2014
Laporan
Tahunan
Daftar IsI
Daftar
isi
2
Daftar
Singkatan
4
Pengantar
dari
Direktur
5
Kisah KB dan Tantangan Layanan Bagi Remaja
7
Dimana
Kami
Bekerja 8
Pendidikan
Seksualitas
Komprehensif
13
Mendukung
Ketersediaan
Layanan 18
Melibatkan Laki-laki dan Menghapus Kekerasan Terhadap
Perempuan
23
Menghapus Kekerasan Melalui Kebijakan
27
Melibatkan Remaja Secara Bermakna
31
Mewujudkan Perubahan Positif Melalui Aliansi
35
Catatan Setahun Membangun Kapasitas Bersama
39
Laporan
Keuangan
2014
42
Staff
43
Mitra
Kami
45
Mendorong Perubahan Melalui Penyebaran Informasi
47
Laporan ini dibuat dengan masukan dari staff dan mitra RutgersWPF Indonesia. Dikoordinasi dan disunting oleh
Monique Soesman Rinaldi Ridwan Ditulis oleh Andre Susanto Dahlia Nur E. Ira Savitri Ely Sawitri Farhanah Ismi Wulandari Lingga Putra Permana Nurul Agustina Ramona Sari Siska Dewi Noya Testia Fajar Fitriyanti Disain oleh activ design studio
Cover
Jeroen Van Loon
Dokumentasi RutgersWPF Indonesia RutgersWPF Indonesia office Jalan Pejaten Barat Raya No. 17B
Pejaten Barat, Pasar Minggu Jakarta Selatan Jakarta, Indonesia 12510 T.+62 21 7179 3709 / +62 21 7191 406 F.+62 21 718 0117 E-mail. [email protected] www.rutgerswpfindo.org facebook:
Daftar Singkatan
AIDS : Acquired Immune Deficiency Syndrome ASK : Access Services Knowledge CPD : Commission on Population and Development CSE : Comprehensive Sexuality Education DAKU : Dunia Remajaku Seru DIFFABLED/ DIFFABILITY : Differently abled / different abilities (current term for disabled/disabilities) GWL INA : Gaya Warna Lentera Indonesia HIV : Human Immunodeficiency Virus ICPD : International Conference on Population and Development ICPD PoA : International Conference on Population and Development Programme of Action IPPA : Indonesian Planned Parenthood Association LGBTI : Lesbian, Gay, Bisexual, Transgender, Intersex MDGs : Millenium Development Goals MFS II : Medefinancieringsstelsel II SGBV : Sexual and Gender Based Violence SIKOK : Sentra Informasi Orang Kito SRHR : Sexual and Reproductive Health and Rights PLHIV : People Living with HIV UFBR : Unite For Body Rights UNFPA : United Nations Population Fund UNGASS : United Nations General Assembly Special Session YFS : Youth Friendly Services STI : Sexually Transmitted InfectionMENGIsI 2014
DENGAN PENUH
WARNA-WARNI
Tahun 2014 adalah tahun yang sangat berwarna bagi Rutgers WPF Indonesia. Kami mengerjakan semua program yang sudah dimulai tahun-tahun sebelumnya dengan tetap penuh semangat. Kami merasakan keseluruhan program sudah mendapat bentuk idealnya. Misalnya dalam program ASK yang ditujukan untuk kesehatan remaja kami dapat pembelajaran baru dari riset operational yang dilakukan tahun ini, yang akan kami share di laporan ini. Untuk program MenCare+ yang berfokus kepada pelibatan laki-laki, kami mulai bekerjasama dengan sektor kesehatan. Bicara dalam semangat penuh warna, laporan ini akan berfokus pada tema ‘bekerja sama untuk menghapus kekerasan’ sebagai titik tolak. Warna lain kami hadirkan tahun ini dengan beberapa perubahan staf, termasuk dalam manajemen. Pergantian beberapa staf ini pada awalnya menuntut kami menyesuaikan diri. Namun dengan semangat yang ada tim Rutgers WPF Indonesia dengan cepat beradaptasi dan menjadi tim yang utuh dan solid lagi yang bekerja penuh dedikasi untuk hal hal yang ada dalam visi dan misi kami, yaitu mewujudkan masyarakat yang bebas dari segala bentuk kekerasan dan terpenuhinya hak atas kesehatan reproduksi dan seksualitas. Rutgers WPF Indonesia sebagai organisasi yang telah bekerja di Indonesia sejak 1997 dan memiliki keahlian di bidang pendidikan seksualitas berkomitmen untuk terus meningkatkan kualitas pendidikan khususnya pendidikan seksualitas dan reproduksi bagi anak dan remaja. Berbagai modul sudah kami hasilkan dan diadaptasi oleh pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya. Modul ini mulai dari modul untuk anak TK, SMA, difabel, lapas, dan yang paling terbaru adalah modul bagi pelajar SMP yakni SETARA (Semangat Masa Remaja). Selama 2014, kami masih melanjutkan pengajaran modul SETARA bagi pelajar SMP di empat provinsi yakni Jambi, Lampung, DKI Jakarta dan DI Yogyakarta. Kami sadar, informasi saja tidaklah cukup. Informasi perlu didukung dengan akses layanan kesehatan. Untuk kebutuhan inilah kami mulai menggandeng berbagai organisasi penyedia layanan kesehatan seksual dan reproduksi dan membuat system penyediaan layanan yang komprehensif bagi remaja, perempuan, dan kelompok marjinal lainnya. Untuk layanan kesehatan seksual dan reproduksi, kami bersama mitra mengadakan serangkaian pelatihan bagi tenaga kesehatan agar bisa mengintegrasikan layanan yang ramah remaja mulai dari konseling hingga tindakan. Kami juga bersama mitra mulai menyediakan layanan konseling laki-laki. Layanan ini disediakan khusus bagi laki-laki pelaku kekerasan. Di atas itu semua, semua program yang kami lakukan haruslah diperkuat dengan penelitian yang kuat maka tahun 2014 kami membuat penelitian yang berfokus kepada akses informasi remaja terkait seksualitas dan kesehatan reproduksi. Penelitian ini dilakukan di tiga provinsi dengan melibatkan remaja tak hanya sebagai subjek penelitian, namun juga sebagai peneliti itu sendiri. Hasil dari riset ini memperkuat program yang sedang kami lakukan agar lebih efisien dan efektif menjangkau remaja. Laporan tahunan ini adalah pembelajaran yang bisa digunakan bersama oleh berbagai pemangku kepentingan di Indonesia mulai dari pemerintah, akademisi, praktisi pembangunan, penyedia layanan kesehatan. Harapan kami, berbagai pembelajaran ini dapat menginspirasi dan menjadi refleksi kita demi mewujudkan Indonesia yang bebas dari kekerasan dan ramah bagi semua. Selamat membaca! Monique Soesman DirekturIndonesia adalah Negara yang diakui sebagai pelaksana keluarga berencana yang sukses pada periode orde baru. Indonesia pun pernah mendapatkan penghargaan global atas kesuksesan ini. Memang banyak sekali kritik terhadap pelaksanaan mulai dari pelaksanaannya yang menggunakan pemaksaan dan kekerasan terhadap perempuan oleh Negara, namun sebaliknya masih banyak kelompok yang belum dapat mengakses dengan baik. Hal ini terkendala karena lokasi geografis sebagai Negara kepulauan terbesar sedunia, konteks sosial budaya yang menabukan seksualitas, hingga perundang-undangan yang masih belum sepenuhnya menjamin akses kesehatan warga Negara tanpa diskriminasi.
Namun secara makro, Indonesia memiliki statistik cukup baik. tingkat kesuburan per perempuan pada 2012 adalah 2.37 anak yang memungkinkan untuk membentuk keluarga yang lebih sejahtera dan berkualitas, dan angka harapan hidup yang makin tinggi yakni 69,59 tahun untuk laki-laki dan 74,88 tahun untuk perempuan per estimasi tahun 2014.
Di sisi lain, Indonesia diproyeksikan akan memasuki masa bonus demografi pada tahun 2020 hingga 2030 dimana jumlah penduduk usia produktif 15 – 64 tahun atau sekitar 70% akan lebih besar dibandingkan jumlah penduduk usia muda di bawah 15 tahun dan lanjut usia di atas 65 tahun atau kelompok yang tergantung pada kelompok usia produktif. Kondisi ini mesti dipersiapkan sedini mungkin. Namun di sisi lain, bonus demografi ini dihadapkan dengan berbagai penghambat seperti masih tingginya angka kematian ibu, yakni 359 per kelahiran hidup (2013), masih legalnya pernikahan anak bawah umur, tingginya kekerasan terhadap perempuan yang menghambat perempuan untuk berkontribusi penuh terhadap pembangunan Remaja sebagai pengakses layanan kontrasepsi Remaja punya rasa ingin tahu serta dorongan seksual sebagai bagian dari masa pubertas. Rasa dan hasrat ini alamiah dan wajar pada seusianya, maka penting mendapatkan informasi dan layanan yang komprehensif. Data menunjukan sebanyak 11,3% remaja perempuan menikah di usia 10-15 tahun dan 32% menikah di usia 16-18 tahun. Selain itu, 36,2% dari kasus AIDS di Indonesia per maret 2014 berasal dari kelompok usia 15 – 29 tahun. Oleh sebab itu, membuka akses layanan yang komprehensif kepada remaja mulai dari informasi hingga layanan adalah hal yang mendesak. Saat ini sudah bermunculan berbagai lembaga yang menyediakan layanan bagi remaja yang belum terlayani dengan baik seperti remaja tidak menikah dan remaja berisiko tinggi baik dari lembaga non-pemerintah hingga klinik swasta. Namun berbagai inovasi ini masih perlu diadopsi oleh pemerintah untuk menjangkau seluruh remaja di Indonesia. Integrasi pelibatan laki-laki untuk menghapus kekerasan Meskipun KB di Indonesia sudah terbilang sukses, namun angka kematian ibu di Indonesia masih salah satu yang tertinggi di Asia Tenggara. Salah satu gap yang kami temukan adalah strategi penanggulangan kekerasan terhadap perempuan belum diintegrasikan dengan baik ke dalam layanan KB komprehensif. Di sisi lain, berbagai inovasi untuk melibatkan laki-laki juga mulai bermunculan. Berbagai penelitian menunjukan, lelaki yang terlibat aktif mulai dari pemeriksaan kehamilan, persalinan, hingga pengasuhan anak akan cenderung tidak melakukan kekerasan di dalam rumah tangga. Hal ini berkontribusi terhadap meningkatnya kesehatan Ibu dan Anak. Pendekatan yang kami gunakan Di dalam konteks ini, kami mempromosikan berbagai pendekatan untuk menyasar berbagai tantangan ini. Mulai dari penyediaan pendidikan seksualitas dan kesehatan reproduksi yang
11,3%
remaja perempuan
menikah di usia
10-15 tahun
32%
menikah di usia
16-18 tahun
36,2%
dari kasus AIDS
berasal dari
kelompok usia
15 – 29 tahun
KISAH KB DAN taNtaNGaN
LAYANAN BAGI REMAJA
Pendidikan seksualitas komprehensif – Melibatkan guru memberikan materi yang sesuai tren remaja
Pendidikan seksualitas komprehensif bagi anak dan remaja adalah keahlian utama kami yang telah dikembangkan sejak kami berkarya pertama kali di Indonesia. Sepanjang tahun 2014, upaya untuk membuka akses dan meningkatkan kualitas pendidikan seksualitas kami wujudkan melalui pelatihan bagi pendidik sebaya, guru, hingga membuka akses langsung melalui kanal elektronik dan gawai. Untuk memperkuat kapasitas pendidik dan pendidik sebaya, pada 3 – 6 April 2014 kami mengadakan lokakarya Heart Connection Tour dance4life dengan mengundang pelatih internasional dari Red Zebra Afrika Selatan. Sebanyak 20 peserta dari 11 organisasi dari pulau Sumatera, Jawa, dan Papua hadir dan siap menjadi agen perubahan di daerahnya masing-masing. Kemudian pada 9 – 12 Juni 2014 kami mengadakan Pelatihan Penyegaran Pendidikan Seksualitas yang Komprehensif mengundang para guru yang telah kami latih sebelumnya. Guru-guru ini telah menjadi pusat rujukan untuk modul yang telah kami buat sebelumnya yakni DAKU!, DAKU! Papua, Seru, Maju, Langkah Pastiku, Aku dan Kamu, hingga SETARA. Selama ini pengajar yang telah kami latih telah berhasil menerapkan program ini secara mandiri. Pelatihan penyegaran ini adalah upaya kami untuk terus mendukung pengajar yang selama ini berdedikasi tinggi mengajarkan pendidikan seksualitas kepada murid-muridnya. Namun pendidikan tidak bisa dibatasi dengan dinding kelas. Kami menyadari perkembangan teknologi komunikasi dan informasi adalah hal yang tak bisa dihindari. Selain beragam tantangan, teknologi komunikasi dan informasi modern juga menyediakan ruang dan kesempatan bagi kami untuk menjangkau remaja terutama yang berbasis komunitas, bukan sekolah. Pada 7 Desember 2014 kami meluncurkan portal yang menyasar remaja dan menyediakan pendidikan seksualitas komprehensif bagi remaja secara online di www.sobatask.net
HIGHLIGHts IN 2014
Tahun 2014 upaya Rutgers WPF difokuskan pada peningkatan
kualitas pendidikan seksualitas serta layanan kesehatan seksual
dan reproduksi, termasuk memulai tradisi melakukan intervensi yang
berbasis bukti (evidence-based intervention) melalui riset operasional.
Ini kami lakukan semata-mata agar investasi yang ditanamkan
mendatangkan manfaat yang sebesar-besarnya bagi remaja.
Menghapus kekerasan dengan kebaikan
Kekerasan hanya akan membuahkan kekerasan, dan diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Kekerasan bisa hadir dalam berbagai wajah. Dari mulai kekerasan fisik yang sangat kentara akibatnya, hingga kekerasan yang lebih subtil dan tidak disadari kehadirannya seperti pelanggaran hak remaja untuk memperoleh informasi dan layanan, hingga pembiaran ketika menyaksikan pelanggaran itu terus terjadi. Di tahun 2014 kami mengadakan lokakarya strategi komunikasi pada 24 – 26 Juni dengan mengundang mitra dan ahli-ahli komunikasi. Hasilnya adalah strategi kampanye 2014 yang akan difokuskan kepada dua kelompok: kelompok laki-laki dewasa dan remaja. Untuk kelompok laki-laki dewasa kami meluncurkan kampanye Laki-laki Peduli, yang menekankan keterlibatan dan kepedulian suami atau ayah pada fase-fase penting, sejak dari kehamilan, persalinan, hingga pengasuhan anak. Sementara untuk kelompok remaja kami meluncurkan kampanye #GenerasiJagoan yang ditujukan untuk menumbuhkan sensitivitas mereka terhadap kekerasan sejak dini, sekaligus untuk menghindari menjadi korban maupun pelaku kekerasan.
Untuk memperkuat kapasitas mitra dalam menganalisa secara tajam permasalahan kekerasan, kami menyelenggarakan kuliah umum yang diberikan oleh Michael Kaufman pada 7 November 2014. Michael Kaufman adalah penggagas kampanye Pita Putih yang bertujuan menghapus kekerasan terhadap perempuan, dewasa dan remaja, yang dimulai sejak tahun 1991 di Kanada hingga sekarang memiliki jangkauan global.
Sebagai tindaklanjutnya, pada 15 – 19 Desember 2014 kami mengadakan lokakarya mengundang berbagai ahli, termasuk dokter, akademisi, hingga profesional NGO. Lokakarya ini bertujuan untuk membangun sensitivitas sektor kesehatan untuk lebih sensitive terhadap isu kekerasan terhadap perempuan, serta mendorong laki-laki lebih peduli terhadap kesehatan perempuan khususnya selama kehamilan dan persalinan.
Kekerasan terhadap sesama juga terjadi manakala ada sekelompok orang yang disingkirkan dan hak-hak sipil-politiknya tidak dipenuhi hanya karena orientasi seksual dan identitas gendernya. Untuk itu, bertempat di Jakarta, pada 24 - 27 November 2014 kami mengadakan pelatihan pengarusutamaan keberagaman gender dan seksualitas. Pelatihan ini bertujuan untuk membangun sensitivitas organisasi mitra yang bekerja dengan kelompok ragam orientasi seksualitas dan identitas gender agar dapat memberikan layanan dan pendidikan sesuai kebutuhan. Hasilnya sebanyak 15 orang change maker dari masing-masing organisasi yang siap untuk mendorong reformasi kebijakan organisasi agar lebih sensitif dan ramah bagi kelompok ini. Merancang Strategi Berbasis Data
Kami percaya bahwa intervensi baru akan membuahkan hasil yang maksimal jika rancangannya didasarkan pada informasi dan data awal yang akurat. Karena itu setiap program yang kami implementasikan harus dimulai dengan baseline survey untuk dibandingkan dengan endline survey pada akhir periode. Dengan demikian perubahan yang direncanakan bisa diukur dan strategi bisa dinilai tepat-tidaknya.
Pada tahun 2014 kami mulai melakukan riset operasional yang tujuannya memastikan strategi yang diambil sesuai dengan kondisi di lapangan. Riset operasional pertama yang kami lakukan adalah mengenai pola pencarian dan akses remaja terhadap informasi kesehatan reproduksi dan seksualitas. Riset ini difokuskan di tiga provinsi yakni DKI Jakarta, DI Yogyakarta, dan JawaTimur. Hasilnya digunakan untuk mempertajam strategi implementasi oleh mitra. Riset ini juga memiliki keunggulan berupa pelibatan peneliti muda secara bermakna untuk menggali informasi dari rekan-rekan sebaya mereka terkait topik HKSR yang penting-kurang penting, disukai-kurang disukai, serta dari mana mereka biasanya mengakses informasi. Proses ini dimulai sejak semester pertama2014, dan hasilnya akan kami publikasikan untuk umum pada awal 2015.
kampanye
#GenerasiJagoan
yang ditujukan untuk
menumbuhkan sensitivitas
mereka terhadap kekerasan
sejak dini, sekaligus untuk
menghindari menjadi
korban maupun pelaku
kekerasan.
Dimana Kami Bekerja
DKI Jakarta Yogyakarta Jawa Tengah Jawa Timur Bali Sumatera Utara Lampung Riau JambiPapua Rutgers WPF Indonesia berdedikasi di bidang kesehatan reproduksi, seksualitas, dan hak asasi manusia. Kami melihat seksualitas manusia dan kesehatan reproduksi dalam kacamata yang positif untuk mewujudkan Indonesia yang bebas dari kekerasan. Rutgers WPF Indonesia bekerja sebagai organisasi perantara bagi pemerintah dan pemangku kepentingan di Indonesia dengan memberikan bantuan finansial dan teknis melalui transfer pengetahuan, mengembangkan dan mengimplementasikan intervensi kesehatan reproduksi, seksualitas, dan penanggulangan kekerasan berbasis gender dan seksualitas (SGBV) yang komprehensif, efektif & inovatif, berdasarkan pendekatan partisipatif, untuk mencapai tatanan sosial yang setara, adil dan menghargai hak asasi manusia terutama untuk anak, remaja, perempuan, dan kelompok marjinal lainnya.
selayang pandang
Rutgers WPF Indonesia
Pendidikan seksualitas Komprehensif:
MEMASTIKAN
KEMAMPUAN
REMAJA MENOLAK
KEKERASAN
Hampir setiap hari media menyajikan kepada kita
berbagai masalah yang dihadapi oleh remaja. Trafficking,
penyalahgunaan obat terlarang, kekerasan, hingga seks
dan aborsi tidak aman.
Data Badan Narkotika Nasional (BNN) tahun 2013 menyebut 22% dari sekitar 4 juta pengguna narkoba, atau sekitar 880 ribu orang, adalah remaja. Lebih lanjut, data Kementerian Kesehatan RI tahun 2014 menunjukkan hampir 50 persen pengidap HIV adalah kelompok remaja dan dewasa muda (15-29 tahun). Sementara itu, di level internasional UNFPA melansir pada 2008 bahwa sepertiga dari 200 juta kehamilan setiap tahun adalah kehamilan tidak dikehendaki, baik di kalangan perempuan yang menikah maupun yang tidak, dan 200 perempuan meninggal setiap hari akibat aborsi tidak aman. Di Indonesia belum ada angka yang bisa diandalkan untuk mengetahui besaran masalah yang sesungguhnya karena sensitifnya topik ini. Hal ini terbukti dari studi terakhir yang dilakukan setidaknya 14 tahun lalu pada 2001 dimana setiap tahunnya ada 2 juta aborsi tak aman dilakukan di Indonesia. Padahal aborsi tidak aman berkontribusi terhadap seperlima penyebab dari Angka Kematian Ibu.
Selain kebijakan yang tidak berpihak pada remaja, masalah-masalah yang mengancam hidup dan masa depan generasi Indonesia itu juga disebabkan oleh minimnya akses remaja terhadap informasi dan layanan kesehatan reproduksi dan seksualitas. Meluasnya jaringan internet membuka peluang sangat lebar bagi remaja untuk mengakses informasi apapun yang mereka butuhkan dengan sangat mudah. Tetapi sayangnya, tanpa bekal yang cukup, mereka akan mudah juga tergelincir ke situs-situs yang tidak akurat dan ilmiah ketika melakukan pencarian terkait topik seksualitas dan kesehatan reproduksi. Padahal perkembangan mental dan fisik yang amat cepat di periode ini membuat kebutuhan untuk informasi yang benar dan bertanggungjawab tidak bisa diabaikan.
Rutgers WPF sudah lebih dari satu dasawarsa bekerja untuk membantu dan menemani remaja menemukan jawaban-jawaban atas pertanyaan yang senantiasa membuat remaja penasaran. Kami membuat berbagai modul pendidikan seksualitas komprehensif – Comprehensive Sexuality Education – yang tujuannya adalah memberdayakan remaja.
Tidak seperti yang sering diasumsikan secara salah bahwa pendidikan seksualitas akan mendorong remaja untuk berhubungan seks, CSE justru bertujuan untuk mendidik anak dan remaja untuk mencintai dan menghargai tubuhnya, menghormati sesama, sehingga mampu melindungi diri dari kekerasan atau menjadi pelaku kekerasan. Berbagai penelitian juga menunjukkan bahwa pendidikan kesehatan reproduksi dan seksualitas akan menunda remaja melakukan hubungan seks pertama kali, menghindarkan dari kehamilan tidak dikehendaki, dan penularan berbagai infeksi menular seksual termasuk HIV.
Pemberian pendidikan seksualitas komprehensif selama 2014 Dalam program UFBR, kami mendukung penyusunan dan implementasi modul SETARA (Semangat Dunia Remaja), yang diperuntukkan bagi siswa Sekolah Menengah Pertama. Meski demikian, mitra kami tetap meneruskan pelaksanaan dan penguatan guru DAKU (Dunia Remajaku Seru), modul bagi siswa Sekolah Menengah Atas yang telah dimulai sejak program sebelumnya. Selain itu kami mendukung penyusunan modul pendidikan seksualitas dan kesehatan reproduksi untuk kelompok ragam orientasi seksual dan identitas gender. Di tahun ini jumlah guru yang mendapatkan pelatihan dan penguatan agar mampu menggunakan modul SETARA berjumlah 230 orang, tersebar di provinsi Jambi, Lampung, Jakarta dan Yogyakarta. Total ada 337 pendidik – juga di empat provinsi tersebut – yang telah mendapat pelatihan untuk menggunakan berbagai modul pendidikan kesehatan sepanjang 2014. Jumlah ini jauh melampaui target yang hanya 94 orang. Secara keseluruhan tahun ini kami mampu menjangkau 14,219 remaja sekolah dan komunitas termasuk kelompok ragam orientasi seksual dan identitas gender, melalui program pendidikan kespro dan seksualitas yang kami rancang bersama mitra. Dance4life 2014 Dance4life adalah “insentif” yang sangat menarik bagi siswa yang mengikuti pendidikan kesehatan reproduksi dan seksualitas. Pendekatan musik dan tari yang sesuai dengan jiwa remaja dinamis mendorong minat siswa untuk mengikuti kegiatan dance4life baik di sekolah maupun di komunitas. Tahun ini, melalui dua program ASK dan UFBR, dance4life menjangkau 32,172 remaja di sekolah dan komunitas, di 9 provinsi: Sumatra Utara, Riau, Jambi, Lampung, DKI Jakarta, Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Papua.
“Saya merasa menjadi remaja yang berbeda lewat
dance4life, mendapatkan informasi baru tentang HKSR
dan sekarang saya sadar apa yang harus saya lakukan
saat ini sebagai remaja yang sudah terpapar informasi.
Menjadi pembuat perubahan dengan menyalurkan
informasi pada remaja lainnya.”
“Selama ini kami hanya memahami tentang HIV/AIDS
saja, karena organisasi kami memang hanya bergerak
untuk penjangkauan dan pendampingan bagi korban
HIV/AIDS, namun setelah kami berjejaring dan mengikuti
kegiatan penguatan seperti ini, kami menjadi faham
bahwa ketika kita bicara tentang HIV/AIDS ternyata tidak
terlepas dari seksualitas dan gender.”
337 pendidik
dari 4 provinsi
230 orang
dilatih modul SETARA
untuk SMP
dilatih menggunakan berbagai modul
pendidikan seksualitas
aby syahputra (remaja komunitas, Bandar Lampung) tony ((Koordinator organisasi komunitas ragam seksualitas Jambi)“Belajar SETARA menurut saya sangat menyenangkan,
saya jadi lebih tahu banyak hal tentang perkembangan
tubuh saya yang selama ini tidak saya ketahui secara
langsung. Selama ini saya banyak belajar dari internet
dibandingkan dengan guru atau orang tua."
Dari jumlah itu sebanyak 4,823 remaja menjadi agent4change yang siap menjangkau remaja lainnya dan membuka akses terhadap informasi dan layanan kesehatan reproduksi dan seksualitas. Dan sepanjang 2014 para agent4change ini telah berhasil menjangkau 4,356 remaja lain. tantangan di Depan Strategi advokasi yang kuat dibutuhkan untuk memastikan penerimaan dan keberlanjutan implementasi CSEdi sekolah-sekolah dan melalui fase educate dari dance4life. Di tingkat lokal (provinsi dan kabupaten), advokasi perlu dilakukan untuk memastikan dukungan baik untuk penguatan kapasitas guru maupun pengadaan fasilitas materi ajar. Tahun ini pelaksanaan Kurikulum 2013 (K-13) memaksa guru untuk berkonsentrasi pada penguasaan materi belajar K-13. Kendati akhirnya pelaksanaan K-13 ditunda, namun uji coba pada lebih dari 6000 sekolah tetap dijalankan. Artinya ke depan K-13 kemungkinan akan menjadi acuan belajar-mengajar nasional. Tantangannya adalah bagaimana CSE yang telah disusun sedemikian rupa untuk menumbuhkan self-efficacy (kemampuan seseorang untuk mengontrol motivasi dan perilaku pribadi) pada remaja dapat diintegrasikan ke dalam K-13.
Tahun ini, melalui dua program
ASK dan UFBR, dance4life
menjangkau
32,172 remaja
di sekolah dan komunitas
9 provinsi
Sumatra Utara, Riau, Jambi,
Lampung, DKI Jakarta,
Yogyakarta, Jawa Tengah,
Jawa Timur, dan Papua.
menjadi agent4change
Gilang (SMPN 10, Bandar Lampung)
MENDUKUNG
KETERSEDIAAN
LAYANAN
MITRA DAN
PEMERINTAH
Di penghujung tahun 2013, Indonesia membuat terobosan
besar di bidang kesehatan. Skema akses universal
kesehatan diluncurkan oleh pemerintah dalam bentuk
BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial). Program
ini memungkinkan setiap warga negara Indonesia
mendapatkan jaminan layanan kesehatan di fasilitas
kesehatan yang ditunjuk oleh pemerintah.
Di sisi lain, meskipun masyarakat bisa mengakses
fasilitas ini di unit yang dituju, masih banyak gap yang
perlu didukung oleh organisasi sosial kemasyarakatan.
Tantangan ini antara lain ketersediaan layanan yang ramah
remaja, layanan kesehatan seksual dan reproduksi yang
komprehensif, dan layanan penanggulangan kekerasan
berbasis gender.
tantangan dalam mewujudkan Indonesia yang sehat Berbagai data terkait kesehatan seksual dan reproduksi menunjukkan, masyarakat Indonesia menghadapi beberapa tantangan besar Di sisi lain, Indonesia masih dihantui oleh tingginya Angka Kematian Ibu. Data terakhir tahun 2013 menunjukkan AKI berada di angka 359 per 100.000 kelahiran hidup yang berarti setiap 15 menit, 1 ibu meninggal karena komplikasi terkait kelahiran. Tak hanya itu, kekerasan juga menjadi momok terutama bagi perempuan dan anak. Pada 2014, Komnas Perempuan mendapatkan 293.220 laporan kekerasan terhadap perempuan. Tantangan yang dihadapi untuk menangani masalah ini adalah masih tabunya membicarakan langsung persoalan seksualitas dan kekerasan yang membuat banyak warga enggan mengakses layanan kesehatan. Mendukung pemerintah dalam penyediaan layanan kesehatan seksual dan reproduksi Berbagai data ini menunjukkan bahwa layanan kesehatan seksual dan reproduksi, termasuk penanggulangan kekerasan bagi perempuan, anak, dan remaja menjadi sangat penting untuk mendukung generasi muda yang sehat dan juga mengurangi angka kematian ibu terkait kelahiran. Sudah banyak organisasi yang menyediakan layanan ini baik secara swadaya maupun dengan dukungan berbagai pihak. Namun layanan ini, pada prinsipnya harus bisa diintegrasikan ke dalam sistem pelayanan kesehatan publik baik yang disediakan oleh pemerintah maupun swasta. Rutgers WPF Indonesia bersama dengan mitra mengembangkan layanan terkait kesehatan reproduksi, seksual, dan penanggulangan kekerasan untuk menutup gap yang belum disediakan oleh pemerintah. Selain itu berbagai upaya kami lakukan mulai dari mengembangkan Modul Pelatihan Layanan Ramah Remaja, pelibatan sektor kesehatan untuk menanggulangi kekerasan dengan memberikan pelatihan sensitisasi kekerasan, hingga pelatihan bagi tenaga kesehatan agar mampu memberikan layanan yang ramah remaja. Layanan kesehatan seksual dan reproduksi ramah remaja dan komprehensif
Untuk menghindari salah paham dan pemikiran yang keliru mengenai persoalan kesehatan seksual dan reproduksi, remaja perlu diberikan informasi secara lengkap agar paham tentang tubuhnya. Program untuk meningkatkan kesehatan reproduksi remaja harus dapat
setiap harinya:
4,3 anak mengalami
kekerasan
8 perempuan dan
2,5 anak mengalami
kekerasan seksual
89 orang
terinfeksi HIV
2.191 aborsi terjadi
memberikan informasi dan pelayanan klinis yang tepat. Salah satunya adalah dengan memberikan layanan yang memenuhi standar IPES yang dikembangkan oleh International Planned Parenthood Federation. Pelayanan berdasarkan IPES ini belum dapat diakses di semua tingkat Puskesmas. Kami bersama mitra mendorong agar klinik pemerintah bisa menyediakan layanan ini melalui berbagai program yang sedang kami kerjakan yakni UFBR, ASK, dan MenCare+. Karakteristik layanan kesehatan seksual dan reproduksi ramah remaja Program • Remaja dilibatkan dalam disain program • Remaja apapun gendernya disambut dan dilayani dengan baik • Klien yang tidak menikah dilayani dengan baik • Biaya terjangkau • Jenis layanan yang ditawarkan cukup lengkap dan ada sistem rujukan • Waktu tunggu pendek • Materi pendidikan kesehatan tersedia Petugas layanan • Petugas dilatih tentang isu kesehatan remaja • Menghargai remaja • Kerahasiaan terjaga • Ada konselor sebaya • Waktu interaksi petugas dengan klien cukup fasilitas kesehatan • Jam operasional yang sesuai dengan remaja • Lokasi dan lingkungan yang nyaman • Ruang cukup dan terjaga kerahasiaannya
Persepsi remaja terhadap program
• Kerahasiaan terjaga • Remaja dilayani dengan baik apapun status pernikahan dan gendernya • Petugas memberi perhatian pada kebutuhan remaja Jumlah kontrasepsi yang diberikan kepada remaja di bawah 25 tahun Jumlah klien yang menerima ARV di klinik dan penjangkauan Jumlah penyedia layanan kesehatan yang mendapat pelatihan layanan ramah remaja Jumlah layanan kesehatan seksual dan reproduksi yang diberikan melalui layanan kesehatan dan penjangkauan kepada remaja 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 2386 318 434 25857 185 216 92 337 14219 364 45593 INDIKATOR PROGRAM JUMLAH NO Jumlah tenaga kesehatan yang dilatih mengenai pentingnya melibatkan ayah dalam proses kehamilan hingga persalinan Jumlah konselor yang dilatih konseling penanganan kekerasan dalam rumah tangga Jumlah lelaki yang mengakses konseling penanggulangan kekerasan Jumlah pendidik yang dilatih pendidikan seksualitas dan kesehatan reproduksi Jumlah remaja, perempuan dan kelompok ragam seksualitas yang mendapat pendidikan seksualitas dan kesehatan reproduksi Jumlah penyedia layanan yang dilatih memberikan layanan kesehatan seksual dan reproduksi, penanggulangan kekerasan, dan kepada kelompok ragam seksualitas Jumlah layanan kesehatan seksual dan reproduksi yang diberikan oleh mitra
IPEs (INtEGratED PaCKaGE EssENtIaL sErVICEs) DaLaM LaYaNaN KEsEHataN sEKsUaL DaN rEPrODUKsI tErDIrI DarI
1. Konseling: Seks dan Seksualitas, Hubungan dan konseling layanan SRH lainnya 2. Kontrasepsi: Konseling, kontrasepsi oral, kondom, suntik, kontrasepsi jangka menengah dan panjang, dan kontrasepsi darurat 3. Pelayanan kehamilan tidak diinginkan: konseling sebelum dan sesudah keguguran, layanan medis dan bedah, dan layanan pasca keguguran. 4. Infeksi Saluran Reproduksi (ISR) dan Infeksi Menular Seksual (IMS): paling tidak satu layanan perawatan ISR/IMS, paling tidak satu layanan lab ISR/IMS, pemberian kondom 5. HIV: konseling pre dan post, HIV sero status lab tes, staging dan monitoring lab tes, kondom 6. Ginekologi: pemeriksaan pelvic manual, pemeriksaan payudara manual, papsmear dan metode pelayanan kanker rahim lainnya 7. Perawatan pre dan post natal: konfirmasi kehamilan (tes kehamilan), perawatan pre natal essensial, perawatan post natal esensial 8. SGBV: Penapisan SGBV, mekanisme rujukan untuk layanan klinis, psikologis dan perlindungan Rutgers WPF Indonesia melalui dukungan program UFBR dan ASK (Akses, Servis dan Ketahui) bersama mitra memberikan pelatihan layanan ramah remaja bagi pemberi layanan kesehatan di Puskesmas dan juga klinik mitra dengan menggunakan modul yang telah dikembangkan. Hingga saat ini, Rutgers WPF Indonesia telah melati pemberi layanan kesehatan yang tersebar di wilayah program ASK yakni Jawa Timur (Pamekasan, Jombang dan Surabaya), Yogyakarta, DKI Jakarta, Jawa Tengah (Kabupaten Semarang dan Kota Semarang) dan Bali. Melalui program ASK ini Rutgers WPF Indonesia bersama mitranya juga mengembangkan pertemuan rutin untuk membangun mekanisme rujukan dan juga ajang saling berbagi pengetahuan dan keahlian terkait dengan layanan kesehatan seksual dan reproduksi bagi remaja.
“Saya merasa nyaman dan puas
dengan layanan di klinik ini.
Staffnya sangat bersahabat dan
memperlakukan saya seperti
keluarga sendiri. Saya sangat
menganjurkan teman saya yang
khawatir memiliki IMS untuk datang
ke klinik ini”
(Klien Klinik ProCare PKBI DKI Jakarta)
“Pelatihan layanan ramah remaja
membantu saya memahami
bagaimana seharusnya layanan
ramah remaja disediakan. Dulu
saya punya klien dengan IMS,
dan gonorhea dan sikap saya
telah berubah dari yang dulunya
menghakimi dan diskriminatif.
Meskipun saya masih memiliki
pertentangan batin, namun
sekarang saya paham bahwa saya
bisa lebih suportif dan professional
dalam kerja saya”
(Bie, MD, dari Klinik Satelit
)
“Kelompok ragam seksualitas
menghadapi situasi kompleks
karena akses kami terhadap layanan
sangat terbatas. Namun kami kini
paham bahwa kami tidak sendirian
karena klinik PKBI bisa membantu
kami menangani kesehatan kami
dan juga ada lembaga bantuan
hukum di kala kami menghadapi
masalah hukum
(Michelle, Klien Klinik PKBI Lampung).
tantangan dalam menyediakan layanan bagi remaja marjinal
Penyediaan layanan bagi remaja khususnya remaja marjinal memiliki tantangannya tersendiri. Tantangan menuntut kami dan mitra untuk berinovasi dalam memberikan layanan yang terbaik. Tantangan ini antara lain: • Lokasi layanan kesehatan yang kadang sulit dijangkau remaja • Pertentangan nilai yang dimiliki tenaga kesehatan dalam menyediakan kontrasepsi kepada remaja tidak menikah, ragam seksualitas, dan remaja yang mengalami kehamilan tidak diinginkan. Sebagai contoh, kadang ada puskesmas yang enggan memberikan layanan kepada remaja waria • Pencatatan yang belum komprehensif dimana kadang klien yang berumur di bawah 25 tahun dan tidak menikah tidak diagregat. Untuk mengatasi hal ini, beberapa mitra melakukan pendekatan dengan tokoh agama yang berpengaruh untuk terus memberikan informasi terkait pentingnya mendukung upaya yang dilakukan mitra baik dalam pelayanan kesehatan reproduksi dan seksual maupun menentang pernikahan usia anak yang masih banyak terjadi.
Layanan penanggulangan kekerasan dengan dukungan program MenCare+
Salah satu elemen terpenting dalam menangani permasalahan kekerasan berbasis gender adalah dengan mendukung ketersediaan layanan. Rutgers WPF Indonesia berkomitmen untuk memperkuat mitra kami dalam meningkatkan kualitas layanan yang sesuai kebutuhan baik untuk remaja maupun perempuan dan anak korban kekerasan. Kualitas layanan yang dimaksud adalah upaya pemberian layanan medis dan psikologis melalui pendekatan khusus yang berperspektif ramah remaja dan sensitif terhadap korban . Pada tahun 2014, Rutgers WPF Indonesia memfokuskan pada layanan kekerasan seksual dan saat ini program ini tengah dikembangkan di 3 Wilayah yaitu Jawa Timur, Yogyakarta dan Lampung. Rutgers WPF Indonesia melalui program MenCare+ bersama dengan mitra seperti PULIH, RIFKA ANNISA, PKBI Daerah Lampung dan PKBI Daerah Jawa Timur telah melatih 221 konselor yang siap untuk memberikan layanan konseling bagi laki – laki pelaku kekerasan dan juga bagi perempuan penyintas kekerasan. Konselor yang dilatih terdiri dari pemberi layanan di Puskesmas dan juga konselor mitra Rutgers WPF Indonesia. Di dalam program ini para mitra yang tidak menyediakan layanan, turut mengembangkan mekanisme rujukan bagi layanan kekerasan berbasis gender dan seksualitas ini.
Kisah Klien MenCare+ mengantar istri ke Puskesmas
Pembuatan modul pelatihan bagi tenaga kesehatan
Di tahun 2014, Rutgers WPF Indonesia bersama dengan Yayasan PULIH mengembangkan modul pelatihan untuk tenaga kesehatan dalam melibatkan laki-laki untuk menurunkan angka kematian ibu dan meningkatkan kesehatan ibu dan anak. Dalam proses pengembangan modul tersebut, Rutgers WPF melakukan konsultasi dengan Badan Pelatihan Kesehatan, Kementrian Kesehatan. Hasil konsultasi tersebut sangat berguna ketika kami melakukan uji coba modul dengan mengundang tenaga kesehatan yang terdiri dari Dinas Kesehatan, Bidan, Perawat dan Dokter Puskesmas.
tantangan dalam penyediaan layanan penanggulangan kekerasan • Masih rendahnya partisipasi laki-laki dalam mengakses layanan. Hanya 12 % laki-laki pelaku kekerasan yang mau mengakses layanan penanggulangan kekerasan. Hal ini mungkin dipengaruhi oleh konsep maskulinitas yang diyakini oleh para laki-laki di mana laki-laki dipersepsikan sebagai sosok yang kuat yang menyebabkan rendahnya help seeking behavior pada laki-laki.
Selain itu letak layanan yang berada satu atap dengan Women Crisis Center menyebabkan laki-laki tidak nyaman untuk datang. • Dari sisi kebijakan, tidak adanya regulasi yang mewajibkan laki-laki untuk mengikuti konseling perubahan perilaku berdampak pada keengganan laki-laki untuk mengakses layanan. • Tingginya tingkat putus layanan. Rata-rata tingkat kunjungan laki- lakiTingginya tingkat putus layanan. Rata-rata tingkat kunjungan laki- untukTingginya tingkat putus layanan. Rata-rata tingkat kunjungan laki- melakukanTingginya tingkat putus layanan. Rata-rata tingkat kunjungan laki- konselingTingginya tingkat putus layanan. Rata-rata tingkat kunjungan laki- hanyaTingginya tingkat putus layanan. Rata-rata tingkat kunjungan laki- 3-4Tingginya tingkat putus layanan. Rata-rata tingkat kunjungan laki- kaliTingginya tingkat putus layanan. Rata-rata tingkat kunjungan laki- sehinggaTingginya tingkat putus layanan. Rata-rata tingkat kunjungan laki- tidakTingginya tingkat putus layanan. Rata-rata tingkat kunjungan laki- Tingginya tingkat putus layanan. Rata-rata tingkat kunjungan laki- bisa secara optimal menyelesaikan konseling yang diperlukan. Kesibukan laki-laki dalam bekerja seringkali diungkapkan sebagai alasan tidak kembali untuk mengikuti konseling. • Adanya klien pelaku kekerasan seksual yang dirujuk untuk melakukan konseling sementara modul yang dimiliki baru sebatas konseling dalam konteks pasangan intim. Hal ini menjadi tantangan sekaligus peluang untuk mengembangkan panduan konseling khusus bagi pelaku kekerasan seksual. “Saya berumur 29 tahun yang baru saja mendapat anak kedua saya. Kelahiran anak saya yang kedua merupakan pengalaman yang luar biasa dibandingkan dengan persalinan anak saya yang pertama 2 tahun yang lalu di tempat yang sama. 2 bulan sebelum anak kedua saya lahir, istri saya meminta saya untuk menemaninya ketika pemeriksaan kehamilan ke Puskesmas. Saya merasa heran, karena biasanya saya tidak pernah diminta begitu. Istri saya menjelaskan bahwa kehadiran saya diminta oleh bidan yang memeriksa. Saya sempat merasa takut dan kuatir, apakah ada sesuatu yang tidak baik yang terjadi pada istri maupun bayi yang sedang dikandungnya. Kebetulan saya sedang luang waktunya dan saya pun mengantar istri pada saat waktunya berkunjung ke puskesmas tiba. Ternyata di puskes saya mendapatkan penjelasan, bahwa kehadiran saya sebagai seorang suami maupun sebagai ayah sangatlah dibutuhkan demi keselamatan dan lancarnya persalinan anak saya. Selama ini saya piker persoalan melahirkan hanya urusan istri dan bidan. Ternyata banyak hal yang dapat saya berikan kepada istri saya sebagai tanda dukungan dan cinta saya pada istri dan keluarga dan bu bidan menjelaskan bahwa peran saya sebagai suami dan ayah itu akan banyak membantu. Pada hari persalinan tiba, saya berdoa dan memohon agar persalinan istri saya lancar. Saya bahkan berkeringat dingin dan mata saya berkunang-kunang ketika bayi telah lahir dan diletakkan di atas perut ibu. Sungguh tak terbayangkan sebelumnya bahwa saya benar-benar terlibat menyambut kelahiran anak saya.Masih ada lagi proses lain di kamar persalinan yang saya ikuti, seperti membantu bidan mengawasi ada tidaknya perdarahan setelah bersalin dengan memberikan pijatan-pijatan lembut pada perut istri saya. Alhamdulillah, saya mendapat kesempatan yang langka ini, yang membuat saya sadar bahwa laki-laki yang baik itu harus selalu ada untuk keluarganya.”
MELIBATKAN
LAKI-LAKI DAN
MENGHAPUS
KEKERASAN
TERHADAP
PEREMPUAN
Sudah menjadi komitmen kami di Rutgers WPF Indonesia
untuk meningkatkan kesehatan perempuan dengan
menggunakan perspektif kekerasan sebagai pendukung
untuk menganalisa permasalahan dan dicarikan jalan
keluarnya.
Berbagai intervensi untuk menghapus kekerasan terhadap
perempuan sudah banyak dilakukan oleh pemerintah,
lembaga donor, hingga organisasi sosial kemasyarakatan.
Kebanyakan program lebih difokuskan kepada perempuan
sebagai korban saja, sedangkan belum banyak menyasar
kepada kelompok yang kerap melakukan kekerasan dan
perlu untuk dilibatkan lebih jauh yakni laki-laki. Sehingga
dalam program pun ada perhatian baik untuk korban
maupun pelaku.
750 kasus kekerasan dalam
relasi personal lain.
Selama tahun 2014, Rutgers WPF Indonesia masih terus mengimplementasikan program pelibatan laki-laki melalui program MenCare+. Program ini diadaptasi di Indonesia menjadi program Laki-laki peduli yang bertujuan menurunkan angka kekerasan terhadap perempuan dan pemenuhan hak kesehatan ibu dan anak untuk menurunkan angka kematian ibu dan bayi. Berikut adalah beberapa usaha yang kami lakukan bersama mitra pada tahun 2014 untuk melibatkan semakin banyak laki-laki untuk menghapus kekerasan terhadap perempuan.
Melibatkan laki-laki sedini mungkin melalui #GenerasiJagoan
Selain melibatkan laki-laki usia 25-35 tahun, pada akhir tahun 2014, Program MenCare+
meluncurkan kampanye generasi jagoan. Generasi Jagoan adalah kampanye anti kekerasan untuk remaja laki-laki usia 18-25 tahun yang bertujuan untuk mendefinisikan ulang nilai maskulinitas yang selama ini dianut oleh remaja laki-laki pada umumnya.
Kami mendefinisikan ulang maskulinitas positif yakni mempromosikan sikap dan perilaku anti kekerasan. Bersama dengan mitra di tingkat provinsi, kami mengembangkan berbagai macam strategi untuk mempromosikan maskulinitas positif kepada remaja berawal dari diskusi komunitas hingga kampanye publik, mulai dari pembuatan iklan layanan masyarakat hingga kampanye digital menggunakan berbagai media online seperti youtube, twitter, dan facebook.
Strategi lain yang dikembangkan adalah melalui media musik. Salah satu mitra Laki-laki peduli yaitu Rifka Annisa Yogyakarta mengadakan kompetisi cipta lagu yang dibuka untuk umum. Kompetisi ini sangat menarik dan mendapatkan antusiasme dari kelompok pencipta lagu dan pada akhirnya menghasilkan satu album kompilasi lagu-lagu pop yang mengandung lirik anti terhadap kekerasan.
Pelibatan laki-laki di sektor tenaga kesehatan
Dalam rangka upaya pemenuhan hak kesehatan bagi perempuan dan anak yang nantinya akan berkontribusi dalam penurunan angka kematian ibu dan bayi, program MenCare+ bekerja sama dengan Yayasan Pulih untuk mengembangkan modul panduan tentang pelibatan laki-laki dan juga panduan teknis layanan bagi tenaga kesehatan. Pada bulan Desember lalu, program MenCare+ telah melaksanakan pelatihan fasilitator yang ikuti oleh dokter dan bidan perwakilan dari wilayah intervensi MenCare+.
Tujuan modul ini antara lain:
1. Meningkatkan kesadaran petugas kesehatan bahwa norma-norma sosial dan budaya mengenai gender berpengaruh pada pemenuhan hak seksualitas dan kesehatan reproduksi laki-laki dan perempuan, muda dan dewasa
2. Meningkatkan pemahaman petugas kesehatan mengenai nilai penting dan dampak positif dari pelibatan laki-laki muda dan dewasa dalam program kesehatan reproduksi, kesehatan ibu dan anak, serta pencegahan kekerasan seksual dan berbasis gender di tempat pelayanan kesehatan.
3. Meningkatkan ketrampilan petugas kesehatan dalam memberikan pelayanan dan informasi rujukan kesehatan yang peka gender.
4. Meningkatkan kemampuan petugas kesehatan untuk mengintegrasikan pelibatan laki-laki dalam program kesehatan di pusat-pusat pelayanan kesehatan.
Keterlibatan ayah ini bisa dilakukan dengan cara ikut berpartisipasi dalam pemeriksaan rutin kehamilan, pada proses kelahiran dan pasca kelahiran seperti memotong tali pusar bayi yang baru lahir. Dengan keterlibatan ini diyakini bahwa sang ayah akan merasa lebih dekat secara emosional terhadap anak dan menunjukkan perubahan persepsi bahwa kesehatan perempuan merupakan urusan bersama.
Membangun kemitraan dengan pemerintah
Pada tahun 2014 Rutgers WPF Indonesia bersama mitra program MenCare+ masuk ke dalam National Reference Group yang di inisiasi oleh Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan dan
2014 ini tercatat
293.220 kasus
Catatan Tahunan Komisi Nasional Anti Kekerasan
5.102 kasus berupa
kekerasan terhadap istri
kekerasan terhadap
Perempuan
1.748 kasus kekerasan
dalam pacaran
843 kasus kekerasan
terhadap anak perempuan
59%
21%
10%
Perlindungan Anak dan bekerjasama dengan KPAN, BKKBN, Kemenkes, Komnas Perempuan dengan dukungan dari UNFPA. Sebagus apapun program yang telah dibuat, namun jika tidak didukung secara luas oleh pemerintah maka akan sulit untuk terus berlanjut diadopsi dan direplikasi. Berdasarkan keyakinan ini, bersama mitra kami bekerjasama dengan pemerintah untuk mendukung terbentuknya kebijakan yang mendukung penghapusan kekerasan.
Selain itu, di tingkat provinsi berbagai kebijakan telah dihasilkan oleh mitra kami sebagai hasil advokasi di tingkat lokal:
• Jawa Timur - Adanya dukungan Bupati Jombang terhadap kerjasama antara program MenCare+ dengan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) untuk menunjukkan unsur pelibatan laki-laki dalam implementasi Undang-Undang Desa dalam upaya menurunkan angka kematian ibu di Jombang
• Yogyakarta - Terbitnya 3 kebijakan publik yang dihasilkan selama tahun 2014 tentang pelibatan laki-laki yaitu
• Deklarasi Dukuh (kampung) se-kecamatan Gedangsari, Yogyakarta terkait dengan pencegahan pernikahan dini usia anak
• Adanya MoU antara Rifka Annisa, Dinas Pendidikan dan Pengadilan Agama tentang pencegahan pernikahan dini usia anak di Gunung Kidul
• Kebijakan mengenai pembentukan Jaringan Korban Kekerasan Terhadap perempuan dan Anak di Kulon progo.
• Lampung – Terbentuknya mekanisme penguatan rujukan pelaku kekerasan berbasis gender yang terdiri dari PKBI Lampung, Unit PPA Polda Lampung, Unit PPA Polresta Bandar Lampung, Lembaga Advokasi perempuan Damar, Lembaga Bantuan Hukum Bandar Lampung, UPT PKTK RSUAM, TeSA, P2TP2A LIP, Kejaksaan Tinggi Lampung, Puskesmas Sukaraja, Puskesmas Pinang Jaya. • Jakarta – Adanya perhatian khusus dari KPPPA pada implementasi Program MenCare+. Pada bulan Desember, staf divisi Perlindungan Perempuan dan Anak mengunjungi daerah intervensi MenCare+ yaitu di Gunung Kidul, Yogyakarta untuk melihat sejauh mana pemerintah daerah bias melakukan integrasi program MenCare+ dalam rencana kerja tahun 2015. Kunjungan ini juga merupakan uji coba inisiatif draft Kebijakan tentang
‘Pedoman Pelibatan laki-laki Dalam Pencegahan Kekerasan berbasis gender”
MENGHAPUS
KEKERASAN MELALUI
PEMBENTUKAN
KEBIJAKAN PUBLIK
DAN LINGKUNGAN
YANG RAMAH
PEREMPUAN,
REMAJA, DAN
KELOMPOK
MARJINAL
Kekerasan tidak melulu terkait dengan konflik bersenjata atau
perang. Kekerasan muncul dalam berbagai aspek kehidupan
dengan beragam faktor pendukung, mulai dari kebijakan
publik yang mendukung terciptanya kekerasan hingga nilai
dan norma masyarakat. Berefleksi pada dua faktor ini, kami
bekerja untuk menghapus kekerasan melalui tiga wadah
yakni kebijakan publik, nilai dan norma masyarakat, dan
memperkuat kapasitas mitra melalui peningkatan kapasitas.
Kebijakan untuk Penghapusan Kekerasan
Pada 2014 Rutgers WPF Indonesia bersama dengan mitra program MenCare+ turut bergabung ke dalam National Reference Group yang dibentuk oleh Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak yang didukung oleh KPAN, BKKBN, Kemenkes, dan Komnas Perempuan untuk turut serta memberikan masukan terhadap kebijakan nasional yakni “Petunjuk dalam melibatkan laki-laki dalam mencegah kekerasan berbasis gender”. Kebijakan ini diharapkan akan menjadi acuan untuk mengarusutamakan pelibatan laki-laki dalam program pemerintah khususnya kekerasan berbasis gender, HIV dan AIDS, KB dan akses ke kontrasepsi khususnya untuk meningkatkan kesehatan ibu dan anak.
Di tingkat provinsi, kami bersama mitra bekerjasama dengan pemerintah lokal mendorong kebijakan pelibatan laki-laki untuk menghapus kekerasan. Di Jawa Timur yakni di Jombang dan Bondowoso.
Pemerintah Jombang saat ini sedang membuat naskah kebijakan untuk pelibatan laki-laki dalam mengurangi angka kematian ibu. Di Jogjakarta ada tiga kebijakan public selama 2014 yang dikeluarkan untuk mencegah pernikahan anak bawah umur di Gunung Kidul hingga pembentukan jaringan untuk mendukung korban kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kulonprogo. Di Lampung, mekanisme rujukan untuk menangani pelaku kekerasan telah terbentuk. Rujukan ini mencakup jaringan dengan kepolisian, LSM, lembaga bantuan hukum, Puskesmas hingga pengadilan.
Kampanye publik
Selama 2014 pula, kami membuat berbagai kampanye kepada public untuk menghapus kekerasan. Mulai dari promosi konsep laki-laki peduli yang dituangkan ke dalam berbagai materi, konseling bagi laki-laki pelaku kekerasan, dan #GenerasiJagoan tanpa kekerasan. Pengarusutamaan keberagaman gender dan seksualitas
Kekerasan terhadap kelompok ragam gender dan seksualitas sangatlah rentan terjadi. Untuk menanggulangi hal ini, kami memulai perubahan dengan menyasar mitra kerja kami. Pada 24 - 27 November 2014 kami mengadakan pelatihan pengarusutamaan keberagaman gender dan seksualitas. Pelatihan ini mengundang narasumber ahli dari berbagai latar belakang dan pesertanya berasal dari berbagai macam organisasi sosial kemasyarakatan. Sasaran dari pelatihan ini adalah individu yang memegang posisi penting dalam organisasi untuk nantinya menjadi agen perubahan dengan mempromosikan pendekatan yang sensitif terhadap kelompok ragam gender dan seksualitas. (masukin foto peserta memegang kertas testimoni)
MELIBATKAN
REMAJA SECARA
BERMAKNA UNTUK
MEMPERJUANGKAN
HAKNYA
Sebanyak seperlima dari penduduk Indonesia saat ini adalah
remaja. Dengan jumlah yang cukup besar ini, remaja menjadi
salah satu kekuatan yang dapat diberdayakan untuk ikut serta
dalam pembangunan di segala bidang. Peran remaja dalam
pembangunan antara lain untuk menguatkan kemampuan
remaja sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan mereka
sendiri, mencegah dan mengurangi kerentanan terhadap
lingkungan ekonomi, politik, dan sosial yang tidak stabil,
mempromosikan kepemilikan (ownership) dan keberlanjutan
(sustainability) intervensi-intervensi yang sedang
dilaksanakan, dan membantu memperoleh jalan masuk ke
komunitas sasaran dan membangun kepercayaan.
Rutgers WPF Indonesia melihat pelibatan remaja sebagai salah satu sasaran program-program yang dijalankan selama tahun 2014. Program UFBR, ASK, dance4life dan MenCare+ yang dijalankan oleh mitra-mitra kerja Rutgers WPF Indonesia lebih banyak memfokuskan remaja sebagai penerima manfaat. Tentunya remaja juga diberikan ruang untuk dapat terlibat secara aktif dalam setiap tahapan program, baik di perencanaan, implementasi, monitoring maupun evaluasi.
Di tingkat pelaksanaan kegiatan, partisipasi remaja berkaitan dengan 4 fokus utama, yaitu:
• pembagian informasi, remaja mampu berbagi informasi baik secara kolektif maupun individual.
• konsultasi, remaja dapat memberikan masukan atau umpan balik berkaitan dengan komunitasnya.
• pengambilan keputusan, remaja diberikan ruang untuk ikut menentukan pilihan dan keputusan mengenai isu-isu yang sedang berkembang,
• inisiasi aksi, remaja mampu mengambil inisiatif dalam melakukan aksi-aksi baik di komunitas mereka sendiri, organisasi atau dalam masyarakat secara umum.
Di tahun 2014, kami bekerjasama dengan Aliansi Satu Visi dan mitra di daerah untuk melaksanakan kegiatan yang digunakan untuk saling berbagi pengalaman dan belajar. Kegiatan tersebut adalah Indonesian Youth Diversity Celebration (IYDC) 2014 dan Operational Research Program ASK.
IYDC 2014: Ekspresikan Hakmu!
IYDC yang kedua kalinya ini dilaksanakan di Indonesia, tahun 2014 diselenggarakan di Kota Bandar Lampung, Provinsi Lampung. Kegiatan yang bekerja sama antara Aliansi Satu Visi dan PKBI Lampung, bertujuan untuk merayakan keberagaman remaja dalam pemenuhan hak kesehatan seksual dan reproduksinya. Kami berusaha melibatkan remaja dari berbagai komunitas lintas isu dan diharapkan mampu menjadi sumbangsih sosial bagi perubahan menuju Indonesia yang lebih baik. Kegiatan ini diliput oleh berbagai media mulai dari media di Lampung hingga jurnalis nasional untuk turut menggaungkan pentingnya memperhatikan kesehatan seksual dan reproduksi remaja.
“Saya senang sekali dengan kegiatan ini karena banyak
sekali peserta yang dari komunitas ragam seksualitas.
Saya jadi tahu berbagai kekerasan yang dialami hanya
karena menjadi diri sendiri. Dahulu saya mendiamkan
kekerasan yang dialami teman lelaki saya yang
berpenampilan feminin, namun sekarang saya tidak
akan mendiamkan hal ini terjadi lagi!”
T – Jakarta
“Senang bertemu dengan remaja dari seluruh Indonesia
dan melihat perjuangan mereka di isu HKSR. Mereka
sangat menginspirasi saya! IYDC adalah salah satu
acara paling keren yang pernah saya ikuti. Dari sini saya
tahu bahwa semua orang dari usia berapa pun dan latar
belakang apa pun dapat melakukan perubahan”.
Operational Research (OR) Program ASK
Untuk memperkuat strategi intervensi di program ASK yang
menggunakan electronic and mobile channels untuk menjangkau remaja marjinal, pada tahun 2014 kami melakukan penelitian operasional. Pertanyaan yang berusaha kami jawab dalam penelitian ini adalah bagaimana remaja mengakses informasi seksualitas dan kesehatan reproduksi
Program ASK bertujuan untuk membangun kapasitas remaja dalam membuat pilihan-pilihan aman melalui electronic and mobile channels. Selain itu program ASK berupaya membuat layanan Hak-hak dan Kesehatan Seksual dan Reproduksi (HKSR) lebih sesuai dengan kebutuhan remaja; semuanya bertujuan memperkuat hubungan antara informasi dan penggunaan layanan. Secara khusus, tujuan utama program ASK adalah menjangkau sebanyak mungkin kelompok yang sulit dijangkau (remaja putus sekolah, remaja HIV positif, pekerja seks, remaja di penjara, remaja difabel dan remaja LGBT). Informasi yang disebarkan kepada remaja melalui berbagai saluran komunikasi baru dan tradisional. OR yang dilakukan adalah untuk mendapatkan informasi objektif untuk pengembangan dan penajaman strategi komunikasi yang efektif, sehingga dapat berkontribusi pada peningkatan kesadaran remaja tentang HKSR. OR ini dilaksanakan di 3 provinsi: DKI Jakarta, DI Yogyakarta dan Jawa Timur. OR dilakukan dalam serangkaian studi: 1. Mapping Media, mendapatkan data dari mitra ASK terkait strategi
electronic/mobile (e/m) yang sudah dikembangkan dan informasi yang telah disampaikan.
2. Riset Kualitatif, mendapatkan data dari remaja baik yang sudah
mengakses maupun yang belum mengakses media yang telah dikembangkan oleh mitra ASK.
3. Analisis Isi, mendapatkan data: konsistensi, relevansi, dan isi
pesan dari media yang dikembangkan oleh mitra.
Pelibatan secara aktif remaja dalam OR adalah lebih di tahap Riset Kualitatif dan Analisis Isi. Di tahap ini, remaja diberikan peran sebagai Co-researcher, yang dilibatkan sejak pelatihan, pada saat pengambilan data dan analisis hasilnya.
“Kami khususnya petugas penjangkau menjadi mengerti
apa yang dibutuhkan baik oleh komunitas maupun
teman-teman yang menjadi ‘pelanggan’ media sosial
SeBAYA. OR menjadi media pembelajaran bagi kita
dalam memberikan edukasi yang paling banyak diminati
atau dibutuhkan remaja, namun belum mereka dapatkan
di tempat lain. Selain itu, OR juga menjadi sarana kita
untuk mengetahui sampai sejauh mana pengetahuan
remaja komunitas mitra kita berkaitan dengan isu
SRHR.”
MEWUJUDKAN
PERUBAHAN
POSITIF MELALUI
KERJASAMA
MITRA DALAM
ALIANSI SATU VISI
Semenjak tahun 2010, Rutgers WPF Indonesia turut
memfasilitasi terbentuknya Aliansi Satu Visi yang terdiri
dari 17 organisasi sipil di Indonesia. Aliansi bergerak
untuk mewujudkan perubahan dalam bidang kesehatan
reproduksi, seksualitas, dan kekerasan. Selama empat tahun
perjalanannya, banyak sekali pembelajaran yang diraih
mulai dari penguatan kapasitas internal, berjejaring, hingga
melibatkan remaja secara bermakna di dalam keseluruhan
proses kerja aliansi. Selama 2014, Aliansi masih dan terus
memperluas jangkauan dalam bekerja bersinergi terutama
di tingkat nasional untuk mempromosikan isu kesehatan
reproduksi dan seksualitas, serta penghapusan kekerasan
berbasis gender.
Penguatan dan konsolidasi internal
Konsolidasi internal yang dilakukan secara regular mutlak bagi keberhasilan pencapaian tujuan bersama Aliansi. Pada 31 Januari - 3 Februari 2014 pengurus inti mengadakan serangkaian pertemuan untuk menentukan arah kerja aliansi selama setahun ke depan. Pertemuan ini berlanjut pada 25 – 28 April 2014 mengundang seluruh anggota aliansi dengan bantuan fasilitasi dari Learning and Empowering Center PKBI DKI Jakarta. Hasilnya adalah strategi pergerakan advokasi selama 2014 untuk kebijakan publik terkait kesehatan reproduksi, seksualitas, dan kekerasan berbasis gender. Seminar Nasional "Lindungi Anak & Remaja dari Kekerasan Seksual”
Sebagai wujud tekad kami untuk menghapus kekerasan seksual, pada 29 April 2014 kami mengadakan mengadakan seminar nasional "Lindungi Anak dan Remaja dari Kekerasan Seksual - Penuhi Hak Mereka akan Pendidikan Seksual dan Kesehatan Reproduksi yang Komprehensif". Seminar ini menghadirkan berbagai ahli di bidangnya mulai dari Komnas Anak, Yayasan Pulih, Akademisi, Kementrian Kesehatan, dan PKBI. Seminar dihadiri lebih dari 50 pemangku kepentingan dari berbagai institusi mulai dari pemerintah, media, akademisi, LSM, hingga organisasi profesi.
Rangkaian perayaan World Sexual Health Day 4 September Untuk memperingati Hari Kesehatan Seksual Dunia yang jatuh setiap tanggal 4 September, Aliansi melakukan serangkaian kegiatan di berbagai provinsi, terutama untuk merespon terbitnya PP 61/2014 tentang Kesehatan Reproduksi yang bersinggungan langsung dengan kerja-kerja aliansi. Aliansi mengadakan serangkaian kegiatan, di daerah kerja aliansi seperti di Jambi dengan mengadakan seminar sehari bertema “Kesehatan Seksual : Kesejahteraan Seksualitas”, Lampung dengan aksi publik dan kampanye menyuarakan perlindungan bagi hak reproduksi dan seksualitas, DKI Jakarta dengan diskusi publik pemaparan desk review terhadap PP 61 tahun 2014 dan di Yogjakarta dengan Simposium Nasional bersama Jaringan Perempuan Yogyakarta yang juga turut melakukan pembahasan tentang PP 61/2014.
Pelatihan advokasi lanjutan bagi Youth Forum Aliansi Satu Visi Sejak terbentuk di akhir 2010, Aliansi Satu Visi bergerak di area advokasi. Kerja-kerja advokasi dilakukan secara bersama dengan lembaga anggota di level regional, nasional dan internasional. Salah satu kekuatan Aliansi adalah mempromosikan keterlibatan aktif remaja dalam kerja-kerja advokasi kebijakan. Pada 1 Desember 2014, ASV bersama Youth Forum mengundang 16 remaja yang tergabung di dalam aliansi untuk mengikuti pelatihan advokasi lanjutan. Advokasi akan difokuskan pada isu pendidikan, layanan kesehatan, dan penanggulangan kekerasan berbasis gender.
Indonesian Youth Diversity Celebration 2014 : Berani Beda, Ekspresikan Hakmu!
Tahun 2014 Aliansi untuk kedua kalinya menyelenggarakan konferensi seksualitas remaja nasional, yakni Indonesian Youth Diversity Celebration. Pada 15 – 17 Desember, PKBI Lampung menjadi tuan rumah pelaksanaan kegiatan ini dengan dukungan Aliansi Satu Visi. Sebanyak 30 remaja terpilih dari seluruh Indonesia diundang untuk mempresentasikan kerja-kerja mereka terkait kesehatan reproduksi, seksualitas, HIV, HAM, hingga pelibatan remaja dalam pembangunan. Topik yang mengemuka dalam kegiatan ini adalah mengenai kekerasan di berbagai bidang yang menghambat remaja untuk tumbuh berkembang maksimal secara positif. Berdasarkan latar belakang ini, ASV mempromosikan pendekatan yang positif dengan mengajak remaja untuk mengekspresikan haknya tanpa rasa takut. Selain kelompok remaja, pemerintah provinsi Lampung juga turut hadir dan memberikan dukungan terhadap kegiatan dan juga liputan media lokal dengan pemberitaan yang positif menyikapi persoalan remaja.
CATATAN SETAHUN
MEMBANGUN
KAPASITAS
BERSAMA
Sebagai organisasi intermediary di Indonesia, Rutgers WPF
Indonesia bekerjasama dengan mitra dan transfer ilmu
yang dapat kemudian diterapkan langsung di lapangan.
Maka fokus kami adalah pada peningkatan kapasitas
mitra, pendidik serta penyedia layanan agar mampu
menjadi“agen” bagi perubahan yang diharapkan.
Strategi ini sekaligus adalah perwujudan visi dan
komitmen kami untuk menjadi center of excellence dan
pengelola pengetahuan terkait kesehatan reproduksi,
seksualitas, dan kekerasan di Indonesia.
Afirmasi remaja untuk mendukung pemenuhan haknya Memperkuat pengetahuan remaja mengenai kesehatan seksual dan reproduksi serta memastikan akses layanan untuk mereka merupakan fokus kerja dan komitmen Rutgers WPF Indonesia bersama mitra-mitranya melalui berbagai program yang kami jalankan saat ini. Kami bercita-cita remaja mengetahui dan mampu memperjuangkan hak-haknya agar kesehatan seksual dan kesehatan reproduksi mereka dapat terpenuhi.
Bulan April 2014, program dance4life melakukan training penyegaran bagi mitranya yang tergabung di berbagai organisasi: PKBI Jateng, PKBI Jatim, PKBI DKI, PMI Jakarta Timur, Sikok, PKBI Lampung, PKBI Sumut, YPI, STAR PKBI Riau dan Youth Forum Papua. Di dalam pelatihan tersebut peserta mendapat penguatan materi educate sesuai strategi baru dance4life International yaitu Hak dan Kesehatan Seksual dan Kesehatan Reproduksi, kehamilan tidak diinginkan (KTD), dan kekerasan seksual berbasis gender, selain tentang HIV dan AIDS yang merupakan mandat pertama dance4life.
Bagi peserta pelatihan, penambahan materi tersebut adalah tantangan baru mengingat pengaturan waktu sesi educate yang hanya dialokasikan selama 2 - 3 jam. Selain itu, permasalahan remaja yang sensitif seperti kehamilan yang tidak diinginkan dan aborsi masih menjadi tantangan. Oleh sebab itu, pendidikan berfokus pada memberikan pilihan pada remaja tentang apa saja yang dapat dilakukan ketika mengalami kehamilan yang tidak diinginkan. Juga tetap menyampaikan informasi yang lebih lengkap, baik melalui konseling, diskusi-diskusi atau melalui media sosial.
Penguatan kualitas pemberi layanan
Dengan dukungan program ASK, PKBI Jatim melakukan peningkatan kapasitas bagi staf fasilitas kesehatan mitra yang ditunjuk di 3 kabupaten yaitu Surabaya, Jombang dan Pamekasan. Pelatihan difokuskan pada pemberian materi tentang seksualitas, kesehatan reproduksi dan hak remaja serta kriteria layanan ramah remaja. Staf yang dilatih diharapkan dapat memberikan layanan kesehatan reproduksi dan seksual yang ramah remaja dan mampu mengembangkan tata kelola layanan berikut dengan sistem rujukannya.
Sebanyak 35 staf fasilitas kesehatan dilatih oleh PKBI Jatim pada bulan Mei 2014 dan dilanjutkan dengan pelatihan serupa di wilayah kerja masing-masing. Total sepanjang 2014 sebanyak 206 staf telah dilatih. Namun akses bukan sekadar pembukaan fasilitas. Akses juga ditentukan oleh kerjasama di antara penyedia layanan. Mitra yang bekerja di wilayah yang sama kami dorong untuk membangun system rujukan, sehingga klien remaja dapat mengakses layanan di fasilitas yang lebih tinggi tingkatannya. Kerjasama CD Bethesda dan PKBI DIY di Yogyakarta, serta PKBI DKI dan YPI di Jakarta adalah contohnya. Meski masih berupa embriyo dan banyak sekali hal yang masih harus dilakukan, sistem rujukan ini perlu mendapat dukungan dari semua pihak yang peduli dengan kesehatan remaja.
Dukungan teknis bagi pemangku kepentingan Kemensos melalui program ASK juga melakukan peningkatan ketrampilan tentang SRHR bagi tenaga konselor. Konselor ini bertugas
sebagai staf hotline TeSA 129 di 12 Propinsi yang terdiri dari 26 orang dan 10 orang staf yang berasal dari Kemensos, Kemeneg PP, Kemenkominfo dan pemangku kepentingan lainnya. Pelatihan ini dilakukan pada bulan Oktober 2014.
Tujuan pelatihan ini adalah untuk:
• Meningkatkan kapasitas konselor/operator TeSA 129 agar dapat membantu remaja mengatasi persoalan SRHR.
• Meningkatkan ketrampilan komunikasi konselor/operator dalam membantu atau memberikan konseling bagi anak-anak dan remaja pada kasus SRHR.
• Mengidentifikasi masalah SRHR
• Mengelaborasi keterkaitan dan membangun system rujukan masalah SRHR bagi anak-anak dan remaja yang menghubungi hotline TeSA 129
Konselor dan operator TeSA 129 adalah petugas di garda terdepan yang diharapkan dapat memberikan informasi, dukungan dan konseling tentang kasus SRHR bagi anak-anak dan remaja. Walaupun hotline TeSA 129 sudah cukup lama dilakukan oleh Kemensos namun isu SRHR merupakan isu yang relatif baru bagi petugas TeSA 129. Konten tentang seksualitas perlu diperkuat dengan petugas TeSA 129 agar lebih percaya diri dan mereka dapat menghilangkan hambatan yang ada pada dirinya, sehingga tidak menjadi penghalang bagi mereka untuk memberikan layanan informasi dan layanan rujukan.
Mendorong Laki-laki untuk bermain peran dalam menurunkan Angka Kematian Ibu Melatih tenaga kesehatan untuk mendorong laki-laki agar terlibat aktif menemani pasangan selama kehamilan dan persalinan. Pada saat periksa ke Puskesmas, tenaga kesehatan perlu untuk memahami bahwa urusan kesehatan ibu dan anak tidak semata-mata menjadi tanggung jawab perempuan. Dengan pola piker baru ini mereka kemudian lebih siap memberikan layanan. Hal ini perlu menjadi perhatian bersama karena angka kematian ibu di Indonesia masih sangat tinggi. Keterlibatan laki-laki masih perlu didorong terus agar mereka memahami risiko-risiko saat kehamilan dan persalinan. Pengetahuan ini membuat laki-laki lebih siap saat ada komplikasi. Kami mengembangkan modul panduan pelibatan laki-laki dalam layanan kesehatan ibu dan anak/ kesehatan reproduksi di fasilitas kesehatan dasar oleh tenaga kesehatan, pada bulan Agustus dan Desember 2014. Selama 2014 kami melakukan uji coba modul bagi 24 tenaga kesehatan di 4 daerah intervensi program yakni Jakarta, Lampung, DIY dan Jawa Timur). Dengan mengikuti langkah-langkah yang ada dalam panduan, diharapkan tenaga kesehatan mampu mendorong pelibatan laki-laki semaksimal mungkin ketika mereka memberikan layanan Kesehatan Ibu dan Anak/ Kesehatan Reproduksi.