• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENANAMAN LEGUME COVER CROP PADA LAHAN BERLERENG DENGAN METODA TEMPLOK DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, KABUPATEN SUKABUMI LIKA AULIA INDINA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENANAMAN LEGUME COVER CROP PADA LAHAN BERLERENG DENGAN METODA TEMPLOK DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, KABUPATEN SUKABUMI LIKA AULIA INDINA"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

PENANAMAN LEGUME COVER CROP PADA LAHAN BERLERENG DENGAN METODA TEMPLOK DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG

WALAT, KABUPATEN SUKABUMI

LIKA AULIA INDINA

DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

RINGKASAN

Lika Aulia Indina. E44060403. Penanaman Legum Cover Crop pada Lahan Berlereng dengan Metoda Templok di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi. Dibimbing oleh YADI SETIADI.

Pengendalian erosi di lahan yang berlereng memiliki tingkat kesulitan yang lebih tinggi dibandingkan dengan lahan yang datar, karena semakin curam lereng maka jumlah butir tanah yang terpercik ke atas akibat tumbukan butiran hujan akan semakin banyak. Sehingga masalah ini menyebabkan hilangnya stabilitas lereng tanah akibat perubahan-perubahan fisik tanah.

Teknik perlindungan lereng dan pengendalian erosi pada lahan berlereng adalah menanam tanaman penutup tanah dengan jenis legum penutup tanah (Legum Cover Crop). Kendala dalam penanaman tanaman penutup tanah di lahan berlereng adalah terbawanya biji-biji Legum Cover Crop oleh air hujan. Salah satu teknik baru yang diterapkan adalah Metoda Templok, metoda ini dipakai sebagai solusi untuk penanaman di lahan berlereng.

Penelitian ini mengamati pertumbuhan penanaman Legum Cover Crop jenis Calopogonium mucunoides, Centrosema pubescens, Pueraria javanica, dan persen kehilangan media pada lahan berlereng ± 70° di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi. Metoda Templok menggunakan perekat berupa polimer Teraglue, media tanam berupa serasah serta jerami dan penggunaan net cocofiber.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Metoda Templok dengan menggunakan perekat TeraGlue, media jerami serta serasah dan penggunaan net dapat memberikan pengaruh yang baik terhadap pertumbuhan tanaman Legume

cover crop di lahan berlereng. Berdasarakan persen daya hidup media jerami

efektif untuk jenis Calopogonium mucunoides, sedangkan media serasah efektif untuk jenis Centrosema pubescens dan Pueraria javanica. Berdasarkan persen kehilangan media perlakuan dengan menggunakan media jerami, perekat TeraGlue 0,57 % serta penggunaan net cocofiber memberikan pengaruh terbaik. Sehingga dari penelitian awal ini, Metoda Templok diharapkan dapat menjadi solusi yang efektif untuk penanaman Legume Cover Crop sebagai salah satu upaya pengendalian erosi di lahan berlereng.

(3)

SUMMARY

Lika Aulia Indina. E44060403. Legume Cover Crop Planting in Slope Area with Templok Method in Gunung Walat Forest Education, Sukabumi. Under supervision of YADI SETIADI.

Erosion control in a slope area more difficulty than in flat area. The steeper area caused much soil splashe, because rain washed away soil. Then can lead to reduce slope stability because of soil physic changes.

Slope protection and erosion control technique to slope area is cover crop planting with Legume Cover Crop. The problem in planting cover crop on slope area is the seed easy wash away by the rain. One of new technique to apply is Templok Method, this method is used as a solution for planting in slope area.

This research observed the survival of Legume Cover Crop, Calopogonium mucunoides, Centrosema pubescens, Pueraria javanica and percent media loss at area with ± 70° slope in in Gunung Walat Forest Education, Sukabumi. Templok Method use TeraGlue as kohesif material, for straw or litter as planting media and cocofiber net.

The result of this research indicate that Templok Method by using TeraGlue, straw and litter media also cocofiber net can give good effect of planting Legum Cover Crop in the slope area. Based on percent Legum Cover Crop survival, straw media effective for this type of Calopogonium mucunoides, while litter media effective for this type of Centrosema pubescens and Pueraria javanica. Based on the percent media loss, treatment which used straw media, TeraGlue 0,57 % and using cocofiber net show the best effect. Based on this first research, Templok Method can be use as alternative solution for planting Legum Cover Crop for erosion control in slope area.

(4)

PENANAMAN LEGUME COVER CROP PADA LAHAN BERLERENG DENGAN METODA TEMPLOK DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG

WALAT, KABUPATEN SUKABUMI

LIKA AULIA INDINA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul ”Penanaman Legume Cover Crop pada Lahan Berlereng dengan Metoda Templok di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Kabupaten Sukabumi” adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai skripsi pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka pada bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Agustus 2011

Lika Aulia Indina NIM. E44060403

(6)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi : Penanaman Legume Cover Crop Pada Lahan Berlereng Dengan Metoda Templok Di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Kabupaten Sukabumi. Nama Mahasiswa : Lika Aulia Indina

NRP : E44060403

Disetujui, Pembimbing

Dr. Ir. Yadi Setiadi, M. Sc NIP 19551205 198003 1 004

Diketahui :

Plh. Ketua Departemen Silvikultur

Dr. Ir. Noor Farikhah Haneda, M.Si NIP 19660921 199003 2 001

(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, Tuhanku yang menjadi tujuan dan pemberi ridha serta pemberi kemurahan atas ilmuNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Penanaman Legume Cover Crop pada

Lahan Berlereng dengan Metoda Templok di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Kabupaten Sukabumi”. Shalawat dan salam semoga tersampaikan

kepada Nabi Muhammad, keluarganya, para sahabatnya dan para UmatNya. Keberhasilan skripsi ini tak lepas dari segala arahan, bimbingan, do’a serta semangat dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan banyak terima kasih dan memohon do’a kepada Allah SWT agar diberi balasan pahala yang tak terhingga banyaknya kepada Bapak Dr. Ir. Yadi Setiadi, M.Sc selaku pembimbing skripsi, kepada kedua orangtua serta adik atas curahan do’a yang tak pernah putus kepada penulis, dan seluruh pihak serta rekan-rekan yang membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan demi perkembangan penelitian selanjutnya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat. Amin.

Bogor, Agustus 2011

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kuningan pada tanggal 1 Januari 1989 sebagai anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan Endi Suhendi dan Atun Ganepiatun. Selepas menamatkan jenjang pendidikan di SMA Negeri 1 Kuningan pada tahun 2006, penulis melanjutkan studi ke Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan masuk mayor Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan tahun 2007. Selama masa perkulihan penulis aktif pada beberapa organisasi yaitu sebagai anggota divisi pengabdian dan pengembangan masyarakat Himpunan Mahasiswa Kuningan (2006-2007), anggota divisi Human Resources Development Badan Eksekutif Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama IPB (2006-2007), anggota divisi eksternal Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Kehutanan IPB (2008-2009), anggota divisi Scientific Improvement Himpunan Profesi Tree Grower Community (2009-2010), dan Ketua Umum Pengurus Cabang Sylva Indonesia IPB (2009-2010).

Dalam ranah akademis, penulis mengikuti program magang di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Kabupaten Sukabumi (2009) dan menjadi asisten praktikum mata kuliah Dendrologi dan Silvikultur (2010). Penulis juga mengikuti kegiatan praktik Pengenalan Ekosistem Hutan di KPH Banyumas Barat-Baturraden dan KPH Banyumas Timur-Cilacap (2008), Praktik Pengelolaan Hutan di Hutan Pendidikan Gunung Walat dan KPH Cianjur (2009), dan Praktik Kerja Profesi di PT INCO Tbk, Pomalaa-Sulawesi Tenggara (2010).

Untuk memperoleh gelar sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul “Penanaman Legume Cover Crop pada Lahan Berlereng dengan Metoda Templok di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Kabupaten Sukabumi” dibawah bimbingan Dr. Ir. Yadi Setiadi, M.Sc.

(9)

UCAPAN TERIMAKASIH

Segala puji bagi Allah SWT, Tuhanku yang menjadi tujuan dan pemberi ridha serta pemberi kemurahan atas ilmuNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skrpsi. Penulisan skripsi ini berhasil diselesaikan atas bimbingan, bantuan, serta doa dari berbagai pihak. Sehingga penulis meghaturkan rasa terimakasih dan harapan agar Allah SWT selalu memberikan karunia, anuegrah dan pahala yang tak terhingga nilainya kepada:

1. Mamah, mamah, mamah, Apa, Dede Lita, Ade Lida, Dede Fiki atas kasih sayang, dukungan, nasihat dan doa yang tak pernah putus

2. Bapak Dr. Ir. Yadi Setiadi, M. Sc selaku pembimbing skripsi 3. Bapak Genta Hariangbanga dkk di PT Green Earth Indonesia

4. Bapak Ir. Budi Prihanto, MS, Bapak Agung, Bapak Rizal dan seluruh staf Hutan Pendidikan Gunung Walat

5. Para dosen, staf Departemen Silvikultur dan Laboratorium Ekologi Hutan IPB, Laboratorium Bioteknologi Hutan dan Lingkungan IPB

6. Bapak Ocin, Mamah Nok, Ceu Hj Tati, Aa Hj Tono, Teh Melda dan adik-adik sepupuku tersayang

7. Keluarga besar Ibrahim, keluarga besar Nawawi di Kuningan, dan keluarga besar Charliman di Tasikmalaya atas kiriman doanya yang tiada henti

8. Belinda Bunganagara dan Dessy Chahya Lestari beserta keluarga besarnya

9. Neneng Siti Nurjanah dan Ahsana Riska Arif beserta keluarga besarnya 10. Anom Kalbuadi beserta keluarga besarnya

11. Sahabat seperjuangan 254 Dwita Noviani dan Gamma Merilia

12. Sahabat-sahabat: Yuzz, Luqman, Asti, Thea, Surahman, Ennu, Helga, Vonnya, Lingga, Riri, Niechi, Lemma, Dita, Rara, Randhi, Ka Mazum, Ka Bowo, Ka PM, Bang Tian, Chris, Ika, Semeru Group, Aje, Danes, Silvikultur 43, 42, 44.

(10)

14. Rekan seperjuangan dan kakak-kakak (Ka didie, Ka Adon, Bang Tommy, Bang Satrio, Teh ajeng, Teh Muthe, Ka Uphie, Ka Mabal, Ka Hangga, Ka Bobi, Ka Budi, Ka Baqi, Ka Hilda, Ka Sherly) di PC Sylva Indonesia Fakultas Kehutanan IPB

15. Sahabat-sahabat di pojokan: Om Bagong, Om Yusuf, Mba Wita, Mas Ari, Bang Ubai, Mas Azwar, Adi Dzikurllah, Anggi, Rizki, Ajin, Radit, Apit, Indra, Ratih, Wulan, Ade, Iput, Lisa

16. Keluarga besar Himarika Kuningan: Revi, Evi, Elis, Reza, Neneng, Ayip, Abdul

17. Keluarga besar BCR 2009: Ammar, Rakhmat, Yani, Anin, Tatan, Lembong, Rama, Oneng.

18. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu atas segala bantuan dan semangat yang diberikan kepada penulis.

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

RIWAYAT HIDUP ... ii

UCAPAN TERIMAKASIH... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... xi BAB I. PENDAHULUAN ... 1 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Tujuan ... 2 1.3. Hipotesis ... 2 1.4. Manfaat ... 3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1. Erosi dan Stabilitas Lereng ... 4

2.2. Peranan Tumbuhan terhadap Stabilitas Lereng dan Erosi... . 5

2.3. Mulsa ... 5

2.4. Jenis Legum Cover Crop dan Deskripsinya ... 6

2.5. Manfaat Bio-organik dan Pupuk Polimer ... 9

BAB III. METODE PENELITIAN ... 10

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ... 10

3.2. Alat dan Bahan Penelitian... 10

3.3. Prosedur Kerja ... 11

3.3.1. Pemilihan Lokasi Penelitian ... 11

3.3.2. Penyiapan Lokasi Penelitian ... 11

3.3.3. Pemasangan Net ... 11

3.3.4. Penyusunan Denah Lokasi Penelitian ... 11

3.3.5. Penyiapan Campuran Mulsa dan Biji ... 11

3.4. Pengukuran dan Pengamatan ... 12

3.5. Alur Percobaan…...……… ... 13

(12)

4.1. Persen Daya Hidup Legum Cover Crop ... 15

4.1.1. Persen Daya Hidup Calopogonium mucunoides ... 16

4.1.2. Persen Daya Hidup Centrosema pubescens ... 16

4.1.3. Persen Daya Hidup Pueraria javanica ... 16

4.2. Pengaruh TeraGlue dan Jenis Media terhadap Persen Kehilangan Media ... 17

4.3. Pengaruh Net terhadap Kehilangan Media ... 19

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 20

5.1. Kesimpulan ... 20

5.2. Saran ... 20

DAFTAR PUSTAKA ... 21

(13)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Bagan Pengamatan Penelitian ... 14 2. Rekapitulasi Rata-rata Pengaruh Media terhadap Daya Hidup

C. mucunoides, C. pubescens, dan P. javanica ... 15 3. Rekapitulasi Rata-rata Pengaruh TeraGlue terhadap Daya Hidup

C. mucunoides, C. pubescens, dan P. javanica ... 15 4. Rekapitulasi Rata-rata Pengaruh Net terhadap Daya Hidup

C. mucunoides, C. pubescens, dan P. javanica ... 15 5. Rekapitulasi Rata-rata Kehilangan Media pada Bulan Desember dan

Januari ... 17 6. Rekapitulasi Pengaruh Net terhadap Persen Kehilangan Media ... 19

(14)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Deskripsi C. mucunoides : (a) Daun, (b) Bunga, (c) Polong

(d) Benih ... .. 7 2. Deskripsi C. pubescens : (a) Daun, (b) Bunga, (c) Polong

(d) Benih ... .. 8 3. Deskripsi P. javanica : (a) Daun, (b) Bunga, (c) Polong

(d) Benih ... ... 9 4. Peta Hutan Pendidikan Gunung Walat... 10

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Rekapitulasi Persen Daya Hidup C. mucunoides, C. pubescens, dan

P. javanica ... 23

2. Rekapitulasi Pengaruh Pemberian Perlakuan Media, TeraGlue, dan Net Terhadap Kehilangan Media ... 23

3. Rekapitulasi Data Curah Hujan Bulan Desember 2010 ... ... 24

4. Rekapitulasi Data Curah Hujan Bulan Januari 2011 ... 25

5. Layout Penelitian ... 26

6. Kondisi Lereng Sebelum dan Sesudah Ditanami ... 27

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kerusakan lahan akibat erosi merupakan masalah besar yang harus ditanggapi secara cepat dan tepat, terutama pada daerah-daerah dengan topografi berlereng, karena erosi merupakan salah satu penyebab penurunan produktivitas lahan yang mengakibatkan kelestarian lingkungan terganggu.

Erosi merupakan kerusakan lahan yang sudah menjadi fenomena dari dahulu hingga saat ini. Hal ini terjadi akibat adanya kinerja gaya dari air hujan yang dikenal sebagai erosi geologi. Adapun erosi yang terjadi akibat adanya perubahan pola penutupan tanah dari pola alami menjadi pola buatan, erosi jenis ini dikenal sebagai erosi dipercepat (Rahim, 2006).

Teknik perlindungan lereng dan pengendalian erosi yang dapat diintegrasikan dalam perlindungan lahan berlereng adalah proteksi vegetatif. Fungsi vegetasi tersebut untuk menahan pukulan-pukulan butiran hujan dan menahan aliran permukaan yang terjadi pada lahan berlereng. Karena hujan merupakan salah satu faktor utama dari penyebab erosi, disamping faktor lain seperti topografi dan keadaan tanah (Sukartaatmadja, 1998).

Lahan berlereng memiliki tingkat kesulitan yang berbeda dalam pengendalian erosi, karena semakin curam lereng maka jumlah butir tanah yang terpercik ke atas akibat tumbukan butiran hujan akan semakin banyak. Sehingga masalah ini menyebabkan hilangnya stabilitas lereng tanah akibat perubahan-perubahan fisik tanah.

Menurut Arsyad (2006), tanaman penutup tanah adalah tanaman yang khusus ditanam untuk melindungi tanah dari ancaman kerusakan oleh erosi dan atau untuk memperbaiki sifat kima dan sifat fisik tanah. Tanaman penutup tanah dari famili Leguminosa atau biasa disebut dengan Legume Cover Crop (LCC) biasa dijadikan sebagai tanaman rehabilitasi untuk penutup tanah karena dapat mengikat Nitrogen dan cepat tumbuh, sehingga menghasilkan bahan organik dan pupuk hijau (Purwanto, 2007).

(17)

Kendala dalam penanaman tanaman penutup tanah di lahan berlereng adalah mudah terbawanya biji-biji LCC yang telah ditanam oleh air hujan. LCC kurang baik tumbuhnya akibatnya erosi yang terjadi di lahan berlereng belum bisa dikurangi.

Dalam penelitian ini diterapkan metode baru yang disebut Metoda Templok. Pada Metoda Templok biji-biji LCC tidak mudah terbawa oleh air hujan, karena dalam penerapannya metoda ini menggunakan perekat polimer TeraGlue yang dapat melekatkan biji-biji LCC pada tanah.

Penelitian awal ini diharapkan dapat menjadikan Metoda Templok sebagai solusi efektif untuk penanaman LCC dengan pemberian TeraGlue serta dua macam media berupa jerami dan serasah serta pengunaan net dari cocofiber. Dengan metoda ini diharapkan dapat mengurangi erosi pada lahan berlereng di Hutan Pendidikan Gunung Walat Fakultas Kehutanan IPB.

1.2. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui efektivitas penggunaan TeraGlue sebagai perekat media tanam dan biji LCC agar tidak mudah terbawa air hujan

2. Mengetahui efektivitas penggunaan jerami dan serasah sebagai media dalam penanaman jenis tanaman LCC

3. Mengetahui efektivitas penggunaan net dari cocofiber sebagai penahan media agar tidak mudah terbawa air hujan.

1.3.Hipotesis

Beberapa hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah :

1. Perekat TeraGlue dapat melekatkan media tanam dan biji LCC, sehingga tidak mudah terbawa oleh air hujan

2. Jerami atau serasah dapat dijadikan sebagai media untuk penanaman jenis tanaman LCC pada lahan berlereng

(18)

1.4. Manfaat

Penggunaan bahan perekat polimer TeraGlue, media jerami atau serasah dan net pada Metoda Templok, diharapkan dapat menjadi solusi yang efektif untuk penanaman LCC sebagai metode vegetatif dalam mengendalikan erosi di lahan berlereng.

(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Erosi dan Stabilitas Lereng

Erosi adalah peristiwa pindahnya atau terangkutnya tanah atau bagian-bagian tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh media alami, yaitu air atau angin (Arsyad, 2006).

Terdapat dua macam erosi, yaitu erosi geologi dan dipercepat (Schwab 1981 dalam Sukartaatmadja 1998). Erosi geologi adalah erosi secara alami, dimana terdapat keseimbangan antara kehilangan tanah dan pembentukan tanah, yang berlangsung lambat. Erosi dipercepat disebabkan oleh pengaruh aktifitas manusia terhadap perubahan keseimbangan alami, dimana pada erosi ini pengangkutan tanah lebih besar daripada proses pembentukan tanah pada lapisan di bawahnya.

Menurut Schwab 1981 dalam Sukartaatmadja 1998, tahapan erosi dipercepat adalah erosi lapisan (sheet erosion), erosi alur (rill erosion), erosi parit (gully erosion) dan erosi pada saluran (stream channel erosion).

Faktor-faktor yang mempengaruhi erosi menurut Schwab 1981 dalam Sukartaatmadja 1998 yaitu iklim, tanah, vegetasi dan topografi. Faktor iklim yang terpenting adalah curah hujan yang menyebabkan hancurnya agregat tanah dan terjadinya aliran permukaan.

Faktor topografi yang memegang peranan penting dalam mempengaruhi laju erosi adalah kemiringan lereng dan panjang lereng (Schwab 1981 dalam Sukartaatmadja 1998). Pengaruh kemiringan lereng terhadap erosi lebih besar daripada pengaruh panjang lereng. Apabila kemiringan lereng menjadi dua kali lebih besar maka erosi akan menjadi dua setengah kali lebih besar (Baver 1956 dalam Sukartaatmadja 1998). Kemiringan lereng cenderung memperbesar jumlah dan kecepatan aliran permukaan sehingga memperbesar kapasitas aliran air untuk memecah dan mengangkut bahan-bahan tanah.

(20)

2.2. Peranan Tumbuhan Terhadap Stabilitas Lereng dan Erosi

Menurut Hardiyatmo (2006), keadaaan tumbuhan-tumbuhan mempengaruhi stabilitas lereng. Peran tumbuhan-tumbuhan dalam kestabilan lereng bergantung pada tipe tumbuh-tumbuhan dan tipe proses degradasi lereng. Terkait dengan kestabilan massa tanah, akar tumbuh-tumbuhan, dan air yang diserap oleh akar akan mengurangi kelembaban tanah, sehingga dapat memperkuat lereng. Pembongkaran atau menghilangkan tumbuh-tumbuhan dapat berakibat menambah kecepatan erosi, sehingga membahayakan stabilitas lereng, terutama bila erosi terjadi di kaki lereng. Pemilihan tipe tumbuh-tumbuhan untuk kestabilan lereng sangat penting, misalnya tanaman rumput yang rapat sangat baik untuk menahan erosi. Sebaliknya, akar pohon-pohonan yang dalam dapat memperkuat lereng, terutama untuk mencegah longsoran dangkal.

Menurut Sukartaatmadja (1998), keadaan vegetasi (penutup tanah) juga mempengaruhi tingkat erosi yang terjadi. Pada tanah-tanah yang berlereng dan terbuka, bahaya erosi lebih besar dibandingkan dengan tanah yang bervegetasi, hal ini disebabkan karena pada tanah-tanah yang terbuka gaya pukulan butir hujan secara langsung mengenai permukaan tanah, sehingga permukaan tanah banyak menerima jatuhnya butir-butir hujan yang merupakan faktor efektif dalam proses erosi. Sebaliknya vegetasi dapat menahan butir-butir air hujan yang jatuh, peningkatan agregasi dan porositas tanah karena perkembangan akar tanaman.

Menurut Hardjowigeno 1986 dalam Sukartaatmadja 1999, pengaruh vegetasi terhadap erosi adalah : 1). Menghalangi air hujan agar tidak jatuh langsung di permukaan tanah, 2). Menghambat aliran permukaan.

2.3. Mulsa

Menurut Millar et al 1955 dalam Rusman 1985, mulsa adalah suatu bahan yang dihamparkan di atas permukaan tanah dengan maksud untuk menjaga kelembaban tanah, mengurangi evaporasi, menekan pertumbuhan gulma, dan mempertahankan fluktuasi suhu tanah. Bahan-bahan tersebut dapat berupa sisa-sisa tanaman, jerami, daun, bahan organik, serbuk gergaji, sekam maupun plastik. Menurut Lal 1977 dalam Sukartaatmadja 1998 mulsa akan mencegah erosi dengan menghindarkan pengaruh langsung curah hujan terhadap tanah, dan tanah

(21)

yang diberi mulsa akan menghambat kecepatan aliran permukaan pada tanah menjadi jauh lebih sedikit.

Sisa tanaman sebagai mulsa mengurangi pengaruh benturan air hujan sehingga mengurangi bahaya penyumbatan permukaan tanah. Berarti mulsa dapat mencegah kerusakan struktur tanah lapisan atas. Mulsa juga mempengaruhi tanah karena dekomposisi bahan organiknya. Adanya sisa tanaman memungkinkan kegiatan biologi tanah lebih besar. Peningkatan aktivitas biologi memungkinkan terbentuknya pori makro lebih banyak. Sehingga aktivitas biologi tanah dapat memperbaiki kemantapan sturuktur tanah, memperbaiki aerasi dan mempertahankan permeabilitas tanah agar tetap baik (Jack et al 1955 dalam Sukartaatmadja 1999).

2.4. Jenis Legum Cover Crop dan Deskripsinya

Menurut Arsyad (2006), salah satu metode yang dikembangkan untuk merehabilitasi tanah adalah dengan menggunakan metode vegetatif, yaitu menggunakan tanaman penutup tanah yang umumnya berasal dari famili Leguminosa atau biasa disebut dengan LCC. Tanaman penutup tanah yang biasanya digunakan adalah jenis kacang-kacangan antara lain Calopogonium mucunoides, Centrosema pubescens, dan Pueraria javanica.

a). Calopogonium mucunoides

Nama Inggris Calopo, Nama Indonesia Kalopogonium, Nama Lokal (Indonesia), kacang asu (Jawa). Kalopogonium berasal dari Amerika tropis dan Hindia Barat. Kacang ini telah diperkenalkan ke Asia dan Afrika tropis pada awal tahun 1900 dan ke Australia pada tahun 1930. Kalopogonium telah digunakan sebagai pupuk hijau dan tanaman penutup tanah di Sumatra pada tahun 1922 dan kemudian di perkebunan karet dan perkebunan serat karung di Jawa Tengah dan Jawa Timur, dan telah tersebar ke seluruh daerah tropis.

Kalopogonium dapat tumbuh mulai dari pantai hingga ketinggian 2000 mdpl, tetapi dapat beradaptasi dengan baik pada ketinggian 300-1500 mdpl. Kacang ini cocok pada iklim tropis lembab dengan curah hujan tahunan lebih dari 1250 mm/tahun. Kacang ini tahan terhadap kekeringan tapi mungkin akan mati pada musim kering yang lama. Dapat tumbuh dengan cepat pada semua tekstur

(22)

tanah, walaupun dengan pH rendah antara 4.5 - 5. Cara tumbuhnya dengan membelit, membuat kalopogonium mampu beradaptasi dengan baik pada beragam kondisi ekologi.

Kalopogonium dikenal baik sebagai satu jenis kacang polong pelopor yang berharga untuk melindungi permukaan lahan, mengurangi temperatur lahan, memperbaiki kandungan Nitrogen, meningkatkan kesuburan lahan dan mengendalikan pertumbuhan rumput liar. Tanaman ini sering ditanam bersama dengan centro (C. pubescens) dan kacang ruji (P. phaseoloides).

Gambar 1. C. mucunoides : (a) Daun, (b) Bunga, (c) Polong, (d) Benih b). Centrosema pubescens

Centrosema pubescens nama Inggrisnya Centro, butterfly pea, nama Indonesia Sentro. Sentro berasal dari Amerika Tengah dan Selatan. Tanaman ini merupakan salah satu dari jenis legum yang paling luas penyebarannya di kawasan tropis. Sentro diintroduksi ke kawasan Asia Tenggara dari kawasan tropis Amerika pada abad ke 19. Saat ini Sentro telah dapat tumbuh alami di dataran-dataran rendah di pulau Jawa. C. pubescens dapat tumbuh pada ketinggian 0 – 1000 mdpl. Tanaman ini tahan akan kekeringan dan mampu tumbuh baik pada tanah miskin hara.

Tanaman legum ini tumbuh menjalar pada permukaan tanah atau bisa membelit ke kiri atas pada tanaman lain yang tumbuh di dekatnya. C. pubescens berguna sebagai tanaman penutup lahan, tanaman pencegah erosi, tanaman pupuk hijau dan tanaman sumber pakan ternak.

(23)

Gambar 2. C. pubescens: (a) Daun, (b)Bunga, (c) Polong, (d) Benih c). Pueraria javanica

Genus Pueraria termasuk legum dari subfamili Papilionacecae. Nama daerah kacang ruji, krandang (Sunda), kacang alit (Jawa), batok (Madura), dengan nama pasaran PJ. Tanaman ini merupakan tumbuhan asli Asia, banyak dijumpai di Asia Tenggara.

Tumbuhan ini tumbuh menjalar dan merambat ke arah kiri, mempunyai batang yang kuat, mempunyai perakaran yang dalam, diameter pangkal batang bisa mencapai 6 cm. Ada dua jenis yang digunakan sebagai tanaman penutup tanah yaitu P. javanica dan P. phaseoloides (kudzu tropik). P. javanica dapat tumbuh mulai dari dataran rendah sampai dengan 1000 mdpl, toleran pada tanah asam, pertumbuhan lambat pada 3 bulan pertama. P. javanica dan P. phaseoloides ditanam untuk dimanfaatkan sebagai penutup tanah, pencegah erosi, sumber pupuk hijau, pemberantas alang-alang dan pakan ternak, akarnya mampu mengikat tanah dan cocok sebagai tanaman pencegah erosi, sebagai tanaman penutup tanah di perkebunan kelapa sawit, karet atau kelapa biasanya di kombinasikan dengan Centrosema sp, Calopogonium sp, dan Psophocarpus sp.

(24)

2.5. Manfaat Bio-Organik dan Polimer

Bio-organik merupakan produk organik hasil fermentasi sederhana, dari bahan-bahan yang berasal dari kotoran hewan, limbah pertanian, sampah, dan sisa limbah ikan serta hewan. Dibandingkan dengan produk organik lain, bio-organik selain dapat meningkatkan produktifitas dan kualitas hasil pertanian, perkebunan dan pertumbuhan tanaman kehutanan, produk ini juga dapat memperbaiki tingkat kesuburan tanah serta pemakaiannya aman bagi lingkungan, dan juga popular dipakai untuk merehabilitasi lahan-lahan paska tambang yang kondisi lahannya marginal.

Menurut Setiadi (2009), TeraGlue diperlukan sebagi perekat campuran mulsa dan biji pada dinding lereng. Menurut Hariangbanga (2009), Terabuster merupakan Liquid foliar fertilizer, mengandung NPK, Magnesium, Kalsium, dan chelated micronutrients. Produk ini biasanya digunakan untuk membantu dan mempercepat penyembuhan tanaman yang stress selama pertumbuhan akar dan juga dapat digunakan sebagai pupuk additive untuk hydro seeding. Kandungan unsur hara pada Terabuster meliputi N 12%; P2O5 5,5%; K2O 4,8%; MgO 0,09%; Ca 0,4%; Fe 322 ppm; Cu 163 ppm; Mn 163 ppm; Zn 53 ppm; Bo 84 ppm, Mo 3 ppm; Ni 56 ppm.

Manfaat Terabuster diantaranya adalah :

1. Memiliki kemampuan larut sangat tinggi sehingga mudah diserap oleh tanaman 2. Bentuk chelated yang stabil menyediakan unsur hara dalam bentuk yang

langsung dapat diserap tanaman sehingga pertumbuhan tanaman menjadi optimal 3. Merangsang pertumbuhan dan peningkatan produksi tanaman serta

(25)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Citalahab, Hutan Pendidikan Gunung Walat, Kabupaten Sukabumi yang dilaksanakan selama tiga bulan pada bulan Oktober 2010 sampai dengan bulan Januari 2011, dengan satu bulan persiapan penelitian dan dua bulan pengamatan.

Gambar 4. Peta Hutan Pendidikan Gunung Walat

3.2. Alat dan Bahan Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah golok, tangga kayu, meteran 100 m, net dari cocofiber dengan ukuran 4 m x 1,2 m, plang unit percobaan, tali rafia, gayung, drum, ember, pengaduk, sarung tangan, alat tulis, tally sheet, komputer, kamera digital, timbangan digital, clinometer, dan softtware Google SketchUp, alat pendeteksi cuaca dan iklim tipe Vintage Pro and Pro 2.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah mulsa dari bahan jerami dan serasah, perekat polimer (TeraGlue), pupuk lengkap polimer (Terabuster), kompos aktif (Teraremed), air dan campuran biji LCC (C. mucunoides, C. pubescens, dan P. javanica) dan Clorox 5,25 %.

(26)

3.3. Prosedur Kerja

3.3.1. Pemilihan lokasi penelitian

Lokasi penelitian yang dipilih berupa lahan berlereng ± 70º dan terbuka tanpa vegetasi. Besarnya kelerengan diukur dengan clinometer.

3.3.2. Penyiapan lokasi penelitian

Lokasi penelitian disiapkan dengan cara pembersihan permukaan lereng secara manual agar lereng mudah untuk ditanami. Selanjutnya pemasangan net (cocofiber) seluas 4 m x 1,2 m sebanyak 2 petak, dan 2 petak lagi tanpa menggunakan net (cocofiber). Tiap petak terdapat 6 templokan, yang berukuran ± 15 cm x 20 cm.

3.3.3. Pemasangan net

Pemasangan net dilakukan dengan membentangkan coconet ke permukaan lereng, dan diupayakan mengikuti bentuk permukaan lahan. Sedangkan petak tanpa menggunakan coconet diganti dengan tali rafia sebagai bingkai petak.

3.3.4. Penyusunan denah lokasi penelitian

Pembuatan denah lokasi penelitian dilakukan dengan memberi label bertuliskan kode perlakuan pada tiap petak percobaan yang akan diberi perlakuan.

3.3.5. Penyiapan campuran mulsa dan biji

Tahapan persiapan campuran mulsa, biji dan perekat dilakukan sebagai berikut :

a. Penyiapan biji LCC sebanyak 100 biji dengan perbandingan 2:1:1, masing-masing C. mucunoides 50 biji, C. pubescens 25 biji, dan P. javanica 25 biji

b. Perendaman biji C. mucunoides, C. pubescens, dan P. javanica selama 15 menit dalamClorox 5,25 %

c. Selanjutnya biji yang telah direndam dengan Clorox, dicuci dan direndam dengan air bersih lalu dipilih biji yang tenggelam dalam air (biji yang baik adalah biji yang tenggelam dalam air)

(27)

d. Pembuatan larutan Terabuster (TB) yaitu dengan melarutkan Terabuster 0,2 % (2 ml TB dilarutkan ke dalam 1 liter air) dimasukan kedalam ember, maka larutan ini disebut larutan A

e. Pembuatan larutan TeraGlue yaitu dengan melarutkan TeraGlue 0,28 % (2,8 gr TeraGlue ke dalam 1 liter larutan A ). Lalu diaduk secara perlahan sampai terasa lengket, hindari terjadinya penggumpalan. Larutan ini disebut larutan TG1

f. Selanjutnya pembuatan larutan TeraGlue dengan dosis yang berbeda yaitu dengan melarutkan TeraGlue 0,57 % (5,7 gr TeraGlue ke dalam 1 liter larutan A). Lalu diaduk secara perlahan sampai terasa lengket, hindari terjadinya penggumpalan. Larutan ini disebut larutan TG2

g. Pembuatan campuran M1 dan M2 yang berisi mulsa dan biji. Campuran M1 dibuat dengan komposisi mulsa jerami 1,07 kg dan 0,09 kg Teraremed, dan satu lagi berupa campuran M2 dengan komposisi mulsa serasah 1,07 kg dan 0,09 kg Teraremed

h. Selanjutnya M1 dan M2 dicampur sampai merata masing-masing dengan larutan TG1 dan TG2 (kombinasi perlakuan dapat dilihat pada Tabel 1).

3.4. Pengukuran dan pengamatan

Pengambilan data di lapangan dilakukan dengan cara mengamati dan mengukur secara langsung. Pengukuran parameter dilakukan setiap satu minggu sekali setelah penanaman. Parameter yang diamati dan diukur adalah sebagai berikut :

1). Persentase Daya Hidup (survival)

Pengamatan dilakukan dengan cara menghitung daya hidup ketiga jenis LCC, yang masing-masing diamati setiap seminggu sekali selama 8 minggu pengamatan.

2). Persentase Kehilangan Media

Pengamatan dilakukan dengan memotret kondisi kehilangan media berupa jerami dan serasah. Selanjutnya foto diolah dengan software Google SketchUp, dan menghasilkan data berupa luasan media yang hilang dalam satuan %.

(28)

3.5. Alur Percobaan

Penelitian ini menggunakan 12 perlakuan dengan masing-masing kombinasi

perlakuan terdiri dari dua kali ulangan. Untuk masing- masing faktor dirinci sebagai berikut : Faktor Net N = Net NN = Tanpa Net Faktor Media Media = Mulsa M1 = Jerami M2 = Serasah Faktor TG = TeraGlue TG0 = Tanpa TeraGlue

TG1 = 0.28 % TeraGlue (2.8 gr TeraGlue dilarutkan dalam 1 liter air atau setara dengan 1kg TG dilarutkan ke dalam 350 liter air )

TG2 = 0.57 % TeraGlue (5.7 gr TeraGlue dilarutkan dalam 1 liter air atau setara dengan 1kg TG dilarutkan ke dalam 175 liter air)

Untuk memudahkan dalam melakukan analisis data, maka dibuat bagan kombinasi perlakuan seperti berikut :

(29)

Tabel 1. Bagan Kombinasi Perlakuan

Keterangan :

TG0 = Tanpa TeraGlue

TG1 = 0.28 % TeraGlue (2.8 gr TeraGlue dilarutkan dalam 1 liter air atau setara dengan 1kg TG dilarutkan ke dalam 350 liter air )

TG2 = 0.57 % TeraGlue (5.7 gr TeraGlue dilarutkan dalam 1 liter air atau setara dengan 1kg TG dilarutkan ke dalam 175 liter air)

M1TG0 = Media jerami dan tanpa TeraGlue M1TG1 = Media jerami dan 0.28 % TeraGlue M1TG2 = Media jerami dan 0.57 % TeraGlue M2TG0 = Media serasah dan tanpa TeraGlue M2TG1 = Media serasah dan 0.28 % TeraGlue M2TG2 = Media serasah dan 0.57 % TeraGlue

Perlakuan Ulangan Media

Jerami Serasah TG0 TG1 TG2 TG0 TG1 TG2 Net 1 M1TG0 M1TG1 M1TG2 M2TG0 M2TG1 M2TG2 2 M1TG0 M1TG1 M1TG2 M2TG0 M2TG1 M2TG2 Tanpa Net 1 M1TG0 M1TG1 M1TG2 M2TG0 M2TG1 M2TG2 2 M1TG0 M1TG1 M1TG2 M2TG0 M2TG1 M2TG2

(30)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Persen Daya Hidup Legume Cover Crop

Persen daya hidup (survival) merupakan parameter yang dihitung dan diamati dalam penelitian ini. Untuk mengetahui pengaruh dari media, TeraGlue dan net terhadap persen daya hidup biji LCC dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 2. Rekapitulasi rata-rata pengaruh media terhadap daya hidup C.

mucunoides, C. pubescens, dan P. javanica

Tabel 3. Rekapitulasi rata-rata pengaruh TeraGlue terhadap daya hidup C. mucunoides, C. pubescens, dan P. javanica

No. TeraGlue Persen Daya Hidup (%)

C. mucunoides C. pubescens P. javanica

Jerami Serasah Jerami Serasah Jerami Serasah 1. 0 % (TG0) 35,50 21 20 19 19 18 2. 0,28 % (TG1) 36 36 25 28 18 21 3. 0,57 % (TG2) 41 45 17 28 8 16

Tabel 4. Rekapitulasi rata-rata pengaruh net terhadap daya hidup C. mucunoides, C. pubescens, dan P. javanica

4.1.1. Persen Daya Hidup C. mucunoides

Persen daya hidup C. mucunoides lebih tinggi pada media jerami dibandingkan pada media serasah, hal ini diduga karena kemampuan jerami untuk menyerap air dan tidak banyak menyimpan air, sedangkan serasah memiliki

No. Media Persen Daya Hidup (%)

C. mucunoides C. pubescens P. javanica

1. Jerami 37,50 20,67 14,33

2. Serasah 34 25 18,33

No. Cover Persen Daya Hidup (%)

C. mucunoides C. pubescens P. javanica Jerami Serasah Jerami Serasah Jerami Serasah

1. Net 40 22 24 24 26 16

(31)

kemampuan untuk menyerap dan banyak menyimpan air. Menurut Purwanto (2007), C. mucunoides tidak tahan terhadap genangan air yang tinggi, sehingga jerami mampu memberikan kondisi yang optimal untuk tempat tumbuh C. mucunoides.

Daya hidup C. mucunoides juga lebih tinggi pada perlakuan dengan menggunakan konsentrasi TeraGlue 0,57 %. Hal ini diduga karena semakin banyak TeraGlue yang diberikan maka biji yang ditanam pada media jerami atau serasah akan tetap melekat pada lereng. Sedangkan pada perlakuan tanpa menggunakan TeraGlue atau kontrol, biji akan mudah terbawa air hujan, sehingga daya hidup C. mucunoides akan lebih rendah dari perlakuan yang menggunakan TeraGlue.

Penggunaan net juga menghasilkan daya hidup C. mucunoides yang lebih tinggi dibandingkan tanpa penggunaan net. Hal ini diduga karena net dapat menahan media tanam dan biji untuk tetap berada pada lereng.

4.1.2. Persen Daya Hidup C. pubescens

Persen daya hidup C. pubescens lebih tinggi pada media serasah dibandingkan pada media jerami, hal ini diduga karena serasah keadaanya selalu lebih lembab dibandingkan jerami. Menurut Ibrahim (1995) dalam Sutedi dkk (2005), C. pubescens merupakan tanaman yang dapat hidup pada lahan yang tergenang air, sehingga serasah mampu memberikan kondisi yang optimal untuk tempat tumbuh C. pubescens.

Sama halnya pada C. mucunoides, TeraGlue 0,57 % dan penggunaan net juga memberikan daya hidup yang lebih tinggi pada Centrosema pubescens.

4.1.3. Persen Daya Hidup P. javanica

Persen daya hidup P. javanica lebih tinggi pada media serasah dibandingkan pada media jerami, hal ini diduga karena serasah keadaanya selalu lebih lembab dibandingkan jerami. Menurut Purwanto (2007), P. javanica merupakan tanaman yang tidak tahan hidup pada kondisi lahan yang kering, dan dapat hidup baik pada lahan yang lembab, sehingga serasah mampu memberikan kondisi yang optimal untuk tempat tumbuh P. javanica.

(32)

Berbeda halnya pada C. mucunoides, dan C. pubescens, penggunaan TeraGlue 0,57 % tidak semuanya menghasilkan persen daya hidup yang lebih tinggi, dan penggunaan net pada media serasah juga tidak semuanya menghasilkan persen daya hidup yang lebih tinggi pada P. javanica. Hal ini diduga karena faktor perkecambahan yang lebih lama pada P. javanica. Menurut Purwanto (2007), pertumbuhan tanaman ini lambat pada tiga bulan pertama dan kulit bijinya yang keras menyebabkan perkecambahannya sulit.

4.2. Pengaruh TeraGlue dan Jenis Media terhadap Persen Kehilangan Media

Persen kehilangan media merupakan parameter yang erat kaitannya dengan pemakaian TeraGlue sebagai perekat media tanam dan biji LCC. Untuk mengetahui pengaruh TeraGlue terhadap persen kehilangan media dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 5. Rekapitulasi rata-rata kehilangan media pada bulan Desember dan Januari

Pada tabel 5 terlihat bahwa perlakuan tanpa menggunakan TeraGlue (0 %) memilki persen kehilangan media yang lebih besar, semkain besar konsentrasi TeraGlue (0,57 %) maka persen kehilangan media akan semakin kecil. Hal tersebut juga berkaitan erat dengan persen daya hidup LCC, semakin besar persen kehilangan media maka persen daya hidup akan semakin kecil, sedangkan semakin kecil persen kehilangan media maka persen daya hidup akan semakin besar (lihat tabel 3). Sehingga diduga TeraGlue, media jerami atau serasah, net dan curah hujan berpengaruh terhadap persen kehilangan media maupun persen daya hidup LCC.

No. TeraGlue

Persen Kehilangan Media (%) Jerami Serasah

Desember Januari Total Desember Januari Total 1. 0 % (TG0) 18,67 12,36 31,03 20,59 16,05 36,64 2. 0,28 % (TG1) 8,48 6,05 14,53 10,07 7,97 18,04 3. 0,57 % (TG2) 6,38 2,55 8,93 8,39 4,83 13,22

(33)

TeraGlue merupakan bahan perekat berupa polimer, menurut Budiman (2003) polimer tidak akan merusak biji atau bibit tanaman, bahkan akan mencegah terlarutnya atau hilangnya pupuk dari tanah dan tidak akan mengganggu unsur-unsur hara di dalam tanah dan air tanah (ground water), selain itu struktur polimer yang mempunyai gugus fungsi yang hidrofob akan menjadikan tanah tahan terhadap air. Sehingga TeraGlue berpengaruh terhadap persen kehilangan media, semakin banyak TeraGlue yang diberikan, maka media akan semakin melekat. Hal ini terlihat dari hasil persen kehilangan media tertinggi dihasilkan pada perlakuan yang tidak menggunakan TeraGlue (TG0) atau perlakuan kontrol, sedangkan persen kehilangan media terendah pada perlakuan yang menggunakan TeraGlue 0,57 % (TG2).

Persen kehilangan media juga lebih besar pada serasah dibandingakan pada jerami. Hal ini diduga karena jerami lebih kuat menempel pada dinding lereng, karena jerami memiliki kemampuan untuk menyerap air dan tidak banyak menyimpan air sehingga jerami akan cepat kering dan tidak mudah terbawa air hujan, sedangkan serasah memiliki kemampuan untuk menyerap dan banyak menyimpan air sehingga serasah akan selalu lembab dan mudah terbawa air hujan. Selain itu jerami juga berfungsi untuk mempertahankan agergat tanah dari hantaman air hujan, memperkecil erosi permukaan tanah, mencegah penguapan air, dan melindungi tanah dari terpaan sinar matahari (Thomas et al 1993 dalam Ayu 2007).

Jerami juga tidak mudah lapuk, sehingga mampu melindungi tanah lebih lama, sedangkan serasah mudah lapuk sehingga tidak mampu melindungi tanah lebih lama. Menurut Sukartaatmadja (2001) jika dikaitakan dengan erosi tanah, pemakaian mulsa yang sukar lapuk atau terdekomposisi seperti jerami padi dan batang jagung akan memberikan perlindungan yang lebih baik jika dibandingkan dengan pemakaian mulsa yang mudah lapuk.

Curah hujan juga berpengaruh terhadap kehilangan media, semakin besar curah hujan, maka persen kehilangan media akan semakin besar pula. Pada bulan Desember curah hujan sebesar 280,67 mm/bulan, sedangkan pada bulan Januari curah hujan lebih kecil yaitu 83,82 mm/bulan (data curah hujan dapat dilihat pada

(34)

lampiran 3 dan lampiran 4). Sehingga persen kehilangan media pada bulan Desember lebih besar dibandingkan pada bulan Januari.

4.3. Pengaruh Net terhadap Kehilangan Media

Persen kehilangan media merupakan parameter yang erat kaitannya dengan pemakaian net sebagai penahan media tanam dan biji pada lereng. Untuk mengetahui pengaruh net terhadap persen kehilangan media dapat dilihat pada tabel 6.

Tabel 6. Rekapitulasi rata-rata pengaruh net terhadap kehilangan media pada bulan Desember dan Januari

No. Cover

Persen Kehilangan Media (%)

Jerami Serasah

Desember Januari Total Desmber Januari Total

1. Net 16,36 12,17 28,53 17,65 13,47 31,12

2. Tanpa Net 20,98 12,55 33,53 23,53 18,63 42,16 Penggunaan net juga berpengaruh terhadap persen kehilangan media, hal ini terlihat dari persen kehilangan media tertinggi dihasilkan pada perlakuan dengan tidak menggunakan net (tanpa net), dan kehilangan media terendah dihasilkan pada perlakuan dengan menggunakan net. Hal ini diduga karena net berfungsi menahan media yang berada pada lereng, menurut Setiadi (2010) fungsi net diperlukan untuk membantu bahan mulsa (media jerami atau serasah) dan biji dapat menempel seragam pada dinding lereng yang curam >45º.

Curah hujan juga berpengaruh terhadap kehilangan media, pada bulan Desember curah hujan sebesar 280,67 mm/bulan, sedangkan pada bulan Januari curah hujan lebih kecil yaitu 83,82 mm/bulan. Besarnya curah hujan tersebut berkaitan dengan besarnya persen kehilangan media, pada tabel 6 terlihat bahwa kehilangan media pada bulan Desember lebih besar daripada bulan Januari.

(35)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Konsentrasi yang efektif untuk pemberian TeraGlue sebagai perekat pada biji dan media tanam adalah 0,57 % atau setara dengan 1 kg TeraGlue dilarutkan dalam 175 liter air

2. Berdasarkan data persen daya hidup LCC media jerami efektif pada jenis C. mucunoides, sedangkan serasah efektif pada jenis C. pubescens, dan P. javanica

3. Berdasarkan parameter kehilangan media (%), jerami merupakan media yang lebih efektif dibandingkan dengan serasah

4. Metoda Templok akan lebih efektif jika menggunakan net karena dapat menahan media dan biji LCC yang ada pada lereng.

5.2. Saran

1. Perlu adanya penelitian mengenai pencampuran media jerami dan serasah, karena diduga tanaman penutup tanah jenis C. mucunoides, C. pubescens, dan P. javanica mempunyai pertumbuhan yang berbeda dalam media jerami dan serasah

2. Penelitian ini perlu diikuti dengan penelitian mengenai besarnya erosi yang terjadi pada lahan berlereng tersebut, sehingga metode ini bisa dijadikan sebagai pembaharuan metode vegetatif dalam pengendalian erosi di lahan berlereng.

(36)

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, S. 2006. Konservasi Tanah dan Air. Revisi ke-3. IPB Press: Bogor. Ayu. I. Mayun. 2007. Efek Mulsa Jerami Padi dan Pupuk Kandang Sapi terhadap

Pertumbuhan dan Hasil Bawang Merah di daerah Pesisir [Skripsi]. Fakultas Pertanian. Jurusan Budidaya Hutan. Universitas Udayana Bali.

Budiman, Nurudin. 2003. Polimer Pencegah Tanah Longsor atau Erosi.[terhubung berkala]. http: www. Chemis_try.org. Situs Kimia Indonesia. [24 April, 2011]

Hariangbanga, G. 2009. Green Earth Product. Green Earth Trainer: Bogor

Hardiyatmo, H. C. 2006. Penanganan Tanah Longsor dan Erosi. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta

Purwanto, I. 2007. Mengenal Lebih Dekat Leguminoseae. Kanisius: Yogyakarta Rahim, Supli Effendi. 2006. Pengendalian Erosi Tanah. Bumi Aksara:

Yogyakarta.

Rusman, Bujang. 1985. Pengaruh Pemberian Sisa Tanaman Sebagai Mulsa Terhadap Sifat Fisik Tanah dan Produksi Tanaman Jagung Pada Tanah Podsolik [Laporan Penelitian]. Universitas Andalas: Padang

Setiadi, Y. 2009. Reclamation & Forest Land Rehabilitation After Mining And Oil/ Gas Operation. Green Earth Trainer: Bogor.

. 2010. Metoda Templok untuk Penanaman Rumput dan Legume Cover Crop. Green Earth Trainer: Bogor.

Sukartaatmadja, S. 1998. Perlindungan Lereng dan Pengendalian Erosi Menggunakan Vegetasi Penutup. Laboratorium Teknik Tanah dan Air , Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor: Bogor.

. 1999. Penggunaan Sisa-Sisa Tanaman Sebagai Mulsa Dalam Konservasi Tanah. Laboratorium Teknik Tanah dan Air , Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor: Bogor . 2001. Penggunaan Bahan Organik untuk Konservasi Tanah.

Laboratorium Teknik Tanah dan Air , Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor: Bogor

Sutedi, E. Sajimin, dan B.P. Prawiradiputra. 2005. Agronomi dan Pemanfaatan Centrosema pubescens. Balai Penelitian Tanaman Ternak: Bogor.

(37)
(38)

Lampiran 1. Rekapitulasi persen daya hidup C. mucunoides. C. pubescens. dan P. javanica

Keterangan :

M1 : Media Jerami TG2 : TeraGlue dengan konsentrasi 0,57%

M2 : Media Serasah N : Menggunakan Net

TG1: TeraGlue dengan konsentrasi 0,28% NN : Tanpa Net

Lampiran 2. Rekapitulasi pengaruh pemberian perlakuan media. TeraGlue. dan net terhadap kehilangan media

No. Taraf perlakuan % Rata-rata kehilangan media Desember Januari Total

1. M1TG0N (KONTROL 1 JERAMI N) 16,36 12,17 28,53 2. M1TG0NN (KONTROL 1 JERAMI NN) 20,98 12,55 33,53 3. M2TG0N (KONTROL 1 SERASAH N) 17,65 13,47 31,12 4. M2TG0NN (KONTROL 1 SERASAH NN) 23,53 18,63 42,16 5. M1TG1N 7,52 2,88 10,40 6. M1TG1NN 9,45 9,22 18,67 7. M1TG2N 4,98 2,35 7,33 8. M1TG2NN 7,78 2,75 10,53 9. M2TG1N 11,02 7,47 18,49 10. M2TG1NN 9,13 8,46 17,59 11. M2TG2N 4,11 2,72 6,83 12. M2TG2NN 12,67 6,94 19,61 Keterangan :

M1 : Media Jerami TG2 : TeraGlue dengan konsentrasi 0,57%

M2 : Media Serasah N : Menggunakan Net

TG1 : TeraGlue dengan konsentrasi 0,28% NN : Tanpa Net

No.

Kode

Persen Daya Hidup (%)

C. mucunoides C. pubescens P. javanica

1. M1TG0N (KONTROL 1 JERAMI N) 40 24 26 2. M1TG0NN (KONTROL 1 JERAMI NN) 31 16 12 3. M2TG0N (KONTROL 1 SERASAH N) 22 24 16 4. M2TG0NN (KONTROL 1 SERASAH NN) 20 14 20 5. M1TG1N 47 22 20 6. M1TG1NN 25 28 12 7. M1TG2N 50 20 8 8. M1TG2NN 32 14 8 9. M2TG1N 39 28 22 10. M2TG1NN 33 28 20 11. M2TG2N 44 30 10 12. M2TG2NN 46 26 22

(39)

Lampiran 3. Rekapitulasi data curah hujan bulan Desember 2010

Date Rain (inci) Rain (mm)

3/12/2010 3,29 4/12/2010 0 5/12/2010 20,57 6/12/2010 62,96 7/12/2010 17,77 8/12/2010 51,01 9/12/2010 3,01 10/12/2010 27,4 11/12/2010 14,95 12/12/2010 1 13/12/2010 0 14/12/2010 3,54 15/12/2010 3,79 16/12/2010 9,89 17/12/2010 0,08 18/12/2010 8,37 19/12/2010 16,25 20/12/2010 16,25 21/12/2010 11,16 22/12/2010 21,58 23/12/2010 6,60 24/12/2010 0,25 25/12/2010 0 26/12/2010 0,21 27/12/2010 0,25 28/12/2010 0,75 29/12/2010 1,77 30/12/2010 6,87 Rata-rata 11,05 280,67

(40)

Lampiran 4. Rekapitulasi data curah hujan bulan Januari 2011

Date Rain (inci) Rain (mm)

31/12/2010 1,02 1/1/2011 1,26 2/1/2011 5,84 3/1/2011 0 4/1/2011 0,51 5/1/2011 0 6/1/2011 2,27 7/1/2011 0,01 8/1/2011 0,75 9/1/2011 15,49 11/1/2011 0,20 12/1/2011 0 13/1/2011 2 14/1/2011 1,80 15/1/2011 9,60 16/1/2011 10 17/1/2011 1,80 18/1/2011 0 19/1/2011 0 20/1/2011 2,40 21/1/2011 1,60 22/1/2011 3,60 23/1/2011 18,60 24/1/2011 0,80 25/1/2011 2,40 26/1/2011 0 27/1/2011 7,20 Rata-rata 3,30 83,82

(41)

Lampiran 5. Layout Penelitian

Keterangan :

M1TG0NN-1 = Media jerami, tanpa TeraGlue, tanpa net, dan ulangan ke 1 M1TG0NN-2 = Media jerami, tanpa TeraGlue, tanpa net, dan ulangan ke 2

M1TG0N-1 = Media jerami, tanpa TeraGlue, menggunakan net, dan ulangan ke 1 M1TG0N-2 = Media jerami, tanpa TeraGlue, menggunakan net, dan ulangan ke 2 M1TG1NN-1 = Media jerami, 0,28 % TeraGlue, tanpa net, dan ulangan ke 1 M1TG1NN-2 = Media jerami, 0,28 % TeraGlue, tanpa net, dan ulangan ke 2

M1TG1N-1 = Media jerami, 0,28 % TeraGlue, menggunakan net, dan ulangan ke 1 M1TG1N-2 = Media jerami, 0,28 % TeraGlue, menggunakan net, dan ulangan ke 2 M1TG2NN-1 = Media jerami, 0,57 % TeraGlue, tanpa net, dan ulangan ke 1

M1TG2NN-2 = Media jerami, 0,57 % TeraGlue, tanpa net, dan ulangan ke 2

M1TG2N-1 = Media jerami, 0,57 % TeraGlue, menggunakan net, dan ulangan ke 1 M1TG2N-2 = Media jerami, 0,57 % TeraGlue, menggunakan net, dan ulangan ke 2 M2TG0NN-1 = Media serasah, tanpa TeraGlue, tanpa net, dan ulangan ke 1

M2TG0NN-2 = Media serasah, tanpa TeraGlue, tanpa net, dan ulangan ke 2

M2TG0N-1 = Media serasah, tanpa TeraGlue, menggunakan net, dan ulangan ke 1 M2TG0N-2 = Media serasah, tanpa TeraGlue, menggunakan net, dan ulangan ke 2 Serasah tanpa Net Serasah dengan Net Jerami tanpa Net Jerami dengan Net

M2TG1NN-2 M2TG1NN-1 M2TG0NN-2 M2TG0NN-1 M2TG1N-1 M2TG2NN-2 M2TG2NN-3 M2TG2N-1 M2TG0N-1 M2TG1N-2 M2TG2N-2 M1TG0-1 M2TG0N-2 M1TG2NN-2 M1TG1NN-2 M1TG2NN-1 M1TG1NN-1 M1TG0-2 M1TG2N-2 M1TG2N-1 M1TG1N-2 M1TG0N-2 M1TG1N-1 M1TG0-1

(42)

M2TG1NN-1 = Media serasah, 0,28 % TeraGlue, tanpa net, dan ulangan ke 1 M2TG1NN-2 = Media serasah, 0,28 % TeraGlue, tanpa net, dan ulangan ke 2

M2TG1N-1 = Media serasah, 0,28 % TeraGlue, menggunakan net, dan ulangan ke 1 M2TG1N-2 = Media serasah, 0,28 % TeraGlue, menggunakan net, dan ulangan ke 2 M2TG2NN-1 = Media serasah, 0,57 % TeraGlue, tanpa net, dan ulangan ke 1

M2TG2NN-2 = Media serasah, 0,57 % TeraGlue, tanpa net, dan ulangan ke 2

M2TG2N-1 = Media serasah, 0,57 % TeraGlue, menggunakan net, dan ulangan ke 1 M2TG2N-2 = Media serasah, 0,57 % TeraGlue, menggunakan net, dan ulangan ke 2

(43)

Lampiran 6. Kondisi Lereng sebelum dan sesudah ditanam

Gambar 5. Lereng sebelum ditanami Gambar 6. Lereng setelah dipasang net

Gambar 7. Lereng awal di templok Gambar 8. Lereng setelah ditemplok 2 bulan (net )

(44)

Lampiran 7. Pertumbuhan LCC

Gambar 10. Pertumbuhan LCC dari awal penanaman, minggu ke 1 sampai minggu ke 8 pada

media serasah dan net (M2TG2N-3)

Gambar 11. Pertumbuhan LCC dari awal penanaman, minggu ke 1 sampai minggu ke 8 pada media serasah dan net (Kontrol)

Gambar 12. Pertumbuhan LCC dari awal penanaman, minggu ke 1 sampai minggu ke 8 pada media jerami dan net (M1TG1N-2)

(45)

Gambar 13. Pertumbuhan LCC dari awal penanaman, minggu ke 1 sampai minggu ke 8 pada media jerami dan net (Kontrol)

Gambar

Gambar 2. C.  pubescens: (a) Daun, (b)Bunga, (c) Polong, (d) Benih  c). Pueraria javanica
Gambar 4. Peta Hutan Pendidikan Gunung Walat
Tabel 1. Bagan Kombinasi Perlakuan
Tabel 2.  Rekapitulasi  rata-rata  pengaruh  media  terhadap  daya  hidup  C.
+4

Referensi

Dokumen terkait