• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUKUM ISLAM DALAM HUKUM NASIONAL* (Suatu Pandangan dari Hukum Tata Negara)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUKUM ISLAM DALAM HUKUM NASIONAL* (Suatu Pandangan dari Hukum Tata Negara)"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

351

HUKUM ISLAM DALAM HUKUM NASIONAL*

(Suatu Pandangan dari Hukum Tata Negara)

_ _ _ _ _ Oleh : Prof. Dr. H. Ismail Suny, S.H., M.C.L.

Politik Hukum Hindia Belanda

Hukum Tata Negara adalah hukum yang menentukan berlaku atau tidak-nya suatu jenis hukum laintidak-nya. Oleh karena itu Pemerintah Hindia Belanda menetapkan politik hukumnya dalam

Reglement op het beleid der Regeering van Nederlandsch Indie, disingkat

Regeeringsreglement

(R.R.)

yang di-muat dalam Stbl 1855:2.

Regeerings-reglement

adalah Undang-undang

Da-sar Hindia Belanda. 1)

Apa yang telah berlaku sejak mulai adanya kerajaan-kerajaan Islam di nusantara, dengan kedatangan VOC hukum kekeluargaan Islam: hukum

perkawinan dan hukum waris, tetap diakui oleh Belanda . . Bahkan oleh

VOC hukum kekeluargaan itu diakui dan dilaksanakan dengan bentuk per-aturan

Resolutie der

Indische

Regeer-•

*

Pidato Ilmiah pada Upacara Wisuda Sar-jana/Sarjana Muda Universitas Muham-madiyah Jakarta tahun 1987 pada tanggal 22 Juni 1987 bertempat di Balai Sidang Jakarta.

1). Prof. Supomo dalam Sidang Badan Pe-nyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan pada tanggal 15 Juli 1945 menyebutkan Indische S taatsregeling, penggan ti RR sebagai Undang-Undang Dasar Hindia Belanda, lihat Prof. Muhammad Yamin,

Naskah Persiapan Undang-Undang Dasar

1945. Jakarta: Yayasan Prapantja, 1959,

I,hlm.314.

ing

tanggal 25 Mei 1760 yang meru-pakan kumpulan aturan hukum perka-winan dan hukum kewarisan Islam, terkenal sebagai

Compendium

Frei-jer.

2)

Hukum Islam yang telah berlaku dari zaman VOC itulah oleh Pemerin-tah Hindia Belanda diberikan dasar hukumnya dalam

Regeeringsreglement

tahun 1855 itu. Pasal 75 RR itu ber-bunyi dalam ayat (3)nya: oleh hakim Indonesia itu hendaklah diperlakukan undang-undang agama

(Godsdienstige

wetten)

dan kebiasaan penduduk Indo-nesia itu. Ayat (4) nya berbunyi: Un dang-un dang agama, instellingen

dan kebiasaan itu jugalah yang dipakai untuk mereka oleh hakim Eropa pada

pengadilan yang lebih tinggi andaikata teijadi hoger beroep atau permintaan pemeriksaan banding.

Bahkan dalam Pasal 78 RR itu di-tegaskan lebih lanjut pada ayat (2)

nya: "dalam hal terjadi perkara per-data antara sesama orang Indonesia itu, atau dengan mereka yang

diper-samakan dengan mereka maka mereka tunduk kepada putusan hakim agama atau kepada masyarakat mereka menu-rut undang-undang agama

(godsdiens-2). H. Arso Sastroatmodjo, S.H. dan H.A. Wasit Alawi M.A., HlIkllm Perkawinan di Indonesia. Jakarta: Bulan Bintang,

1978, hIm. 11.

(2)

352 r

tige wetten)

atau ketentuan-ketentuan lama mereka".

Sedangkan Pasal 109 RR menya-takan bahwa ketentuan tennaksud da-lam Pasal 75 dan 78 itu berlaku pula

bagi mereka yang dipersamakan de-ngan

inlander

yaitu orang Arab, orang Moor, orang Cina dan semua mereka yang beragama Islam dan orang-orang yang tidak beragama.

Dengan demikian bagi orang Islam berlaku penuh hukum Islam, sebab mereka telah memeluk agama Islam.

Keadaan inilah yang oleh Prof. Mr. Lodewijk Willem Christiaan van den Berg, disebut telah terjadinya

Recep-ti~

in Complexu,

penerimaan hukum sepenuhnya 3).

Kemudian Belanda mengubah poli-tik hukumnya mengenai hukum keke-luargaan ini dengan anjuran dari Mr. Comelis van Vollenhoven, yang menge-cam Pasal 75 dan 109 RR itu. Di sam-ping itu Dr. Snouck Hurgronje menye-rang ajaran

Receptio in Complexu

dari Prof. Mr. L.W.C. van den Berg dan mengemukakan

Theorie Receptie

dengan mengatakan bahwa Hukum Is-lam baru berlaku, bila dikehendaki atau diterima oleh hukum Adat. Pen-,

dapat Snouck Hurgronje inilah yang diberi dasar hukumnya dalam Un dang-undang Dasar Hindia Belanda yang menjadi pengganti RR, yang disebut

Wet op de Staatsinrichting van

Neder-lands-In die,

disingkat

Indische

Staats-regeling

(IS). Dalam IS yang diundang-kan dalam Stb!. 1929:212 hukum Is-lam dicabut dari lingkungan tata

hu-3). Sayuti ThaJib, S.H ., Receptio A Con-trario (Hubungan Hukum Adat dengan Hukum Islam), Jakarta: Bina Aksara,

1985 hIm. 7.

Hukum dan Pembangunan

kum Hindia Belanda. Pasal 134 ayat (2) dari IS tahun 1929 itu berbunyi: "Dalam hal terjadi perkara perdata an tara sesama orang Islam akan dise-lesaikan oleh hakim agama Islam apa-bila hukum adat mereka menghen-dakinya dan sejauh tidak ditentukan lain dengan sesuatu ordonansi".

Pada pertengahan tahun 1937 pe-merintah Hindia Belanda mengumum-kan gagasan untuk memindah wewe-nang mengatur waris dari Pengadilan

Agama ke Pengadilan Negeri. Apa yang menjadi kompetensi Pengadilan

Agama sejak tahun 1882 hendak dialihkan kepada Pengadilan Negeri. Dan dengan Stb!. 1937: 116 dicabut-lah wewenang Pengadilan Agama itu, dengan alasan hukum kewarisan be-lum diterima sepenuhnya oleh Hu-kum Adat.

Reaksi pihak Islam terhadap cam-pur tangan Belanda dalam masalah-masalah Hukum Islam ini banyak

di-tulis dalam buku-buku dan surat-surat kabar pada waktu itu.4) Tidak perlu diterangkan bahwa politik hukum yang menjauhkan umat Islam dari

ke-tentuan-ketentuan agamanya, sengaja diusahakan Belanda untuk kepenting-an peneguhkepenting-an kekuasakepenting-annya di Indo-nesia. Oleh karen a itu tatkala kesem-patan itu terbuka pada waktu Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerde-kaan terbentuk dan bersidang di za-man penjajahan Jepang, pemimpin-pemimpin Islam memperjuangkan

ber-4). H. Aqib Suminto, Politik Islam Hindia Belanda. Jakarta LP3ES, 1985, hlm. 30-31, Harry J. Benda, The Crescent and the Rising Sun, Indonesian Islam

under the Japanese Occupation 1942-1945. Bandung: W. van Hoeve Ltd,

(3)

lakunya kembali Hukum Islam dengan

kekuatan Hukum Islam sendiri, tanpa

hubungannya dengan Hukum Adat.

Dalam Piagam Jakarta tanggal 22 Juni

1945,42 tahun yang lalu, dirumuskan

salah satu dasar negara Republik

hi-donesia "ketuhanan, dengan

kewajib-an menjalkewajib-ankkewajib-an syariat Islam bagi

pe-meluk-pemeluknya".

.

Sebagai Gurubesar Hukum Tata

Negara saya dapat menyatakan, bahwa

dengan ketentuan 7 perkataan itu saja,

sarna sekali tidak berarti telah

terben-tuknya Negara Islam dengan Piagam

Jakarta. Dengan kata-kata itu dapat

diartikan bahwa Hukum Islam berlaku

bagi

pemeluk-pemeluk Islam sebagai

halnya

politik hukum Hindia Belanda

sebelum

tahun 1929. Salah paham

pada

waktu itu sebenamya dapat

diatasi kalau ada yang mengusulkan

ketujuh kata-kata itu menjadi

ber-bunyi: "dengan kewajiban

menjalan-kan ketentuan agama bagi

pemeluk-pemeluknya,,6). Ini berarti bagi

peme-luk agama Islam wajib menjalankan

Hukum Islam, bagi pemeluk agama

Katholik, wajib menjalankan Hukum

Katholik, bagi pemeluk Kristen, wajib

menjalankan hukum

Kristen,

bagi

pe-meluk agama Hindu, wajib

menjalan-kan Hukum Hindu dan bagi

pemeluk-agama Budha, wajib

menjalankan

Hu-kum Budha.

Politik Hukum Republik Indonesia

Dengan Proklamasi Kemerdekaan

17 Agustus 1945 dan bedakunya

UUD 1945, walaupun tanpa memuat

7 kata dari Piagam Jakarta, teori

re-5). Ismail Suny, Hukum Islam dan PoUtik Hukum Nasional, Panji Masyarakat, 21

November 1985.

353

sepsi yang dasar hukurnnya adalah

IS, dengan tidak berlakunya lagi IS

dengan berlakunya UUD 1945, maka

teori resepsi kehilangan dasar

hukum-nya. Dengan berlakunya UUD 1945

yang Aturan Peralihan Pasal II-nya

menetapkan, "segala badan negara dan

peraturan yang ada masih langsung

berlaku, selama belum diadakan yang

baru menuru t un dang-un dang dasar

ini", tidak dengan sendirinya Pasal

134 ayat

(2)

dari IS itu tetap berlaku,

karena dasat hukum yang ditetapkan

oleh suatu un dang-un dang dasar yang

tidak berlalqJ lagi, tidak dapat

dijadi-kan dasar hukum bagi suatu

undang-un dang dasar baru, yang sarna sekali

tidak mengatur soal itu.

Walaupun pembaharuan hukum

na-sional tidak dicantumkan secara tegas

dalam UUD 1945, tetapi pasal-pasal

dalam UUD 1945 yang menyebut 16

hal yang harus diatur oleh

undang-un dang organik, dapat disimpulkan

bahwa untuk hal-hal itu diperlukan

hukum nasional

.

Dengan

menyata-kan dalam Aturan Peralihan Pasal II

UUD 1945,

"segala

badan negara dan

peraturan yang ada masih langsung

berlaku, selama belum diadakan yang

baru menurut undang-undang dasar

ini",

secara tersirat menunjuk kepada

perintah melakukan pembaharuan

hu-kum.

6)

Setelah berlakunya UUD 1945

Hu-kum Islam berlaku bagi bangsa

Indo-6). Ismail Suny, Hukum Islam dan Pembi-naan Hukum Nasional, prasaran pada Seminar Hukum Islam oleh lAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 24-28 Februari

1975, Sinar Darussalam, Maret-April 1975, No. 60, Ismail Suny Meneari Keadilan. Jakarta: Ghalia Indonesia,

1982, hlm. 333-340.

Agustus 1987

(4)

354

nesia yang beragama Islam, karena ke-dudukan Hukum Islam itu sendiri. Selama 14 tahun, dari tanggal 22 Juni

1945 waktu ditandatangani

gentlemen

agreement

antara pemimpin-pemimpin

Indonesia sampai tanggal 5 Juli 1959, sebelum Dekrit Presiden RI diundang-kan, kedudukan ketentuan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi

peme-luk-pemeluknya adalah

persuasive-source,

bukan

authoritative-source.

Sebagaimana semua hasil sidang-sidang Badan Penyelidik Usaha Kemerdekaan

dan semua hasil sidang-sidang Panitia

Persiapan Kemerdekaan Indonesia ada-lah

persuasive-source

bagi

grondwet-interpretatiedari

UUD 1945, maka

Piagam Jakarta sebagai salah satu hasil sidang Badan Penyelidik Usaha Ke-merdekaan adalah juga merupakan

persuasivesource

dari UUD 1945.

Barulah dengan ditempatkannya ke-tentuan Piagam Jakarta dalam Dekrit Presiden RI tanggal 5 Juli 1959,

Pia-gam Jakarta telah menjadi

authorita-tive-source

dalam Hukum Tata Negara

Indonesia, bukan hanya sekedar

per

-•

suaSIve-source.

Untuk mengetahui dasar hukum dari Piagam Jakarta dalam konside-rans Dekrit Presiden RI tanggal 5 Juli

1959, perlu ditinjau dasar hukum pen-dahuluan atau preambule dalam suatu Konstitusi dan konsiderans atau

per-timbangan dari suatu perundang-un-dangan. Sebagai kita ketahui Piagam

Jakarta itu semuia merupakan pem

-bukaan dari Rancangan UUD 1945 '

yang dibuat oleh Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan dan kemudian tercantum dalam Dekrit Presiden 5 Juli 1959.

Jika kita teliti Konstitusi-konstitusi tertulis yang dibuat setelah adanya

Hukum dan Pembanllunan

konstitusi pertama tahun 1787 di Amerika Serikat, maka umumnya da-pat dibagi atas dua jenis konstitusi:

1. Konstitusi yang semata~mata

berbi-cara sebagai naskah hukum, suatu

ketentuan yang mengatur

the rule

of the constitution.

2. Konstitusi yang bukan saja meng-atur ketentuan-ketentuan hukum, tetapi juga mencantumkan ideologi,

aspirasi dan cita-cita politik,

the

statement of idea,

pengakuan

ke-percayaan, suatu

beloofsbelijdemis,

dari bangsa yang

menciptakan-nya. 7 )

Konstitusi jenis pertama itu biasa-nya Inggeris dianggap sebagai

pem-bentuknya. Kalaupun terdapat sedikit preambule, hanyalah sekedar

menya-takan badan-badan yang membuatnya dan merupakan "konsiderans" dari Undang-undang itu. Sebab sebenarnya konstitusi yang dibuat Westminster untuk negara-negara yang

diciptakan-nya, memang dalam bentuk suatu

sta-tute, suatu undang-undang. Bila dilihat

dari sudut hukum tata negara Inggeris,

umpamanya

Britisch North America

Act,

1867, yang merupakan Konstitusi

Canada sekarang ini dan

Common-wealth of Australia Constitution Act,

. 1900 bagi Australia.

Konstitusi jenis kedua, di mana di

-gambarkan filsafat negara yang akan

dibentuk,

philosofisch grondsslag

,

wel

-tanschauung,

ideologi negara dapat kita sebut contoh-contoh konstitusi

Amerika Serikat, dan Konstitusi-kon

-stitusi Perancis dan Kon-stitusi-

konsti-tusi Republik Indonesia.

7). K.C. Wheare, Modem Constitutions.

London: Oxford University Press, 1966, hlm.32.

(5)

Dan biasanya cita-cita politik itu di-cantumkan dalam preambule, dalam pembukaan dari Konstitusi bahkan preambule UUD 1945 dapat dianggap suatu preambule yang lengkap, karena memenuhi unsur-unsur politis, religius

dan moral, seperti yang disebut oleh Hans Kelsen. 8)

Menuru t Hukum Tata Negara lng-geris, suatu preambule bukan merupa-kan

rule of law,

bukan ketentuan hu-kum. Dalam yurisprudensi Prince of Hanover v. Attorney Genera19) dapat

diketahui bahwa hakim Vaisey telah mempergunakan preambule dari Un-dang-un dang tahun 1705 untuk meng-gambarkan kejelasan kata-kata dalam

undang-undang itu. Tetapi

Court of

Appeal,

Pengadilan Banding Inggeris

menolak memperhatikan preambule atau konsiderans, bila kata-kata yang dipergunakan dalam isi

undang-un-dang, diktum undang-undang, sudah

cukup jelas, dan tidak berarti dua

(ambiguous).

Dan preambule hanya

da-pat dipergunakan sebagai bahan penaf-siran, bahan interpretasi, bila terda

-pat kata-kata dalam undang-undang yang

dubbel-zinning.

Pendapat bahwa

preambule atau konsiderans tidak

mempunyai

legal effect

,

akibat hukum secara umum diterima oleh para ahli hukum Inggeris.10)

8). Lihat Ismail Suny, Dasar Hukum Piagam

Jakartfl,kuliah umum pada lAIN

Ja-miah Ar-Raniry di Banda Aeeh, 28 Mei 1965, Majalah AI Djamiah, Yogyakarta,

3, 1967. Ismail Suny, Mencari Keadi/an ,

op. cit. him. 75 - 79.

9). R.W.H. Dias and G.B.J. Hughes,

Juris-prudence, him. 131.

10). Lihat K.C. Wheare, The Statute of

Westminster and Dominion Statutes,

Oxford: University Press, 1953, eet.

ke-5, him. 192, Ismail Suny, Pergeseran

355 Di Perancis anggapan yang terkuat ialah bahwa preambule mempunyai ni-lai juridis. Konstitusi Republik Peran-cis ke-IV (1945-58) mencantumkan Pernyataan ten tang Hak-hak Manusia

dan Warganegara, 1789 dalam pream-bulenya. Sewaktu Perancis mengeluar-kan sebuah peraturan yang diskrimi-natif bagi golongan Yahudi, pengadilan

Perancis menolaknya pada tahun

1947, berdasarkan peraturan itu ber-tentangan dengan Konstitusi, karena Preambule Konstitusi melarang diskri-minasi berdasarkan ras, agama dan kepercayaan. l l)

Menurut Hukum Tata Negara di Indonesia, preambule atau konsiderans

adalah mempunyai kedudukan hu

-kum, Preambule atau pembukaan ada-lah bagian integral dari sesuatu

konsti-tusi, begitu pula konsiderans adalah bagian integral dari suatu perundang-undangan.

Sewaktu kembali ke UUD 1945 dalam Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dalam konsiderans an tara lain dise

-butkan : "Bahwa kami berkey akin an , bahwa Piagam Jakarta tertanggal 22 Juni 1945 , menjiwai UUD 1945 dan adalah merupakan suatu rangkaian ke-satuan dengan konstitusi tersebut".

Dengan demikian Presiden Repu-blik Indonesia berkeyakinan, jadi bu-kannya Ir. Soekarno pribadi, bahwa Piagam Jakarta menjiwai UUD 1945 .

Dan karen a perbedaan Piagam Jakarta dengan Pembukaan UUD 1945 itu hanyalah 7 perkataan "dengan

kewa-Kekuasaan Eksekutij; Jakarta: Aksara

Baru, 1986, eet ke-6, him. 40-41.

11). Herman Finer, Govemment of Greater

European Power, New York, Henry

Holt and Company, 1956, him. 331.

(6)

356

jiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya", maka itu ber-arti bahwa ketujuh perkataan itulah yang menjiwai UUD 1945. Kata "men-jiwai" seeara negatif berarti bahwa

tidak boleh dibuat perundang-undang-an dalam negara RI yperundang-undang-ang bertentperundang-undang-angperundang-undang-an

dengan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya. Dan seeara positif berarti bahwa bagi pemeluk-pemeluk Islam di-wajibkan menjalankan syariat Islam.

Dan untuk itu harus diperbuat Un-dang-un dang yang akan memperlaku-kan Hukum Islam dalam Hukum Na-sional. Pendapat ini sesuai dengan ke-terangan Perdana Menteri Juanda pa-da tahun 1959: ''Pengakuan apa-danya Piagam Jakarta sebagai dokumen-his-toris, bagi pemerintah berarti peng-akuan pula akan pengaruhnya

terha-dap Un dang-Un dang D~ar 1945. J adi

pengakuan tersebut tidak mengenai

Pembukaan Undang-Undang Dasar

1945 saja, tetapi juga rnengenai Pasal

29 Un dang-Un dang Dasar 1945, pasal mana selanjutnya harus menjadi dasar bagi kehidupan hukum di bidang keagamaan".12)

Politik hukum ini terlihat pula

pada Ketetapan MPRS No. II/MPRS/

1960 di mana diny atakan dalam

pe-nyempurnaan hukum perkawinan dan hukum waris supaya diperhatikan

ada-nya faktor-faktor agama.

Sampai tidak berlakunya lagi Kete-tapan MPRS No. II/MPRS/1960 pada

27 Maret 1968 tidak satupun

undang-undang muneul di bidang hukum per-kawinan dan hukum waris, walaupun oleh Lembaga Pembinaan Hukum

Na-12). Kembali ke UUD 1945, Jakarta :

De-partemen Penerangan RI 1959, hlm. 85.

Hullum dan Pembonl1unon

sional telah disiapkan RUU Peraturan Pelengkap Peneatatan Perkawinan, RU RUU Hukum Perkawinan dan RUU Hukum Waris. Sebaliknya di bidang jurisprudensi dengan

Keputusan-kepu-tusan Mahkamah Agung sejak tahun 1959 telah dieiptakan beberapa kepu-tusan dalam bidang hukum waris na-sional menurut sis tern bilateral seeara

judge made law.

Di sini terlihat di bi-dang hukum waris nasional yang bila-teral mendekati hukum Islam dari hukum Adat.

Politik hukum memperlakukan

hu-kum Islam bagi pemeluk-pemeluknya,

oleh -Pemerintah Orde Baru, terbukti

dalam UU No. 1/1974 tentang Perka-winan. Pasal 2 UU itu menyatakan: Perkawinan adalah sah apabila

dila-kukan menuru t hukum masing-masing

agamanya. Dan Pasal 63 UU

Perkawin-an menyatakPerkawin-an yPerkawin-ang dimaksud dengPerkawin-an Pengadilan dalam Undang-undang ini

adalah pengadilan agama bagi mereka yang beragama Islam. Pasal ini

mem-beri dasar hukum adanya Pengadilan Agama yang oleh Pasal 10 Undang-undang Pokok Kekuasaan Kehakiman

(UU No. 14/1970) kedudukannya

sarna dan sederajat dengan pengadilan

dalam lingkungan peradilan lainnya.13)

Pembinaan hukum nasional bukan

hanya menj~di tugas Pemerintah,

te tapi juga partisipasi organisasi so sial

politik, organisasi kemasyarakatan,

perkumpulan profesi hukum dan

seba-gainya. Untuk itu semua

fund and

forces

harus dikerahkan, baik untuk

13). Lihat H. M11hammad Daud Ali, S.H.,

Kedud.ukan Hukum Islam dalam Sistem

Hukum Indonesia, Hukum dan

Pemba-ngunan, XV, 2 Februari 1985, hlm.

(7)

penelitian hukum, perencanaan hukum

serta akhirnya pengundangan hukum.

Peranan yang lebih positif

diharap-kan dari ahli-ahli hukum Islam un tuk

membuat

Rencana Undang-undang

357

Waris dan hukum-hukum lainnya yang

sesuai dengan

'

jiwa dan prinsip Hukum

Islam disatu pihak dan menunjang

pembangunan dan modernisasi di

pi-hak lain.

Referensi

Dokumen terkait

Setelah semua data yang telah didapatkan sudah dilatih dengan metode Backpropagation, selanjutnya data tersebut dilakukan pengujian.Pengujian dalam penelitian ini

Dari hasil pemotongan citra, kemudian dilakukan proses grayscale dan histogram untuk mendapatkan nilai piksel pada udang sehat dan udang sakit yang ditunjukkan dalam Tabel 1

Pada pasien ini, diagnosis glaukoma juvenil kongenital primer ODS ditegakkan berdasarkan anamnesis yang didapatkan yaitu seorang anak perempuan berumur 15 tahun

Peneliti melihat hal yang menarik bahwa (1) kemungkinan memang frekuensi dan durasi remaja menggunakan internet tidaklah tinggi namun langsung terekspose dan

dan Noctuidae pada diagram berdasarkan kualitas air berada pada ordinasi A, hal ini menandakan bahwa spesies tersebut cenderung menyukai daerah yang

Pada kebanyakan kasus, reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual.

Selama ini pihak lembaga pelatihan XYZ hanya menggunakan perangkat lunak Ms. Excel untuk mengelola data peserta pelatihan yang ada. Sedangkan untuk koordinasi antar cabang

Demi perubahan yang dimaksudkan, masyarakat dalam hal ini guru dan orang tua siswa dapat mengambil beberapa pendekatan untuk mengintegrasikan dan mengembangkan perspektif