• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

7 http://digilib.unimus.unimus.ac.id

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pencemaran Udara

Udara merupakan campuran beberapa macam gas yang perbandingannya tidak tetap, tergantung pada suhu udara, tekanan udara dan kondisi lingkungan sekitarnya. Udara adalah jumah atmosfir yang berada di sekeliling Bumi yang fungsinya sangat penting bagi kehidupan. Dalam udara terdapat oksigen untuk bernafas, karbondioksida untuk proses fotosintesis dan ozon untuk menahan sinar ultravioet. Susunan udara bersih dan kering kira-kira tersusun oleh (Wardhana, W.A. 2004) :

Tabel 2.1 Susunan udara bersih Komponen Prosentase (%) Nitrogen (N2) 78,09 %

Oksigen (O2) 21,94 %

Argon (Ar) 0,93 %

Karbondioksida (CO2) 0,0032 %

2.1.1. Penyebab Pencemaran Udara

Pembangunan yang pesat dalam industri dan teknologi diiringi meningkatnya kuantitas kendaraan bermotor berbahan bakar fosil membawa dampak buruk pada kualitas udara. (Wardhana, W.A. 2004)

Secara umum penyebab pencemaran udara ada 2 macam, yaitu a. Faktor internal (alamiah), seperti :

Debu yang beterbangan, abu dari gunung berapi berikut gas-gas vulkaniknya, proses pembussukan sampah organik, dll.

b. Faktor eksternal (ulah manusia), seperti :

Hasil pembakaran bahan bakar fosil, debu/serbuk hasil kegiatan industri, pemakaian zat kimia yang dissemprotkan ke udara.

(2)

8 http://digilib.unimus.unimus.ac.id

2.1.2. Komponen Pencemaran Udara dan Dampaknya

Sudah menjadi rahasia umum dalam dunia pencemar udara, bahwa gas buangan hasil pembakaran bahan bakar fosil merupakan penyumbang polutan terbesar. Prosentase komponen pencemar udara berasal dari sumber transportassi di Indonesia adalah seperti pada tabel 2.2 di bawah.

Tabel 2.2 Prosentase komponen pencemar udara. Komponen Pencemar Prosentase CO (Karbon monoksida) 70,50 % NOx (Nitrogen Oksida) 8,89 % SOx (Belerang Oksida) 0,88 % HC (Hidrokarbon) 18,34 % Partikel 1,33 % Total 100 % (Sumber : Wardhana,W.A. 2004)

Dari tabel 2.2 dapat disimpulkan bahwa CO dan HC adalah pencemar utam yang dihasilkan dari emisi gas buang transportasi di Indonesia..

Berikut adalah dampak pencemar udara (CO & HC) yang diakibatkan oleh masing-masing komponen pencemar udara.

a) Karbonmonoksida (CO)

Karbon monoksida merupakan gas beracun yang tidak berbau, tidak memiliki rasa dan juga tidak berwarna. Dampaknya, lingkungan yang telah tercemar oleh gas CO tidak dapat dilihat oleh mata manusia. Sudah sejak lama diketahui bahwa gas CO dalam konsentrasi tinggi dapat menyebabkan gaangguan kesehatan bahkan dapat menimbulkan kematian. Berikut adalah dampak konsentrasi gas CO terhadap tubuh manusia

(3)

9 http://digilib.unimus.unimus.ac.id

Tabel 2.3 Pengaruh CO di udara pada kesehatan manusia. Konsentrasi CO di udara (ppm) Konsentrasi COHb dalam darah (%) Gangguan pada tubuh 3 0,98 Tidak ada

5 1,3 Belum begitu terasa

10 2,1 Sistem syaraf sentral

20 3,7 Panca indra 40 6,9 Fungsi jantung 60 10,1 Sakit kepala 80 13,3 Sulit bernafas 100 16,5 Pingsan – kematian ( Sumber : Wardhana,W.A. 2004) b) Hidrokarbon (HC)

Hirdrokarbon merupakan bahan bakar yang tidak terbakar dan bersifat toksik, apabila konsentrasi HC yang terserap tubuh tinggi dan tercampur dengan bahan pencemar lainnya maka sifat toksiknya akan meningkat.

Tabel 2.4. Toksisitas senyawa hidrokarbon (HC)

Senyawa HC Konsentrasi (ppm) Pengaruhnya terhadap tubuh

Benzena

100 Iritasi terhadap mukosa 3.000 Lemas (0,5 – 1 jam) 7.500 Paralysys (0,5 – 1 jam) 20.000 Kematian (5 – 10 menit)

Toluene

200 Pusing, lemas, pandangan kabur setelah 8 jam

600

Gangguan saraf dan dapat diikuti kematian setelah kontak dalam waktu yang lama (Sumber : Fardiaz, 1992)

(4)

10 http://digilib.unimus.unimus.ac.id

2.1.3. Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor

Gambar 2.5 di bawah adalah tabel Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup nomor 05 tahun 2006 tentang ambang batas emisi gas buang kendaraan bermotor lama diperntukan bagi kendaraan bermotor beroda empat atau lebih dan digunakan sebagai angkutan orang, kendaraan bermotor beroda empat atau lebih dan digunakan untuk angkutan barang, kendaraan bermotor penarik untuk gandengan atau temple.

Catatan : < 2007 : berlaku sampai dengan 31 Desember 2006 dan > 2007 : berlaku mulai tanggal 1 Januari 2007.

Tabel 2.5 Ambang batas emisi gas buang kendaraan bermotor lama.

Kategori Tahun Pembuatan Parmeter Metode Uji CO (%) HC (ppm) Opasitas (%HSU) Berpenggerak motor

bakar cetus api (bensin) < 2007 ≥ 2007 4.5 1.5 1200 200 Idle Berpenggerak motor bakar penyalaan kompresi (diesel) - GW ≤ 3.5 ton - GW > 3.5 ton < 2010 ≥ 2010 < 2010 ≥ 2010 70 40 70 50 Percepatan Bebas

(5)

11 http://digilib.unimus.unimus.ac.id

2.2. Proses Pembakaran Dalam Motor Bensin 4 Langkah

Torak Bergerak naik turun di dalam silinder, titik tertinggi yang dicapai oleh torak tersebut disebut “titik mati atas” (TMA) dan titik terendah “titik mati bawah” (TMB) dan pergerakan dalam 2 itu disebut langkah torak. Pada motor 4 tak mempunyai 4 langkah dalam 1 gerakan. Yaitu gerakan hisap, kompresi, gerak kerja dan gerak kerja. (Daryanto, 2003)

Gambar 2.1 Proses kerja mesin 4 langkah Otto

2.2.1. Langkah Kerja Mesin Bensin 1. Langkah Hisap

Pada gerak hisap, campuran udara bensin dihisap ke dalam selinder, hal ini terjadi disebabkan tekanan di dalam lebih rendah dari tekanan udara luar. Hal yang sama terjadi pada mesin, torak dalam gerakan turun dari TMA ke TMB menyebabkan kehampaan udara bensin dihisap ke dalam, selama langkah torak ini katup hisap akan membuka dan katup buang menutup.

2. Langkah Kompresi

Campuran udara dan bahan bakar dalam raung bakar dimampatkan oleh torak yang bergerak ke atas (dari TMB ke TMA), kedua katup hisap dan katup katup buang akan menutup selama gerakan. Tekanan dan suhu campuran udara dengan bahan bakar menjadi naik, bila tekanan campuran udara bensin ini ditambah lagi, akan berdampak pada ledakan yang lebih besar, sekarang torak sudah melakukan dua gerakan atau satu putaran dan poros engkol berputar satu putaran.

TMA

TMB

(6)

12 http://digilib.unimus.unimus.ac.id

3. Langkah Kerja

Dalam gerak kerja ini campuran udara dengan bahan bakar memiliki tekanan dan panas, sesaat sebelum torak mencapai titik mati atas (TMA) busi akan memberikan percikan api dan menyebabkan ledakan yang menghasilkan tenaga untuk mendorong torak ke bawah meneruskan tenaga ke penggerak yang nyata, selama gerak ini katup hisap dan katup tertutup, torak telah melakukan tiga langkah dan poros engkol berputar satu setengah putaran.

4. Langkah Buang

Torak yang terdorong ke bawah (TMB) akibat ledakan pembakaran (kerja) akan naik menuju titik mati atas (TMA) untuk mendorong ke luar gas- gas yang telah terbakar dari silinder. Selama gerak ini hanya katup buang saja yang terbuka. Bila torak mencapai TMA sesudah melakukan pekerjaan seperti di atas, torak akan kembali kepada keadaan untuk memulai gerak hisap, sekarang motor telah melakukan empat gerakan penuh yaitu: hisap-kompresi-kerja-buang. Poros engkol berputar 2 putaran penuh dan telah menghasilkan satu tenaga. Membuka dan menutupnya katup tidak terjadi tepat pada TMA atau TMB dalam kenyataanya, tetapi akan berlaku lebih cepat atau bisa lebih lambat. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan efektifas aliran gas.

2.2.2. Prinsip Dasar Pembakaran

Pembakaran terjadi karena ada tiga komponen yang bereaksi, yaitu bahan bakar, oksigen dan panas, jika salah satu komponen tersebut tidak ada maka tidak ada maka tidak akan timbul reaksi pembakaran.

Gambar 2.2 Skema/gambaran pembakaran sempurna pada mesin bensin

Energi + Gas Buang Pembakaran

(7)

13 http://digilib.unimus.unimus.ac.id

Gambaran 2.2 merupakan skema reaksi pembakaran sempurna, dimana diasumsikan semua bensin terbakar dengan sempurna dengan perbandingan udara dan bahan bakar 14,7 : 1. (Syahrani, A. 2006)

2.3. Siklus Aktual

Perlu diketahui bahwa pada prakteknya pembakaran dalam mesin tidak pernah terjadi pembakaran dengan sempurna meskipun mesin sudah dilengkapi dengan sistem kontrol yang canggih.

Bensin di dalam mesin terbakar disebabkan karena 3 hal yaitu : pertama bensin dan udara bercampur homogen dengan perbandingan 1:14,7 kemudian campuran tersebut dimanpatkan oleh gerakan piston hingga tekanan dalam silinder 12 bar atau kurang sehingga menimbulkan panas, da yang te akhir campuran tersebut bereaksi dengan panas yang dihasilkan oleh percikan bunga api busi, dan terjadilah pembakaran pada tekanan tinggi sehingga timbul ledakan dahsyat. Karena pembakaran diawali dengan percikan bunga api busi maka mesin jenis ini disebut juga spark-ignition engine atau mesin pengapian busi. (Syahrani, A. 2006)

Kenyatannya tiada satupun yang merupakan siklus volume - konstan, siklus takanan – konstan, atau siklus tekanan terbatas. Penyimpangan ini terjadi karena dalam kondisi sebenarnya terjadi banyak kerugian yang antara lain disebabkan oleh hal-hal berikut (Arismunandar, W. 2005) :

1. Kebocoran fluida kerja karena penyekatan oleh cincin torak dan katup tak dapat sempurna.

2. Katup tidak dibuka dan tertutup tepat di TMA dan TMB.

3. Fluida kerja bukanlah udara yang dapat dianggap sebagai gas ideal dengan kalor spesifik yang konstan selama proses siklus berlangsung. 4. Pada motor bakar torak yang sebenarnya, pada waktu torak berada di

TMA, tidak terdapat proses pemasukan kalor seperti pada siklus udara. Kenaikan tekanan dan temperatur fluida disebabkan oleh proses pembakaran bahan bakar.

(8)

14 http://digilib.unimus.unimus.ac.id

5. Proses pembakaran memerlukan waktu, akibatnya proses pembakaran berlangsung pada volume yang berubah-ubah. Proses pembakaran tidak terjadi pada volume atau tekanan yang konstan..

6. Terdapat kerugian kalor yang disebabkan perpindahan kalor dari fluida kerja ke fluida pendingin, terutama pada langkah kompresi, ekspansi dan pada saat gas buang meninggalkan silinder. Perpindahan kalor tersebut terjadi karena perbedaan temperatur antara fluida kerja dan fluida pendingin untuk mendinginkan mesin.

7. Terdapat kerugian energi karena gesekan antara fluida kerja dengan dinding salurannya dan kerugian energi kalor yang dibawa gas buang.

2.4. Nilai AFR dan Lambda

Nilai λ (lambda) atau AFR (air-fuel ratio) dapat memberikan gambaran kondisi suatu mesin. Kualitas pembakaran akan sangant berdampak pada emisi gas buang yang dihasilkan, sehingga untuk mengetahui kadar emisi gas buang maka alat uji emisi dilengkapi dengan pengukur λ (lambda).

Teori stoichiometric menyatakan 1 gram bahan bakar dapat terbakar sempurna dengan 14,7 gram oksigen, dengan kata lain campuran pembakaran ideal = 14,7 : 1. Perbandingan ini disebut perbandingan udara dan bahan bakar (AFR). lambda (λ) merupakan perbandingan antara dua AFR, yaitu AFR kondisi sesungguhnya dengan AFR teori stoichiometric (14,7 : 1). lambda dirumuskan dalam perhitungan sebagai berikut :

𝜆 = Jumlah udara sesungguhnya

Teori Stoichiometri … … … … . . (2.1) Jika jumlah udara sesungguhnya 14,7 maka :

λ = 14,7 / 14,7 :1 λ = 14,7 / 14,7 λ = 1

Artinya :

λ = 1 (mengindikasikan campuran pembakaran ideal)

λ > 1 (campuran kering, pembakaran memiliki udara berlebih) λ < 1 (campuran basah, pembakaran memiliki bahan bakar berlebih)

(9)

15 http://digilib.unimus.unimus.ac.id

Gambar 2.3 menerangkan konversi yang tinggi (> 80-90%) dari CO, HC dan NOx yang dicapai secara bersamaan jika A / F-rasio di bawah 14,7. Jika A / F-rasio melebihi 14,7, mesin beroperasi di bawah kondisi kering (kelebihan oksogen). Reaksi reduksi dari NOx akan lebih baik dalam kondisi basah (kurang oksigen), sedangkan dalam kondisi kurus mendukung reaksi oksidasi katalitik dari CO dan HC.

Gambar 2.3 Grafik efisiensi perbandingan udara dengan bahan bakar (Lassi, U. 2003)

Gambar 2.3 menjelaskan bahwa untuk mencari upaya penurunan emisi CO, HC dan NOx pada waktu bersamaan adalah sulit, diasumsikan mesin memiliki kondisi normal dengan kecepatan konstan, pada kondisi AFR kurus CO dan HC memiliki konsentrasi rendah namun pada saat itu konsentrasi NOx sebaliknya (meningkat), hal tersebut berlaku pada kondisi sebaliknya (AFR kaya) konsentrasi NOx rendah akan tetapi CO dan HC meningkat. Persamaan AFR dan λ (lambda) ditabelkan pada tabel 2.6.

(10)

16 http://digilib.unimus.unimus.ac.id

Tabel 2.6 Persamaan AFR dan Lambda (λ) AFR Lambda (λ) AFR Lambda (λ)

5 0,340 15 1,020 6 0,408 15,5 1,054 7 0,476 16 1,088 8 0,544 16,5 1,122 9 0,612 17 1,156 10 0,680 17,5 1,190 11 0,748 18 1,224 12 0,816 18,5 1,259 13 0,884 19 1,293 14 0,952 19,5 1,327 14,7 1,000 20 1,361 (Sumber : Syahrani, A. 2006) 2.5. Gas Buang

Akhir-akhir ini gas buang dari mobil sangat menarik perhatian karena ia dapat mengotori udara, bahkan dapat mengganggu kesehatan.

2.5.1. Karbon Monoksida (CO)

Banyaknya CO dari gas buang tergantung dari perbandingan bahan bakar dan udara. Hal ini dapat dicapai pada perbandingan secara teoritis 14,7 : 1. Perbandingan sebesar ini selama motor berjalan jarang dipertahankan, karena kualitas campuran selalu berubah-ubah dengan frekuensi putar dan pembebanan motor. (Arends , B. 1980)

Karbon monoksida merupakan senyawa yang tidak berwarna dan tidak berbau namun merupakan gas beracun. Emisi gas CO disebabkan karena kondisi operasi kaya (kurang oksigen). Kurangnya oksigen dalam proses pembakaran menyebabkan ketidakmampuan berubahnya karbon (C) dalam bahan bakar menjadi karbondoksida CO2. (Ganesan, V. 2008)

(11)

17 http://digilib.unimus.unimus.ac.id

2.5.2. Hidrokarbon (HC)

Hidrokarbon adalah bahan bakar mentah yang tidak terbakar selama proses pembakaran di dalam ruang bakar yang berasal dari bahan bakar mentah. HC merupakan bahan bakar mentah yang tesisa dekat dengan dinding silinder karena gas yang tidak terbakar dalam ruang bakar setelah terjadi gagal pengapian pada saat mesin diakselerasi ataupun deselerasi. (Sumber : Arends , B. 1980)

Semakin tinggi konsentrasi HC hasil pembakaran maka menunjukan performance mesin yang kurang bertenaga dan konsumsi bahan bakarnya banyak. Kandungan HC yang tinggi diakibatkan oleh adanya kerusakan pada catalytic converter dan kerusakan mekanis pada bagian dalam mesin seperti klep, mesin ring atau selinder. Untuk mencegah ini perlu dilakukan penyetelan dan perbaikan di daerah tersebut seperti penyetelan ulang klep, penggantian ring dan overhaul.

Berikut adalah penyebab timbulnya hidrokarbon (HC) (Ganesan, V. 2008) :

a. Terjadi gagal pengapian

b. Terjadi kebocoran (tekanan) pada ring piston. c. Kebocoran pada katup buang.

d. Adanya overlaping katup (kedua katup bersama-sama terbuka)

e. Sekitar dinding-dinding ruang bakar bertemperatur rendah, dimana temperatur itu tidak mampu melakukan pembakaran.

f. Minyak (oli) yang masuk pada ruang bakar. (Minyak adalah senyawa hidrokarbon dengan berat molekul tinggi yang tidak mudah terbakar seperti bensin).

(12)

18 http://digilib.unimus.unimus.ac.id

Dalam gas buang terdapat pula HC yang belum terbakar. Banyaknya tergantung dari keadaan waktu berjalan seperti yang ditunjukkan pada tabel berikut.

Tabel 2.7 HC dalam situasi pembakaran. Situasi pembakaran Prosentase HC yang belum terbakar

Stasioner 17 %

Akselerasi 7 %

Kecepatan normal 13 % Mengerem mendadak 63 % (Sumber : Arends , B. 1980)

Pada saat motor direm, akan mencapai presentase tinggi hal ini karena kehampaan di katup gas lebih tinggi dari berputar stasioner

2.6. Teknologi Pengontrol Emisi

Negara-negara maju terdapat banyak teknologi pengontrol emisi yang telah dilakukan untuk mereduksi gas buang yang berbahaya pada kendaraan bermotor. Metode dan teknik yang digunakan ada beberapa macam, antara lain dengan jalan melakukan pemilihan bahan bakar yang tepat, pemilihan proses dan perawatan mesin. Guna mereduksi emisi gas buang kendaraan bermotor terdapat beberapa metode yang biasa digunakan antara lain : (Irawan, B. 2003):

1. Modifikasi mesin.

2. Modifikasi pada saluran gas buang.

3. Modifikasi penggunaan bahan bakar atau sistem bahan bakarnya.

Tugas akhir ini menggunaakan metode kedua untuk mereduksi emisi gas buang kendaraan bermotor yaitu dengan pembuatan dan pemasangan catalytic converter pada saluran gas buang.

(13)

19 http://digilib.unimus.unimus.ac.id

2.7. Gambaran Umum Catalytic Converter 2.7.1. Katalis

Katalis (catalyst) ialah zat yang meningkatkan laju reaksi kimia tanpa ikut terpakai. Katalis dapat bereaksi membentuk zat antara, tetapi akan diperoleh kembali dalam tahap reaksi berikutnya. (Chang, R. 2005) Di dunia industri katalis telah digunakan secara luas, terutama pada industri kimia. Dalam dunia automotif, katalis juga dapat digunakan terutama untuk menangani masalah emisi gas buang.

2.7.2. Catalytic Converter

Catalytic Converter merupakan alat yang berfungsi untuk mengubah polutan yang membahayakan pada gas buang menjadi gas yang tidak membahayakan. Alat ini dipasang pada sistem pembuangan.

Bahan aktif yang digunakan untuk mengoksidasi CO HC dan NOx (biasanya berupa logam mulia) harus dirancang agar emisi yang didistribusikan dapat melalui luas area permukaan katalis, permukaan katalis aktif yang cukup untuk memungkinkan hampir 100% terkonversi menjadi gas buang yang tidak membahayakan dengan aktivitas katalitik yang tinggi. (Ellyanie. 2011)

Gas beracun sisa hasil pembuangan CO dan HC dalam sistem pembuangan dapat dioksidasi jika suhu mencapai 600 °C – 700 °C, namun aktivasi oksidasi CO dan HC akan cepat berjalan saat catalitic converter dipasang, temperatur yang dibutuhkan 250 °C – 300 °C mampu membuat katalis bekerja. (Ganesan, V. 2008)

(14)

20 http://digilib.unimus.unimus.ac.id

Gambar 2.4 Konversi efisiensi catalytic converter terhadap temperature

Gambar 2.4 menunjukan bahwa efisiensi dari catalytic converter sangatlah dipengaruhi dari temperatur. Ketika catalytic converter yang masih dalam kondisi baik bekerja dalam suhu 400 ºC atau lebih, maka akan dapat mengurangi 98-99 % konsentrasi CO, 95 % NOx dan lebih dari 95 % konsentrasi HC. (Ganesan, V. 2006)

2.8. Prinsip kerja Catalytic Converter

Pertamakali mesin kendaraan dioperasikan tidak akan membuat Cataltic converter bekerja. Cataltic converter tidak efisien jika beroperasi dalam keadaan dingin (Gb 2.4). Dibutuhkan beberapa menit untuk mengkondisikan cataltic converter supaya siap dalam kondisi kerjanya. Merambatnya panas dari gas buang dan panas dari material pipa exhaust ke cataltic converter akibat proses pembakaran dari ruang bakar mesin akan menaikan temperature cataltic converter.

(15)

21 http://digilib.unimus.unimus.ac.id

Menginjak temperature 250 ºC - 300 ºC cataltic converter mulai bekerja dengan efisiensi 50% dalam mengurangi emisi gas buang mesin. (Ganesan, V. 2006) Kemampuan cataltic converter akan terus meningkat seiring meningkatnya panas yang diterima katalis dari gas buang hasil pembakaran mesin.

Berikut tahapan proses reduksi dan oksidasi di dalam cataltic converter (Ellyanie. 2011) :

a. Tahap awal dari proses yang dilakukan pada katalitik konverter adalah reduction catalyst.

Tahap ini menggunakan platinum dan rhodium untuk membantu mengurangi emisi NOx. Saat molekul NOx bersinggungan dengan katalis, sirip katalis menahannya untuk sementara. Oksigen yang ada dan tertahan katalis diubah ke bentuk O2. Atom nitrogen yang terperangkap dalam katalis tersebut diikat dengan atom nitrogen lainnya sehingga terbentuk format N2

b. Tahap kedua dari proses di dalam katalitik konverter adalah oxidization catalyst.

Proses ini mengurangi HC dan CO yang tidak terbakar di ruang bakar dengan proses oxidizing melalui katalis. Katalis ini membantu reaksi CO dan HC dengan oksigen yang ada di dalam gas buang.

Saat molekul HC bersinggungan dengan sirip katalis, akan terpecah menjadi molekul H dan C, dimana masing-masing molekul akan bereaksi dengan oksigen yang menempel pada katalis sehingga akan menjadi H2O dan CO2.

Molekul CO yang bersinggungan dengan katalis akan menempel dan menyatu dengan oksigen lain yang menempel dengan sirip katalis sehingga CO akan berubah menjadi CO2.

(16)

22 http://digilib.unimus.unimus.ac.id

c. Tahap ketiga adalah pengendalian sistem yang memonitor arus gas buang.

Informasi yang diperoleh dipakai lagi sebagai kendali sistem injeksi bahan bakar. Terdapat sensor oksigen yang diletakkan sebelum catalytic converter. Sensor ini memberi informasi ke Electronic Control System (ECS) seberapa banyak oksigen yang ada di saluran gas buang. ECS akan mengurangi atau menambah jumlah oksigen sesuai perbandingan udara-bahan bakar. Skema pengendalian membuat ECS memastikan kondisi mesin mendekati rasio stoikiometri dan memastikan ketersediaan oksigen di dalam saluran buang untuk proses oxidization HC dan CO yang belum terbakar. (Ellyanie. 2011)

Tahapan ke 3 tidak berlaku pada penelitian tugas akhir ini. Hal ini disebabkan engine pengujian masih menganut sistem pembakaran konvensional (karburator) sehinggaa tidak dilengkapi Electronic Control System (ECS).

Berikut memperlihatkan daerah operasi katalitik oksidasi dan katalitik oksidasi. Daerah yang gelap merupakan daerah operasi sekitar λ = 1 ± 1%.

(17)

23 http://digilib.unimus.unimus.ac.id

2.9. Mekanisme Reaksi Catalytic Converter

Reaksi oksidasi karbonmonooksida dengan katalis berlangsung dengan menggunakan oksigen sebagai oksidatornya. Reaksi tersebut berlangsung pada permukaan katalis oksida logam tersebut. Reaksi pada permukaan katalis dapat diuraikan menurut :

1. Mekanisme Mars-Van Krevelen

Oksidasi CO berlangsung melalui adsorpsi CO pada katalis diikuti terjadinya reaksi CO dengan atom O dari katalis kemudian melepas CO2 sebagai hasil reaksi. (Razif, M., J. Nugroho, et al. 2005)

2. Mekanisme Langmuir-Hinshelwood

Molekul CO dapat mengalami kondensasi di atas permukaan katalis dan atom oksigen berada disampingnya, selanjutnya keduanya berinteraksi di permukaan katalis dan terbentuk ikatan baru. (Razif, M., J. Nugroho, et al. 2005)

Gambar 2.6 Mekanisme reaksi oksidasi CO menurut Langmuir-Hinshelwood

co

O

2

CO

2

(18)

24 http://digilib.unimus.unimus.ac.id

3. Mekanisme Eley-Rideal

Hanya oksigen teradsorpsi pada permukaan katalis, sedangkan karbonmonoksida dapat mengalami ikatan dengan oksigen selama proses tumbukan.

Gambar 2.7 Skema mekanisme reaksi oksidasi CO menurut Eley-Rideal (Razif, M., J. Nugroho, et al. 2005)

2.10. Tipe Catalytic Converter

Cataytic converter memiliki berbagai macam bentuk, namun secara garis besar dapat digolongkan menjadi tiga golongan yaitu :

2.10.1. One-way atau Cataytic Converter Oksidasi

Fungsi katalis oksidasi adalah mengubah CO dan HC menjadi CO2 dan H2O dalam uap gas buang. Dibutuhkan peningkatan oksigen atau udara lebih untuk proses oksidasi. (Sideris, M. 1998)

co

O

2

CO

2

CO

(19)

25 http://digilib.unimus.unimus.ac.id

Gambar 2.8 Cataytic Converter Oksidasi (Irawan, B. 2003)

2.10.2. Two-way Cataytic Converter

Pada sistem ini terdiri dari dua susunan sistem katalis yang dipasang segaris. Sistem pertama merupakan catalytic reduksi yang digunakan untuk merubah NOx menjadi ammonia (NH3) melalui proses reduksi, sedangkan sistem kedua menurunkan emisi HC dan CO menjadi H2O dan CO2 melalui proses oksidasi. Mesin yang dilengkapi dengan sistem ini biasanya dioperasikan pada campuran kaya untuk mengkonversi NOx, (λ < 1). System ini bias digunakan pada mesin karburator yang belum menggunakan control elektronik. (Sideris, M. 1998)

(20)

26 http://digilib.unimus.unimus.ac.id

2.10.3. Three-way Cataytic Converter

Sistem ini dirancang dengan kemampuan untuk menghilangkan tiga polutan utaama gas buang seperti CO, HC dan NOx yang keluar dari sistem gas buang. Kondisi utama sistem ini menggunakan kontrol (lambda sensor) sebagai kendali sistem injeksi bahan bakar, sehingga ECU akan memperoleh informasi AFR gas buang sebelum masuk catalytic converter yang kemudian diolah kembali sehingga didapati λ yang mendekati nilai stoichiometri. (Sideris, M. 1998)

Gambar 2.10 Three-way cataytic converter (Irawan, B. 2003)

2.11. Katalis

2.11.1. Tembaga (Cu)

Tembaga merupakan salah satu unsur logam transisi yang berwarna coklat kemerahan. Tembaga adalah salah satu dari sederetan logam yang mempunyai termal ataupun electric conductivity terbaik. Tembaga adalah termasuk logam mulia dengan logam yang cukup lama dikenal manusia. Ia mempunyai sifat-sifat tahan karat non asam, mampu mengalirkan panas serta listrik dengan baik. (Suharto, 1995)

Karena Cu mempunyai sifat mampu alir panas dan listrik yang baik, maka ia banyak dipakai sebagai kondensor dan alat-alat pemanas. Tembaga mempuyai titik lebur pada 1083° C, titik didih 2567° C, kapasitas panas 0,385 j/g.K, konduktivitas kalor 410 W/m.K serta mempunyai kemampuan St 37. (Sunardi, 2006)

(21)

27 http://digilib.unimus.unimus.ac.id

Gambar 2.11 Katalis tembaga (Cu) ) (Irawan, B. 2012)

2.11.2. Mangan (Mn)

Mangan merupakan salah satu unsur logam transisi golongan VII B. Mangan didapat dengan mereduksikan karbon di dalam dapur pelebur. Mangan murni memiliki sifat keras dan rapuh. Mangan seperti halnya paduan Nikel bisa membersihkan sulfur dalam baja, meningkatnkan tegangan paduan baja, meningkatkan ketahanan gesek.

Paduan Mn banyak dipakai sebagai bahan pembuat bagian mesin yang keras tahan pukul dan tahan panas/gesek. Mangan mempunyai titik lebur 1245° C, titik didih 2508° C , kapasitas panas 0,48 j/g K serta konduktivitas kalor 7,82 W/m.K (Sunardi, 2006)

(a) (b)

Gambar 2.12 (a)Serbuk mangan (Mn) (Irawan, B. 2012) dan (b) Katalis tembaga berlapis mangan (Cu Mn) ) (Irawan, B. 2012)

(22)

28 http://digilib.unimus.unimus.ac.id

2.12. Pelapisan Tembaga (Cu) dengan Mangan (Mn) 2.12.1. Persiapan Spesimen Plat Tembaga (Cu)

Langkah awal dimulai dengan membersihkan spesimen (plat tembaga) dari minyak maupun kotoran lain. Spesimen dibersihkan menggunakan sikat dan kain dengan bantuan larutan degresing yang dicampur dengan air. Perbandingannya adalah 10 : 1 (10 air : 1 degresing).

2.12.2. Persiapan Pelapisan dan Proses Pelapisan

Mangan serbuk yang bebas dari kotoran dicampurkan dengan air menggunakan perbandingan 1 : 1 kemudian dipanaskan sampai dengan temperatur 100 °C hingga larutan benar-benar homogen atau tercampur dengan baik.

Siapkan tempat baru untuk mencampurkan larutan mangan yang sudah homogen dengan tiner dengan perbandingan 1 : 1. Larutkan hingga benar-benar tercampur merata.

Siapkan plat tembaga yang sudah kering dan bersih dari kotoran. Semprotkan larutan mangan dengan bantuan kompresor ke seluruh permukaan tembaga hingga larutan bisa melekat dengan baik.

2.13. Orifice Plate Flowmeter 2.13.1. Pengertian Orifice

Pengukuran aliran adalah untuk mengukur kapasitas aliran, massa laju aliran, volume aliran. Pemilihan alat ukur aliran tergantung pada ketelitian, kemampuan pengukuran, harga, kemudahan pembacaan, kesederhanaan dan keawetan alat ukur tersebut. Dalam pengukuran fluida termasuk penentuan tekanan, kecepatan, debit, gradien kecepatan, turbulensi dan viskositas. Terdapat banyak cara melaksanakan pengukuran-pengukuran.

Orifice adalah salah satu alat pengukur aliran fluida yang menghasilkan perbedaan tekanan udara untuk menentukan laju aliran masa dari aliran.

(23)

29 http://digilib.unimus.unimus.ac.id

Concentric Orifice merupakan jenis orifice yang paling banyak digunakan. Profil lubang orifice ini mempuyai kemiringan 45° pada tepi bagian downstream (lihat gambar 2.13 di bawah). Hal ini akan mengurangi jarak tempuh dari aliran tersebut mengalami perbedaan tekanan melintang. Setelah aliran melewati orifice akan terjadi penurunan tekanan dan kemudian mencoba kembali ke tekanan semula tetapi terjadi sedikit tekanan yang hilang permanen (permanent pressure loss) sehingga perbedaan tekanan upstream dan downstream tidak terlalu besar.

Perbandingan diameter orifice dan diameter dalam pipa dilambangkan dengan “β”. Orifice jenis ini memiliki ketentuan untuk nilai d = d / D yaitu antara 0.2-0.7 karena akurasinya akan berkurang untuk nilai diluar batas tersebut. (Retrieved 08 April, 2013)

(24)

30 http://digilib.unimus.unimus.ac.id

Gambar 2.14 memperlihatkan piranti dasar dari orfice yang pemakaiannya disarankan oleh Organisasi Internasional untuk Standarisasi (ISO). (White, F. M. 1986)

2.13.2. Prinsip dan Persamaan Dasar

Pada dasarnya orifice berupa plat tipis dengan lubang di bagian tertentu (umumnya di tengah). Fluida yang mengalir melalui pipa ketika sampai pada orifice akan dipaksa untuk melewati lubang pada orifice. Hal itu menyebabkan terjadinya perubahan kecepatan dan tekanan. Titik dimana terjadi kecepatan maksimum dan tekanan minimum disebut vena contracta. Setelah melewati vena contracta kecepatan dan tekanan akan mengalami perubahan lagi. Dengan mengetahui perbedaan tekanan pada pipa normal dan tekanan pada vena contracta, laju aliran volume dan laju aliran massa dapat diperoleh dengan persamaan bernoulli dan persamaan kontinuitas.

Tebal plat orifice: ≤ 0.1 D

D d Arah Aliran 45°-60° Sudut Lereng Tebal pinggiran: ≤ 0,02D

Gambar 2.14 Profil lubang plat tipis / plat Orifice (Streeter, V. L. and E. B. Wylie. 1995.)

(25)

31 http://digilib.unimus.unimus.ac.id

Gambar 2.15 Perubahan kecepatan dan tekanan melalui meteran penghalang Bernoulli. (White, F. M. 1986)

Beda tekanan pada manometer pipa (P1 – P2)

P1 – P2 = ρhg . g. ∆h (2.2) Persamaan Bernouli : 2 2 2 2 1 2 1 1 2 2 gz V P gz V P   (2.3)                  2 1 2 2 2 2 1 1 2 V V V P P  (2.4) Subtitusi persamaan :                  2 1 2 2 2 2 1 1 2 A A V P P  Sehingga V2 teoritis : 𝑉2 = 2(𝑃1− 𝑃2) 𝜌. 1 − 𝛽4 (2.5)

(26)

32 http://digilib.unimus.unimus.ac.id Persamaan Kontinuitas :



   CV d CS V dA t   . 0  

1 1 1

 

2 2 2

0  V A   V A 2 2 1 1A V A V  4 1 2 2 1 2 2 2 1                     D D A A V V (2.6) Dimana : 𝑄1 = 𝑄2 𝑉1𝐴1 = 𝑉2 𝐴2 𝑉1 = 𝑉2 𝐴2 𝐴1 𝑉1 = 𝑉2 𝛽2 (2.7) 𝑉1 = 𝑉2 𝐷2 𝐷1 2 𝑅𝑒 = 𝜌 𝑉1 𝐷1 𝜇 = 𝑉1 𝐷1 𝛾 (2.8) Persamaan mengabaikan bebeperapa faktor seperti gaya gesek, untuk mengurangi ketidaksesuaian tersebut ditambahkan satu koefisien baru yaitu Cd (discharge coefficient). (Subri, M. 2012)

Nilai discharge coefficient (Cd) ASME merekomendasikan persamaan yang dikembangkan oleh ISO adalah sebagai berikut.

𝐶𝑑 = 0,5959 + 0,0312 𝛽2,1− 0,184𝛽2,1+ 91,71 𝛽2,5 𝑅 𝑒1−0,75+ 0,09𝛽4 1 − 𝛽4 − 0,0337𝛽3𝐹 2 (2.9) Dimana : 𝐷2/𝐷1= β sehingga 𝐴2/𝐴1 2= 𝐷 2/𝐷1 4= 𝛽4

(27)

33 http://digilib.unimus.unimus.ac.id

Gambar 2.16 Berbagai tipe taping pada Orifice Flowmeter. (Edwards, K. 2013)

Nilai F1dan F2berdasar pada posisi tap seperti pada Gambar 2.16 adalah sebagai berikut: (Subri, M. 2012)

Corner taps : F1=0 F2=0

D; 1/2D taps : F1=0,4333 F2=0,47

Flange taps : F1=1/D (in) F2=1/D (in) (2.10)

Dengan rumus persamaan 2.9 yang telah diperolah, maka laju aliran massa (𝑚 ) untuk fluida inkompresibel adalah :

2 2 1 2 2 1 2 2 1 2 A A A P P A V mteoritis                      

1 2

4 2 2 1 P P A C m d       ṁ =𝐶𝑑 𝛽 𝜋 (𝑑)2 1 − 𝛽4 2 𝜌 (𝑃1− 𝑃1) (2.11)

Gambar

Tabel 2.1 Susunan udara bersih  Komponen  Prosentase  (%)  Nitrogen (N 2 )  78,09 %
Tabel 2.2 Prosentase komponen pencemar udara.
Tabel 2.3 Pengaruh CO di udara pada kesehatan manusia.
Gambar  2.5  di  bawah  adalah  tabel  Peraturan  Menteri  Negara  Lingkungan Hidup nomor 05 tahun 2006 tentang  ambang batas emisi gas  buang  kendaraan  bermotor  lama  diperntukan  bagi  kendaraan  bermotor  beroda empat atau lebih dan digunakan sebagai
+7

Referensi

Dokumen terkait

Wajib pajak terdaftar dapat dikatakan bahwa mereka adalah wajib pajak yang telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Namun, wajib pajak yang terdaftar tidak

Saya puas mengikuti program acara Kuis Kebangsaan karena saya bisa mengukur sejauh mana pengetahuan saya terhadap pengetahuan umum.. Saya puas mengikuti program acara Kuis

Berdasarkan Gambar 6, ketersediaan sumberdaya (SD) menjadi faktor pembatas yang berkepentingan pertama terkait kriteria/aspek sosial dan budaya bila suatu model

Azkiya Zulfa Anindya SD N Godean 1 Kejuaraan Nasional Open Tournament Pencak Silat Yogyakarta Championship VI Tahun 2019 Juara 2 Tanding Putri Tingkat SD/Usia

Volume rata-rata larutan yang diperoleh dari 30 wadah tidak kurang dari 100 % dari volume yang tertera pada etiket, dan tidak lebih dari satu dari 30 wadah volume kurang dari

Tujuan yang ingin dicapai dalam pembuatan Tugas Akhir ini adalah merancang buku komik sebagai media informasi yang mampu memberikan pengetahuan dan pemahaman kepada

Prevalens asma 12 bulan terakhir pada penelitian ini sedikit lebih tinggi (11,7%) apabila dibandingkan dengan penelitian yang pernah dilakukan di Jakarta untuk kelompok umur 13 –

[r]