• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemograman Ray Tracing Metode Pseudo-Bending Medium 3-D Untuk Menghitung Waktu Tempuh Antara Sumber Dan Penerima

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pemograman Ray Tracing Metode Pseudo-Bending Medium 3-D Untuk Menghitung Waktu Tempuh Antara Sumber Dan Penerima"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Pemograman Ray Tracing Metode Pseudo-Bending Medium 3-D Untuk

Menghitung Waktu Tempuh Antara Sumber Dan Penerima

Ahmad Syahputra dan Andri Dian Nugraha Teknik Geofisika, Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan

Institut Teknologi Bandung, Jalan Ganesha 10 Bandung, 40132 Email: ahmadsy_07@student.itb.ac.id

Abstrak

Perhitungan waktu tempuh gelombang melewati suatu medium dari sumber ke stasiun penerima menggunakan rekonstruksi jejak sinar gelombang dikenal dengan ray tracing. Salah satu prinsip dari perambatan gelombang adalah prinsip Fermat yang menyatakan bahwa gelombang merambat melewati suatu medium dengan waktu tempuh tercepat. Kami telah mengembangkan dan menguji pemograman aplikasi metode pseudo-bending melewati beberapa model kecepatan 3-D. Diantaranya adalah model anomali kecepatan rendah, model anomali kecepatan tinggi, dan model dengan perubahan kecepatan secara bergradasi serta model acak untuk menguji kestabilan metode ini. Lintasan perambatan gelombang selalu berusaha melewati medium dengan kecepatan lebih tinggi dengan waktu tempuh minimum. Metode ini membutuhkan waktu yang singkat dalam perhitungan sehingga mendukung studi-studi inversi tomografi 3-D seperti tomografi gempa lokal dan tomografi gempa mikro untuk aplikasi di bidang geotermal.

Kata kunci: Jejak Sinar Gelombang, PrinsipFermat, Model Kecepatan 3-D. Abstract

The calculation of seismic wave travel time through a medium from source to receiver using the wave ray reconstuction is known as ray tracing. One of the wave propagation principle is Fermat's principle which stated that the wave propagates through a medium using the fastest travel time path.We have developed and tested the application programming of pseudo-bending through several 3-D velocity models. There are low velocity anomaly model, high velocity anomaly model, and gradation change velocity model and random velocity model for the stability test of this method. Raypath of wave propagation is always trying to through the high velocity medium with minimum travel time. This method requires a short time in the calculation that support the 3-D tomographic inversion studies, such as local earthquake tomography and micro-earthquake tomography in the geothermal field.

Keywords: Ray tracing, Fermat’s Principle, 3-D velocity model, pseudo-bending 1. Pendahuluan

Perhitungan waktu tempuh gelombang dan rute dari jejak sinar gelombang dibutuhkan dalam tahapan pemodelan kedepan dalam berbagai studi geofisika, seperti inversi tomografi seismik dan relokasi hiposenter gempa bumi atau gempa mikro. Banyak metode yang telah dikembangkan untuk menghitung waktu tempuh dan jejak sinar gelombang, pseudo-bending (Um dan

Thurber, 1987) merupakan algoritma yang cepat dalam waktu komputasinya dibandingkan metode lainnya.

Dalam studi ini telah dilakukan pemograman dalam bahasa Matlab untuk proses ray tracing metode pseudo-bending (Um dan Thurber, 1987) dalam medium 3-D yang merupakan pengembangan dari studi ray-tracing 2-D (Syahputra, A., 2011; Nugraha, A. D. dkk.,

(2)

2011) dengan beberapa modifikasi dalam proses komputasinya.

Tujuan dari studi ini yaitu untuk membuat pemograman ray-tracing yang dapat diaplikasikan pada inversi tomografi skala lokal 3-D untuk keperluan tomografi gempa lokal ataupun gempa mikro untuk memperoleh gambaran struktur kecepatan gelombang seimik 3-D di lapangan geotermal dan gunungapi.

2. Metode

Persamaan integral sebagai ekspresi waktu tempuh (T) sepanjang lintasan gelombang dari sumber hingga penerima (Thurber, 1993), sebagai berikut:

      (1) dimana dl = segmen panjang lintasan gelombang dan V = kecepatan medium pada titik lintasan yang dilewati sinar gelombang. Lintasan sinar gelombang dapat didiskritasi dalam sebanyak n, jumlah titik bending + 2. pada ,, ... , seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1. Setelah ditekuk sepanjang Rc arah  dengan tanpa mengubah posisi  dan didapat titik lintasan yang baru ′.

Gambar 1. Ilustrasi dari skema tiga titik pertubasi (,,).

Proses ray tracing berawal dari sinar gelombang antara titik  dan  adalah lintasan garis lurus. Kemudian titik tengah antara kedua titik ini,  (pada pertubasi pertama   ) ditekuk ke arah  sejauh Rc. Kemudian skema tiga titik pertubasi ini (Gambar 2) diaplikasi ke sepanjang lintasan sinar gelombang yang mengalami gangguan tetapi belum mencapai waktu tempuh

minimum (Fermat’s Principle). Hasil pertubasi pertama menjadi lintasan awal dan pada pertubasi ini  , yang kemudian arah tekukan  dan sejauh Rc dihitung kembali. Proses pertubasi ini diulang terus hingga mencapai konvergensi dan waktu tempuh minimum.

 merupakan vektor anti normal dari vektor titik  ke titik . Vektor ini paralel dengan arah gradient kecepatan () pada medium 3 dimensi.  diturunkan dari hubungan persamaan sebagai berikut :

  ! " #$! ".&'()*'(+*,-&'()*'(+*, |'()*'(+*|/ (2)

Dan jarak Rc dihitung dengan rumus sebagai berikut : 01  #441 . !"1 2 1 6 2 7441 . !"!1 2 1"/ 6 2219 ; / (3) dimana L = |#  | dan c = ! ()*2  (+*"/2

Sehingga didapat titik lintasan sinar gelombang yang baru, sebagai berikut : ′   2 01 (4) dimana   

| |

Gambar 2. Skema urutan titik pertubasi dari kiri ke kanan yang digunakan dalam pemograman ray tracing pada studi ini.

2.1 Algoritma

Berangkat dari posisi sumber dan penerima, kemudian parameterisasi model dilakukan. Parameterisasi model yang digunakan pada

(3)

penelitian ini berupa blok 3-D. Ukuran blok ditentukan tergantung dari tingkat heterogenitas dalam arah vertikal dan arah horizontal dari model kecepatan.

Setelah membuat model kecepatan sesuai dengan parameterisasi model kemudian dihitung gradien kecepatan yang merupakan turunan kecepatan terhadap jarak spasial arah X, Y dan Z untuk kasus 3-D.

 <<=>́ 2<<@A 2́<<BCD (5) Salah satu tahapan penting dalam algortima ini adalah penentuan jumlah titik tekuk dan banyaknya pertubasi. Tahapan ini sangat berpengaruh terhadap optimasi waktu komputasi dalam mencapai nilai konvergensinya. Penentuan kedua nilai tersebut dipengaruhi oleh parameterisasi model yang berujung dengan tingkat heterogenitas model awal.

Untuk memudahkan dalam pemograman ray

tracing metode pseudo-bending ini, kami membuat diagram alir yang ditunjukkan pada Gambar 3.

Gambar 3. Diagram alir pemograman ray tracing metode pseudo-bending pada penelitian ini (Nugraha, A. D. dkk., 2011).

Pada pemograman ini, ray tracing berawal dengan lintasan ray lurus. Kemudian lintasan

ray yang lurus ini diberi gangguan arah  sejauh Rc pada setiap titik tekuknya. Lintasan

ray diperbaharui sebanyak jumlah pertubasi. Masing-masing ray hasil setiap pertubasi dihitung pajangnya pada setiap blok dengan cara membagi ray tersebut menjadi segmen-segmen yang lebih kecil.

Semakin kecil segmennya semakin tinggi tingkat ketelitian dalam menghitung ray pada setiap blok.

Waktu tempuh gelombang merambat dihitung dengan mengalikan panjang ray setiap blok dengan nilai slowness (1/kecepatan) pada setiap blok.

EFCGH IJKHL  ∑ NO9O (6) Dimana Sf adalah slowness pada blok ke-f

yang dilewati oleh ray. dLf merupakan

segmen panjang ray pada blok ke-f yang dilewati ray. Kemudian dari waktu tempuh masing-masing pertubasi pada ray tracing dipilih waktu minimumnya. Pertubasi ke-i dengan waktu minimum ini menjadi ray

tracing akhir yang memenuhi prinsip Fermat. Panjang ray dalam setiap blok ini merupakan komponen baris matriks tomografi dalam inversi tomografi.

3. Hasil Uji Ray-Tracing

Dalam menguji pemograman ray tracing 3-D yang telah dibuat pada penelitian ini, kami membuat beberapa model kecepatan. Diantaranya model kecepatan anomali positif (Gambar 4) dan anomali negatif (Gambar 6), model kecepatan gradasi terhadap kedalaman (Gambar 8, 10 dan 12), dan model kecepatan acak (Gambar 14).

Volume dari parameterisasi model 20 x 20 x 20 km3 dengan dimensi blok 1 x 1 x 1 km3. Dimana 20 stasiun penerima dengan jarak pisah 4 km arah X dan Y dipasangkan dipermukaan yang merekam 1 sumber di bawah permukaan (Gambar 4).

Selain menampilkan jejak sinar yang dilalui gelombang dengan waktu minimum, pada penelitian ini akan memperlihat dampak waktu tempuh untuk mencapai ke semua titik

(4)

di permukaan dengan interval titik 1 km arah X dan Y.

3.1 Model kecepatan beranomali positif

Gambar 4.Jejak sinar gelombang pertubasi

(garis hitam) dan jejak sinar gelombang waktu tempuh minimum (garis merah) melewati medium homogen dengan kecepatan 2 km/s dengan anomali kecepatan positif 6 km/s melengkung ke arah anomali kecepatan tinggi (biru).

Gambar 5. Waktu tempuh gelombang dari

sumber ke masing-masing penerima (segitiga hitam). Terdapat zona waktu tempuh rendah (biru) sebagai dampak anomali kecepatan tinggi.

3.2 Model kecepatan beranomali negatif

Gambar 6. Jejak sinar gelombang pertubasi

(garis hitam) dan jejak sinar gelombang waktu tempuh minimum (garis merah) melewati medium homogen berkecepatan 6 km/s dengan anomali kecepatan negatif 2 km/s melengkung menjauhi anomali kecepatan rendah (merah).

Gambar 7. Waktu tempuh gelombang dari

sumber ke masing-masing penerima (segitiga hitam). Terdapat zona waktu tempuh tinggi (merah) sebagai dampak anomali kecepatan rendah.

3.3 Model kecepatan gradasi

Gambar 8.Jejak sinar gelombang pertubasi

(garis hitam) berawal dari garis lurus kemudian ditekuk hingga jejak sinar gelombang waktu minimum (garis merah). Jejak sinar gelombang final (garis merah) ditekuk ke arah kecepatan yang lebih tinggi pada medium kecepatan gradasi(Vz = 2 + 0.2z) ini sehingga didapat waktu tempuh minimum.

(5)

Gambar 9.Waktu tempuh gelombang dari

sumber ke masing-masing penerima (segitiga hitam) yang diterima di permukaan menunjukkan kontur kesamaan waktu yang melingkar sempurna karena tidak terdapat anomali kecepatan di bawah permukaan.

3.4 Model kecepatan gradasi beranomali positif

Gambar 10. Jejak sinar gelombang pertubasi

(garis hitam) berawal dari garis lurus kemudian ditekuk hingga jejak sinar gelombang waktu minimum (garis merah). Jejak sinar gelombang final (garis merah) ditekuk ke arah daerah anomalikecepatan 6 km/s (biru) pada medium kecepatan bergradasi(Vz = 2 + 0.2z).

Gambar 10. Waktu tempuh gelombang dari

sumber ke masing-masing penerima (segitiga hitam). Terdapat zona waktu tempuh rendah (biru) sebagai dampak anomali kecepatan tinggi.

3.5 Model kecepatan gradasi beranomali negatif

Gambar 11.Jejak sinar gelombang (garis

merah) melewati medium kecepatan gradasi (Vz = 2 + 0.2z) dengan anomali kecepatan negatif 2 km/s melengkung menjauhi anomali kecepatan rendah (merah).

Gambar 12. Waktu tempuh gelombang dari

sumber ke masing-masing penerima (segitiga hitam). Terdapat zona waktu tempuh tinggi

(6)

(merah) sebagai dampak anomali kecepatan rendah.

3.6 Model kecepatan acak

Gambar 13.Jejak sinar gelombang (garis

merah) melewati medium kecepatan acak dengan interval nilai > 0 dan <6 km/s melengkung secara acak dengan arah menuju kecepatan yang lebih tinggi dibandingkan lingkungan sekitarnya. Pada model kecepatan acak ini, metode pseudo-bending tetap stabil.

Gambar 14.Waktu tempuh gelombang dari

sumber ke masing-masing penerima (segitiga hitam) yang melewati medium kecepatan acak. Waktu tempuh yang dibutuhkan dari sumber mencapai titik-titik di permukaan tidak berpola baik (acak).

4. Kesimpulan

Jumlah titik tekuk dan jumlah pertubasi yang berdampak linier pada lamanya waktu komputasi ditentukan diawal serta double

paths segment dalam Um dan Thurber (1987) tidak dilakukan, merupakan modifikasi metode ray tracing pseudo-bending untuk menjaga kestabilan dalam menentukan titik jejak sinar gelombang.

Dari pemograman dan pengujian beberapa model kecepatan 3-D, ray tracing

pseudo-bending ini sangat baik diterapkan dalam rekonstruksi penjejakan sinar gelombang yang memenuhi prinsip fermat dengan waktu tempuh tercepat karena membutuhkan waktu yang lebih singkat dalam perhitungannya dibandingkan metode lain dan stabil dalam menghadapi berbagai medium kecepatan 3-D yang memiliki tingkat heterogenitas bervariasi.

Perhitungan nilai Rc kadang dapat memiliki nilai imajiner atau bernilai sangat besar karena hal ini sangat berhubungan dengan gradien kecepatan pada titik jejak lintasan sinar gelombang tersebut. Dalam menjaga kestabilan tekukkan (gangguan) nilai Rc yang dapat diterima jika bernilai 0 – 1 dan jika Rc ditemukan bernilai imajiner maka Rc dianggap bernilai 0 pada pertubasi tersebut (Nugraha, A.D. dkk., 2011).

Pemograman ray tracing pseudo bending dalam penelitian ini, dapat diaplikasikan pada inversi tomografi waktu tempuh pada gempa lokal ataupun mikro di bawah gunungapi dan geotermal untuk mendapatkan struktur kecepatan gelombang seismik bawah permukaan.

Daftar Pustaka

Nugraha, A.D., Syahputra, A., dan Fatkhan., 2011. Pemograman ray tracing metode pseudo-bending mediun 2-D untuk menghitung waktu tempuh antara sumber dan penerima. Jurnal Geofisika, No. 1/2. Syahputra, A., 2011. Pengembangan

perangkat lunak tomografi 2-D dan 3-D: Aplikasi tomografi lubang bor dan gunungapi. Tugas Akhir. Program Studi

Teknik Geofisika, ITB, Bandung.

Thurber, C. H., 1993. Local earthquake tomography velocities and Vp/Vs theory,

in Seismic Tomography: Theory and Practice, pp. 563-583, edited by H. M. Iyer and K. Hirahara, CRC Press, Boca Raton, Fla.

Um, J.dan Thurber, C., 1987. A fast algorithm for two point seismic ray tracing. Bull.

Seismol. Soc. Am., Vol.77, No.33, pp. 972-986.

Gambar

Gambar 1. Ilustrasi dari skema tiga titik pertubasi  (   ,   ,   ).
Gambar 3. Diagram alir pemograman ray tracing  metode  pseudo-bending  pada  penelitian  ini  (Nugraha, A
Gambar  7.  Waktu  tempuh  gelombang  dari  sumber  ke  masing-masing  penerima  (segitiga  hitam)
Gambar  12.  Waktu  tempuh  gelombang  dari  sumber  ke  masing-masing  penerima  (segitiga  hitam)
+2

Referensi

Dokumen terkait

Untuk menganalisis hubungan antara pemasok dengan perusahaan FMCG terhadap implementasi produksi yang ramah lingkungan maka Green Supply Chain Management menjadi variabel

Pembagian harta warisan adat masyarakat desa Lubuk Rukam dilakukan setelah pewaris meninggal dunia dan telah berlangsung secara turun temurun untuk mendapatkan solusi terbaik

Kecelakaan yang terjadi pada resiko medik tidak dapat dicegah dan terjadinya memang tidak terduga, Pada sanksi dari resiko medik, dalam UU praktik kedokteran dan

Kepada segenap dosen jurusan Teknik Sipil serta dosen Mata Kuliah Umum yang telah memberikan ilmu yang sangat berguna selama ini sehingga laporan Tugas Akhir

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada Pra Siklus, Siklus I dan Siklus II, maka penelitian tentang peran orang tua dalam perkembangan bahasa

Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan atribut apa saja yang diprioritaskan untuk dipertahankan dan perlu diperbaiki serta menentukan penilaian kinerja

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pengukuran tingkat kepuasan konsumen di Rumah Kopi Billy Cabang Megamas Manado dari segi produk kopi dan pelayanan mencapai

Usaha tani di lahan pasir pantai selatan Bantul yang diusahakan petani dan mempunyai keunggulan kompetitif, yaitu: 1) komoditas bawang merah dan 2) komoditas