• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR ISI. HALAMAN PERSYARATAN GELAR SARJANA HUKUM...ii. HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING/PENGESAHAN...iii

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DAFTAR ISI. HALAMAN PERSYARATAN GELAR SARJANA HUKUM...ii. HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING/PENGESAHAN...iii"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

ix

DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUR DEPAN

HALAMAN SAMPUL DALAM

HALAMAN PERSYARATAN GELAR SARJANA HUKUM ...ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING/PENGESAHAN...iii

HALAMAN PENGESAHAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI...iv

KATA PENGANTAR ...v

DAFTAR ISI ...ix

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN...xii

ABSTRACT ...xiii ABTRAK ...xiv BAB I PENDAHULUAN ...1 1.1. ...L atar Belakang ...1 1.2. ...R umusan Masalah ...5 1.3. ...R uang Lingkup Masalah ...6

1.4. ...T ujuan Penelitian ...6 1.4.1. ...T ujuan Umum...6 1.4.2. ...T ujuan Khusus...7

(2)

x 1.5. ...M anfaat Penelitian ...7 1.5.1. ...M anfaat Teoritis ...7 1.5.2. ...M anfaat Praktis...8 1.6. ... Landasan Teoritis ...8 1.7. ... Metode Penelitian ...17 1.7.1. ...J enis Penelitian ...17 1.7.2. ...J enis Pendekatan...18 1.7.3. ...S ifat Penelitian ...18 1.7.4. ...S umber Data...19 1.7.5. ...T

eknik Pengumpulan Data ...21 1.7.6. ...T

(3)

xi

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SATUAN POLISI PAMONG

PRAJA SEBAGAI PENEGAK PERATURAN DAERAH ...23

2.1. Sejarah Pembentukan Satuan Polisi Pamong Praja ...23

2.2. Satuan Polisi Pamong Praja sebagai Perangkat Pemerintahan Daerah ...26

2.2.1. Kedudukan Satuan Polisi Pamong Praja dalam Pemerintahan Daerah ...26

2.2.2. Struktur Organisasi Satuan Polisi Pamong Praja...29

2.3. Praturan Daerah sebagai Produk Hukum Pemerintahan Daerah ...31

BAB III PELAKSANAAN KEWENANGAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DALAM MENEGAKAN PERATURAN DAERAH DI KOTA DENPASAR ...37

3.1. Gambaran Keberadaan Satuan Polisi Pamong Praja di Kota Denpasar ...37

3.2. Tindakan-Tindakan Satuan Polisi Pamong Praja Dalam Menegakan Peraturan Daerah di Kota Denpasar ...43

3.2.1. Tindakan-Tindakan Dalam Rangka Menjaring Pelanggaran Perda ...44

3.2.2. Tindakan-Tindakan Dalam Rangka Penindakan Terhadap Pelanggaran Perda ...47

3.3. Efektivitas Tindakan-Tindakan Satuan Polisi Pamong Praja Dalam Menegakan Peraturan Daerah di Kota Denpasar...50

BAB IV FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELAKSANAAN PENEGAKAN PERATURAN DAERAH DI KOTA DENPASAR ...56

4.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Penegakan Perda di Kota Denpasar ...56

(4)

xii

4.2. Hambatan-hambatan dalam Pelaksanaan Kewenangan Satuan Polisi Pamong

Praja Dalam Penegakan Peraturan Daerah di Kota Denpasar ...64

4.3. Upaya-upaya dalam Penanggulangan Hambatan-hambatan Pelaksanaan Kewenangan Satuan Polisi Pamong Praja Dalam Penegakan Peraturan Daerah di Kota Denpasar ...65 BAB V PENUTUP ...67 5.1. Kesimpulan...67 5.2. Saran ...68 DAFTAR PUSTAKA ...69 DAFTAR INFORMAN RINGKASAN SKRIPSI LAMPIRAN

- Surat Ijin Rekomendasi Penelitian - Surat Keterangan Penelitian - Daftar Absensi Informan - Foto Bukti Penelitian

(5)

xiii

THE EFFECTIVENESS OF AUTHORITY CIVIL SERVICE POLICE UNIT VIOLATION OF REGIONAL REGULATION IN DENPASAR

ABSTRACT

Civil Service Police Unit as a peripheral region has a very important role. Implementation of Civil Service Police Unit authority on violation of local regulations be things that need to be considered. This study was conducted to assess the effectiveness of the implementation of the authority of the Civil Service Police Unit for violation of local regulations in Denpasar.

The method used adalahmetode empirical legal research that is conducted legal research based on the circumstances in the field. The nature of this research is descriptive.

Actions taken by the municipal police Denpasar already run effectively, it can be seen from penidakan conducted by Saatpol PP Denpasar where in 2014 there were violations as 1221 and were successfully dealt with as much as 85% then in 2015 there were 1,691 violations and successfully dealt with as much as 88%, while in 2016 there were 842 violations and successfully dealt with as much as 90%, thus the implementation of the municipal police authorities in enforcing legislation already running efketif. Factors law, law enforcement factor, factor means or facility and community factors and culture or the behavior of people who are still stubborn as well as the intervention of civil society organizations need to be a common concern because these factors may hinder the implementation of the authority of the municipal police in enforcing regulations in Denpasar.

Keywords : Civil Service Police Unit, Implementation Authority, Regional Regulation

(6)

xiv

EFEKTIVITAS PELAKSANAAN KEWENANGAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA TERHADAP PELANGGARAN PERATURAN

DAERAH DI KOTA DENPASAR

ABSTRAK

Satuan Polisi Pamong Praja sebagai suatu perangkat daerah memiliki peran yang sangat penting. Pelaksanaan kewenangan Satuan Polisi Pamong Praja terhadap pelanggaran peraturan daerah menjadi hal yang perlu untuk diperhatikan. Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji tentang efektivitas pelaksanaan kewenangan Satuan Polisi Pamong Praja terhadap pelanggaran peraturan daerah di Kota Denpasar.

Metode penelitian yang digunakan adalahmetode penelitian hukum empiris yakni merupakan penelitian hukum yang dilakukan berdasarkan keadaan di lapangan. Sifat dari penelitian ini yaitu bersifat deskriptif.

Tindakan yang dilakukan oleh Satpol PP Kota Denpasar sudah berjalan dengan efektif , hal ini dapat dilihat dari penidakan yang dilakukan oleh Saatpol PP Kota Denpasar dimana pada tahun 2014 terdapat pelanggaran sebanyak 1.221 dan yang berhasil ditindak sebanyak 85% kemudian pada tahun 2015 terdapat 1.691 pelanggaran dan yang berhasil ditindak sebanyak 88% sedangkan pada tahun 2016 terdapat 842 pelanggaran dan yang berhasil ditindak sebanyak 90%, Dengan demikian pelaksanaan kewenangan Satpol PP dalam menegakan Perda sudah berjalan secara efketif. Faktor hokum, faktor penegak hukum , faktor sarana atau fasilitas dan faktor masyarakat dan kebudayaan atau perilaku masyarakat yang masih membandel serta adanya campur tangan organisasi masyarakat perlu menjadi perhatian bersama karna berbagai faktor tersebut dapat menghambat pelaksanaan kewenangan Satpol PP dalam menegakkan perda di Kota Denpasar.

Kata Kunci : Satuan Polisi Pamong Praja, Pelaksanaan Kewenangan, Peraturan Daerah

(7)

xv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Sebagai penyelenggara negara pemerintah pusat tidak hanya berkedudukan disuatu daerah yang menjadi pusat pelaksanaan penyelenggaraan negara. Dengan luas wilayah dan jumlah penduduk di Negara Indonesia yang sangat besar tentu urusan pemerintah tidaklah sedikit, sehingga untuk dapat mewujudkan sistem pemerintahan yang baik sangatlah tidak relevan apabila seluruh urusan pemerintahan di Negara Indonesia diurus sepenuhnya oleh Pemerintah Pusat.1 Untuk dapat mewujudkan pembangunan yang merata akan sangat sulit diimplementasikan apabila penyelenggaran pemerintahan hanya dibebankan kepada pemerintah pusat, maka pembangunan yang mungkin terjadi hanya mencakup daerah yang menjadi tempat pemerintahan dan daerah yang berdekatan dengan daerah pusat pemerintahan. Dengan demikian akan timbul persoalan bagaimana cara untuk menyelenggarakan pemerintahan yang dapat menjangkau seluruh wilayah di Negara Indonesia.2

Berbagai ketentuan yang mengatur otonomi daerah dengan pembagaian wilayah pada dasarnya diilhami oleh Konstitusi Negara Indonesia, dan tertuang dalam Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa, “Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas Kabupaten dan Kota”.

1 Viktor M. Situmorang dan Cormentyna Sitanggang, 1994, Hukum Administrasi

Pemerintahan Di Daerah, Sinar Grafika, Jakarta, h.19.

(8)

xvi

Berangkat dari makna yang tertuang dalam ketetuan tersebut maka hal ini bertujuan untuk mempercepat tujuan negara diberbagai lini yang dilakukan dengan pembentukan pemerintahan daerah baik pada pemerintah daerah provinsi maupun pemerintah daerah kabupaten/kota. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah juga memiliki tujuan yang sama dalam mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan dan kekhasan suatu daerah. Sehingga dapat terwujudnya pemerintahan daerah yang efektif dan efisien.

Dalam memaksimalkan fungsinya di daerah, pemerintah daerah yang dipimpin oleh seorang kepala daerah dapat menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan. Peraturan daerah yang selanjutnya disebut perda merupakan suatu produk hukum pemerintahan daerah yang sah , dibuat oleh pejabat yang berwenang yaitu pada Daerah Provinsi, Gubernur bersama dengan DPRD provinsi dan pada Daerah Kabupaten/Kota Bupati/Walikota bersama DPRD Kabupaten/Kota. Berdasarkan Pasal 14 Undang-Undang No.12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, menyatakan bahwa Peraturan Daerah provinsi dan kabupaten/kota berisi materi muatan dalam rangka penyelenggaraaan otonomi daerah dan tugas pembantuan serta menampung kondisi khusus daerah dan/atau penjabaran lebih lanjut peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Peraturan Daerah yang sah tentunya memiliki kekuatan hukum mengikat dan

(9)

xvii

haruslah dilaksanakan dan dipatuhi oleh aparatur pemerintahan daerah maupun seluruh masyarakat provinsi atau kabupaten/kota dimana Peraturan Daerah tersebut dibuat.

Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 255 ayat (1) Undang-Undang nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menyatakan bahwa, “Satuan polisi pamong praja dibentuk untuk menegakkan Perda dan Perkada, menyelenggarakan ketertiban umum dan ketentraman, serta menyelenggarakan perlindungan masyarakat”. Dengan kata lain keberadaan satuan polisi pamong praja juga ditujukan sebagai pelaksana tugas desentralisasi. Desentralisasi sendiri merupakan suatu cara pemerintahan dimana sebagian dari kekuasaan mengatur dan mengurus dari Pemerintah Pusat diserahkan kepada kekuasaan-kekuasaan bawahan.3 Pada dasarnya setiap daerah mempunyai 2 macam kekuasaan, yaitu otonomi dan medebewind (memberi kuasa untuk dijalankan)4. Otonomi ialah hak untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya, sedangkan medebewind adalah hak menjalankan peraturan dari Pemerintah Pusat atau daerah tingkat atasan berdasarkan perintah pihak atasan itu.5

Dalam melaksanakan kewenangan guna menegakkan Peraturan Daerah dan keputusan kepala daerah, sebagai salah satu tugas utama dari Polisi Pamong Praja, tentunya tidak semudah membalikkan telapak tangan, terlebih dalam melaksanakan kewenangan ini Polisi Pamong Praja dibatasi oleh kewenangan

3 Hazairin, 1954, Otonomi dan Ketatanegaraan (dalam Ceramah Kongres III Serikat Sekerja Kementrian dalam Negeri,Bogor, 3-5 Desember 1953, di muat dalam buku 7 Tahun Serikat Sekerja Kementerian Dalam Negeri (SSKDN), h. 160.

4 Wojowasito, 2003, Kamus Umum Belanda Indonesia. PT Ichtiar baru van hoeve, Jakarta,, h.80 & 397

5 The Liang Gie, 1993, Pertumbuhan Pemerintahan Daerah di Republik Indonesia, Liberty, Yogyakarta , 1993, h.99.

(10)

xviii

represif yang sifatnya non yustisial. Aparat Polisi Pamong Praja seringkali harus menghadapi berbagai kendala ketika harus berhadapan dengan masyarakat yang memiliki kepentingan tertentu dalam memperjuangkan kehidupannya, yang akhirnya bermuara pada munculnya konflik (bentrokan).

Kota Denpasar yang yang merupakan bagian dari pemerintahan daerah dibawah pemerintah daerah provinsi Bali juga memiliki produk hukum termasuk peraturan daerah dalam pelaksanaan pemerintahannya. Perkembangan diberbagai sektor baik dalam sektor ekonomi, politik, sosial maupun budaya juga dapat memberikan dampak yang buruk apabila dalam pelaksanaannya tidak dibarengi oleh suatu bentuk jaminan perlindungan yang konkret berupa produk hukum seperti peraturan daerah. Sejalan dengan penataan sistem hukum dalam penyelenggaraan pemerintahan di Kota Denpasar tentu melahirkan berbagai peraturan-peraturan daerah yang harus dilaksanakan dan ditaati oleh setiap masyarakat di Kota Denpasar. Pengaturan Satuan Polisi Pamong Praja di Daerah Provinsi Bali diatur dalam Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2011 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah, sedangkan di Kota Denpasar diatur dalam Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 9 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Organisasi Dinas Ketentraman Ketertiban Dan Satuan Polisi Pamong Praja Kota Denpasar.

Berbagai pelanggaran terhadap peraturan daerah di Kota Denpasar masih sering terjadi, hal ini disebabkan oleh bermacam-macam faktor maupun berbagai kepentingan yang ada didalamnya, pelanggaran-pelanggaran yang sering terjadi diantaranya; pelanggaran terhadap perizinan, penetapan zonasi serta pelanggaran

(11)

xix

ketertiban umum. Meskipun dengan adanya kewenangan yang dimiliki oleh Satuan Polisi Pamong Praja telah berdasarkan hukum namun tindakan-tindakan nyata yang dilakukan untuk mengkonkretkan kewenangan yang telah diberikan peraturan perundang-undangan tersebut tidak dilakukan, maka penegakan peraturan daerah yang dikehendaki untuk melindungi kepentingan pemerintah kabupaten dan masyarakat tidak dapat terwujud. Sehingga dalam hal ini Satuan Polisi Pamong Praja dituntut untuk lebih adaptif dan komperhensif dalam melaksanakan kewenangannya untuk menegakkan peraturan daerah agar dapat berjalan secara efektif.

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka penulis ingin mengetahui lebih dalam dengan membuat tugas akhir yang berjudul: “EFEKTIVITAS PELAKSANAAN KEWENANGAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DALAM PENEGAKAN PERATURAN DAERAH DI KOTA DENPASAR”.

1.2 Rumusan Masalah

Bertitik tolak dari latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka dapat dikemukakan dua permasalahan pokok yaitu:

1) Bagaimanakah Pelaksanaan Kewenangan Satuan Polisi Pamong Praja Dalam Penegakan Peraturan Daerah di Kota Denpasar?

2) Faktor-faktor Apa Saja yang Mempengaruhi Pelaksanaan Penegakan Peraturan Daerah di Kota Denpasar?

(12)

xx

1.3 Ruang Lingkup Masalah

Ruang lingkup masalah menggambarkan luasnya cakupan lingkup penelitian yang dilakukan. Ruang lingkungan masalah dibuat untuk mengemukakan batas area penelitian dan umumnya digunakan untuk mempersempit permasalahan yaitu hanya sebatas pada permasalahan yang sudah ditetapkan, jadi bukan merupakan keseluruhan unit. Melalui perumusan ruang lingkup dapat diketahui variabel yang akan diteliti maupun yang tidak diteliti.

Agar menghasilkan pembahasan yang lebih sistematis, metotologis, tidak terlalu luas dan menyimpang dan pokok-pokok permasalahan serta tidak terjadi pembahasan yang berlebihan, maka terhadap pembahasannya diberikan ruang lingkup yaitu:

1) Pelaksanaan Kewenangan Satuan Polisi Pamong Praja Dalam Penegakan Peraturan Daerah di Kota Denpasar.

2) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Penegakan Peraturan Daerah di Kota Denpasar.

1.4 Tujuan Penelitian

Pada penulisan suatu karya tulis ilmiah, haruslah mempunyai tujuan yang dapat dipertanggungjawabkan. Adapun tujuan penulisan skripsi ini dapat dibagi menjadi dua bagian, antara lain:

1.4.1 Tujuan Umum :

1) Untuk melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi, khususnya pada bidang penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa;

(13)

xxi

2) Melatih mahasiswa dalam usaha menyatakan pikiran ilmiah secara tertulis;

3) Mengembangkan ilmu pengetahuan hukum;

4) Mengembangkan diri pribadi mahasiswa kedalam kehidupan masyarakat;

5) Sebagai pembulat studi mahasiswa untuk memenuhi persyaratan SKS dari jumlah beban studi untuk memperoleh gelar sarjana hukum.

1.4.2 Tujuan Khusus :

1) Untuk dapat mengetahui Pelaksanaan Kewenangan Satuan Polisi Pamong Praja Dalam Penegakan Peraturan Daerah di Kota Denpasar. 2) Untuk dapat mengetahui Faktor-faktor apa saja yang Mempengaruhi

Pelaksanaan Penegakan Peraturan Daerah di Kota Denpasar

1.5 Manfaat Penelitian

Setiap penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat kepada berbagai pihak. Adapun manfaat penelitian ini adalah :

1.5.1 Manfaat Teoritis

Hasil dari pembahasan-pembahasan terhadap permasalahan yang telah dirumuskan ini secara teoritis diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmu pengetahuan, dan meningkatkan wawasan terutama dalam ilmu hukum, yaitu tentang pelaksanaan kewenangan Satuan Polisi Pamong Praja Dalam Penegakan Peraturan Daerah di Kota Denpasar.

(14)

xxii 1.5.2 Manfaat Praktis

Penulisan skripsi ini diharapkan agar dapat bermanfaat dalam mengetahui tentang pelaksanaan kewenangan Satuan Polisi Pamong Praja Dalam Penegakan Peraturan Daerah di Kota Denpasar apakah sudah berjalan secara efektif atau belum.

1.6 Landasan Teoritis

Untuk membahas permasalahan dalam penelitian ini maka akan dikaji beberapa teori, konsep, maupun peraturan perundang-undangan yang terkait. Dengan demikian landasan teoritis yang dikembangkan dapat dijadikan pisau analisa secara teoritis terhadap kedua permasalahan dalam penelitian ini. Adapun landasan teoritis yang akan digunakan adalah Teori Negara Hukum, Teori Kewenangan dan Teori Penegakan Hukum yang akan diuraikan sebagai berikut:

1.6.1 Negara Hukum

Negara Republik Indonesia merupakan negara hukum sebagaimana tercantum dalam ketentuan Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa “Negara Indonesia adalah Negara hukum”. Istilah Negara hukum di Indonesia, sering diterjemahkan rechtstaat atau the rule of law. Paham rechtstaat pada dasarnya bertumpu pada sistem hukum Eropa Kontinental

Immanuel Kant mengemukakan paham negara hukum dalam arti sempit, yang menempatkan recht pada staat, hanya sebagai alat perlindungan hak-hak

(15)

xxiii

individual dan kekuasaaan negara diartikan secara pasif, yang bertugas sebagai pemelihara ketertiban dan kemanan masyarakat.6 Sementara itu di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa segala tindakan penguasa atau pemerintah memerlukan suatu bentuk hukum tertentu dan harus sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku.

Pernyataan tersebut mengandung arti adanya sepremasi hukum dan konstitusi, dianutnya prinsip pemisahan dan pembatasan kekuasaan menurut sistem konstitusional diatur dalam Unang-Undang Dasar, adanya prinsip peradilan yang bebas dan tidak memihak dan menjadi persamaan setiap warga negara dalam hukum, serta jaminan keadilan bagi setiap orang termasuk penyalahgunaan wewenang oleh pihak yang berkuasa.7 Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merumusakn bahwa “Negara Indonesia adalah Negara hukum”. Konsep ini berasal dari Freidrich Julius Stahl (1802-1861) yang diilhami oleh Immanuel Kant (1724-1804). Menurut Stahl, unsur negara hukum (rechtstaat),8 adalah :

1) Perlindungan hak-hak asasi manusia;

2) Pemisahan kekuasaan berdasarkan trias politica; 3) Pemerintah berdasarkan Undang-Undang; 4) Peradilan administrasi.

Sedangkan prinsip suatu negara hukum menurut J.B.J.M ten Berge adalah adanya asas legalitas yaitu pembatasan warga negara (oleh pemerintah), harus

6 M.Tahir Azhary, 1992, Negara Hukum, Bulan Bintang, Jakarta, h.73-74.

7 Jimmly Assidiqie, 2004, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta, h.55.

8 Ridwan HR, 2011, Hukum Administrasi Negara, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, (selanjutnya disingkat Ridwan HR I), h.3.

(16)

xxiv

ditemukan dasarnya dalam undang-undang yang merupakan peraturan umum, perlindungan hak-hak asasi, pemerintah terikat pada hukum, monopoli paksaan pemerintahuntuk menjamin penegakan hukum dan pengawasan oleh hakim yang merdeka.9 Dalam suatu negara hukum seperti halnya indonesia, hak asasi merupakan suatu hal yang penting. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara implisit menjamin keberadaan hak asasi. Kemudian dalam pasal-pasal Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 hak asasi juga sudah dijamin secara tegas. Hak-hak asasi yang diatur dalam konstitusi negara inilah yang kemudian disebut sebagai hak konstitusi.

Menurut pendapat Sri Soemantri yang mengemukakan unsur-unsur negara hukum ialah sebagai berikut:

1) Sistem pemerintahan negara yang didasarkan atas kedaulatan rakyat.

2) Bahwa pemerintah dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya harus berdasar atas hukum atau perundang-undangan.

3) Adanya jaminan terhaddap hak asasi manusia (warga negara) 4) Adanya pembagian kekuasaan dalam Negara..

5) Adanya pengawasan dari badan-badan peradilan (rechtterlijke controle) yang bebas dan mandiri, dalam artian lembaga peradilan tersebut benar-benar tidak memihak dan tidak berada dibawah pengaruh eksekutif.

(17)

xxv

6) Adanya peran yang nyata dari anggota-anggota masyarakat atau warga Negara untuk turutserta mengawasi perbuatan dan pelkasanaan kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah.

7) Adanya sistem perekonomian yang dapat menjamin pembagian yang merata sumber daya yang diperlukan bagi kemakmuran warga Negara. 10

Secara konseptual yang dinamakan The Rule Of Law sama pengertiannya dengan negara hukum atau Rechtstaat. The Rule Of Law merupakan satu konsep yang dikemukakan oleh Albert Venn Dicey (1835-1922) pada tahun 1885 yang dituangkannya dalam sebuah buku berjudul Introduction To The Study Of The

Law Of Constitution. Sejak itulah The Rule Of Law mulai menjadi bahan kajian

dalam pengembangan negara hukum, bahkan menyebar ke setiap negara yang memiliki sistem berbeda-beda. Dalam buku yang ditulis oleh Didi Nazmi Yunus dikemukakan konsep Dicey tersebut yang intinya bahwa The Rule Of

Law mengandung tiga unsur penting, yaitu:

1. Supremacy Of Law;

2. Equality Before The Law;

3. Constitution Based On Individual Rights.11

Unsur Supremacy Of Law mengandung arti bahwa tidak ada kekuasaan yang sewenang-wenang (arbitrary power), baik rakyat (yang diperintah) maupun raja (yang memerintah). Kedua-duanya tunduk pada hukum (regular law).Prinsip ini menempatkan hukum dalam kedudukan sebagai panglima. hukum dijadikan

10 Ridwan HR I, op.cit, h.5.

(18)

xxvi

sebagai alat untuk membenarkan kekuasaan, termasuk membatasi kekuasaan itu. Jadi yang berkuasa, berdaulat dan supreme adalah hukum, dan bukan kekuasaan.12

Dengan demikian segala tindak tanduk pemerintah harus menurut hukum yang ada dalam hal ini, Satuan Polisi Pamong Praja yang merupakan aparat penegak peraturan daerah hendaknya dalam pelaksanaan fungsi, tugas serta kewenangannya tetap berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga dalam pelaksanaan kewenangannya dapat berjalan dengan efektif.

1.6.2 Teori Kewenangan

Istilah kewenangan (wewenang) disejajarkan dengan bovegdheid dalam istilah Hukum Belanda, menurut Philipus M. Hadjon guru besar Fakultas Hukum Universitas Airlangga mengatakan bahwa “wewenang sekurang-kurangnya terdiri atas tiga komponen, yaitu pengaruh, dasar hukum dan konformitas hukum”.13 Komponen pengaruh bahwa penggunaan wewenang dimaksudkan untuk mengendalikan perilaku subyek hukum, dasar hukum maksudnya bahwa wewenang itu haruslah mempunyai dasar hukum. Sedangkan konformitas hukum maksudnya bahwa wewenang itu haruslah memiliki standar.

Menurut Bagir Manan, wewenang dalam bahasa hukum tidak sama dengan kekuasaan (macht). Kekuasaan hanya menggambarkan hak untuk berbuat ataupun tidak berbuat dalam hukum wewenang sekaligus merupakan hak dan kewajiban (rechten en plichten). Dalam kaitan dengan otonomi daerah hak 12 Miriam Budiarjo, 1992, Dasar-Dasar Ilmu Politilk, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, h.57-58.

13 Philipus M. Hadjon, 1998, Tentang Wewenang, Bahan Penataran Administrasi, Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya, h.67.

(19)

xxvii

mengandung pengertian kekuasaan sendiri (zelfregelen) dan mengelola sendiri (zelfbesturen), sedangkan kewajiban secara horizontal berarti kekuasaan utnuk menyelenggarakan pemerintahan sebagaimana mestinya. Vertical berarti kekuasaan untuk menjalankan pemerintahan dalam satu tertib ikatan pemerintahan Negara secara keseluruhan.14

Seiring dengan pilar utama negara hukum, yaitu asas legalitas, berdasarkan prinsip ini tersirat bahwa wewenang pemerintahan berasal dari peraturan perundang-undangan, artinya sumber wewenang bagi pemerintah adalah peraturan perundang-undangan. Secara teoritis, kewenangan yang bersumber dari peraturan perundang-undangan tersebut diperoleh melalui 3 (tiga) cara yaitu atribusi, delegasi dan mandat.15

Mengenai atribusi, delegasi dan mandat ini, H.D. van Wijk/Willem Konijnenbelt mendefinisikan sebagai berikut :

a) Attribute : toekenning van een bestuurbevogheid door een wetgever aan een bestuursorgaan, (atribusi adalah pemberian wewenang pemerintah oleh pembuat undang-undnag kepada organ pemerintahan.

b) Delegatie : overdract van een bevoegheid van het ene bestuursorgaan aan een ander, (delegasi adalah pelimpahan wewenang pemerintah dari satu organ pemerintah kepada organ pemerintah lainnya).

14 Bagir Manan, 2000 , “Wewenang Provinsi Kabupaten dan Kota dalam rangla Otonomi

Daerah, Paper pada seminar Nasional, Fakultas Hukum Unpad, Bandung, tanggal 13 Mei 2000.

(20)

xxviii

c) Mandaat : een bestuursorgaan laat sijn bevogheid namens hem uitoefenen door een ander, (mandat terjadi ketika organ pemerintahan mengizinkan kewenangannya dijalankan oleh organ lain atas namanya).16

Atmadja menjelaskan bahwa : wewenag inilah sesungguhnya yang merupakan “Legal Power”yang didalamnya melekat 3 (tiga) unsur, yaitu pengaruh yang memiliki kategori yang ekslusif (keluar) wajib dipatuhi oleh orang lain dan atau pejabat serta jabatan atau lembaga lainnya, unsur dasar hukum konformitas.17

Ruang lingkup wewenang pemerintah tidak hanya meliputi wewenang untuk membuat keputusan pemerintah (besluit) tetapi juga semua wewenang dalam rangka melaksanakan tugasnya sebagai pembentukan undang-undang. Dalam negara hukum wewenang pemerintah berasal dari undang-undang yang berlaku, dengan kata lain organ pemerintah tidak dapat menganggap bahwa dia memiliki sendiri weweanng pemerintahan. Sebenarnya kewenangan hanya diberikan oleh undang-undang.

Dalam konteks kewenangan, daerah tentu memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan rumah tangganya sesuai dengan konsep otonomi daerah, selain itu daerah yang dipimpin oleh seorang kepala daerah juga berwenang untuk membuat segala peraturan-peraturan daerah yang diberlakukan secara mengikat di daerah itu sendiri, sehingga dalam pelaksanaan peraturan daerah ini pun menjadi wewenang pemerintah daerah dalam melimpahkan tugas

16 Ibid, h.104.

17 Ridwan HR, 2002, Hukum Administrasi Negara, UII-Pres, Yogyakarta, (selanjutnya disingkat Ridwan HR II), h.74.

(21)

xxix

fungsional kepada Satuan Polisi Pamong Praja dalam menegakkan peraturan daerah tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

1.6.3 Teori Penegakan Hukum

Secara konseptual, inti dan arti dari penegakan hukum terletak pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan didalam kaidah-kaidah yang mantap dan mengejawantahkan dan sikap tindak sebagai penjabaran niali tahap akhir, untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup.18

Gangguan terhadap penegakan hukum mungkin terjadi, apabila ada ketidakserasian antara “tritunggal’ nilai, kaidah dan pola perilaku. Gangguan tersebut terjadi apabila terjadi ketidakserasian antara nilai-nilai yang berpasangan, yang menjelma dalam kaidah-kaidah yang bersimpang siur, dan pola perilaku tidak terarah yang mengganggu kedamaian pergaulan.19

Dalam suatu Negara hukum terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum, menurut Soerjono Soekanto faktor-faktor tersebut adalah:

1. Faktor hukumnya sendiri, yang didalam tulisan ini akan dibatasi pada Undang-undang saja.

2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum.

3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum. 4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut

berlaku atau diterapkan.

18 Soerjono Soekanto, 2013, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, (selanjutnya disingkat Soerjono Soekanto I), h.5.

(22)

xxx

5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.20

Kelima faktor tersebut saling berkaitan dengan eratnya, oleh karena merupakan esensi dari penegakan hukum, juga merupakan tolak ukur daripada efektivitas penegak hukum. Dengan demikian, maka kelima faktor tersebut akan dibahas disini, dengan cara mengetengahkan contoh-contoh yang diambil dari kehidupan masyarakat Indonesia.21

Faktor-faktor tersebut yang telah disebutkan diatas dapat menjadi hal yang menghambat sekaligus mendukung suatu mekanisme penegakan hukum. Apabila kualitas dari produk-produk hukum baik produk hukum pusat maupun produk hukum daerah sudah berisi muatan muatan yang jelas dan norma-norma yang jelas sudah tentu produk hukum tersebut akan berpengaruh baik bagi efektifitas penegakan hukum. Kapabilitas dan kualitas sumber daya manusia atau faktor penegak hukum juga menjadi hal yang menentukan perihal peroduk hukum yang ditegakkan akan benar-benar bisa dijalankan dengan baik. Faktor sarana atau fasilitas juga sangat berpengaruh, dalam artian apabila faktor hukum dan faktor penegak hukumnya sudah memenuhi untuk mendukung suatu meknanisme penegakan hukum akan sangat sulit untuk menciptakan suatu penegakan hukum yang komperhensif dan baik apabila faktor sarana atau fasilitas yang ada tidak mendukung penegak hukumnya, dimana faktor penegak hukum dan faktor sarana atau fasilitas merupakan dua hal yang sangat berkaitan antara satu sama lainnya gunas menciptakan suatu mekanisme penegakan hukum sesuai dengan yang

20 Ibid, h.8. 21 Ibid, h.9.

(23)

xxxi

diharapkan. Faktor masyarakat yang seringkali bertindak sebagai korban dan sebagai pelaku dari sisi yang lainnya, dengan tingkat kesadaran masyarakat yang baik akan memberikan pengaruh atau tingkat efektivitas dari penegakan hukum itu sendiri. Faktor kebudyaan yang dimaksud disini adalah berkaitan denagn pola perilaku masyarakat yang membudaya, maksudnya adalah pelanggaran yang sering terjadi disebabkan oleh sikap masyarakat yang membandel terus melakukan pelanggaran secara berulang-ulang, hal inilah yang akan ditiru oleh masyarakat lainnya. Hal inilah yang dimaksud dengan faktor kebudayaan. Kelima faktor tersebut akan memberikan tingkat pengaruh keefektivitasan yang baik apabila setiap faktornya dilaksanakan dan dipenuhi dengan baik, namum faktor-faktor tersebut juga akan berpengaruh dan dapat menurunkan tingkat efektivitas penegakan hukum apabila tidak dilakukan dan dipenuhi dengan baik

1.7 Metode Penelitian

Metodologi penelitian merupakan ilmu mengenai jenjang-jenjang yang harus dilalui dalam proses penelitian, ilmu yang membahas metode ilmiah dan mencari, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan.22 Guna mendapatkan hasil sesuai yang diharapkan dari penulisan ini, metode yang digunakan dapat diuraikan dalam paparan berikut :

1.7.1 Jenis Penelitian

Dalam metode penelitian hukum dikenal tiga jenis penelitian, diantaranya Metode Penelitian Hukum Normatif, Metode Penelitian Hukum Normatif-Empiris

22 Rianto Adi, 2004, MetodologiPenelitian Sosial dan Hukum, Edisi 1, Granit, Jakarta, h.1.

(24)

xxxii

dan Metode Penelitian Hukum Empiris. Dimana penelitian dalam penulisan skripsi ini berisfat Empiris, yaitu dilakukan dengan mengkaji permasalahan yang muncul dilapangan dengan menghubungkannya terhadap peraturan-peraturan hukum dan teori-teori yang ada. Dengan demikian menurut Hilman Hadikusuma “mengkaji permasalahan tidak hanya sebatas mempelajari pasal-pasal perundang-undangan dan pendapat para ahli untuk kemudian diuraikan, tetapi juga menggunakan bahan yang sifatnya normatif itu dalam rangka mengolah dan menganalisa data-data dari lapangan yang disajikan sebagai pembahasan”.23

1.7.2 Jenis Pendekatan

Jenis pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan (the statue approach) yaitu dengan menelaah semua Undang-Undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani. Pendekatan fakta (the fact approach) dengan melihat kenyataan yang terjadi di masyarakat atau di lapangan dalam hal pelaksanaan kewenangan Satuan Polisi Pamong Praja terhadap pelanggaran peraturan daerah dengan wawancara langsung dan membandingkannya dengan ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

1.7.3 Sifat Penelitian

Penelitian hukum empiris yang digunakan untuk memecahkan masalah dalam skripsi ini bersifat deskriptif, yakni penelitian yang bertujuan mengkaji hukum tertulis lalu mengkaitkannnya dengan fakta-fakta yang ada di lapangan tempat diadakannya penelitian.

23 Hilman Hadikusuma, 1995, Metode Pembuatan Kertas Kerja atau Skripsi Ilmu Hukum, CV. Mandar Maju, Bandung, h.53.

(25)

xxxiii 1.7.4 Sumber Data

Sumber data yang dipergunakan dalam penulisan skripsi ini adalah sumber data primer dan sekunder, yang diperoleh berdasarkan :

1) Sumber Data Primer

Data primer yaitu data yang diperoleh langsung oleh penulis di lapangan (Field Research) melalui responden dengan cara observasi dan wawancara. Penulis langsung mengadakan penelitian kelapangan, yaitu dengan mengadakan penelitian ke salah satu dinas pemerintahan yang ada diwilayah Kota Denpasar yaitu Dinas Ketentraman Ketertiban Dan Satuan Polisi Pamong Praja Kota Denpasar. Dengan metode penelitian wawancara, mengajukan sejumlah pertanyaan dan memperoleh data-data yang langsung berhubungan dengan permasalahan yang dikaji.

2) Sumber Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan (library research) yaitu dengan mengkaji bahan-bahan bacaan yang ada kaitannya dengan permasalahan hukum dalam penelitian ini yang diperoleh dari buku-buku, peraturan perundang-undangan, literatur hukum, dokumen-dokumen resmi pemerintah, dan hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan yang menunjang serta berkaitan dengan penelitian untuk menyempurnakan data yang dapat dikaji lapangan.24 Adapun jenis-jenis data sekunder antara lain :

(26)

xxxiv

a) Bahan hukum primer merupakan bahan yang mempunyai kekuatan hukum yang mengikat (perundang-undangan). Bahan hukum primer adalah semua atauran yang dibentuk dan dibuat secara resmi oleh suatu lembaga negara, dan lembaga atau badan pemerintahan yang untuk penegakannya diupayakan berdasarkan daya paksa yang dilakukan secara resmi oleh aparat negara. Dalam penelitian ini bahan-bahan hukum primer yang berkaitan dengan penelitian ini meliputi Undang-Undang yaitu :

- Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; - Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan

Daerah;

- Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2011 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah;

- Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 9 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Organisasi Dinas Ketentraman Ketertiban Dan Satuan Polisi Pamong Praja Kota Denpasar.

b) Bahan hukum sekunder merupakan bahan hukum yang tidak mengikat tetapi menjelaskan mengenai bahan hukum primer yang merupakan hasil olahan pendapat atau pikiran para pakar atau ahli yang mempelajari suatu bidang tertentu secara khusus yang akan memberikan petunjuk kemana peneliti akan mengarah. Yang dimaksud dengan bahan hukum sekunder disini oleh penulis adalah seperti

(27)

xxxv

pendapat para sarjana, tulisan para ahli, pejabat, pakar hukum, dan bahan hukum lainnya.

1.7.5 Teknik Pengumpulan Data

Menurut Soerjono Soekanto, dalam penelitian lazimnya dikenal 2 (dua) jenis alat pengumpulan data, yaitu bahan pustaka dan wawancara atau interview.25

1) Teknik wawancara yaitu teknik penelitian yang dilakukan dengan cara melakukan wawancara langsung bertatap muka terhadap beberapa responden dengan mengajukan pertanyan sehingga memperoleh jawaban yang relevan dengan permasalahan penelitian.26

2) Teknik studi dokumen yaitu teknik penelitian yang dilakukan dengan menelaah dan mengklarifikasi bahan-bahan hukum dan buku-buku yang relevan dengan pokok permasalahan dalam penelitian.

1.7.6 Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Setelah data tersebut terkumpul, kemudian diidentifikasi dan dikumpulkan untuk dijadikan sumber utama didalam membahas pokok permasalahan. Analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif yaitu data yang diperoleh di lapangan ditulis/diketik dalam bentuk uraian atau laporan yang terperinci dan sistematis, selanjutnya data tersebut dianalisa dan duhubungkan

25 Amirudin dan Zainal Asikin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada Jakarta, h.67.

26 Lexy J. Moleong, 1995, Metodelogi Penelitian Kualitatif, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, h.35.

(28)

xxxvi

antara satu dengan yang lainnya. Kemudian nantinya ditarik kesimpulan untuk menjawab masalah yang ada dan disajikan secara deskriptif analisis.27

27 Hadi Sutrisno dan Sri Diamuli, 1997, Metodelogi Research, Jilid III, Gama University Press, Yogyakarta, h.59.

Referensi

Dokumen terkait

ii) Efek selain saham dan/atau instrumen pasar uang tidak memenuhi Prinsip syariah di Pasar Modal, dengan ketentuan selisih lebih harga jual dari Nilai Pasar Wajar pada saat masih

Berdasarkan data yang peneliti dapatkan di lapangan (showroom Garasi Auto Gallery), mobil premium yang beredar di wilayah Yogyakarta khususnya, dimulai di harga 300 juta

DESKRIPSI UNIT : Unit kompetensi ini mencakup pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja penyuluh pertanian dalam melaksanakan pengelolaan kegiatan fasilitasi akses sumber

Analisis data menggunakan ANAVA Hasil : Penelitian menunjukkan bahwa pemberian ekstrak metanol daun binahong dosis 50, 100 dan 200 mg/kg bb dapat menurunkan kadar

Assertion untuk spesifikasi pertama Syarat kedua yang akan dibuat menjadi assertion adalah jika semua proses yang reliable memiliki nilai awal (lokal variabel) maka nilai

•  Kebenaran PDRM adalah diperlukan bagi pembeli/pemilik rumah sekiranya merentas daerah atau negeri ke syarikat pemaju/agen atau galeri jualan bagi maksud

Berdasarkan tabel dan histogram di atas, maka dapat diketahui bahwa mayoritas tingkat kreativitas guru dalam mengajar dilihat dari sudut pandang guru kelas III di SD

Adapun hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah bentuk perlindungan hukum terhadap lessor dalam objek leasing apabila lessee wanprestasi adalah dilakukan