• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. ASPEK LEGALITAS

1. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pasal 3, diketahui bahwa Lalu Lintas dan Angkutan Jalan diselenggarakan dengan tujuan :

a. terwujudnya pelayanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang aman, selamat, tertib, lancar, dan terpadu dengan moda angkutan lain untuk mendorong perekonomian nasional, memajukan kesejahteraan umum, memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, serta mampu menjunjung tinggi martabat bangsa;

b. terwujudnya etika berlalu lintas dan budaya bangsa; dan

c. terwujudnya penegakan hukum dan kepastian hukum bagi masyarakat.

Pada Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009, terdapat pasal tentang Manajemnen dan Rekayasa Lalu Lintas serta Pelaksanaannya, yaitu Sebagai berikut :

Pasal 93 :

1) Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas dilaksanakan untuk mengoptimalkan penggunaan jaringan Jalan dan gerakan Lalu Lintas dalam rangka menjamin Keamanan, Keselamatan, Ketertiban, dan Kelancaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

(2)

2) Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan:

a. Penetapan prioritas angkutan massal melalui penyediaan lajur atau jalur atau jalan khusus;

b. Pemberian prioritas keselamatan dan kenyamanan pejalan kaki; c. Pemberian kemudahan bagi penyandang cacat;

d. Pemisahan atau pemilahan pergerakan arus lalu lintas berdasarkan peruntukan lahan, mobilitas, dan aksesibilitas;

e. Pemaduan berbagai moda angkutan;

f. Pengendalian lalu lintas pada persimpangan; g. Pengendalian lalu lintas pada ruas jalan; dan/atau h. Perlindungan terhadap lingkungan.

3) Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas meliputi kegiatan: a. Perencanaan; b. Pengaturan; c. Perekayasaan; d. Pemberdayaan; dan e. Pengawasan. Pasal 94

1) Kegiatan perencanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (3) huruf a meliputi:

a. Identifikasi masalah Lalu Lintas;

b. Inventarisasi dan analisis situasi arus Lalu Lintas;

c. Inventarisasi dan analisis kebutuhan angkutan orang dan barang; d. Inventarisasi dan analisis ketersediaan atau daya tampung jalan;

(3)

e. Inventarisasi dan analisis ketersediaan atau daya tamping Kendaraan; f. Inventarisasi dan analisis angka pelanggaran dan Kecelakaan Lalu Lintas; g. Inventarisasi dan analisis dampak Lalu Lintas;

h. Penetapan tingkat pelayanan; dan

i. Penetapan rencana kebijakan pengaturan penggunaan jaringan Jalan dan gerakan Lalu Lintas.

2) Kegiatan pengaturan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (3) huruf b meliputi:

a. Penetapan kebijakan penggunaan jaringan Jalan dan gerakan lalulintas pada jaringan Jalan tertentu; dan

b. Pemberian informasi kepada masyarakat dalam pelaksanaan c. Kebijakan yang telah ditetapkan.

3) Kegiatan perekayasaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (3) huruf c meliputi:

a. Perbaikan geometrik ruas Jalan dan/atau persimpangan serta perlengkapan Jalan yang tidak berkaitan langsung dengan Pengguna Jalan;

b. Pengadaan, pemasangan, perbaikan, dan pemeliharaan perlengkapan Jalan yang berkaitan langsung dengan Pengguna Jalan; dan

c. Optimalisasi operasional rekayasa Lalu Lintas dalam rangka meningkatkan ketertiban, kelancaran, dan efektivitas penegakan hukum.

4) Kegiatan pemberdayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (3) huruf d meliputi pemberian:

a. Arahan; b. Bimbingan; c. Penyuluhan;

(4)

d. Pelatihan; dan e. Bantuan teknis

5) Kegiatan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (3) huruf e meliputi:

a. Penilaian terhadap pelaksanaan kebijakan; b. Tindakan korektif terhadap kebijakan; dan c. Tindakan penegakan hukum.

Pada Ketentuan Umum Undang – Undang Nomor 22 Tahun 2009 Pasal 1 Ayat (19) :

“Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas Adalah perangkat elektronik yang menggunakan isyarat lampu yang dapat dilengkapi dengan isyarat bunyi untuk mengatur Lalu Lintas orang dan/atau Kendaraan di persimpangan atau pada ruas Jalan.”

Pasal 112 Ayat (3):

Pada persimpangan Jalan yang dilengkapi Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas, Pengemudi Kendaraan dilarang langsung berbelok kiri, kecuali ditentukan lain oleh Rambu Lalu Lintas atau Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas.

2. Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas dalam PP No. 32 Tahun 2011: Pasal 1

a. Manajemen dan rekayasa lalu lintas adalah serangkaian usaha dan kegiatan yang meliputi perencanaan, pengadaan, pemasangan, pengaturan, dan pemeliharaan fasilitas perlengkapan jalan dalam rangka mewujudkan,

(5)

mendukung, dan memelihara keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas.

3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1993 Tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan

Berdasarkan PP No. 43 Tahun 1993 Tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan. Alat pemberi isyarat lalu lintas tersebut diatur pada bagian ketiga dimana hal-hal yang diatur didalamnya adalah sebagai berikut :

Pasal 28

1) Alat pemberi isyarat lalu lintas berfungsi untuk mengatur kendaraan dan/atau pejalan kaki.

2) Alat pemberi isyarat lalu lintas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), terdiri dari :

a. Lampu tiga warna, untuk mengatur kendaraan;

b. Lampu dua warna, untuk mengatur kendaraan dan/atau pejalan kaki; c. Lampu satu warna, untuk memberikan peringatan bahaya kepada pemakai

jalan.

3) Alat pemberi isyarat sebagaiman dimaksud dalam ayat (2) huruf a, dengan susunan :

a. Cahaya berwarna merah; b. Cahaya berwarna kuning; c. Cahaya berwarna hijau.

4) Alat pemberi isyarat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf b, dengan susunan :

(6)

a. Cahaya berwarna merah; b. Cahaya berwarna hijau.

5) Alat pemberi isyarat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf c, berupa cahaya berwarna kuning atau merah kelap – kelip.

Pasal 29

1) Cahaya berwarna merah sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 ayat (3) huruf a, dipergunakan untuk menyatakan kendaraan harus berhenti.

2) Cahaya berwarna hiaju sebagaiamana dimaksud dalam pasal 28 ayat (3) huruf c, dipergunakan untuk menyatakan kendaraan harus berjalan.

3) Cahaya berwarna kuning sebagaiamana dimaksudkan dalam pasal 28 ayat (3) huruf b, menyala sesudah cahaya berwarna hijau, menyatakan kendaraan yang belum sampai pada marka melintang dengan garis utuh bersiap untuk berhenti.

Pasal 30

Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan lokasi, bentuk, ukuran, konstruksi, tata cara penempatan dan susunan alat pemberi isyarat lalu lintas sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 diatur dengan keputusan Menteri

4. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : KM 62 Tahun 1993 Tentang Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas

Menurut keputusan Menteri Perhubungan Nomor : KM 62 Tahun 1993 Tentang Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas yang terdapat dalam Bab V mengenai pembinaan dan pengawasan teknis adalah :

(7)

Pasal 25

1) Direktur Jenderal melaksanakan pembinaan dan pengawasan teknis atas penyelenggaraan alat pemberi isyarat lalu lintas;

2) Pembinaan teknis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi : a. Penentuan persyaratan teknis alat pemberi isyarat lalu lintas

b. Penentuan petunjuk teknis, yang mencakup penetapan pedoman, prosedur dan/ atau tata cara penyelenggaraan alat pemberi isyarat lalu lintas;

c. Pemberian bimbingan teknis dalam rangka peningkatan kemampuan dan keterampilan teknis para penyelenggaraan alat pemberi isyarat lalu lintas. 3) Pengawasan teknis sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 (satu) meliputi :

a. Kegiatan pemantauan dan penilaian atas penyelenggaraan alat pemberi isyarat lalu lintas

b. Kegiatan pemberian saran teknis dalam penyelenggaraan alat pemberi isyarat lalu lintas.

5. Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor 237/HK.105/DJRD/96 Tahun 1993 Tentang Pengaturan Lalu Lintas di Persimpangan Berdiri Sendiri dengan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas.

Menurut Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor 237/HK.105/DJRD/96 Tahun 1993 Tentang Pengaturan Lalu Lintas di Persimpangan Berdiri Sendiri dengan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas dalam Bab 1 mengenai Ketentuan Umum adalah :

A. Prinsip Dasar

1. tujuan pemasangan APILL pada suatu persimpangan adalah untuk mengatur arus lalu lintas;

(8)

2. persimpangan dengan APILL merupakan peningkatan dari persimpangan biasa (tanpa APILL) dimana berlaku suatu aturan prioritas tertentu yaitu mendahulukan lalu lintas dari arah lain.

B. Kriteria Pemasangan

1. Kriteria bagi persimpangan yang sudah harus menggunakan APILL adalah: arus minimal lalu lintas yang menggunakan rata-rata diatas 750 kendaraan/jam selama 8 jam dalam sehari;

2. atau bila waktu menunggu/tundaan rata-rata kendaraan di persimpangan telah melampaui 30 detik;

3. atau persimpangan digunakan oleh rata-rata lebih dari 175 pejalan kaki/jam selama 8 jam dalam sehari;

4. atau sering terjadi kecelakaan pada persimpangan yang bersangkutan; 5. atau merupakan kombinasi dari sebab- sebab yang disebutkan di atas.

C. Jenis APILL :

1. Lampu tiga warna untuk mengatur kendaraan. Susunan lampu tiga warna adalah cahaya berwarna merah, kuning dan hijau;

2. Lampu dua warna, untuk mengatur kendaraan dan / atau pejalan kaki. Susunan lampu dua warna adalah cahaya berwarna merah dan hijau; lampu satu warna, untuk memberikan peringatan bahaya kepada pemakai jalan. Lampu itu berwarna kuning atau merah.

D. Fungsi APILL

1. mengatur pemakaian ruang persimpangan; 2. meningkatkan keteraturan arus lalu lintas;

(9)

3. meningkatkan kapasitas dari persimpangan; 4. mengurangi kecelakaan dalam arah tegak lurus.

E. Lalu Lintas Belok Kiri

1. persimpangan, baik yang diatur dengan APILL atau tidak, pada prinsipnya mengijinkan lalu lintas belok kiri secara langsung;

bila lalu lintas belok kiri menimbulkan gangguan pada lalu lintas menerus, dapat dipasang lampu filter atau rambu perintah Belok Kiri Ikuti Isyarat Lampu.

2.2. ASPEK TEKNIS

1. Kriteria

Kriteria bahwa suatu persimpangan sudah harus dipasang Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas adalah :

a. Arus lalu lintas minimal yang menggunakan persimpangan rata-rata diatas 750 kendaraan/jam selama 8 jam dalam sehari.

b. Atau bila waktu menunggu/hambatan rata-rata kendaraan di persimpangan telah melampaui 30 perdetik.

c. Atau persimpangan digunakan oleh rata-rata lebih dari 175 perjalan kaki perjam dalam sehari.

d. Atau sering terjadi kecelakaan pada persimpangan yang bersangkutan. e. Atau merupakan kombinasi dari sebab-sebab yang disebut diatas.

(10)

f. Atau pada daerah yang bersangkutan dipasang suatu sistem pengendalian lalu lintas terpadu ( Area Traffic control/ATC ), sehingga setiap persimpangan yang termasuk didalam daerah yang bersangkutan harus dikendalikan dengan Alaat Pemberi Isyarat Lalu lintas.

Syarat-syarat yang disebutkan diatas tidaklah baku, dan dapat disesuaikan dengan situasi dan kondisi setempat.

Syarat–syarat yang disebutakan di atas tidaklah baku, dapat disesuaikan dengan situasi dan kondisi setempat. Dalam sistem pengendalian persimpangan dapat menggunakan pedoman pada gambar penentuan pengendalian persimpangan yang digunakan berdasarkan volume lalu lintas pada masing-masing kaki simpanganya, metode pengendalian pergerakan kendaraan pada persimpangan diperlukan agar kendaraan– kendaraan yang melakukan gerakan tidak akan saling bertabrakan. Berikut gambar penentuan pengendalian persimpangan:

10 20 30 40 50 5 10 15 Priority Roundabout or signals

Major road flow (thousand vehs/day)

Mino r r oad flow (t housand ve hs/day ) GRADE SEPARATION

Sumber : Menuju Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang Tertib,1995

Gambar 2.1

(11)

Penghitungan dilakukan persatuan waktu (jam) untuk satu waktu lebih periode, misalkan pada arus lalu lintas jam sibuk pagi, siang dan sore. Jika hanya arus lalu lintas (LHR) saja yang ada tanpa diketahui distribusi lalu lintas pada setiap jamnya, maka arus rencana per jam dapat diperkirakan sebagai suatu persentase dari LHR sebagai berikut :

Tabel II.1

Hubungan LHR dan Volume Jam Tersibuk

Tipe kota dan jalan Faktor persen K K x LHR = VJP

1 2

Kota – kota > 1 juta penduduk

 Jalan – jalan pada daerah komersial dan jalan arteri.

 Jalan – jalan pada daerah pemukiman. Kota – kota < 1 juta penduduk

 Jalan – jalan pada daerah komersial dan jalan arteri

 Jalan – jalan pada daerah pemukiman

7 – 8 % 8 – 9 %

8 – 10 % 9 – 12 %

Sumber : MKJI, 1997

Jika distribusi gerakan membelok tidak diketahui dan tidak dapat diperkirakan, 15 % belok kanan dan 15 % belok kiri dari arus pendekat total dapat dipergunakan (kecuali jika ada gerakan membelok tersebut yang akan dilarang).

; K = 8 %

Sumber: MKJI 1997 ...( II.1 )

(12)

2. Penyampaian Isyarat

Urutan isyarat lampu yang berlaku di Indonesia adalah merah, hijau, kuning, dan kembali merah dan agar tidak terjadi tumpang tindih antar waktu hijau antar fase, sebelum hijau pada fase berikutnya diberi suatuwaktu merah bersama (All-Red), yang fungsinya untuk meningkatkan keselamatan dipersimpangan.

3. Prinsip Dasar

Pada persimpangan yang menggunakan Alat Pemberi Isyarat Lalu lintas, konflik antar lalu lintas dikendalikan dengan isyarat lampu, konflik dapat dihilangkan dengan melepaskan hanya satu arus lalu lintas, tetapi akan mengakibatkan hambatan yang besar bagi arus-arus dari kaki-kaki persimpangan yang lain dan secara keseluruhan mengakibatkan penggunaan persimpangan yang tidak efisien. Oleh karena itu, perlu dipertimbangkan untuk mengalirkan beberapa arus secara bersamaan untuk mempertinggi efisiensi penggunaan persimpangandengan tidak mengurangi perhatian pada aspek keselamatan. Menurunkan hambatan dan meningkatkan kapasitas di persimpangan yang menggunakan alat pemberi isyarat lalu lintas dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :

a. Menggunakan tahap yang sesedikit mungkin.

b. Arus yang memasuki persimpangan harus dapat ditampung.

c. Waktu yang dialokasikan untuk masing-masing tahap harus memenuhi kebutuhan.

(13)

d. Bila memungkinkan sebaiknya koordinasikan pengendalian lalu lintas dengan alat pemberi isyarat lalu lintas yang berdekatan, sehingga dapat meningkatkan efisiensi.

Teknik-teknik yang dapat diterapkan merupakan salah satu atau kombinasi berikut ini :

a. Mengijinkan pergerakan, dimana derajat terjadinya konflik masih dalam batas kewajaran (rendah), pergerakan dapat dilakukan dengan aman dan konflik pergerakan dapat diterima (misalnya belok kanan bersamaan dengan arus lurus yang berlawanan).

b. Membatasi pergerakan, misalnya melarang belok kanan bila pergerakan-pergerakan yang akan menyebabkan konflik dilarang.

c. Memisahkan pergerakan,dengan memisahkan arus lalu lintas yang akan menyebabkan konflik ke dalam beberapa tahap.

4. Pengendalian

Pengendalian alat pemberi isyarat lalu lintas dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut :

a. Waktu tetap

Dengan cara ini alat pemberi isyarat lalu lintas dikendalikan berdasarkan waktu yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Pembagian waktu didasarkan atas survai yang telah dilakukan terlebih dahulu untuk selanjutnya ditetapkan pembagian waktu yang lebih baik.

Dengan tambahan peralatan tertentu (micro procossor) penetapan waktu isyarat dapat dikelompokkan sampai 3 atau 4 kelompok waktu untuk

(14)

sore, malam, dan lain-lain). Kelemahan cara ini adalah pada penetapan waktunya yang tetap tidak dapat mengikuti kondisi arus lalu lintas yang berubah-ubah. Dalam kondisi lalu lintas yang sepi sering terjadi pengemudi yang tidak sabar untuk menunggu isyarat lampu hijau, dan masuk ke dalam persimpangan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya kecelakaan lalu lintas.

b. Dipengaruhi oleh arus lalu lintas

Alat pemberi isyarat lalu lintas yang pengendaliannya dipengaruhi oleh isyarat lalu lintas, penggunaan persimpangan menjadi lebih efektif dan waktu menunggu menjadi lebih pendek.prisdip yang digunakan adalah : Pertama kali perlu dilakukan pengukuran lalu lintas yang menggunakan persimpangan untuk menentukan waktu yang optimal untuk persimpangan yang bersangkutan dan untuk menentukan tahapan yang ditentukan.

Setelah itu data dimasukkan dalam kotak pengendali. Didalam kotak pengendali nanti akam ditentukan waktu hijau minimal dan waktu hijau maksimal. Kontroller selanjutnya dihubungkan dengan detektor yang ditempatkan pada jarak 30 m dari muilut persimpangan. Detektor ini berfungsi untuk mendeteksi kendaraan, bila ada kendaraan yang mencapai detektor sebelum lampu berubah menjadi merah maka lampu hijau diperpanjang sampai kendaraan yang bersangkutan dapat melewati persimpangan, dengan batasan bahwa waktu hijau maksimum tidak terlampaui.

(15)

c. Koordinasi antar alat pemberi isyarat lalu lintas

Bila beberapa persimpangan yang berdekatan menggunakan alat pemberi isyarat lalu lintas maka akan sangat bermanfaat bila alat pemberi isyarat lalu lints pada persimpangan-persimpangan tersebut dikoordinasikan sedemikian rupa sehingga hambatan total pada semua persimpangan yang dikoordinasikan menjadi berkurang.

Koordinasi akan berjalan dengan baik bila variasi kecepatan kendaraan dalam bentuk suatu kelompok adalah kecilsehinga kelompok kendaraan yang terbentuk pada awal persimpangan yang dikoordinasikan tidak terlalu menyebar/terpisah.

Dan bila jarak antara persimpangan yang dikoordinasikan kurang dari 700 m (tetapi sampai dengan jarak 1200 m masih dpat diperoleh manfaat kordinasi walaupun manfaatnya telah berkurang), koordinasi dapat berjalan lebih baik bila jarak antara persimpangan yang menggunakan alat pemberi isyarat lalu lintas seragam.

d. Pengendalian daerah secara terpadu

Bila alat pemberi isyarat lalu lintas yang dikoordinasikan meliputi daerah yang luas, maka sebaiknya lampu-lampu tersebut dikendalikan dengan komputer untuk menentukan waktu hambatan yang minimal pada daerah yang bersangkutan.

(16)

2.3. STUDI TERDAHULU

1. Manopo, Alberta Pialanda (2009), Analisis Kinerja Simpangan Tak Bersinyal (Studi Kasus pada Perimpangan Pasar Sungai Dama Samarinda)

Arus lalu-lintas pada persimpangan antara Simpang Pasar Sungai Dama Samarinda antara Jl. Pangeran Hidayatullah, Jl. Otto Iskandar Dinata, Jl. Pesut, dan Jl. Jelawat sering terjdi konflik yang mengakibatkan kemacetan. Persimpangan ini berada pada daerah pertokoan, pasar, sekolahan, pemukiman dan perkebunan kelapa sawit dengan hambatan samping sedang. Tanpa adanya pengaturan arus lalu lintas dengan kondisi arus kendaraan sedang akan menyebabkan tundaan dan antrian kendaraan. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis kinerja simpang serta merencanakan alternatif penanganan arus lalu lintas. Pengambilan data arus kendaraan dilaksanakan selama 3 hari pada jam-jam sibuk arus lalu lintas yang diharapkan dapat mewakili hari-hari lainnya, yaitu hari Senin 19 Mei 2008, Rabu 21 Mei 2008, dan Sabtu 24 Mei 2008, pagi pukul 07.00- 09.00 WIB, siang pukul 12.00-14.00 WIB, dan sore pukul 15.00-17.00 WIB. Untuk mencari jam puncak diambil jumlah arus kendaraan tertinggi dari ketiga hari tersebut. Data yang diambil adalah jumlah arus kendaran, jumlah hambatan samping, lebar jalan, dan jumlah penduduk. Data yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan Manual Kapasitas Jalan Indonesian, 1997. Hasil analisis menunjukan bahwa untuk kondisi saat ini simpang antara Simpang Pasar Sungai Dama Samarinda antara Jl. Pangeran Hidayatullah, Jl. Otto Iskandar Dinata, Jl. Pesut, dan Jl. Jelawat tidak mampu melayani arus kendaraan yang keluar masuk simpang, hal ini ditunjukan dengan nilai derajat kejenuhan, DS = 0,8090. Perbaikan untuk memberikan kelancaran kendaraan yang keluar masuk pada simpang dapat dilakukan dengan memberikan

(17)

rambu larangan parkir dan berhenti pada daerah persimpangan DS = 0,7848, dengan perubahan geometrik dan rambu larangan parkir dan berhenti DS= 0,7282. Alternatif yang dapat dilakukan untuk menciptakan pergerakan dan hak jalan secara bergantian dan teratur sehingga tidak terjdi konflik yang mengakibatkan kemacetan, maka perlu dipertimbangkan dengan pemasangan lampu lalu lintas. Alternatif yang baik adalah menggunakan 2 fase tanpa perubahan geometrik, pada pendekat utara DS= 0,3221, pendekat barat DS= 0,3097, pendekat selatan DS= 0,4737 dan pendekat timur DS= 0,4331. Tundaan simpang rerata yang terjadi adalah 12,27 det/smp.

2. Lamhot Hasudungan Sariaman Sitaggang, Harianto Joni (2013), Evaluasi Kinerja Simpang Bersinyal (studi kasus : Jalan K.H.Wahid Hasyim – Jalan Gajah Mada).

Sejalan dengan pesatnya perkembangan kota, tuntutan lalu lintas yang semakin padat, dan permintaan masyarakat terhadap kendaraan yang semakin besar memerlukan perhatian maupun penilaian kerja untuk kondisi persimpangan. Tidak seimbangnya jumlah lalu lintas dengan lebar efektif jalan, rendahya tingkat pelayanan, pendeknya waktu hijau akan menyebabkan tundaan serta antrian lalu lintas pada persimpangan. Perencanaan pengaturan fase dan waktu siklus optimum ditujukan untuk menaikkan kapasitas persimpangan dan sedapat mungkin menghindari terjadinya konflik lalu lintas. Sebagaimana hal tersebut diatas, dicoba untuk mengadakan studi mengenai fase dan waktu siklus optimum pada persimpangan bersinyal. Studi ini menggunakan metode pendekatan dari MKJI (Manual Kapasitas Jalan Indonesia) dan HCM 2000 dengan meninjau persimpangan “Jalan Gajah Mada – Jalan K.H Wahid Hasyim” perolehan data dilapangan waktu siklus 73 detik dengan pengaturan 2 fase. Setelah perhitungan dilapangan didapat, nilai derajat kejenuhan unttuk tiap pendekat-pendekat antara

(18)

0,415-0,777 dan tundaan rata-rata 67, 769 dengan tingkat pelayanan F . Serta hasil perhitungan HCM 2000 dengan tundaan rata-rata simpang adalah 108,93 dengan tingkat pelayanan F. Hal ini menunjukkan bahwa bentuk persimpangan hampir tidak layak dioperasikan. Untuk itu perlu adanya

3. Prasetyo Wahyu Eko (2014), Optimasi Kinerja Simpang Bersinyal Berhimpit (studi Kasus Simpang Dr. Rajiman Laweyan, Surakarta).

Simpang jalan menjadi salah satu bagian yang harus diperhatikan dalam rangka melancarkan arus transportasi di perkotaan. Oleh karena itu, keberadaan simpang harus dikelola sedemikian rupa sehingga dapat menunjang kelancaran pergerakan arus lalu lintas. Permasalahan yang sering terjadi adalah kendaraan harus berhenti pada setiap simpang yang berdekatan karena mendapat sinyal merah dan sering kali terjadi tundaan pada ekor pergerakan kendaraan yang mengakibatkan terhalangnya pergerakan pada kedua simpang tersebut ketika mendapatkan sinyal hijau. Hal ini juga terlihat di simpang Jl. Dr. Rajiman Laweyan, Surakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besar arus lalu lintas dan tingkat kinerja simpang pada kondisi saat ini, kemudian memberikan usulan alternatif pemecahan masalah jika diperlukan. Data yang digunakan terdiri dari: data kondisi geometri (termasuk peta lokasi), lingkungan, lalu lintas, persinyalan, dan jumlah penduduk. Optimasi kinerja pada kondisi existing menggunakan Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997, dengan parameter kinerja yang teliti, meliputi: derajat kejenuhan (DS), tundaan (D), dan panjang antrian (QL). Pemecahan masalah yang dilakukan diantaranya dengan perencanaan pengabungan kedua simpang menjadi simpang stagger. Meskipun demikian, data yang digunakan masih mengacu pada kondisi existing. Berdasarkan hasil analisis didapat

(19)

kinerja kedua simpang bersinyal berhimpit Dr. Rajiman sudah tidak layak digunakan. Hal ini dapat dilihat dari nilai derajat kejenuhannya (DS) yang sebesar 1,58. Selain itu, dapat diperoleh nilai kinerja lainnya yaitu tundaan sebesar (D) 1119,3 dt/smp, dan panjang antrian (QL) 618,4 m. Berdasarkan hasil trial error, diperoleh alternatif perbaikan yang memberikan nilai terbaik yaitu dengan pengaturan jalan satu arah (pelarangan gerakan membelok ke arah Jl. Baron Kecil) untuk semua jenis kendaraan bermotor. Hasil kinerja pada kondisi ini diperoleh nilai derajat kejenuhan (DS) 0,75, tundaan (D) 35 dt/smp, dan panjang antrian (QL) 128 m. Sedangkan pada kondisi penggabungan simpang berhimpit dengan pengaturan jalan satu arah didapat nilai derajat kejenuhan (DS) 0,85, tundaan (D) 53 dt/smp, dan panjang antrian (QL) 104 m. Mengacu pada kedua hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa kedua alternatif dapat dilakukan karena simpang sudah memenuhi syarat.

4. Idyanata Dian (2013), Evaluasi Geometrik dan Pengaturan Lampu Lalu Lintas pada Simpang Empat Polda Pontianak.

Kemacetan merupakan suatu konflik pada ruas jalan yang menyebabkan antrian pada ruas jalan tersebut sehingga mengganggu kinerja jalan itu sendiri. Analisis ini dilakukan dengan ketentuan yang dikeluarkan oleh Ditjen Bina Marga (1997). Hasil analisis kinerja jalan ini ditunjukkan dengan DS (derajat kejenuhan) pada masing-masing kaki simpang, di mana kaki simpang sekarang telah melebihi ketentuan yang ditetapkan

sebesar 0,590, Jl. A. Yani 2 sebesar 1,379 dan Jl. Serdam (Sudarso) sebesar 0,745. Waktu siklus kondisi sekarang adalah 142 detik, di mana masing-masing sinyal hijau pada kaki simpang Jl. A. Yani 1 selama 48 detik, Jl. Serdam selama 16 detik, Jl. A.

(20)

Yani 2 selama 36 detik dan Jl. Serdam (Sudarso) selama 16 detik. Karena itu, rekomendasi yang dipilih adalah dengan perubahan geometrik Simpang Empat Polda dan pengaturan lampu lalu lintas yang baru. Setelah mengalami perubahan didapat nilai DS di bawah standar yaitu Jl. A. Yani 1 sebesar 0,475, Jl. Serdam (Sudarso) sebesar 0,459, Jl. A. Yani 2 sebesar 0,471 dan Jl. Serdam sebesar 0,301. Dengan pengaturan lampu lalu lintas baru didapat sinyal hijau pada kaki simpang arah Jl. A. Yani 1 selama 43 detik, arah Jl. Serdam (Sudarso) selama 22 detik, arah Jl. A. Yani 2 selama 50 detik, dan arah Jl. Serdam selama 25 detik.

5. Budiyanto Wahyu (2014) Optimasi Simpang Stagger Bersinyal (jl. Slamet Riyadi-Jl. Dr. Rajiman-Riyadi-Jl. Transito-Riyadi-Jl. Joko Tingkir)

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui besarnya arus lalu lintas dan tingkat kinerja simpang stagger bersinyal Jl. Slamet Riyadi-Jl. Dr. Rajiman-Jl. Transito-Jl. Joko Tingkir, kemudian memberi usulan alternatif pemecahan masalah yang dapat diterapkan untuk mengoptimalkan kinerja simpang tersebut. Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer meliputi: kondisi geometri, lingkungan, lalu lintas dan persinyalan, serta data sekunder yang terdiri dari: peta lokasi penelitian dan jumlah penduduk. Optimasi kinerja pada kondisi existing menggunakan Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997, dengan parameter kinerja, meliputi kapasitas (C), derajat kejenuhan (DS), tundaan (D), dan panjang antrian (QL). Selain itu dilakukan perencanaan pengabungan kedua simpang di mana acuan yang digunakan masih seperti pada kondisi eksisting. Berdasarkan hasil analisis dari analisis existing simpang didapat

(21)

kinerja simpang stagger bersinyal Jl. Slamet Riyadi-Jl. Dr. Rajiman-Jl. Transito-Jl. Joko Tingkir belum memenuhi syarat MKJI 1997. Hal ini dapat dilihat dari nilai kapasitas (C), derajat kejenuhan (DS), tundaan (D), panjang antrian (QL), secara berurutan adalah, (Barat : 1009 smp/jam ; 0,950 ; 97,9 det/smp ; 164,3 m), (Timur : 589 smp/jam ; 1,867 ; 1608,2 det/smp ; 1596,2 m), (Selatan ; 397 smp/jam ; 2,087 ; 2008 det/smp ; 1660,2 m), (Utara : 310 smp/jam ; 1,223 ; 474,9 det/smp ; 454,7 m) Berdasarkan hasil alternatif perbaikan yang memberikan nilai terbaik yaitu pemisahan simpang dengan koordinasi sinyal, Alternatif ini dapat meningkatkan kinerja simpang. Peningkatan tersebut dapat dilihat dari nilai, derajat kejenuhan (DS), tundaan (D), panjang antrian (QL), secara berurutan adalah, Simpang A (Barat1 : 1128 smp/jam ; 0,850 ; 75,9 det/smp ; 123,4 m), (Timur 2 : 943 smp/jam ; 0,843 ; 80,4 det/smp ; 105,8 m), (Utara : 459 smp/jam ; 0,826 ; 88,8 det/smp ; 119,4 m). Simpang B (Barat 2 : 708 smp/jam ; 1,189 ; 445,8 det/smp ; 426,2 m), (Timur 1 : 950 smp/jam ; 1,157 ; 372,6 det/smp ; 600,7 m), (Selatan ; 714 smp/jam ; 1,161 ; 387,8 det/smp ; 582,5 m), Kondisi alternatif tersebut secara keseluruhan belum memenuhi persyaratan MKJI 1997, akan tetapi alternatif ini dapat meningkatkan kinerja simpang, maka alternatif ini dapat diterapkan di simpang stagger bersinyal Jl. Slamet Riyadi-Jl. Dr. Rajiman-Jl. Transito-Jl. Joko Tingkir.

(22)

Dari beberapa jurnal terkait persimpangan tersebut disimpulkan dalam bentuk diagram sebagai berikut :

Gambar 2.2. Diagram Gap Penelitian

Dalam penelitian Optimalisasi Kinerja Simpang Steger Tak Bersinyal secara makro mencakup antara lain melakukan analisis terhadap kondisi eksisting pada simpang tersebut, kemudian memberikan solusi untuk meningkatkan kinerja persimpangan dengan cara mengatur arus lalu lintas, memasang APILL (alat pemberi isyarat lalu lintas), serta menambah kapasitas simpang. Analisa waktu siklus dilakukan berdasarkan karakteristik lalu lintas atau fluktuasi lalu lintas harian. Sehingga nantinya hasil analisa yang ditampilkan adalah beberapa plan waktu siklus misalnya saat peak pagi, off peak siang , peak siang, off peak sore, peak sore, off peak malam. Setelah kinerja simpang optimal maka akan dianalisis terkait manajemen fasilitas jalan di persimpangan tersebut.

(23)

2.4. KERANGKA BERPIKIR

MULAI

KAJIAN PUSTAKA IDENTIFIKASI PERMASALAHAN

ANALISA KINERJA KONDISI EKSISTING 1. Kapasitas 2. Derajad Kejenuhan 3. Tundaan 4. Jumlah Antrian 5. Panjang Antrian DATA PRIMER  Data Gerakan Membelok

 Fluktuasi Lalu Lintas Harian

 Data Inventarisasi Persimpangan

DATA SEKUNDER  Peta Tata Guna Lahan  Data Jumlah Penduduk  Peta Jaringan Jalan

PENGUMPULAN DATA GAP PENELITIAN

USULAN I - Pengaturan Sirkulasi

Arus Lalu Lintas

TIDAK USULAN II

- Pengaturan Sirkulasi Arus Lalu Lintas - Pengaturan APILL

USULAN III - Pengaturan Sirkulasi Arus

Lalu Lintas - Pengaturan APILL

- Penambahan Kapasitas Jalan ALTERNATIF OPTIMALISASI

OPTIMAL

ANALISA DAN PEMBAHASAN YA

Gambar

Tabel II.1
Gambar 2.2.  Diagram Gap Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) nilai variabel kompetensi dan komitmen kerja karyawan berada pada kategori sangat tinggi dan variabel kepemimpinan, budaya organisasi,

Dengan melihat perkembangan yang terjadi pada media massa internet sebagai teknologi informasi, maka teknologi itu telah mengubah bentuk masyarakat manusia, dari masyarakat

Mereka menemukan manfaat media yang tidak begitu besar untuk mengatasi kesepian pada kondisi sepi secara kronis, atau mereka yang merasa kesepian dalam jangka waktu

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh atribut produk dan label halal sebagai variabel moderating terhadap keputusan pembelian produk kosmetik Wardah

Berbeda dengan lampu pijar yang menghasilkan spektrum kontinu, LED memancarkan cahaya secara particularly (khusus) sehingga kualitas warna monokromatik yang dipancarkan lebih

Setiap minggunya ada lebih dari 50 siswa yang melanggar tata tertib di sekolah SMK Diponegoro Banyuputih dan disetiap pelanggarannya mempunyai bobot pengurangan poin

Selanjutnya dilakukan uji homogenitas terhadap nilai pretest keterampilan siswa dalam berpikir orisinil antara kelas eksperimen dan kelas kontrol untuk mengetahui apakah data dari