• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 3 GAMBARAN UMUM PERTANIAN PADI KABUPATEN GARUT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 3 GAMBARAN UMUM PERTANIAN PADI KABUPATEN GARUT"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 3

GAMBARAN UMUM PERTANIAN PADI KABUPATEN GARUT

Pada bab sebelumnya telah diuraikan mengenai konsep pengembangan wilayah berbasis pada sektor pertanian. Sektor pertanian dianggap penting dilihat dari peranannya terhadap penyediaan lapangan kerja, penyediaan pangan, penyumbang devisa negara melalui ekspor dan sebagainya. Khusus mengenai penyediaan pangan, pemerintah telah menyadari bahwa perlu adanya suatu kebijakan yang mendukung peningkatan produksi padi. Padi merupakan makanan pokok mayoritas penduduk dan kebutuhannya senantiasa meningkat setiap tahun mengikuti pertambahan jumlah penduduk.

Kabupaten Garut sebagai daerah unggulan pertanian di Jawa Barat saat ini telah melaksanakan program peningkatan produksi padi, dan masih akan melaksanakan program yang sama sampai beberapa tahun ke depan. Agar pelaksanaan program berjalan efektif di masa mendatang, evaluasi program menjadi kajian yang penting sebagai bahan masukan. Pada bab sebelumnya telah disusun kriteria dan indikator evaluasi. Langkah berikutnya adalah memahami kondisi eksisting pertanian padi di wilayah studi yang akan dikaji pada Bab 3 ini.

3.1 Gambaran Umum Kabupaten Garut

Kabupaten Garut mempunyai luas wilayah 3.065,19 Km2 dan secara geografis terletak diantara 60 56’ 49”-70 45’ 00” Lintang Selatan dan 107o 25’ 8”-108o 7’ 30” Bujur Timur dengan batas wilayah sebagai berikut :

1. Sebelah Utara, berbatasan dengan Kabupaten Bandung dan Sumedang 2. Sebelah Timur, berbatasan dengan Kabupaten Tasikmalaya

3. Sebelah Selatan, berbatasan dengan Samudera Indonesia

4. Sebelah Barat, berbatasan dengan Kabupaten Bandung dan Cianjur

Dalam perkembangannya, Kabupaten Garut tumbuh dan mengalami perubahan yang cukup signifikan. Hal ini banyak dipengaruhi oleh letak geografis Kabupaten Garut yang cukup strategis karena berbatasan dengan Ibu kota Provinsi Jawa Barat. Selain itu, Kabupaten Garut juga merupakan hinterland dari pusat

(2)

pertumbuhan Kota Bandung sekaligus sebagai wilayah pendukung bagi daerah pusat pertumbuhannya tersebut.

Untuk mengakomodasi perubahan dan pertumbuhan tersebut, pada awal tahun 2004 dilaksanakan pemekaran 2 kecamatan, sehingga jumlahnya menjadi 42 kecamatan, 21 kelurahan dan 403 desa dengan luas wilayah 306.519 Ha. Kecamatan Cibalong merupakan kecamatan yang mempunyai wilayah terluas, mencapai 6,97% wilayah Kabupaten Garut atau seluas 21.359 Ha, sedangkan Kecamatan Kersamanah merupakan wilayah terkecil dengan luas 1.650 Ha atau 0,54% (Tabel III.1).

Kabupaten Garut dibagi ke dalam dua wilayah pengembangan (WP) yaitu WP utara dan WP selatan. Kebijakan pembagian wilayah ini dimaksudkan agar terjadinya spesialisi wilayah sesuai dengan potensinya masing-masing.

TABEL III.1

NAMA KECAMATAN, LUAS DAN JUMLAH DESA/ KELURAHAN No Nama Kecamatan Luas (Ha) Jumlah Desa/ Kel WP

1 Cisewu 9.483 7 desa Selatan 2 Caringin 17.703 5 desa Selatan 3 Talegong 10.874 7 desa Selatan 4 Mekarmukti 3.679 4 desa Selatan 5 Bungbulang 16.541 12 desa Selatan 6 Pamulihan 13.244 5 desa Selatan 7 Pekenjeng 19.844 12 desa Selatan 8 Cikelet 17.225 9 desa Selatan 9 Pameungpeuk 4.411 7 desa Selatan 10 Cibalong 21.359 10 desa Selatan 11 Cisompet 17.225 11 desa Selatan 12 Peundeuy 5.679 6 desa Selatan 13 Singajaya 6.769 9 desa Selatan 14 Cihurip 4.042 4 desa Selatan 15 Banjarwangi 12.382 11 desa Selatan 16 Cikajang 12.495 11 desa Selatan 17 Cilawu 7.763 18 desa Utara 18 Bayongbong 4.995 17 desa Utara 19 Cigedug 2.888 5 desa Utara

(3)

No Nama Kecamatan Luas (Ha) Jumlah Desa/ Kel WP 20 Cisurupan 8.088 16 desa Utara 21 Sukaresmi 3.517 6 desa Utara 22 Samarang 5.971 12 desa Utara 23 Pasirwangi 4.670 12 desa Utara 24 Tarogong Kidul 1.879 7 desa 5 Kelurahan Utara 25 Tarogong Kaler 3.674 12 desa 1 Kelurahan Utara 26 Garut Kota 2.771 11 Kelurahan Utara 27 Karangpawitan 5.207 18 desa 2 Kelurahan Utara 28 Wanaraja 2.804 8 desa Utara 29 Pangatikan 1.819 8 desa Utara 30 Sucinaraja 4.252 7 desa Utara 31 Sukawening 3.883 11 desa Utara 32 Karangtengah 2.328 4 desa Utara 33 Banyuresmi 6.246 15 desa Utara

34 Leles 7.351 12 desa Utara

35 Leuwigoong 1.935 8 desa Utara 36 Cibatu 4.143 11 desa Utara 37 Kersamanah 1.650 5 desa Utara 38 Cibiuk 1.990 5 desa Utara 39 Kadungora 3.731 14 desa Utara 40 Bl Limbangan 7.359 14 desa Utara 41 Selaawi 3.407 7 desa Utara 42 Malangbong 9.238 23 desa Utara

Total 306.519 424 desa/ kelurahan

Sumber : BPN (Luas) dan BPMD (Jumlah Desa) Tahun 2005

3.1.1 Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan di Kabupaten Garut masih didominasi oleh kegiatan pertanian, baik pertanian lahan basah maupun kering, kegiatan perkebunan dan kehutanan. Penggunaan lahan di wilayah Kabupaten Garut, secara garis besar dapat dikelompokkan atas :

• Kawasan hutan sebesar 31,58%, yang terdiri diri atas hutan lindung dan hutan produksi,

• Kebun dan kebun campuran sebesar 18,38%, yang terdiri atas perkebunan rakyat,

(4)

• Perkebunan besar dengan luasan mencapai sekitar 8,80% dari total luas wilayah Kabupaten Garut

• Persawahan mencapai sekitar 16,14%,

• Sisanya merupakan lahan permukiman dan lain-lain.

GAMBAR 3.1

PROPORSI PENGGUNAAN LAHAN DI KABUPATEN GARUT

Hutan

Kebun & Kebun Campuran Tegalan Permukiman Padang semak & tandus Perkebunan Besar Persaw ahan Perairan Darat Industri & Pertambangan Lain-lain

Sumber : BPN Kabupaten Garut , 2005

Sementara itu penggunaan lahan di wilayah utara dan selatan terdapat perbedaan yang cukup mencolok. Wilayah utara memiliki karakteristik perkotaan, ditandai dengan guna lahan yang lebih beragam, tidak hanya pertanian tetapi juga terdapat kegiatan perdagangan dan jasa, industri, pusat pemerintahan dan permukiman. Penggunaan lahan yang berkarakter perkotaan tersebut karena kegiatan ekonomi dan sosial lebih terkonsentrasi di bagian utara. Sedangkan Garut Bagian Selatan relatif masih tertinggal karena kondisi wilayah kecamatan yang tersebar luas pada struktur geografis Garut Selatan yang mempunyai karakteristik perbukitan dan pegunungan, dengan dominasi guna lahan pertanian lahan kering. Kendala fisik yang dihadapi Garut Selatan menyebabkan tingkat aksesibilitas dan infrstruktur menjadi terbatas, sehingga Garut Selatan tertinggal dalam pembangunan fisik dibanding Garut Utara. Disparitas antara utara dengan selatan merupakan kondisi yang terjadi saat ini di Kabupaten Garut.

(5)

TABEL III.2

LUAS LAHAN MENURUT PENGGUNAANNYA DI KABUPATEN GARUT

No Uraian Luas (Ha) Proporsi (%)

1. Sawah 49.477 16,14

• Irigasi 38.026 12,41 • Tadah Hujan 11.451 3,74

2. Darat 252.097 82,25

• Hutan 96.814 31,58 • Kebun Dan Kebun Campuran 56.350 18,38 • Tanah Kering Semusim/Tegalan 52.348 17,08 • Perkebunan 26.968 8,80 • Pemukiman/ Perkampungan 12.312 4,02 • Padang Semak 7.005 2,29 • Pertambangan 200 0,07 • Tanah Rusak Tandus 66 0,02

• Industri 34 0,01

3. Perairan Darat 2.038 0,66

• Kolam 1.826 0,60

• Situ/Danau 157 0,05

• Lainnya 55 0,02

4. Penggunaan Lahan Lainnya 2.907 0,95

Jumlah 306.519 100,00

Sumber : BPN Kabupaten Garut, 2005

3.1.2 Kependudukan

Jumlah penduduk Kabupaten Garut, pada tahun 2005 sebanyak 2.239.091 jiwa. Tingkat kepadatan penduduk rata-rata pada tahun 2005 adalah sebesar 730 jiwa/km2. Persebaran penduduk tidak merata jika melihat perbandingan antara wilayah utara dengan selatan. Kabupaten Garut Bagian Utara memiliki kepadatan penduduk rata-rata 1.590 jiwa/Km², sedangkan bagian selatan hanya 352,98 jiwa/Km² (Tabel III.3).

Tingkat kesejahteraan masyarakat yang dicerminkan oleh jumlah penduduk miskin, pada tahun 2005 tercatat mengalami kenaikan 9,98% menjadi sebanyak 365.949 jiwa dibandingkan tahun 2004 sebanyak 332.750 jiwa. Sementara itu menurut BPS, pada bulan September 2005 menunjukkan bahwa dari 575.410 rumah

(6)

tangga di Kabupaten Garut terdapat 203.111 rumah tangga (5,36 %) yang dikategorikan miskin (Tabel III.4).

TABEL III.3

JUMLAH PENDUDUK KABUPATEN GARUT TAHUN 2005 Nama Kecamatan Jumlah Penduduk WP Kategori Kepadatan (Jiwa/Ha) Cisewu 31.858 Rendah Caringin 27.878 Rendah Talegong 29.689 Rendah Bungbulang 57.144 Rendah Mekarmukti 14.490 Rendah Pamulihan 16.905 Rendah Pakenjeng 59.580 Rendah Cikelet 36.524 Rendah Pameungpeuk 36.044 Rendah Cibalong 37.788 Rendah Cisompet 48.277 Rendah Peundeuy 22.213 Rendah Singajaya 42.909 Rendah Cihurip 16.679 Rendah Cikajang 69.591 Rendah Banjarwangi 54.263 Selatan Rendah Cilawu 94.459 Rendah Bayongbong 85.465 Sedang Cigedug 34.408 Rendah Cisurupan 86.793 Rendah Sukaresmi 32.785 Rendah Samarang 66.191 Rendah Pasirwangi 57.316 Rendah Tarogong Kaler 91.394 Tinggi Tarogong Kidul 75.696 Tinggi

Garut Kota 120.831 Tinggi

Karangpawitan 105.347 Sedang Wanaraja 42.056 Rendah Sucinaraja 25.527 Rendah Pangatikan 36.076 Rendah Sukawening 49.691 Sedang Karangtengah 16.365 Rendah Banyuresmi 76.528 Sedang Leles 70.148 Rendah Leuwigoong 41.972 Sedang Cibatu 66.807 Sedang Kersamanah 33.688 Sedang Cibiuk 28.711 Sedang Kadungora 79.637 Sedang Bl Limbangan 73.480 Rendah Selaawi 36.790 Rendah Malangbong 109.098 Utara Rendah Sumber : BPS, 2005

(7)

TABEL III.4

JUMLAH PENDUDUK MISKIN KABUPATEN GARUT 2002-2005 No Tahun Jumlah Penduduk (jiwa) Jumlah Penduduk Miskin (jiwa) %

1 2002 2.139.167 603.800 28,23

2 2003 2.173.622 338.702 15,58

3 2004 2.204.175 332.750 15,10

4 2005 2.239.091 365.949 16,34

Sumber : BPS, 2005

Indikator kesejahteraan masyarakat lainnya adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM), rata-rata lama sekolah (RLS), angka melek huruf (AMH), angka harapan hidup (AHH) dan paritas daya beli (PPP), menunjukkan indikasi ketimpangan lain antara Garut Utara dengan Garut Selatan. Kecamatan-kecamatan di Garut Utara menempati peringkat teratas untuk besaran IPM se-Kabupaten Garut, sedangkan kecamatan-kecamatan di Garut Selatan lebih banyak yang berada di peringkat bawah (Tabel III.5).

TABEL III.5

RANKING KECAMATAN MENURUT BESARAN IPM DI KABUPATEN GARUT TAHUN 2004

KECAMATAN

WP

RLS AMH AHH PPP IPM

Tarogong Kidul 8,23 99,32 64,75 555,47 69,93 Garut Kota 7,06 99,23 64,30 560,97 69,22 Karangpawitan 7,04 98,85 62,93 549,58 67,47 Wanaraja 7,05 99,11 62,66 550,51 67,47 Tarogong Kaler 6,94 97,56 62,50 552,82 67,13 Sucinaraja 6,81 95,64 62,66 555,18 66,87 Samarang 6,88 96,73 62,65 550,99 66,85 Sukawening 6,98 98,12 62,19 545,88 66,58 Banyuresmi 6,86 96,36 62,09 552,55 66,55 Cibatu 7,09 99,57 61,29 546,68 66,54 Pasirwangi 6,82 95,88 62,38 551,00 66,46 Kadungora 6,90 96,91 62,00 548,90 66,37 Malangbong 6,95 97,62 61,43 549,98 66,33 Bl. Limbangan Utara 6,83 95,91 62,17 550,49 66,31 GARUT 6,86 97,63 62,02 546,12 66,31 Leles 6,88 96,68 62,03 547,79 66,24 Karang Tengah Utara 6,78 95,32 62,82 545,87 66,16 Bungbulang Selatan 6,92 97,22 61,11 549,28 65,99 Bayongbong 6,67 93,71 63,43 544,64 65,96 Selaawi Utara 6,88 96,72 61,53 547,10 65,92

(8)

KECAMATAN

WP

RLS AMH AHH PPP IPM

Cilawu 6,90 96,92 62,01 542,24 65,87 Cikajang Selatan 6,70 94,08 63,16 544,00 65,86 Cisurupan 6,72 94,41 62,53 545,93 65,75 Leuwigoong 6,75 94,79 62,59 543,92 65,74 Kersamanah 6,93 97,44 60,57 546,67 65,55 Pangatikan Utara 6,75 94,90 61,30 548,91 65,43 Caringin 6,67 93,65 62,23 545,96 65,38 Mekarmukti 6,84 96,14 60,23 547,95 65,10 Cisewu 6,82 95,82 60,60 545,93 65,07 Cibiuk 6,82 95,85 61,13 540,27 64,93 Pakenjeng Selatan 6,80 95,57 60,49 544,56 64,83 Sukaresmi Utara 6,63 93,19 61,32 545,93 64,74 Pameungpeuk 6,83 95,97 59,57 548,56 64,74 Pamulihan 6,75 94,82 61,09 540,97 64,68 Talegong 6,77 95,13 60,84 541,62 64,68 Cisompet 6,63 93,18 60,79 548,58 64,65 Cikelet Selatan 6,80 95,51 59,56 548,76 64,62 Cigedug Utara 6,62 92,95 60,48 546,95 64,29 Peundeuy 6,76 93,10 61,27 537,79 64,17 Cihurip 6,75 93,01 60,52 542,30 64,07 Singajaya 6,61 92,84 60,25 542,31 63,77 Cibalong 6,71 94,30 59,42 542,24 63,71 Banjarwangi Selatan 6,75 94,86 59,19 538,71 63,47 Sumber : BPS, 2005

Pencapaian IPM Kabupaten Garut selama kurun waktu 1999-2004 masih cukup jauh dari capaian IPM Jawa Barat. Ini menggambarkan bahwa status pembangunan manusia di Kabupaten Garut masih berada di bawah rata-rata status pembangunan manusia di Jawa Barat pada umumnya. Namun demikian kecepatan perkembangan IPM pada kurun waktu tersebut tampak relatif sama (Gambar 3.2).

(9)

GAMBAR 3.2

PERKEMBANGAN IPM KABUPATEN GARUT DAN JAWA BARAT 1999-2004 60 63 66 69 1999 2000 2001 2002 2003 2004 Garut Jabar Sumber : BPS, 2005 3.1.3 Perekonomian

Struktur ekonomi Kabupaten Garut dari tahun ke tahun selalu didominasi oleh sektor pertanian, khususnya tanaman pangan. Sektor pertanian menyumbang 41,35% dari total PDRB, selanjutnya diikuti sektor perdagangan, hotel dan restoran (30,41%), industri pengolahan (9,48%) dan jasa (8,62%). Dengan komposisi ini Garut tergolong kabupaten yang berbasis pertanian (Tabel III.6).

Perkembangan ketenagakerjaan selama tahun 2002-2005 turut menguatkan posisi sektor pertanian sebagai basis perekonomian Kabupaten Garut. Data BPS menunjukkan bahwa jumlah tenaga kerja di sektor pertanian selalu mendominasi dibanding tenaga kerja pada lapangan usaha yang lain. Selama jangka waktu 2002 sampai 2005, persentase penduduk yang bekerja di sektor pertanian secara berturut-turut adalah 42,71%, 42,3%, 40,28%, 30,85%. Selengkapnya terlihat pada Tabel III.7

Walapun jumlah tenaga kerja sektor pertanian secara keseluruhan merupakan yang paling dominan, namun memiliki kecenderungan menurun setiap tahun. Faktor penyebabnya adalah minat generasi muda dari keluarga tani yang semakin berkurang untuk meneruskan profesi sebagai petani dan lebih memilih sektor usaha lainnya, terutama perdagangan dan jasa. Hal ini terlihat dari pertumbuhan angka persentase tenaga kerja di kedua sektor usaha tersebut, yaitu sebesar 9,34% pada periode yang sama.

(10)

TABEL III.6

PDRB KABUPATEN GARUT TAHUN 2000 (HARGA BERLAKU) Kecamatan WP PDRB Pertanian Tanaman Pangan PDRB Pertanian Total PDRB PDRB per Kapita Cisewu 104.520 120.029 168.059 3.160 Talegong 41.025 45.301 65.046 2.269 Bungbulang 133.684 152.535 223.195 3.358 Pamulihan 74.479 81.365 152.024 2.938 Pakenjeng 15.793 21.913 33.638 2.023 Cikelet 19.259 100.661 111.531 3.299 Pameungpeuk 54.374 82.741 155.993 4.374 Cibalong 44.603 55.974 84.711 2.621 Cisompet 26.258 61.068 151.009 3.232 Peundeuy 18.139 22.631 31.427 1.618 Singajaya 43.501 53.480 124.668 2.193 Cikajang 65.095 73.421 151.690 2.495 Banjarwangi Selatan 38.448 44.935 79.183 1.678 Cilawu 60.273 67.674 190.120 2.187 Bayongbong 104.230 121.743 280.439 2.656 Cisurupan 111.715 125.882 253.413 2.381 Samarang 165.752 173.049 362.495 3.309 Tarogong 81.378 97.891 414.698 3.113 Garut Kota 29.743 32.112 521.954 1.094 Karangpawitan 94.404 104.781 282.142 3.165 Wanaraja 98.815 106.292 303.768 3.205 Sukawening 75.888 80.068 148.043 2.371 Banyuresmi 85.743 93.645 236.717 2.867 Leles 68.601 77.294 172.053 2.682 Leuwigoong 33.565 37.499 81.929 2.080 Cibatu 72.192 77.346 226.366 2.440 Cibiuk 24.802 26.570 38.762 1.500 Kadungora 61.139 64.209 209.293 2.825 Bl Limbangan 60.741 65.322 211.932 3.186 Selaawi 27.217 28.375 89.603 2.774 Malangbong Utara 74.595 78.063 288.776 2.895 Sumber : Melchias, 2004

(11)

TABEL III.7

PROPORSI TENAGA KERJA KABUPATEN GARUT 2002-2005 Persentase Penduduk Lapangan Usaha 2002 2003 2004 2005 1. Pertanian 42,71 42,3 40,28 30,85 2. Pertambangan 0,62 0,6 0,16 0,38 3. Industri 12,04 10,7 10,42 14,14 4. Listrik, Gas, dan Air 0,28 0,6 0,23 0,26 5. Konstruksi 5,91 5,3 4,74 4,29 6. Perdagangan & Hotel 20,98 22,5 22,16 26,63 7. Perhubungan 6,87 6,7 8,24 8,29 8. Keuangan 0,21 0,3 0,31 1,10 9. Jasa-jasa 10,38 11,0 13,45 14,07

Jumlah 100 100 100 100 Sumber : Disnakersostran Kab. Garut Tahun 2006

3.2 Pertanian Padi Kabupaten Garut

Pada Subbab 3.1 telah dijelaskan bahwa Kabupaten Garut terbagi menjadi dua bagian yang masing-masing memiliki karakteristik wilayah berbeda, yaitu Kabupaten Garut Bagian Utara dan Kabupaten Garut Bagian Selatan. Perbedaan kondisi fisik, penggunaan lahan, kependudukan dan perekonomian wilayah turut mempengaruhi perbedaan usaha pertanian padi. Diantaranya adalah perbedaan dalam hal produksi padi, produktivitas, luas panen dan penambahan penanaman.

3.2.1 Produksi

Sentra produksi padi di Kabupaten Garut Bagian Utara antara lain terdapat di Kecamatan Kadungora, Bayongbong, Karangpawitan, Tarogong Kidul dan Balubur Limbangan. Sedangkan di Kabupaten Garut Bagian Selatan sentra produksi padi ada di Kecamatan Bungbulang, Pakenjeng, Banjarwangi, Cisewu, Cisompet dan Singajaya. Kecamatan-kecamatan lainnya, selain Cikajang, juga dikenal sebagai sentra pertanian padi. Hanya dari segi hasil produksi, masih lebih rendah dibanding sentra produksi yang disebutkan di atas.

(12)

TABEL III.8 PRODUKSI PADI 2001-2005 Produksi (Ton) No. WP Kecamatan 2001 2002 2003 2004 2005 Rata-rata 1 Cilawu 17.884 22.320 16.142 18.235 18.540 18.624 2 Bayongbong 25.414 30.666 31.055 27.040 26.221 28.079 3 Cigedug 0 0 0 1.423 3.372 2.397 4 Cisurupan 33.045 14.410 13.253 19.234 18.632 19.715 5 Sukaresmi 0 11.654 12.639 12.126 12.441 12.215 6 Samarang 33.422 26.378 19.295 21.948 21.150 24.439 7 Pasirwangi 0 5.690 12.033 9.404 10.948 9.519 8 Tarogong Kidul 0 0 0 14.332 14.209 14.270 9 Tarogong Kaler 27.285 40.199 31.522 13.435 13.273 25.233 10 Garut Kota 15.122 12.234 13.653 14.550 14.397 13.991 11 Karangpawitan 24.969 21.908 22.971 24.547 22.097 23.298 12 Wanaraja 24.098 24.070 17.716 17.235 7.387 18.101 13 Pangatikan 0 0 0 0 6.886 6.886 14 Sucinaraja 0 0 0 0 5.700 5.700 15 Sukawening 29.430 23.203 16.443 19.514 19.911 21.700 16 Karangtengah 0 10.336 9.608 9.825 10.778 10.137 17 Banyuresmi 18.281 21.305 16.737 21.589 23.139 20.210 18 Leles 12.895 15.082 12.283 17.333 16.563 14.831 19 Leuwigoong 17.658 24.613 16.893 17.114 18.862 19.028 20 Cibatu 17.685 15.970 11.054 15.184 13.485 14.676 21 Kersamanah 0 6.071 5.466 6.708 5.922 6.042 22 Cibiuk 9.774 8.119 8.306 10.102 11.912 9.643 23 Kadungora 22.175 21.797 24.288 31.212 24.719 24.838 24 Bl Limbangan 21.286 31.286 21.465 27.898 27.234 25.834 25 Selaawi 12.224 12.625 12.344 13.439 14.345 12.995 26 Utara Malangbong 29.715 31.616 27.004 27.606 28.915 28.971 27 Cisewu 19.325 15.320 14.550 14.179 19.702 16.615 28 Caringin 0 8.456 7.398 6.947 7.775 7.644 29 Talegong 6.587 10.137 11.203 12.931 14.237 11.019 30 Bungbulang 45.189 46.442 43.109 38.083 40.754 42.715 31 Mekarmukti 0 0 0 6.561 6.857 6.709 32 Pamulihan 4.099 5.486 4.844 3.867 3.886 4.436 33 Pakenjeng 23.353 21.568 21.951 16.396 21.532 20.960 34 Cikelet 13.712 15.408 11.556 12.646 9.703 12.605 35 Pameungpeuk 13.241 14.257 11.322 13.621 13.158 13.120 36 Cibalong 9.831 10.059 10.606 10.251 12.618 10.673 37 Cisompet 16.345 16.551 14.643 18.484 15.062 16.217 38 Peundeuy 12.584 11.706 10.920 12.570 10.621 11.680 39 Singajaya 25.086 10.015 10.012 16.313 14.585 15.202 40 Cihurip 0 6.328 7.193 7.371 3.640 6.133 41 Cikajang 2.468 2.428 1.801 2.094 2.189 2.196 42 Selatan Banjarwangi 19.548 16.116 16.865 17.529 19.943 18.000 Total 603.730 641.829 570.143 620.876 627.300 612.775 Sumber : Dinas Tanaman Pangan, Holtikultura dan Perkebunan Kab.Garut, 2006

(13)

Pada Tabel III.8 terlihat ada beberapa kecamatan yang jumlah produksinya nol pada tahun-tahun tertentu, hal ini disebabkan karena pada tahun tersebut kecamatan tersebut baru dibentuk sebagai hasil dari pemekaran kecamatan induknya, sehingga data produksi padi belum ada atau masih digabung dengan kecamatan induk.

Kabupaten Garut Bagian Utara selama kurun waktu 2002 sampai 2005 menghasilkan rata-rata 403.361 ton padi per tahun. Daerah penghasil padi terbesar secara berturut-turut adalah Kecamatan Malangbong, Bayongbong, Balubur Limbangan, Tarogong Kaler, Kadungora, Samarang dan Karangpawitan. Produksi padi dari ketujuh kecamatan tersebut mencapai 163.000 ton atau 39,8% dari 411.038 ton yang dihasilkan 26 kecamatan yang ada di Garut Utara pada tahun 2005 (Tabel III.8). Sumbangan Garut Utara terhadap produksi padi Kabupaten Garut pada 2005 sebesar 411.038 ton atau 65,48% dari 627.747 ton.

Kabupaten Garut Bagian Selatan rata-rata menghasilkan 385.004 ton padi selama kurun waktu 2001-2005. Urutan lima daerah penghasil padi terbesar dari Garut Selatan adalah Kecamatan Bungbulang, Pakenjeng, Banjarwangi, Cisewu dan Cisompet. Sumbangan Garut Selatan terhadap total produksi padi Kabupaten Garut adalah sebesar 216.262 ton atau 34,52 %.

GAMBAR 3.3

PERKEMBANGAN HASIL PRODUKSI PADI TAHUN 2001-2005

520.000 540.000 560.000 580.000 600.000 620.000 640.000 660.000 2001 2002 2003 2004 2005 Tahun P ro duk s i ( Ton)

Sumber : Dinas TPHP Kab. Garut 2006

3.2.2 Produktivitas

Produktivitas yang dimaksud merupakan hasil per satuan lahan (Kwintal/Ha). Lahan pertanian padi Garut Utara memiliki produktivitas rata-rata 56,61 Kw/Ha per tahun. Rata-rata produktivitas tertinggi terdapat di Kecamatan Kadungora, Leles,

(14)

Bayongbong, Karangpawitan dan Banyuresmi. Kelima kecamatan tersebut lebih produktif dibanding Kabupaten Garut yang mencapai 56,08 Kw/Ha. Kecamatan yang paling rendah produktivitasnya di Garut Utara adalah Pasir Wangi yang hanya mencapai produktivitas sebesar 54,97 Kw/Ha

Di Garut Selatan, daerah yang paling produktif adalah Kecamatan Cibalong yang mencapai 56,71 Kw/Ha. Kecamatan lain yang tergolong paling produktif adalah Pameungpeuk, Bungbulang dan Cisompet. Sedangkan daerah yang produktivitasnya paling rendah adalah Kecamatan Caringin yang hanya menghasilkan 53,73 Kw/Ha per tahun dari 2001 sampai 2005.

Jika Garut Utara dan Garut Selatan perbandingkan dalam hal produktivitas, maka terlihat bahwa Garut Selatan lebih rendah daripada Garut Utara. Garut Selatan bahkan lebih rendah produktivitasnya dari Kabupaten Garut secara keseluruhan. Kondisi sebaliknya terjadi pada Garut Utara, dimana produktivitas Garut Utara lebih tinggi dari Kabupaten Garut pada tahun 2005.

GAMBAR 3.4

PERKEMBANGAN PRODUKTIVITAS LAHAN SAWAH 2001-2005

55 55,5 56 56,5 57 2001 2002 2003 2004 2005 Tahun P roduk ti v it a s ( K w /H a )

(15)

TABEL III.9

PRODUKTIVITAS LAHAN PERTANIAN PADI 2001-2005 Produktivitas (Kw/Ha) No. WP Kecamatan 2001 2002 2003 2004 2005 Rata-rata 1 Cilawu 54,71 55,07 55,28 54,89 55,53 55,09 2 Bayongbong 55,67 55,9 59,41 58,52 59,67 57,79 3 Cigedug 0 0 0 55,16 55,82 55,62 4 Cisurupan 55,61 55,17 55,52 55,06 55,37 55,38 5 Sukaresmi 0 54,89 56,55 54,72 55,05 55,31 6 Samarang 55,53 55,73 56,34 55,22 55,78 55,68 7 Pasirwangi 0 54,71 55,05 54,74 55,21 54,97 8 Tarogong Kidul 0 0 0 56,45 56,74 56,6 9 Tarogong Kaler 55,88 57,19 57,01 56,59 56,45 56,71 10 Garut Kota 55,51 56,02 57,58 55,85 56,46 56,26 11 Karangpawitan 56,53 56,83 56,72 57,62 60,01 57,49 12 Wanaraja 56,38 56,69 56,15 56,51 57,98 56,57 13 Pangatikan 0 0 0 0 56,67 0 14 Sucinaraja 0 0 0 0 56,38 0 15 Sukawening 55,77 57,02 59,17 56,55 57,05 56,91 16 Karangtengah 0 55,96 55,99 56,3 56,43 56,18 17 Banyuresmi 56,3 57,07 57,89 57,34 57,53 57,23 18 Leles 57,8 58,01 58,38 57,26 57,91 57,83 19 Leuwigoong 57,37 57,94 55,96 56,35 57,28 57,06 20 Cibatu 55,54 55,84 60,31 56,13 56,47 56,57 21 Kersamanah 0 55,19 61,83 55,67 56,13 56,94 22 Cibiuk 55,47 56,15 59,84 56,25 56,29 56,67 23 Kadungora 58,29 58,56 58,68 58,87 60,07 58,91 24 Bl Limbangan 56,15 56,71 61,77 56,03 56,3 57,16 25 Selaawi 55,31 56,14 55,58 55,74 55,95 55,75 26 Utara Malangbong 56,04 56,06 55,6 56,25 56,63 56,12 27 Cisewu 55,15 53,14 57,6 52,73 53,83 54,43 28 Caringin 0 53,22 54,68 53,44 53,66 53,73 29 Talegong 55,35 54,06 55,32 53,7 54,03 54,37 30 Bungbulang 55,93 55,15 56,23 54,67 54,84 55,38 31 Mekarmukti 0 0 0 54,36 54,81 54,59 32 Pakenjeng 55,43 53,69 54,97 52,91 54,02 54,28 33 Pamulihan 54,87 54,1 56 53,34 53,82 54,46 34 Cikelet 56,24 55,6 55,24 54,86 54,73 55,39 35 Pameungpeuk 56,44 56,17 52,78 55,8 56,13 55,53 36 Cibalong 56,02 56,04 62,31 54,61 55,32 56,71 37 Cisompet 55,96 55,19 57,49 54,14 54,89 55,44 38 Singajaya 55,46 53,73 53,54 53,79 54,34 54,39 39 Cihurip 0 53,81 55,67 53,49 53,45 54,19 40 Peundeuy 55,85 54,09 54,98 53,29 54,16 54,46 41 Cikajang 54,84 54,08 54,41 54,11 54,58 54,41 42 Selatan Banjarwangi 56,04 54,54 54,46 54,29 54,86 54,87 Rata-rata 55,96 55,86 56,85 55,64 56,15 56,08 Sumber : Dinas TPHP Kab. Garut 2006. Ket : Nilai 0 pada tahun tertentu menunjukkan kecamatan

(16)

3.2.3 Luas Penanaman

Dalam lima tahun terakhir sejak 2001 Kabupaten Garut rata-rata memiliki luas lahan penanaman padi sebesar 110.011 Ha. Daerah yang paling luas lahan penanamannya di wilayah Garut Utara adalah Kecamatan Bayongbong, yaitu sebesar 4.904 Ha dan merupakan luasan lahan terbesar di Kabupaten Garut. Daerah yang paling sedikit luasan lahannya adalah Kecamatan Cigedug, rata-rata hanya mencapai 488 Ha per tahun. Sementara itu untuk wilayah Garut Selatan, daerah penanaman padi paling luas terdapat di Kecamatan Pakenjeng, sebesar rata-rata 3.831 Ha per tahun. Daerah yang paling sedikit luas lahannya adalah Kecamatan Cikajang (377 Ha) yang bukan merupakan sentra padi. Untuk sentra padi di Garut Selatan yang paling sedikit lahannya adalah Kecamatan Pamulihan, sebesar 829 Ha per tahun.

Jika dibandingkan antara Wilayah Garut Utara dan Garut Selatan, maka terlihat bahwa Garut Utara lebih banyak lahan pertanian padinya dibanding Garut Selatan meskipun Garut Utara lebih bercorak perkotaan. Luas lahan rata-rata di Garut Utara mencapai 71.860 Ha per tahun, sedangkan Garut Selatan sebesar 38.149 Ha per tahun.

GAMBAR 3.5

PERKEMBANGAN LUAS TANAM PADI 2001-2005

108.000 109.000 110.000 111.000 112.000 2001 2002 2003 2004 2005 Tahun Lua s Ta na m ( H a )

(17)

TABEL III.10

LUAS TANAM PADI 2001-2005 Luas Tanam (Ha)

No. WP Kecamatan 2001 2002 2003 2004 2005 Rata-rata 1 Cilawu 3.538 3.936 3.400 3.212 3.099 3.437 2 Bayongbong 4.544 5.630 4.828 4.995 4.525 4.904 3 Cigedug 0 0 0 370 605 488 4 Cisurupan 5.200 2.788 3.320 3.330 3.030 3.534 5 Sukaresmi 0 2.250 2.356 2.150 2.150 2.227 6 Samarang 6.145 4.234 3.700 3.750 3.761 4.318 7 Pasirwangi 0 1.990 1.908 1.903 2.110 1.978 8 Tarogong Kaler 5.603 6.318 5.495 2.475 2.535 4.485 9 Tarogong Kidul 0 0 0 2.610 2.646 2.628 10 Garut Kota 2.853 2.208 2.425 2.635 2.550 2.534 11 Karangpawitan 4.168 4.086 4.085 4.066 4.045 4.090 12 Wanaraja 4.406 3.620 2.975 3.510 1.370 3.176 13 Pangatikan 0 0 0 0 976 976 14 Sucinaraja 0 0 0 0 1.070 1.070 15 Sukawening 4.979 3.398 3.777 3.468 3.489 3.822 16 Karangtengah 0 1.820 1.820 1.870 1.760 1.818 17 Banyuresmi 3.678 3.470 3.420 3.790 3.922 3.658 18 Leles 2.442 2.270 2.560 2.995 2.980 2.649 19 Leuwigoong 3.725 3.775 3.420 2.900 3.588 3.482 20 Kadungora 3.570 4.059 4.786 4.801 4.325 4.308 21 Cibiuk 1.384 1.895 1.582 1.684 1.950 1.699 22 Cibatu 3.624 1.835 2.816 2.508 2.221 2.601 23 Kersamanah 0 768 1.126 1.119 1.212 1.056 24 Malangbong 5.452 5.649 4.696 5.087 5.138 5.204 25 Limbangan 3.969 5.367 4.216 4.039 4.266 4.371 26 Utara Selaawi 2.240 2.180 2.292 2.487 2.154 2.271 27 Cisewu 4.105 2.330 3.077 2.721 3.620 3.171 28 Caringin 0 1.448 1.482 1.300 1.349 1.395 29 Talegong 1.260 1.085 2.544 2.222 2.620 1.946 30 Bungbulang 8.372 7.713 8.616 6.966 7.183 7.770 31 Mekarmukti 0 0 0 1.046 1.426 1.236 32 Pakenjeng 4.424 3.454 4.205 3.200 3.871 3.831 33 Pamulihan 908 865 860 737 775 829 34 Cikelet 2.629 2.480 2.536 2.116 2.396 2.431 35 Pameungpeuk 2.577 2.538 2.235 2.443 2.334 2.425 36 Cibalong 1.819 2.079 1.642 1.902 1.981 1.885 37 Cisompet 3.010 2.973 2.940 2.906 3.289 3.024 38 Singajaya 3.452 1.964 2.052 3.054 2.091 2.523 39 Cihurip 0 1.382 1.277 1.380 1.202 1.310 40 Peundeuy 2.303 2.186 2.004 2.094 2.060 2.129 41 Cikajang 374 390 420 305 395 377 42 Selatan Banjarwangi 3.035 3.055 3.237 3.200 3.225 3.150 Total 109.788 109.488 110.140 109.346 111.294 110.011

Sumber : Dinas TPHP Kab. Garut 2006. Ket : Nilai 0 pada tahun tertentu menunjukkan kecamatan bersangkutan belum terbentuk pada tahun tersebut

(18)

3.2.4 Luas Panen

Setiap tahun selama periode waktu 2001-2005 rata-rata luas lahan yang berhasil sampai ke tahap panen di Garut Utara mencapai 71.126 Ha. Luas panen tertinggi terdapat di Kecamatan Malangbong, Bayongbong, Limbangan, Tarogong Kaler, Samarang, Kadungora dan Karangpawitan. Rata-rata luas panen Garut Utara sebesar 65 % dari total luas panen di Kabupaten Garut selama periode waktu yang sama, yaitu 109.289 Ha.

Pada periode yang sama di Garut Selatan rata-rata luas panen mencapai 37.811 Ha. Luas panen terbesar terdapat di Kecamatan Bungbulang, sedangkan luas panen terkecil di Kecamatan Cikajang yang memang bukan daerah sentra padi. Daerah sentra padi namun mempunyai luas panen terendah di Garut Selatan adalah Kecamatan Pamulihan yang hanya 815 Ha dan termasuk yang terendah untuk seluruh Kabupaten Garut.

GAMBAR 3.6

PERKEMBANGAN LUAS PANEN TAHUN 2001-2005

90.000 95.000 100.000 105.000 110.000 115.000 120.000 2001 2002 2003 2004 2005 Tahun Lua s P a ne n ( H a )

(19)

TABEL III.11

LUAS PANEN TAHUN 2001-2005 Luas Panen (Ha)

No. WP Kecamatan 2001 2002 2003 2004 2005 Rata-rata 1 Cilawu 3.269 4.053 2.920 3.322 3.339 3.381 2 Bayongbong 4.565 5.486 5.227 4.621 4.394 4.859 3 Cigedug 0 0 0 258 604 431 4 Cisurupan 5.492 2.612 2.387 3.493 3.365 3.560 5 Sukaresmi 0 2.123 2.235 2.216 2.260 2.209 6 Samarang 6.019 4.733 3.425 3.975 3.792 4.389 7 Pasirwangi 0 1.040 2.186 1.718 1.983 1.732 8 Tarogong Kidul 0 0 0 2.539 2.504 2.522 9 Tarogong Kaler 4.883 7.029 5.529 2.374 2.431 4.449 10 Garut Kota 2.724 2.184 2.371 2.605 2.550 2.487 11 Karangpawitan 4.417 3.855 4.050 4.260 3.682 4.053 12 Wanaraja 4.274 4.246 3.155 3.050 1.274 3.200 13 Pangatikan 0 0 0 0 1.215 1.215 14 Sucinaraja 0 0 0 0 1.011 1.011 15 Sukawening 5.277 4.069 2.779 3.451 3.490 3.813 16 Karangtengah 0 1.847 1.716 1.745 1.910 1.805 17 Banyuresmi 3.247 3.733 2.891 3.765 4.022 3.532 18 Leles 2.231 2.600 2.104 3.027 2.860 2.564 19 Leuwigoong 3.078 4.248 3.019 3.037 3.293 3.335 20 Cibatu 3.184 2.860 1.833 2.705 2.388 2.594 21 Kersamanah 0 1.100 884 1.205 1.055 1.061 22 Cibiuk 1.762 1.446 1.388 1.796 2.116 1.702 23 Kadungora 3.804 3.722 4.139 5.302 4.115 4.216 24 Bl Limbangan 3.791 5.517 3.475 4.979 4.837 4.520 25 Selaawi 2.210 2.249 2.221 2.411 2.564 2.331 26 Utara Malangbong 5.302 5.640 4.857 4.908 5.106 5.163 27 Cisewu 3.504 2.883 2.526 2.689 3.660 3.052 28 Caringin 0 1.589 1.353 1.300 144 1.423 29 Talegong 1.190 1.875 2.025 2.408 2.635 2.027 30 Bungbulang 8.079 8.421 7.666 6.966 7.432 7.713 31 Mekarmukti 0 0 0 1.207 1.251 1.229 32 Pakenjeng 4.213 4.017 3.993 3.099 3.986 3.862 33 Pamulihan 747 1.014 865 725 722 815 34 Cikelet 2.438 2.771 2.092 2.305 1.773 2.276 35 Pameungpeuk 2.346 2.538 2.145 2.441 2.344 2.363 36 Cibalong 1.755 1.795 1.702 1.877 2.281 1.882 37 Cisompet 2.921 2.999 2.547 3.414 2.744 2.925 38 Singajaya 4.523 1.864 1.870 3.033 2.684 2.795 39 Cihurip 0 1.176 1.292 1.378 681 1.132 40 Peundeuy 2.253 2.164 1.986 2.359 1.961 2.145 41 Cikajang 450 449 331 387 401 404 42 Selatan Banjarwangi 3.488 2.955 3.097 3.229 3.635 3.281 Total 107.886 114.902 100.281 111.579 111.799 109.289

Sumber : Dinas TPHP Kab. Garut 2006. Ket : Nilai 0 pada tahun tertentu menunjukkan kecamatan bersangkutan belum terbentuk pada tahun tersebut

(20)

3.3 Pelaksanaan Proksi Mantap

Program Aksi Masyarakat Agribisnis Tanaman Pangan (Proksi Mantap) Kabupaten Garut Tahun 2007 dilaksanakan untuk meningkatkan kesejahteraan petani melalui pencapaian sasaran produksi tanaman pangan tahun 2007.

Proksi Mantap pada dasarnya merupakan manajemen agribisnis pada era otonomi daerah dengan melibatkan peran serta seluruh stakeholder. Mekanisme operasional Proksi Mantap secara garis besar dapat dilihat pada Gambar 3.7

GAMBAR 3.7

MEKANISME OPERASIONAL PROKSI MANTAP

Kebijakan Makro: ™ Fiskal ™ Moneter ™ Investasi Dampak pencapaian tujuan program : ƒ Ketahanan pangan ƒ Pendapatan ƒ Kesempatan kerja ƒ Ekonomi regional ƒ Ekonomi nasional ƒ Devisa Tujuan utama program : Peningkatan produksi tanaman pangan Hilir On Farm Hulu

Sistem & Usaha Agribisnis Tanaman Pangan Pelayanan & Fasilitasi SDM & SDA Kelembagaan Teknologi Modal

Sumber : Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Kabupaten Garut, 2007

(21)

TABEL III.12

SASARAN RANCANG BANGUN PROKSI MANTAP

No Sasaran Program

1 Meningkatkan pemahaman petani tentang teknik budidaya pertanian yang baik 2 Mendorong aktivitas musyawarah antarpetani

3 Mendorong petani untuk bergabung dalam kelompok tani, yang menjadi cikal bakal koperasi tani (koptan)

4 Mendukung kegiatan intensifikasi padi

5 Membantu permodalan usaha tani dan meningkatkan nilai tambah produk agar produksi dan pendapatan petani meningkat

6 Membantu kemudahan akses petani terhadap sarana produksi dan pemasaran

Sumber : Petunjuk Pelaksanaan Proksi Mantap, Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Kabupaten Garut

Pengembangan sentra produksi dilakukan dengan pendekatan :

1) Sekolah Lapang (SL) yang dilengkapi dengan laboratorium lapangan, yang berfungsi sebagai pusat belajar, pengambilan keputusan para petani / kelompok petani, tempat pertukaran informasi dan pengalaman lapangan, pembinaan manajemen kelompok tani serta sebagai percontohan bagi kelompok tani di kawasan lainnya. Dalam setiap 100 Ha ditempatkan 1 unit laboratorium lapangan (LL) atau setiap 1 unit kawasan pengembangan (500 Ha) ditempatkan 5 unit LL.

Persyaratan lokasi LL antara lain dilaksanakan dalam satu hamparan lahan, berpengairan/terjamin pengairannya, strategis dan merupakan daerah pengembangan usaha tani.

Dalam penyelenggaraan SL didasarkan pada azas-azas sebagai berikut :

a) Lapangan (sawah/darat) sebagai sarana utama belajar. Sehingga hampir keseluruhan waktu belajar berlangsung di lapangan.

b) Cara belajar lewat pengalaman, yaitu proses belajar mengikuti daur penghayatan langsung (mengalami), mengungkapkan, menganalisis, menyimpulkan dan menerapkan (melakukan/mengalami kembali)

c) Pengkajian agroekosistem, yaitu pengkajian mendalam dan sistematis terhadap agroekosistem dan masalah-masalah yang dihadapi dalam mengembangkan pusat pertumbuhan agribisnis dan dilakukan secara mingguan.

d) Penyediaan bahan yang praktis dan tepat guna, yaitu sistem kegiatan dirancang sedemikian rupa agar dapat diterapkan oleh petani.

(22)

e) Kurikulum berdasarkan keterampilan yang dibutuhkan, yaitu dirancang atas dasar analisis keterampilan lapangan yang perlu dimiliki petani agar mampu menjadi pelopor dalam mengembangkan pusat pertumbuhan agribisnis.

Pelaksanaan SL diharapkan menjadi percontohan dan berdampak luas bagi petani di sekitarnya melalui temu lapangan (field day) dengan melibatkan para kontak tani nelayan. Para kontak tani diharapkan dapat menyebarkan pengetahuannya kepada kelompok taninya masing-masing.

2) Musyawarah dan temu usaha kemitraan di Balai Penyuluh Pertanian. Kawasan pusat pertumbuhan berupaya mendorong agar para petani / kelompok tani mampu mengembangkan pola usaha tani secara berkelompok dan memiliki jaringan kerjasama dengan pihak-pihak yang berkaitan dengan usaha tani, yaitu pemerintah daerah dan swasta. Melalui proses musyawarah dan jalinan kemitraan, diharapkan pola usaha tani berkembang menjadi usaha agribisnis.

3) Pusat layanan sarana produksi pertanian (saprotan) dan pengolahan hasil. Untuk memudahkan petani menerapkan anjuran teknologi tepat guna, maka sarana produksi seperti benih, pupuk, pestisida diupayakan tersedia : tepat waktu, tepat jumlah, tepat jenis, tepat harga, tepat mutu dan tepat penggunaan. Penyediaan sarana produksi dilakukan di sentra-sentra produksi oleh perusahaan swasta atau pengusaha agribisnis di daerah.

Pemerintah daerah melakukan pengaturan, memfasilitasi dan memberi kemudahan untuk berkembangnya perusahaan-perusahaan sarana produksi. Langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam menjamin penyediaan sarana produksi adalah sebagai berikut :

a) Pengecekan persediaan pupuk, benih dan pestisida

b) Pengecekan keberadaan/lokasi/jumlah kios/penyalur pupuk, benih dan pestisida

c) Koordinasi stakeholder dalam penyediaan sarana produksi.

Persentase kehilangan hasil tanaman pangan akibat panen dan pasca panen berkisar antara 10-20% yang 14%-nya terjadi pada saat panen dan perontokan

(23)

gabah. Untuk itu perlu pembinaan oleh petugas kabupaten dalam penggunaan alat mesin panen dan pasca panen, antara lain penggunaan sabit bergerigi, mesin perontok (thresher), alat pengering (dryer) dan alat penyimpanan.

4) Informasi pasar. Upaya meningkatkan posisi tawar petani dapat dilakukan apabila petani mempunyai akses terhadap sistem informasi pasar yang terbuka. Untuk menciptakan hal tersebut, perlu diwujudkan sistem informasi pasar yang saling berhubungan antar provinsi dan kabupaten, sehingga data dan informasi tersebut dapat dimanfaatkan oleh pelaku agribisnis, pemerintah, petani dan kelompok lain yang berkepentingan. Informasi diharapkan dapat memberi gambaran akurat tentang komoditas, areal panen, cadangan, volume dan harga yang dikembangkan di setiap lokasi, baik di tingkat produsen mapun konsumen.

Untuk mendapatkan jaminan harga yang layak, petani hendaknya dimotivasi untuk memasarkan produknya secara terkoordinasi, baik melalui kelompok tani, koperasi maupun jasa lembaga pemasaran lainnya.

Untuk memberikan jaminan harga pada saat panen raya, diharapkan masing-masing kabupaten dapat menyiapkan dana untuk menyerap produk petani. Perlu dikembangkan pula kerjasama/kemitraan antara petani dan industri olahan untuk meningkatkan efisiensi dan jaminan pemasaran.

Pengembangan sentra produksi juga dilakukan melalui upaya pengembangan usaha. Pengembangan usaha merupakan upaya pengelolaan usaha tani dengan menerapkan perpaduan rekayasa sosial, teknologi serta ekonomi dan nilai tambah secara terencana dan berkelanjutan berdasarkan kerjasama antara anggota kelompok tani maupun perorangan untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi dengan memanfaatkan sumber daya secara terpadu. Melalui upaya ini diharapkan petani/kelompok tani akan berusaha tani lebih profesional dan mampu bertindak sebagai manajer dalam usaha taninya.

Kondisi usaha tani yang diharapkan dapat tercapai melalui pendekatan pengembangan usaha adalah terciptanya usaha tani yang memiliki kondisi maju. Tipologi kondisi usaha tani yang maju dapat dilihat pada Tabel III.13

(24)

TABEL III.13

TIPOLOGI KONDISI USAHA TANI YANG MAJU

Unsur Kondisi Usaha Tani Penjelasan

Aspek Sosial

Pengelolaan usaha tani telah bergabung dalam gabungan kelompok tani (Gapoktan) dan yang lebih maju lagi telah membentuk koperasi pertanian (Koptan)

Kelembagaan petani semakin solid sehingga memudahkan untuk inovasi teknologi, pemasaran hasil produksi dan kemitraan usaha

Pengaturan pola tanam Pengolahan tanah secara bijak Pergiliran varietas antar musim Penggunaan benih bermutu Penetapan cara tanam

Pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT)

Pemupukan berimbang Penggunaan bahan organik Aspek

Teknologi

Tata Guna Air (TGA) tingkat usaha tani

Bertujuan agar produktivitas dan produksi padi optimal

Permodalan Pemasaran hasil Standardisasi

Penghasilan dari off farm Aspek

Ekonomi dan Nilai Tambah

Skala usaha

Berkaitan dengan peningkatan penghasilan petani dari produksi usaha tani yang berkualitas

Sumber : Dinas TPHP Kabupaten Garut, 2006

Aspek terakhir dari pengembangan sentra produksi adalah menjalin kemitraan. Kemitraan adalah suatu jalinan kerjasama antara petani/kelompok petani dengan swasta atau stakeholder lain yang bergerak di bidang agribisnis tanaman pangan, mulai dari hulu sampai hilir. Lembaga yang terkait antara lain : perusahaan saprotan, produsen benih, perusahaan pengolahan hasil, transportasi, pergudangan sampai dengan pemasaran hasil serta lembaga keuangan.

Dengan tumbuhnya kemitraan, maka persoalan yang sering dihadapi petani, seperti pemenuhan kebutuhan sarana produksi, kesinambungan suplai bahan baku dan jaminan pemasaran hasil akan teratasi. Dalam kemitraan yang terjalin antara sektor swasta, petani dan pemerintah daerah, masing-masing pihak berperan aktif dan saling mendukung. Petani sebagai pelaku utama di lapangan, swasta sebagai produsen bahan baku dan pemerintah daerah sebagai fasilitator kemitraan. Agar swasta tertarik untuk berinvestasi dan membantu pembiayaan usaha tani, maka peran pemerintah daerah sebagai promotor harus maksimal.

(25)

3.4 Gambaran Umum Kecamatan Karang Pawitan

Kecamatan Karang Pawitan merupakan salah satu dari lima kecamatan yang ditetapkan sebagai pusat pertumbuhan tanaman pangan padi sawah selain Kecamatan Kadungora, Bayongbong, Tarogong Kidul dan Balubur Limbangan. Karang Pawitan memiliki luas wilayah 6.213 Ha, dibagi menjadi 18 desa dan 2 kelurahan. Daerah paling luas di Kecamatan Karang Pawitan adalah Desa Sindangpalay, yang mencapai 814 Ha atau 13,1% dari keseluruhan luas Kecamatan Karang Pawitan, sedangkan luas wilayah paling kecil terdapat di Desa Situsaeur dengan luas mencapai 52,9 Ha atau hanya 0,85%.

Secara administratif, Kecamatan Karang Pawitan terdiri atas 18 desa dan 2 kelurahan, yaitu Desa Tanjungsari, Jatisari, Mekarsari, Sindanglaya, Cimurah, Lengkongjaya, Suci, Godog, Sindanggalih, Sindangpalay, Lebak Agung, Situgede, Situsari, Situjaya, Situsaeur, Karangsari, Karangpawitan, Suci Kaler, Kelurahan Lebakjaya dan Karangmulya.

Kondisi topografi desa-desa di Kecamatan Karang Pawitan secara umum berada di lahan datar, kecuali Desa Godog, Sindangpalay dan Lebak Agung berada di lokasi yang berupa lereng bukit. Akses menuju ke ibukota Kabupaten yang berada di Kecamatan Garut Kota dapat ditempuh dengan rata-rata lama perjalanan selama tujuh jam. Untuk melayani pergerakan lalu lintas orang dan barang, terdapat jaringan jalan dengan kondisi sebagian jaringan jalan desa sudah diaspal, sedangkan sebagian lainnya hanya menggunakan perkerasan dari kerikil atau batu.

Pada tahun 2005, jumlah keluarga di Kecamatan Karang Pawitan sebesar 24.222 kk. Dari jumlah keluarga tersebut, keluarga pertanian mencapai rata-rata 70% atau sekitar 16.701 kk. Buruh tani mencapai 13.137 jiwa.

Tingkat kesejahteraan penduduk yang dicirikan dengan jumlah keluarga prasejahtera dan sejahtera I mencapai 7.206 kk atau berarti sebesar 29,75% kk masih berada dalam taraf kemiskinan. Jumlah keluarga prasejahtera dan sejahtera I terbanyak terdapat di Desa Lengkongkaya, yang merupakan salah satu sentra produksi padi sawah. Sementara untuk daerah yang paling sedikit jumlah keluarga miskinnya adalah Desa Suci yang berkarakteristik perkotaan dan menjadi daerah industri kerajinan kulit di Kabupaten Garut.

Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) Kabupaten Garut Tahun 2006-2009, Kecamatan Karang Pawitan termasuk dalam cluster IV yang juga meliputi Kecamatan Bungbulang, Pameungpeuk, Cikajang, Cilawu, Bayongbong,

(26)

Cigedug, Cisurupan Sukaresmi, Samarang, Pasirwangi, Wanaraja, Sucinaraja, Banyuresmi, Leles, Kadungora, Balubur Limbangan dan Malangbong. Karakteristik wilayah ini adalah aktivitas perdagangan dan jasa telah berkembang dengan baik, sehingga laju pertumbuhan ekonominya berjalan dengan cepat. Wilayah ini memiliki komoditas unggulan dalam bidang pertanian, peternakan dan perikanan. Permasalahan pada kelompok wilayah ini adalah dukungan akses transportasi dinilai kurang memadai.

Stratifikasi kecamatan berdasarkan level pencapaian IPM pada tahun 2005 menunjukkan bahwa Kecamatan Karang Pawitan berada pada level di atas rata-rata angka kabupaten.

Kegiatan perekonomian yang paling menonjol adalah pertanian tanaman pangan, kecuali di Kelurahan Lebakjaya dan Desa Suci berupa kegiatan perdagangan serta industri pengolahan. Tanaman pangan yang banyak diusahakan adalah padi, terdapat di Desa Jatisari, Mekarsari, Sindanglaya, Cimurah, Lengkongjaya, Lebak Agung, Situsari, Situjaya, Situsaeur, Karangsari, Sucikaler dan Kelurahan Karangmulya. Khusus untuk Desa Cimurah jenis pertanian padi yang dikembangkan adalah padi gogo. Desa lainnya mengusahakan jenis tanaman pangan jagung.

Hasil pertanian yang didapat petani sebagian besar untuk kebutuhan konsumsi sendiri dan sisanya dijual, namun ada juga yang seluruhnya dijual. Petani yang menjual seluruh hasil panennya terdapat di Desa Tanjungsari dan Karangmulya. Sedangkan petani yang mengkonsumsi seluruh hasil panennya terdapat di Desa Lebak Agung.

3.4.1 Gambaran Umum Desa Situjaya

Desa Situjaya terletak di sebelah utara Kecamatan Karang Pawitan. Desa Situjaya berbatasan dengan Desa Situsari di utara dan timur, Desa Karangsari di barat dan Desa Situsaeur di selatan. Jumlah penduduk pada tahun 2005 mencapai 731 kepala keluarga yang didominasi oleh keluarga tani mencapai 80%. Jumlah keluarga pra-sejahtera dan sejahtera 1 mencapai 287 keluarga dan termasuk jumlah yang relatif sedang jika dibandingkan dengan desa-desa lain di kecamatan yang sama.

Kondisi fisik lahan desa berupa dataran yang sebagian besar dimanfaatkan untuk pertanian. Potensi ekonomi paling menonjol dan sedang diusahakan adalah pertanian tanaman pangan, khususnya padi sawah. Penghasilan utama penduduk berasal dari usaha padi sawah yang produksinya sebagian dijual dan sebagian lagi

(27)

untuk konsumsi keluarga sendiri. Karena itu usaha produksi padi di Desa Situjaya masih bersifat subsisten tidak murni1.

Luas lahan Desa Situjaya mencapai 70,9 ha. Sebanyak 59% dari total luas lahan diusahakan oleh penduduk menjadi lahan sawah. Sarana pelengkap kegiatan penduduk terdapat di desa lain yang masih dalam lingkup Kecamatan karang Pawitan. Jarak menuju pasar terdekat adalah 3 kilometer, sedangkan kios sarana produksi pertanian dan koperasi juga berada di desa lain.

Jarak menuju ibukota kabupaten sejauh 10 kilometer, dapat ditempuh selama 25 menit menggunakan kendaraan bermotor. Moda transportasi publik yang paling utama digunakan oleh penduduk desa untuk menuju ke kawasan perkotaan adalah angkutan kota, sedangkan untuk pergerakan lokal banyak terdapat ojek sepeda motor. Moda transportasi umum tersebut sudah bersifat reguler, artinya melayani jalur yang tetap dan dapat ditemui sepanjang waktu.

Jaringan jalan yang menghubungkan Kecamatan Karang Pawitan dengan Kecamatan lainnya berupa jalan dengan perkerasan aspal berkualitas kurang baik. Sepanjang jalan banyak terdapat lubang dengan diameter kecil sampai dengan sedang dan strukturnya bergelombang. Sarana pelengkap jaringan jalan seperti misalnya sarana penyebrangan, rambu lalu lintas dan marka jalan tidak terdapat pada jalan kecamatan tersebut. Jalan kecamatan menjadi batas Desa Situjaya dan Desa Situsari. Sementara itu jalan lokal berupa perkerasan dengan kerikil atau batu. Jalan lokal dapat dilalui sepanjang tahun.

3.4.2 Gambaran Umum Desa Situsari

Desa Situsari terletak di sebelah utara Kecamatan Karang Pawitan. Desa Situsari berbatasan dengan Kecamatan Sucinaraja di utara, Desa Karangsari di barat, Kabupaten Tasikmalaya di timur dan Desa Situjaya di selatan. Jumlah penduduk pada tahun 2005 mencapai 721 kepala keluarga yang didominasi oleh keluarga tani mencapai 80%. Jumlah keluarga pra-sejahtera dan sejahtera 1 mencapai 210 keluarga dan termasuk jumlah yang relatif sedang jika dibandingkan dengan desa-desa lain di kecamatan yang sama.

1

Pertanian subsisten menunjukkan sebuah unit swasembada dimana semua hasil produksi dikonsumsikan dan sama sekali tidak ada yang dijual. Selain itu tidak ada barang-barang produksi atau barang-barang konsumsi yang dibeli di luar unit itu. Jadi pertanian subsisten yang murni ditandai oleh tidak adanya aspek-aspek komersial dan penggunaan uang (Sitanggang, 2002).

(28)

Kondisi fisik lahan desa berupa dataran yang sebagian besar dimanfaatkan untuk pertanian. Potensi ekonomi paling menonjol dan sedang diusahakan adalah pertanian tanaman pangan, khususnya padi sawah. Penghasilan utama penduduk berasal dari usaha padi sawah yang produksinya sebagian dijual dan sebagian lagi untuk konsumsi keluarga sendiri. Karena itu usaha produksi padi di Desa Situsari masih bersifat subsisten tidak murni.

Luas lahan Desa Situsari mencapai 86,5 ha. Sebanyak 72% dari total luas lahan diusahakan oleh penduduk menjadi lahan sawah. Sarana pelengkap kegiatan penduduk terdapat di desa lain yang masih dalam lingkup Kecamatan karang Pawitan. Jarak menuju pasar terdekat adalah 3 kilometer, sedangkan kios sarana produksi pertanian dan koperasi juga berada di desa lain.

Jarak menuju ibukota kabupaten sejauh 10 kilometer, dapat ditempuh selama 25 menit menggunakan kendaraan bermotor. Moda transportasi publik yang paling utama digunakan oleh penduduk desa untuk menuju ke kawasan perkotaan adalah angkutan kota, sedangkan untuk pergerakan lokal banyak terdapat ojek sepeda motor. Moda transportasi umum tersebut sudah bersifat reguler, artinya melayani jalur yang tetap dan dapat ditemui sepanjang waktu. Jaringan jalan yang lokal berupa perkerasan dengan kerikil atau batu. Jalan lokal dapat dilalui sepanjang tahun.

(29)
(30)

3.5 Rangkuman

Dalam perkembangannya, Kabupaten Garut tumbuh dan mengalami perubahan yang cukup signifikan. Hal ini banyak dipengaruhi oleh letak geografis Kabupaten Garut yang cukup strategis karena berbatasan dengan Ibu kota Provinsi Jawa Barat. Selain itu, Kabupaten Garut juga merupakan hinterland dari pusat pertumbuhan Kota Bandung sekaligus sebagai wilayah pendukung bagi daerah pusat pertumbuhannya tersebut.

Penggunaan lahan di Kabupaten Garut masih didominasi oleh kegiatan pertanian, baik pertanian lahan basah maupun kering, kegiatan perkebunan dan kehutanan. Sementara itu struktur ekonomi Kabupaten Garut dari tahun ke tahun selalu didominasi oleh sektor pertanian, khususnya tanaman pangan. Sektor pertanian menyumbang 41,35% dari total PDRB, selanjutnya diikuti sektor perdagangan, hotel dan restoran (30,41%), industri pengolahan (9,48%) dan jasa (8,62%). Dengan komposisi ini Garut tergolong kabupaten yang berbasis pertanian

Sentra produksi padi di Kabupaten Garut Bagian Utara antara lain terdapat di Kecamatan Kadungora, Bayongbong, Karangpawitan, Tarogong Kidul dan Balubur Limbangan. Sedangkan di Kabupaten Garut Bagian Selatan sentra produksi padi ada di Kecamatan Bungbulang, Pakenjeng, Banjarwangi, Cisewu, Cisompet dan Singajaya.

Program Aksi Masyarakat Agribisnis Tanaman Pangan (Proksi Mantap) Kabupaten Garut Tahun 2007 dilaksanakan untuk meningkatkan kesejahteraan petani melalui pencapaian sasaran produksi tanaman pangan tahun 2007. PROKSI MANTAP pada dasarnya merupakan manajemen agribisnis pada era otonomi daerah dengan melibatkan peran serta seluruh stakeholder.

Sasaran dari Proksi Mantap adalah :

• Meningkatkan pemahaman petani tentang teknik budidaya pertanian yang baik • Mendorong aktivitas musyawarah antarpetani

• Mendorong petani untuk bergabung dalam kelompok tani, yang menjadi cikal bakal koperasi tani (koptan)

• Mendukung kegiatan intensifikasi padi

• Membantu permodalan usaha tani dan meningkatkan nilai tambah produk agar produksi dan pendapatan petani meningkat

Gambar

TABEL III.1
TABEL III.2
TABEL III.3
TABEL III.5
+7

Referensi

Dokumen terkait

Analisis dilakukan dengan cara membandingkan hasil penelitian dari setiap jurnal yang telah ditelusuri terkait penerapan media permainan ular tangga terhadap hasil belajar di

Di antara ulama – ulama yang berasal dari indonesia yang kitab karangan banyak digunakan sebagai referensi di pesantren adalah Syaikh Nawawi Al Bantani hal ini

Sebagai sebuah satuan unit terkecil dari organisasi masyarakat, keluarga menjadi tempat pertama seorang anak laki- laki Jepang mendapatkan pendidikan keluarga agar

Desa Negeri Katon adalah Desa di Kecamatan Negeri Katon, Kabupaten Pesawaran. Desa Negeri Katon memiliki luas wilayah sebesar 360 Ha atau luas sebesar 2,95% dari luas

dimensi organizational citizenship behavior dari Organ, Podsakoff & Mackenzie (2006) sehingga mempunyai pemahaman yang jelas dalam pengukurannya. Intensi OCB diartikan

Menimbang, bahwa setelah mempelajari dan meneliti secara seksama berkas perkara banding a quo, Majelis Hakim Banding berpendapat bahwa secara substansial tentang

Disfemisme dapat diketahui dari konteks suatu kalimat (peristiwa). Selain itu melalui konteks kalimat dapat diketahui muatan nilai rasa yang terdapat dalam..

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kurs jangka pendek, inflasi dan suku bunga dalam jangka panjang memiliki pengaruh yang signifikan terhadap indeks harga saham