• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V ANALISIS. V.1 Analisis Data

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB V ANALISIS. V.1 Analisis Data"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

72  BAB V ANALISIS

Dalam penelitian tugas akhir yang saya lakukan ini, yaitu tentang “Studi Deformasi dari Gunung Api Batur dengan menggunakan Teknologi SAR Interferometri (InSAR)”, studi yang saya lakukan ini tujuan utamanya adalah melihat besar deformasi yang terjadi terutama pergerakan ke arah vertikalnya dalam kurun waktu pengamatan InSAR selama 1996 – 2001, dengan jumlah data sebanyak 15 citra SAR. Dari tahapan pengolahan SAR yang saya lakukan, hasilnya hanya dua pasangan citra dari 15 pasangan citra yang berhasil sempurna dilakukan prosesnya, yaitu pasangan 19960423-19960424 dan 19980114-20000114, sisanya sebanyak 13 pasangan citra (dipilih berdasarkan pertimbangan diatas) tidak berhasil dilakukan proses SAR-nya.

V.1 Analisis Data

ƒ Kegagalan dalam pembuatan interferogram (Intereferogram Generation)

Pembuatan interferogram atau biasa disebut dengan interferogram generation merupakan proses mendapatkan informasi fasa dan amplitudo dari kedua SLC yang saling bertampalan dan berkorelasi dengan jelas. Artinya disini setelah proses interferogram generation ini interferogram yang dihasilkan itu terdapat 3 diantaranya interferogram fasa, amplitudo, dan koherensinya. Dengan demikian jika kedua SLC data itu tidak memiliki korelasi yang jelas, maka ketiga informasi tersebut tidak dapat diperoleh. Contohnya pada gambar 5.1 merupakan pasangan citra 19961225-19971001 dibawah ini :

(2)

Gambar 5.1 Citra SLC amplitudo 19961225 (sebelah kiri) dan 19971001 (sebelah kanan)

terlihat sekali kecilnya korelasi antara kedua citra tersebut

Hal ini disebabkan oleh dekorelasi geometrik, artinya kedua data tersebut memiliki korelasi yang kecil yang disebabkan oleh pengaruh geometrik pengamatan. Terbukti dengan nilai squint yang berbeda signifikan yaitu untuk citra 19961225 nilai squintnya adalah 0.5616, sementara untuk citra 19961001 memiliki nilai squint sebesar -0.576. karena nilai squint ini merupakan suatu besaran dari sudut yang dibentuk untuk arah pandang sorot sensor dalam melakukan pengambilan atau perekaman data SAR dari suatu area tertentu dipermukaan bumi. Untuk lebih jelasnya tentang squint ini, dapat dilihat pada ilustrasi gambar 5.2 dibawah ini :

Gambar 5.2 Ilustrasi perekaman data SAR dengan nilai squint berbeda signifikan, dimana θ

Satelit (T1) 

Satelit (T2) 

θS2 

θS2 

(3)

74 

Dengan perbedaan squint yang signifikan ini, menyebabkan dekorelasi geometrik antara kedua pasangan tersebut, sehingga pada saat dilakukan proses offset yang merupakan proses penentuan parameter transformasi dari area yang sama pada kedua citra SAR sulit dilakukan karena proses pencarian area yang sama dari kedua pasangan tesebut melalui korelasi amplitudo membutuhkan korelasi geometrik tadi.

Selain pengaruh squint yang dapat mengakibatkan kecilnya korelasi antar kedua data pasangan tersebut, pada dekorelasi geometrik juga dipengaruhi oleh panjang baseline, contohnya pada gambar 5.3 dibawah ini interferogram fasa dan amplitudo hasil pasangan data antara 19961225-19971210 memiliki panjang baseline 440 meter.

Gambar 5.3 Interferogram fasa dan amplitudo pasangan 19961225-19971210, memperlihatkan

korelasinya keduanya kecil

ƒ Kegagalan dalam proses phase unwrapped

Sementara untuk proses unwrapped ini merupakan proses untuk memecahkan atau menentukan jumlah fasa (nilai integer fasa) lalu merubah fasa relatif menjadi fasa absolut dikarenakan pengaruh noise yang ada (atmosfer, tutupan lahan dsb) mengakibatkan fasa yang ada tidak kontinyu sehingga tahapan konversi fasa menjadi ketinggian tidak dapat dilakukan. Hal yang menyebabkan proses ini gagal ialah rendahnya koherensi (low coherence) pada kedua pasangan citra karena area studi (gunung batur-Bali) tersebut kualitas datanya banyak dipengaruhi alam diantaranya perairan (danau batur), pepohonan dsb, serta penggunaan band c yang tidak terlalu baik dalam penetrasi menembus kanopi.

(4)

Formula umum penentuan residu pada suatu nilai fasa tertentu [Buckley, 2000]: residue i, j

( )

= 1

[

ΔΦi

( )

i, j − ΔΦj

( )

i, j

]

(5.1.1)

Dengan demikian jika mayoritas residu tiap pikselnya memiliki nilai yang besar akibat dari koheren rendah dari kedua citra tersebut sehingga koreksi yang diberikan akan besar pula, akibatnya mengalami perubahan fasa melebihi batas ½ siklus atau 1π, oleh karena itu terjadi failed phase unwrapped. Dapat dilihat pada gambar 5.4 ini salah satu pasangan citra dibawah ini yang mengalami kegagalan unwrapped,

Gambar 5.4 flattening interferogram dari pasangan citra 19960423-19991215 Selain itu pasangan 19960423-19991215, juga beberapa pasangan citra SAR diantaranya 19961225-19970827,19960423-19971001,1997-19980114, yang mengalami kegagalan phase unwrapped.

(5)

76 

V.2 Analisis Hasil Dikaitkan dengan Aktifitas Gunung Api

Dari 15 pasangan data yang dilakukan proses pengolahan SAR-nya, hanya ada 2 pasangan data dengan berhasil sempurna yaitu pasangan data 19960423-19960424 dan 19980114-20000114, dibawah ini adalah masing – masing final interferogram yang telah ditumpang tindihkan dengan citra teregistrasi, sehingga kita bisa melihat area mana saja yang terjadi penurunan (deflasi) atau penaikan permukaan tanah (inflasi) dan penyebab deformasinya tersebut.

ƒ Final interferogram pasangan 19960423-19960424

Gambar 5.5 Final Interferogram pasangan citra 19960423-19960424

Dapat kita lihat pada Gambar 5.5 merupakan final interferogram diatas, warna merah merupakan level kenaikan permukaan tanah (inflasi) yang tertinggi, posisinya tersebut terletak pada sekitar area yang sekarang telah menjadi kawah dan meletus pada tahun 1998, dengan kenaikan permukaan sekitar 0.04 - 0.1 m ini pada tahun 1996 merupakan indikasi dari akan terjadinya letusan pada kawah 1998 tersebut.

(6)

ƒ Final interferogram pasangan 19980114-20000119

Gambar 5.6 Final Interferogram pasangan citra 19980114-20000119

Sementara untuk interferogram Gambar 5.6 diatas untuk pasangan 19980114-20000119, pada warna biru tua yang mengindikasikan penurunan muka tanah tersebut yang berkisar pada 0.01 – 0.02m, posisinya terletak pada kawah yang meletus tahun 1998, disini artinya setelah terjadi letusan disekitar kawah tersebut permukaannya tanahnya turun (sekitar 0.01 – 0.02), akibat penurunan aktifitas magma dari gunung api setelah letusan 1998. tetapi penurunan (deflasi) dari permukaan tanah gunung api ini hanya 1/10 dari kenaikan yang mengindikasikan letusannya.

(7)

78 

Gambar 5.7 Grafik Deformasi vertikal pada tahun 1996 dan 1998-2000 dari sebelah barat ke

timur laut gunung api batur

Dapat dilihat fenomena perubahan bentuk atau deformasi dilihat dari salah satu penampang (dapat dilihat pada Gambar 5.7) area pada saat 2 tahun sebelum terjadinya letusan tahun 1998 dan 2 setelah letusannya, sangat signifikannya deformasi yang terjadi sebelum terjadinya letusan (garis warna merah) yaitu sekitar 0.1 meter inflasi atau kenaikannya. Sementara setelah terjadi letusan (garis warna biru) deformasi menjadi sebaliknya yaitu subsidence atau penurunan muka tanah akibat penurunan aktifitas vulkanisnya.

(8)

Gambar 5.8 Grafik Deformasi vertikal pada tahun 1996 dan 1998-2000 dari sebelah barat ke

tenggara gunung api batur

Sama halnya dengan penampang yang pertama, untuk fenomena deformasi untuk kenaikan dan penurunannya terlihat secara umum tidak berbeda jauh namun, sedikit perbedaan pada penampang 2 (dapat dilihat pada Gambar 5.7) ini kenaikannya deformasinya hanya terjadi pada beberapa piksel pertama, ini dapat diartikan bahwa area yang lebih terdeformasi uplift pada penampang pertama dan juga lebih dekat dengan aktifitas magmanya.

(9)

80 

V.3 Analisis Perbandingan Deformasi Vertikal antara GPS dengan InSAR

Setelah kita mengetahui (pembahasan analisis hasil) nilai deformasi vertikal dari pengamatan 1996 – 2000 dan 1998 – 2000, untuk lebih meyakinkan bahwa teknologi ini sudah mampu melihat sinyal deformasi, disini saya akan bandingkan dengan pengamatan titik deformasi dengan teknologi GPS, memang yang saya akan membandingkan nilai deformasi 1999 – 2000 pada satu

Gambar 5.9 Visualisasi titik pengamatan GPS

titik hasil pengamatan GPS dengan satu nilai pada piksel (model deformasi dengan ukuran pikselnya adalah 90 x 90m) yang ditempati oleh titik GPS tersebut, yang saya akan bandingkan adalah perbandingan deformasi vertikal pada kedua titik (DB09 dan DB11) baik antara pengamatan GPS dengan pengamatan InSAR.

Hasilnya adalah nilai perbandingan penurunan disekitar area DB09 dengan DB11 (dapat dilihat pada gambar 5.9) dengan metode InSAR yaitu 1.75 : 1 (-5.25 : -3.057 mm), sementara dengan metode GPS perbandingan penurunannya pada titik tersebut yaitu 1.76 : 1 (-0.316 : -0.179 m), artinya bisa dikatakan sama perbandingan deformasi kedua titik tersebut, dengan demikian dapat disimpulkan benar terdapat sinyal deformasi pada sekitar area tersebut yang nilainya tertentu.

Gambar

Gambar 5.1  Citra SLC amplitudo 19961225 (sebelah kiri) dan 19971001 (sebelah kanan)  terlihat sekali kecilnya korelasi antara kedua citra tersebut
Gambar 5.3 Interferogram fasa dan amplitudo pasangan 19961225-19971210, memperlihatkan  korelasinya keduanya kecil
Gambar 5.4 flattening interferogram dari pasangan citra 19960423-19991215   Selain itu pasangan 19960423-19991215, juga beberapa pasangan citra SAR  diantaranya 19961225-19970827,19960423-19971001,1997-19980114, yang mengalami  kegagalan phase unwrapped
Gambar 5.5 Final Interferogram pasangan citra 19960423-19960424
+5

Referensi

Dokumen terkait

Ibid.. mengumpulkan tugas tepat waktu, jumlah kehadiran yang buruk atau sering alpa, terlambat masuk kelas, serta berpakaian yang tidak rapi atau tidak sesuai

Dari dimensi pasar, dengan beralihnya kepemilikan dari wewenang pemerintah pusat melalui pemerintah provinsi ke pemerintah daerah (kabupaten), terjadi perubahan

Dalam upaya peningkatan motivasi belajar siswa dengan hasil belajar suatu mata pelajaran, sangat disadari sepenuhnya diperhadapkan pada kenyataan bahwa tidak semua

Pengertian di atas, dapat memberi pemahaman bahwa an-Nubuwwah adalah sebuah gelar atau anugerah yang tidak dapat dicari, yang diberikan oleh Allah kepada

Pada penelitian ini Pengelolaan sumber daya alam pertanian yang dapat diangkat dalam permasalahan tembakau terutama kaitannya dengan kebiasaan petani tembakau yang

Pertama-tama, perkenankan saya mengajak Bapak/Ibu sekalian untuk bersama- sama memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang berkat rahmatNya dalam

Dengan demikian dalam perspektif hukum pidana Islam, setiap orang yang telah melakukan tindak pidana dan terhadap perbuatan pidana itu belum sampai dijatuhi hukuman, maka

Hasil penelitian yang diperoleh dengan teknik wawancara, observasi, dan dokumentasi tentang pertanggungjawaban dana pendidikan meliputi: Kepala sekolah sebagai