• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PENETAPAN KADAR ALBUMIN DALAM IKAN GABUS (Channa striata) KUKUS DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI VISIBEL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH PENETAPAN KADAR ALBUMIN DALAM IKAN GABUS (Channa striata) KUKUS DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI VISIBEL"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Fitri Astika Sari, dkk., Dosen Prodi DIII Farmasi STIKES Muhammadiyah Klaten

PENGARUH

PENETAPAN KADAR ALBUMIN DALAM IKAN

GABUS (Channa striata) KUKUS DENGAN METODE

SPEKTROFOTOMETRI VISIBEL

Fitri Astika Sari, Sri Handayani, Rahmi Nurhaini

INTISARI

Ikan Gabus merupakan sumber albumin yang tinggi. Albumin merupakan bahan pembentuk jaringan–jaringan baru dalam tubuh. Albumin juga mempunyai peran penting dalam menjaga tekanan osmotik plasma, mengangkut molekul-molekul kecil melewati plasma maupun cairan ekstra sel. Penelitian ini bertujuan untuk menetapkan kadar albumin dan mengetahui perbedaan kadar albumin dalam ikan gabus mentah dan ikan gabus kukus secara spektrofotometri visibel.

Penelitian yang dilakukan menggunakan penelitian eksperimental. Pengambilan sampel dilakukan secara accidental sampling yaitu pengambilan sampel yang kebetulan ada atau tersedia di suatu tempat sesuai dengan konteks peneliti. Populasi dalam penelitian ini adalah ikan gabus segar yang dijual oleh 3 pedagang yang berada di Pasar Klaten. Sampel yang digunakan adalah ikan gabus segar dan kukus yang diambil dari pedagang Pasar Klaten sebanyak 1kg. Sampel ikan gabus segar diambil 30 gram dan sampel ikan gabus kukus diambil sebanyak 30 gram dari ikan gabus mentah yang telah dikukus. Masing-masing sampel diekstraksi terlebih dahulu menggunakan sentrifugasi. Setelah ekstrak albumin diperoleh kemudian dihitung kadar albuminya dengan spektrofotometri visibel.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ikan gabus yang telah dikukus dengan pengukusan terkontrol tidak mengurangi kandungan albumin di dalamnya. Kadar albumin ikan gabus mentah 480,8 % b/b, sedangkan kadar albumin dalam ikan gabus kukus 458,4 % b/b. Kesimpulan dari penelitian ini adalah tidak ada perbedaan yang signifikan antara kadar albumin ikan gabus segar dan ikan gabus kukus.

(2)

I. PENDAHULUAN

Manusia membutuhkan energi (karbohidrat, protein, dan lemak), mineral dan vitamin untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Protein merupakan bagian penyusun sel hidup terbesar sesudah air. Makanan yang dikonsumsi oleh manusia sebaiknya mengandung bahan-bahan yang berguna bagi tubuh, salah satunya adalah protein. Protein mempunyai fungsi khas yang tidak dapat digantikan oleh zat gizi lain, yaitu membangun serta memelihara sel-sel jaringan tubuh (Almatsier, 2004). Protein dibutuhkan untuk proses pertumbuhan, mengatur proses metabolisme tubuh serta menyediakan energi bagi tubuh. Protein harus terdapat dalam jumlah yang sesuai agar diperoleh gizi yang seimbang (Astawan, 2007).

Protein sederhana dapat dibagi dalam dua bagian menurut bentuk molekulnya, yaitu protein fiber dan protein globular. Protein globular umumnya berbentuk bulat atau elips dan terdiri atas rantai polipeptida yang berlipat. Beberapa jenis protein globular yaitu albumin, globulin, histon dan protamin (Anna dkk, 1994). Albumin merupakan protein yang dapat larut dalam air serta dapat terkoagulasi oleh panas. Albumin berperan penting dalam menjaga tekanan osmotik plasma, mengangkut molekul-molekul kecil melewati plasma maupun cairan ekstra sel (Montgomery dkk, 1993).

Albumin mempunyai bermacam-macam fungsi bagi tubuh, antara lain mempertahankan intravaskular onkotik (koloid osmotik), memudahkan pergerakan cairan didalam tubuh dan memfasilitasi transportasi zat. Oleh karena Albumin dalam tubuh mempunyai peranan sangat besar diperlukan cara untuk memenuhi kebutuhan albumin dalam tubuh terutama untuk pasien pasca operasi (Suprayitno, 2003). Salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan albumin dalam tubuh yaitu dengan pemberian HSA (Human Serum Albumin). Human Serum

Albumin mempunyai harga yang sangat mahal sehingga diperlukan sumber

albumin alternatif yang lebih murah tetapi mempunyai aspek klinis yang sama. Salah satu alternatif sebagai pengganti HSA yaitu albumin dari ikan gabus (Anna dkk, 1994).

Ikan gabus (Channa striata) merupakan ikan perairan umum (tawar) yang sudah sejak lama dikenal oleh masyarakat Indonesia sebagai ikan konsumsi. Ikan gabus mengandung protein dan albumin tinggi. Hasil penelitian Suprayitno (2003) mengungkap bahwa ekstrak ikan gabus dapat digunakan sebagai pengganti serum albumin untuk penyembuhan luka operasi. Ikan gabus dapat dimanfaatkan sebagai obat dengan cara dikukus, langsung dikonsumsi atau dengan memanfaatkan minyak yang keluar pada saat pengukusan (Ghufron, 2011).

CERATA Journal Of Pharmacy Science 9

(3)

Protein alami yang disebut protein native mengalami perubahan oleh pengaruh pemanasan. Ikatan kimiawi dalam struktur tersier dan sekunder dari molekul terputus, menyebabkan protein lebih mudah dicerna lebih lanjut oleh enzim-enzim hydrolitik dalam proses metabolisme lebih lanjut yang akan terjadi di saluran pencernaan (Lean, 2013).

Pengukusan (steaming) merupakan salah satu cara pengolahan bahan pangan melalui pemanasan menggunakan uap air dalam wadah tertutup (Ghufron, 2011). Pengaruh pemanasan dapat memberikan pengaruh positif yaitu untuk mendapatkan bahan pangan yang aman dikonsumsi serta pengaruh negatif yaitu akan mengurangi kandungan gizi dalam pangan serta dapat menyebabkan denaturasi protein. Penggunaan panas dengan suhu terlalu tinggi dapat menyebabkan perubahan kimia pada protein bersifat negatif. Semua bahan organik (zat-zat gizi hampir semua ikatan organik) dapat terbakar oleh pengaruh panas yang menjadi H2, CO2, CO, bahkan menjadi zat arang (Carbon, C) (Agnes dkk, 2013).

Mengukus adalah memasak bahan makanan dengan uap air dalam wadah tertutup, dengan cara ini bahan makanan tidak berhubungan atau kontak langsung dengan air mendidih. Pengaruh dari mengukus yaitu menjadikan makanan lebih lunak dan lembut. Kelebihan metode kukus adalah dapat mempertahankan bentuk asli bahan makanan sehingga tetap menarik untuk disajikan. Selain itu, karena tidak bersentuhan langsung dengan air maka kehilangan nilai gizinya pun lebih sedikit, dengan mengukus daging ikan tidak akan hancur selama proses memasak, dibandingkan dengan merebus, memanggang, menumis, atau memanaskan ikan dengan cara lain, ikan akan kehilangan gizinya. Uap untuk mengukus bisa melelehkan dan melarutkan sebagian lemak dari makanan (Agnes dkk, 2013).

Pemanasan yang berlebihan dapat menyebabkan denaturasi protein (Muchtadi, 1989). Denaturasi adalah keluar dari sifat-sifat aslinya akibat perusakan oleh berbagai faktor. Perubahan yang terjadi dapat berupa perubahan kimia, faal dan fisik (Panil, 2007). Sebagian protein mengalami denaturasi karena adanya panas. Protein pada daging murni berkoagulasi ketika dipanaskan. Koagulasi dimulai pada suhu 80% pada albumin, dan jika tetap dibawah 100%, koagulasi akan melambat, protein menjadi tidak terlalu keras. Pada titik ini, protein baik untuk dicerna. Tapi jika suhu melebihi 100%, koagulasi akan dipercepat dan protein menjadi keras dan padat (Lean, 2013).

Ada dua macam denaturasi, yaitu pengembangan rantai peptida dan pemecahan protein menjadi unit yang lebih kecil tanpa disertai pengembangan molekul. Terjadinya kedua jenis denaturasi ini tergantung pada keadaan molekul. Pertama terjadi pada rantai polipeptida, sedangkan yang kedua terjadi pada bagian-bagian molekul yang tergabung dalam ikatan sekunder. Ikatan-ikatan yang dipengaruhi oleh proses denaturai ini adalah: Ikatan-ikatan hidrogen, Ikatan-ikatan

10 CERATA Journal Of Pharmacy Science

(4)

ionik antara gugus bermuatan positif dan negatif, ikatan intramolekuler seperti yang terdapat pada gugus disulfida dalam sistin.

Dengan adanya pemanasan, protein dalam bahan makanan akan mengalami perubahan membentuk persenyawaan dengan bahan lain, misalnya asam amino hasil perubahan protein dengan gula-gula reduksi yang membentuk senyawa rasa dan aroma makanan. Protein murni dalam keadaan tidak dapat dipanaskan hanya memiliki rasa dan aroma yang berarti (Sudarmadji, 2003).

Penelitian dilakukan dengan membandingkan ikan gabus segar dengan ikan gabus kukus dengan tujuan apakah terjadi perbedaan kadar albumin yang signifikan setelah ikan gabus diolah secara kukus. Ikan gabus diolah dengan cara kukus karena dengan pengukusan akan mempertahankan bentuk asli bahan makanan sehingga tetap menarik untuk disajikan. Selain itu, karena tidak bersentuhan langsung dengan air maka kehilangan nilai gizinya pun lebih sedikit. Dengan pengukusan diharapkan kadar albumin yang terdapat di dalam daging lebih banyak dibandingkan diolah dengan proses memasak lainnya, serta pada saat mengukus kita dapat memanfaatkan minyak dari ikan gabus yang keluar pada saat pengukusan (Ghufron, 2011).

Albumin dapat ditentukan kadarnya dengan berbagai metode diantaranya menggunakan metode spektrofotometri visibel. Metode spektrofotometri visibel mempunyai kelebihan yaitu mudah digunakan, mempunyai kecermatan lebih besar dalam pengukuran kuantitatif karena hasil yang didapat lebih akurat, lebih teliti, kepekaan tinggi, dan proses kerja yang cepat karena alat ini menggunakan mesin sehingga lebih mudah dalam pengerjaannya (Day, 2002).

II. BAHAN DAN METODE

Alat yang digunakan dalam penelitian adalah: Spektrofotometer Visibel, Centrifuge, Blender, Baskom, Stopwatch, Timbangan analitik, Alat – alat gelas (pyrex), Dandang, Hot plate.

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah: Sampel ikan gabus, Buffer fosfat, CuSO4.5H2O, Na-K-Tartrat, NaOH 0,2 N, Natrium sulfit 25 %, Eter, Larutan bovin serum albumin, Aquadest.

Metode yang dilakukan dalam penelitian adalah:

1. Pembuatan reagen Biuret

CuSO4.5H2O sebanyak 0,15 gram ditimbang dan ditambahkan 0,6 gram Na dilarutkan ke dalam aquadest 5 ml, ditambahkan dengan 30 ml NaOH 10% lalu ditambahkan aquadest ad 100 ml.

2. Pembuatan Larutan Induk Albumin

Sebanyak 10 mg serum albumin murni ditimbang dengan teliti lalu ditambahkan dengan aquadest sebanyak 1 ml.

CERATA Journal Of Pharmacy Science 11

(5)

3. Pengukusan Daging Ikan Gabus

Daging ikan gabus yang sudah diblender, dimasukkan ke dalam dandang yang telah berisi air yang sudah dimasak pada suhu 75-80°C, dikukus selama 20 menit, setelah itu dikeluarkan dan didiamkan.

4. Pembuatan larutan sampel daging ikan gabus mentah dan daging ikan gabus kukus

Daging ikan gabus (masing masing untuk yang mentah dan yang sudah dikukus) diblender dan ditimbang dengan timbangan analitik sebanyak 10 gram. Dilarutkan dengan 25 ml larutan buffer. Kemudian disentrifuge selama 20 menit pada 10.000 rpm. Larutan yang jernih diambil (larutan protein) diambil dengan pipet, lalu ditambahkan dengan 2 ml Natrium sulfit 25% dan 2 ml eter, lalu disentrifuge kembali. Eter dan protein ( larutan bagian atas terdiri dari protein dan eter) dikeluarkan dari penghisap. Larutan yang tersisa adalah larutan yang mengandung albumin (larutan bagian bawah), kemudian ditambahn 5 ml aquadest dan 4 ml reagen biuret, didiamkan selama 30 menit pada suhu kamar, lalu dianalisa dengan spektrofotometri visibel.

5. Uji Kualitatif

Masing masing 500 µl sampel ikan gabus mentah dan ikan gabus kukus yang sudah diblender. Ditambahkan reagen biuret 4 ml. Reaksi positif ditunjukkan apabila terbentuk warna merah violet atau biru violet.

6. Pembuatan Kurva Baku

Tabel 1. Pembuatan kurva kalibrasi (Wigunanti, 2013)

Larutan Standar (ml) Aquadest (ml) Reagen Biuret (ml)

0,2 0,8 4

0,4 0,6 4

0,6 0,4 4

0,8 0,2 4

1 0 4

7. Penentuan Panjang Gelombang

Larutan standar sebanyak 0,6 ml ditambahkan dengan 0,4 ml aquadest dan 4 ml reagen biuret lalu dianalisa dengan spektrofotometri UV pada panjang gelombang 450-700 nm.

8. Penentuan Operating Time

Larutan standar sebanyak 0,6 ml ditambahkan dengan 0,4 ml aquadest dan 4 ml reagen biuret lalu dianalisa dengan spektrofotometri UV pada panjang gelombang maksimum selama 40 menit.

9. Penetapan Kadar Albumin dalam sampel ikan gabus

Sebanyak 500 µl sampel diencerkan ad 1ml, lalu ditambahkan dengan larutan biuret sebanyak 4 ml, disimpan dalam labu takar pada suhu ruang

12 CERATA Journal Of Pharmacy Science

(6)

selama 30 menit sampai terbentuk warna ungu sempurna dan diukur serapannya pada panjang gelombang maksimum.

10. Analisis Data

Analisis data yang digunakan untuk mengetahui apakah ada perbedaan signifikan atau tidak menggunakan komputer dengan T-Test Independent untuk membandingkan rata-rata dari dua grup yang tidak berhubungan dengan taraf signifikan 5%.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Uji Kualitatif

Hasil menunjukkan bahwa sampel ikan gabus mentah dan ikan gabus kukus mengandung Albumin. Hal ini sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa ikan gabus mengandung albumin tinggi (Suryani, 2012).

Metode pengukusan ikan gabus dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan uap air dalam wadah tertutup. Pengukusan dilakukan pada suhu awal sampai akhir 75° C dengan lama waktu 20 menit. Karena jika suhu tetap dibawah 100° C protein baik untuk dicerna, koagulasi melambat, protein tidak menjadi terlalu keras serta dengan waktu dan suhu tersebut albumin didalam ikan gabus tidak mengalami kerusakan.

2. Penentuan λ maks dan operating time (OT)

Setelah dilakukan pembuatan larutam blangko diperoleh hasil sebagai berikut:

a. λ maks ( panjang gelombang maksimum)

Panjang gelombang yang digunakan adalah panjang gelombang yang mempunyai absorbansi maksimum. Dari hasil penelitian diperoleh λ maks adalah 558,00 nm pada absorbansi 0,313.

Gambar 1. Penetapan Panjang gelombang maksimum

CERATA Journal Of Pharmacy Science 13

(7)

b. OT (Operating time)

Waktu operasional atau operating time merupakan waktu yang dibutuhkan suatu senyawa untuk bereaksi dengan senyawa lain hingga terbentuk senyawa produk yang stabil. Kestabilan senyawa produk diketahui dengan mengamati absorbansi mulai dari saat direaksikan hingga tercapai serapan stabil. Pada penelitian ini hasil operating time pada waktu ke 40 menit, karena pada menit ke 40 mulai terbentuk senyawa produk yang stabil yaitu dengan nilai absorbansi 0,3015.

3. Data kurva baku

Berdasarkan data konsentrasi larutan baku dengan absorbansi larutan diperoleh hasil dari persamaan linear y = 0,0418 x + 0,0822 dengan nilai r² = 0,9989. Hasil ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang linear antara absorbansi dengan kadar albumin, sehingga sesuai dengan hukum

Lambert-Beer. Persamaan tersebut nilai b positif, hal ini menunjukkan bahwa semakin

tinggi konsentrasi, nilai absorbansi semakin naik.

Gambar 2. Grafik Kurva Kalibrasi

4. Penetapan kadar albumin

Penetapan kadar albumin dilakukan pada ikan gabus mentah dan ikan gabus kukus yang positif mengandung albumin. Spektrofotometri visibel untuk menetapkan kadar albumin pada ikan gabus mentah dan ikan gabus kukus dilakukan 3 kali replikasi pada setiap sampel.

Tabel 2. Hasil Penetapan Kadar Albumin Gabus (replikasi) Abs. Konsentrasi (mg/ml) x Kadar (% b/b) x SD mentah 1 0,300 5,191 519,1 mentah 2 0,270 4,473 4,808 447,3 480,8 0,361 mentah 3 0,282 4,760 476,0 kukus 1 0,258 4,186 418,6 kukus 2 0,281 4,736 4,584 473,6 458,4 0,348 kukus 3 0,285 4,832 483,2

14 CERATA Journal Of Pharmacy Science

(8)

Pada uji kuantitatif diperoleh hasil rata-rata albumin ikan gabus mentah yaitu 480,8 % b/b dan ikan gabus kukus sebesar 458,4 % b/b. Tidak terdapat perbedaan antara ikan gabus kukus dan segar pada saat pengukusan menggunakan suhu 75°C.Hal ini menunjukkan bahwa pengukusan dengan suhu 75-80°C pada ikan gabus tidak mengalami kerusakan albumin yang nyata. Hal ini menunjukkan bahwa ikan gabus kukus dapat dijadikan sumber protein hewani yang baik karena kandungan albuminya (Suryani, 2012).

5. Hasil Uji T-Tes

Besarnya kadar albumin pada ikan gabus dianalisa dengan menggunakan uji T-Test Independent untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan kadar albumin dalam ikan gabus mentah dan kukus.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan ikan gabus segar dengan ikan gabus kukus dengan hasil yang diperoleh P value 0,484> 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa ikan gabus dengan pengukusan yang terkontrol tidak mempengaruhi kadar albumin didalam ikan gabus.

IV. KESIMPULAN

Kadar albumin yang terkandung pada ikan gabus mentah adalah 480,8 % b/b sedangkan kadar albumin pada ikan gabus kukus adalah 458,4 % b/b. Jadi tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kadar albumin pada ikan gabus mentah dan ikan gabus kukus.

CERATA Journal Of Pharmacy Science 15

(9)

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier. Sunita. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Astawan, Made. 2007. Ikan Air Tawar Kaya Protein dan Vitamin. Penerbit Swadaya. Jakarta.

Day, R. A. Underwood, A. L. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif, edisi keenam. Erlanggan. Jakarta.

Gandjar, Gholib, Abdul Rahman. 2007. Kimia Farmasi Analis. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Lean. J. E. Michasel. 2013. Ilmu Pangan. Gizi dan Kesehatan. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Notoadmodjo, Soekidjo. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta.

Poedjiadi, Anna, Titin Supriyanti. 1994. Dasar-dasar Biokimia. Universitas Indonesia. Jakarta.

Suprayitno. 2003. Penyembuhan Luka Dengan Ikan Gabus. Fakultas Perikanan. Universitas Brawijaya Malang Montgomery, Rex, Robert, Thomas W, Arthur A. 1993. BIOKIMIA: Suatu Pendekatan Berorientasi-kasus. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Murdiati, Agnes, Amaliah. 2013. Panduan Penyiapan Pangan Sehat Untuk Semua. Kencana Prenadamedia Group. Jakarta

Shah, Afsheen Mushtaque, Abdul Wahab Ansari, Basir Ahmed Arain. 2010. Analysis of Protein by Spectrophotometric and Computer Colour Based Intensity Method from Stem of Pea (Pisum sativum) at Different Stages. Environ. Chem, Vol. 11, No. 2 (2010)63-71.

Sudjadi, Abdul Rohman. 2004. Analisis Obat dan Makanan. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

16 CERATA Journal Of Pharmacy Science

(10)

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D. Alfabeta. Bandung.

Suryani, Anggaeni Ashory. 2012. Komposisi Asam Lemak dan Kolesterol Ikan gabus (Channa striata) Akibat Pengukusan. Institut Pertanian Bogor.

Vogel. 1994. Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. EGC. Jakarta.

Wigunanti, Dewi. 2013. Penetapan Kadar Protein Secara Spektrofotometri UVVis Pada Daging Bekicot Mentah, Rebus dan Goreng. Fakultas Farmasi Program Studi DIII Analisis Farmasi dan Makanan Universitas Setia Budi. Surakarta. Winarno. F. G. 1984. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia. Jakarta. Nasution.

2010. Analisi Protein Dalam Ikan Gurami Segar Dengan Metode Gunning. Fakultas Farmasi Program Studi D III Analisis Farmasi dan Makanan Universitas Setia Budi. Surakarta.

CERATA Journal Of Pharmacy Science 17

Gambar

Gambar 1. Penetapan Panjang gelombang maksimum
Tabel 2. Hasil Penetapan Kadar Albumin  Gabus   (replikasi)  Abs.  Konsentrasi (mg/ml)  x   Kadar  (% b/b)  x   SD  mentah 1  0,300  5,191  519,1  mentah 2  0,270  4,473  4,808  447,3  480,8  0,361  mentah 3  0,282  4,760  476,0  kukus 1  0,258  4,186  418

Referensi

Dokumen terkait

Petani yang mempunyai pengetahuan limbah organik yang rendah dan dilatih dengan metode demonstrasi ternyata memiliki keterampilan dalam membuat pupuk organik yang lebih

Salah satu upaya dalam pencarian tumbuhan berkhasiat obat tersebut dapat dilakukan dengan mengidentifikasi kandungan senyawa kimia secara kualitatif dengan

“Tahun 2014, data anak putus sekolah mencapai angka 703 anak, hal tersebut menunjukkan penurunan signifikan dari tahun-tahun sebelumnya yang pada tahun 2013 saja

Karena L/C ( Letter of Credit ) dianggap lebih mudah, aman serta terjamin kelengkapan dokumen-dokumen pengapalannya dan kemungkinan-kemungkinan atas resiko

Sebagaimana pula yang telah disebutkan pada hasil wawancara tanggal 6 September 2013, bahwa Dinas Pengairan telah melakukan fungsi pe- ngawasan, serta pemberian

Berdasarkan tabel 2 diatas diketahui bahwa mayoritas Tingkat Stres pada Mahasiswi Tingkat Akhir Program Studi S1 Fisioterapi Universitas Muhammadiyah Surakarta sebanyak 13 orang

Namun orang-orang yang beriman tersebut sebelum menjadi orang yang berani dan berharap, mereka telah berkarya besar sembari menyandarkan diri kepada Allah Subhanahuwata’ala

Dari pemeriksaan fisik sering didapatkan tidak adanya tanda yang khas dari luar, terutama pada stadium dini/permulaan, tetapi bila tumor sudah menjalar ke kelenjar limfe leher,