• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PEMANFAATAN GETAH PINUS (Pinus merkusii) SEBAGAI BAHAN BAKU PEREKAT. Oleh Rendy Irawan F

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN PEMANFAATAN GETAH PINUS (Pinus merkusii) SEBAGAI BAHAN BAKU PEREKAT. Oleh Rendy Irawan F"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN PEMANFAATAN GETAH PINUS (Pinus merkusii)

SEBAGAI BAHAN BAKU PEREKAT

Oleh

Rendy Irawan

F34104134

2010

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

KAJIAN PEMANFAATAN GETAH PINUS (Pinus merkusii)

SEBAGAI BAHAN BAKU PEREKAT

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh

Rendy Irawan

F34104134

2010

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

Rendy Irawan. F34104134. Study to Use Pine Gums (Pinus merkusii) as a Raw Material of Adhesive Substance. Supervised by E. Gumbira Sa’id and Silvester Tursiloadi. 2010.

SUMMARY

Pine merkusii included to multipurpose tree species that developed and expanded continually to produce timber, gums, and as conservation land. Almost all parts of the tree can be utilized. Part of the tree that has high values is the pine gum. Processing of pine resin is widely used in printing ink industry, coating industry, and adhesive industry. Adhesive substance is a material that can be joined with the same or different type of object through bonding process or surface contact, so the body of joint object is resist to separation effort. In the production of pine gum adhesive substance, esterification process carried out to improve the adhesive power.

This research aims to study the process of making adhesive substance from pine gum esters, and also to determine the effect of acid number, ester number, glycerol number and catalyst concentration on adhesive strength of the adhesive products. Stages of this research is the characterization of pine gum raw materials; esterification using KOH catalyst with concentration 1.5 and 10% by weight of pine gum, and moles of glycerol 1.1, 1.5, and 2 mol; making of the adhesive substance and determination of the best adhesive substance based on its best adhesive strength.

Conducted preliminary research is the characterization of raw materials of pine gum, and then continued with the main research that is esterification of pine gum using alkaline catalyst (KOH), and making of the adhesive substance of the pine gum esterification. The treatment that used is the concentration of KOH catalyst (1%, 5%, and 10%) and the mole of glycerol (1.1 mol, 1.5 mol, and 2 mol). The esterification results of the pine gum tested through acids numbers, esters numbers, and free glycerol levels by comparing between the unwashed pine gum esters and the washed. The esterification results are made into adhesive substance. Then the surface area of adhesive strength and the adhesive strength of adhesive substance tested with shear stress (shear strength) of the adhesive strength and test.

Based on preliminary research results, the characteristics of pine gum that was obtained is a liquid, slightly yellow color, soluble in ethanol solvent ratio of 90 percent with 1 ml of pine resin:1 ml of ethanol, acid number 125.66, and viscosity Cp 8693.14.

The results of measurements showed that the adhesive substance with the code C22 (with KOH catalyst 5%, 1.5 mol glycerol, washed) gives a better adhesive strength. The characteristics of adhesive substance with the code C22 are: acids numbers 109.21 and esters numbers 21:18. Based on the observations, it can be concluded that the adhesive substance that was processed with 5% catalyst and 1.5 mole of glycerol with the code C22 is the best adhesive substance compared with others based on its adhesive strength.

(4)

Rendy Irawan. F34104134. Kajian Pemanfaatan Getah Pinus (Pinus merkusii) sebagai Bahan Baku Perekat. Di bawah bimbingan E. Gumbira Sa’id dan Silvester Tursiloadi. 2010.

RINGKASAN

Pinus merkusii termasuk dalam jenis pohon serba guna yang terus menerus dikembangkan dan diperluas penanamannya untuk penghasil kayu, produksi getah dan konservasi lahan. Hampir semua bagian pohonnya dapat dimanfaatkan. Bagian dari pohon pinus yang bernilai tinggi adalah getah pinus. Pengolahan getah pinus secara luas digunakan dalam industri tinta cetak, industri coating, dan industri perekat. Perekat sebagai bahan yang mampu menyatukan benda sejenis atau tidak sejenis melalui ikatan atau sentuhan permukaan dan menjadikan benda tersebut memiliki sifat tahan terhadap usaha pemisahan. Dalam pembuatan perekat proses esterifikasi getah pinus dilakukan guna meningkatkan daya rekat produk perekat.

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari proses pembuatan perekat dari getah pinus ester dan mengetahui pengaruh dari bilangan asam, ester, gliserol dan konsentrasi katalis terhadap kekuatan rekat produk perekat. Tahapan dari penelitian ini adalah karakterisasi bahan baku getah pinus, esterifikasi menggunakan konsentrasi katalis KOH 1, 5 dan 10% dari bobot getah pinus dan mol gliserol 1.1, 1.5 dan 2 mol, pembuatan perekat dan penentuan perekat terbaik berdasarkan kekuatan rekatnya.

Penelitian pendahuluan yang dilakukan adalah karakterisasi bahan baku getah pinus, kemudian dilanjutkan dengan penelitian utama yaitu esterifikasi getah pinus menggunakan katalis basa (KOH) dan pembuatan perekat dari hasil esterifikasi getah pinus. Perlakuan yang digunakan yaitu konsentrasi katalis KOH (1%, 5% dan 10%) dan mol gliserol (1.1 mol, 1.5 mol dan 2 mol). Hasil esterifikasi getah pinus diuji bilangan asam, bilangan ester dan kadar gliserol bebas, dengan membandingkan antara getah pinus ester tanpa pencucian dan dengan pencucian. Hasil esterifikasi tersebut dibuat menjadi perekat. Perekat kemudian diuji kekuatan rekatnya dengan tegangan geser (shear strength) terhadap kekuatan rekat dan luas permukaan uji kekuatan rekat.

Berdasarkan hasil pada penelitian pendahuluan, karakteristik getah pinus yang diperoleh adalah berbentuk cairan, warna agak kuning muda, larut dalam pelarut etanol 90 persen dengan perbandingan 1 ml getah pinus : 1 ml etanol, bilangan asam 125.66 dan viskositas 8693.14 Cp.

Hasil pengukuran menunjukkan bahwa perekat dengan kode C22 (perekat dengan katalis KOH 5%, gliserol 1.5 mol sesudah dicuci) memberikan daya rekat yang lebih baik. Perekat dengan kode C22 memiliki karakteristik bilangan asam dan ester sebesar 109.21 dan 21.18. Berdasarkan hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa perekat yang diproses dengan katalis 5% dan gliserol 1.5 mol dengan kode C22 merupakan perekat terbaik berdasarkan daya rekatnya dibandingkan dengan yang lainnya.

(5)

Judul Skripsi : Kajian Pemanfaatan Getah Pinus (Pinus merkusii) Sebagai Bahan Baku Perekat

Nama : Rendy Irawan

NIM : F34104134

Menyetujui

Pembimbing I, Pembimbing II,

(Prof. Dr. Ir. E. Gumbira Sa’id, MADev) (Dr. Silvester Tursiloadi, MEng) NIP. 195505211979031002 NIP. 196006211987031004

Mengetahui : Ketua Departemen,

(Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti) NIP. 196210091989032001

(6)

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan yang sebenar-benarnya bahwa skripsi yang

berjudul ”

Kajian Pemanfaatan Getah Pinus (Pinus merkusii) Sebagai Bahan Baku Perekat”

adalah hasil karya saya sendiri, dengan arahan dosen

pembimbing. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya

yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah

disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di

bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juni 2010

Rendy Irawan F34104134

(7)

RIWAYAT HIDUP

Rendy Irawan dilahirkan di Bogor pada tanggal 24 Januari 1987 sebagai anak kedua dari bapak Mad Haer dan ibu Omyah. Tahun 2004 lulus dari Sekolah Menengah Umum PGRI Leuwiliang dan melanjutkan studinya di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis diterima di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian.

Selama kuliah penulis pernah menjadi staf Produksi buletin MIND Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri (HIMALOGIN) tahun 2007-2008. Kegiatan praktek lapangan penulis dilaksanakan di Industri Kecil dan Menengah Minyak Akar Wangi, Kabupaten Garut untuk mempelajari penyediaan bahan baku dan peningkatan produktivitas minyak akar wangi.

Penulis menyelesaikan skripsi dengan judul “Kajian Pemanfaatan Getah

Pinus (Pinus merkusii) sebagai Bahan Baku Perekat” untuk mendapatkan gelar

Sarjana Teknologi Pertanian di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. E. Gumbira Sa’id, MADev., dan Dr. Silvester Tursiloadi, M.Eng.

(8)

i

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi dengan judul “Kajian Pemanfaatan Getah Pinus (Pinus merkusii) sebagai Bahan Baku Perekat” disusun melalui penelitian yang telah dilakukan di Laboratorium Minyak Atsiri, Pusat Penelitian Kimia LIPI Serpong.

Ucapan terima kasih penulis tujukan kepada beberapa pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian khususnya kepada para personalia di bawah ini:

1. Prof. Dr. Ir. E. Gumbira Sa’id, MADev., sebagai dosen pembimbing akademik yang senantiasa membimbing serta memberikan saran dan semangat kepada penulis selama ini.

2. Dr. Silvester Tursiloadi, M.Eng., sebagai pembimbing penelitian atas arahan, bimbingan, dan saran selama penelitian dan penulisan skripsi ini. 3. Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti, selaku dosen penguji yang telah

bersedia memberikan saran, masukan, dan menguji penulis.

4. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan untuk Bapak, Ibu, Kakak, dan adik-adik atas dukungan semangat dan kasih sayang.

5. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Eggy Agustian ST., Joddy Arya Laksmono ST., Teuku Beuna Berdant ST., Yogi Hermawan ST., Aisyah Jenie MEng., dan seluruh staf Puslit Kimia LIPI Serpong atas bantuan dan saran selama penelitian.

6. Teman-teman TIN 41 atas diskusi, bantuan dan semangatnya selama penelitian.

7. Seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian dan skripsi ini.

(9)

ii Penulis menyadari kemungkinan masih ada kekurangan dalam skripsi ini. Oleh karena itu, saran dan kritik penulis harapkan demi untuk perbaikan selanjutnya. Semoga skripsi ini memberikan manfaat kepada pihak-pihak yang memerlukannya. Amin

Bogor, Juni 2010

(10)

iii

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

A. Getah Pinus ... 3 B. Esterifikasi ... 10 C. Katalis KOH ... 12 D. Gliserol ... 13 E. Perekat ... 14 F. Mekanisme Perekatan ... 15 a. Teori Perekatan ... 15 b. Teknik Perekatan ... 16

III. METODE PENELITIAN ... 18

A. Alat dan Bahan ... 18

1. Alat ... 18

2. Bahan ... 18

B. Tata Laksana Penelitian ... 18

1. Penelitian Pendahuluan ... 18

1.1. Karakterisasi Bahan Baku ... 18

1.2. Penentuan Waktu Esterifikasi ... 19

2. Penelitian Utama ... 19

2.1. Proses Esterifikasi... 19

2.2. Pembuatan Perekat dan Pengujian Daya Rekat ... 20

(11)

iv

Halaman

C. Analisis Data ... 23

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 24

A. Karakterisasi Bahan Baku... 24

B. Penentuan Waktu Reaksi Esterifikasi... 25

C. Esterifikasi Menggunakan Variasi Konsentrasi Katalis ... 27

1. Bilangan Asam ... 28

2. Ester ... 30

3. Gliserol Bebas ... 31

D. Pembuatan Perekat ... 32

1. Tegangan Geser ... 33

E. Esterifikasi Menggunakan Variasi Mol Gliserol ... 36

1. Bilangan Asam ... 37

2. Ester ... 37

3. Gliserol Bebas ... 38

D. Perekat ... 38

1. Tegangan Geser ... 38

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 42

A. Kesimpulan ... 42

B. Saran ... 42

DAFTAR PUSTAKA ... 43

(12)

v

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Produksi Getah Pinus Tahun 2002 - 2006... 2

Tabel 2. Komponen dan Kandungan Kimia dalam Getah Pinus (%) ... 3

Tabel 3. Komponen dan Kandungan Kimia dalam Gondorukem (%) ... 7

Tabel 4. Persyaratan Umum Gondorukem di Indonesia. ... 9

Tabel 5. Sifat Fisik KOH ... 13

Tabel 6. Sifat Fisik Gliserol ... 13

(13)

vi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Proses Pengolahan Getah Pinus ... 6

Gambar 2. Struktur Molekul Asam-asam Resin dalam Gondorukem ... 8

Gambar 3. Reaksi Pembentukan Ester ... 11

Gambar 4. Pembentukan Gliserol Ester dari Gondorukem dan Gliserol ... 12

Gambar 5. Diagram Alir Tahapan Penelitian ... 21

Gambar 6. Diagram Alir Proses Esterifikasi Getah Pinus ... 22

Gambar 7. Diagram Alir Pembuatan Perekat ... 23

Gambar 8. Hasil Pengukuran Bilangan Asam Setiap Tiga Jam ... 26

Gambar 9. Reaksi Esterifikasi Asam Karboksilat dengan Alkohol ... 28

Gambar 10. Grafik Bilangan Asam Getah Pinus Ester Katalis 1, 5, dan 10% . 29

Gambar 11. Grafik Bilangan Ester Getah Pinus Ester Katalis 1, 5, dan 10% .. 30

Gambar 12. Grafik Nilai Gliserol Bebas Getah Pinus Ester Katalis 1, 5, dan 10 % ... 32

Gambar 13. Grafik Tegangan Geser (Katalis 1, 5 dan 10%) ... 35

Gambar 14. Reaksi Pembentukan Sabun dari Hidrolisis Ester ... 36

Gambar 15. Grafik Bilangan Asam Getah Pinus Ester Gliserol 1.1, 1.5, dan 2 mol ... 37

Gambar 16. Grafik Bilangan Ester Getah Pinus Ester Gliserol 1.1, 1.5, dan 2 mol ... 38

Gambar 17. Grafik Gliserol Bebas Getah Pinus Ester Gliserol 1.1, 1.5, dan 2 mol ... 39

(14)

vii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Prosedur Analisis Sifat Fisiko Kimia ... 44

Lampiran 2. Data Penelitian ... 47

Lampiran 3. Regresi Linier Bilangan Asam Terhadap Waktu ... 48

Lampiran 4. Rancangan Percobaan Acak Kelompok Lengkap ... 49

(15)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pinus merkusii merupakan satu-satunya jenis pinus yang tumbuh asli di Indonesia. Pinus merkusii termasuk dalam jenis pohon serba guna yang terus menerus dikembangkan dan diperluas penanamannya untuk penghasil kayu, produksi getah dan konservasi lahan. Hampir semua bagian pohonnya dapat dimanfaatkan, antara lain bagian batangnya dapat disadap untuk diambil getahnya. Getah tersebut diproses lebih lanjut menjadi gondorukem dan terpentin. Hasil kayunya dapat digunakan sebagai bahan bangunan ringan, peti, korek api, bahan baku kertas dan kayu lapis. Bagian kulitnya dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar dan abunya dapat dimanfaatkan untuk bahan campuran pupuk karena mengandung kalium (Dahlian dan Hartoyo, 1997). Menurut Khaerudin (1999) dalam Siregar (2005), pinus dapat digunakan untuk tripleks, venir, pulp, sutra tiruan dan bahan pelarut. Getahnya dapat dijadikan gondorukem, sabun, perekat, cat, dan kosmetik.

Getah pinus (colophony) merupakan substansi yang transparan, kental dan memiliki daya rekat yang cukup tinggi (Mulyaningrum, 2008). Getah pinus selama ini dipasarkan dalam bentuk gondorukem dan terpentin. Gondorukem yang diproduksi tersebut langsung diekspor ke beberapa negara seperti Amerika Serikat, India, Kamerun, Perancis dan Belanda. Indonesia merupakan salah satu negara pengekspor gondorukem. Biasanya getah pinus mengalami proses pengolahan lebih lanjut sebelum digunakan untuk keperluan industri. Proses pengolahan tersebut dilakukan berdasarkan tujuan penggunaannya. Salah satu proses yang dilakukan adalah proses esterifikasi. Dalam pembuatan perekat proses esterifikasi getah pinus dilakukan guna meningkatkan daya rekat produk perekat. Dalam laporan Zhaobang (1995), gondorukem ester hasil pengolahan getah pinus secara luas digunakan dalam industri tinta cetak, industri coating, dan industri perekat. Pada Tabel 1 dapat dilihat produksi getah pinus tahun 2002 - 2006.

Perekat dikenal sejak tahun 1930-an dan menjadi solusi terhadap masalah perekatan. Menurut Shields (1970) perekat adalah suatu bahan yang

(16)

2 dapat menyatukan bahan-bahan lainnya melalui ikatan permukaan. Di Indonesia beredar berbagai jenis dan tipe perekat untuk berbagai macam penggunaan yang kebanyakan merupakan produk impor atau berbahan baku impor dan berasal dari karet sintetis dengan harga yang cukup mahal. Berdasarkan data statistik, pada tahun 2005 Indonesia mengimpor perekat sebanyak 375.937.200 kg atau senilai US$ 132,84 juta dan pada periode Januari – April 2006 sebanyak 120.841.000 kg atau senilai US$ 42,7 juta. Pada periode Januari – April 2005 impor perekat adalah 118.577.000 kg atau senilai US$ 41,9 juta (BPS, 2006).

Tabel 1. Produksi Getah Pinus Tahun 2002 - 2006

Tahun Produksi Volume (Kg) Nilai (US$)

2002 5.529.959 2.555.658

2003 5.495.180 2.277.210

2004 8.267.970 4.024.094

2005 513.681 374.078

2006 463.594 253.423

Sumber : Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan (2007)

Pada penelitian ini dicoba untuk dibuat perekat dari hasil esterifikasi getah pinus yang telah mengalami pengolahan terlebih dahulu. Proses yang dilakukan adalah mengesterifikasi getah pinus, selanjutnya getah pinus ester tersebut dibuat perekat dan diuji daya rekatnya. Pada penelitian ini juga diharapkan getah pinus dapat dijadikan bahan baku perekat yang baik serta dapat meningkatkan nilai tambah getah pinus itu sendiri.

B. Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Karakterisasi bahan baku getah pinus dan melakukan proses esterifikasi getah pinus menggunakan katalis KOH.

2. Mempelajari proses pembuatan perekat dari getah pinus dan mengetahui pengaruh dari konsentrasi katalis dan mol gliserol terhadap kekuatan rekat produk perekat.

(17)

3

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Getah Pinus

Getah pinus (colophony) merupakan substansi yang transparan, kental dan memiliki daya rekat yang cukup tinggi (Mulyaningrum, 2008). Getah yang dihasilkan Pinus merkusii digolongkan sebagai oleoresin. Oleoresin merupakan cairan asam-asam resin dalam terpentin yang menetes keluar apabila saluran resin pada kayu atau kulit pohon jenis daun jarum tersayat atau pecah (Hillis, 1987). Penamaan oleoresin digunakan untuk membedakan getah (natural resin) yang muncul pada kulit atau dalam rongga-rongga jaringan kayu dari berbagai genus anggota Dipterocarpaceae atau Leguminoseae dan Caesalpiniaceae (Mulyaningrum, 2008). Jenis getah tersebut terutama mengandung senyawa-senyawa terpenoid, hidrokarbon dan senyawa-senyawa netral. Pada Tabel 2 dapat dilihat komponen kimia dalam getah pinus.

Tabel 2. Komponen dan Kandungan Kimia dalam Getah Pinus (%)

Komponen Pinus massoniana Pinus latteri Pinus kesiya var.langbianensis Pinus yunnanensis Pinus elliottii Pinus armandi -Pinene 31.7 37.4 38.8 38.5 15.2 21.8 Kamfen 0.5 0.3 0.4 0.5 0.3 0.3 - Pinene 1.2 0.3 0.4 2.0 12.4 2.3 Myrcene 0.4 0.2 0.5 0.5 0.4 0.6 Dipentene 0.5 0.2 0.5 1.7 3.2 0.8 -Terpineol Tr 0.1 0.1 0.1 Tr 0.1 Longifolene 9.5 - 2.1 - - 1.7 Trans-Carryophylene 1.4 Tr Tr Tr - 0.3 Farnesene 0.5 0.3 0.1 0.1 - 0.2 8, 15 Asam Isopimarat 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 1.0 Asam Pimarat 0.1 0.3 0.2 0.7 0.9 0.4 Asam Communic 4.1 0.1 4.1 2.9 2.8 2.6 Asam Sandarakopimarat 1.3 3.7 1.2 1.4 3.8 1.3 Asam Isopimarat 0.2 10.6 1.1 1.4 11.2 14.0

Asam Rosin (Palustrat dan Levopimarat ) 21.5 24.3 28.5 31.0 26.0 7.7 Asam Dehydroabietat 1.7 1.2 2.7 2.6 2.05 0.7 Asam Abietat 10.9 8.2 8.2 5.5 4.7 20.1 Asam Neoabietat 9.9 2.7 8.5 8.7 11.3 4.2 Asam Mercusic - 8.2 - - - - Sumber: Zhaobang (1995)

(18)

4 Pada umumnya, kumpulan asam-asam resin dijual dalam bentuk gondorukem (rosin). Gondorukem merupakan hasil penyulingan getah pinus yang menghasilkan residu berupa minyak terpentin. Komponen utama gondorukem adalah asam-asam resin seperti asam abietat, asam pimarat, asam neoabietat dan lain-lain, sedangkan komponen utama yang terkandung dalam minyak terpentin adalah komponen-komponen terpen terutama komponen diterpen seperti alpha pinen dan komponen turunannya seperti kamfen, delta limonene dan alloocimene (Christiani, 2001).

Secara umum proses pengolahan getah pinus menjadi gondorukem meliputi proses penampungan getah, pemurnian getah dari kotoran dan pemisahan terpentin dari gondorukem. Urutan prosesnya adalah sebagai berikut (Suluhingtyas, 2009):

1. Getah pinus yang diterima pabrik ditampung dalam bak penampungan getah yang memiliki kapasitas 240 ton. Getah dimasukkan dari bak getah ke tangki melter untuk proses pengenceran dan penyaringan awal. Untuk proses pengenceran, maka ke dalam tangki melter dilakukan penambahan terpentin.

2. Getah dalam tangki melter diaduk dengan semburan uap dari boiler sampai getah larut merata atau homogen dengan terpentin. Suhu dalam tangki tersebut dipertahankan sekitar 70-80 oC. Larutan getah disaring dengan saringan kasar sebelum getah dimasukkan ke dalam tangki settler. 3. Dalam tangki settler, dilakukan penambahan asam oksalat sebanyak 0.2%

- 0.25% dari berat getah. Selanjutnya pengadukan dilakukan dengan alat pengaduk mekanik selama 5 menit dan setelah itu getah diendapkan minimal 10 menit. Endapan yang terbentuk dikeluarkan dan ditampung dalam bak limbah. Larutan getah yang sudah terpisah dari endapan tangki settler disaring dengan filter gaf berukuran 5 mikron.

4. Larutan yang telah disaring dialirkan ke tangki penampungan getah bersih dan menunggu untuk dimasak. Getah bersih dari penampungan dialirkan masuk ke dalam ketel pemasak.

5. Di dalam ketel pemasak, larutan getah dipanaskan dengan uap yang dialirkan melalui pipa spiral (close steam) dan open steam dalam ketel

(19)

5 tersebut. Larutan getah tersebut diaduk dengan semburan uap panas dari boiler untuk mempercepat proses penguapan terpentin.

6. Uap terpentin dari ketel pemasak menguap dan mengalir melalui tangki kondensor. Dari tangki kondensor masuk ke tangki separator yang berfungsi memisahkan terpentin dan air. Karena perbedaan berat jenis maka terpentin mengambang di atas dan air turun ke dasar tangki. Terpentin dialirkan ke tangki penampung terpentin 1 dan 2, sedangkan airnya dialirkan ke tangki penampungan kondensat. Terpentin dari tangki penampungan dialirkan melalui dehidrator yang berisi garam industri atau NaCl untuk meminimalisir kadar airnya dan seterusnya dimasukkan ke dalam tangki terpentin persediaan yang siap dipasarkan.

7. Setelah suhu mencapai 165 0C dan waktu pemasakan kurang lebih dua jam serta apabila laju alir cairan (campuran terpentin dan air) mencapai sekitar 10 persen dibandingkan laju awal maka proses pemasakan akan dihentikan. Cairan gondorukem yang tertinggal dalam tangki pemasakan dialirkan dan ditampung di dalam drum-drum kemasan berkapasitas 240 kg gondorukem.

8. Selama pemasakan, tangki pemasak, kondensor, separator, tangki kondensat dan tangki terpentin penampung hasil pemasakan divakum dengan pompa vakum. Tujuannya adalah untuk mempercepat penguapan terpentin dan mencegah terjadinya ledakan pada tangki pemasakan.

9. Proses produksi menghasilkan limbah yang ditampung di bak penampungan limbah untuk kemudian diendapkan. Hasil pengendapan limbah berupa getah yang berada di bagian atas, serta air dan kotoran yang berada di bagian dasar tangki. Getahnya dipompa ke tangki melter untuk diproses kembali. Air hasil pengendapan dinetralkan terlebih dahulu karena bersifat asam (pH=4). Proses penetralan dilakukan dengan penambahan air kapur sampai pH netral dan diendapkan. Air limbah yang telah dinetralkan dibuang ke saluran pembuangan. Diagram alir proses produksi gondorukem dari getah pinus dapat dilihat pada Gambar 1.

(20)

6 Gambar 1. Proses Pengolahan Getah Pinus (Suluhingtyas, 2009)

GetahPinus Penampungan Pengenceran Terpentin Pengendapan dan PenyaringanGetah Pengendapan dan Penyaringan Getah Air PencucianGetah Pembuangan Limbah Kotoran Melalui saringan 5 µ Larutan Getah Terpentin Gondorukem Pengendapan Pemasakan (160 – 170 0C) Melalui saringan 1 µ

(21)

7 Asam resin gondorukem secara garis besar dibedakan menjadi dua kelompok yaitu tipe abietat dan tipe pimarat. Tipe abietat terdiri dari asam-asam abietat, levopimarat, palustrat, neoabietat, dehidroabietat. Tipe pimarat terdiri dari asam pimarat dan isopimarat. Asam abietat, neoabietat dan levopimarat bersifat tidak stabil dan mudah terisomer oleh panas dalam suasana asam, sedangkan tipe pimarat lebih stabil (Harris dalam Silitonga dan Suwardi, 1977). Tabel 3 memperlihatkan komponen kimia dalam gondorukem.

Tabel 3. Komponen dan Kandungan Kimia dalam Gondorukem (%)

Komponen 1* 2* 3* 4* 5* 6* 7** -Pinene 31.7 37.4 38.8 38.5 15.2 21.8 - Kamfen 0.5 0.3 0.4 0.5 0.3 0.3 - - Pinene 1.2 0.3 0.4 2.0 12.4 2.3 - Myrcene 0.4 0.2 0.5 0.5 0.4 0.6 - Dipentene 0.5 0.2 0.5 1.7 3.2 0.8 - -Terpine Tr 0.1 0.1 0.1 Tr 0.1 - Longifolene 9.5 - 2.1 - - 1.7 - Cargophylene trans 1.4 Tr Tr Tr - 0.3 - Farnesene 0.5 0.3 0.1 0.1 - 0.2 - 8, 15 Asam Isopimarat 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 1.0 - Asam Pimarat 0.1 0.3 0.2 0.7 0.9 0.4 0.2 Asam Communic 4.1 0.1 4.1 2.9 2.8 2.6 - Asam Sandaracopimarat 1.3 3.7 1.2 1.4 3.8 1.3 7.8 Asam Isopimarat 0.2 10.6 1.1 1.4 11.2 14.0 16.0

Asam Palustrat dan levopimarat 21.5 24.3 28.5 31.0 26.0 7.7 18.5

Asam Dehidroabietat 1.7 1.2 2.7 2.6 2.05 0.7 3.6

Asam Abietat 10.9 8.2 8.2 5.5 4.7 20.1 28.9

Asam Neoabietat 9.9 2.7 8.5 8.7 11.3 4.2 6.0

Asam Mercusic - 8.2 - - - - -

Sumber : *) Zhaobang, 1995 **) Moyers et al, 1989 Keterangan:

1. P. Massoniana 2. P. latteri 3. P. kesiya var. Langbianensis 7. P. merkusii 4. P. yunnanensis 5. P. elliottii 6. P. armandi

(22)

8 Tipe abietat terdiri dari asam abietat, levopimarat, neoabietat, palustrat, dehidroabietat, dan asam tetraabietat. Sedangkan tipe pimarat terdiri dari asam pimarat, isopimarat, dan asam ∆8,9 isopimarat. Kedua asam tersebut memiliki rumus molekul yang sama yakni C20H30O2. Pada Gambar 2 dapat dilihat struktur asam resin yang terdapat dalam getah pinus atau gondorukem.

Asam Resin Tipe Abietat

H O HO H O HO H O HO H O HO H O HO

Abietat Neoabietat Palustrik Levopimarat Dehidroabietat

Asam Resin Tipe Pimarat

H O HO H O HO H O HO

Pimarat Isopimarat Sandarakopimarat

Gambar 2. Struktur Molekul Asam-asam Resin dalam Gondorukem (Donker, 1999)

Asam abietat, neoabietat dan asam levopimarat bersifat tidak stabil dan mudah terisomer oleh panas dalam suasana asam, sedangkan tipe pimarat relatif lebih stabil. Asam levopimarat lebih reaktif dibandingkan asam lainnya yang terdapat dalam gondorukem, namun jumlahnya sedikit. Pada suhu yang lebih tinggi dari 150oC, jumlah asam levopimarat tersebut bertambah besar karena hasil isomerisasi dari beberapa asam lainnya. Bila reaksi terjadi dalam suasana asam kuat dan pelarut benzene, maka hampir seluruh asam abietat dan asam neoabietat akan terpolimerisasi membentuk asam levopimarat.

Asam levopimarat dengan dua ikatan rangkap yang berkonjugasi yang terdapat pada cincin benzene yang sama dapat bereaksi dengan senyawa α-, β-

(23)

9 karboksilat tidak jenuh dalam reaksi Diels-Alder. Diversifikasi rosin (gondorukem) antara lain sebagai rosin (gondorukem) ester, rosin (gondorukem) soap/size, dan resinate, sedangkan produk derivatisasi rosin (gondorukem) adalah asam abietat yang kemudian dapat disintesa untuk bahan intermediete/bahan kimia antara untuk steroid (Susilowati, 2001).

Tabel 4 menunjukkan persyaratan umum gondorukem untuk Indonesia sebelum dikelompokkan menjadi beberapa kelas mutu yang berbeda-beda. Persyaratan tersebut merupakan standar pengolahan getah pinus menjadi gondorukem dan terpentin di Indonesia.

Tabel 4. Persyaratan Umum Gondorukem di Indonesia

Indikator Satuan

Persyaratan Umum Gondorukem

1) 2)

Warna - Tidak berwarna hitam -

Pecahan - Pecah seperti kaca -

Titik leleh oC 75oC - Titik cair oC 120 oC – 135 oC - Bobot jenis - 1.045-1.085 - Bilangan asam - 150-175 160-190 Bilangan ester - 7-20 - Bilangan penyabunan - 160-190 170-220 Bilangan iod - 118-190 5-25

Bilangan tak tersabunkan - 4-9% -

Kelarutan dalam potroleum

ester % 80-99 -

Sumber : 1) Silitonga et al., (1973) 2) SNI 01-5009-12-2001 (2001)

(24)

10

B. Esterifikasi

Reaksi esterifikasi adalah suatu reaksi antara asam karboksilat dan alkohol membentuk ester. Turunan asam karboksilat membentuk ester asam karboksilat. Ester asam karboksilat ialah suatu senyawa yang mengandung gugus -CO2 R dengan R dapat berupa alkil maupun arils (Fessenden dan Fessenden, 1986).

Reaksi esterifikasi prosesnya sangat lambat tanpa adanya katalis sehingga penggunaan katalis pada asetilasi bertujuan untuk mempercepat reaksi. Katalis yang digunakan dalam esterifikasi dapat berupa katalis asam atau katalis basa. Dengan katalis asam reaksi esterifikasi merupakan reaksi yang reversibel (Fessenden dan Fessenden, 1986).

Esterifikasi adalah suatu reaksi ionik, yakni gabungan dari reaksi adisi dan reaksi penataan ulang eliminasi (Endo dan Kenshiro, 1997).

Reaksi lain sering juga dilakukan untuk membentuk ester yang asam lemaknya diubah terlebih dahulu dalam bentuk asil klorida dengan melakukan reaksi klorinasi dengan menggunakan SOCl ataupun PCl3.

Ini dilakukan untuk menambah kesensitifan gugus fungsi yang ada dalam molekul, kemudian asil klorida yang terbentuk direaksikan dengan asamnya atau garamnya.

(25)

11 Asil klorida adalah zat pengasilasi yang sangat reaktif dan bereaksi sangat cepat dengan amin. Untuk alkohol, biasanya digunakan piridin sebagai katalis. Katalis piridin pada awalnya melibatkan pembentukan ion asil piridinium, yang kemudian bereaksi dengan alkohol. Piridin merupakan nukleofil yang lebih baik dibanding alkohol netral, tetapi ion asil piridinium bereaksi lebih cepat dengan alkohol daripada dengan klorida asam. Adakalanya piridin diganti dengan tridodekil amin untuk mengurangi sifat karsinogenik, namun pada dasarnya prinsipnya adalah sama (Carey dan Sundberg, 1990; Brahmana, 1998).

Proses esterifikasi asam abietat dalam getah pinus sangat lambat bila dibandingkan dengan asam-asam lain disebabkan adanya gugus asam kuartener dalam molekul. Menurut laporan Susilowati (2001), proses esterifikasi getah pinus atau rosin dengan sorbitol dapat dilakukan pada suhu 150 – 310 0C selama 1 – 20 jam atau pada suhu 240 - 290 0C selama 4 - 9 jam. Jumlah katalis yang digunakan dalam proses esterifikasi bervariasi dari 0.1 hingga 10 persen dari getah pinus atau rosin.

Asam karboksilat dapat dikonversi menjadi ester menggunakan beragam alkohol, bobot jenis alkohol menentukan titik lunak ester. Gliserol dan pentaerithritol adalah jenis alkohol yang biasa digunakan untuk esterifikasi. Metanol dan tri-etilen-glikol digunakan untuk menghasilkan titik lunak ester rendah. Pada Gambar 3 dan 4 dapat dilihat proses reaksi pembentukan ester secara umum dan reaksi gondorukem dengan gliserol dalam pembentukan ester.

Asam Alkohol Ester Air Gambar 3. Reaksi Pembentukan Ester (Donker, 1999)

(26)

12 CH3 CH3 CH3 CH3 O C--OH C--OH CH CH2 O CH3 C--OH CH3 O CH2 CH3 CH3 CH3 CH3 CH3 CH3 O O O - C--O-C--O--CH -CH2 CH2 H - O H - O H - O

Gondorukem Gliserol Gliserol Ester Air Gambar 4. Pembentukan Gliserol Ester dari Gondorukem dan Gliserol

(Donker, 1999)

C. Katalis KOH

Katalis yang dapat digunakan dalam reaksi esterifikasi adalah katalis asam atau katalis basa. Namun penggunaan katalis basa di industri lebih luas daripada katalis asam. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa katalis basa memberikan hasil reaksi yang lebih cepat dibandingkan katalis asam (Freedman et al.,1986). Selain itu, katalis basa bersifat tidak korosif dibandingkan katalis asam.

Kalium hidroksida (KOH) dikenal juga dengan nama kaustik soda, dan potasium hidrat. KOH memiliki bentuk yang beragam, yaitu berupa kristal putih, flake, batangan atau pelet. Beberapa sifat fisik dari KOH dapat dilihat pada Tabel 5.

(27)

13 Tabel 5. Sifat Fisik KOH

Sifat Fisik Besaran Nilai

Titik leleh, 0C 360

Titik didih, 0C 1320

Densitas, g cm-3 2.04

Kelarutan dalam air Tinggi

Sumber: msds.ox.ac.uk, 2008

D. Gliserol

Gliserol, C3H8O3, atau yang dikenal juga dengan nama gliserin, 1,2,3-hidroksipropan, atau 1,2,3-propanatriol merupakan jenis triol yang paling sederhana. Gliserol terdapat dalam seluruh lemak dan minyak alami dalam bentuk fatty ester. Gliserol merupakan senyawa yang memegang peranan penting dalam perkembangan industri obat-obatan, cat, pelumas, resin, semen, kosmetik, sabun mandi, kulit sintetik, tembakau, dan lain-lain (msds.ox.ac.uk, 2008). Sifat-sifat fisik dari gliserol dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Sifat Fisik Gliserol

Sifat Fisik Besaran Nilai

Bobot molekul, g/gmol 92.09

Titik leleh, 0C 18.17

Titik didih, 0C 290

Densitas pada 25 0C, g/cm3 1.261

Tegangan permukaan pada 20 0C, dyne/cm

63.4

Viskositas pada 200C, cp (100% gliserol)

1499

Panas spesifik pada 260C,cal/g (99.94% gliserol)

0.5779

Sumber: msds.ox.ac.uk, 2008

Gliserol mempunyai sifat mudah larut dalam air, meningkatkan viskositas larutan, mengikat air dan menurunkan aw. Gliserol dihasilkan

(28)

14 sebagai produk samping dalam pembuatan sabun dan asam lemak dengan sistem saponifikasi atau hidrolisis (Lindsay, 1985).

Gliserol memegang peranan dalam beberapa industri terutama industri alkil resin, sedangkan manufaktur cellophane menduduki posisi kedua. Industri pembuatan gliserol nitrat juga merupakan konsumen gliserol yang penting. Jika diklasifikasikan, industri yang melibatkan gliserol dapat dibagi menjadi beberapa industri, yaitu industri makanan, obat-obatan dan kosmetik, tembakau, pelumas, dan lain-lain (chemical-engineering-design.com, 2008).

E. Perekat

Salomon dan Schonlau (1951) menyatakan bahwa perekat adalah bahan yang mampu menyambungkan atau menyatukan kedua permukaan benda yang terpisah sehingga mempunyai kekuatan yang memadai saat dikenai beban tertentu. Wake (1976) mendefinisikan perekat sebagai bahan yang mampu menyatukan benda sejenis atau tidak sejenis melalui ikatan atau sentuhan permukaan dan menjadikan benda tersebut memiliki sifat tahan terhadap usaha pemisahan.

Perekat digunakan untuk mengikat aneka komponen struktur tertentu secara efektif dan mudah, terlebih bila pemakaian teknik penyambungan (solder, paku, sekrup) mengakibatkan distorsi, korosi, serta kerusakan lainnya. Pemanfaatan perekat dapat meningkatkan biaya untuk beberapa hal berikut (Shield, 1970).

1. Bahan yang akan direkat berbeda satu sama lain seperti kombinasi logam, karet, plastik, busa, kayu, keramik, gelas dan lain-lain.

2. Bahan yang akan disambungkan bersifat peka panas, misalnya gelas, bahan magnetik-akrilik, polistiren, bahan berbentuk sarang lebah (alumunium, enamel porselen), bahan penukar panas, laminat lapis (plywood, vinil-baja, plastik) dan laminat inti (dinamo listrik, trafo, motor).

3. Bahan yang direkat merupakan bahan yang diperkuat (reinforced structure) seperti panel dinding, onderdil mobil, partisi ruangan, dan onderdil pesawat.

(29)

15 4. Bahan yang direkat berupa sambungan dan satuan pipa, enkapsulasi, tanki, instrumentasi (listrik, mekanik, optik), lembaran tipis dan bahan-bahan yang harus direkat secara tepat seperti pada kamera maupun arloji.

Penggunaan perekat memberikan beberapa keuntungan, antara lain mampu menyambungkan bahan dengan modulus dan ketebalan yang berbeda, memudahkan penyambungan dan pabrikasi bentuk-bentuk rumit serta dapat menyambungkan banyak komponen sekaligus. Perekat juga dapat meminimumkan penambahan bobot bahan-bahan yang disatukan sekaligus menyeragamkan distribusi tegangan secara merata. Beberapa perekat bahkan tahan terhadap kelembaban, bahan kimia, panas, dan kedap terhadap listrik serta suara (Suhud, 2004).

Berdasarkan cara mengerasnya, perekat dapat digolongkan atas dua golongan, yaitu perekat termoplastik dan perekat termoset. Perekat termoplastik adalah perekat yang mengeras dalam keadaan dingin dan akan melembek jika dipanaskan, sedangkan perekat termoset adalah perekat yang mengeras bila dipanaskan dan akan tetap mengeras bila didinginkan (Shield, 1970). Getah pinus ester termasuk dalam perekat termoplastik karena mengeras dalam keadaan dingin dan melembek jika dipanaskan.

F. Mekanisme Perekatan

a. Teori Perekatan

Peristiwa perekatan tidak terlepas dari adanya pengaruh gaya elektron pada bahan-bahan yang saling direkat. Gaya elektron tersebut dikenal sebagai Gaya Van der Waals, yaitu gaya yang timbul karena konfigurasi elektron dari suatu molekul memungkinkan molekul tersebut untuk memiliki momen dipole secara instan walaupun molekul tersebut tidak memiliki momen listrik permanen. Momen dipole kemudian menyebabkan terbentuknya suatu momen dipole pada molekul lain dan melahirkan gaya tarik menarik melalui interaksi antara kedua dipole tersebut (Wake, 1976).

(30)

16 Gaya Van der Waals terjadi pada dua bahan yang tersusun dari materi yang sama dengan suhu yang sama pula. Bila bahan-bahan tersebut tersusun dari materi yang berbeda (contohnya dari fase padat dengan fase cair), maka akan terdapat gaya elektrostatik disamping gaya Van der Waals. Gaya elektrostatik tersebut dibangkitkan melalui mekanisme electrical charge pada kedua sisi bidang persentuhan, meski kedua bahan tersebut tidak mengalami pengisian listrik sebelum persentuhan terjadi. Electrical charge (pengisian listrik), sebagai mana gaya Van der Waals ditimbulkan oleh adanya perbedaan potensial elektron pada kedua sisi bahan yang bersentuhan (Wake, 1976).

Proses perekatan dengan menggunakan bahan perekat (adhesives) dapat dibedakan menjadi dua, yaitu perekatan mekanis (mechanical adhesion) dan perekatan spesifik (specific adhesion). Perekatan mekanis terjadi karena mengerasnya cairan perekat yang masuk ke dalam struktur bahan yang direkat, sedangkan perekatan spesifik terjadi karena adanya ikatan antara molekul perekat dengan molekul bahan yang direkat.

b. Teknik Perekatan

Manfaat perekat pada dasarnya adalah menyambungkan atau menyatukan dua buah bahan atau lebih secara optimal sehingga memadai bila dikenai beban tertentu. Untuk mendapatkan sambungan optimal dari bahan-bahan yang akan direkat, terdapat beberapa faktor yang harus diperhatikan. Faktor-faktor tersebut adalah jenis perekat, bahan yang akan disambung, penyiapan permukaan bahan yang akan disambung, suhu dan tekanan proses rekatan (curing), tebal lapisan perekat, jenis sambungan dan kondisi kerja serta lingkungan (Shield, 1970).

Jenis perekat yang digunakan harus sesuai dengan bahan yang akan direkat. Perekat yang tidak sesuai dengan bahan yang akan direkat dapat menyebabkan kerusakan baik pada sambungan maupun pada bahan yang direkat. Selain itu, bahan yang akan disambung sedapat mungkin selaras dengan perekatnya terutama dari segi kekuatan adhesif dan kohesifnya (Hartomo et al., 1992).

(31)

17 Kekuatan sambung atau rekatan antar bahan tidak hanya ditentukan oleh kohesifitas perekat atau bahan yang direkat, tetapi juga ditentukan oleh derajat kontak perekat dengan permukaan bahan yang direkat. Kekuatan rekat perekat dapat menurun drastis bila derajat kontak perekat-bahan rendah akibat keberadaan kotoran di permukaan bahan. Kotoran tersebut dapat dihilangkan melalui prosedur penyiapan permukaan bahan agar diperoleh derajat kontak perekat-bahan yang optimal. Penyiapan permukaan bahan dilakukan melalui penggunaan pelarut, amplas atau bahan lainnya (Shields, 1970).

(32)

18

III. METODE PENELITIAN

A. Alat dan Bahan

1.

Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain peralatan gelas (termometer, labu pisah, Erlenmeyer, gelas piala, gelas ukur, pipet tetes, beacker glass, tabung reaksi, pipet volumetrik, dan buret), sudip, magnetic stirrer, homogenizer untuk proses pengadukan pada saat esterifikasi, cutter, kardus, refraktometer untuk pengukuran indeks bias, piknometer untuk pengukuran bobot jenis, viskometer, dan timbangan analitik.

2.

Bahan

Bahan baku utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah getah Pinus merkusii yang telah mengalami proses pemisahan kotoran, pemanasan dan pencucian dengan asam yang berasal dari PT Perhutani Anugerah Kimia, anak PT Perhutani PGT Trenggalek. Katalis yang digunakan adalah KOH.

Bahan-bahan kimia yang digunakan untuk pengujian dan karakterisasi adalah larutan etanol teknis 95%, KOH, asam borat, asam oksalat, aquades, gliserol teknis, dan heksan.

B. Tata Laksana Penelitian

1.

Penelitian Pendahuluan

1.1. Karakterisasi Bahan Baku

Penelitian pendahuluan dilakukan dengan mengkarakterisasi bahan baku dengan melakukan beberapa uji, diantaranya warna, kelarutan dalam alkohol 90%, indeks bias, viskositas, dan bilangan asam. Prosedur analisis sifat fisiko kimia disajikan pada Lampiran 1.

(33)

19 1.2. Penentuan Waktu Esterifikasi

Pada penelitian pendahuluan dicari waktu yang efektif untuk proses esterifikasi menggunakan katalis basa (KOH). Tata laksana penentuan waktu esterifikasi dilakukan dengan metode sebagai berikut.

Getah pinus sebanyak 150 gram (0.5 mol) dipanaskan dalam gelas piala sampai suhu 100 0C kemudian ditambahkan katalis KOH 10% (w/w getah pinus) dan gliserol teknis 0.55 mol (nisbah perbandingan getah pinus dan gliserol adalah 1:1.1 mol). Larutan dipanaskan kembali sampai suhu 150 0C sambil diaduk. Proses esterifikasi dilakukan pada suhu 150 0C dan pengambilan contoh dilakukan setiap tiga jam dengan mengukur bilangan asam. Parameter penentuan waktu esterifikasi dikaji dari nilai bilangan asamnya.

2.

Penelitian Utama

2.1. Proses Esterifikasi

Pada penelitian utama dilakukan proses esterifikasi terhadap bahan baku getah pinus. Perlakuan yang diberikan pada proses esterifikasi adalah variasi konsentrasi katalis yakni 1%, 5% dan 10%, serta variasi mol gliserol pada katalis yang optimal untuk daya rekatnya.

Tata laksana penelitian utama yaitu bahan baku getah pinus ditimbang sebanyak 150 gram (0.5 mol), kemudian katalis KOH ditimbang sebanyak 1%, 5% dan 10 % (w/w) getah pinus. Perbandingan getah pinus dengan gliserol adalah (1:1.1 mol), (1:1.5 mol) dan (1:2 mol).

Getah pinus dipanaskan dalam gelas piala sampai suhu 100 0C kemudian ditambahkan katalis KOH dan gliserol yang telah dilarutkan. Larutan dipanaskan kembali sampai suhu 150 0C sambil diaduk. Proses esterifikasi dilakukan pada suhu 150 0C selama enam jam. Produk hasil esterifikasi dipisahkan menjadi dua bagian yaitu bagian A dan B. Bagian A di uji bilangan asam, ester dan kadar

(34)

20 gliserol bebas. Untuk bagian B pengujian yang dilakukan sama seperti bagian A, namun getah pinus hasil esterifikasi atau gondorukem ester tersebut dicuci terlebih dahulu untuk menghilangkan sabunnya. Proses pencucian dilakukan dengan melarutkan getah pinus ester menggunakan pelarut heksan, setelah larut dicuci menggunakan air. Diagram alir tahapan penelitian dan proses esterifikasi getah pinus dapat dilihat pada Gambar 5 dan 6.

2.2. Pembuatan Perekat dan Pengujian Daya Rekat

Getah pinus ester dilarutkan menggunakan pelarut heksan dengan perbandingan satu gram gondorukem dalam 2 ml heksan. Campuran diaduk sampai larut dan sedikit kental, kemudian perekat pun diuji tegangan gesernya untuk mengetahui kekuatan perekat tersebut. Kemampuan daya rekat identik dengan masa beban yang dibutuhkan untuk memisahkan dua bahan uji per sentimeter persegi luas bidang rekat. Uji tegangan geser dilakukan dengan cara mengoleskan perekat pada bahan uji (kardus) secara merata dengan luas bahan yang telah ditentukan, lalu bahan tersebut ditempelkan dan diberikan tekanan tanpa pemanasan. Setelah itu dibiarkan selama 24 jam sebelum dilakukan uji tegangan geser. Uji tegangan geser merupakan pengujian dengan menarik sampel pada arah horizontal atau searah dengan bidang permukaan rekatan (Shields, 1970).

(35)

21

Mulai

Karakterisasi Bahan Baku dan penentuan waktu reaksi

Proses Esterifikasi Getah pinus Menggunakan Konsentrasi Katalis KOH

(1,5, dan 10%)

Dibuat perekat dan ditentukan konsentrasi katalis yang paling baik dikaji dari

tegangan gesernya

Proses Esterifikasi getah pinus menggunakan mol gliserol

(1.1, 1.5, dan 2 mol)

Dibuat perekat dan ditentukan konsentrasi katalis dan mol gliserol terbaik dikaji dari

tegangan gesernya

Perekat yang terbaik

Selesai

(36)

22 Getah pinus (150 gram) Pengadukan dan pemanasan 100 0C Pengadukan dan pemanasan 150 0C Gliserol (0.55 mol) + Katalis

KOH (1, 5, dan 10 %)

Proses esterifikasi pada suhu 150 0C,6 jam

Produk ester (getah pinus ester)

Dibagi dua

B A

Analisis bilangan asam,

ester, dan gliserol bebas Dicuci sabunnya

Analisis bilangan asam, ester, dan

gliserol bebas

(37)

23

Getah pinus ester (A & B)

Dilarutkan dengan pelarut heksan (1 gr getah pinus ester

dilarutkan dalam 2 ml heksan)

Analisis tegangan geser

Selesai

Gambar 7. Diagram Alir Pembuatan Perekat

C. Analisis Data

Pada penelitian utama digunakan pendekatan statistik Rancangan Acak Kelompok Lengkap yang terdiri dari dua faktor yaitu konsentrasi katalis dengan tiga taraf yaitu 1%, 5%, 10 % dan mol gliserol dengan tiga taraf yaitu 1.1, 1.5 dan 2.0 mol. Menurut Mattjik dan Sumertajaya (2002), model matematika untuk statistik rancangan acak kelompok lengkap dapat dibuat seperti berikut.

Yij = μ + τi + βj + εijk Keterangan:

Yij = Nilai pengamatan pada perlakuan ke-i, dan kelompok ke-j, i = 1, 2, …, dan j = 1, 2, …

μ = Nilai rata-rata

τi = Pengaruh perlakuan ke-i Bj = Pengaruh kelompok ke-j

εijk = Pengaruh acak pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j

(38)

24

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Karakterisasi Bahan Baku

Bahan baku yang digunakan untuk pembuatan perekat adalah getah pinus (Pinus merkusii) yang telah mengalami proses pemisahan kotoran dan pencucian yang berasal dari PT Perhutani Anugerah Kimia yang selanjutnya disebut dengan gondorukem lunak (soft rosin). Getah Pinus merkusii tersebut dikarakterisasi sifat fisiko-kimianya yang meliputi penampakan, kelarutan dalam alkohol, viskositas dan bilangan asam. Hasil karakterisasi tersebut dibandingkan dengan gondorukem (hasil pengolahan getah pinus). Hasil karakterisasi sifat fisiko kimia bahan baku getah pinus dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Karakteristik Sifat Fisiko Kimia Bahan Baku Getah Pinus Karakteristik Nilai Bahan Baku

Penampakan Cairan bening agak kuning muda

Kelarutan dalam etanol 90%

Larut dengan perbandingan 1:1 ml

Bilangan asam 125,66

Viskositas (Cp) 8693,14

Tabel 10 menunjukkan bahwa secara visual penampakan getah pinus yang digunakan berupa cairan bening agak kuning muda. Menurut Kirk dan Othmer (1972), warna gondorukem dapat bermacam-macam, mulai dari kuning pucat sampai merah tua bahkan hampir hitam dengan sedikit warna merah.

Hasil karakterisasi menunjukan bahwa getah pinus dapat larut sempurna dalam alkohol dengan perbandingan 1:1 ml, artinya satu gram getah pinus larut dalam satu mili liter alkohol. Getah pinus larut pada larutan alkohol, eter, benzene, dan kloroform (Susilowati, 2001).

Bilangan asam yang didapatkan dari hasil karakterisasi memiliki nilai sebesar 125.66. Nilai tersebut tidak masuk dalam standar persyaratan umum

(39)

25 gondorukem berdasarkan SNI 01-5009-12-2001 yaitu sebesar 160-190. Menurut Ketaren (1986) bilangan asam dapat menunjukkan tingkat kerusakan bahan yang disebabkan adanya proses hidrolisa.

Dari hasil karakterisasi bilangan asam tersebut, dapat disimpulkan bahwa bahan baku telah mengalami kerusakan dan tidak dapat dimanfaatkan sebagai gondorukem. Namun dari hasil karakterisasi, viskositas getah pinus memiliki nilai sebesar 8693.14 cp. Tingginya nilai viskositas getah pinus dan sifatnya yang lengket jika disentuh menunjukkan bahwa getah pinus tersebut dapat diproses menjadi produk perekat, sehingga dapat meningkatkan nilai tambah getah pinus tersebut.

B. Penentuan Waktu Reaksi Esterifikasi

Penentuan waktu reaksi esterifikasi dilakukan pada suhu yang rendah menggunakan katalis basa (KOH). Waktu esterifikasi ditentukan dengan melakukan proses esterifikasi pada suhu 150 0C menggunakan katalis 10% (w/w) getah pinus dan alkohol yang digunakan adalah gliserol. Perbandingan mol getah pinus dan mol gliserol yang digunakan dalam penentuan waktu esterifikasi adalah (1):(1.1). Parameter yang dikaji adalah bilangan asam yang diukur setiap tiga jam waktu esterifikasi dengan asumsi nilai bilangan asam akan berkurang berdasarkan lamanya reaksi dan diduga asam tersebut bereaksi membentuk senyawa ester. Hasil pengukuran bilangan asam untuk penentuan waktu esterifikasi dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8 menunjukkan bilangan asam yang bervariasi pada setiap tiga jam waktu esterifikasi selama 12 jam. Gambar tersebut menunjukkan nilai bilangan asam pada waktu 0 jam, 3 jam, 6 jam, 9 jam dan 12 jam adalah 36.53, 33.82, 31.94, 28.92, dan 27.31.

(40)

26 Gambar 8. Hasil Pengukuran Bilangan Asam Setiap Tiga Jam

Proses yang dilakukan pada waktu 0 jam (to) adalah pemanasan getah pinus hingga suhu 100 0C, kemudian ditambahkan larutan gliserol dengan katalis KOH dan dilanjutkan pemanasan hingga suhu 150 0C. Waktu 0 jam (to) menunjukkan bilangan asam sebesar 36.53. Hal tersebut menunjukkan bahwa terjadi penurunan bilangan asam dari getah pinus yaitu 125.66 menjadi 36.53 saat pemanasan getah pinus dengan gliserol dan katalis KOH pada saat suhu mencapai 150 0C. Penurunan bilangan asam getah pinus dalam proses esterifikasi disebabkan oleh gugus karboksil asam resin bereaksi dengan gliserol membentuk ikatan ester. Atom H sebagai pembawa sifat asam dari gugus karboksil asam resin berikatan dengan gugus OH dari gliserol sehingga menyebabkan jumlah atom H dalam resin berkurang dan berdampak terhadap penurunan bilangan asam dari getah pinus (Wati, 2005).

Reaksi esterifikasi terjadi saat asam resin (dalam getah pinus) bereaksi dengan alkohol. Reaksi esterifikasi menjadi lebih cepat dengan penambahan katalis dan peningkatan suhu. Gambar 8 Waktu reaksi yang semakin lama dapat menurunkan bilangan asam. Menurut Silitonga et al (1973), salah satu parameter kualitas gondorukem hasil pengolahan getah pinus adalah warna. Oleh sebab itu dalam menentukan waktu esterifikasi digunakan parameter bilangan asam dan warna getah pinus yang dihasilkan. Produk getah pinus ester pada waktu 0 jam, 3 jam, 6 jam, 9 jam dan 12 jam menghasilkan penampakan yang berbeda-beda. Semakin lama waktu proses esterifikasi menghasilkan warna getah pinus ester yang kuning kecoklatan sampai gelap.

0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00 40.00 0 3 6 9 12 Bi lan gan A sam

Waktu Sampling (Jam)

(41)

27 Pada waktu 6 jam warna getah pinus ester masih kuning kecoklatan, ketika proses esterifikasi dilanjutkan sampai dengan waktu 9 jam dan 12 jam warna getah pinus ester berubah menjadi lebih gelap. Susilowati (2001) melakukan esterifikasi getah pinus dengan gliserol pada suhu 270 – 290 0C selama enam jam. Berdasarkan hasil tersebut dan mengacu pada penelitian Susilowati (2001) maka ditentukan waktu esterifikasi selama enam jam.

Hasil analisa sidik ragam (Lampiran 3) menunjukkan bahwa waktu reaksi berpengaruh nyata terhadap bilangan asam. Hal tersebut ditujukkan dengan nilai interaksi waktu reaksi terhadap bilangan asam kurang daripada 0.05 atau p < 0.05.

C. Esterifikasi Menggunakan Variasi Konsentrasi Katalis

Proses esterifikasi getah pinus sangat lambat disebabkan adanya gugus asam kuartener dalam molekul getah pinus sehingga penggunaan katalis bertujuan untuk mempercepat reaksi. Menurut Susilowati (2001) proses estrifikasi getah pinus menggunakan konsentrasi katalis antara 0.1 hingga 10 persen (w/w) dari getah pinus. Pada penelitian ini, proses esterifikasi menggunakan konsentrasi katalis KOH 1%, 5% dan 10% (w/w) dari bobot getah pinus (soft rosin) setelah dilakukan penentuan waktu esterifikasi.

Proses esterifikasi diawali dengan menimbang 150 gram getah pinus, dilanjutkan dengan pemanasan sampai dengan suhu 100 0C sambil diaduk. Pemanasan bertujuan untuk menurunkan viskositas getah pinus agar mudah larut dan cepat bereaksi dengan gliserol, sedangkan pengadukan dilakukan supaya pemanasan lebih merata. Penambahan katalis KOH (1%, 5% dan 10%) dan gliserol (1.1 mol) dilakukan secara bersamaan sedikit demi sedikit untuk mencegah penurunan suhu yang signifikan karena ketika campuran KOH dan gliserol ditambahkan suhu menjadi turun karena bersifat endoterm. Proses esterifikasi dilakukan pada suhu 150 0C selama enam jam.

Getah pinus ester yang dihasilkan dibagi menjadi dua bagian yaitu getah pinus ester tanpa perlakuan pencucian (sebelum dicuci) dan getah pinus ester dengan perlakuan pencucian (sesudah dicuci). Getah pinus ester tanpa perlakuan pencucian (sebelum dicuci) adalah getah pinus ester yang langsung

(42)

28 diuji bilangan asam, bilangan ester dan kadar gliserol bebasnya tanpa dicuci terlebih dahulu. Sedangkan getah pinus ester dengan perlakuan pencucian (sesudah dicuci) adalah getah pinus ester yang mengalami pencucian terlebih dahulu, setelah itu diuji bilangan asam, bilangan ester dan kadar gliserolnya. Pencucian dilakukan dengan cara getah pinus ester dilarutkan dalam pelarut heksan, setelah larut dicuci menggunakan air. Pencucian bertujuan untuk membersihkan getah pinus ester dari kotoran dan senyawa lain yang tidak diinginkan serta mengkaji apakah ada perbedaan kekuatan rekatnya. Hasil uji bilangan asam, ester dan gliserol bebas getah pinus ester dapat dilihat pada Gambar 10, 11 dan 12.

1. Bilangan Asam

Bilangan asam menunjukkan banyaknya kalium hidroksida dalam miligram untuk menetralkan satu gram lemak yang terkandung dalam senyawa getah pinus ester. Salah satu parameter terjadinya reaksi esterifikasi adalah bilangan asam dengan asumsi bahwa asam yang terkandung dalam suatu bahan akan bereaksi membentuk ester dan air. Reaksi esterifikasi berlangsung lambat dan dapat balik (reversible) (Fessenden dan Fessenden, 1986). Persamaan reaksi esterifikasi secara umum dapat dilihat pada Gambar 9.

RCOOH + ROH --- RCOOR + H2O Asam karboksilat Alkohol Ester Air

Gambar 9. Reaksi Esterifikasi Asam Karboksilat dengan Alkohol (Donker, 1999)

Bilangan asam esterifikasi getah pinus dengan konsentrasi katalis KOH 1, 5, dan 10% dapat dilihat pada Gambar 10. Gambar 10 menunjukkan bahwa bilangan asam yang diuji menghasilkan nilai yang bervariasi. Getah pinus ester dengan katalis 1% yang telah dicuci memiliki nilai bilangan asam yang tertinggi yaitu 136.33, sedangkan bilangan asam terendah ditujukkan oleh getah pinus ester dengan katalis 10% yang telah dicuci dengan nilai 31.94. Nilai bilangan asam getah pinus ester yang telah dicuci rata-rata lebih tinggi dibandingkan dengan

(43)

29 getah pinus ester yang belum dicuci terkecuali pada katalis 10%. Hal tersebut disebabkan pada getah pinus ester yang belum dicuci masih terdapat sabun, kotoran dan senyawa yang lain sehingga asam dalam getah pinus ester konsentrasinya lebih kecil dibandingkan getah pinus ester yang telah dicuci. Selain itu adanya proses hidrolisis ketika pencucian dapat meningkatkan nilai bilangan asam. Menurut Ketaren (1986), reaksi hidrolisis terjadi karena terdapatnya sejumlah air dalam minyak atau lemak.

Gambar 10. Grafik Bilangan Asam Getah Pinus Ester Katalis 1, 5, dan 10%

Bilangan asam pada katalis 1% sebelum dicuci lebih rendah dibandingkan dengan katalis 1% sesudah dicuci. Hal tersebut disebabkan pada katalis 1% sebelum dicuci masih terdapat kotoran dan senyawa lain sehingga konsentrasi asamnya lebih kecil dibandingkan dengan katalis 1% sesudah dicuci. Selain itu sifat reaksi esterifikasi yang dapat balik (reversible) dengan adanya air. Hal ini juga terjadi pada katalis 5%.

Berbeda dengan katalis 1% dan 5%, bilangan asam pada katalis 10% sebelum dicuci lebih tinggi dibandingkan dengan bilangan asam sesudah dicuci. Hal tersebut disebabkan terjadinya reaksi kesetimbangan dan berlebihnya katalis KOH sehingga pada saat pencucian, kotoran dan KOH berlebih ikut larut dengan pelarut serta ada sebagian asam yang bersifat polar juga ikut larut dan terbuang. Akibatnya konsentrasi asam sesudah dicuci lebih kecil dibandingkan sebelum dicuci.

0 20 40 60 80 100 120 140 160

Sesudah Dicuci Sebelum Dicuci

Bi lan gan A sam Katalis KOH 1% Katalis KOH 5% Katalis KOH 10%

(44)

30

2. Ester

Grafik bilangan ester dalam esterifikasi getah pinus dengan konsentrasi katalis KOH 1, 5, dan 10% dapat dilihat pada Gambar 11. Gambar tersebut menunjukkan bahwa nilai ester yang diuji menghasilkan nilai yang bervariasi dengan rentang 14.00-39.02. Getah pinus ester dengan katalis 1 % tanpa pencucian (sebelum dicuci) memiliki nilai ester yang tertinggi dibandingkan dengan yang lainnya yaitu sebesar 39.02. Nilai ester untuk getah pinus ester dengan katalis 5 dan 10 % tanpa pencucian (sebelum dicuci) adalah 23.10, dan 14.00, sedangkan untuk getah pinus ester dengan katalis 1, 5 dan 10 % yang mengalami pencucian (sesudah dicuci) adalah 33.79, 31.75 dan 24.92.

Gambar 11. Grafik Bilangan Ester Getah Pinus Ester Katalis 1, 5, dan 10%

Katalis 1 % yang mengalami pencucian (sesudah dicuci) memiliki nilai ester yang lebih rendah dibandingkan dengan getah pinus ester tanpa pencucian (sebelum dicuci). Hal ini disebabkan belum maksimalnya proses esterifikasi atau reaksi belum mencapai kesetimbangan karena konsentrasi katalis yang digunakan terlalu kecil sehingga pada saat pencucian ada sebagian ester yang kembali menjadi asam. Hal tersebut dapat dilihat pada bilangan asam katalis 1% sesudah cuci yang tinggi.

Berbeda dengan katalis 1 %, katalis 5 % dan 10 % yang mengalami pencucian (sesudah dicuci) memiliki nilai ester yang lebih tinggi dibandingkan dengan getah pinus ester tanpa pencucian (sebelum dicuci). Hal tersebut disebabkan pada katalis 5 dan 10 % tanpa pencucian

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45

Sesudah Dicuci Sebelum Dicuci

Bi lan gan E st er Katalis KOH 1% Katalis KOH 5% Katalis KOH 10%

(45)

31 (sebelum dicuci) masih terdapat senyawa-senyawa bukan ester seperti sabun, asam, grup hidroksil dan senyawa lainnya sehingga ester dalam produk tanpa pencucian (sebelum dicuci) konsentrasinya lebih kecil dibandingkan dengan produk getah pinus ester yang telah mengalami pencucian (sesudah dicuci).

Gambar 11 juga menunjukkan bahwa katalis berpengaruh terhadap bilangan ester karena semakin tinggi konsentrasi katalis yang digunakan, ester yang terbentuk semakin kecil. Hal tersebut menunjukan bahwa asam yang bereaksi hanya membentuk sebagian kecil ester dan kemungkinan telah mencapai reaksi kesetimbangan sehingga tidak terjadi lagi reaksi esterifikasi walaupun waktu proses ditambah. Pada reaksi esterifikasi tidak semua asam terkonversi menjadi ester, ada beberapa asam dan grup hidroksil yang tidak bereaksi (Susilowati, 2001).

Bilangan ester sangat berhubungan dengan bilangan asam, ketika bilangan ester naik maka bilangan asamnya turun. Berdasarkan asumsi nilai asam turun dikarenakan asam bereaksi membentuk ester dengan adanya alkohol (Gambar 9).

3. Gliserol Bebas

Grafik nilai gliserol bebas esterifikasi getah pinus dengan konsentrasi katalis 1, 5, dan 10% dapat dilihat pada Gambar 12. Gambar tersebut menunjukkan bahwa getah pinus ester dengan katalis 10% tanpa pencucian (sebelum dicuci) memiliki nilai gliserol bebas sebesar 0.5, sedangkan getah pinus ester lainnya tidak memiliki nilai atau nol. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada katalis 1 dan 5% tidak ada gliserol bebas atau gliserol yang ditambahkan bereaksi semua, sedangkan katalis 10% masih terdapat gliserol sebesar 0.5 yang tidak ikut bereaksi. Menurut SNI gliserol (2001), nilai gliserol menunjukan banyaknya gliserol yang tidak ikut bereaksi membentuk ester.

(46)

32 Gambar 12. Grafik Nilai Gliserol Bebas Getah Pinus Ester Katalis 1, 5, dan 10 %

Berdasarkan asumsi, gliserol bereaksi dengan asam-asam resin dalam getah pinus membentuk ester. Ini menunjukkan bahwa bilangan ester sangat berhubungan dengan kadar gliserol bebas, ketika bilangan ester naik maka kadar gliserol bebasnya turun dan begitu pun sebaliknya. Hal tersebut dapat dilihat dengan membandingkan nilai bilangan ester pada Gambar 11 dengan nilai gliserol bebas pada Gambar 12. Pada Gambar 11 bilangan ester yang paling rendah adalah getah pinus ester katalis 10% tanpa perlakuan pencucian (sebelum dicuci), sedangkan pada Gambar 12 getah pinus ester katalis 10% tanpa perlakuan pencucian (sebelum dicuci) memiliki kadar gliserol bebas yang paling tinggi dibandingkan dengan yang lainnya dan hal ini sesuai dengan asumsi yang ada.

D. Pembuatan Perekat

Pembuatan perekat dilakukan dengan melarutkan getah pinus ester dengan pelarut heksan dengan perbandingan satu gram getah pinus ester dilarutkan dalam 2 ml heksan. Heksan digunakan karena mudah menguap, sehingga ketika perekat dioleskan maka akan terjadi penguapan pelarut dan terjadi pengerasan pada struktur bahan yang direkatkan. Menurut Shields (1970), untuk mendapatkan sambungan optimal dari bahan-bahan yang akan direkat, terdapat beberapa faktor yang harus diperhatikan. Faktor-faktor tersebut adalah jenis perekat, bahan yang akan disambung,

0 0.5 1 1.5 2 Sesudah Dicuci Sebelum Dicuci Kada r Gl isero l Katalis KOH 1% Katalis KOH 5% Katalis KOH 10%

(47)

33 persiapan permukaan bahan yang akan disambung, suhu dan tekanan, proses rekatan (curing), tebal lapisan perekat, jenis sambungan dan kondisi kerja serta lingkungan.

Dalam pengujian, perekat dioleskan pada bahan uji yang telah dibersihkan dari kotoran. Pengolesan perekat pada permukaan bahan uji dilakukan secara merata dan tipis. Apabila perekat tidak merata pada permukaan bahan uji maka pada bagian yang tidak terdapat perekat akan sulit untuk menyatu. Bahan uji tersebut kemudian direkatkan dan diberikan sedikit tekanan. Perekat berbahan baku getah pinus ester termasuk dalam perekat termoplastik yaitu perekat yang mengeras dalam keadaan dingin dan akan melembek jika dipanaskan (Shield, 1970). Untuk itu bahan uji tersebut didiamkan selama 24 jam untuk proses rekatan (curing) dan diuji kekuatan rekatnya dengan uji tegangan geser.

1. Tegangan Geser

Tegangan geser ditentukan oleh kemampuan yang dimiliki perekat untuk menahan dua bahan uji agar tetap menyatu. Kemampuan tegangan geser identik dengan massa beban yang dibutuhkan untuk memisahkan dua bahan uji per sentimeter persegi luas bidang perekatan. Bahan uji yang digunakan sebagai contoh adalah kardus. Jumlah perekat yang dioleskan pada uji tegangan geser, berbanding lurus terhadap luas permukaan bahan uji. Nilai tegangan geser katalis 1, 5, dan 10 % dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13 menunjukkan nilai tegangan geser yang bervariasi. Pada perekat dengan kode B11 nilai tegangan geser bersifat turun dan naik. Pada luas 1 cm2 kekuatan rekat B11 sebesar 637.39 gr/cm2, kemudian turun menjadi 518.74 pada luas 2 cm2 dan naik lagi pada luas 4 cm2 menjadi 1123. Turunnya tegangan geser pada luas permukaan 2 cm2 tersebut disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor tersebut adalah tebal lapisan perekat karena tidak meratanya lapisan perekat dapat menurunkan daya rekatnya dan proses perekatan yang kurang sempurna dimana masih terdapat sisa pelarut dalam perekat. Hampir sama dengan

(48)

34 perekat B11, perekat B21 juga memiliki nilai yang turun dan naik berdasarkan Gambar 13.

Pada saat perekat kode B12 digunakan, perekat yang berada di bagian pinggir bahan uji (bagian yang berinteraksi dengan udara) terlalu cepat mengering. Pengeringan yang terlalu cepat itu menyebabkan perekat yang berada di bagian tengah tidak dapat mengering dengan sempurna karena jalur penguapan untuk pelarut sudah tertutup oleh perekat yang sudah mengering. Adanya pelarut yang tersisa dalam perekat menyebabkan perekat tidak dapat berfungsi dengan baik.

Perekat kode B22 memiliki kekuatan rekat yang semakin meningkat seiring dengan bertambahnya luas permukaan yang diuji. Hal tersebut sesuai dengan asumsi bahwa semakin luas permukaan maka semakin banyak perekat yang berinteraksi dengan permukaan bahan uji sehingga kekuatan rekatnya pun meningkat. Menurut Salomon dan Schonlau (1951) perekat adalah bahan yang mampu menyambungkan atau menyatukan kedua permukaan benda yang terpisah sehingga mempunyai kekuatan yang memadai saat dikenai beban tertentu.

Perekat kode B31 dan B32 memiliki kekuatan rekat yang sama yaitu hampir mendekati nol. Hal tersebut disebabkan ketika digunakan kedua perekat tersebut tidak mengalami proses hardening atau pengerasan, bahkan setelah didiamkan selama 24 jam untuk proses curing atau perekatan kedua perekat tersebut tetap tidak mengalami pengerasan.

Gambar 13 menunjukkan bahwa perekat berbahan dasar getah pinus ester yang telah dicuci dan diproses dengan katalis 5% dengan kode B22 dapat menghasilkan daya rekat yang lebih baik dibandingkan perekat lainnya. Hal tersebut berdasarkan nilai tegangan geser yang berkorelasi positif terhadap luas permukaan.

Gambar

Tabel 3. Komponen dan Kandungan Kimia dalam Gondorukem (%)
Gambar 2. Struktur Molekul Asam-asam Resin dalam Gondorukem  (Donker, 1999)
Tabel 6. Sifat Fisik Gliserol
Gambar 5. Diagram Alir Tahapan Penelitian
+4

Referensi

Dokumen terkait

selaku Pembimbing Teknis di PT Caterpillar Indonesia yang telah membimbing Saya selama pelaksanaan skripsi, atas bantuan dan kerjasamanya saya ucapkan terima kasih, yang

Dampak Health-Related Quality Of Life (HRQOL) pada penderita gagal jantug diperkirakan memiliki dampak yang lebih besar daripada HRQOL dari penyakit kronis lainnya

Pengujian hipotesis ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh yang signifikan antara kreativitas guru dalam penggunaan media visual dan kreativitas guru dalam

[r]

Although it is clear that many employees (especially new hires and employees in downsizing organizations) feel their psychological contracts have not been fully met, the research

Kiyosaki dalam Buku Rich Dad’s Prophecy 5 Jika Anda secara finansial tidak terdidik, dan tidak mempunyai keinginan untuk menjadi diri.. Anda terdidik secara finansial…maka

Pada form informasi Favourite Facility (Gambar 9), staf dapat mengetahui fasilitas yang paling sering digunakan oleh customer selama menginap di hotel sesuai dengan bulan dan

Namun, masih terdapat penyebab lainnya seperti banyaknya faktor yang berpengaruh terhadap pilihan-pilihan yang ada, dengan beragamnya kriteria pemilihan dan jika pembuatan