• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEDUDUKAN PIHAK KETIGA DALAM PERADILAN TATA USAHA NEGARA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KEDUDUKAN PIHAK KETIGA DALAM PERADILAN TATA USAHA NEGARA"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

KEDUDUKAN PIHAK KETIGA

DALAM PERADILAN TATA USAHA NEGARA

Abstract

In settlement of dispute in the administrative court it is possible there are interested third parties in the case of others who want to come in and have to given opportunity to defend their rights. How about the third party is a person or civil legal body who then be placed as defendants party by the judges, it is course contrary to article 1 number 12 of the Act No. 51 in 2009, which states that who have position is only the agency or officer of Administrative administrative officer. The entry of third parties or the intervenient in dispute of administrative court posible aqivalent in the civil court, the provisions contained in Aricle 83 Act No. 5 in 1986. Someone who felt have interest could enter into the ongoing dispute on their own initiative or at the judge intiatives. In practice a third party that is not a agency or officer of administrative court beside could positioned as plaintiff party, bu the judge can also position them as party of defendant II Intervention.

Keywords : intervenient, plaintiff, defendant, the Administrative Court

I. Pendahuluan

Peradilan Tata Usaha Negara bertujuan untuk menyelesaiakan sengketa Tata Usaha Negara. Sengketa Tata Usaha Negara dimaksud disini adalah sengketa yang timbul antara Orang atau Badan Hukum Perdata dengan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara akibat dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara.

Di dalam penyelesaian sengketa Tata Usaha Negara yang berkedudukan sebagai Penggugat pada dasarnya adalah Orang atau Badan Hukum Perdata yang merasa kepentingannya dirugikan akibat dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara. Sedangkan yang berkedudukan sebagai Tergugat adalah Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang telah mengeluarkan Keputusan Tata Usaha.

Ada kalanya dalam proses pemeriksaan sengeketa Tata Usaha Negara terdapat pihak ketiga yang berkepentingan pula dalam penyelesaian sengketa Tata Usaha Negara yang sedang berjalan, sehingga perlu diberikan kesempatan dalam pemeriksaan sengketa Tata Usaha Negara tersebut guna melindungi haknya. Keikutsertaan pihak ketiga dalam penyelesaian sengketa Tata Usaha Negara dalam kepustakaan disebut Intervensi.

Dalam pasal 83 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 dimungkinkannya seseorang yang merasa berkepentingan dapat masuk kedalam sengketa pihak lain

(2)

dan berkedudukan sebagai peserta yang membela haknya ataupun peserta yang bergabung dengan salah satu pihak yang sedang bersengketa. Masuknya pihak ketiga yang merupakan orang atau Badan Hukum Perdata yang ditarik oleh pihak Tergugat dan kemudian berkedudukan dan memihak Tergugat tentu saja bertentangan dengan pasal 1 angka 12 Undang-undang Nomor 51 Tahun 2009, dimana Tergugat hanyalah Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara.

Sehubungan dengan hal tersebut saya mencoba untuk menjawab dan sekaligus menyumbangkan pemikiran yang bertujuan untuk mengetahui dasar hukum serta penerapan keikutsertaan pihak ketiga dalam penyelesaian sengketa Tata Usaha Negara di Peradilan Tata Usaha Negara.

II ISI MAKALAH

2.1 METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan dalam tulisan ini yaitu jenis penelitian hukum empiris karena meneliti bagaimana hukum tersebut diterapkan dalam praktiknya. Sumber data yang digunakan berupa data primer dan data skunder. Data Primer didapat dari sumber pertama yang dihimpun oleh peneliti, data skunder didapat dengan melakukan penelitian kepustakaan (library Research) yakni mengadakan penelitian terhadap bahan-bahan bacaan untuk mendapat data secara teoritis. Jenis pendekatan yang digunakan berupa pendekatan perundang-undangan, pendekatan fakta dan pendekatan konsep. Analisis dilakukan dengan analisis kwalitatif yang disajikan secara diskriptif

2.2 HASIL DAN PEMBAHASAN

2.2.1 Dasar Hukum Penerapan Keikutsertaan Pihak Ketiga dalam Peradilan Tata Usaha Negara

Intervensi atau masuknya pihak ketiga dapat diberlakukan dalam Peradilan Tata Usaha Negara layakna dalam Peradilan Perdata. Ketentuan ini dapat kita temui dalam pasal 83 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 yang memungkinkan setiap orang yang merasa berkepentingan dalam perkara pihak lain selama

(3)

pemeriksaan berlangsung dapat masuk atas kemauannya sendiri ataupun atas prakarsa Hakim dengan mengajukan permohonan. Dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 sampai dengan peruhan kedua yaitu Undang-undang Nomor 51 Tahun 2009 tidak ditemui mengenai maksud dari selama pemeriksaan berlangsung.

Dalam JUKLAK Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 222/Td.TUN/X/1993 tanggal 14 Oktober 1993 butir III dinyatakan permohonan intervensi dapat diajukan sebelum pemeriksaan saksi namun dalam prakteknya permohonan intervensi diterima sampai dengan tahap kesimpulan, mengingat telah dihapusnya pasal 118 Undang-undang nomor 5 Tahun 1986 tentang perlawanan pihak ketiga terhadap putusan yang telah memiliki kekuatan hukum yang tetap.

Mengenai kesimpangsiuran tentang kedudukan pihak ketiga yaitu bilamana adanya pihak ketiga yang merupakan orang atau badan hukum Perdata kemudian didudukan sebagai pihak Tergugat II intervensi sepertinya kurang searah dengan salah satu asas dalam Peradilan Tata Usaha Negara yaitu asas Erga Omnes. Asas Erga Omnes merupakan bahwa Putusan pengadilan Tata Usaha Negara tidak hanya mengikat para pihak tetapi berlaku publik.1 Sehingga pihak ketiga tersebut sudah cukup didudukan sebgai saksi. Secara Praktis Mahkamah Agung berdasarkan Juklak Nomor 052/Td.TUN/III/1992 tanggal 24 Maret 1992 butir I angka 2 tidak memberikan petunjuk apa-apa kecuali menyerahkan kepada yurisprudensi saja.

Dalam JUKLAH Mahkamah Agung No. 224/Td.TUN/X/1993 tanggal 14 Oktober 1993 hanya memberikan anjuran bahwa pihak ketiga yang bukan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara seyogyanya didudukan sebagai saksi.

1S.F Marbun, 1997, Peradilan Administrasi Negara dan Upaya Administrasi di Indonesia, Liberty

(4)

2.2.2 Kedudukan pihak Ketiga Dalam Sengketa Tata Usaha Negara

Pihak ketiga yang bukan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dalam prakteknya dapat berkedudukan sebagai Pihak Penggugat ataupun menjadi Tergugat II Intervensi. Mengenai posisi dari pihak ketiga tersebut dilihat dari bagaimana kepentingan dari masing-masing pemohon intervensi tersebut. Apabila Kepentingan dari pemohon intervensi tersebut pararel dengan Penggugat maka oleh Majelis Hakim akan mendudukannya sebagai Penggugat intervensi sedangkan bilamana kepentingan dari pemohon intervensi tersebut pararel dengan Tergugat maka oleh Majelis hakim akan didudukan sebagai pihak Tergugat II Intervensi.

Pihak ketiga berdasarkan kemauannya sendiri dapat mengajukan permohonan untuk masuk kedalam sengketa pihak lain agar kepentingannya jangan sampai dirugikan oleh putusan Pengadilan yang sedang berjalan. Selain itu ada kalanya masuknya pihak ketiga dalam perkara yang sedang berjalan dapat masuk karena permintaan salah satu pihak baik Penggugat ataupun Tergugat. Serta masuknya pihak ketiga yang sedang berjalan terjadi atas prakarsa Hakim , karena melihat adanya kepentingan pihak lain yang terkait. Mengenai kedudukan dari pemohon intervensi semuanya beradi di tangan Majelis Hakim apakah pemohon akan didudukan sebagai pihak Penggugat ataupun Tergugat II Intervensi.

Dalam memposisikan pihak ketiga tersebut Majelis Hakim akan melihat dari alasan yang disampaikan dalam permohonan intervensi yang disampaikan yang kemudian akan diperiksa secara teliti oleh Majelis Hakim. Hal ini terkait dengan kepentingan yang terkandung di dalamnya. Kepentingan ini menurut Indroharto mengandung dua arti yaitu menunjuk kepada nilai yang harus dilindungi oleh hukum dan kepentingan berproses, artinya apa yang hendak dicapai dengan melakukan suatu proses gugatan.

(5)

III Kesimpulan

Dari uraian yang telah dilakukan dalam Bab Pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Masuknya pihak ketiga dalam perkara Tata Usaha Negara dapat diterapkan dalam Peradilan Tata Usaha Negara, Sebagaiman diatur dalam pasal 83 Undang-undang 1986 dimana pihak ketiga yang merasa kepentingannya dirugikan dalam perkara lain dapat masuk dalam proses pemeriksaan dan berkedudukan sebagai pihak intervensi.

2. Penerapan masuknya permohonan pihak ke tiga dalam Peradilan Tata Usaha Negara dapat diajukan tidak hanya pada tahap pemeriksaan saksi melainkan sampai pada tahap kesimpulanpun masih dapat diterima untuk melindungi hak pihak ketiga tersebut. Selanjutnya dengan dihapusnya pasal 118 Undang-undang No 5 Tahun 1986 sehingga pihak ketiga dimungkinkan untuk mengajukan gugatan perlawanan terhadap Keputusan Tata Usaha Negara yang telah memiliki kekuatan hukum tetap

IV Saran

1. Penerapan Intervensi dalam Peradilan Tata Usaha Negara harus dilakukan secara cermat dan berhati-hati , serta Hakim perlu lebih memperhatikan ketentuan pasal 1 angka 12 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 dan pasal 53 ayat (1) Undang-undang Nomor 9 Tahun 2004 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara serta memperhatikan asas Erga Omnes dan asas Tidak Berubah.

2. Untuk menghindari kekeliruan dalam menerapkan pasal 83 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 perlu dikeluarkan Peraturan Mahkamah Agung oleh Mahkamah Agung yang berisi aturan yang tegas mengenai penerapan keikutsertaan pihak ketiga sehingga tidak terjadi kerancuan penafsiran oleh Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara dalam menerapkan keikutsertaan pihak ketiga dalam Peradilan Tata Usaha Negara.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian ini disimpulkan bahwa: (1) Kemampuan lahan kawasan perkotaan Lewoleba 91.73 % memiliki daya dukung yang baik untuk kegiatan perkotaan,

Kegiatan inti, meliputi : (1) menyampikan informasi umum tetang aturan main dalam pembelajaran kooperatif STAD, (2) mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok kecil

Keluaran ini akan memberikan informasi tentang data-data fasilitas yang ada di objek wisata Pulau Masela, pada rancangan keluaran ini di lengkapi dengan menu edit, menu

Pemerintah telah berusaha melakukan upaya pemberantasan penyakit kecacingan dengan pemberian obat massal, promosi gaya hidup sehat dan sanitasi yang bersih.(Depkes

Penelitian Nawirah 2015 mengatakan bahawa salah satu faktor yang mempengaruhi pemilihan kontrasepsi adalah dukungan suami.Berdasarkan hasil penelitian dapat

Persyaratan dan metode untuk menentukan f ya dijabarkan sebagai berikut: a Untuk komponen struktur tekan yang menerima beban aksial dan komponen struktur lentur dengan nilai 

”To execute its duties, Greater Jakarta Transport Authority (GJTA) refers to Transportation Grand Design for Greater Jakarta (Presidential Decree)”.. MAIN TASK

Siswa memiliki keterampilan berpikir kreatif, produktif, dan kritis, dalam melaksanakan tugas dengan menggunakan alat, informasi, dan prosedur kerja yang lazim dilakukan