• Tidak ada hasil yang ditemukan

Anak-Anak yang Membutuhkan Perlindungan Khusus dan Kewajiban Negara Memberikan Perlindungan 1 Oleh: Adzkar Ahsinin

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Anak-Anak yang Membutuhkan Perlindungan Khusus dan Kewajiban Negara Memberikan Perlindungan 1 Oleh: Adzkar Ahsinin"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

1 | H a l .

Bahan Bacaan Modul 3 Hak Anak Anak-Anak yang Membutuhkan Perlindungan Khusus dan

Kewajiban Negara Memberikan Perlindungan 1

Oleh: Adzkar Ahsinin

A. Anak sebagai Kelompok Rentan dan Kelompok yang tidak Diuntungkan

Pada prinsipnya, setiap orang merupakan penerima manfaat hak asasi manusia (HAM), tetapi dalam praktik terdapat kelompok penerima yang harus dibedakan terlebih dahulu karena dianggap lebih rentan rentan dari kelompok lainnya dan secara tradisional telah menjadi sasaran tindakan diskriminatif (Asbjorn Eide, 1995). Dalam perspektif HAM, terdapat kelompok dalam masyarakat tertentu yang sering mengalami perlakuan diskriminatif atau perlu perlindungan khusus untuk menghindari potensi tereksploitasi. Kelompok ini dapat disebut sebagai kelompok rentan (vulnerable group). Anak termasuk sebagai kelompok rentan karena membutuhkan perlindungan khusus. Dari penyalahgunaan dan penelantaran, bahkan anak seringkali tidak memiliki sarana untuk membela diri terhadap kondisi tersebut (Chandrima Chatterjee & Gunjan Sheoran, 2007).

Sementara itu, suatu kelompok masyarakat dikategorikan kurang beruntung (disadvantaged

group) karena didasarkan adanya pola-pola penolakan dan hambatan tertentu untuk mengakses sumber daya, dan bukan karena faktor ras, atau kemiskinan atau jenis kelamin. Suatu kelompok yang kurang beruntung mungkin menghadapi lebih dari satu hambatan. Beberapa hambatan mungkin lebih mudah diatasi atau dihilangkan daripada hambatan yang lain. Setiap kelompok akan menunjukkan pola ketidakberuntungannya dan hambatan sendiri-sendiri dalam upaya pemenuhan diri sendiri sehingga pemecahannya akan berbeda bagi kelompok yang satu dengan kelompok yang lain (Steven E. Mayer, 2003).

Hambatan bagi kelompok yang tidak diuntungkan merupakan suatu pola yang mengakibatkan orang atau sekelompok orang tidak memiliki akses terhadap sarana yang diperlukan untuk pemenuhan diri sendiri. Hambatan tersebut dapat berupa (Steven E. Mayer, 2003):

1 Draft Bahan Bacaan untuk Penyusunan Modul Anak Berhadapan dengan Hukum The Indonesian Legal Resource Center (ILRC)

(2)

2 | H a l . 1. Ketiadaan sumber daya

Ketiadaan sumber daya misalnya anggaran tidak mencukupi bagi kelompok tertentu atau kesempatan sangat terbatas;

2. Ketidakteraksesnya sumber Daya dapat diaksesnya.

Sumber daya tersedia namun tidak dapat diakses oleh kelompok-kelompok tertentu karena biaya atau kemiskinan, atau jauhnya lokasi, atau kurangnya informasi;

3. Ketiadaan penghargaan terhadap kelompok.

Kelompok yang kurang beruntung seringkali tidak dihargai oleh masyarakat karena dipandang tidak memiliki kemampuan menghasilkan atau menawarkan sesuatu. 4. Ketiadaan Tanggapan Pemerintah.

Program, kelembagaan, dan sistem yang ditujukan bagi penanganan masalah suatu kelompok tertentu tidak memadai atau kontraproduktif.

5. Kondisi Kelompok

Karakteristik tertentu dari kelompok yang kurang beruntung tersebut dapat membuat sulit untuk mengakses terhadap fasilitas yang tersedia.

Secara umum anak termasuk kelompok rentan yang harus mendapatkan perlakuan khusus. Anak rentan karena anak sangat bergantung. Ketergantungan anak disebabkan anak tidak memiliki kekuasaan dan tidak dapat mengendalikan kehidupannya sendiri. Namun demikian diantara kelompok anak terdapat kelompok yang memiliki keterbatasan untuk dapat menikmati hak-haknya karena situasi yang melingkupi kehidupannya. Dengan kata lain, terdapat kelompok anak yang lebih terpinggirkan dan ditelantarkan dibandingkan dengan kelompok yang lain karena situasi sosial, ekonomi, dan budaya yang melingkupi kehidupannya (Nilima Mehta, 2008). Mengingat kondisinya tersebut maka anak-anak dalam kategori ini akan mengalami tingkat kesulitan yang lebih besar dalam menikmati hak-haknya. Anak yang masuk dalam kategori ini seharusnya mendapatkan perhatian lebih dan perlindungan lebih serius oleh negara agar mereka dapat menikmati sebesar mungkin hak-hak mereka.

Penilaian tentang kerentanan anak didasarkan pada kapasitas anak untuk melakuan perlindungan diri. Perlindungan diri sendiri mengacu pada 2 tindakan yakni:

(3)

3 | H a l . 1. Hasil dalam mempertahankan diri terhadap ancaman keamanan dan keselamatan diri; 2. Hasil dalam memenuhi kebutuhan dasarnya sendiri;

Kerentanan anak tidak hanya didasarkan pada usia, namun terdapat banyak karakteristik lain anak yang membuat anak rentan misalnya (Action for Child Protection, 2003):

1. Keterbatasan fisik anak sehingga sangat bergantung dengan orang lain untuk memenuhi kebutuhan dasarnya;

2. Oleh karena usianya, kemampuan mentalnya terbatas sehingga belum mampu mengenali bahaya, mengetahui siapa yang dapat dipercaya, memenuhi kebutuhan dasar dan mencari perlindungan.

3. Anak-anak tidak berdaya jika berhadapan dengan seseorang yang memiliki kuasa atas dirinya. Keterikatan emosional dan psikologis dengan orang lain mengakibatkan anak seringkali terintimidasi, ketakutan, dann dimanipulasi.

4. Anak-anak sangat lemah atau kurangnya dalam upaya mempertahankan diri karena melibatkan persepsi realitas yang akurat khususnya yang berkaitan dengan orang-orang berbahaya dan situasi berbahaya.

B. Beberapa Kategorisasi Anak yang Membutuhkan Langkah Perlindungan Khusus

Menurut Komentar Umum Komite Hak Ekonomi, Hak Sosial, dan Hak Budaya No. 14 (2000) mengenai Hak untuk Mencapai Standar Kesehatan yang Tertinggi (Pasal 12 Kovenan Hak Ekonomi, Hak Sosial, dan Hak Budaya) (The right to the highest attainable standard of health (article 12 of the International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights) dinyatakan bahwa minoritas etnis dan penduduk pribumi, perempuan, anak, remaja, orang lanjut usia, orang penyandang cacat (disabilitas), dan orang dengan HIV/AIDS merupakan kelompok rentan atau kelompok terpinggirkan

Kemudian, berdasarkan Pedoman Umum Mengenai Bentuk dan Isi laporan awal dan berkala yang akan Dikirim oleh Negara Pihak (CRC General Guidelines Regarding the Form and Content of Initial and Periodic reports to be Submitted by State Parties) atau seringkali disebut Pedoman KHA untuk Laporan Berkala (CRC/C/5 dan CRC/C/58) mengenalkan kelompok anak yang berhak mendapatkan langkah-langkah perlindungan khusus (Special protection measures). Mengacu pada Pedoman KHA untuk Laporan Berkala yang dikeluarkan Komite Hak Anak Kelompok anak yang

(4)

4 | H a l . membutuhkan langkah-langkah perlindungan khusus meliputi: :

1. Anak-anak dalam situasi darurat, yakni:

a) Anak yang berada di luar negara asalnya mencari perlindungan pengungsi (Pasal 22 KHA), anak pencari suaka, pengungsi anak dalam negeri, anak migran dan anak yang terkena dampak migrasi;

b) Anak yang berada dalam situasi konflik bersenjata (Pasal 38 KHA), termasuk yang sedang dalam pemulihan fisik dan psikologi dan integrasi sosial (Pasal 39 KHA). 2. Anak dalam situasi eksploitasi, termasuk yang sedang dalam pemulihan fisik dan

psikologi dan integrasi sosial yang terdiri dari:

a) Anak yang tereksplotasi secara ekonomi (Pasal 32 KHA), termasuk pekerja anak dengan merujuk pada penerapan usia minimal;

b) Penggunaan anak dalam produksi ilegal dan perdaganan narkotika dan psikotropika (Pasal 33 KHA);

c) Anak yang tereksplotasi secara seksual dan penyalahgunaan seksual (Pasal 34 KHA); d) Anak korban penjualan, perdagangan anak, dan penculikan (Pasal 35 KHA ); e) Anak yang tereksplotasi bentuk lainnya (Pasal 36);

3. Anak dalam situasi jalanan;

4. Anak yang berhadapan dengan hukum, saksi dan korban (Pasal 37, Pasal 39, dan Pasal 40),

5. Anak yang berasal dari masyarakat adat dan kelompok minoritas (Pasal 30).

UNICEF dalam pertemuan rutin Badan Ekskutif pada 1996, menyebutkan anak yang membutuhkan langkah-langkah perlindungan khusus dengan istilah anak dalam situasi yang tidak diuntungkan (children in especially difficult circumstance). Anak-anak yang dikategorikan dalam kelompok ini membutuhksn perlindungan khusus agar anak terhindar dari kondisi atau risiko dieksploitasi, disalahgunakan, ditelantarkan , dan situasi lain yang menempatkan anak tidak diuntungkan. Anak-anak yang berada dalam situasi tidak diuntungkan ini meliputi Anak-anak dalam konflik bersenjata, Anak-anak jalanan dan bekerja di jalanan, dan anak korban penyalahgunaan dan penelantaran. (E/ICEG/1996/14).

Selanjutnya, Vivit Muntarbhorn mengidentifikasi kelompok-kelompok anak yang berada dalam kondisi yang tidak diuntungkan, sebagai berikut (Candra Gautama, 2001):

(5)

5 | H a l . 1. Anak-anak pedesaan;

2. Anak-anak jalanan dan daerah kumuh perkotaan; 3. Anak perempuan;

4. Pekerja anak; 5. Pelacuran anak;

6. Anak-anak penyandang cacat (anak dengan disabilitas); 7. Anak-anak pengungsi dan tidakberkewarganegaraan; 8. Anak-anak dalam lembaga pemasyarakatan;

9. Anak-anak korban kekerasan dan terlantar;

Sedangkan menurut Nilima Mehta (2008) kelompok anak yang membutuhkan perawatan dan perlindungan khusus (children in need of care and protection/CNCP), yaitu:

1. Anak jalanan;

2. Anak yatim, terlantar, dan miskin; 3. Pekerja anak;

4. Anak korban penyalahgunaan;

5. Anak korban perdagangan orang dan eksploitasi seksual; 6. Anak yang dilibatkan dalam penyalahgunaan obat; 7. Anak dalam situasi konflik dan situasi bencana alam; 8. Anak dalam keluarga yang berisiko;

9. Anak yang menyandang cacat (disablitas); 10. Anak yang sakit secara mental;

11. Anak yang terinfeksi atau terkena dampak HIV/AIDS; 12. Anak yang berhadapan dengan hukum.

(6)

6 | H a l .

C. Permasalahan yang Dihadapi Kelompok Anak yang Membutuhkan Langkah Perlindungan Khusus dan Kewajiban Negara

Permasalahan yang dihadapi anak-anak yang dikategorisasi dalam kelompok ini apabila dikaitkan dengan aturan dalam KHA dapat diidentifikasi sebagai berikut (Social Development Division, 2002), meliputi:

1. Perlindungan dari diskriminasi (Pasal 2); 2. Alokasi sumber daya (Pasal 4);

3. Hak untuk hidup (Pasal 6);

4. Hak atas nama, kewarganegaraan dan identitas (Pasal 7 dan 8); 5. Penyediaan pendidikan kesehatan dan perawatan (Pasal 17 dan 24); 6. Perlindungan dari kekerasan fisik dan mental (Pasal 19);

7. Hak-hak anak penyandang cacat atas perawatan dan reintegrasi (Pasal 23); 8. Perlindungan dari eksploitasi ekonomi (Pasal 28, 29, 31 dan 32);

9. Hak untuk melakukan kegiatan rekreasi (Pasal 31); 10. Perlindungan dari obat-obatan terlarang (Pasal 33); 11. Hak untuk kebebasan (Pasal 37 dan 40); dan 12. Rehabilitasi (Pasal 39).

Oleh karena Negara dibebani kewajiban untuk mengambil langkah khusus terhadap kelompok yang dilekati situasi tertentu maka Negara dapat mengambil tindakan afirmatif (affirmative action).

Komentar Umum Komite menekankan bahwa Negara harus mengambil tindakan afirmatif untuk mengurangi ataumenghilangkan kondisi yangnmenyebabkan atau mendukung langgengnya diskriminasi. Bahkan Komite Hak Asasi Manusia menegaskan bahwa prinsip non-diskriminasi tidak menghalangi penerapan tindakan afirmatif yang ditujukan untuk mempercepat penikmatan suatu hak atau terwujudkan kesetaraan. Pandangan yang sama kembali ditegaskan oleh Komite Hak Anak bahwa pembedaan perlakuan bagi suatu kelompok anak merupakan tindakan yang sah dan bukan termasuk tindakan diskriminatif. Hal ini sesuai dengan Pembukaan KHA yang mengakui bahwa di semua negara di dunia, terdapat anak yang berada pada situasi yang sulit, dan anak-anak dalam situasi seperti ini memerlukan perlakuan dan perlindungan khusus. Penghormatan ini,

(7)

7 | H a l . merupakan upaya dari Komite Hak Anak untuk menekankan pentingnya memberikan perhatian khusus bagi kelompok rentan dan kelompok tidak diuntungkan (Rachel Hodgkin and Peter Newell, 2007).

Situasi anak yang membutuhkan langkah perlindungan dengan perbedaan cara pendekatan (diferensiasi) dalam kerangka HAM dapat divisualisasikan melalui ragaan di bawah ini:

D. Anak Jalanan (Street Children) sebagai Kelompok Anak yang Membutuhkan Langkah Perlindungan Khusus

Beberapa kategorisasi di atas memasukkan anak jalanan sebagai bagian dari kelompok anak yang membutuhkan langkah perlindungan khusus. Artinya negara memiliki kewajiban untuk mengambil tindakan khusus untuk memberikan perlindungan kepada anak jalanan agar dapat menikmati hak-haknya seperti halnya dengan kelompok anak yang lain.

John Eggen (tanpa tahun) berpendapat bahwa secara luas anak jalanan dapat didefinisikan

setiap perempuan atau laki-laki yang belum mencapai usia dewasa (di bawah 18 tahun) telah menjadi kebiasaan hidup di jalan (dalam arti kata luas, termasuk tempat tinggal kosong, lahan kritis, dll atau bertempat tinggal dan / atau menjadikan sebagai sumber mata pencaharian, dan mereka tidak

Secara Umum Anak bagian dari Kelompok

Rentan

Secara Khusus Anak membutuhkan Langkah Perlindungan Khusus Tindakan Afirmatif Perlindungan Anak

(8)

8 | H a l . dilindungi secara memadai, diawasi atau diarahkan oleh orang dewasa yang bertanggung jawab terhadap kehidupannya. Sementara UNICEF membagi anak jalanan menjadi 3 (tiga) kelompok, yaitu (John Eggen, tanpa tahun):

1. Calon anak jalanan (Candidates for the Street) adalah anak-anak yang berisiko menjadi anak

dijalanan atau menjadi anak jalanan

2. Anak di jalan (Children on the street) adalah anak-anak yang memiliki kecenderungan

bekerja di jalanan pada siang hari dan kembali ke rumah pada malam hari;

3. Anak-anak jalanan (Children of the Street) adalah anak-anak yang hidup di jalanan tanpa

dukungan keluarga fungsional. Mereka tidak memiliki rumah untuk kembali ke, dan sering tidak memiliki perlindungan keluarga atau pengawasan.

Pengkategorian anak jalan juga dihasilkan dalam Konferensi di Mongolia yang diselenggarakan oleh National Children’s Committee dengan UNICEF dan Save the Children pada tahun 2004. Konferensi tersebut membagai anak jalanan menjadi 3 kelompok yaitu (Andrew West, 2003):

1. Anak ak yang bekerja di jalanan siang hari, masih menjaga hubungan dengan keluarga

dan biasanya kembali ke rumah mereka pada saat malam hari;

2. Anak yang masih menjalinan hubungan dengan keluarga mereka, meskipun sudah

jarang karena menghabiskan sebagian besar waktu mereka di jalanan,

3. Anak yang telah kehilangan hubungan dengan keluarga mereka dan telah hidup secara

permanen di jalan.

Kelompok lain dari anak jalanan adalah anak bagian dari keluarga jalanan (a part of a street family). Beberapa anak-anak hidup di trotoar atau alun-alun kota dengan sisa keluarga mereka. Keluarga tersebut pindah akibat kemiskinan, bencana alam, atau konflik sehingga mereka terpaksa hidup di jalanan. Keluarga jalanan selalu dengan membawa harta milik mereka dari satu tempat ke tempat apabila diperlukan. Seringkali anak-anak dalam keluarga jalanan bekerja di jalanan dengan anggota lain dari keluarga mereka (WHO, tanpa tahun). Dengan demikian, anak jalanan mungkin tinggal bersama orang tua atau mungkin tidak dan mereka mungkin hidup dengan atau diawasi oleh orang dewasa atau mungkin juga tidak. Mereka mungkin kembali ke semacam rumah atau tempat tinggal pada saat malam hari atau mungkin tidak (Andrew West, 2003).

(9)

9 | H a l .

Menurut United Nations Office for Drug Control and Crime Prevention (tanpa tahun) anak jalanan

memiliki karakteristik sebagai berikut:

1. Anak-anak kurang dari 18 tahun;

2. Menghabiskan seluruh atau sebagian besar waktu mereka di jalan;

3. Mempertahankan jalinan hubungan minimal dengan keluarga mereka, atau tidak lagi menjalin hubungan dengan keluarga mereka ;

4. Ketiadaan/kurangnya pengawasan, perlindungan atau bimbingan , sehingga membuat mereka rentan terhadap berbagai ancaman bahaya baik kesehatan maupun psikologis. Salah satu alasan mengapa anak-anak jalanan hidup di jalan bervariasi. Namun, ada satu penjelasan yang berlaku baik bagi negara maju maupun berkembang , yakni kemiskinan. Anak jalanan pergi ke jalanan untuk mencari cara hidup yang lebih baik. Menurut WHO (tanpa tahun), berikut ini adalah beberapa alasan umum mengapa anak berada di jalanan:

1. Mendapatkan uang untuk diri mereka sendiri dan untuk dukungan keluarga mereka; 2. Mencari tempat berlindung.

3. Melarikan diri dari masalah keluarga termasuk penolakan; 4. Melarikan diri dari tuntutan pekerjaan di rumah;

5. Melarikan diri dari institusi anak-anak.

Banyak anak-anak jalanan hidup di luar norma-norma hukum dan peraturan yang ada dan seringkali anak jalanan dikriminalisasi meskipun mereka tidak melakukan tindak pidana apa pun. Anggapan “ketidaklegalan (ilegalitas) anak jalanan menjadi penyebab terjadinya pelecehan dan terancam penggusuran. Diskriminasi menciptakan masalah dan berdampak terhadap anak jalanan untuk mengakses layanan publik. Hal lain berasal dari persepsi masyarakat yang mengkriminalkan anak sehingga anak jalanan semakin terkucilkan (Anna Lena Schmidt, 2003)

Anak jalanan memiliki beban yang lebih besar daripada anak-anak miskin lainnya yang masih berada di bawah pengawasan orang dewasa. Permasalahan-permasalahan yang dihadapi anak jalanan bisa dikelompokkan menjadi 3 kelompok, yakni : sosial, fisik, dan psikologis. Permasalahan-permasalahan yang dihadapi anak jalan dari setiap kelompok permasalahan di atas meliputi (WHO, tanpa tahun):

(10)

10 | H a l . 1. Permasalahan sosial yang dihadapi anak jalanan terdiri diri:

a) Kemiskinan dan buta huruf;

b) Diskriminasi dan kurangnya sumber daya yang dapat diakses; c) Jalan menjadi lingkungan kekerasan;

d) Stigmatisasi.

2. Permasalahan fisik yang dihadapi anak jalanan terdiri dari:

a) Kekurangan makanan yang bergizi ;

b) Cedera (luka);

c) Masalah seksual dan kesehatan reproduksi;

d) Terjangkit penyakit;

3. Permasalahan psikologis atau mental yang dihadapi anak jalanan terdiri dari: a) Tekanan (stress) masa lalu;

b) Perubahan perilaku (gaya hidup) pribadi; c) Kesehatan mental;

d) Pengguna narkoba dan psikotropika.

Permasalahan yang dihadapi anak jalanan merupakan permasalahan pelanggaran hak-hak anak karena Negara gagal memberikan perlindungan secara khusus kepada mereka. Instrumen Hukum HAM Internasional memandatkan Negara untuk memberikan perlindungan hukum secara khusus bagi kelompok yang terabaikan dalam masyarakat. Kewajiban Negara mencakup kewajiban untuk melakukan intervensi dengan cara memfasilitasi kelompok anak yang dirampas hak-haknya, menghindari perampasan hak anak, dan melindungi anak jalanan dari perampasan hak.

Dari perspektif HAM, gejala anak jalanan merukan gambaran pelanggaran terhadap berbagai HAM, khususnya hak untuk hidup, kelangsungan hidup, tumbuh kembang, hak untuk dirawat oleh orang tua, hak atas perlindungan dari semua bentuk kekerasan fisik atau mental, cedera atau penyalahgunaan, penelantaran atau perlakuan lalai, penganiayaan atau eksploitasi , hak atas standar hidup yang memadai untuk fisik, mental, spiritual, moral dan sosial termasuk hak atas pangan, sandang, perawatan medis dan layanan sosial.

Beberapa pasal KHA memiliki keterkaitan yang melindungi anak-anak jalanan. Pasal-pasal yang paling penting adalah Pasal 19, Pasal 20, Pasal 26, Pasal 27 dan Pasal 39. Pasal 19 KHA menyatakan bahwa Negara harus mengambil semua langkah legislatif, administratif, sosial dan

(11)

11 | H a l . pendidikan yang tepat untuk melindungi anak dari semua bentuk kekerasan fisik atau mental, cedera atau penyalahgunaan, penelantaran atau perlakuan lalai, penganiayaan atau eksploitasi. Kemudian Pasal 20 KHA membebankan Negara kewajiban untuk menyediakan perlindungan khusus bagi anak yang kehilangan lingkungan keluarga dan menjamin pengasuhan alternative. Selanjutnya Pasal 26 KHA menandaskan bahwa Negara berkewajiban untuk memberikan perhatian kepada anak-anak dalam kondisi yang sangat sulit mengupayakan pengembangan program-program sosial untuk mendukung dinikmatinya hak-hak anak. Sementara, Pasal 27 KHA menekankan Negara mengakui hak setiap anak atas standar kehidupan yang memadai bagi perkembangan fisik, mental, spiritual, moral, dan sosial anak. Pasal ini juga mengatur kewajiban Negara untuk memberi bantuan material dan mendukung program, terutama mengenai gizi, pakaian, dan perumahan. Kewajiban Negara yang lain dapat ditemukan pada Pasal 39 KHA yang menyebutkan kewajiban Negara mengambil langkah untuk meningkatkan penyembuhan fisik dan psikologis serta integrasi sosial seorang anak yang menjadi korban bentuk penelantaran apapun, eskploitasi atau penyalahgunaan.

Referensi

Dokumen terkait

Berbeda dengan penelitian Hafifah dan Fitriany (2012), melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh beban kerja, pengalaman audit dan tipe kepribadian terhadap skeptisme

Oleh karena itu, Bank Indonesia menyempurnakan metode penilaian kese- hatan dari CAMELS menjadi RGEC sesuai dengan SE BI nomor 13/ 24 /DPNP tanggal 25 oktober 2011

Setiap ada permintaan navigasi ke pustaka, proses dilakukan bertahap mulai dari pencarian pustaka dengan OPAC, mendeteksi lokasi (AR), melakukan komputasi pathfinding,

Pada tahap design ini merupakan proses mengubah kebutuhan yang ada dalam tahap plan menjadi rancangan sistem yang diimplementasikan secara nyata. Pada tahap

efektif untuk menurunkan tekanan darah dari pengukuran.. Informan patuh minum obat dari suku padang karena mereka tidak bisa menghindari diit hipertensi dimana informan

1 Di sisi lain, persoalan yang menyertai deforestasi dan degradasi hutan seperti pengabaian terhadap hak hidup masyarakat, persoalan kerusakan biodiversity maupun

Berdasarkan hasil dari penelitian dan analisis yang telah di lakukan oleh penulis tentang Pelaksanaan Manajemen Kemitraan PT Buana Wira Lestari Mas dengan Petani

PERTAMA Tanggal 10 Agustus ditetapkan sebagai Hari Konservasi Alam