerja, perumahan ataupun perkantoran, dianggap sebagai kebisingan (noise). Kebisingan merupakan salah satu jenis pencemaran yang cukup penting yang berpengaruh terhadap kenyamanan dan terutama kesehatan. Bunyi yang menyebabkan gangguan pendengaran manusia (hearing loss) ada pada frekuensi 500, 1000, dan 2000 Hz berdasarkan standar yang ditetapkan OSHA (Occupational Safety and Health Administration), (Lord dkk, 1980). Tabel 1 menunjukkan klasifikasi gangguan pendengaran manusia.

Tabel 1. Klasifikasi gangguan pendengaran (Kinsler, 1982)

Rata-rata terjadinya gangguan pendengaran pada frekuensi

500, 1000, dan 2000 Hz (dB)

Klasifikasi

Kurang dari 25 Dibawah keadaan normal

26-40 Ringan

41-55 Sedang

56-70 Keras (aman)

71-90 Keras (berbahaya) Lebih dari 91 Sangat berbahaya

(2)

Bahan bangunan yang berat dan menyita tempat sering digunakan untuk kontruksi dinding penginsulasi bunyi, makin berat dan tebal dindingnya, makin baik insulasi bunyinya. Dalam bangunan masa kini, dinding tebal dan berat harus dihindari agar diperoleh ruang yang lebih luas dan beban kontruksi yang lebih ringan. Dinding penginsulasi bunyi berupa panel partisi dapat mengurangi biaya bangunan, memperpendek waktu konstruksi dan menyediakan keluwesan dalam perancangan. Persyaratan ini merangsang pemakaian elemen bangunan yang tipis, ringan, siap pakai dan mudah dipindahkan. Kontruksi partisi ringan yang mempertimbangkan pengendalian bising jarang digunakan di dalam sebuah ruangan.

Kayu telah banyak dimanfaatkan sebagai dinding partisi ruang dalam suatu bangunan perkantoran ataupun rumah hunian. Perancangan (design) yang bisa digunakan adalah dengan merancang panel-panel akustik dari bahan kayu yang dapat berfungsi sebagai penyerap dan penghalang bising, sehingga mampu menciptakan ruang yang memenuhi syarat kesehatan sekaligus kenyamanan. Penggunaan acoustic fill seperti serat-serat karang (rock woll), serat gelas, dan serat alam pada perancangan panel akustik digunakan untuk meningkatkan penyerapan terutama pada frekuensi rendah (Doelle, 1986).

Indonesia merupakan negara dengan sumber daya alam yang berlimpah. Berbagai jenis kayu dapat ditemukan di Indonesia. Pohon sengon laut merupakan sumber daya alam yang banyak ditemukan di beberapa daerah sebagian Jawa. Pohon ini memiliki nama latin Albizia falcataria. Berat jenisnya adalah sekitar 0,33 gr/cm3 sehingga kayu sengon laut diklasifikasikan sebagai kayu ringan. Kayu sengon laut juga memiliki sifat fisis lain yaitu penyusutan 4,57% pada arah tangensial dan 2,715% pada arah radial dengan kandungan kadar air 10-11% pada umur 5-6 tahun (Atmosuseno,1994). Pemanfaatan kayu sengon laut dalam kontruksipun sebatas kontruksi ringan sehingga kayu tersebut berpotensi sebagai bahan partisi ruang.

1.2. Perumusan Masalah

Uraian diatas menunjukkan adanya tuntutan untuk merekayasa ruangan yang bebas dari masalah kebisingan. Untuk mendapatkan ruangan yang nyaman dan bebas dari kebisingan (noise) diperlukan panel akustik yang memiliki nilai reduksi bising atau reduksi bunyi yang baik tetapi tidak mengenyampingkan estetika ketika digunakan dalam suatu ruangan bangunan perkantoran ataupun rumah hunian. Indonesia sebagai negara agraris dengan sumber kayu yang berlimpah memiliki potensi untuk mengembangkan panel akustik dari bahan kayu sengon laut sebagai bahan partisi atau penyekat antar ruang.

Jenis panel akustik yang digunakan sebagai bahan partisi ruang dalam penelitian ini adalah panel tunggal dan panel ganda dengan sekat rongga resonator (panel resonator) yang berfungsi sebagai insulasi bunyi.

1.3. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Menambah data sifat akustik kayu sengon laut.

2. Pengembangan disain sel akustik peredam bunyi dari bahan kayu sengon laut ke bentuk panel akustik sebagai bahan penyekat atau partisi antar ruang.

3. Meningkatkan nilai ekonomi kayu sengon laut dan serat kenaf dengan rekayasa teknologi.

1.4. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Menyelidiki sifat akustik kayu sengon laut yang dijadikan dasar dalam merancangan panel akustik. 2. Menyelidiki pengaruh panel akustik kayu tunggal dan ganda terhadap insulasi bunyi di dalam ruangan. 3. Menyelidiki pengaruh ketebalan sekat resonator yang berhubungan dengan kedalaman rongga (cavity

depth) pada panel resonator.

2. TINJAUAN PUSTAKA

Pilkinson glass Co. Ltd.,(1996) dalam pengembangan produk jendela kaca yang menggunakan

partisi ganda, dan menyelidiki pengaruh perambatan suara di udara (airborne sound transmission) yang melewati kaca ganda dengan celah udara antar kaca 12 mm. Penambahan ketebalan kaca pada layer depan 10 mm dengan rongga udara 12 mm dan kaca bagian belakang 6 mm dapat menambah kemampuan isolasi 7 dB hingga 10 dB pada rentang frekuensi 200 Hz sampai dengan 1600 Hz. Penambahan celah udara pada partisi ganda selanjutnya kurang berarti jika melebihi 200 mm.

Warnock dan Quirt (1997) meneliti transmisi suara atau bunyi yang melewati partisi ganda dari bahan Gypsum. Kontruksi pada panel yang berongga (cavity wall) dibuat dengan variasi kedalaman rongga

(3)

Avilova dkk (2003), melakukan penelitian tentang foam shell, yaitu panel berupa kerangka menyerupai busa dari bahan paduan aluminium dan compact AMA (Aluminium Magnesium alloy), penelitian dilakukan pada sebuah ruang yang disebut dengan reverbration chamber. Hasil riset menunjukkan pada kontruksi double walled shell (kombinasi berupa partisi ganda dari bahan aluminium shell) memiliki insulasi bunyi yang baik pada frekuensi tengah hingga frekuensi tinggi. Porositas juga memperlebar jangkauan frekuensi, hal ini dapat dilihat pada gambar 1, yang menunjukkan perbandingan antara foam shell, AMA shell dan juga double walled shell (kombinasi berupa partisi ganda dari bahan aluminium shell).

Gambar 1. Pengaruh foam shell Sound Insulasi pada jangkauan frekuensi:

1-double walled shell, 2-foam aluminium shell, 3-AMA shell (Avilova dkk, 2003)

Siregar dkk (2006) meneliti pengaruh perubahan panjang dan lebar sekat rongga resonator terhadap Noise Absorption Coeficient (NAC) sel akutik kayu dari bahan kayu sengon laut. Panjang dan lebar (pxl) sekat resonator yang digunakan yaitu 10x10, 20x20, 30x30, 40x40 dan 50x50. Penambahan pxl sekat rongga resonator menyebabkan penambahan volume sekat rongga resonator, sehingga kekakuan efektif sistem turun. Turunnya kekakuan efektif udara di dalam sekat rongga resonator menyebabkan frekuensi resonansi SAK( Sel Akustik Kayu) bergeser dari frekuensi tinggi 800 Hz menuju frekuensi rendah yaitu 500 Hz.

Panel akustik dengan rongga diantara dua panel dapat dianalogikan sebagai suatu sistem resonator. seperti yang terlihat pada gambar

Gambar 2. A damped, forced harmonic oscillator (Kinsler dan Frey, 1982)

Bila derajat insulasi bunyi yang tinggi dibutuhkan maka sebaiknya digunakan partisi ganda yang dibentuk dari dua lembaran panel terpisah. Pada frekuensi tinggi, partisi ganda memberikan nilai yang lebih tinggi dibandingkan teori hukum massa (Kinsler dan Frey, 1982). Persamaan Teori hukum massa ditunjukkan seperti persamaan berikut :

f Log c Log TL 20 20 . 1 1 σ ρ π + = (1)

Dengan catatan TL adalah Transmission Loss (dB), c adalah 344 m/s2 (cepat rambat gelombang di udara), ω adalah frekuensi angular (2πf), ρ adalah berat jenis udara (1,21 kg/m3), ρc adalah characteristic impedance

(413 MKS rayls), σ adalah massa per unit area of panel (kg/m2

) dan frekuensi (Hz).

Secara umum NR (Noise Reduction) sama dengan rugi transmisi bunyi tetapi NR tidak hanya tergantung dari partisi tetapi juga tergantung pada penyerapan yang terjadi di ruang penerima. Pada instalasi partisi, besarnya reduksi suara merupakan perbedaan antara tingkat tekanan suara pada dua titik di dalam dan diluar pembatas (partisi) yang dapat ditentukan dengan persamaan (Doelle, 1986) :

2 1 SPL

SPL

NR= − (2)

Dengan catatan NR adalah reduksi bunyi (NoiseReduction), SPL1 adalah tingkat tekanan bunyi pada sumber

(4)

3. METODOLOGI

3.1. Bahan dan Alat Penelitian

Bahan utama pada penelitian ini adalah kayu sengon laut (Albizia falcataria) dengan massa tebang 5-6 tahun. Peralatan pendukung lainnya seperti gergaji, gerinda, mesin amplas, lem kayu, paku dan palu.

3.2. Disain Panel Akustik Pengujian Reduksi Bising

Spesimen uji berupa panel dibuat dengan ukuran 50x50cm2. Kayu sengon laut dipotong melintang dengan ketebalan 10, 15, 20, 25 dan 30 mm. Selanjutnya potongan kayu tersebut direndam dalam larutan borac 5% kemudian dibilas dengan air dan dikeringkan.

Panel akustik yang dirancang yaitu panel tunggal dengan ketebalan 10 dan 20 mm dan panel ganda dengan sekat rongga resonator (panel resonator). Variabel yang digunakan pada sekat rongga resonator adalah ketinggian sekat rongga resonator (t). Disain panel dan sekat rongga resonator dapat dilihat pada gambar 3.

10mm • Panel tunggal dengan tebal 10mm • Panel tunggal dengan tebal 20mm 20mm

30 mm Studs = pxl

Tinggi sekat (t)

10mm • Panel studs 30, 10+10

10mm • Kedalaman rongga (Cavity depth) dengan ketebalan sekat resonator (t) 15, 20, 25 dan 30 mm.

Gambar 3. Disain panel tunggal dan panel resonator

Panjang (p), dan lebar (l) sekat rongga resonator berbentuk bujur sangkar. Panjang dan lebar pada sekat ronggga resonator diistilahkan dengan studs. Studs (pxl) pada sekat resonator adalah 30x30 mm (gambar 4)

Gambar 4. Sekat rongga resonator (skala 1:3)

Pengujian panel akustik dilakukan pada wakil jangkauan frekuensi 1 octave band yaitu (63 Hz, 125 Hz, 250 Hz, 500 Hz, 1 KHz, 2 KHz, 4 KHz, dan 8 KHz). Panel akustik diletakkan diantara ruang sumber bunyi dan ruang penerima pada ruang uji akustik berupa anechoic chamber. Sine generator pada ruang sumber akan menghasilkan gelombang sinusoidal dengan jangkauan frekuensi satu oktaf. Ketika gelombang bunyi mengenai panel akustik maka gelombang bunyi dapat dipantulkan, diserap dan ditransmisikan. Perbedaan tekanan kedua ruang diukur dengan FFT(Fast Fourier Transform) analyzer (gambar 5).

Keterangan gambar : 1. anechoic chamber

2. Panel akustik kayu sebagai partisi 3. Speaker

4. Random Noise Generator 5. mikrophone

6. Level recorder 7. Filter

8. FFT (Fast Fourier Transform) Analyzer

2 4 3 5 6 5 6 1 Ruang Penerima Ruang Sumber

(5)

4. HASIL DAN DISKUSI

4.1. Reduksi Bunyi Panel Akustik Tunggal

Berdasarkan gambar 6 maka dapat ditunjukkan bahwa pada panel tunggal (single panel) memiliki nilai NR (Noise reduction) pengujian mendekati nilai NR menurut teori hukum massa. Bentuk kurva ini mengindikasikan bahwa pada panel tunggal masih mengikuti teori hukum massa yang menyatakan bahwa setiap dua kali kenaikan massa per unit area maka rugi transmisi naik 5-6 dB (Kinsler and Frey). Perhitungan nilai reduksi bunyi menurut teori hukum massa dihitung dengan persamaan 1.

0 10 20 30 40 50 60 10 100 1000 10000 Frekuensi (Hz) NR ( d B )

NR Teori hukum massa NR Pengujian

0 10 20 30 40 50 60 10 100 1000 10000 Frekuensi (Hz) NR ( d B )

NR Teori Hukum massa NR Pengujian

(a) panel tunggal 10 mm (b) panel tunggal 20 mm

Gambar 6. Perbandingan NR pengujian dan NR teorioritis pada panel tunggal

Secara Teoritis selisih nilai reduksi bunyi pada panel tunggal tebal 10 mm dan 20 mm adalah 4,28 dB, hal ini disebabkan perbedaan berat per satuan luas (density area) pada kedua panel. Density area pada panel dengan tebal 10 mm dan 20 mm berturut-turut adalah 4,4 kg/m2 dan 7,2 kg/m2. Sehingga kenaikkan massa per satuan luas pada panel tunggal menyebabkan kenaikkan nilai reduksi bunyinya. Pada gambar 7a dapat dilihat kenaikkan nilai NR panel dengan ketebalan 20 mm pada frekuensi rendah yaitu 63 Hz sampai dengan 500 Hz. Dan gambar 7b adalah hasil perhitungan NR teoritis pada kedua jenis panel tunggal.

0 10 20 30 40 50 60 10 100 1000 10000 Fekuensi (Hz) NR ( d B )

panel tunggal 10mm panel tunggal 20mm

0 10 20 30 40 50 60 10 100 1000 10000 Frekuensi (Hz) NR ( d B )

NR teoritis panel 10mm NR teoritis panel 20mm

(a) NR pengujian pada panel tunggal (b) NR teoritis (teori hukum massa)

Gambar 7. Selisih kenaikan nilai NR menurut pengujian dan teori hukum massa

4.2. Reduksi Bunyi Panel Resonator

Pada panel resonator kedalaman rongga resonator (cavity depth) akan menyebabkan kenaikan nilai reduksi bunyi pada frekuensi tengah dan tinggi. Massa per satuan luas pada panel resonator dengan selisih berat yang kecil tidak terlalu berpengaruh apabila dihitung dengan menggunakan teori hukum massa (persamaan 1). Secara umum dapat dikatakan untuk massa per satuan luas yang sama pada panel resonator cenderung lebih dipengaruhi oleh kedalaman rongga resonator, hal ini dapat dilihat pada gambar 8a. Panel resonator dengan variasi kedalaman sekat resonator 15, 20, 25 dan 30 mm masing-masing memiliki massa persatuan luas yaitu : 9,6 , 10, 10,4 dan 11,2 kg/m2 sehingga selisih berat masing-masing panel rata-rata 0,5 kg/m2. Oleh karena itu selisih massa per satuan luas antar panel resonator yang kecil dengan menggunakan teori hukum massa tidak akan menyebabkan kenaikan nilai reduksi bunyinya seperti ditunjukkan dalam gambar 8b.

(6)

0 10 20 30 40 50 60 10 100 1000 10000 Frekuensi (Hz) NR ( d B )

cavity depth 15mm cavity depth 20mm

cavity depth 25mm cavity depth 30mm

10 20 30 40 50 60 70 10 100 1000 10000 Frekuensi (Hz) NR ( d B )

cavity depth 15mm cavity depyh 20mm

cavity depth 25mm cavity depth 30mm

(a) NR pengujian (b) NR teoritis (teori hukum massa)

Gambar 8. Pengaruh kedalaman rongga resonator (cavity depth),

akibat variasi ketebalan sekat resonator

0 10 20 30 40 50 60 10 100 1000 10000 Frekuensi (Hz) NR ( d B ) panel tunggal 10mm panel tunggal 20mm panel resonator cavity depth 25mm

Gambar 9. Perbandingan nilai NR pada panel tunggal dan panel resonator

5. KESIMPULAN

Berdasarkan analisis pembahasan di atas, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Kenaikan density area pada panel tunggal menyebabkan kenaikan nilai reduksi bunyi (NR) di jangkauan frekuensi rendah sebesar 10 dB dan mengikuti teori hukum massa.

2. Penambahan tinggi sekat resonator 25 mm pada panel resonator menyebabkan kenaikan nilai reduksi bunyi (NR) pada jangkauan frekuensi yang lebar yaitu 125 Hz sampai dengan 8 KHz.

3. Penambahan tinggi sekat resonator 3 mm pada panel resonator hanya efektif pada frekuensi rendah yaitu pada jangkauan frekuensi 125-500 Hz dan kurang efektif pada frekuensi tinggi.

4. Penurunan nilai NR akibat Efek kebetulan (coincidecet effect) terjadi pada frekuensi 1000Hz dengan coincidence dip 1-7 dB.

5. Kemapuan panel resonator memberikan hasil NR yang jauh lebih baik dibandingkan dengan panel tunggal dan pada panel resonator massa panel tidak mempengaruhi nilai reduksi bunyinya.

6. DAFTAR PUSTAKA

[1] ASTM, 1998, “Annual Book of ASTM Standard ”, West Conshohocken.

[2] Atmosuseno, B.S., “Budi Daya, Kegunaan, dan Prospek Sengon”, 1999, Penerbit Penebar Swadaya, Bogor. [3] Avilova, G.M., Grushin A.E., dan Lebedeva I.V., 2003, “The Experimental Investigation Of The Sound Insulation

By Foam Shells”, Lomonosov Moscow State University.

[4] Doelle, L.L., 1986, “Akustik Lingkungan”, Penerbit Erlangga, Jakarta.

[5] Kinsler, E.L., Frey A.R., Coppens A.B., dan Sanders J.V.,1982, “Fundamentals of Accoustics”, John Wiley & Sons. [6] Lord, P dan Templeton D., 1996, “ Detailling for Acoustics ”

[7] Randall, R.B., 1987 ”Frequency Analysis” Bruel and Kjaer.

[8] Siregar, R.H, Jamasri dan Diharjo K., 2006, “Kajian Kinerja Serapan Bising Sel Akustik Dari Bahan Kayu Kelapa Sawit” Program Riset Unggulan Terpadu XII.

Gambar

Tabel 1. Klasifikasi gangguan pendengaran (Kinsler, 1982)  Rata-rata terjadinya gangguan
Gambar 1.  Pengaruh foam shell Sound Insulasi pada jangkauan frekuensi:
Gambar 3. Disain panel tunggal dan panel resonator
Gambar 6.  Perbandingan NR pengujian dan NR teorioritis  pada panel tunggal
+2

Referensi

Dokumen terkait

Karena probabilitas signifikansi lebih kecil dari 0,05, maka model regresi dapat digunakan untuk memprediksi kesuksesan entrepreneur wanita .atau dapat dikatakan bahwa

Sistem informasi yang dikembangkan pada penelitian ini dapat digunakan untuk penyebarluasan informasi peta Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) di Kabupaten

Sebuah paku yang terbuat dari baja dililiti dengan kawat kabel beremail dan kemudian lilitan kabel itu dialiri arus listrik. Ternyata paku tersebut menjadi dapat menarik serbuk

Remaja juga ingin menghindari penolakan, pelecehan atau ejekan (Janes & Olson dalam Taylor, Peplau & Sears, 2009, h.259). Sebagaimana ditemukan pada penelitian ini bahwa

mengingat konsep-konsep yang lebih baik ketika mereka menemukan konsep diri mereka sendiri melalui eksplorasi.. Mengacu pada uraian di atas, penelitian ini menunjukkan bahwa

komitmen pegawai pada organisasi, khususnya affective commitment dan normative commitment , merupakan hal penting yang perlu dilakukan oleh pengelola organisasi; karena

Sistem ekonomi sosialis yaitu sistem ekonomi dimana ekonomi diatur negara. Dalam sistem ini, jalannya perekonomian sepenuhnya menjadi tanggung jawab negara atau pemerintah

Sinyal analog merupakan sinyal yang secara matematis dinyatakan dengan variabel-variabel kontinu, sehingga untuk setiap nilai waktu dapat diambil nilai-nilai dalam selang