• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENAMPILAN REPRODUKSI DAN PRODUKSI KERBAU PADA KONDISI PETERNAKAN RAKYAT DI PRINGSURAT KABUPATEN TEMANGGUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENAMPILAN REPRODUKSI DAN PRODUKSI KERBAU PADA KONDISI PETERNAKAN RAKYAT DI PRINGSURAT KABUPATEN TEMANGGUNG"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

PENAMPILAN REPRODUKSI DAN PRODUKSI KERBAU

PADA KONDISI PETERNAKAN RAKYAT DI PRINGSURAT

KABUPATEN TEMANGGUNG

(Reproductive Performances and Production of Swam Buffalo on

Smallholder Farmer Condition in Pringsurat, Temanggung District)

I.HERIANTI danM.D.MENIEK PAWARTI

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah, PO Box 101, Ungaran 50501 ABSTRACT

A survey was conducted at Pringsurat sub district to observe the reproduction and production of buffalo rearing under the traditional farming system. Production performance was estimated by measuring body length, shoulder height and heartgirth, then this measurements were fitted into some formulation. Result showed that buffaloes in this villages were met the required standart criteria for breeding stock with average shoulder height was 122,68 ± 8,14 cm. Population structure based on sex and age indicated that mature male buffalo was not available. This condition resulted in low productivity of buffaloes farming in Pringsurat. Besides, body condition score of about 5,33 ± 0,89, showed the low quality of feed that influence reproductive performance. It is suggested to apply artificial insemination technology and feed innovation technology to improve and increase population of buffaloes in Pringsurat.

Key Words: Buffalo, Reproduction, Production, Smallholder

ABSTRAK

Kajian mengenai kondisi peternakan kerbau di Kecamatan Pringsurat, telah dilakukan dengan tujuan menelaah penampilan reproduksi dan produksi kerbau yang dipelihara secara tradisional. Informasi yang disampaikan berdasarkan data primer pengukuran performan produksi antara lain panjang badan, tinggi pundak dan lingkar dada untuk menduga bobot badan berdasarkan beberapa persamaan matematika kemudian dilanjutkan dengan analisis varian dan uji beda nyata terkecil. Hasilnya menunjukkan bahwa performan produksi kerbau dewasa di Pringsurat memenuhi kriteria standar sebagai bibit dengan rata–rata tinggi pundak 122,68 ± 8,14 cm. Dari identifikasi jenis kelamin dan nilai rasio individu jantan terhadap betina dan struktur populasi kerbau berdasarkan umur diketahui bahwa rendahnya produktivitas kerbau di Pringsurat disebabkan oleh kurang tersedianya pejantan dewasa dalam populasi kerbau di tingkat peternak. Selain itu nilai skor kondisi tubuh sebesar 5,35 ± 0,89 skala (1 – 9)memperkuat dugaan rendahnya kualitas pakan yang akan mempengaruhi reproduksi kerbau di lokasi pengkajian. Sehubungan dengan itu disarankan untuk menerapkan teknologi IB dan inovasi teknologi pakan untuk mengembangkan populasi kerbau di wilayah Pringsurat.

Kata Kunci: Kerbau, Reproduksi, Produksi, Tradisional

PENDAHULUAN

Kerbau (Bubalus bubalis) mempunyai keistimewaan lebih dibandingkan dengan sapi karena mampu hidup di kawasan yang relatif sulit, lebih-lebih bila pakan yang tersedia berkualitas sangat rendah. Kemampuan mencerna pakan karena hijauan relatif lebih baik daripada sapi. Hal tersebut disebabkan secara keseluruhan baik mikroba maupun cairan rumen kerbau lebih mampu mencerna

berbagai pakan dengan kandungan serat kasar tinggi (REKSOHADIPRODJO, 1985). Meski demikian salah satu kelemahan kerbau adalah tidak tahan terhadap cekaman panas, oleh karena itu untuk melangsungkan proses faali dalam hidupnya memerlukan waktu untuk berkubang. Kerbau termasuk dalam famili Bovidae genus Bubalus, meski berada dalam kondisi kualitas pakan sangat rendah dan cekaman iklim yang keras ternyata masih dapat

(2)

tumbuh secara normal serta mampu berkembang biak dengan baik.

Populasi ternak kerbau di Jawa Tengah mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Dalam kurun waktu 2003 – 2007, mengalami penurunan sebesar 40,2% dengan rata-rata penurunan per tahun sebesar 6,95%, dari 144.384 ekor pada tahun 2003 menjadi 109.004 ekor pada tahun 2007 (PEM. PROP. JAWA TENGAH, 2008). Umumnya usaha ternak kerbau merupakan usaha peternakan rakyat yang dipelihara dalam kondisi pedesaan secara tradisional. Kerbau mempunyai hubungan fungsional dengan pertanian khususnya tanaman pangan, karena pada umumnya petani menggunakan ternak (sapi atau kerbau) untuk mengolah lahannya. Lebih-lebih pada daerah dengan topografi yang tidak rata (berteras-teras) karena sulit apabila harus menggunakan jentera/traktor.

Pringsurat merupakan kecamatan di

Kabupaten Temanggung di mana

PRIMATANI dilaksanakan (yakni di Desa Pringsurat). Lokasi ini termasuk dalam kondisi agroekosistem Lahan Kering Dataran Rendah beriklim Basah (LKDRIB) dengan topografi berlereng dan berbukit. Lahan sawah khususnya yang berkaitan dengan pemanfaatan kerbau sebagai tenaga kerja hanya sekitar 639.25 ha atau sekitar 11,2% dari total wilayah, pada lahan berlereng yang telah diteras dengan baik. Tulisan ini membahas potensi dan produktivitas kerbau serta kemungkinan pengembangannya di Kecamatan Pringsurat dalam upaya merespon keluhan dan harapan petani untuk meningkatkan populasi kerbau di wilayah ini.

MATERI DAN METODE

Studi kasus dilakukan dengan metode survei di Kecamatan Pringsurat, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah. Responden pada kajian ini adalah semua peternak kerbau yang ada di wilayah tersebut yakni sebanyak 28 orang. Data primer diperoleh dengan melakukan pengukuran beberapa parameter performan termasuk di antaranya panjang badan (PB) dan tinggi pundak (TP) serta lingkar dada (LD) dalam satuan cm untuk membedakan penampilan ternak. Sementara bobot badan (BB) dalam satuan kg

diperkirakan menggunakan persamaan Schoorl yakni:

BB = (LD + 22)2 ... (I)

100

Sebagai pembanding digunakan persamaan lain (ANGRAENI dan TRIWULANNINGSIH, 2008) yakni:

BB = - 204 + 5,011 PB ...(II) BB = - 107,4 + 3,503 TP ...(III) Untuk menguji akurasi rumus estimasi bobot badan digunakan analisis varian dilajutkan uji Beda Nyata Terkecil/BNT (STEEL dan TORRIE, 1995). Sementara untuk menduga kondisi tubuh dilakukan dengan penerapan skala 1 – 9 yang menggambarkan kurus gemuknya ternak berdasarkan metoda HERD dan SPROTT (1986) yang disitasi oleh PRAHARANI dan TRIWULANNINGSIH (2008) sebagai berikut:

1. Amat kurus sekali 2. Kurus sekali 3. Kurus

4. Kurus terlihat perdagingan 5. Sedang

6. Sedang baik 7. Baik 8. Gemuk 9. Terlalu gemuk

Angka kelahiran (AK) dihitung mengikuti cara PETHERAM et al. (1982) berdasarkan jumlah kerbau betina yang berumur ≥ 4 tahun (B) dan jumlah anak yang dilahirkan berdasarkan data beranak selama 2 tahun terakhir (C).

AK (%) = C X 100

B 2

Sebagai pendukung digunakan data sekunder statistik peternakan di Jawa Tengah (PEM. PROP. JATENG, 2008 dan BPS KABUPATEN TEMANGGUNG, 2008). Selain itu juga dilakukan pengamatan sekilas kondisi peternakan kerbau di daerah-daerah lain sebagai pendukung dan pembanding antara lain di Desa Lerep Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang dan Desa Kedungsuren Kecamatan Kaliwungu Selatan Kabupaten Kendal.

(3)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Populasi dan profil ternak kerbau

Dinamika perkembangan populasi kerbau di Jawa Tengah dalam kurun waktu 2003 – 2007 terlihat kecenderungan menurun dari tahun ke tahun (Tabel 1). Jumlah ternak kerbau yang terdapat di Kabupaten Temanggung hanya sekitar 2,13% dari populasi kerbau di Jawa Tengah; yaitu sebesar 2.323 ekor dengan rasio jantan terhadap betina 0,42 (BPS KABUPATEN TEMANGGUNG, 2008). Imbangan jenis kelamin ini mengindikasikan bahwa pejantan bukan merupakan kendala bagi pengembangan kerbau di wilayah tersebut. Berbeda dengan di Jawa Tengah secara umum, populasi kerbau di Kabupaten Temanggung dalam kurun waktu 2003 – 2007 meningkat setiap tahun dengan rata-rata kenaikan 5,66% (Tabel 2). Kondisi ini menggambarkan bahwa Kabupaten Temanggung cukup berhasil dalam upaya pembangunan dan pengembangan kerbau di wilayahnya.

Kecamatan Pringsurat sebagai bagian wilayah dari Kabupaten Temanggung mempunyai 14 desa dengan populasi kerbau hanya 100 ekor yang tersebar di 6 desa yakni Kupen, Soropadan, Karangwuni, Kebumen,

Pringsurat dan Rejosari, menyumbang hanya 4,3% dari total populasi kerbau di Temanggung. Berdasarkan survei pada penelitian ini, populasi kerbau di Kecamatan Pringsurat menurun sekitar 22% dari tahun 2007 (Tabel 3).

Peternak kerbau di Kecamatan Pringsurat khususnya di lokasi penelitian pada umumnya tidak menyukai memelihara kerbau jantan karena tidak menghasilkan anak. Kerbau jantan yang ada di lokasi tersebut adalah pedet yang kalau sudah besar akan dijual. Biasanya, peternak lebih menyukai membeli kerbau betina sedang bunting, sementara untuk mengawinkan kerbau betina miliknya dilakukan dengan meminjam kerbau jantan pada tetangganya atau dari seorang blantik di wilayah tersebut yang memiliki kerbau jantan dagangan yang bagus dan belum terjual.

Karakteristik peternak dan manajemen pemeliharaan

Tujuan beternak kerbau utamanya adalah sebagai tabungan apabila ada kebutuhan yang memerlukan biaya besar seperti khajatan, biaya anak sekolah dan sebagainya. Umumnya peternak kerbau berusia di atas 35 tahun (37 –

Tabel 1. Dinamika perkembangan populasi kerbau di Jawa Tengah

Parameter 2003 2004 2005 2006 2007

Populasi 144.384 123.701 123.815 112.963 109.004

Masuk 6.165 4.582 763 3.250 1.358

Keluar 2.107 640 3.082 1.729 4.114

Potong 20.295 16.583 17.621 15.528 14.883

Sumber:PEM.PROP.JAWA TENGAH (2008)

Tabel 2. Perkembangan populasi kerbau di Kabupaten Temanggung

Tahun Populasi (ekor)

Jantan Betina Total

2003 571 1.305 1.876 2004 668 1.617 2.285 2005 678 1,617 2.295 2006 685 1.625 2.310 2007 691 1.632 2.323 BPSKAB.TEMANGGUNG (2008)

(4)

70 tahun), dengan pendidikan SD – SMA. Pengalaman mereka beternak cukup lama karena sejak kecil sudah membantu orang tuanya mengelola kerbaunya. Kepemilikan ternak bervariasi tergantung kemampuan ekonomi masing-masing keluarga yakni antara 2 – 5 ekor. Ternak tersebut beberapa di antaranya merupakan warisan orang tua dan sebagian lainnya diperoleh dari membeli untuk berbagai tujuan.

Tabel 3. Populasi kerbau di Kecamatan Pringsurat

Desa Kerbau (ekor)

Tahun 2007* Tahun 2009 Kupen 11 13 Soropadan 27 5 Kebumen 33 37 Pringsurat 17 9 Karangwuni 4 5 Rejosari 7 8 Jumlah 99 77 * PEM.KEC.PRINGSURAT (2008).

Hasil studi data sekunder (PEM. KEC. PRINGSURAT., 2008) menunjukkan bahwa rata-rata lahan garapan yang dimiliki peternak antara 0,04 – 0,8 ha. Pada umumnya, para peternak mempekerjakan kerbaunya sebagai tenaga mengolah tanah pada musim tanam. Para peternak kerbau tersebut menegaskan bahwa jasa mengolah lahan pertanian merupakan mata pencaharian utama, sedangkan pekerjaan sambilannya sebagai penunjang kebutuhan keluarga adalah sebagai buruh atau pedagang kecil di rumah. Sebagian dari peternak ini juga mengolah lahan/sawah tetangganya menggunakan tenaga kerbau untuk membajak dengan upah antara Rp. 25.000 – Rp. 40.000 per hari.

Umumnya kerbau dikandangkan di sekitar rumah, digembalakan setiap hari, bahkan ada yang dua kali sehari, yaitu pada pagi dan sore hari. Biasanya kerbau diberi kesempatan berkubang atau mandi pada saat digembalakan sekitar 0,5 sampai 1 jam. Pakan utama yang diberikan untuk kerbau pada musim hujan adalah rumput, sedangkan jerami kering diberikan pada saat musim kemarau.

Diperkirakan pakan yang diberikan sebanyak ± 35 kg/ekor/hari, namun lebih

banyak porsi jerami karena ketersediaan rumput berkompetisi dengan ternak kambing, domba, dan sapi. Selama dalam masa penggembalaan daun–daunan antara lain glirisidia juga menjadi pakan tambahan bagi kerbau. Semua responden menyatakan bahwa kerbaunya tidak pernah mengalami sakit selama dalam pengelolaannya. Selanjutnya, kondisi peternakan kerbau di Kecamatan Pringsurat disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Kondisi perkandangan, kegiatan pengolahan lahan sawah dan penggembalaan kerbau di wilayah Pringsurat

(5)

Reproduksi ternak kerbau

Pengetahuan peternak mengenai reproduksi kerbau cukup baik. Perkawinan kerbau umumnya dilakukan secara alami. Meski pernah ada beberapa yang melakukan inseminasi buatan (IB) dengan biaya Rp. 60.000 sekali suntik, akan tetapi kemudian tidak pernah lagi menggunakan jasa tersebut karena belum tentu sukses (bunting). Peternak tidak melakukan penyapihan terhadap anak kerbau, bahkan kadang masih menyusui ketika induk dalam kondisi telah bunting. Tabel 4 menampilkan parameter reproduksi kerbau di Pringsurat.

Hasil identifikasi jenis kelamin kerbau diketahui bahwa kerbau jantan yang ada masih merupakan pejantan muda yakni 9 ekor dan 5 ekor anak. Ratio jantan terhadap betina masing-masing 0,47 dan 0,42 (Tabel 5). Rata-rata tahunan angka kelahiran ternak kerbau di wilayah Pringsurat diperkirakan sebesar 27,9%. Artinya dengan pola pemeliharaan seperti itu kemampuan reproduksinya masih cukup baik.

Keberhasilan pemeliharaan ternak berkaitan dengan reproduksinya terukur dari kemampuannya untuk menghasilkan anak dalam periode tertentu, artinya semakin pendek jarak beranak performan reproduksinya semakin baik. Memperhatikan kondisi dan cara pemeliharaan oleh peternak setempat dapat dimaklumi kalau di wilayah ini terjadi perkembang-biakan kerbau yang tergolong lambat. Dapat ditegaskan bahwa keterbatasan populasi pejantan dewasa di daerah ini menjadi penyebab utamanya. Secara meluas telah

diterima bahwa struktur populasi dengan ketidak seimbangan antara pejantan dan betina antar umur sangat berpengaruh terhadap pertambahan populasi di suatu wilayah. Umumnya, apabila kebetulan ada pejantan dewasa yang cukup bagus (yang dipunyai blantik atau tetangganya) dan ketika itu kerbau betina milik peternak menunjukkan gejala birahi, maka peternak ini berupaya mengawinkan ternaknya.

Sudah menjadi hukum alam (seleksi alam) bahwa survival rate selalu berhubungan dengan kemampuan individu/organisme menyiasati alam. Musim kawin dan beranak bagi kerbau biasanya terjadi ketika banyak tersedia rumput sebagai pakannya, sehingga anak yang dilahirkan dalam kondisi mempunyai peluang untuk hidup. Artinya, si induk tercukupi pakannya sehingga mampu menghasilkan air susu yang cukup untuk anaknya, dan anak-anak yang sedang tumbuh dan belajar makan memperoleh hijauan yang cukup untuk pertumbuhannya. Meski kerbau termasuk dalam hewan polyestrus yang mampu kawin sepanjang tahun, kerbau di Pringsurat umumnya beranak pada bulan Januari sampai dengan April, yaitu pada musim ketika tersedia banyak rumput dan bahan pakan lainnya. Ini berarti bahwa konsepsi terjadi pada musim penghujan mengingat lama bunting kerbau antara 10 – 12 bulan. Hal ini berbeda dengan kerbau yang dipelihara di Desa Kedungsuren Kecamatan Kaliwungu Selatan Kabupaten Kendal, umumnya kelahiran terjadi antara bulan Agustus sampai dengan Oktober, pada saat musim kering. Hal ini berkaitan dengan

Tabel 4. Parameter reproduksi kerbau di Kecamatan Pringsurat

Parameter Nilai Satuan

Umur birahi pertama betina 3 tahun

Umur birahi pertama jantan 2 – 2,5 tahun

Umur betina pertama kali dikawinkan 3 tahun

Umur jantan pertama kali dikawinkan 2,5 – 3 tahun

Lama bunting 10 – 12 bulan

Umur pertama beranak 3,5 – 4 tahun

Jarak beranak 1,5 tahun

Birahi berikutnya setelah beranak 70 – 90 hari

Bobot badan lahir 30 – 40 kg

(6)

Tabel 5. Struktur populasi kerbau berdasarkan umur dan jenis kelamin

Jenis kelamin

Jumlah (ekor)

Total (ekor)

Anak Muda Dewasa Tua

≤ 1 tahun > 1 – 3 tahun > 3 – 9 tahun > 9 tahun

Betina 12 19 23 11 65

Jantan 5 9 - - 14

Sex ratio 0,42 0,47 - -

Jumlah 17 28 23 11 79

pola pemeliharaan kerbau di masing-masing wilayah.

Di Desa Kedungsuren umumnya kerbau digembalakan pada musim setelah masa panen karena banyaknya limbah pertanian/jerami padi tepatnya pada saat lahan bera sehingga kerbau tidak merusak tanaman padi. HERIANTI et al. (2007) dan PAWARTI et al. (2007) melaporkan bahwa di wilayah tersebut perkawinan terjadi pada saat kerbau di gembalakan. Namun demikian kondisi kering ini kemudian segera diikuti dengan musim hujan saat mana rumput mulai tumbuh dan memungkinkan kerbau muda memperoleh rumput. Sementara itu, di Desa Lerep Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang umumnya peternak mengontrol perkawinan kerbaunya. Peternak kadang-kadang bahkan menyediakan pejantan bila tidak memiliki kerbau jantan, yaitu dengan meminjam kepada tetangganya. Pada umumnya perkawinan ternak kerbau ini berlangsung di dalam kandang (RUSMADJI et al., 2007).

Merespon keinginan peternak untuk meningkatkan produktivitas kerbau tentunya diperlukan beberapa upaya perbaikan antara lain perbaikan rasio ternak dengan meningkat-kan jumlah pejantan dewasa unggul, dan pengaturan perkawinan dengan memper-pendek jarak beranak serta mempercepat umur sapih. Sehubungan dengan preferensi masyarakat yang lebih menyukai memelihara kerbau betina maka teknologi reproduksi dengan memanfaatkan IB perlu dikembangkan. Hal ini sesuai dengan pernyataan TRIWULANNINGSIH (2008) bahwa IB dan INKA (intensifikasi kawin alam) merupakan teknologi yang paling tepat untuk saat ini bagi pengembangan ternak kerbau pada peternakan rakyat secara tradisional.

Penampilan produksi

Hasil pengukuran performan produksi kerbau di lokasi penelitian dapat dicermati pada Tabel 6. Menurut ENSMINGER (1968) yang disitasi oleh ZULBARDI dan SASTRODIHARDJO (1983) bobot badan ternak dapat diduga melalui pengalaman dengan tingkat kebenaran yang sangat subyektif. Ungkapan PRAHARANI dan TRIWULANNINGSIH (2008) bahwa kerbau lumpur mempunyai variasi yang cukup besar pada bobot badan, ukuran tubuh maupun warna kulit memunculkan bermacam nama sebagai pembeda. Lebih lanjut dinyatakan bahwa rataan ukuran tubuh ternak di suatu daerah mengindikasikan kualitas bibit yang tersedia yang dapat digunakan sebagai dasar ukuran standar bibit di wilayah tersebut.

Kerbau yang mempunyai ukuran tubuh lebih besar mencerminkan pertumbuhan yang lebih baik pada umur yang sama. Rata-rata ukuran kerbau adalah TP 123 cm, LD 180 cm dan PB 119 cm. Sementara ukuran statistik vital kebau sebagai acuan standar utama yang diterbitkan oleh Ditjen Peternakan tahun 2006 menggunakan parameter TP sebesar 120 cm (PRAHARANI dan TRIWULANNINGSIH, 2008). Dengan mengacu kriteria tersebut dapat diperkirakan bahwa kerbau dewasa di Pringsurat masih cukup baik untuk digunakan sebagai bibit meskipun pola pemeliharaannya sangat sederhana. Hal ini diduga karena kondisi lingkungan di Pringsurat masih dalam batas toleransi optimum untuk pertumbuhan kerbau. Pringsurat beragroekosistem lahan kering, curah hujan 1200 – 2500 mm/tahun suhu 20 – 28oC, kelembaban 70 – 95%,

(HERIANTI, et al., 2008). Menurut YURLENI (2000) disitasi oleh PRAHARANI dan

(7)

Tabel 6. Performan produksi kerbau di Pringsurat

Umur/uraian Tinggi pundak (cm) Panjang badan (cm) Lingkar dada (cm) Betina anak Rata-rata 82,42 ± 12,58 72,42 ±9,44 109,92 ± 18,35

Maks 108 89 138 Min 63 53 70 Muda Rata-rata 112,84 ± 7,37 103,05 ± 14,18 158,68 ± 18,58 Maks 128 121 186 Min 104 83 121 Dewasa Rata-rata 122,68 ± 8,14 115,22 ± 9,16 187,26 ± 12,54 Maks 138 140 218 Min 103 98 171 Tua Rata-rata 124,64 ± 7,68 123,17 ± 12,25 188,00 ± 13,83 Maks 140 148 220 Min 114 109 180 Jantan Anak Rata-rata 81,60 ± 18,53 67,60 ± 17,29 103.60 ± 29,24 Maks 108 89 138 Min 61 52 66 Muda Rata-rata 110,89 ± 6,99 97,00 ± 10,55 148,67 ± 18,89 Maks 123 122 190 Min 101 89 128 Total 79 ekor

TRIWULANNINGSIH (2008) bahwa suhu optimum untuk kerbau berkisar antara 15 – 25C dengan kelembaban 60 – 70%. Hal lain yang diduga mendukung pertumbuhan bagi kerbau di lokasi ini adalah pemberian kesempatan untuk berkubang atau mandi. Menurut ZULBARDI dan KUSUMANINGRUM (2005), sebagai upaya mengoptimalkan metabolisme dalam tubuh kerbau adalah perlunya memberi kesempatan melakukan aktivitas berkubang atau mandi sambil berendam dalam air. Demikian juga pernyataan DANIA dan POERWOTO (2006) bahwa kerbau memerlukan berendam atau berkubang untuk membantu termoregulasi agar fisiologi tubuhnya dapat berjalan secara normal.

Pada penelitian ini tidak dilakukan penimbangan bobot badan, oleh karena itu melalui pendekatan beberapa persamaan dilakukan penaksiran bobot badan masing-masing kerbau tanpa memperhatikan jenis kelamin dan umur (Tabel 7). Hasil analisis

menunjukkan bahwa penghitungan pendugaan bobot menggunakan 3 persamaan mempunyai beda yang bermakna (P < 0,05). Analisis lebih lanjut menggunakan uji Beda Nyata Terkecil menunjukkan bahwa penghitungan dengan Persamaan I berbeda (P < 0,05) dengan hasil penghitungan dengan Persamaan III tetapi tidak berbeda (P > 0,05) dengan hasil penghitungan dengan Persamaan II. Sementara hasil penghitungan dengan Persamaan II tidak berbeda (P > 0,05) dengan hasil penghitungan dengan Persamaan III. Oleh karena itu dalam pendugaan bobot hidup kerbau di Pringsurat ditetapkan menggunakan Persamaan II.

Hasil penilaian kondisi tubuh sesuai skala yang ditetapkan secara umum menunjukkan skor 5,35 ± 0,89, ini berarti bahwa rata rata ternak kerbau di Pringsurat mempunyai kriteria sedang. Hal ini diduga berkaitan dengan kualitas pakan yang diberikan yang sebagianbesar adalah jerami padi meskipun pada saat digembalakan ternak kerbau juga

(8)

Tabel 7. Perkiraan bobot badan hidup kerbau di Pringsurat

Status ternak

Rata-rata bobot badan (kg)

Persamaan I Persamaan II Persamaan III Betina Anak 185,17 ± 5,31 163,74 ± 48,56 187,27 ± 47,10 Muda 332,37 ± 66,86 317,42 ± 69,52 289,78 ± 25,43 Dewasa 443,30 ± 50,72 376,14 ± 50,18 323,61 ± 28,41 Tua 442,73 ± 60,19 412,35 ± 61,36 329,41 ± 26,88 Jantan Anak 164,60 ± 73,66 134,76 ± 86,61 178,60 ±64,89 Muda 254,42 ±69,16 282,07 ± 52,84 281,26 ± 24,56 Dewasa - - - Tua - - -

- = Tidak ditemukan di lokasi penelitian

memperoleh tambahan hijauan. Menurut LENTS et al. (2000) yang disitasi oleh PRAHARANI dan TRIWULANINGSIH (2008) induk kerbau dengan skor kondisi kurang dari 6 mempunyai jarak beranak lebih panjang akibat lambatnya pertumbuhan folikel ovarium dalam siklus birahi. Oleh karena itu kualitas dan kuantitas pakan yang diberikan perlu diperhatikan karena akan berpengaruh terhadap aktivitas reproduksi ternak Oleh karena itu, penerapan teknologi pakan dengan memanfaatkan bahan pakan lokal perlu dilakukan untuk meningkatkan produktivitas kerbau di wilayah ini. Menurut SURYANA (2007) untuk meningkatkan populasi, reproduksi dan produktivitas kerbau perlu dilakukan perbaikan mutu genetik dengan penerapan IB dengan semen dari pejantan unggul, perbaikan mutu pakan, membatasi pemotongan kerbau produktif serta pengendalian penyakit.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil kajian yang dilakukan menunjukkan bahwa kerbau dewasa di Kecamatan Pringsurat memenuhi kriteria standar sebagai bibit. Namun demikian kekurangan pejantan dewasa dalam populasi kerbau di tingkat peternak menyebabkan rendahnya produktivitas kerbau di wilayah tersebut. Dari nilai skor kondisi tubuh

mengindikasikan bahwa ternak kerbau di Pringsurat mempunyai kondisi sedang. Hal ini memperkuat dugaan rendahnya kualitas pakan sehingga mempengaruhi reproduksi kerbau. Dalam upaya meningkatkan produktivitas kerbau di tingkat peternak disarankan menerapkan teknologi IB dan teknologi pakan sehingga populasi kerbau di wilayah Kecamatan Pringsurat dapat berkembang.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ungkapan terima kasih disampaikan kepada Dr. S. Prawirodigdo atas curahan waktu dan koreksi perbaikan terhadap tulisan ini. Ungkapan yang sama juga disampaikan kepada Bapak Prawoto N. yang banyak membantu dalam pengumpulan data di lokasi pengkajian.

DAFTAR PUSTAKA

BPS KABUPATEN TEMANGGUNG. 2008. Temanggung Dalam Angka. Pemda. Kab. Temanggung. DANIA,I.B. dan H.POERWOTO. 2006. Pertumbuhan

berat badan, laju pertumbuhan dan konversi pakan kerbau jantan akibat pemberian kesempatan berkubang dan jerami padi amoniasi. Pros. Lokakarya Nasional Usaha Ternak kerbau mendukung program kecukupan daging sapi. Sumbawa, 4 – 5 Agustus 2006. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 99 – 102

(9)

HERIANTI, I., M.D.M. PAWARTI dan S. PRAWIRODIGDO. 2007. Profil budidaya, langkah pengembangan dan pelestarian ternak kerbau sebagai sumberdaya plasma nutfah: Studi Kasus di Kabupaten Kendal Jawa Tengah. Pros. Inovasi dan Alih Teknologi Pertanian untuk Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan di Wilayah Marjinal. B2P2TP Badan Litbang Pertanian, Bogor. HERIANTI,I.,YULIANTO,J.SUSILO,R.PANGESTUTI,

S.PRAWIRODIGDO, ERNAWATI,PRAWOTO dan A. PRIYANTO. 2008. Laporan Kegiatan Program Rintisan Dan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian Lahan Kering Dataran Rendah Beriklim Basah Kabupaten Temanggung. Laporan Kegiatan. BPTP Jawa Tengah.

PAWARTI, M.D.M., I.. HERIANTI dan RUSMADJI. 2007. Variasi kultur budaya pemeliharaan ternak kerbau lumpur sebagai tenaga kerja tradisional (suatu studi preliminer). Pros. Inovasi dan Alih Teknologi Pertanian untuk Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan di Wilayah Marjinal. B2P2TP Badan Litbang Pertanian, Bogor.

PEM. KEC. PRINGSURAT. 2008. Kecamatan Pringsurat Dalam Angka. Pem. Kec. Pringsurat, Kab. Temanggung.

PEM.PROP.JATENG. 2008. Statistik Peternakan Jawa Tengah. Pem. Prop. Jawa Tengah

PETHERAM, R.J., C. LIEM, Y. PRIYATMAN dan MATHURIDI. 1982. Studi Kesuburan Kerbau di Pedesaan Kabupaten Serang, Jawa Barat. Balitnak.

PRAHARANI, L. dan E. TRIWULANNINGSIH. 2008. Karakterisasi bibit kerbau pada agroekosistem dataran tinggi. Pros. Seminar dan Lokakarya Nasional. Usaha ternak kerbau. Jambi, 22 – 23 Juni 2007. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 113 – 1 23

REKSOHADIPRODJO, S. 1995. Pengantar Ilmu Peternakan Tropik. BPFE, Yogyakarta. RUSMADJI,S.PRAWIRODIGDO dan M.D.M.PAWARTI.

2007. Potensi dan peluang usaha ternak kerbau di Desa Lerep, Kecamatan Ungaran, Kabupaten Semarang (Studi Kasus). Pros. Inovasi dan Alih Teknologi Pertanian untuk Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan di Wilayah Marjinal. B2P2TP Badan Litbang Pertanian, Bogor.

STEEL,R.G.D. dan J.H.TORRIE. 1995. Prinsip dan Dasar Prosedur Statistika. Suatu Pendekatan Biometrik. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

SURYANA. 2007. Usaha pengembangan kerbau rawa di Kalimantan Selatan. J. Litbang Pertanian. hlm. 139 – 145

ZULBARDI, M. dan S. SASTRODIHARDJO. 1983. Pendugaan bobot lahir anak kerbau rawa berdasarkan lingkar dada, panjang badan dan tinggi pundak. Wartazoa 1(1): .45 – 48 ZULBARDI, M. dan D.A. KUSUMANINGRUM. 2005.

Penampilan produksi ternak kerbau lumpur (Bubalus bubalus) di Kabupaten Brebes Jawa Tengah. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 12 -13 September 2005. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 310 – 315.

Gambar

Tabel 3. Populasi kerbau di Kecamatan Pringsurat

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan dari penelitian menunjukkan, pemahaman reproduksi telah dikuasi oleh peternak, service per conception sudah baik, namun perkawinan masih perlu perbaikan

Rendahnya nilai fertilitas selain mengurangi efesiensi reproduksi juga dapat menyebabkan berkurangnya pendapatan peternak dan bertambahnya biaya pemeliharaan, karena

Pemeliharaan intensif, pakan hijauan dan konsentrat diberikan kepada ternak di dalam kandang, dan ketersediaan pakan selalu diperhatikan oleh perawat ternak, sehingga nutrisi

Hal ini dilakukan untuk mengetahui apa saja jenis pakan yang digunakan untuk pakan ternak, selain itu juga jumlah pakan yang diberikan ke ternak sehingga

Pakan suplemen yang digunakan berupa legum pohon (daun gamal, turi, lamtoro dan kelor), limbah industri pertanian (dedak padi, jerami kacang tanah), limbah industri makanan

Peternak tidak memberikan konsentrat, karena sulit diperoleh di daerah setempat, padahal berdasarkan Duldjaman (2004) penambahan konsentrat, seperti am- pas tahu, di dalam

Harnanto (1992) mengemukakan total biaya setiap responden bervariasi tergantung pada jumlah populasi ternak sapi potong yang dimiliki oleh setiap peternak dengan

Hal ini sanagat menunjang kebutahan pakan ternak yang dipelihara oleh peternak dan berpengaruh terhadap produktivitas ternak terutama sifat reproduksi ternak di lapangan yang harus