EFFECTIVENESS OF PATIENT SAFETY TRAINING WITH SPEECH METHODE IN INCREASING NURSING STAFF’S KNOWLEDGE
IN PKU MUHAMMADIYAH HOSPITAL OF BANTUL Trana Uminingsih.
Lecturee∈School of Nursing Stikes Wira Husada Yogyakarta
ABSTRACT
Background: PKU Muhammadiyah Hospital of Bantul is a type C hospital with 129
bed capacities. Bed occupation rate during the last 3 years is about 60%-70%. Nurse is a vital element at hospital servise systems in international patient safety. Increasing public demand good patient safety nurse who takes care professional. To the increase in knowledge regarding the safety of nurses in particular are very important.
Methodes: This research was quantitative approach with Quasi eksperiment, pre
test-post test with control group design. Respondents of research were nurses working in the adult in patient installation of the PKU Muhammadiyah Bantul hospital. Complete samples were 30 respondents with purposive sampling. Data were collected at pre test and post test by using quesoner checklist . Instrument of analysis was paired t-Test with 5% significancy interval.
Result and Discussion: The result for 31 nursing staff’s (experimental group) and 31
Nursing staff’s (control group) showed significant differences in understanding nursing staff’s before and after receiving training in the experimental group (p value: 0,00) and no difference in understanding nursing staff’s before and after in the control group (p value: 0,083).
Conclusion: Patient safety training with talkative method effective in increasing
knowledge of nurses in understanding phase at PKU Muhammadiyah Bantul Hospital. Expected Hospital to make patient safety training program on going basic with role play methode and develop performance standarts as a facilitation of transferred understanding of nursing staff’s.
INTISARI
EFEKTIVITAS PELATIHAN PATIENT SAFETY DENGAN METODE CERAMAH DALAM MENINGKATKAN PENGETAHUAN PERAWAT DI
RAWAT INAP RSU PKU MUHAMMADIYAH BANTUL
Latar Belakang: Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Bantul merupakan rumah sakit
tipe C dengan kapasitas 129 tempat tidur. Tingkat hunian tempat tidur selama 3 tahun terakhir adalah sekitar 60% -70%. Perawat merupakan unsur penting di rumah sakit dalam pelayanan keselamatan pasien. Meningkatnya tuntutan masyarakat akan pelayanan keselamatan pasien dibutuhkan perawat yang bekerja secara professional. Untuk itu peningkatan pengetahuan perawat merupakan hal yang sangat penting.
Metode: Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan desain kuasi
eksperimen dengan rancangan penelitian pre test-post test dengan control group
design. Populasi dalam penelitian ini adalah perawat yang bekerja di instalasi rawat
inap dewasa dari PKU Muhammadiyah Bantul rumah sakit yang memenuhi criteria inklusi dan ekslusi. Total Sampel adalah 31 responden dengan teknik pengambilan sampling simple random sampling. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuisioner yang diisi pada saat pre test dan post test. Uji analisis menggunakan t-Test dengan taraf signifikansi 5%.
Hasil dan Pembahasan: Hasil penelitian untuk 31 perawat (kelompok eksperimen)
dan 31 Perawat (kelompok kontrol), menunjukkan perbedaan yang signifikan dalam meningkatkan pengetahuan perawat sesudah pelatihan dalam kelompok eksperimen (p value: 0,00) dan tidak ada perbedaan signifikan dalam meningkatkan pengetahuan perawat pada kelompok kontrol (p value: 0.083) sesudah intervensi.
Kesimpulan : Pelatihan patient safety dengan metode ceramah efektif untuk
meningkatkan pengetahuan perawat di RSU PKU Muhammadiyah Bantul. Sarannya adalah Rumah Sakit perlu membuat program pelatihan secara berkelanjutan mengenai keselamatan pasien dengan metode role play sebagai upaya mengembangan standart kinerja sebagai bentuk fasilitasi transfer pemahaman staf keperawatan.
PENDAHULUAN
Keselamatan pasien (patient safety) merupakan suatu variabel untuk mengukur dan mengevaluasi kualitas pelayanan keperawatan yang berdampak terhadap pelayanan kesehatan. Program keselamatan pasien bertujuan menurunkan angka Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) yang sering terjadi pada pasien selama dirawat di rumah sakit sehingga sangat merugikan baik pasien sendiri dan pihak rumah sakit. KTD bisa disebabkan oleh berbagai faktor antara lain beban kerja perawat yang cukup tinggi, alur komunikasi yang kurang tepat, penggunaan sarana kurang tepat dan lain sebagainya
menurut Nursalam1.
Untuk meminimalisir kejadian nyaris cedera atau KTD maka Komite Akreditasi Rumah Sakit (KARS) mengemukakan 6 sasaran keselamatan pasien (patient safety) sebagai syarat untuk diterapkan di semua rumah sakit yang diakreditasi oleh KARS. Penyusunan ini mengacu kepada nine
life-saving Patient Safety Solutions dari WHO Patient safety (2007) yang juga
digunakan oleh Komite Keselamatan Pasien Rumah sakit (KKPRS PERSI) dan dari Joint Commission International (JCI). Enam sasaran tersebut yaitu: mengidentifikasi pasien dengan benar, meningkatkan komunikasi yang efektif, meningkatkan keamanan obat-obatan yang harus diwaspadai, memastikan lokasi pembedahan yang benar, prosedur yang benar, pembedahan pada pasien dengan benar, mengendalikan resiko infeksi dan pengurangan resiko jatuh,menurut KARS 2.
Perawat memegang peranan yang sangat penting untuk meningkatkan keselamatan pasien karena kedekatannnya yang melekat pada pasien. Posisi ini memberikan wawasan yang diperlukan perawat untuk mengidentifikasi masalah dalam sistem kesehatan dan menjadi bagian dari solusi keselamatan pasien. Perawat harus didukung dan didorong tanpa takut dihukum, serta memiliki pemahaman tentang bagaimana perubahan budaya organisasi dapat dicapai menurut Friessen 3.
Dalam lingkup keselamatan pasien, pengetahuan SDM (sumber daya manusia) di kesehatan termasuk perawat merupakan hal yang berhubungan dengan komitmen yang sangat diperlukan dalam upaya untuk membangun budaya keselamatan pasien, menurut Cahyono 4.
Rumah sakit PKU Muhammadiyah Bantul merupakan salah satu rumah sakit yang sedang mengembangkan program patient safety. Informasi dari
kepala ruang dinyatakan bahwa 80% perawat sudah diberikan sosialisasi tentang patient safety oleh Tim patient safety pada tahun 2010, akan tetapi menurut informasi dari bagian diklat efektivitas dari sosialisasi patient safety tersebut belum pernah dievaluasi sejak 2011 sampai sekarang, dan setelah itu tidak pernah dilakukan pelatihan patient safety lagi.
Wawancara dengan 15 perawat pelaksana di rawat inap, 6 perawat menyatakan kurang tertarik dan malas untuk melakukan tindakan safety tersebut dengan alasan tidak ada pengaruhnya terhadap kesejahteraan mereka dan 9 perawat mengatakan belum memahami tentang prinsip-prinsip patient
safety. Hal ini dimungkinkan sosialisasi yang pernah diberikan masih terbatas
pada penekanan terhadap dukungan manajemen dan kewajiban staf untuk menerapkan keselamatan pasien dan belum secara spesifik memberikan gambaran mengenai bagaimana kontribusi individu selaku tenaga profesional dalam menerapkan keselamatan pasien sehingga pelaksanaan patient safety belum optimal.
Beberapa hal lain dikarenakan belum adanya persepsi yang sama tentang pengisian format pelaporan insiden, adanya perasaan takut disalahkan jika melaporkan suatu insiden,ini teridentifikasi sebagai kendala yang ditemukan oleh Tim patient safety. Belum optimalnya nilai-nilai kesadaran dalam membangun budaya patient safety berhubungan dengan peran perawat melalui peningkatan pengetahuan perawat dalam mendukung program keselamatan pasien yang harus terus menerus diingatkan juga merupakan kondisi yang dirasakan harus dibenahi. Untuk itu perlu diadakan pelatihan dengan metode
ceramah. Menurut Kamil 5 Metode ceramah ini paling mudah digunakan
serta paling umum dimengerti daripada metode pembelajaran lain yang banyak dikembangkan sekarang dan sangat cocok untuk menyampaikan materi yang baru, menghadapi kelompok yang besar, waktu yang terbatas dan bisa meringkaskan bahan yang dikembangkan melalui metode pembelajaran lain. Dengan metode ini juga diharapkan umpan balik dan partisipasi peserta melalui diskusi dapat meningkat. Apabila partisipasi meningkat maka harapannya pengetahuan juga meningkat dan ini merupakan unsur penting bagi Rumah Sakit untuk bisa mengoptimalkan budaya patient safety.
Berdasarkan latar belakang tersebut menunjukkan bahwa pelayanan kesehatan yang mengedepankan keselamatan pasien membutuhkan pengetahuan keperawatan yang baik, sehingga dirumuskan masalah bagaimana “efektifitas pelatihan patient safety dengan metode ceramah dalam meningkatkan pengetahuan Perawat di Rumah Sakit Umum PKU Muhammadiyah Bantul”.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan desain Quasi
eksperiment dengan rancangan penelitian pre-test- post-test with control group design. Subyek penelitian ini adalah perawatpelaksana yang
melakukan asuhan keperawatan di ruang rawat inap RSU PKU Muhammadiyah Bantul. Penelitian dilakukan mulai bulan februari sampai Maret 2015. Populasi penelitian ini adalah seluruh perawat di Instalasi Rawat Inap RSU PKU Muhammadiyah Bantul yang berjumlah 161orang dengan jumlah sampel yang akan diteliti adalah 62 responden yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Variabel bebas ( independent Variable) adalah pelatihan
patient safety dengan metode ceramah (X1) dan variabel terikat (dependent Variable ) adalah tingkat pengetahuan Perawat. Instrumen penelitian
menggunakan kuesioner yang diberikan saat pre test dan post test.
Dalam uji validitas menggunakan korelasi product moment, uji reliabilitas dengan Cronbach’s Alpha. Untuk analisa datanya menggunakan uji t-Test. Adapun jalannya penelitian adalah melakukan pre test pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Setelah pre test kemudian dilanjutkan dengan pelatihan patient safety pada kelompok eksperimen, dan memberikan leaflet pada kelompok kontrol. Setelah pelatihan dilakukan post test pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.
HASIL
Rumah Sakit Umum PKU Muhammadiyah Bantul adalah rumah sakit swasta yang sedang berkembang. Berawal dari sebuah Balai Pengobatan dan Rumah Barsalin (BP/RB) yang didirikan tahun 1966, kemudian pada tanggal 21 Agustus 1995 menjadi Rumah Sakit Khusus Ibu dan Anak. Pada tahun 2001 rumah sakit ini telah resmi menjadi rumah sakit umum tipe C dengan jumlah tempat tidur sebanyak 104 buah. Seiring dengan perkembangan RS, saat ini RS PKU Muhammadiyah Bantul telah memiliki sedikitnya 129 TT (tempat tidur) yang terbagi di 9 ruang rawat. Saat ini jumlah karyawan tetap sekitar 325 orang dan karyawan tidak tetap berjumlah 98 orang, dan honorer 44 orang. Tenaga medis terdiri dari dokter umum sebanyak 15 orang, dokter spesialis 51 orang, dan dokter gigi sebanyak 5 orang.
Jenis pelayanan yang ada di RS PKU Muhammadiyah Bantul antara lain pelayanan 24 jam yang mencakup Instalasi Gawat Darurat, Rawat inap, ICU,
pelayanan bersalin, pelayanan operasi, pelayanan rukti jenazah. Selain itu ditunjang oleh adanya pelayanan penunjang medik seperti laboraturium klinik, farmasi, radiologi, ambulance 118, USG, pelayanan gizi serta
CT-Scan.
Tabel 1.1
Karakterisktik Kontrol Eksperimen N % n % Umur < 25 tahun 6 19,35 3 9,68 25 – 30 tahun 22 70,97 24 77,42 > 30 tahun 3 9,68 4 12,90 Jumlah 31 100,00 31 100,00 Jenis kelamin Laki-laki 4 12,90 3 9,68 Perempuan 27 87,10 28 90,32 Jumlah 31 100,00 31 100,00 Pendidikan D3 23 74,19 24 77,42 Sarjana 8 25,81 7 22,58 Jumlah 31 100,00 31 100,00 Lama bekerja di RS 1 – 5 tahun 19 61,29 21 67,74 6 – 10 tahun 12 38,71 10 32,26 Jumlah 31 100,00 31 100,00 Lama bekerja di bangsal 1 – 5 tahun 24 77,42 26 83,87 6 – 10 tahun 7 22,58 5 16,13 Jumlah 31 100,00 31 100,00
Sumber : data primer diolah
Melihat tabel diatas maka dapat disimpulkan responden penelitian sebagian besar berumur 25 sampai 30 tahun baik pada kelompok kontrol maupun eksperimen. Responden perempuan juga lebih banyak dari pada laki-laki pada kedua kelompok. Berdasarkan tingkat pendidikan responden yang lulus D3 lebih banyak dibandingkan lulusan S1 Keperawatan. Sebagian besar responden penelitian sebagian besar telah bekerja di Rumah sakit maupun bangsal selama 1 sampai 5 tahun.
Hasil paired t-Test pada kelompok kontrol
Hasil penelitian pengetahuan perawat tentang patient safety pada kelompok kontrol menunjukkan bahwa nilai rerata (mean) 15,19 saat
pre-test dan 15,29 saat post-pre-test. Melihat hasil pada gambar 4.1 diatas bisa
disimpulkan bahwa antara pre test dan post test pada kelompok kontrol tidak ada peningkatan pengetahuan yang berarti. Uji beda antara pengetahuan perawat tentang patient safety pada kelompok kontrol
sebelum dan sesudah intervensi dengan menggunakan paired sample
t-Test diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,083. Nilai signifikansi lebih
besar dari 0,05 maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan rata-rata pengetahuan perawat tentang patient safety pada kelompok kontrol sebelum dan sesudah diadakan pelatihan.
Hasil paired t-Test pada kelompok eksperimen.
Hasil penelitian pengetahuan perawat tentang patient safety pada kelompok eksperimen menunjukkan bahwa nilai rerata (mean) 15,71 saat
pre-test dan 19,32 saat post-test. Melihat gambar tersebut berarti bisa
disimpulkan ada peningkatan pengetahuan. Uji beda antara pengetahuan perawat tentang patient safety pada kelompok eksperimen sebelum dan sesudah pelatihan dengan menggunakan paired sample t-Test. Selanjutnya dilakukan uji beda dengan menggunakan paired sample t-
Test. Kenaikan rata-rata tingkat pengetahuan perawat tentang patient safety pada kelompok eksperimen sebesar 23,0%.
Hasil independent t-Test.
Diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,000. Nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 maka dapat disimpulkan ada perbedaan rata-rata pengetahuan perawat tentang patient safety pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen setelah diadakan pelatihan dengan metode ceramah.
PEMBAHASAN
Pengetahuan perawat masing-masing kelompok belum optimal walaupun secara keseluruhan tingkat pendidikan responden minimal DIII keperawatan. Peran dan fungsi dari Tim patient safety di rumah sakit juga belum terlalu optimal. Nilai rata-rata pengetahuan perawat pelaksana mengenai keselamatan pasien pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dalam penelitian ini menunjukkan kondisi pengetahuan awal mengenai keselamatan pasien yang belum adequate. Pertimbangan atas kesamaan kriteria inklusi yang telah terpenuhi oleh responden pada masing-masing kelompok secara umum memberikan gambaran bahwa kelompok eksperimen dan kelompok kontrol sudah cukup homogen. Hal ini berarti bahwa walaupun terdapat perbedaan nilai pengetahuan pada kedua kelompok namun jika dibandingkan dengan nilai maksimal yang harus diperoleh secara keseluruhan responden maka nilai pengetahuan pada kedua kelompok masih belum optimal.
Hasil penelitian dalam penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Juslida 6 yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan nilai rata-rata pengetahuan antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol sebelum intervensi (nilai kelompok intervensi lebih tinggi
daripada nilai kelompok kontrol) dengan p value sebesar 0,007. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan Juslida 6 yang menemukan bahwa terdapat perbedaan nilai rata-rata pengetahuan antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol dengan p value : 0,0001. Perbedaan pengetahuan yang disimpulkan melalui hasil pengukuran post-test antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol disebabkan karena tidak adanya stimulus berupa pelatihan pada kelompok kontrol sehingga hasil penelitian ini menunjukkan perbedaan yang signifikan antara kelompok perawat yang diberi pelatihan dan yang tidak diberi pelatihan. Perbedaan pengetahuan yang diperoleh perawat setelah mendapatkan pelatihan merupakan salah satu bentuk kemanfaatan yang dicapai oleh individu dan rumah sakit.
Pelatihan perawat tentang patient safety di RSU PKU Muhammadiyah Bantul secara nyata dapat meningkatkan pengetahuan perawat. Peningkatan pengetahuan juga akan meningkatkan kemampuan afektif, motorik dan kognitif sehingga diharapkan akan diperoleh suatu peningkatan produktifitas atau hasil yang baik menurut Marquis7. Pelatihan merupakan proses secara sistematik bagi individu untuk mendapatkan dan mengembangkan keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk kirerja yang lebih baik menurut Baron 8.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada perbedaan pengetahuan perawat pelaksana mengenai penerapan patient safety sebelum dan sesudah mendapatkan pelatihan pada kelompok eksperimen dengan p value 0,00 dan tidak ada perbedaan pengetahuan perawat pelaksana mengenai penerapan keselamatan pasien sebelum dan sesudah pelatihan pada kelompok kontrol dengan p value: 0,083.
Hasil penelitian yang didapatkan pada kelompok eksperimen dalam penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Juslida
6
. yang menemukan bahwa pada kelompok intervensi didapatkan perbedaan nilai rata-rata sebelum dan sesudah intervensi dengan p value sebesar 0,0001. Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang
dilakukan Kirana 9, yang menemukan bahwa ada perbedaan
kemampuan koqnitif perawat secara signifikan pada kelompok intervensi sebelum dan sesudah diberikan pelatihan dengan p value 0,000.
Sebaliknya, penelitian lain yang berbeda dengan hasil penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan Indraswati 10 yang menyatakan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara pengetahuan perawat
sebelum dan sesudah mendapatkan pelatihan melalui pengukuran sebelumnya, dengan p value 0,454.
Hasil penelitian yang didapatkan pada kelompok kontrol juga berbeda jika dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan Juslida 6, dimana dalam penelitian yang dilakukannnya dengan menggunakan kelompok kontrol yang berada dalam lingkup rumah sakit yang sama terdapat peningkatan nilai pada kelompok kontrol atau terdapat perbedaan pengetahuan yang bermakna pada kelompok kontrol sebelum dan setelah intervensi walaupun kelompok kontrol tidak mendapatkan pelatihan dengan p value 0,007. Walaupun secara umum desain penelitian yang digunakan sama akan tetapi Juslida mengemukakan bahwa perawat yang terlibat dalam kelompok intervensi maupun kelompok kontrol merupakan perawat yang berasal dari ruangan yang sama yang memungkinkan terjadinya interaksi antar kelompok diluar kegiatan pelatihan.
Perbedaan hasil uji statistik antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol menunjukkan bahwa ternyata kelompok eksperimen dan kelompok kontrol memberikan respon yang berbeda berdasarkan ada atau tidak adanya stimulus berupa pelatihan keselamatan pasien. Adanya peningkatan pengetahuan perawat pelaksana mengenai keselamatan pasien pada kelompok kontrol walaupun tidak signifikan antara pre-test dan post- test tanpa intervensi kemungkinan selain ada interaksi dengan kelompok intervensi juga mencari sumber-sumber pengetahuan yang baru di lingkungannya, seperti membaca leaflet, buku atau dari internet. Hal ini didasari oleh pandangan Notoatmodjo 11 yang menyatakan bahwa lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan kedalam individu yang berada dalam lingkungan tersebut.
Hasil penelitian pada kelompok eksperimen yang menunjukkan ada perbedaan pengetahuan sebelum dan sesudah pelatihan membuktikan bahwa pelatihan dapat mempengaruhi pengetahuan perawat pelaksana secara positif. Perbedaan pengetahuan sebelum dan setelah pelatihan yang diberikan terhadap perawat pelaksana pada kelompok eksperimen mengenai penerapan keselamatan pasien dalam pelayanan keperawatan merupakan peningkatan hasil yang diharapkan dari pemberian intervensi berupa pelatihan.
Hasil ini sejalan dengan pendapat Rivai dan Sagala 12 yang menyatakan bahwa jika kemampuan peserta pelatihan meningkat secara signifikan artinya program pelatihan secara aktual menyebabkan terjadinya perbedaan kemampuan. Program pelatihan dapat dikatakan berhasil apabila peningkatan kemampuan dapat memenuhi kriteria
evaluasi dan dapat ditransfer ke pekerjaan serta mengakibatkan perubahan sikap yang dapat diukur dengan meningkatkan performance pekerjaan.
Terkait dengan hal tersebut, peneliti berpendapat bahwa secara nyata terdapat perbedaan yang signifikan antara pengetahuan sebelum dan sesudah pelatihan dengan metode ceramah pada kelompok eksperimen dan tidak ada perbedaan signifikan pada kelompok kontrol yang tidak memperoleh pelatihan, tetap diperlukan suatu tindak lanjut program pelatihan yang seharusnya dapat dilakukan secara terprogram. Pertimbangan yang mendasari pendapat peneliti akan hal ini adalah untuk mengetahui seberapa lama dan seberapa baik hasil pelatihan dapat bertahan serta menimbulkan perubahan sikap dan kinerja perawat dalam menerapkan keselamatan pasien.
Penelitian ini didukung oleh pendapat Marisson 13 bahwa efektivitas ingatan terhadap obyek pelatihan dapat dioptimalkan dengan melakukan pelatihan lanjutan maksimal selama 6 bulan dari pelatihan sebelumnya karena interval retensi pengetahuan pada staf setelah mendapatkan pelatihan berada dalam rentang tersebut. Artinya evaluasi dari pelatihan ini perlu diiringi dengan suatu pelatihan yang berkesinambungan, terprogram dan terencana sesuai dengan peningkatan kebutuhan perawat.
Evaluasi dampak program pelatihan yang diberikan perlu diiringi dengan suatu pelatihan yang berkesinambungan, terprogram dan terencana sesuai dengan peningkatan kebutuhan perawat atas hal spesifik yang menjadi tuntutan kinerja perawat dalam menerapkan keselamatan pasien. Alokasi waktu yang tidak cukup panjang untuk pemberian intervensi berupa pelatihan dalam penelitian ini perlu dipertimbangkan sebagai faktor yang berdampak pada belum optimalnya pencapaian pengetahuan perawat pelaksana pada kelompok eksperimen.
KESIMPULAN
Tidak ada perbedaan signifikan tingkat pengetahuan perawat mengenai penerapan keselamatan pasien sebelum dilakukan pelatihan patient safety pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Terdapat perbedaan signifikan tingkat pengetahuan perawat pada kelompok eksperimen mengenai penerapan patient safety sebelum dan setelah dilakukan pelatihan. Tidak ada perbedaan tingkat pengetahuan perawat tentang
patient safety pada kelompok kontrol sebelum dan sesudah pelatihan
dilakukan pada kelompok eksperimen. Pelatihan tentang penerapan
patient safety dengan metode ceramah efektif dalam meningkatkan
DAFTAR PUSTAKA
1
Nursalam, 2011, Manajemen keperawatan, salemba Medika, Jakarta.
2
KARS, 2011, Standart Akreditasi Rumahsakit, Jakarta.
3
Friessen, MA., Fatquhar, MB., Hughes, R 2008, The nurse’s role in promoting a
culture of patient safety, darihttp: // www. nursing
world.org/mods/mod780/cerolefull.
4
Cahyono, J 2008, Membangun budaya Keselamatan pasien dalam praktik
kedokteran. Kanisius, Yogyakarta. 5
Kamil, M 2010, Model Pendidikan dan Pelatihan (konsep dan aplikasi), Alfa Beta, Bandung.
6
Juslida 2001, Pengaruh pelatihan: “manajemen :metode penugasan”terhadap
pengetahuan dan sikap ketua tim dalam penerapan metode tim di ruang penyakit dalam dan penyakit bedah RSUPN Dr. Cipto mangun kusumo,
FIK-UI, Tesis, Tidak dipublikasikan
7
Marquis, B.L & Huston, C.J 2006, Leadership roles and management functions
in nursing : theory and applications (5th Ed), Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins.
8
Baron, R.A. & Greenberg, J 2000, Behavior in organizations, (7th ed.), New
9
Kirana, W (2007), Pengaruh Pelatihan penangan resiko perilaku kekerasan
terhadap kinerja perawat dan perubahan perilaku klien dengan resiko perilaku kekerasan, FK-UI, Tesis, Tidak dipublikasikan.
10
Indraswati, T.R 2008, Pengaruh pelatihan system jenjang karir berdasarkan
kompetensi terhadap pengetahuan dan kepuasan kerja perawat pelaksana di RS Atmajaya Jakarta. Tesis.FIK UI. Tidak dipublikasikan.
11
Notoatmodjo, S 2007, Promosi Kesehatan dan ilmu perilaku : PT Rineka Cipta, Jakarta.
12
Rivai. V & Sagala, E.J 2009, Manajemen Sumber daya Manusia untuk
perusahaan: Dari teori ke praktik, Edk2, Rajawali pers, Jakarta. 13
Morrison, J.E 1991, Training for performance : principles of applied human