• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG. Infeksi Mycobacterium menyebabkan berbagai. manifestasi klinis. Spesies yang paling terkenal dari

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG. Infeksi Mycobacterium menyebabkan berbagai. manifestasi klinis. Spesies yang paling terkenal dari"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG

Infeksi Mycobacterium menyebabkan berbagai manifestasi klinis. Spesies yang paling terkenal dari genus ini adalah Mycobacterium tuberculosis, yang menyebabkan tuberculosis dengan jumlah 4.000.000 kasus per tahun berdasar World Health Organizaztion (WHO) pada tahun 2001. Saat ini terdapat lebih dari 150 spesies Mycobacterium, diantaranya terdapat kelompok Mycobacterium atipikal yang merupakan mycobacterium dengan tipe infeksi oportunistik ( Holland,2012). Banyak diagnosis Mycobacteria atipikal tertutup oleh Mycobacterium tuberculosis (Gentry, 2004). Menurut American Thoraxic Society tahun 2007 diketahui bahwa penegakan diagnosis patogen pernapasan yang disebabkan Mycobacterium non tuberculosis yaitu dengan 3 kriteria yaitu dari gejala klinis , mikrobiologi, serta radiologi. Ketiga kriteria tersebut sama dengan kriteria diagnosis Mycobacterium tuberculosis di Indonesia menurut Konsensus Tuberculosis Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.

(2)

Mycobacteria atipikal atau Mycobacterium non tuberculosis merupakan Mycobacterium selain kelompok Mycobacterium tuberculosis. Kelompok Mycobacterium tuberculosis terdiri dari M. tuberculosis dan M. Leprae (Rastogi,N, et al, 2001). Sedangkan menurut Holland ,2012 disebutkan bahwa kelompok Mycobacterium tuberculosis terdiri dari M. tuberculosis dan yang sejenisnya seperi M. bovis, M.leprae, dan M. africanum serta M. Leprae.

Spesies Mycobacteria atipikal yang paling sering menyebabkan penyakit di Amerika Serikat adalah Mycobacterium avium complex (MAC), Mycobacterium fortuitum complex, dan Mycobacterium kansasi (Gentry, 2004) . Di Eropa, Asia, dan Australia , distribusi Mycobacterium non tuberculosis mirip dengan Amerika Selatan dengan spesies MAC dan organisme rapidly growing seperti M. absceuss. M. xenopi dan M. malmoense sering di Eropa bagian utara. M.ulcerans yang menyebabkan Bruli ulcer sering menyebabkan infeksi di area tropis terutama di Afrika bagian barat (Holland, 2012) . Penyebab infeksi pada manusia dari kelompok rapidly growing mycobacteria meliputi M. abscessus , M.fortuitum, dan M.chelonae.

(3)

Pengobatan mycobacteria ini kompleks dan harus berdasar pengalaman klinis. (O’Donnell, 2012)

Prevalensi Mycobacterium non tuberculosis yang disebabkan oleh M. avium sebesar 554 kasus dan 268 kasus disebabkan M. malmoense di area Inggris bagian utara pada periode 2000-2005. (Rushton, et al. 2006)

Penentuan jumlah infeksi Mycobacterium non tuberculosis di Amerika Serikat sulit karena pelaporan infeksi penyakit ini ke departemen kesehatan masyarakat tidak diwajibkan. Berdasar data survai dari laboratorium di awal 1980 disebutkan bahwa prevalensi infeksi Mycbacterium non tuberculosis 1-2 kasus per 100.000 populasi (Grifft DE, 2007).

Survai yang dilakukan sejak 1993-1996 dilaporkan 7-8 kasus Mycobacterium non tuberculosis per 100.000 . Studi terbaru dari Ontario , Canada, dilaporkan ada peningkatan frekuensi infeksi Mycobacterium non tuberculosis dari 9,1 per 100.000 di tahun 1997 menjadi 14,2 per 100.000 di tahun 2003, terdapat peningkatan 8,4% kasus (Marras, 2007).

Secara umum Mycobacterium avium complex (MAC) merupakan spesies Mycobacterium non tuberculosis

(4)

terbanyak penyebab infeksi saluran napas (67%) di timur laut Asia seperti Korea Selatan dan Jepang. Rapidly growing mycobacteria (RGM) seperti M.fortuitum complex, M. abscessus , M. chelonae merupakan spesies paling sering di Taiwan, Cina, dan Singapura . Prevalensi infeksi saluran napas yang disebabkan oleh Mycobacterium non tuberculosis tipe rapidly growing merupakan prevalensi tertinggi kedua di Asia sebesar 16 % (Simons et al, 2011).

Insiden dan prevalensi infeksi MAC di seluruh dunia tidak diketahui secara pasti. Namun telah diketahui bahwa kelompok risiko utama ialah kelompok orang dengan sistem kekebalan tubuh rendah pada populasi negara maju , dan kelompok dengan penyakit paru-paru kronis ( Ashford et al , 2001).

Pasien dengan sistem kekebalan tubuh yang menurun atau biasa disebut immunocompromised sering terjadi pada pasien dengan HIV/ AIDS. Tingginya morbiditas dan mortalitas pada pasien AIDS sering disebabkan oleh infeksi oportunistik. Spektrum dan distribusi infeksi oportunistik pada pasien AIDS terus berkembang (S S Madkar, et al, 2012).

(5)

Menurut Ditjen PP dan PL Kemenkes RI pada tahun 1987 hingga 2014 di Indonesia terdapat total 142.950 kasus HIV serta terdapat 55.623 kasus AIDS. Pada tahun 2012, terdapat 21.511 kasus HIV dan 8.747 kasus AIDS. Pada tahun 2013 terdapat peningkatan kasus HIV menjadi 29.037 dan kasus AIDS menurun menjadi 6.266 kasus.

Rapidly growing mycobacteria sulit untuk dieradikasi dengan dekontaminasi pada umumnya dan relatif bersifat resisten terhadap disinfektan standar seperti klorin, organomercurials dan alkaline glutaraldehyde (De Groote, 2006).

Rapidly growing mycobacteria resisten pada antimikobakteri namun sensitif pada klaritromisin, imipenem, amikasin, sefoksitin, dan golongan sulfa (Török, 2011).

Salah satu obat manajemen Mycobacterium non tuberculosis ialah sefoksitin. Sefoksitin merupakan sefalosporin generasi ke dua dengan aktivitas melawan rapidly growing Mycobacterium non tuberculosis, seperti M. abscessus, M.marinum, dan M. chelonae. Mekanisme aksi sefoksitin ialah dengan inaktivasi enzim penghasil diding sel bakteri (O’Donnell , 2012) . Seftriakson merupakan

(6)

antibiotik yang memiliki golongan yang sama dengan sefoksitin yaitu golongan sefalosporin. Sefalosporin memiliki mekanisme aksi menginhibisi sintesis dinding sel pada bakteri (Katzung, 2005).

Fluorokuinolon merupakan terapi lini ke dua obat antituberkulosis. Fluorokuinolon menghambat DNA gyrase mycobacteria dan topoisomerase IV, mencegah replikasi sel dan sintesis protein , serta sebagai bakterisid. (O’Donnell, 2012)

Siprofloksasin , ofloksasin, levofloksasin, dan moksifloksasin dapat digunakan untuk pengobatan multi drug-resistant tuberculosis (MDR-TB) maupun infeksi Mycobacterium atypical (Török, 2010).

I.2 RUMUSAN MASALAH

Prevalensi infeksi Mycobacterium non tuberculosis di seluruh dunia telah mengalami peningkatan dan prevalensi Orang Dengan HIV / AIDS yang merupakan subjek rentan infeksi Mycobacterium non tuberculosis di Indonesia semakin meningkat. Dewasa ini kriteria diagnosis TB belum bisa sekaligus membedakannya dengan Mycobacterium non tuberculosis. Obat dan jangka waktu pengobatan

(7)

Mycobacterium non tuberculosis dan TB berbeda. Mycobacterium non tuberculosis resisten dengan 4 regimen obat TB yaitu isoniazid, rifampin, pyrazinamid, dan ethambutol. Seftriakson dan ofloksasin menjadi rekomendasi pengobatan Mycobacterium non tuberculosis. Di sini penulis ingin meneliti obat yang poten menekan pertumbuhan Mycobacterium non tuberculosis.

I.3 TUJUAN PENELITIAN

1. Mengetahui sensitivitas bakteri Mycobacterium non tuberculosis terhadap seftriakson dan ofloksasin

2. Membandingkan potensi seftriakson dan ofloksasin terhadap pertumbuhan Mycobacterium non tuberculosis

3. Mengetahui kadar hambat minimum seftriakson dan ofloksasin dalam menekan pertumbuhan Mycobacterium non tuberculosis

I.4 KEASLIAN PENELITIAN

Berikut ini data penelitian terdahulu mengenai uji sensitivitas Mycobacterium non tuberculosis di berbagai negara :

Menurut R. Gayathri et al, 2010 dalam Antibiotik susceptibility pattern of rapidly growing mycobacteria,

(8)

telah dilakukan uji sensitivitas antibiotik Amikasin, Azitromisin, tobramisin, seftazidime, sefotaxime, sefuroksim, Sefaperazon, Seftriakson, siprofloksasin, Ofloksasin, Norfloksasin, Gatifloksasin dan Moksifloksasin terhadap rapidly growing mycobcateria sesuai dengan metode Kirby Bauer sesuai Clinical Laboratory Satandard Institute (CLSI). Mayoritas RGM adalah M. abscessus terdiri dari 77 (52%) strain, diikuti oleh 66 (44,6%) strain M. fortuitum dan masing-masing dari M. smegmatis , M. chelonae , M. immunogenum , M. farcinogenes , M. kompleks biovariant fortuitum III . Semua isolat diidentifikasi untuk tingkat spesies dengan tes konvensional biokimia dan dikonfirmasi oleh Polymerase Chain Reaction (PCR) berbasis teknik menggunakan spesies - spesifik primer untuk M. fortuitum dan M. chelonae , berdasarkan PCR Pembatasan fragmen polimorfisme panjang (RFLP) menargetkan gen hsp65 dan dengan PCR berbasis teknik sekuensing DNA menargetkan gen hsp65. Dari uji sensitivitas ini diperoleh hasil , dari 148 RGM isolat 146 (98%) yang sensitif terhadap amikasin , 138(91%) sensitif gatifloxacin, 132(87%) sensitif Moksifloksasin , 122 (76%) sensitif Siprofloksasin dan

(9)

116 (74%) sensitif norfloksasin. Mayoritas dari RGM resisten terhadap Seftazidime, Sefotaksim dan Sefaperazon. Semua isolat M. abscessus resisten terhadap tobramycin . Uji kerentanan antibiotik secara in vitro dengan metode cakram difusi menunjukkan bahwa mayoritas RGM sensitif terhadap Amikacin diikuti oleh Gatifloksasin, Moksifloksasin dan Siprofloksasin.

Hasil penelitian Yang et al, 2003 pada High prevalence of Antimicrobial Resitance in Rapidly Growing in Taiwan disebutkan bahwa peningkatan jumlah isolasi klinis rapidly growing mycobacteria (RGM) di Rumah Sakit Universitas Nasional Taiwan tercatat dari tahun 1992 sampai 2001. MIC Kaldu mikrodilusi dari 15 agen antimikroba ditentukan untuk 200 isolat klinis dari RGM, termasuk kelompok Mycobacterium fortuitum (69 isolat), M. chelonae (39 isolat), dan M. abscessus (92 isolat). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat resistensi dari isolat tersebut ke antibiotik yang tersedia saat ini masih sangat tinggi. Amikasin aktif terhadap hampir semua isolat RGM . Klaritromisin poten menekan M. abscessus (79% sensitif) dan kelompok M. fortuitum (65% sensitif) . Mayoritas isolat M. fortuitum kelompok yang sensitif

(10)

terhadap siprofloksasin (62%) dan imipenem (61%) . Kepekaan terhadap agen anti - RGM konvensional lainnya isolat tersebut yang sedikit tetapi berbeda nyata dengan spesies . Fluoroquinolones baru (levofloxacin, moksifloksasin, dan gatifloxacin) dan meropenem menunjukkan lebih baik secara in vitro menekan kelompok isolat M. fortuitum dibandingkan terhadap dua spesies lain dari RGM . Linezolid memiliki aktivitas yang cukup baik terhadap RGM, khususnya terhadap isolat M. chelonae (82% sensitif). Telitromisin memiliki aktivitas yang buruk terhadap RGM (di mana MIC 50 % dari isolat yang diuji terhambat [MIC50s] adalah 32-64 mg / ml , dan MIC90s yang > 64 ug / ml).

Penelitian Xiang Y. Han et al 2007 uji sensitivitas antimicrobial dilakukan pada 105 dari 115 strain. Seratus lima belas isolat RGM berasal dari University of Texas M.D. Anderson Cancer Center , Houston tahun 2000 sampai 2005. Isolat diidentifikasi dengan 16S ribosomal RNA gene sequencing kemudian di uji sensitivitasnya. Dengan hasil amikasin antibiotik yang cukup sensitif untuk semua isolat Susceptibilitas antibiotik bergantung pada spesies RGM. Untuk 40 strain

(11)

M. abscessus (98%) sensitif pada klaritromisin, dan 30 (75%) sensitif atau intermediet sensitif pada sefoksitin. Beberapa strainnya (<20%) sensitif pada siprofloksasin, kotrimoksazol, dan minosiklin. Untuk 31 strain M. fortuitum complex , semua sensitif pada siprofloksasin, 25 strain (81%)susceptibel pada immipenem, dan 22 strain (71%) sensitif pada kotrimoksazol. Susceptibilitas pada sefoksitin dan klaritromisin bervariasi berdasar spesies. Semua 25 starin M. mucogenum sensitif pada sefoksitin , klaritromisin , imipenem, dan kotrimoksazol. Dua puluh dua strain (88%) sensitif pada siprofloksasin, dan sebagian dari strain yang diuji sensitif pada doksisiklin dan minosiklin. Secara keseluruhan , M. mucogenum merupakan spesies rapidly growing mycobacteria yang paling sensitif.

Perbedaan penelitian ini yaitu isolat, waktu, lokasi, dan antibiotik yang digunakan. Isolat yang digunakan adalah isolat klinis yang didapat dari pasien yang berdomisili di sekitar Yogyakarta. Isolat yang dipakai adalah rapidly growing mycobacteria yang belum diketahui spesiesnya. Lokasi penelitian bertempat di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas

(12)

Gadjah Mada. Penelitian dilakukan pada bulan November hingga Desember 2014. Penelitian ini menggunakan antibiotik seftriakson dan ofloksasin.

I.5 MANFAAT PENELITIAN

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat: a. Memberikan bukti ilmiah mengenai antibiotik seftriakson

dan ofloksasin dalam menghambat pertumbuhan bakteri Mycobacterium non tuberculosis tipe rapidly growing secara in vitro.

b. Memberikan informasi mengenai terapi infeksi Mycobacterium non tuberculosis tipe rapidly growing di Indonesia

I.6 PERTANYAAN PENELITIAN

1. Apakah seftriakson dapat menghambat pertumbuhan bakteri Mycobacterium non tuberculosis tipe rapidly growing?

2. Apakah ofloksasin dapat menghambat pertumbuhan bakteri Mycobacterium non tuberculosis tipe rapidly growing?

(13)

3. Apakah seftriakson lebih baik dari ofloksasin dalam menghambat pertumbuhan bakteri Mycobacterium non tuberculosis tipe rapidly growing?

Referensi

Dokumen terkait

Faktor-faktor sosial ekonomi yang berpengaruh nyata terhadap adopsi teknologi padi sawah adalah pendidikan formal, pengalaman berusahatani, luas lahan garapan, jumlah tenaga

Penelitian ini menganalisis pendapatan dan efisiensi produksi dari usahatani tebu rakyat baik pada pola tanam keprasan dan non-keprasan yang tergabung dalam pola kemitraan Tebu

Warga Serdang Peringati Hari Pahlawan BAJAJ MOTOR DICARI Motor MOTOR KREDIT HONDA Iklan Baris Iklan Baris Motor Dijual.. UMAR BELI DG HRG TNG Ssuai Knds Sgl Jns Mtr Djmpt

Obat golongan ini merupakan alternative dari levodopa dalam pengobatan Parkinson, Antikolinergik yang sering digunakan antara lain : biperiden, proksiklidin, benztropin

Pembiayaan merupakan aktivitas bank syariah dalam menyalurkan dananya kepada pihak nasabah yang membutuhkan dana. Pembiayaan sangat bermanfaat bagi bank syariah,

Kepada Guru ,Guru hendaknya membelajarkan siswa dengan model pembelajaran inovatif dan media yang bervariatif yang sesuai salah satunya adalah model pembelajaran

Saat ini menjalani isolasi mandiri dalam pengawasan RSUD Sumbawa dan Puskesmas Unit I Labuhan

muhadditsûn (para ahli hadis). Sufi berbeda dengan para ahli hadis saat.. Pada kasus-kasus tertentu, sepintas sufi seolah memang tidak menganggap penting suatu